Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH ILMU KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

Tentang
STROKE

OLEH :
ADE VERONIKA (1514201089)
AMMI MARDHATILLAH (1514201090)
YEVI DESMAIYETI (1514201124)
IVO AKMARISA (1514201125)

Dosen Pembimbing :

Ns.Imelda R.Kartika,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN FORT DE KOCK BUKITTINGGI
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji dan syukur penulis
ucapkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan hidayatnya kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul :

STROKE

Dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak lepas dari bimbingan dan masukan dari
berbagai pihak.Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing.

Penulis menyadari makalah ini belum sempurna. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, April 2016

Penulis

1
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Tujuan....................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi Stroke ........................................................................................


2
B. Anatomi pembuluh darah ....................................................................... 3
C. Klasifikasi................................................................................................ 5
D. Etiologi..................................................................................................... 5
E. Patofisiologi............................................................................................. 10
F. Manifestasi Klinis.................................................................................... 12
G. Komplikasi............................................................................................... 13
H. Pemeriksaan penunjang............................................................................ 14
I. Penatalaksanaan....................................................................................... 15
J. WOC........................................................................................................ 18

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian............................................................................................... 19
B. Diagnosa Keperawatn ............................................................................... 28
C. Intervensi keperawatan.............................................................................. 29

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................ 36
B. Saran.......................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

2
A.Latar belakang

Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia penyakit stroke


meningkat seiring dengan modernisasi. Di Amerika Serikat, stroke menjadi penyebab kematian
yang ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Diperkirakan ada 700.000 kasus stroke di
Amerika Serikat setiap tahunnya, dan 200.000 diantaranya dengan serangan berulang. Menurut
WHO, ada 15 juta populasi terserang stroke setiap tahun di seluruh dunia dan terbanyak adalah
usia tua dengan kematian rata-rata setiap 10 tahun antara 55 dan 85 tahun. (Goldstein,dkk 2006;
Kollen,dkk 2006; Lyoyd-Jones dkk,2009).

Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke tahun. Stroke
merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Disamping itu,
stroke juga merupakan penyebab kecatatan. Sehingga keadaan tersebut menempatkan stroke
sebagai masalah kesehatan yang serius.

Rendahnya kesadaran akan faktor risiko stroke, kurang dikenalinya gejala stroke, belum
optimalnya pelayanan stroke dan ketaatan terhadap program terapi untuk pencegahan stroke
ulang yang rendah merupakan permasalahan yang muncul pada pelayanan stroke di Indonesia.
Keempat hal tersebut berkontribusi terhadap peningkatan kejadian stroke baru, tingginya angka
kematian akibat stroke, dan tingginya kejadian stroke ulang di Indonesia (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

B.Tujuan Penulisan

1. Mampu memahami pengertian dan klasifikasi Stroke


2. Mampu memahami penyebab Stroke
3. Mampu memahami tanda dan gejala dari Stroke
4. Mengetahui macam-macam pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien
dengan Stroke
5. Mengetahui diagnosa dan intervensi keperawatan kepada klien dengan Stroke

BAB II

PEMBAHASAN

3
A.Defenisi Stroke

Stroke (berasal dari kata strike) berarti pukulan pada sel otak. Biasanya terjadi karena
adanya gangguan distribusi oksigen ke sel otak. Hal ini disebabkan gangguan aliran darah
pada pembuluh darah otak, mungkin karena aliran yang terlalu perlahan, atau karena
aliran yang terlalu kencang sehingga pecah (perdarahan), akhirnya sel-sel otak yang diurus
oleh pembuluh darah tersebut mati.
Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak mengalami kematian
akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak.
Aliran darah yang terhenti membuat suplai oksigen dan zat makanan ke otak juga terhenti,
sehingga sebagian otak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba
tiba terganggu, karena sebagaian sel-sel otak mengalami kematian akibat gangguan aliran
darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak. Dalam jaringan
otak,kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia ,yang dapat merusakan
atau mematikan sel-sel saraf otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya
fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu, aliran darah yang berhenti juga membuat suplai
oksigen dan zat makanan ke otak juga berhenti, sehingga sebagian otak tidak bisa berfungsi
sebagaimana mestinya.

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
(Hendro Susilo, 2000)

Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral dan merupakan satu gangguan neurologik
pokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologik pada pembuluh darah serebral
misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar, misalnya
arterosklerosis arteritis trauma aneurisma dan kelainan perkembangan (Price, 1995).

Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yang

4
sesuai dengan daerah otak yang terganggu. Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang
serius karena ditandai dengan tingginya morbiditas dan mortalitasnya. Selain itu, tampak adanya
kecenderungan peningkatan insidennya (Bustan, 2007).

B.Anatomi Pembuluh Darah Otak

Menurut American Heart Association (AHA) dalam Family Guide to Stroke, otak
adalah organ manusia yang kompleks. Setiap area dari otak mempunyai fungsi khusus. Otak
merupakan organ tubuh yang ikut berpartisipasi pada semua kegiatan tubuh, yang dapat berupa
bergerak, merasa, berfikir, berbicara, emosi, mengenang, berkhayal, membaca, menulis,
berhitung, melihat, mendengar, dan lain-lain. Bila bagian-bagian dari otak ini terganggu,
misalnya suplai darah berkurang, maka tugasnya pun dapat terganggu.
Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak hanya 2,5% dari berat badan
seluruhnya, namun oksigen yang dibutuhkan hampir mencapai 20% dari kebutuhan badan
seluruhnya. Oksigen ini diperoleh dari darah. Pada keadaan normal, darah yang mengalir ke
otak (CBF = cerebro blood flow) adalah 50-60 ml/100 g otak/menit. Ada 3 selaput yang
melapisi otak, yaitu duramater, araknoid dan pia mater.(dapat dilihat pada gambar 2.2.1).

Duramater

Arakhnoid

Piamater

Gambar Selaput Otak


Suplai darah ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis (kanan dan kiri)
dan arteri karotis interna (kanan dan kiri). Arteri vertebralis menyuplai darah ke area belakang

5
dan area bawah dari otak, sampai di tempurung kepala dan arteri karotis interna menyuplai
darah ke area depan dan area atas otak.
Cabang-cabang dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna bersatu membentuk
sirkulus willisi. Sistem ini memungkinkan pembagian darah di dalam kepala untuk
mengimbangi setiap gerakan leher jika aliran darah dalam salah satu pembuluh nadi leher
mengalami kegagalan. (dapat dilihat pada gambar)

Gambar 2.2.3 Sirkulus Willisi

Ada dua hemisfer serebri (belahan otak), yaitu hemisfer serebri sinistra (kiri) dan
hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri sinistra (kiri) berfungsi dalam
mengendalikan gerakan sisi kanan tubuh, seperti berbicara, berhitung dan menulis,
sedangkan hemisfer serebri dextra (kanan) berfungsi dalam mengendalikan gerakan sisi kiri
tubuh, seperti perasaan, kemampuan seni, keterampilan dan orientasi.

C.Klasifikasi Stroke

6
1. Stroke karena pendarahan (Haemorragic)

Pada Stroke Iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena atheroklerosis (penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu
pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis
ini. Stroke Hemoragik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena pecahnya pembuluh darah
di otak terdiri dari perdarahan intraserebral, perdarahan subarakhnoid.

2. Stroke bukan karena pendarahan (Non Haemorragic/ Iskemik)

Pada stroke haemorragic pembulih darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang
normal dan darah merembes kedalam suatu daerah diotak dan merusaknya. Hampir 70% kasus
stroke ini terjadi pada penderita hipertensi. Stroke Iskemik yaitu penyakit stroke yang terjadi
oleh karena suplai darah ke otak terhambat atau berhenti. Terdiri dari: Transient Ischemic
Attack (TIA), trombosis serebri, emboli serebri.

D.Etiologi Stroke

Banyak kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan stroke, tetapi pada awalnya adalah
dari pengerasan arteri atau yang disebut juga sebagai arteriosklerosis. Karena arteriosklerosis
merupakan gaya hidup modern yang penuh stress, pola makan tinggi lemak, dan kurang
berolahraga. Ketiganya sebenarnya tergolong dalam faktor risiko yang dapat dikendalikan.
Selain itu, ada pula faktor-faktor lain yang tidak dapat dikendalikan, yaitu antara lain :
1. Faktor Risiko Tidak Terkendali
a) Usia
Semakin bertambah tua u s i a , semakin tinggi risikonya. Setelah berusia
55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun. Dua pertiga dari
semua serangan stroke terjadi pada orang yang berusia di atas 65 tahun. Tetapi, itu tidak
berarti bahwa stroke hanya terjadi pada orang lanjut usia karena stroke dapat
menyerang semua kelompok umur.

b) Jenis kelamin

7
Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi penelitian
menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke.
Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi daripada wanita, tetapi serangan stroke pada
pria terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi.
Dengan perkataan lain, walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya wanita
terserang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih besar.

c) Keturunan-sejarah stroke dalam keluarga


Nampaknya, stroke terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat
berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat
pada bentuk pembuluh darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga dapat
mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin
merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke
yang lain.

d) Ras dan etnik

2. Faktor Risiko Terkendali


a) Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan
pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki faktor risiko
stroke empat hingga enam kali lipat dibandingkan orang yang tanpa hipertensi
dan sekitar 40 hingga 90 persen pasien stroke ternyata menderita hipertensi
sebelum terkena stroke. Secara medis, tekanan darah di atas 14090 tergolong
dalam penyakit hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi pada keseluruhan risiko
stroke menurun seiring dengan pertambahan umur, pada orang lanjut usia, faktor-
faktor lain di luar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko stroke. Pada orang
yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke meningkat terus hingga usia 90,
menyamai risiko stroke pada orang yang menderita hipertensi. Sejumlah p e n e l i t i
a n menunjukkan o b a t - o b a t a n a n t i hipertensi dapat mengurangi risiko stroke
sebesar 38 persen dan pengurangan angka kematian karena stroke sebesar 40 persen.

8
b) Penyakit Jantung
Setelah hipertensi, faktor risiko berikutnya adalah penyakit jantung, terutama penyakit
yang disebut atrial fibrilation, yakni penyakit jantung dengan denyut jantung yang
tidak teratur di bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri ini mencapai empat
kali lebih cepat dibandingkan di bagian-bagian lain jantung. Ini menyebabkan aliran
darah menjadi tidak teratur dan secara insidentil terjadi pembentukan gumpalan
darah. Gumpalan- gumpalan inilah yang kemudian dapat mencapai otak dan
menyebabkan stroke. Pada orang-orang berusia di atas 80 tahun, atrial fibrilation
merupakan penyebab utama kematian pada satu di antara empat kasus stroke.
Faktor lain dapat terjadi pada pelaksanaan operasi jantung yang berupaya
memperbaiki cacat bentuk jantung atau penyakit jantung. Tanpa diduga, plak dapat
terlepas dari dinding aorta (batang nadi jantung), lalu hanyut mengikuti aliran darah
ke leher dan ke otak yang kemudian menyebabkan stroke.

c) Diabetes
Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke dan mencapai
tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu, risiko tersebut akan menurun.
Namun, ada faktor penyebab lain yang dapat memperbesar risiko stroke karena sekitar
40 persen penderita diabetes pada umumnya juga mengidap hipertensi.

d) Kadar kolesterol darah


Penelitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan kolesterol
seperti daging, telur, dan produk susu dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam
tubuh dan berpengaruh pada risiko aterosklerosis dan penebalan pembuluh. Kadar
kolesterol di bawah 200 mg/dl dianggap aman, sedangkan di atas 240 mg/dl
sudah berbahaya dan menempatkan seseorang pada risiko terkena penyakit jantung
dan stroke.
Memperbaiki tingkat kolesterol dengan menu makan yang sehat dan olahraga
yang teratur dapat menurunkan risiko aterosklerosis dan stroke. Dalam kasus tertentu,
dokter dapat memberikan obat untuk menurunkan kolesterol.

9
e) Merokok
Merokok merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya paling mudah
diubah. Perokok berat menghadapi risiko lebih besar dibandingkan perokok ringan.
Merokok hampir melipatgandakan risiko stroke iskemik, terlepas dari faktor
risiko yang lain, dan dapat juga meningkatkan risiko subaraknoid hemoragik hingga
3,5 persen. Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke, yang lebih banyak
terjadi pada usia dewasa muda ketimbang usia tengah baya atau lebih tua.
Sesungguhnya, risiko stroke menurun dengan seketika setelah berhenti merokok dan
terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah berhenti merokok. Perlu
diketahui bahwa merokok memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal darah)
lebih banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis. Pada pasien perokok,
kerusakan yang diakibatkan stroke jauh lebih parah karena dinding bagian dalam
(endothelial) pada sistem pembuluh darah otak (serebrovaskular) biasanya sudah
menjadi lemah. Ini menyebabkan kerusakan yang lebih besar lagi pada otak sebagai
akibat bila terjadi stroke tahap kedua.

f) Alkohol berlebih
Secara umum, peningkatan konsumsi alkohol meningkatkan tekanan darah sehingga
memperbesar risiko stroke, baik yang iskemik maupun hemoragik. Penelitian
menyimpulkan bahwa konsumsi alkohol secara berlebihan dapat mempengaruhi
jumlah platelet sehingga mempengaruhi kekentalan dan penggumpalan darah, yang
menjurus ke pendarahan di otak serta memperbesar risiko stroke iskemik.

g) Obat-obatan terlarang
Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa olahannya
dapat menyebabkan stroke, di samping memicu faktor risiko yang lain seperti
hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh darah. Kokain j u g a
meyebabkan gangguan denyut jantung ( a r r y t h m i a s ) ata u denyut jantung
jadi leb ih cepat. Masing-masing menyebabkan pembentukan gumpalan darah.
Marijuana mengurangi tekanan darah dan bila berinteraksi dengan faktor risiko lain,
seperti hipertensi dan merokok, akan menyebabkan tekanan darah naik turun

10
dengan cepat. Keadaan ini pun punya potensi merusak pembuluh darah.

h) Cedera kepala dan leher


Cedera pada kepala atau cedera otak traumatik dapat menyebabkan
pendarahan didalam otak dan menyebabkan kerusakan yang sama seperti pada
stroke hemoragik. Cedera pada leher, bila terkait dengan robeknya tulang punggung
atau pembuluh karotid akibat peregangan atau pemutaran leher secara berlebihan atau
adanya tekanan pada pembuluh merupakan penyebab stroke yang cukup berperan,
terutama pada orang dewasa usia muda.

i) Infeksi
Infeksi virus maupun bakteri dapat bergabung dengan faktor risiko lain dan
membentuk risiko terjadinya stroke. Secara alami, s i s t e m kekebalan tubuh
biasanya melakukan perlawananan terhadap infeksi dalam bentuk meningkatkan
peradangan dan sifat penangkalan infeksi pada darah. Sayangnya, reaksi
kekebalan ini juga meningkatkan faktor penggumpalan dalam darah yang memicu
risiko stroke embolik-iskemik .

Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling penting adalah aterosklerosis
(trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur
aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi,
penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular
perifer.

1. Stroke Iskhemik

Stroke yang terjadi sebagai akibat dari adanya sumbatan pada arteri sehingga
menyebabkan penurunan suplay oksigen pada jaringan otak ( iskhemik ) hingga menimbulkan
nekrosis. Sekitar 87 % kasus stroke disebabkan kerena adanya sumbatan yang berupa thrombus
atau embolus. Trombus adalah gumpalan/sumbatan yang berasal dari pembuluh darah otak.
Embolus adalah gumpalan/sumbatan yang berasal dari tempat lain, misalnya jantung atau arteri
besar lainnya.

11
Faktor lain yang berpengaruh adalah denyut jantung yang irreguler (atrial fibrillation)
yang merupakan tanda adanya sumbatan dijantung yang dapat keluar menuju otak. Adanya
penimbunan lemak pada pembuluh darah otak (aterosklerosis) akan meningkatkan resiko
terjadinya stroke iskhemik.

2. Stroke Hemoragi
Stroke yang terjadi sebagai akibat pecahnya pembuluh darah yang rapuh diotak. Dua tipe
pembuluh darah otak yang dapat menyebabkan stroke hemoragi, yaitu ; aneurysms dan
arteriovenous malformations (AVMs). Aneurysms adalah pengembangan pembuluh darah otak
yang semakin rapuh sehingga data pecah. Arteriovenous malformations adalah pembuluh darah
yang mempunyai bentuk abnormal, sehingga mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.

E.Patofisiologi stroke

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai
darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak,
thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi
yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam
atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai
menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan
masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis
diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang

12
tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi
destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan
pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume
perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-
elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc
maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar.
Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008).
Infark regional kortikal, subkortikal ataupun infark regional di batang otak terjadi
karena kawasan perdarahan suatu arteri tidak/kurang mendapat jatah darah lagi. Jatah
darah tidak disampaikan ke daerah tersebut. Lesia yang terjadi dinamakan infark iskemik
jika arteri tersumbat dan infark hemoragik jika arteri pecah. Maka dari itu Stroke dapat
dibagi dalam :
a. Stroke iskemik / Non Hemorogik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus
atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada
dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area

13
thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi
kompleks iskemia, akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh
embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya
blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat
dan terjadi gangguan neurologis fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh
pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.

b. Stroke hemoragik
Pembuluh darah yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau
ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang
seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat
dikompensasi tubuh akan menimbulkan tingkatan TIK yang bila berlanjut akan
menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Disamping itu, darah yang
mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema,
spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran
darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak. ( Wulandari
Vina, 2007 )

F.Manifestasiklinis

Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequat dan jumlah aliran darah kolateral.
Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.

1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)


2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah Bells Palsy
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang Homonimus Hemianopsia
6. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia:
bicara defeksif/kehilangan bicara)
7. Gangguan persepsi

14
8. Gangguan status mental
1. Angiografi serebral. Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
misalnya pertahanan atau sumbatan arteri.
2. Scan Tomografi Komputer (Computer Tomografy Scan CT Scan). Mengetahui
adanya tekanan normal dan adanya trobosis, emboli serebral, dan tekanan
intracranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah
menunjukan adanya perdarahan subarachnoid dan perdarahan intracranial. Kadar
protein total meningkat, beberapa kasus thrombosis disertai proses inflamasi.
3. Magnetik Resonance I maging (MRI). MMenunjukan daerah infark, perdarahan,
malformasi arteriovena (MAV).
4. Ultrasonografi Dopler ( USG dopler). Mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah system arteri karotis [aliran darah atau timbulnya plak]) dan
arteriosklerosis.
5. Elektroensepalogram (Electroensephalogram-EEG). Mengidentifikasi masalah
pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
6. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah
yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
trobosis serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pad perdarahan
subarachnoid.
7. Pemeriksaan lab : Darah rutin, Gula darah, Urin rutin, Cairan serebrospinal,
Analisa gas darah (AGD), Biokimia darah, Elektrolit

G.Komplikasi
1. Hipoksia serebral

Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenisasi darah ke otak


adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hematokrit dapat diterima akan membantu dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan.

15
2. Penurunan aliran darah serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan
viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem
perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.

3. Embolisme serebral
Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat
berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak
dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah
jantung tidak konsisten dan penghentikan thrombus lokal. Selain itu, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki. (Brunner & suddarth,2002:2137).

Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini
dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi : infeksi
pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi
dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
5. Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

H. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam membantu menegakkan diagnosis klien
stroke meliputi (Arif Muttaqin, 2008):
1. Angiografi serebri
Membantu menentukkan penyebab dari stroke secara spesifik seperti pendarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari perdarahan seperi aneurisma atau
malformasi vaskuler.

16
2.Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragik pada subarakhonid atau perdarahan pada intrakanial. Peningkatan jumlah
protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.

3. CT Scan
Memperhatikan secara spesifk letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infrak atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan baisanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

4. Magnetic Imaging Resnance (MRI)


Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi
dan infrak akibat dari hemografik.

5.USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).

6. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunnya implus listrik dalam jaringan otak.

I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk menurunkan
edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3-5 hari setelah infark serebral.
Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis
atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler. Medikasi antitrombisit

17
dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan
trombus dan embolisasi (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897).

2. Penatalaksanaan pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan (Arif
Muttaqin, 2008):
Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher
Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh klien TIA
Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

3. Penatalaksanaan stroke di unit gawat darurat


Pasien yang koma dalam pada saat masuk rumah sakit dipertimbangkan
mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya, pasien sadar penuh menghadapi hasil yang
lebih dapat diharapkan. Fase akut biasanya berakhir 48-72 jam. Dengan mempertahankan
jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas dalam fase akut ini. Selain itu tindakan
yang dapat dilakukan untuk menyatabilkan keadaan pasien dengan konsep gawat darurat
yang lain yaitu dengan konsep ABC yaitu (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897):
1) Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik
akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya
sendiri. Contoh tindakannya adalah pasien dipantau untuk adanya komplikasi
pulmonal (aspirasi, atelektasis, pneumonia), yang mungkin berkaitan dengan
kehilangan refleks jalan napas, imobilitas, atau hipoventilasi dan Jangan biarkan
makanan atau minuman masuk lewat hidung
2) Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas
(akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas. Contoh
tindakannya adalah intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk pasien
dengan stroke masif, karena henti pernapasan biasanya faktor yang mengancam
kehidupan pada situasi ini dan berikan oksigen 2-4 L/menit melalui kanul nasal

18
3) Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung dan pembuluh
darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan
darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan
penyebab stroke, akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut.
Contoh tindakannya adalah pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi
telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang dan jantung diperiksa untuk abnormalitas dalam ukuran dan irama serta
tanda gagal jantung kongestif. Tindakan lain yang dapat dilakukan antara lain setelah
keadaan pasien stabil yaitu (Arif Mansjoer, 2000. hal 17-26):
1) Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan 20
ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5 % dalam air dan
salin 0,45% karena dapat memperhebat edema otak
2) Buat rekamanan EKG dan lakukan foto rontgen otak
3) Tegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
4) CT scan atau MRI bila alat tersedia.

19
J.woc

WOC stroke
Hipertensi, penyakit perdarahan
sistemik, pengguanaan obat
antikoagulan
aneurisma

Rupture arteri serebri

Ekstravasasi darah di otak

Vasospasme arteri

Menyebar ke hemisfer otak

Perdarahan serebri

STROKE PTIK Nyeri

Tekanan /perfusi serebral

Iskemia

anoksia Aktifitas elektrolit terhenti

Metabolisme anaerob Pompa Na+ dan Ka+ gagal

Metabolit asam Na+ dan H2O masuk ke sel

Acidosis lokal Edema intrasel

Pompa Na+ gagal


Perfusi jaringan serebral
Nekrosis jaringan otak
dan edema

20
Kematian progresif sel
otak (defisit fungsi otak)

Lesi Korteks Lesi batang Lesi di Med.


otak Spinalis

Kerusakan Nerves Lesi upper &


Gangguan
I-XII lower motor
bicara/penglihatan,
neuron
Nekrosis jaringan dan
edema Gangguan eliminasi
Kesulitan mengunyah & urin
menelan, refleks batuk

Gangguan persepsi
sensori

Gangguan komunikasi Resiko gangguan Gangguan


verbal nutrisi mobilisasi
Resiko ketidakefektifan jalan
nafas
Tirah baring lama

Resiko gangguan integritas


kulit

21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.Pengkajian
1. Pengkajian Primer
- Airway
Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan,
baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat
strokenya sendiri.
- Breathing
Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat
napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas.
- Circulation
Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung dan
pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan
tekanan darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali
merupakan penyebab stroke, akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke
tersebut.

2. Pengkajian Sekunder
a. Wawancara (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144)
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk
rumah sakit, nomor register, diagnosa medis.
Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
Riwayat penyakit sekarang
Identifikasi faktor penyebab, Kaji saat mulai timbul; apakah saat tidur/
istirahat atau pada saat aktivitas, Bagaimana tanda dan gejala berkembang;
tiba-tiba kemungkinan stroke karena emboli dan pendarahan, tetapi bila
onsetnya berkembang secara bertahap kemungkinan stoke trombosis,

22
Bagaimana gejalanya; bila langsung memburuk setelah onset yang pertama
kemungkinan karena pendarahan, tetapi bila mulai membaik setelah onset
pertama karena emboli, bila tanda dan gejala hilang kurang dari 24 jam
kemungkinan TIA, Observasi selama proses interview/ wawancara meliputi;
level kesadaran, itelektual dan memory, kesulitan bicara dan mendengar,
Adanya kesulitan dalam sensorik, motorik, dan visual.
Riwayat penyakit dahulu
Ada atau tidaknya riwayat trauma kepala, hipertensi, cardiac desease,
obesitas, DM, anemia, sakit kepala, gaya hidup kurang olahraga, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator dan obat-obat adiktif
Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.
Pola-pola fungsi kesehatan:
Pola kebiasaan. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol.
Pola nutrisi dan metabolisme , adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut.
Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat
karena kejang otot/nyeri otot,
Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena
klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, tidak kooperatif.

23
Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada muka
dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan
memori dan proses berpikir.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

b. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum:
Mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu
sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia: tanda-tanda vital: TD meningkat, nadi
bervariasi.
Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang dipakai untuk menentukan/menilai
tingkat kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya sampai keadaan koma. Teknik
penilaian dengan ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon yang ditunjukkan oleh
pasien setelah diberi stimulus tertentu, yakni respon buka mata, respon motorik terbaik,
dan respon verbal. Setiap penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin tertinggi
bernilai 15.

GCS
Nilai Ket
Respon Mata

Spontan 4 Mata terbuka secara spontan


Rangsangan Suara 3 Mata terbuka dengan perintahverbal
Rangsangan Nyeri 2 Mata terbuka dengan rangsangan nyeri
Tidak Ada 1 Tidak membuka mata

24
Respon Motorik
Mematuhi perintah 6 Bereaksi terhadap perintah verval
Melokalisasi 5 Mengidentifikasi nyeri yang terlokalisasi
Menarik 4 Fleksi dan menarik dari rangsangan nyeri
Fleksi abnormal 3 Membentuk posisi dekortikasi
Ekstensi abnormal 2 Membentuk posisi deserebrasi
Tidak ada 1 Tidak ada respon
Respon Verbal
Orientasi baik 5 Orientasi baik dan mampu berbicara
Binggung 4 Disorientasi dan binggung
Kata-kata yang tidak tepat 3 Mengulang kata-kata yang tidak tepat secara acak
Kata-kata yang tidak jelas 2 Meregang atau merintih
Tidak ada 1 Tidak ada respon

SKALA KEKUATAN OTOT


Skala Nilai Ket.
Normal Mampu menggerakkan persendian dalam lingkup gerak penuh,
5/5 mampu melawan gaya gravitasi, mampu melawan dengan tahan
penuh
Baik 4/5 Mampu menggerakkan persendian dengan gaya gravitasi, mampu
melawan dengan tahan sedang
Sedang 3/5 Hanya mampu melawan gaya gravitasi
Buruk 2/5 Tidak mampu melawan gaya gravitas {gerakkan pasif}i
Sedikit 1/5 Kontraksi otot dapat di palpasi tampa gerakkan persendian
Tidak ada 0/5 Tidak ada kontraksi otot

2. Pemeriksaan integument:
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3
minggu.
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
3. Pemeriksaan leher dan kepala:
Kepala: bentuk normocephalik
Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
Leher: kaku kuduk jarang terjadi.

25
4. Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan
refleks batuk dan menelan.
5. Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang
lama, dan kadang terdapat kembung.
6. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
7. Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8. Pemeriksaan saraf kranial:

1. NERVUS I : OLFAKTORIUS
Tujuannya adalah untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu, selain itu untuk
mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau penyakit
hidung lokal.
+ Cara pemeriksaan
1. Sebelumnya periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan
setempat, misalnya ingus atau polip.
2. Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk mencium bau-bauan
tertentu yang tidak merangsang .
3. Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan menutup lubang hidung
yang lainnya dengan tangan.
+ Adapun kelainan yang bisa didapatkan dapat berupa:
1. Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.
2. Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam
3. Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.
4. Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai
misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.
5. Kakosmia : parosmia memuakkan
6. Halusinasi olfaktorik : tanpa rangsangan

2. NERVUS II : OPTIKUS
+ Pemeriksaan:
Membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan jalan pasien disuruh melihat
benda yang letaknya jauh misal jam didinding, membaca huruf di buku atau koran.

26
Melakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu snellen. Pasien diminta untuk
melihat huruf huruf sehingga tiap huruf dilihat pada jarak tertentu,
Bila dengan melihat melalui lubang kecil (pin hole) huruf bertambah jelas maka faktor
yang berperan mungkin gangguan refraksi.
Pemeriksaan pengenalan warna dengan tes ishihara dan stiling atau dengan potongan
benang wol berbagai warna.
Pemeriksaan medan(lapangan) penglihatan
3. NERVUS OKULOMOTORIUS/N III (MOTORIK)
+ Merupakan nervus yang mempersarafi otot-otot bola mata ekstena, levator palpebra
dan konstriktor pupil.
+ Cara pemeriksaan :
Tes putaran bola mata, menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil
dan inspeksi kelopak mata.

4. NERVUS TROKHLEARIS/N IV (MOTORIK)


+ Pemeriksaan pupil dengan menggunakan penerangan senter kecil.
+ Yang diperiksa adalah :
Ukuran pupil (miosis bila ukuran pupil < 2 mm, normal dengan ukuran 4-5 mm,
pin point pupil bila ukuran pupil sangat kecil dan midiriasis dengan ukuran >5
mm),
Bentuk pupil, kesamaan ukuran antara kedua pupil (isikor / sama, anisokor / tidak
sama), dan reaksi pupil terhadap cahaya (positif bila tampak kontraksi pupil,
negative bila tidak ada kontraksi pupil.
Dilihat juga apakah terdapat perdarahan pupil (diperiksa dengan funduskopi).

5. NERVUS TRIGEMINUS/N V (MOTORIK DAN SENSORIK)


+ Merupakan syaraf yang mempersarafi sensoris wajah dan otot pengunyah. Alat yang
digunakan : kapas, jarum, botol berisi air panas, kuliper/jangka dan garpu penala.
a. Sensibilitas wajah :
Rasa raba
Pemeriksaan dilakukan dengan kapas yang digulung memanjang, dengan
menyentuhkan kapas kewajah pasien dimulai dari area normal ke area dengan
kelainan. Bandingkan rasa raba pasien antara wajah kiri dan kanan.
Rasa nyeri

27
Dengan menggunakan tusukan jarum tajam dan tumpul. Tanyakan pada klien apakah
merasakan rasa tajam dan tumpul. Dimulai dari area normal ke area dengan kelainan.
Rasa suhu :
Dengan cara yang sama tapi dengan menggunakan botol berisi air dingin dan air
panas, diuji dengan bergantian (panas-dingin). Pasien disuruh meyebutkan panas atau
dingin yang dirasakan
Rasa sikap
Dilakukan dengan menutup kedua mata pasien, pasien diminta menyebutkan area
wajah yang disentuh (atas atau bawah).
Rasa getar
Pasien disuruh membedakan ada atau tidak getaran garpu penala yang disentuhkan ke
wajah pasien.
b. Otot mengunyah
Cara : pasien disuruh mengatup mulut kuat-kuat kemudian dipalpasi kedua otot pengunyah
(muskulus maseter dan temporalis) apakah kontraksinya baik, kurang atau tidak ada.
Kemudian dilihat apakah posisi mulut klien simetris atau tidak, mulut miring.

6. Nervus Abdusens/N VI (motorik)


+ Fungsi otot bola mata dinilai dengan keenam arah utama yaitu lateral.
+ Cara seperti N. III : Lateral atas, medial atas, medial bawah, lateral bawah, keatas dan
kebawah. Pasien disuruh mengikuti arah pemeriksaan yang
dilakukan pemeriksa sesuai dengan keenam arah tersebut. Normal
bila pasien dapat mengikuti arah dengan baik. Terbatas bila pasien
tidak dapat mengikuti dengan baik karena kelemahan otot mata.
+ Nistagmus bila gerakan bola mata pasien bolak balik involunter.

7. Nervus Fasialis/N VII (motorik dan sensorik)


+ Cara pemeriksaan : dengan memberikan sedikit zat makanan di 2/3 lidah bagian depan
seperti gula, garam dan kina. Pasien disuruh menjulurkan lidah pada waktu diuji dan
selama menentukan zat-zat yang dirasakan klien disuruh menyebutkan atau ditulis oleh
klien.

8. Nervus Akustikus/N VIII (sensorik)

28
a. Pendengaran : diuji dengan mendekatkan, arloji ketelinga pasien di ruang yang disunyi.
Telinga diuji bergantian dengan menutup salah telinga yang lain. Normal klien dapat
mendengar detik arloji 1 meter. Bila jaraknya kurang dari satu meter kemungkinan
pasien mengalami penurunan pendengaran.
b. Keseimbangan : dilakukan dengan memperhatikan apakah klien kehilangan
keseimbangan hingga tubuh bergoyang-goyang (keseimbangan menurun) dan normal
bila pasien dapat berdiri/berjalan dengan seimbang.

9. Nervus Glosso-faringeus/N IX (motorik dan sensorik)


+ Cara pemeriksaan dengan menyentuhkan tongspatel ke posterior faring pasien.
Timbulnya reflek muntah adalah normal (positif), negative bila tidak ada reflek
muntah.
+ Membedakan manis dan asam di 1/3 anterio lidah

10. Nervus Vagus/N X (motorik dan sensorik)


+ Cara pemeriksaan : pasien disuruh membuka mulut lebar-lebar dan disuruh berkata aaah
kemudian dilihat apakah terjadi regurgitasi ke hidung. Dan observasi denyut jantung
klien apakah ada takikardi atau brakardi.

11. Nervus Aksesorius/N XI (motorik)


+ Cara pemeriksaan : dengan menyuruh pasien menengok kesatu sisi melawan tangan
pemeriksa, pemeriksa mempalpasi otot wajah.
+ Test angkat bahu dengan pemeriksa menekan bahu pasien ke bawah dan pasien berusaha
mengangkat bahu ke atas. Normal bila klien dapat melakukannya dengan baik, bila tidak
dapat kemungkinan klien mengalami parase.

12. Nervus Hipoglosus (motorik)


+ Cara pemeriksaan : pasien disuruh menjulurkan lidah dan menarik lidah kembali,
dilakukan berulang kali. Normal bila gerakan lidah terkoordinasi dengan baik,
parese/miring bila terdapat lesi pada hipoglosus.

PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL

1. Kaku kuduk dengan cara :

29
1. Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring
Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
2. Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan.
3. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak mencapai dada.
4. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat, kepala
tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang.
5. Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu
menekukkan kepala.
2. Tanda laseque
a. Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
1. Pasien berbaring lurus,
2. lakukan ekstensi pada kedua tungkai.
3. Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus, di fleksikan pada sendi panggul.
4. Tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan ekstensi / lurus.
5. Normal : Jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit
atau tahanan.
6. Laseq (+) = bila timbul rasa sakit atau tahanan sebelum kita mencapai 70.

3. Tanda Kerniq
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
a. Pasien berbaring lurus di tempat tidur
b. Pasien difleksikan pahanya pada sendi panggul sampai membuat sudut 90o,
c. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut.
d. Biasanya dapat dilakukan ekstensi sampai sudut 135 o, antara tungkai bawah dan
tungkai atas.
e. Tanda kerniq (+) = Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut 1355

4. Tanda Brudzinsky I
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
1. Pasien berbaring di tempat tidur.
2. Dengan tangan yang ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang
berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada.
3. Tangan yang satunya lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk
mencegah diangkatnya badan.

30
4. Brudzinsky I (+) ditemukan fleksi pada kedua tungkai.
5. Tanda Brudzinsky II
Pemeriksaan dilakukan seagai berikut :
a. Pasien berbaring di tempat tidur.
b. Satu tungkai di fleksikan pada sendi panggul, sedang tungkai yang satu lagi berada
dalam keadaan lurus.
c. Brudzinsky I (+) ditemukan tungkai yang satu ikut pula fleksi, tapi perhatikan apakah
ada kelumpuhan pada tungkai.

B.Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak
terhambat
b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
c. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler
d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
e. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
f. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
g. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
h. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran

31
32
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


1. Ketidakefektifan Perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
jaringan serebral b.d aliran selama 3 x 24 jam, diharapkan suplai Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring (Monitor tekanan
darah ke otak terhambat. aliran darah keotak lancar dengan kriteria intrakranial)
hasil: v Berikan informasi kepada keluarga
NOC : v Set alarm
Circulation status v Monitor tekanan perfusi serebral
Tissue Prefusion : cerebral v Catat respon pasien terhadap stimuli
Kriteria Hasil : v Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon
1. mendemonstrasikan status sirkulasi neurology terhadap aktivitas
yang ditandai dengan : v Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
v Tekanan systole dandiastole dalam v Monitor intake dan output cairan
rentang yang diharapkan v Restrain pasien jika perlu
v Tidak ada ortostatikhipertensi v Monitor suhu dan angka WBC
v Tidk ada tanda tanda peningkatan v Kolaborasi pemberian antibiotik
tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 v Posisikan pasien pada posisi semifowler
mmHg) v Minimalkan stimuli dari lingkungan
2. mendemonstrasikan kemampuan Terapi oksigen
kognitif yang ditandai dengan: 1. Bersihkan jalan nafas dari sekret
v berkomunikasi dengan jelas dan sesuai 2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
dengan kemampuan 3. Berikan oksigen sesuai intruksi
v menunjukkan perhatian, konsentrasi 4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem
dan orientasi humidifier
v memproses informasi 5. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya
v membuat keputusan dengan benar pemberian oksigen
3. menunjukkan fungsi sensori motori 6. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
cranial yang utuh : tingkat kesadaran 7. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
mambaik, tidak ada gerakan gerakan 8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama
involunter aktifitas dan tidur
2 Kerusakan komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Libatkan keluarga untuk membantu memahami /

29
b.d penurunan sirkulasi ke otak selama 3 x 24 jam, diharapkan klien memahamkan informasi dari / ke klien
mampu untuk berkomunikasi lagi dengan 2. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh
kriteria hasil: perhatian
- dapat menjawab pertanyaan yang 3. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam
diajukan perawat komunikasi dengan klien
- dapat mengerti dan memahami 4. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
pesan-pesan melalui gambar 5. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap
- dapat mengekspresikan interaksi dengan klien
perasaannya secara verbal maupun 6. Programkan speech-language teraphy
nonverbal 7. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi
dengan klien
3 Defisit perawatan diri; Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
mandi,berpakaian, makan, selama 3x 24 jam, diharapkan kebutuhan Self Care assistance : ADLs
toileting b.d kerusakan mandiri klien terpenuhi, dengan kriteria Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
neurovaskuler hasil: mandiri.
NOC : Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
v Self care : Activity of Daily Living kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan
(ADLs) makan.
Kriteria Hasil : Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
v Klien terbebas dari bau badan untuk melakukan self-care.
v Menyatakan kenyamanan terhadap Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
kemampuan untuk melakukan ADLs yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
v Dapat melakukan ADLS dengan Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
bantuan bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
- Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
4 Kerusakan mobilitas fisik b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
kerusakan neurovaskuler selama 3x24 jam, diharapkan klien dapat Exercise therapy : ambulation

30
melakukan pergerakan fisik dengan Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat
kriteria hasil : respon pasien saat latihan
v Joint Movement : Active Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
v Mobility Level ambulasi sesuai dengan kebutuhan
v Self care : ADLs Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan
v Transfer performance dan cegah terhadap cedera
Kriteria Hasil : Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang
v Klien meningkat dalam aktivitas fisik teknik ambulasi
v Mengerti tujuan dari peningkatan Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
mobilitas Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
v Memverbalisasikan perasaan dalam secara mandiri sesuai kemampuan
meningkatkan kekuatan dan kemampuan Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
berpindah penuhi kebutuhan ADLs ps.
v Memperagakan penggunaan alat Bantu Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
untuk mobilisasi (walker) 1 Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan
5 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan perawatan NIC :
berhubungan dengan penurunan selama 3 x 24 jam, diharapkan pola nafas Airway Management
kesadaran pasien efektif dengan kriteria hasil : Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
- Menujukkan jalan nafas paten ( tidak jaw thrust bila perlu
merasa tercekik, irama nafas normal, Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
frekuensi nafas normal,tidak ada suara Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
nafas tambahan nafas buatan
- NOC : Pasang mayo bila perlu
v Respiratory status : Ventilation Lakukan fisioterapi dada jika perlu
v Respiratory status : Airway patency Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
v Vital sign Status Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Kriteria Hasil : tambahan
v Mendemonstrasikan batuk efektif dan Lakukan suction pada mayo
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis Berikan bronkodilator bila perlu
dan dyspneu (mampu mengeluarkan Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
sputum, mampu bernafas dengan mudah, Lembab

31
tidak ada pursed lips) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
v Menunjukkan jalan nafas yang paten keseimbangan.
(klien tidak merasa tercekik, irama nafas, Monitor respirasi dan status O2
frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal) Oxygen Therapy
Tanda Tanda vital dalam rentang normal v Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
(tekanan darah, nadi, pernafasan v Pertahankan jalan nafas yang paten
v Atur peralatan oksigenasi
v Monitor aliran oksigen
v Pertahankan posisi pasien
v Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
v Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
6 Resiko kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan perawatan NIC : Pressure Management
kulit b.d immobilisasi fisik selama 3 x 24 jam, diharapkan pasien Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
mampu mengetahui dan mengontrol longgar
resiko dengan kriteria hasil : Hindari kerutan padaa tempat tidur
NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Membranes Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
Kriteria Hasil : sekali
v Integritas kulit yang baik bisa Monitor kulit akan adanya kemerahan
dipertahankan (sensasi, elastisitas, Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
temperatur, hidrasi, pigmentasi) tertekan
v Tidak ada luka/lesi pada kulit Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
v Perfusi jaringan baik Monitor status nutrisi pasien
v Menunjukkan pemahaman dalam - Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya sedera berulang
v Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
7 Resiko Aspirasi berhubungan Setelah dilakukan tindakan perawatan NIC:

32
dengan penurunan tingkat selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak Aspiration precaution
kesadaran terjadi aspirasi pada pasien dengan v Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan
kriteria hasil : kemampuan menelan
NOC : v Monitor status paru
v Respiratory Status : Ventilation v Pelihara jalan nafas
v Aspiration control v Lakukan suction jika diperlukan
v Swallowing Status v Cek nasogastrik sebelum makan
Kriteria Hasil : v Hindari makan kalau residu masih banyak
v Klien dapat bernafas dengan mudah, v Potong makanan kecil kecil
tidak irama, frekuensi pernafasan normal v Haluskan obat sebelumpemberian
v Pasien mampu menelan, mengunyah v Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan
tanpa terjadi aspirasi, dan
mampumelakukan oral hygiene
Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak
merasa tercekik dan tidak ada suara nafas
abnormal
8 Resiko Injury berhubungan Setelah dilakukan tindakan perawatan NIC : Environment Management (Manajemen
dengan penurunan tingkat selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak lingkungan)
kesadaran terjadi trauma pada pasien dengan kriteria Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
hasil: Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai
NOC : Risk Kontrol dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan
Kriteria Hasil : riwayat penyakit terdahulu pasien
v Klien terbebas dari cedera Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya
v Klien mampu menjelaskan cara/metode memindahkan perabotan)
untukmencegah injury/cedera Memasang side rail tempat tidur
v Klien mampu menjelaskan factor resiko Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
dari lingkungan/perilaku personal Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
v Mampumemodifikasi gaya hidup dijangkau pasien.
untukmencegah injury Membatasi pengunjung
v Menggunakan fasilitas kesehatan yang Memberikan penerangan yang cukup
ada Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
- Mampu mengenali perubahan Mengontrol lingkungan dari kebisingan

33
status kesehatan Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.

34
BAB IV

PENUTUP

A.Kesimpulan

Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak
tiba tiba terganggu, karena sebagaian sel-sel otak mengalami kematian akibat gangguan
aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak. Dalam jaringan
otak,kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia ,yang dapat
merusakan atau mematikan sel-sel saraf otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan
hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu, aliran darah yang berhenti juga
membuat suplai oksigen dan zat makanan ke otak juga berhenti, sehingga sebagian otak
tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya.

B.Saran

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak memiliki
kelemahan. Maka dari itu kami sebagai penulis makalah ini senantiasa membuka dan
menerima saran atau kritiknya, agar dapat lebih baik dalam penulisan makalah di masa yang
akan datang.

36
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Ed 8,
Terj Agung Waluyo (et al.). Jakarta : EGC, 2001.

Purnomo, heru.Penyakit yang peling mematikan.Jakarta :Buana pustaka ;2009

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/115/jtptunimus-gdl-vivijunita-5729-2-
bab2.pdf

https://evilprincekyu.wordpress.com/2014/03/11/makalah-stroke/

37

Anda mungkin juga menyukai