BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan,
berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks
refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25
dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Kornea juga
merupakan sumber astigmatisme pada sistem optik. Dalam nutrisinya, kornea
bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi
melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen
dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki
densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika
dibandingkan dengan konjungtiva (Gold, 2006).
Kornea pada orang dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di
tengah, sekitar 0,65 mm di tepi dan diameternya sekitar 11,5 mm (Vaughan,
2000).
Permasalahan terkait kesehatan mata di Indonesia cukup banyak
dimulai dari kelainan konginental pada mata, infeksi peradangan pada mata
hingga tingginya angka kebutaan di Indonesia. Salah satu penyakit mata
tersering pada kornea adalah keratitis, dan pada sklera adalah episkleritis.
Kreatitis atau peradangan pada kornea adalah permasalahan mata yang cukup
sering dijumpai mnigngat lapisan kornea merupakan lapisan yang
berhubungan langsung dengan lingkungan luar sehingga rentan terjadinya
trauma atau infeksi. Hampir seluruh kasus kreatitis akan mengganggu
kemampuan penglihatan seseorang yang pada akhirnya dapat menurunkan
kualitas hidup seseorang. Karena itu penting sebgai dokter umum untuk dapat
mengenali dan menanggulangi kasus kreatitis (sejauh kemampuan dokter
umum) yang terjadi di masyarakat baik sebagai dokter keluarga ataupun
dokter yang bekerja di strata pelayanan primer.
2
I.2. Tujuan
a. Syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Blok.
b. Mengetahui dan memahami tentang Keratitis.
I.3. Manfaat
a. Mendapat tambahan wawasan keilmuan tentang Keratitis.
b. Mempermudah mahasiswa dalam mempelajari tentang Keratitis.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Bila terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada
retina, maka akan robek dan terjadi ablasi retina.
Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya
pada badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peranan
pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di
daerah makula lutea.
Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar
lakrimal yang terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita.
Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang
menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lapis (Ilyas, 2006) :
1. Epitel
a. Tebalnya 50 pm, terdiri atas 5 lapis set epitel tidak bertanduk yang
sating tumpang tindih; satu lapis set basal, sel poligonal dan sel gepeng.
b. Pada set basal sering terlihat mitosis sel, dan set muds ini terdorong
ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di
sampingya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan
makula okiuden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan
glukosa yang merupakan barrier.
5
4. Membran Descement
a. Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
komea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya
b. Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 pm.
6
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-
40 pm. Endotel-melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan
zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua
lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin
ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea,
dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh
kornea.
Uvea
Lapis vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar dan
koroid (Ilyas, 2006).
Pendarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh
2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal
dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior,
yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus
lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu
membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvae posterior mendapat
perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera
di sekitar tempat masuk saraf optik (Ilyas, 2006).
Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara
bola mata dengan otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optik, yang
7
Pupil
Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf
simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil
8
mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis (Ilyas,
2006).
Pupil waktu tidur kecil , hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi,
koma dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari : (Ilyas,
2006)
1. Berkurangnya rangsangan simpatis.
2. Kurang rangsangan hambatan miosis.
Bila subkorteks bekerja sempurna maka terjadi miosis. Di waktu
bangun korteks menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi midriasis. Waktu
tidur hambatan subkorteks hilang sehingga terjadi kerja subkorteks yang
sempurna yang akan menjadikan miosis (Ilyas, 2006).
Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada
akomodasi dan untuk memperdalam fokus seperti pada kamera foto yang
difragmanya dikecilkan (Ilyas, 2006).
Lensa mata
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam
mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang
terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan
menipis pada saat terjadinya akomodasi (Ilyas, 2006).
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata
belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di
dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus
sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga
membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling
dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam
lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar
nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa.
Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks
anterior, sedang di belakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai
konsistensi lebih keras di banding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian
perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh
ekuatornya pada badan siliar (Ilyas, 2006).
Badan kaca
Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak
antara lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi Gail - di dalam bola mata.
Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air.
Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan fungsi cairan mata, yaitu
mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu
jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang disebut ora serata,
pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan badan kaca disebabkan tidak
terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya
kekeruhan badan kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada
pemeriksaan oftalmoskopi (Ilyas, 2006).
Retina
Saraf optik
Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2 jenis
serabut saraf, yaitu : saraf penglihat dan serabut pupilomotor. Kelainan saraf optik
menggambarkan gangguan yang diakibatkan tekanan langsung atau tidak
langsung terhadap saraf optik ataupun perubahan toksik 'dan anoksik yang
mempengaruhi penyaluran aliran listrik (Ilyas, 2006).
12
Sklera
Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan
pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari papil saraf optik
sampai kornea (Ilyas, 2006).
Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera mempunyai
kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata.
Walaupun sklera kaku dan tipisnya 1 mm is masih tahan terhadap kontusi
trauma tumpul. Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes melitus,
atau merendah pada eksoftalmos goiter, miotika, dan meminum air banyak
(Ilyas, 2006).
II. 2. Korena
A. Anatomi Kornea
Kornea adalah selaput bening mata yang dapat menembus cahaya,
dan merupakan jaringan penutup bola mata sebelah depan yang terdiri
dari (Ilyas, 2006) :
1) Epitel, terdiri dari 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih
2) Membrana Bowman, merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur
seperti strorma.
3) Stroma, terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang
sejajar satu dengan yang lainnya.
4) Membrane descement, merupakan membrane aseluler, bersifat sangat
elastik
5) Endotel, yang berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk
heksagonal.
Kornea disarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari
saraf siliar longus dan saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus
berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus
membrane bowman melepaskan selubung schwannya. Daya regenerasi
saraf sesudah dipotong didaerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi
13
B. Histologi Kornea
Permukaan anterior kornea ditutupi epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk dan tanpa papil. Lapisan sel terbawah atau (basal) silindris
dan berada di atas membrane basal tipis (tidak tampak). Di bawah epitel
kornea terdapat membrane limitans anterior (membran Bowman) yang
berasal dari stroma kornea (substansia propia) di bawahnya. Stroma
kornea membentuk badan kornea. Stroma ini terdiri atas berkas serat
kolagen paralel yang membentuk lamella tipis dan lapisan-lapisan
fibroblast gepeng dan bercabang, yaitu keratosit, diantara serat kolagen.
Keratosit kornea adalah fibroblast yang dimodifikasi (Eroscenko, 2007).
Permukaan posterior kornea ditutupi epitel kuboid rendah, epitel
posterior yang juga merupakan endotel kornea. Membran limitans
posterior (membran Descemet) lebar dan merupakan membran basal
epitel kornea posterior. Membran ini berada pada bagian posterior dari
stroma kornea (Eroscenko, 2007).
C. Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang
dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan
strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau
keadaan dehidrasi relative jaringan kornea dipertahankan oleh pompa
bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.
Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan
cidera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera
pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan
hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat yang akan menghilang
bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata
prakornea akan mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik;
proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang yang
menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan
keadaan dehidrasi (Ilyas, 2006).
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut
lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui
stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut
lemak dan larut air sekaligus (Ilyas, 2006).
2. Keratitis Subepitelial
1. Ringan
15
2. Sedang
3. Berat
1. Infektif
a. Keratitis Bakterial
b. Keratitis Viral
c. Keratitis Jamur
d. Keratitis Parasit
e. Keratitis Interstisial
2. Non Infektif
b. Keratitis Alergi
1) Keratokonjungtivitis Flikten.
2) Keratokonjungtivitis Vernal.
c. Keratitis Paparan
d. Fotokeratitis
Patofisiologi
Konjungtiva dan kornea mendapat perlindungan dari infeksi
dengan (James, 2006) :
1. Kedipan mata
2. Pembersihan debris dengan aliran air mata
3. Penjeratan partikel asing oleh mucus
4. Sifat antibakteri dari air mata
5. Fungsi sawar epitel kornea (Neisseria gonnorrhoea, corynebacterium
diphteriae, listeria dan haemophilus dapat menembus sel epitel intak).
Gangguan dari lapisan epitel kornea ataupun lapisan air mata yang
abnormal menyebabkan masuknya mikroorganisme ke dalam stroma
kornea, di mana mereka dapat berkembang biak dan menyebabkan
ulserasi. Faktor Virulensi bakteri memulai terjadinya invasi mikroba yang
dapat membantu proses infektif. Selama tahap awal, lapisan epitel dan
stroma yang terkena menjadi bengkak dan mengalami nekrosis. Sel-sel
inflamasi akut (terutama neutrofil) mengelilingi ulkus awal dan
menyebabkan nekrosis pada lamellae stroma.
Difusi produk inflamasi (termasuk sitokin) memunculkan sel-sel
inflamasi ke ruang bilik mata depan yang kemudian menciptakan
hipopion. Racun bakteri yang berbeda dan enzim (termasuk elastase dan
protease basa) diproduksi selama infeksi kornea, membantu perusakan
kornea.
3. Mata merah
4. Penglihatan kabur
5. Silau (fotofobia)
Objektif:
1. Injeksi siliar
2. Hipopion
3. Synechiae posterior
4. Edema palpebra superior
5. Opasitas kornea berwarna putih (bila sudah timbul ulkus kornea)
Pemeriksaan Laboratorium
1. Sampel dapat diambil dari kelopak mata, konjungtiva, lensa kontak yang
bersangkutan atapun langsung dari ulkus kornea
2. Slide mikroskop dibuat dengan pewarnaan gram ataupun giemsa
3. Kultur pada agar Sabouraud.
b. Keratitis Viral
1) Keratitis herpes simpleks
Herpes simpleks (HSV) tipe 1 merupakan virus DNA yang
sering menginfeksi manusia. Infeksi terjadi melalui kontak
langsung dari kulit atau membran mukosa dengan lesi infeksius
atau sekret. HSV tipe 1 terutama menginfeksi orofacial dan ocular
19
Patofisiologi
Infeksi HSV-1 paling sering terjadi dalam distribusi
mukokutan dari saraf trigeminal. Setelah infeksi primer, virus
menyebar dari sel-sel epitel yang terinfeksi untuk dekat ujung
saraf sensorik dan diangkut sepanjang akson saraf ke badan sel
yang terletak di ganglion trigeminal. Di sana, genom virus
memasuki inti neuron, di mana ia tetap tanpa batas dalam keadaan
laten. Infeksi primer dari salah satu cabang nervus trigeminal
(opthalmic, maksila, mandibula) dapat menyebabkan infeksi laten
sel saraf dalam ganglion trigeminal. Penyebaran interneuronal
HSV dalam ganglion memungkinkan pasien menderita penyakit
mata di kemudian hari tanpa pernah dapat infeksi mata primer
HSV-1.
20
c) Terapi Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi
penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun
hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif.
Pasca bedah, infeksi herpes rekurens dapat timbul karena trauma
bedah dan kortikosteroid topikal yang diperlukan untuk mencegah
penolakan transplantasi kornea. Juga sulit dibedakan penolakan
transplantasi kornea dari penyakit stroma rekurens
d) Pengendalian Mekanisme Pemicu yang Mengaktifkan Kembali Infeksi
HSV
Infeksi HSV rekurens pada mata banyak dijumpai, kira- kira
sepertiga kasus dalam 2 tahun pertama setelah serangan pertama.
Sering dapat ditemukan mekanisme pemicunya, setelah dengan teliti
mewancarai pasien. Begitu ditemukan pemicu itu dihindarkan. Aspirin
dapat dipakai untuk mencegah demam, pajanan berlebihan terhadap
sinar matahari atau sinar ultraviolet dapat dihindari, keadaan-keadaan
yangdapat menimbulkan stress psikis dapat dikurangi, dan aspirin dapat
diminum setelah menstruasi.
Patofisiologi
Ketika dibebaskan dari ganglion trigeminal, VZV (herpes virus tipe
3) rekurens bergerak ke nervus pertama (ophtalmik) dari saraf trigeminal
ke saraf nasosiliar. Cabang ini kemudian membagi persarafan ke
permukaan bola mata dan kulit daerah pangkal hidung sampai ke
ujungnya. Proses ini biasanya memakan waktu 3-4 hari untuk partikel
virus untuk mencapai ujung saraf. Sebagai perjalanan itu virus VZV
rekurens mengakibatkan peradangan perineural dan intraneural, yang
dapat merusak mata sendiri dan / atau struktur sekitar lainnya.
yang mirip dendrit pada keratitis HSV. Selain itu terdapat kekeruhan
stroma yang disebabkan edema dan infiltrasi sel yang awalnya hnaya
pada lapisan subepithelial. Keadaan ini diikuti dengan penyakit stroma
dalam dengan nekrosis dan vaskularisasi. Kehilangan sensasi kornea
selalu merupakan ciri yang mencolok dan sering berlangsung berbulan-
bulan setelah lesi kornea tampak sudah sembuh.
Terapi (Vaughan, 2000)
Acyclovir oral 800mg dibagi dalam 5 kali sehari untuk 10-14 hari.
Terapi hendaknya dimulai 72 jam setelah timbulnya kemerahan (rash).
Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan untuk mengobati
keratitis berat, uveitis, dan glaucoma sekunder.
c. Keratitis Jamur
Keratitis jamur banyak dijumpai pada pekerja pertanian. Biasanya
dimulai dengan rudapaksa pada kornea oleh ranting, pohon, daun. Dan
bagian tumbuh-tumbuhan. Namun, seiring dengan maraknya pemakaian
kortikosteroid dalam pengobatan mata banyak pula dijumpai pada
masyarakat perkotaan (Vaughan, 2000 dan Ilyas, 2006).
Kebanyakan keratitis fungi (ulkus fungi) disebabkan organism
oportunis seperti Candida, Fusarium, Aspergillus, Penicilium,
Cephalosporium dan lain-lain. Tidak ada ciri khas yang membedakan
macam-macam ulkus fungi ini (Vaughan, 2000).
Penyakit ini harus dipikirkan pada : (James, 2006)
1) Tidak adanya respon terhadap terapi antibiotik
2) Kasus trauma dengan bahan tumbuhan
3) Kasus yang berkaitan dengan pemakaian steroid jangka panjang
Patofisiologi
Organisme dapat menembus membran Descemet utuh dan
mendapatkan akses ke bilik mata depan atau segmen posterior. Mycotoxins
dan enzim proteolitik menambah kerusakan jaringan.
Fungi tidak dapat menembus epitel kornea utuh dan tidak masuk korn
ea dari pembuluh episcleral limbal.
25
Terapi
1) Polyenes termasuk natamisin, nistatin, dan amfoterisin B.
2) Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole, miconazole,
flukonazol, itraconazole, econazole, dan clotrimazole.
d. Keratitis Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup-bebas yang terdapat didalam air
tercemar yang mengadung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
Acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak. Infeksi ini juga ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak,
setelah terpapar pada air atau tanah yang tercemar (Vaughan, 2000).
e. Keratitis Interstitial
Terminologi ini digunakan untuk setiap keratitis yang mengenai stroma
kornea tanpa keterlibatan epitel. Penyebab klasik tersering adalah sifilis (lues).
Pada keratitis interstitial akibat lues kongenital didapatkan neovaskularisasi
dalam. Keratitis interstitial juga dapat terjadi akibat alergi atau infeksi spiroket
ke dalam stroma kornea dan akibat tuberculosis (James, 2006 dan Ilyas,
2006).
BAB III
PENUTUP
III. 1. Kesimpulan
Keratitis adalah peradangan yang menyerang kornea mata yang dapat
disebabkan oleh bermacam hal antara lain : keratitis bacterial, keratitis viral,
keratitis jamur, keratitis acanthamoeba.
III. 2.Saran
Jagalah dan rawatlah mata kita dengan baik. Tak dapat dipungkiri
bahwa mata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia dikarenakan
83% informasi dari luar datang melalui mata.