Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan,
berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks
refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25
dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Kornea juga
merupakan sumber astigmatisme pada sistem optik. Dalam nutrisinya, kornea
bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi
melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen
dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki
densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika
dibandingkan dengan konjungtiva (Gold, 2006).
Kornea pada orang dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di
tengah, sekitar 0,65 mm di tepi dan diameternya sekitar 11,5 mm (Vaughan,
2000).
Permasalahan terkait kesehatan mata di Indonesia cukup banyak
dimulai dari kelainan konginental pada mata, infeksi peradangan pada mata
hingga tingginya angka kebutaan di Indonesia. Salah satu penyakit mata
tersering pada kornea adalah keratitis, dan pada sklera adalah episkleritis.
Kreatitis atau peradangan pada kornea adalah permasalahan mata yang cukup
sering dijumpai mnigngat lapisan kornea merupakan lapisan yang
berhubungan langsung dengan lingkungan luar sehingga rentan terjadinya
trauma atau infeksi. Hampir seluruh kasus kreatitis akan mengganggu
kemampuan penglihatan seseorang yang pada akhirnya dapat menurunkan
kualitas hidup seseorang. Karena itu penting sebgai dokter umum untuk dapat
mengenali dan menanggulangi kasus kreatitis (sejauh kemampuan dokter
umum) yang terjadi di masyarakat baik sebagai dokter keluarga ataupun
dokter yang bekerja di strata pelayanan primer.
2

I.2. Tujuan
a. Syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Blok.
b. Mengetahui dan memahami tentang Keratitis.
I.3. Manfaat
a. Mendapat tambahan wawasan keilmuan tentang Keratitis.
b. Mempermudah mahasiswa dalam mempelajari tentang Keratitis.
3

BAB II
PEMBAHASAN

II. 1. Anatomi dan Fisiologi Mata


Anatomi Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat
bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda (Ilyas, 2006).
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu (Ilyas, 2006) :
1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera
disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam
bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sklera.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh
ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda
paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris
didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke
dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis, sedang sfingter iris
dan otot siliar di persarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan
siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi.
Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik
mata (akuos humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada
pangkal iris di batas kornea dan sklera.
3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai
susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris
yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan
diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid
sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina.
Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat
gelatin yang hanya menempel papil saraf optik, makula dan pars plana.
4

Bila terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada
retina, maka akan robek dan terjadi ablasi retina.
Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya
pada badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peranan
pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di
daerah makula lutea.
Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar
lakrimal yang terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita.

Gambar Anatomi bola mata

Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang
menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lapis (Ilyas, 2006) :
1. Epitel
a. Tebalnya 50 pm, terdiri atas 5 lapis set epitel tidak bertanduk yang
sating tumpang tindih; satu lapis set basal, sel poligonal dan sel gepeng.
b. Pada set basal sering terlihat mitosis sel, dan set muds ini terdorong
ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di
sampingya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan
makula okiuden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan
glukosa yang merupakan barrier.
5

c. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya.


Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal
dari ektoderm permukaan
2. Membran Bowman
a. Terletak di bawah membran basal epitel komea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
b. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi
3. Stroma
a. Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan Iainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang
di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas
terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan
dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sestidah
trauma.

Gambar Anatomi kornea

4. Membran Descement
a. Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
komea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya
b. Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 pm.
6

5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-
40 pm. Endotel-melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan
zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua
lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin
ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea,
dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh
kornea.

Uvea
Lapis vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar dan
koroid (Ilyas, 2006).
Pendarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh
2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal
dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior,
yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus
lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu
membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvae posterior mendapat
perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera
di sekitar tempat masuk saraf optik (Ilyas, 2006).
Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara
bola mata dengan otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optik, yang
7

menerima 3 akar saraf di bagian posterior yaitu :


1. Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang mengandung serabut
sensoris untuk komea, iris, dan badan siliar.
2. Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf simpatis
yang melingkari arteri karotis; mempersarafi pembuluh darah uvea dan untuk
dilatasi pupil.
3. Akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk mengecilkan
pupil.
Pada ganglion siliar hanya saraf parasimpatis yang melakukan sinaps. Iris
terdiri atas bagian pupil dan bagian tepi siliar, dan badan siliar terletak antara
iris dan koroid. Batas antara korneosklera dengan badan siliar belakang
adalah 8 mm temporal dan 7 mm nasal. Di dalam badan siliar terdapat 3 otot
akomodasi yaitu longitudinal, radiar, dan sirkular (Ilyas, 2006).
Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar
ke dalam bola mata. Reaksi pupil ini merupakan juga indikator untuk fungsi
simpatis (midriasis) dan parasimpatis (miosis) pupil. Badan siliar merupakan
susunan otot melingkar dan mempunyai sistem ekskresi di belakang limbus.
Radang badan siliar akan mengakibatkan melebarnya pembuluh darah di
daerah limbus, yang akan mengakibatkan mata merah yang merupakan
gambaran karakteristik peradangan intraokular (Ilyas, 2006).
Otot longitudinal badan siliar yang berinsersi di daerah baji sklera bila
berkontraksi akan membuka anyaman trabekula dan mempercepat pengaliran
cairan mata melalui sudut bilik mata (Ilyas, 2006).
Otot melingkar badan siliar bila berkontraksi pada akomodasi akan
mengakibatkan mengendornya zonula Zinn sehingga terjadi pencembungan
lensa (Ilyas, 2006).
Kedua otot ini dipersarafi oleh saraf parasimpatik dan bereaksi baik
terhadap obat parasimpatomimetik (Ilyas, 2006).

Pupil
Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf
simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil
8

mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis (Ilyas,
2006).
Pupil waktu tidur kecil , hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi,
koma dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari : (Ilyas,
2006)
1. Berkurangnya rangsangan simpatis.
2. Kurang rangsangan hambatan miosis.
Bila subkorteks bekerja sempurna maka terjadi miosis. Di waktu
bangun korteks menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi midriasis. Waktu
tidur hambatan subkorteks hilang sehingga terjadi kerja subkorteks yang
sempurna yang akan menjadikan miosis (Ilyas, 2006).
Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada
akomodasi dan untuk memperdalam fokus seperti pada kamera foto yang
difragmanya dikecilkan (Ilyas, 2006).

Sudut bilik mata depan


Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris.
Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat
hambatan pengaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di
dalam bola mata sehinga tekanan bola mata meninggi atau glaukoma.
Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schelmm,
baji sklera, garis Schwalbe dan jonjot iris (Ilyas, 2006).
Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sklera kornea dan
disini ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan
merupakan batas belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar
longitudinal. Anyaman trabekula mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang
mempunyai dua komponen yaitu badan siliar dan uvea. Pada sudut fitrasi terdapat
garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan membran descement, dan
kanal Schlemm yang menampung cairan mata keluar ke salurannya (Ilyas, 2006).
Sudut bilik mata depan sempit terdapat pada mata berbakat glaukoma sudut
tertutup, hipermetropia, blokade pupil, katarak intumesen, dan sinekia posterior perifer
(Ilyas, 2006).
9

Lensa mata
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam
mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang
terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan
menipis pada saat terjadinya akomodasi (Ilyas, 2006).
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata
belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di
dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus
sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga
membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling
dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam
lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar
nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa.
Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks
anterior, sedang di belakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai
konsistensi lebih keras di banding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian
perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh
ekuatornya pada badan siliar (Ilyas, 2006).

Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu (Ilyas, 2006):


1. Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam
akomodasi untuk menjadi cembung
2. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
3. Terletak di tempatnya.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa (Ilyas, 2006) :
1. Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia
2. Keruh atau apa yang disebut katarak,
3. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
Lensa orang dewasa di dalam perjalanan hidupnya akan menjadi
bertambah besar dan berat (Ilyas, 2006).
10

Badan kaca
Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak
antara lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi Gail - di dalam bola mata.
Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air.
Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan fungsi cairan mata, yaitu
mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu
jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang disebut ora serata,
pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan badan kaca disebabkan tidak
terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya
kekeruhan badan kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada
pemeriksaan oftalmoskopi (Ilyas, 2006).

Retina

Gambar Fundus okuli normal

Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung


reseptor yang menerima rangsangan cahaya (Ilyas, 2006).
Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan
terdiri atas lapisan (Ilyas, 2006) :
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
3. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan
batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari
kapiler koroid.
4. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
11

sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal


5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
Muller Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps
sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion
7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah
saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh
darah retina.
9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.
Wama retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia
dan iskemia dan merah pada hiperemia (Ilyas, 2006).
Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri
retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan
nutrisi pada retina dalam (Ilyas, 2006).
Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid
(Ilyas, 2006).
Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif
retina seperti: tajam penglihatan, penglihatan wama, dan lapang pandangan.
Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinografi (ERG), elektrookulografi
[EOG], dan visual evoked respons [VEIR] (Ilyas, 2006).

Saraf optik
Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2 jenis
serabut saraf, yaitu : saraf penglihat dan serabut pupilomotor. Kelainan saraf optik
menggambarkan gangguan yang diakibatkan tekanan langsung atau tidak
langsung terhadap saraf optik ataupun perubahan toksik 'dan anoksik yang
mempengaruhi penyaluran aliran listrik (Ilyas, 2006).
12

Sklera
Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan
pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari papil saraf optik
sampai kornea (Ilyas, 2006).
Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera mempunyai
kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata.
Walaupun sklera kaku dan tipisnya 1 mm is masih tahan terhadap kontusi
trauma tumpul. Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes melitus,
atau merendah pada eksoftalmos goiter, miotika, dan meminum air banyak
(Ilyas, 2006).

II. 2. Korena
A. Anatomi Kornea
Kornea adalah selaput bening mata yang dapat menembus cahaya,
dan merupakan jaringan penutup bola mata sebelah depan yang terdiri
dari (Ilyas, 2006) :
1) Epitel, terdiri dari 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih
2) Membrana Bowman, merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur
seperti strorma.
3) Stroma, terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang
sejajar satu dengan yang lainnya.
4) Membrane descement, merupakan membrane aseluler, bersifat sangat
elastik
5) Endotel, yang berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk
heksagonal.
Kornea disarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari
saraf siliar longus dan saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus
berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus
membrane bowman melepaskan selubung schwannya. Daya regenerasi
saraf sesudah dipotong didaerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi
13

edema kornea. Kornea merupakan tempat pembiasan sinar terkuat,


dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea
dilakukan oleh kornea (Ilyas, 2006).

B. Histologi Kornea
Permukaan anterior kornea ditutupi epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk dan tanpa papil. Lapisan sel terbawah atau (basal) silindris
dan berada di atas membrane basal tipis (tidak tampak). Di bawah epitel
kornea terdapat membrane limitans anterior (membran Bowman) yang
berasal dari stroma kornea (substansia propia) di bawahnya. Stroma
kornea membentuk badan kornea. Stroma ini terdiri atas berkas serat
kolagen paralel yang membentuk lamella tipis dan lapisan-lapisan
fibroblast gepeng dan bercabang, yaitu keratosit, diantara serat kolagen.
Keratosit kornea adalah fibroblast yang dimodifikasi (Eroscenko, 2007).
Permukaan posterior kornea ditutupi epitel kuboid rendah, epitel
posterior yang juga merupakan endotel kornea. Membran limitans
posterior (membran Descemet) lebar dan merupakan membran basal
epitel kornea posterior. Membran ini berada pada bagian posterior dari
stroma kornea (Eroscenko, 2007).

Gambar Histologi Kornea


14

C. Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang
dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan
strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau
keadaan dehidrasi relative jaringan kornea dipertahankan oleh pompa
bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.
Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan
cidera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera
pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan
hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat yang akan menghilang
bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata
prakornea akan mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik;
proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang yang
menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan
keadaan dehidrasi (Ilyas, 2006).
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut
lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui
stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut
lemak dan larut air sekaligus (Ilyas, 2006).

II. 3. Klasifikasi Kelainan Kornea

Berdasarkan lokasi yang terkena (Vaughan, 2000) :

1. Keratitis Epithelial (Superficial)

2. Keratitis Subepitelial

3. Keratitis Stroma (interstisial)

4. Keratitis Endotelial (Profunda)

Berdasarkan derajat penyakitnya :

1. Ringan
15

2. Sedang

3. Berat

4. Berhubungan dengan peradangan bagian lain dari mata

a. Keratokonjungtivitis (kornea dan konjungtiva)

b. Keratouveitis (kornea dan traktus uveal)

Berdasarkan etiologi (Ilyas, 2006) :

1. Infektif

a. Keratitis Bakterial

b. Keratitis Viral

c. Keratitis Jamur

d. Keratitis Parasit

e. Keratitis Interstisial

2. Non Infektif

a. Keratitis Pungtata Non-Viral

Disebabkan obat-obatan, alergi dan lensa kontak.

b. Keratitis Alergi

1) Keratokonjungtivitis Flikten.

2) Keratokonjungtivitis Vernal.

c. Keratitis Paparan

Karena gangguan lubrikasi mata dan proteksi palpebra pada


kornea.
16

d. Fotokeratitis

Akibat paparan sinar UV dari matahari atau lampu. Dapat


sembuh sendiri setelah 1-2 hari.

II. 4. Peradangan Pada Kornea


a. Keratitis Bakterial
Keratitis bakteri merupakan kelainan yang berbahaya disebabkan
dapat mengakibatkan kebutaan. Salah satu sifat khasnya adalah
perkembangan yang cepat, kerusakan kornea dapat lengkap dalam 24-48
jam pada beberapa spesies bakteri. Ulserasi kornea, pembentukan abses
stroma, edema kornea, dan peradangan segmen anterior merupakan
karakteristik penyakit ini.

Bakteri yang dapat menyebabkan infeksi kornea, yaitu (James,


2006) :
1. Staphylococcus epidermidis
2. Staphylococcus aureus
3. Sterptococcus pneumonia
4. Koliformis
5. Pseudomonas
6. Haemophilus
7. Enterobacteriaceae (termasuk Klebsiella, Enterobacter, Serratia, dan
Proteus)

Faktor predisposisi (James, 2006) :


1. Penggunaan lensa kontak
2. Penurunan kekebalan pertahanan sekunder untuk malnutrisi,
alkoholisme, dan diabetes (Moraxella).
3. Kekurangan air mata
4. Perubahan struktural atau malposisi dari kelopak mata (termasuk
entropion dengan trichiasis dan lagophthalmos).
17

5. Penggunaan kortikosteroid topikal


6. Trauma

Patofisiologi
Konjungtiva dan kornea mendapat perlindungan dari infeksi
dengan (James, 2006) :
1. Kedipan mata
2. Pembersihan debris dengan aliran air mata
3. Penjeratan partikel asing oleh mucus
4. Sifat antibakteri dari air mata
5. Fungsi sawar epitel kornea (Neisseria gonnorrhoea, corynebacterium
diphteriae, listeria dan haemophilus dapat menembus sel epitel intak).

Gangguan dari lapisan epitel kornea ataupun lapisan air mata yang
abnormal menyebabkan masuknya mikroorganisme ke dalam stroma
kornea, di mana mereka dapat berkembang biak dan menyebabkan
ulserasi. Faktor Virulensi bakteri memulai terjadinya invasi mikroba yang
dapat membantu proses infektif. Selama tahap awal, lapisan epitel dan
stroma yang terkena menjadi bengkak dan mengalami nekrosis. Sel-sel
inflamasi akut (terutama neutrofil) mengelilingi ulkus awal dan
menyebabkan nekrosis pada lamellae stroma.
Difusi produk inflamasi (termasuk sitokin) memunculkan sel-sel
inflamasi ke ruang bilik mata depan yang kemudian menciptakan
hipopion. Racun bakteri yang berbeda dan enzim (termasuk elastase dan
protease basa) diproduksi selama infeksi kornea, membantu perusakan
kornea.

Gejala dan tanda (James, 2006)


Subjektif:
1. Nyeri biasanya berat kecuali bila kornea anestetik
2. Sekret purulen
18

3. Mata merah
4. Penglihatan kabur
5. Silau (fotofobia)
Objektif:
1. Injeksi siliar
2. Hipopion
3. Synechiae posterior
4. Edema palpebra superior
5. Opasitas kornea berwarna putih (bila sudah timbul ulkus kornea)

Pemeriksaan Laboratorium
1. Sampel dapat diambil dari kelopak mata, konjungtiva, lensa kontak yang
bersangkutan atapun langsung dari ulkus kornea
2. Slide mikroskop dibuat dengan pewarnaan gram ataupun giemsa
3. Kultur pada agar Sabouraud.

Terapi (James, 2006)


Antibiotik topikal intensif
1. Terapi ganda
Gram (-): Tobramisin 14 mg/ml, 1 tts/jam dlm24 jm pertama (Gentamisin,
polimiksin)
Gram (+): Cefazolin 50 mg/ml, 1 tts/jam dlm24 jm pertama (Vancomyxin,
Basitrasin)
2. Monoterapi
Fluorokuinolon (Siprofloksasin, Ofloksasin)

b. Keratitis Viral
1) Keratitis herpes simpleks
Herpes simpleks (HSV) tipe 1 merupakan virus DNA yang
sering menginfeksi manusia. Infeksi terjadi melalui kontak
langsung dari kulit atau membran mukosa dengan lesi infeksius
atau sekret. HSV tipe 1 terutama menginfeksi orofacial dan ocular
19

sedangkan HSV tipe 2 umumnya menular seksual dan


menyebabkan penyakit kelamin. HSV tipe 2 walaupun jarang
namun dapat menginfeksi mata melalui kontak dengan lesi genital
orofacial dan kadang ditransmisikan ke neonatus melalui jalan
lahir dari ibu yang terinfeksi HSV tipe 2 sehingga menyebabkan
keratitis dan korioretinis infantil (James, 2006).
Biasanya disertai dengan (James, 2006) :
a) Demam
b) Lesi vesikular kelopak mata
c) Konjungtivitis folikular
d) Limfadenopati preaurikular
e) Kebanyakan asimtomatik

Patofisiologi
Infeksi HSV-1 paling sering terjadi dalam distribusi
mukokutan dari saraf trigeminal. Setelah infeksi primer, virus
menyebar dari sel-sel epitel yang terinfeksi untuk dekat ujung
saraf sensorik dan diangkut sepanjang akson saraf ke badan sel
yang terletak di ganglion trigeminal. Di sana, genom virus
memasuki inti neuron, di mana ia tetap tanpa batas dalam keadaan
laten. Infeksi primer dari salah satu cabang nervus trigeminal
(opthalmic, maksila, mandibula) dapat menyebabkan infeksi laten
sel saraf dalam ganglion trigeminal. Penyebaran interneuronal
HSV dalam ganglion memungkinkan pasien menderita penyakit
mata di kemudian hari tanpa pernah dapat infeksi mata primer
HSV-1.
20

Infeksi HSV ocular rekuren dianggap sebagai reaktivasi


virus dalam ganglion trigeminal yang bermigrasi menuruni akson
saraf untuk menghasilkan infeksi pada jaringan okular. Bukti
menunjukkan bahwa virus juga dapat hidup secara laten di dalam
jaringan kornea, yang merupakan sumber potensial penyakit
berulang dan menyebabkan penyakit yang diturunkan donor HSV
dalam tranplantasi kornea mata.

Gejala dan tanda (Vaughan, 2000)


Subjektif:
a) Nyeri minimal akibat anestesi kornea
b) Fotofobia
c) Penglihatan kabur
d) mata berair (sekret serous)
e) mata merah
Objektif:
HSV keratitis terbagi menjadi 4 kategori:
a) Infeksius Epitelial Keratitis (keratitis dendritik) ditandai
dengan vesikel pada kornea, ulkus dendritik dan ulkus
geografis
b) Neurotrophic Keratopati ditandai dengan permukaan kornea
irregular dan erosi dari epitel serta ulkus neurotropik dan
adanya penurunan sensitivitas kornea
c) Peradangan stroma kornea (keratitis diskiformis) ditandai
edema yang mengakibatkan hilangnya tranparansi kornea.
Keterlibatan stroma menyebabkan parut permanen sehingga
terjadi penurunan tajam penglihatan. Dapat menyebabkan
terjadinya komplikasi berupa uveitis, trabeculitis dan glaucoma
sekunder
d) Endothelitis ditandai dengan keratic presipitat (KPs), edema
epitel, hilangnya infiltrate kornea atau neovaskularisasi. Iritis
ringan sampai sedang dapat terjadi.
21

Pemeriksaan Laboratorium (Vaughan, 2000)


a) Usapan epitel dengan Giemsa dapat menunjukkan sel-sel raksasa
multinuklear, yang dihasilkan dari perpaduan dari sel-sel epitel kornea
yang terinfeksi dan virus intranuclear inklusi. Namun, hasil sitologi
negatif tidak mengecualikan infeksi HSV.
b) Kultur virus memiliki kepekaan hingga 70% dan juga memungkinkan
untuk identifikasi subtipe HSV.
c) Polymerase chain reaction menggunakan sampel air mata, epitel
kornea, atau bilik mata depan dapat mendeteksi DNA virus dalam
kasus-kasus herpeskeratitis atau keratouveitis. Namun tidak dapat
membedakan antara infeksi laten ataum infeksi aktif HSV

Terapi (Vaughan, 2000)


a) Debridement epithelial
Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus.
Obat siklopegik seperti atropin 1% atau homatropin 5 % diteteskan ke
dalam sakus konjungtiva dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien
harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek
korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam. Pengobatan tambahan
dengan antivirus topikal mempercepat pemulihan epitel.
b) Terapi obat
1) IDU(Idoxuridine):analog pirimidin terdapat dalam larutan 1% dan
diberikan setiap jam; salep 0,5% diberikan setiap 4 jam
2) Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk
salep
3) Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4
jam
4) Asiklovir: dalam bentuk salep 3%, diberikan setiap 4 jam
5) Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat,
khususnya padaorang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes
mata dan kulit agresif
22

c) Terapi Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi
penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun
hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif.
Pasca bedah, infeksi herpes rekurens dapat timbul karena trauma
bedah dan kortikosteroid topikal yang diperlukan untuk mencegah
penolakan transplantasi kornea. Juga sulit dibedakan penolakan
transplantasi kornea dari penyakit stroma rekurens
d) Pengendalian Mekanisme Pemicu yang Mengaktifkan Kembali Infeksi
HSV
Infeksi HSV rekurens pada mata banyak dijumpai, kira- kira
sepertiga kasus dalam 2 tahun pertama setelah serangan pertama.
Sering dapat ditemukan mekanisme pemicunya, setelah dengan teliti
mewancarai pasien. Begitu ditemukan pemicu itu dihindarkan. Aspirin
dapat dipakai untuk mencegah demam, pajanan berlebihan terhadap
sinar matahari atau sinar ultraviolet dapat dihindari, keadaan-keadaan
yangdapat menimbulkan stress psikis dapat dikurangi, dan aspirin dapat
diminum setelah menstruasi.

2) Keratitis Herpes Zoster Oftalmika


Infeksi virus varicella-zoster (VZV) terjadi dalam dua bentuk:
primer (varicella) dan rekurens (zoster). Manifestasi pada mata
jarang terjadi pada varicella namun sering pada zoster oftalmik
kerapkali disertai keratouveitis. Meskipun keratouveitis zoster pada
anak umumnya tergolong penyakit jinak, pada orang dewasa
tergolong penyakit berat yang dapat mengakibatkan kebutaan. 2
(Vaughan, 2000)
Tidak seperti infeksi pada herpes simpleks pada herpes zoster
biasanya terdapat periode prodromal. Manifestasi ocular biasanya
didahului oleh munculnya vesikel pada distribusi bagian oftalmika
saraf trigeminus (James, 2006).
23

Patofisiologi
Ketika dibebaskan dari ganglion trigeminal, VZV (herpes virus tipe
3) rekurens bergerak ke nervus pertama (ophtalmik) dari saraf trigeminal
ke saraf nasosiliar. Cabang ini kemudian membagi persarafan ke
permukaan bola mata dan kulit daerah pangkal hidung sampai ke
ujungnya. Proses ini biasanya memakan waktu 3-4 hari untuk partikel
virus untuk mencapai ujung saraf. Sebagai perjalanan itu virus VZV
rekurens mengakibatkan peradangan perineural dan intraneural, yang
dapat merusak mata sendiri dan / atau struktur sekitar lainnya.

Gejala dan tanda

Subjektif (Ilyas, 2006).


Fase prodromal dari ophthalmicus herpes zoster biasanya termasuk
penyakit influenzalike dengan kelelahan, malaise, dan demam ringan
yang dapat berlangsung hingga 1 minggu sebelum ruam muncul
unilateral pada dahi atas, kelopak mata atas, dan hidung (pembagian
pertama saraf trigeminal dermatom atau V1). Sekitar 60% dari pasien
memiliki berbagai tingkat nyeri dermatomal sebelum ruam muncul.
Penglihatan berkurang dan mata merah
Objektif (Vaughan, 2000)
Pada kelopak akan terlihat vesikel dan infiltrate pada kornea. Lesi
epitelnya keruh dan amorf, kecuali kadang terdapat psedodendrit linear
24

yang mirip dendrit pada keratitis HSV. Selain itu terdapat kekeruhan
stroma yang disebabkan edema dan infiltrasi sel yang awalnya hnaya
pada lapisan subepithelial. Keadaan ini diikuti dengan penyakit stroma
dalam dengan nekrosis dan vaskularisasi. Kehilangan sensasi kornea
selalu merupakan ciri yang mencolok dan sering berlangsung berbulan-
bulan setelah lesi kornea tampak sudah sembuh.
Terapi (Vaughan, 2000)
Acyclovir oral 800mg dibagi dalam 5 kali sehari untuk 10-14 hari.
Terapi hendaknya dimulai 72 jam setelah timbulnya kemerahan (rash).
Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan untuk mengobati
keratitis berat, uveitis, dan glaucoma sekunder.

c. Keratitis Jamur
Keratitis jamur banyak dijumpai pada pekerja pertanian. Biasanya
dimulai dengan rudapaksa pada kornea oleh ranting, pohon, daun. Dan
bagian tumbuh-tumbuhan. Namun, seiring dengan maraknya pemakaian
kortikosteroid dalam pengobatan mata banyak pula dijumpai pada
masyarakat perkotaan (Vaughan, 2000 dan Ilyas, 2006).
Kebanyakan keratitis fungi (ulkus fungi) disebabkan organism
oportunis seperti Candida, Fusarium, Aspergillus, Penicilium,
Cephalosporium dan lain-lain. Tidak ada ciri khas yang membedakan
macam-macam ulkus fungi ini (Vaughan, 2000).
Penyakit ini harus dipikirkan pada : (James, 2006)
1) Tidak adanya respon terhadap terapi antibiotik
2) Kasus trauma dengan bahan tumbuhan
3) Kasus yang berkaitan dengan pemakaian steroid jangka panjang
Patofisiologi
Organisme dapat menembus membran Descemet utuh dan
mendapatkan akses ke bilik mata depan atau segmen posterior. Mycotoxins
dan enzim proteolitik menambah kerusakan jaringan.
Fungi tidak dapat menembus epitel kornea utuh dan tidak masuk korn
ea dari pembuluh episcleral limbal.
25

Gejala dan tanda


Subjektif :
1) Sensasi benda asing
2) Meningkatkan rasa sakit atau ketidaknyamanan mata
3) Tiba-tiba buram
4) Mata merah yang tidak biasa
5) Air mata berlebih dan sekret berlebih
6) Peningkatan kepekaan cahaya

Objektif (Vaughan, 2000) :


1) Konjungtiva injeksi
2) Lesi satelit merupakan plak endotel dengan tepian tidak teratur di
bawah lesi utama akornea
3) Abses kornea
4) Infiltrasi stroma
5) Reaksi camera okuli anterior hebat
6) Hipopion

Pemeriksaan laboratorium (Vaughan, 2000 dan James, 2006)


Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10 % terhadap korekan kornea
yang menunjukan adanya hifa kecuali yang disebabkan oleh candida
mengandung psedohifa atau bentuk ragi.
Dapat dibiak pada media agar Sabaroud cair dan padat namun inkubasi
membutuhkan waktu lama.
26

Terapi
1) Polyenes termasuk natamisin, nistatin, dan amfoterisin B.
2) Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole, miconazole,
flukonazol, itraconazole, econazole, dan clotrimazole.

d. Keratitis Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup-bebas yang terdapat didalam air
tercemar yang mengadung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
Acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak. Infeksi ini juga ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak,
setelah terpapar pada air atau tanah yang tercemar (Vaughan, 2000).

Gejala dan tanda (Vaughan, 2000).


Subjektif :
1) Rasa sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya
2) Mata merah
3) Fotofobia
Objektif :
Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma dan
infiltrat perineural.

Pemeriksaan laboratorium (Vaughan, 2000 dan James, 2006)


Sediaan histopatologik menampakkan adanya bentuk-bentuk amuba
(kista atatu trofozoit). Biakan pada media khusus yang dipenuhi Escherichia
coli. Larutan dan lensa kontak juga harus dibiak.
Terapi (Vaughan, 2000)
1) Debidement epithelial
2) Terapi obat
a) Isethionate Propamidine topikal (larutan 1 %) dan tetes mata Neomycin
(20mg/mL)
27

b) Biquanide polyhexamethylene (larutan 0,01-0,02%) dikombinasi


dengan obat lain ataupun monoterapi

e. Keratitis Interstitial
Terminologi ini digunakan untuk setiap keratitis yang mengenai stroma
kornea tanpa keterlibatan epitel. Penyebab klasik tersering adalah sifilis (lues).
Pada keratitis interstitial akibat lues kongenital didapatkan neovaskularisasi
dalam. Keratitis interstitial juga dapat terjadi akibat alergi atau infeksi spiroket
ke dalam stroma kornea dan akibat tuberculosis (James, 2006 dan Ilyas,
2006).

Gejala dan tanda (Ilyas, 2006)


Subjektif:
1) Fotofobia
2) Lakrimasi
3) Menurunnya visus
Objektif:
Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat. Terdapat injeksi
siliar disertai serbukan pembuluh darah ke dalam sehingga memberikan
gambaran merah kusam (salmon patch). Seluruh kornea dapat berwarna
merah cerah.

Terapi (James, 2006 dan Ilyas 2006)


Tergantung pada penyebabnya. Cangkok kornea mungkin
diperlukan.
28

BAB III
PENUTUP

III. 1. Kesimpulan
Keratitis adalah peradangan yang menyerang kornea mata yang dapat
disebabkan oleh bermacam hal antara lain : keratitis bacterial, keratitis viral,
keratitis jamur, keratitis acanthamoeba.
III. 2.Saran
Jagalah dan rawatlah mata kita dengan baik. Tak dapat dipungkiri
bahwa mata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia dikarenakan
83% informasi dari luar datang melalui mata.

Anda mungkin juga menyukai