Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Parasit

Parasit adalah tanaman atau hewan yang hidup pada atau di dalam
organisme hidup lain yang memberikan beberapa keuntungan baginya (Dorland,
2002).

Klasifikasi Parasit
Parasit manusia dalam dunia Protozoa saat ini digolongkan dalam tiga filum
:Sacromastigophora (terdiri dari flagelata dan ameba), Apicomplexa (terdiri dari
sporozoa), dan Ciliospora (terdiri dari siliata). Dalam kumpulan yang besar
tersebut, terdapat parasit manusia yang penting, digolongkan sebagai subfila
(Brooks, 2007).
1. Mastigophora, flagelata, mempunyai satu atau lebih flagela seperti cambuk
dan pada beberapa kasus, terdapat membrane yang bergelombang (missal,
tripanosoma). Yang termasuk dalam golongan ini adalah fagelata usu dan
saluran kemih-genital (Giardia, Trichomonas, Dientamoeba, Chilomastix)
dan flagelata darah serta jaringan (Trypanosoma, Leishmania) (Brooks,
2007).
2. Sarcodina adalah ameboid yang khas. Pada manusia, parasit ini diwakili oleh
Entamoeba, Endolimax, Iodamoeba,Naegleria, dan Acanthamoeba (Brooks,
2007).
3. Sporozoa menjalani siklus hidup kompleks melalui fase reproduksi aseksual
dan seksual secara bergantian, biasanya melibatkan dua pejamu yang berbeda
(missal, artropoda dan vertebrata, seperti dalam bentuk darah). Kelas
coccidian terdiri dari isospora parasit manusia, toksoplasma, dan lain-lain.
Salah satunya, Cryptosporidium, diduga sebagai penyebab diare yang sulit
sembuh diantara pasien yang mengalami imunosupresi. Dalam kelas
Haematozoa (sporozoa darah) terdapat parasit malaria (Plasmodium Sp.) dan
anggota Piroplasmida, yang termasuk Babesia Sp. Pneumosistis saat ini
digolongkan menjadi anggota Fungi dan bukan Protozoa. Parasit tersebut
adalah parasit oportunistik lain pada individu yang mengalami imunosupresi
(Brooks, 2007).
4. Ciciophora adalah protozoa kompleks yang mempunyai silia yang tersebar
dalam barisan atau kelompok dengan dua jenis inti pada tiap organisme.
Balantidium coli, siliata usus yang besar pada manusia dan babi, merupakan
satu-satunya parasit manusia yang mewakili kelompok ini (Brooks, 2007).
Suatu kelompok yang khas, dahulu termasuk dalam Protozoa, seringnya
dalam kelompok Sporozoa, saat ini dianggap sebagai filum terpisah,
Mikrospora. Mikrospora terdiri dari mikrosporidia, sering menjadi parasit
oportunistik pada pejamu yang mengalami imunosupresi (Brooks, 2007).
Cacing parasit, atau helminthes pada manusia tergolong dalam dua filum
(Brooks, 2007) :
1. Platyhelminthes (cacing pipih) tidak memiliki rongga badan sejati (coelom)
dan secara khas berbentuk pipih pada potongan dorsoventral. Semua spesies
yang penting dalam kedokteran termasuk dalam kelas Cestoda (cacing pita)
dan Trematoda (cacing pipih). Cacing pita pada manusia menyerupai pita
dan bersegmen; cacing pipih secara khas berbentuk seperti daun, dengan
skistosoma yang sempit dan memanjang, suatu bentuk adaptasi, saat kedua
jenis kelamin terpisah untuk menetap dalam pembuluh darah kecil. Cacing
pipih dan cacing pita lain pada manusia bersifat hemafrodit. Cestoda jaringan
dan usus yang penting pada manusia tergolong dalam genus
Diphyllobothrium, Spirometra,, Taenia, Echinococcus, Hymenolepis, dan
Dipylidium. Genus trematoda yang penting dalam kedoktteran antara lain
Schictosoma, Paragonumus, Clonorchis, Opisthorchis, Heterophyes,
Metagonimus,, Fasciolopsis, dan fasciola.
2. Nemathelminthes (menyerupai cacing, berjenis kelamin terpisah, cacing
gelang tidak bersegmen) terdiri dari berbagai spesies parasit yang
menginfeksi manusia.

Trematoda Hati
1. Clonorchis sinensis
Sejarah
Cacing ini pertama kali ditemukan oleh Mc Connel tahun 1874 di
saluran empedu seorang Cina di Kalkuta.
Hospes dan Nama Penyakit
Manusia, kucing, anjing, beruang kutub dan babi merupakan hospes
parasit ini. Penyakit yang disebabkannya disebut klonorkiasis.
Distribusi Geografik
Cacing ini ditemukan di Cina, Jepang, Korea dan Vietnam. Penyakit
yang ditemukan di Indonesia bukan infeksi autokon.
Morfologi dan Daur hidup
Cacing dewasa hidup di saluran empedu, kadang-kadang ditemukan di
saluran pancreas. Ukuran cacing dewasa 10-25 mm x 3-5 mm, bentuknya
pipih, lonjong, menyerupai daun. Telur berukuran kira-kira 30 x 16 mikron,
bentuknya seperti bola lampu pijar dan berisi mirasidium, ditemukan dalam
saluran empedu.
Telur dikeluarkan dengan tinja. Telur menetas bila dimakan keong air
(Bulinus, Semisulcospira). Dalam keong air, mirasidium berkembang menjadi
sporokista, redia, lalu serkaria. Serkaria keluar dari keong air dan mencari
hospes perantara II, yaitu ikan (Famili Cyprinidae). Setelah menembus tubuh
ikan, serkaria melepaskan ekornya dan membentuk kista di dalam kulit di
bawah sisik. Kista ini disebut metaserkaria.
Perkembangan larva keong air sebagai berikut:
MSRSK
Infeksi terjadi dengan makan ikan yang mengandung metaserkaria yang
dimasak kurang matang. Ekskitasi terjadi di duodenum. Kemudian larva
masuk ke duktus koledokus, lalu menuju ke saluran empedu yang lebih kecil
dan menjadi dewasa dalam waktu sebulan. Seluruh daur hidup berlangsung
selama tiga bulan.
Patologi dan Gejala Klinis
Sejak larva masuk di saluran empedu sampai menjadi dewasa, parasit
ini dapat menyebabkan iritasi saluran empedu dan penebalan dinding saluran.
Selain itu dapat terjadi perubahan jaringan hati berupa radang sel hati. Pada
keadaan lebih lanjut dapat timbul sirosis hati disertai asites dan edema.
Luasnya organ yang mengalami kerusakan bergantung pada jumlah
cacing yang terdapat di saluran empedu dan lamanya infeksi.
Gejala dapat dibagi menjadi tiga stadium. Pada stadium ringan tidak
ditemukan gejala. Stadium progresif ditandai dengan menurunnya nafsu
makan, perut rasa penuh, diare, edema dan pembesaran hati. Pada stadium
lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal yang terdiri atas pembesaran hati,
ikterus, asites, edema, sirosis hepatis. Kadang-kadang dapat
menimbulkankeganasan dalam hati.
Diagnosis
Diagnosis ditegakan dengan menemukan telur yang terbentuk khas
dalam tinja atau dalam cairan duodenum.
Pengobatan
Penyakit ini dapat diobati dengan prazikuantel.
Epidemiologi
Kebiasan makan ikan yang diolah kurang matang merupakan faktor
penting dalam penyebaran penyakit. Selain itu cara pemeliharaan ikan dan
cara pembuangan tinja di kolam penting dalam penyebaran penyakit.
Kegiatan pemberantasan lebih ditujukan untuk mencegah infeksi pada
manusia. Misalnya penyuluhan kesehatan agar makan ikan yang sudah
dimasak dengan baik serta pemakaian jamban yang tidak mencemari air
sungai.
2. Opistorchis felineus
Hospes dan Nama Penyakit
Kucing, anjing, manusia merupakan hospes penyakit ini. Penyakit yang
disebabkan parasit ini disebut opistorkiasis
Penyebaran Geografik
Parasit ini ditemukan di Eropa Tengah, Selatan dan Timur, Asia,
Vietnam dan India.
Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa hidup dalam saluran empedu dan pankreas. Cacing
dewasa berukuran 7-12 mm, mempunyai batil isap mulut dan basil isap perut.
Bentuknya seperti lanset, pipih dorsoventral. Telur Opistorchis mirip telur C.
sinensis, hanya bentuknya lebih langsing.
Infeksi terjadi dengan makan ikan yang menagndung metaserkaria dan
dimasak kurang matang.
Patologi dan Gejala Klinis
Kelainan yang ditimbulkan cacing ini sama dengan yang ditimbulkan
C. sinensis.
3. Opistorchis vivierrini
Daerah epidemi ditemukan di Muangthai.
Morfologi dan daur hidup cacing ini mirip Opistorchis felineus. infeksi
terjadi dengan makan ikan mentah yang mengandung metaserkaria.
Di Daerah Muangthai timur laut ditemukan banyak penderita
kolangiokarsinoma dan hepatoma pada penderita opistorkiasis. Hal ini diduga
karena ada peradangan kronik saluran empedu. Selain itu berhubungan juga
dengan cara pengawetan ikan yang menjadi hospes perantara O. viverrini.
4. Fasciola hepatica
Hospes dan Nama Penyakit
Hospes cacing ini adalah kambing dan sapi. kadang-kadang parasit ini
dapat ditemukan pada manusia. Penyakit yang ditimbulkan disebut fasioliasis.
Penyebaran Geografik
Di Amerika Latin, perancis dan negara-negara sekitar Laut Tengah
banyak ditemukan kasus fasiolasis pada manusia.
Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya 30 x
13 mm. bagian anterior berbentuk seperti kerucut dan pada bagian puncak
kerucut terdapat batil isap mulut yang besarnya 1 mm,sedangkan pada
bagian basal kerucut terdapat batil isap perut yang besarnya 1,6 mm.
saluran pencernaan bercabang-cabang sampai ke ujung distal sekum. Testis
dan kelenjar vitelin juga berabang-cabang.
Telur cacing ini berukuran 140 x 90 mikron, dikeluarkan melalui
saluran empedu ke dalam tinja dalam keadaan belum matang. Telur menjadi
matang dalam air setelah 9-15 hari dan berisi mirasidium. Telur kemudian
menetas dan mirasidium keluar mencari keong air (Lymnaea spp). Dalam
keong air terjadi perkembangan :
MSR1R2SK
Serkaria keluar dari keong air dan berenang mencari hospes perantara
II. Yaitu tumbuh-tumbuhan air dan pada permukaan tumbuhan air membentuk
kista berisi metaserkaria. Bila ditelan, metaserkaria menetas dalam usus halus
binatang yang memakan tumbuhan air tersebut, menembus dinding usus dan
bermigrasi dalam ruang peritoneum hingga menembus hati. Larva masuk ke
saluran empedu dan menjadi dewasa. Baik larva maupun cacing dewasa
hidup dari jaringan parenkim hati dan lapisan sel epitel saluran empedu.
Infeksi terjadi dengan makan tumbuhan air yang mengandung
metaserkaria.
Patologi dan Gejala Klinis
Migrasi cacing dewasa muda ke saluran empedu menimbulkan
kerusakan parenkim hati. Selama migrasi (fase akut) dapat tidak bergejala
atau menimbulkan gejala seperti demam, nyeri pada bagian kanan atas
abdomen, hepatomegali, malaise, urtikaria, eosinofilia. Saluran empedu
mengalami peradangan, penebalan dan sumbatan, sehingga menimbulkan
sirosispewriportal. Sekresi prolin oleh cacing dewasa diduga menjadi
penyebab penebalan dinding saluran empedu. Migrasi cacing dewasa muda
dapat terjadi di luar hati (ektopik) seperti pada mata, kulit, paru, otak. Gejala
yang timbul bergantung pada organ tempat migrasi larva.
Di daerah Timur Tengah terdapat kebiasaan memakan hati kambing
atau domba menttah yang dapat menimbulkan penyakit Halzounm yaitu
faringitis dan edema laring karena penempelan cacing dewasa pada mukosa
faring posterior.
Diagnosis
Diagnosis ditegakan dengan menemukan telur dalam tinja, cairan
duodenum atau cairan empedu. Reaksi serologi (ELISA) sangat membantu
untuk menegakan diagnosis. Imunodiagnosis yang lebih sensitif dan spesies-
spesifik telah dikembangkan untuk mendeteksi antigen ekskretori-sekretori
yang dikeluarkan parasit. Ultrasonografi digunakan untuk menegakan
diagnosis fasioliasis bilier.
Pengobatan
Albendazol dan praziquantel merupakan obat pilihan.

Anda mungkin juga menyukai