Disusun oleh:
I. TUJUAN
1. Mengetahui keberadaan jamur Aspergillus spp. Pada biji-bijian pascapanen dengan
menggunakan medium selektif.
Langkah pertama yang dilakukan adalah platting medium PDA dan DG 18 masing-
masing 3 ulangan per kelompok, dengan masing-masing kelompok mengerjakan satu jenis
biji. Masing-masing benih didisinfeksi dengan cara direndam dalam khlorox 1% selama 10
menit lalu dibilas dengan aquades steril. Setelah itu benih ditiriskan menggunakan kertas
saring atau tissu. Biji diletakan dalam petridish dengan jumlah masing-masing 10 biji
untuk tiap medium. Biji pada tiap-tiap medium lalu diamati selama 10 hari kemudian
dihitung persentase biji yang ditumbuhi Aspergillus spp.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspergillus sp. merupakan fungi multiseluler dan membentuk filamen yang terdiri
dari benang hifa. Kumpulan dari hifa membentuk miselium pada bagian ujung hifa,
terutama pada bagian yang tegak membesar merupakan konidiofornya yang didalamnya
terdapat konidia (Djarir, 1993). Jamur tersebut banayak tersebar di alam dan memiliki
banyak spesies diantaranya A. flafus, A. niger, A. oryzae, A. terreus, dan A.
fumigatus. Jamur Aspergillus sp. memiliki Koloni berbentuk granular, datar, sering
membentuk alur radial, pada awalnya berwarna kuning tetapi semakin lama berubah
menjadi kehijauan. Konidia berdiameter 300-400 m. Tangkai konidiofor tersusun
dari hialin yang kasar dengan diameter 3-6 m, berwarna hijau mencolok, beberapa
strain menghasilkan sklerotia yang berwarna kecoklatan. Tersebar di berbagai tempat,
biasanya sebagai saprofit di tanah, tetapi tidak jarang menjadi patogen pada manusia dan
hewan (Ellis et al., 2007).
Aspergillus niger merupakan jamur yang paling banyak ditemukan pada produk
pertanian, terutama di daerah dengan iklim tropis. Jamur ini dapat muncul baik ketika
masih di lahan maupun di gudang. Sporanya yang berwarna hitam mampu melindungi dari
paparan sinar ultraviolet (Valero et al., 2007). Gejala yang ditimbulkan oleh jamur
Aspergillus adalah adanya miselium berwarna hitam pada biji jika terserang Aspergillus
niger, atau berwarna hijau jika terserang Aspergillus flavus (Pakki dan Talanca, 2007). A.
niger dapat dengan mudah diisolasi dari produk-produk makanan kering (Pitt and
Hocking, 2009). Jamur ini diketahui mampu menghasilkan mikotoksin jenis ochratoxin A
(Abarca et al., 1994). Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35-37 C (optimum), 6-8
C (minimum), 45-47 C (maksimum). Kisaran pH yang dibutuhkan 2,8-8,8 dengan
kelembaban 80-90%. Habitat A. niger kosmopolit di daerah tropis dan subtropis, mudah
didapatkan dan di isolasi dari udara, tanah dan air (Fardiaz, 1989).
Dichloran-Glycerol (DG18) adalah medium selektif yang dianjurkan untuk
mengisolasi jamur xerofilik dari makanan kering atau makanan setengah kering seperti
buah kering, rempah-rempah, gula, sereal, kacang-kacangan, dan produk kering dari
daging dan ikan (Anonim, 2004). Formulasi medium ini mengandung gliserol 16% yang
mampu menurunkan Water activity (aW) dari 0,999 hingga 0,95. Gliserol dipilih karena
diketahui mampu menurunkan aW lebih baik daripada natrium klorida dan gula yang
sebelumnya telah banyak digunakan untuk fungsi tersebut (Hocking and Pitt, 1980).
Dichloran-Glycerol (DG18) juga mengandung Dichloran yang mampu menghambat
penyebaran jamur mucoraceous dan membatasi ukuran koloni genera lainnya. Medium ini
baik untuk menumbuhkan jamur Saccharomyces cerevisiae yang memiliki ciri koloni
berwarna krem dan Aspergillus niger yang memiliki ciri miselium berwana putih atau
kuning dengan spora berwarna hitam (Anonim, 2004).
Potato Dextrose Agar (PDA) merupakan medium nonselektif yang umum
digunakan untuk menumbuhkan jamur yang dalam penggunaannya dapat pula
ditambahkan asam atau antibiotik tertentu untuk mencegah tumbuhnya bakteri (Anonim,
2011). dalam dunia industri seperti industri makanan, industri produk susu dan juga
kosmetik menggunakan PDA untuk menghitung jumlah mikroorganisme pada sample
mereka (Vanderzant and Splittstoesser, 1992). Komposisinya yaitu ekstrak kentang 20%
sebagai sumber karbohidrat dan glukosa 2% yang baik untuk pertumbuhan kapang dan
khamir tetapi kurang baik untuk pertumbuhan bakteri (Anonim, 2011).
Hari ke-
Grafik 1. Persentase biji jagung berjamur pada medium PDA dan DG 18 selama 10 hari
pengamatan
Berdasarkan grafik 3 di atas dapat diketahui bahwa pada hari pertama dan kedua
pengamatan masih terlihat adanya persamaan persentase biji jagung yang ditumbuhi jamur
baik pada medium PDA maupun pada medium DG 18. Baru kemudian setelah hari kedua
pengamatan terlihat adanya perbedaan yaitu lebih tinggi persentasenya pada medium PDA.
Akan tetapi dimulai setelah pengamatan hari kesembilan dapat dilihat bahwa jamur lebih
banyak tumbuh pada biji jagung yang diletakkan pada medium DG 18 Berdasarkan
pengamatan warna koloni, diketahui bahwa pada biji jagung yang diletakkan di medium DG
18 koloni jamur yang tumbuh berwarna hitam kuning dan coklat dan pada medium PDA
berwarrna hitam, sehingga dapat dikatakan bahwa dimedium PDA yang tumbuh merupakan
Aspergillus sp.
Berdasarkan pernyataan Puspitasari et al (2015) bahwa Aspergillus niger Yang tumbuh di
medium PDA berwarna hitam. Sedangkan menurut Anonim (2004) Aspergillus sp yang
tumbuh di medium DG 18 berwarna putih. Dengan demikian hasil tidak sesuai oleh
pernyataan Anonim (2004) yang menyatakan bahwa medium DG 18 akan lebih baik
dalam menumbuhkan Aspergillus sp.daripada medium nonselektif seperti PDA karena
pada medium DG 18 tidak terjadi kompetisi dengan mikroorganisme lain. Hal ini
dimungkinkan terjadi Karena adanya kontaminasi oleh jamur xerofilik lain. Sedangkan pada
kenyataannya pada medium DG 18 banyak ditemukan koloni jamur dengan warna yang
berbeda.
Pengamatan Media DG
120
100
80
% Biji Berjamur 60
40
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hari ke-
Grafik 2. Persentase biji semua komoditas yang berjamur pada medium DG 18 selama 10
hari pengamatan
Berdasarkan grafik diatas ditemukan 100 % yang terkontaminasi oleh Aspergillus sp
pada komoditas kacang tanah, kedelai dan kopi. Disusul dengan jagung sebesar 85 % dan
kacang hijau sebesar 40 %. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa komoditas yang
memiliki kondisi paling bagus ada pada kacang hijau karena hanya sebesar 40% biji yang
ditemukan berjamur dari keseluruhan komoditas yang diujikan. Dari keselutruhan
komoditas tersebut ditemukan jamur yang memiliki koloni berwarna Kuning, Hijau, Putih,
Hitam dan coklat. Padahal Dichloran-Glycerol (DG18) adalah medium selektif yang
biasanyaditumbuhi jamur Saccharomyces cerevisiae yang memiliki ciri koloni berwarna
krem dan Aspergillus niger yang memiliki ciri miselium berwana putih atau kuning dengan
spora berwarna hitam (Anonim, 2004).
Pengamatan Media PDA
120
100
80
% Biji Berjamur 60
40
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hari ke-
Grafik 3. Persentase biji semua komoditas yang berjamur pada medium PDA selama 10
hari pengamatan
Berdasarkan grafik diatas ditemukan 100 % yang terkontaminasi oleh Aspergillus sp
pada komoditas kopi dan kedelai disusul dengan kacang tanah jagung dan kacang hijau. Dari
hasil diatas dapat disimpulkan bahwa komoditas yang memiliki kondisi paling bagus ada
pada kacang hijau karena persentase biji yang ditemukan berjamur sangat sedikit
dibandingkan keseluruhan komoditas yang diujikan. Pada komoditas kedelai ditemukan
koloni jamur yang berwarna kuning, hijau, putih, dan hitam. Pada medium PDA. Hal ini
dapat terjadi karena medium PDA merupakan medium nonselektif sehingga banyak jenis
jamur yang dapat tumbuh di medium tersebut
V. KESIMPULAN
Abarca, M.L., M.R. Bragulat, G. Castella. and F.J. Caban. 1994. Ochratoxin A production
by strains of Aspergillus niger var. niger. Appl. Environ. Microbiol. 60: 2650
2652.
Ahmad, M.M., M. Ahmad, A. Ali, R. hamid, S. Javeed, and M.Z. Abidin. 2014. Detection
of Aspergillus flavus and Aspergillus parasiticus from aflatoxin-contaminated
peanuts and their differentiation using PCR-RFLP. Ann Microbiol 64: 1597-1605.
Ali, S.I., A. Ahmad, S. Hamidah, Z.A. Zakaria, N.A. Thalib, A.K. Khamis, and M.D.E.
Hoque. 2014. The Potential Hazards of Aspergillus sp. in Foods and Feeds, and the
Role of Biological Treatment. Journal of Microbiology 52(10): 807-818.
Coates, L. and G. Johnson. 2010. Postharvest Diseases of Fruit and Vegetables. < http://w
ww.appsnet.org/Publications/Brown_Ogle/33%20Postharvest20diseases%20%28L
MC%26GIJ%29.pdf>. Diakses pada 20 Maret 2017.
Ellis, D., S. Davis, H. Alexiou, R. Handke, dan R. Bartley. 2007. Description of Medical
Fungi. University of Adelaide, Adelaide.
Fardiaz, S., 1989. Mikrobiologi Pangan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat
Antar Universitas IPB, Bogor.
Hocking, A. D. and J.I. Pitt. 1980. J. Appl. & Env. Microbiol. 39: 488-492.
Pakki, S. dan A.H. Talanca. 2007. Pengelolaan Penyakit Pascapanen Jagung. Balai
Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
Pitt, J.I. and A.D. Hocking. 2009. Fungi and Food Spoilage. Springer Science+Business
Media, New York.
Puspitasari D.P.I., Widiastuti A .,Wibowo A., Priyatmojo A. 2015. Intensitas cemaran jamur
pada biji jagung pakan ternak selama periode penyimpanan. Jurnal Perlindungan
Tanaman Indonesia 19 (1): 2732
Valero, A., M. Begum, S.L. Leong, A.D. Hocking, A.J. Ramos, V. Sanchis. and S. Marn.
2007. Effect of germicidal UVC light on fungi isolated from grapes and raisins.
Lett. Appl. Microbiol. 45: 238243