Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dekade terakhir ini, pembahasan varikokel mendapat perhatian karena potensinya
sebagai penyebab terjadinya disfungsi testis dan infertilitas pada pria. Diperkirakan
sepertiga pria yang mengalami gangguan kualitas semen dan infertilitas adalah pasien
varikokel (bervariasi 19-41%)
Akan tetapi semua pasien varikokel mengalami gangguan fertilitas, diperkirakan
sekitar 20-50% didapatkan gangguan kualitas semen dan perubahan histologi jaringan
testis. Perubahan histologi testis ini secara klinis mengalami pengecilan volume testis.
Pengecilan volume testis bagi sebagian ahli merupakan indikasi tindakan pembedahan
khususnya untuk pasien pubertas yang belum mendapatkan data kualitas semen.
Salah satu cara pengobatan varikokel adalah pembedahan. Keberhasilan tindakan
pembedahan cukup baik. Terjadi, peningkatan volume testis dan kualitas semen
sekitar 50-80% dengan angka kehamilan sebesar 20-50%. Namun demikian angka
kegagalan atau kekambuhan adalah sebesar 5-20%.

B. Tujuan
1. Tujuan umum: mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
varikokel.
2. Tujuan Khusus: mampu melakukan pengkajian s/d evaluasi & dokumentasi
Keperawatan & mampu identifikasi kesenjangan antara teori dan kasus.

C. Ruang Lingkup
Asuhan Keperawatan pada klien Tn.FD verikokel di RSU BUNDA MEDIK Jakarta .

D. Metode Penulisan
Metode deskriptif & kepustakaan. Pengumpulan data melalui wawancara, studi kasus
& studi kepustakaan.

E. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan.
Bab II : Tinjauan Teori.
Bab III : Tinjauan kasus.
Bab IV : Pembahasan.
Bab V : Evaluasi.
BAB II
PENDAHULUAN

1. Definisi
Varikokel adalah varises vena pada korda spermatic (Tambayong, 1999). Varikokel
adalah dilatasi pleksus pampiniformis dari vena di atas testis. Merupakan gambaran
lazim dalam pria muda dan paling sering terlihat pada bagian kiri. Pleksus
pampiniformis bermuara ke dalam vena spermatika interna, yang mengalir ke dalam
vena renalis di kiri dan vena kava di kanan (Sabiston, 1994). Varikokel ini terbentuk
dari massa yang mengalami konvolusi dari vena yang berdilatasi dalam pleksus
venosus korda. Karena varikokel terbentuk dari vena yang terisi darah, maka
varikokel tidak mengirimkan cahayaseperti hidrokel.

2. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari
pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai dari
pada sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 7093 %). Hal ini disebabkan karena vena
spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak
lurus,sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di
samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan
katupnya lebih sedikit dan inkompeten. Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau
varikokel bilateral patut dicurigai adanya kelainan pada rongga retro peritoneal
(terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena spermatika kanan pada vena
renails kanan, atau adanya situs inversus.
Etiologi secara umum:
a. Dilatasi atau hilangnya mekanisme pompa otot atau kurangnya struktur
penunjang/atrofi otot kresmaster, kelemahan kongenital. Proses degeneratif pleksus
pampiniformis
b. Turbulensi dari vena supra renalis ke dalam juxta vena renalis internus kiri
berlawanan dengan kedalam vena spermatika interna kiri
c. Hipertensi vena renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior.
d. Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal vena spermatika.
e. Tekanan vena spermatika interna meningkat letak sudut turun vena renalis 900
f. Sekunder : tumor retroperitoneal, trombus vena renalis, hidronefrosis.

Faktor penyebab yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya varikokel :


a. Faktor genetik. Orang tua dengan varikokel memiliki kecenderungan
menurunkansifat pembuluh-pembuluh yang mudah melebar pada anaknya.
b. Makanan: jenis makanan yang dioksidasi tinggi, dapat merusak pembuluhdarah.
c. Suhu: Idealnya, suhu testis adalah 1-2derajat dibawah suhu tubuh. Suhu yang
tinggidi sekitar testis dapat memicu pelebaran pembuluh darah balik di daerah itu.
d. Tekanan tinggi disekitar perut.

3. Klasifikasi
Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat:
a. Derajat kecil: adalah varikokel yang dapat dipalpasi setelah pasien melakukan
manuver valsava
b. Derajat sedang: adalah varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan
manuver valsava
c. Derajat besar: adalah varikokel yang sudah dapat dilihat bentuknya tanpa
melakukan manuver valsava

4. Patofisiologi

Peningkatan Tekanan Vena Perbedaan letak vena spermatika interna kanan dan kiri
menyebabkan terplintirnya vena spermatika interna kiri, dilatasi dan terjadi aliran
darah retrogard.Darah vena dari testis kanan dibawa menuju vena cava inferior pada
sudut oblique (kira-kira300) Sudut ini, bersamaan dengan tingginya aliran vena kava
inferior diperkirakan dapat meningkatkan drainase pada sisi kanan (Venturi effect).
Vena renalis kiri dapat juga terkompres di daerah prok simal diantara arteri
mesenterika superior dan aorta, dan distalnya diantara arteri iliaka komunis dan vena.
Fenomena ini dapat juga menyebabkan peningkatan tekanan pada sistem vena
testikular kiri
a. Anastomosis Vena Kolateral
b. Katup yang Inkompeten
Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui
beberapacara, antara lain:
a. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis
mengalamihipoksia karena kekurangan oksigen.
b. Refluks hasil metabolik ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan
prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis
c. Peningkatan suhu testis.
d. Adanya anastomis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan
memungkinkan zat-zat hasil , metabolik tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke
testis kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatoginesis testis kanan
dan pada akhirnya terjadi infertilitas
5. Manifestasi Klinik
Varicokel memiliki beberapa tanda dan gejala yang sering dijumpai, yaitu:
a. Nyeri jika berdiri terlalu lama. Hal ini terjadi karena saat berdiri, maka beban
untukdarah kembali ke arah jantung akan semakin besar, dan akan semakin
banyak darahyang terperangkap di testis. Dengan membesarnya pembuluh
darah, maka akanmengenai ujung saraf, sehingga terasa sakit.
b. Masalah kesuburan. Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa 40% dari pria-
priainfertile merupakan penderita varicocele (hal ini akan dijelaskan lebih
lanjut)
c. Atrofi testis. Atrofi testis banyak ditemukan pada penderita varicocele, namun
setelahperawatan lebih lanjut biasanya akan kembali ke ukuran normal

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi / venografi Venografi merupakan modalitas yang paling sering
digunakan untuk mendeteksi varikokel yang kecil atau subklinis, karena dari
penemuannya mendemonstrasikan refluks darah venaabnormal di daerah
retrograd menuju ke ISV dan pleksus pampiniformis. Karena pemeriksaan
venografi ini merupakan pemeriksaan invasif, teknik ini biasanya hanya digunakan
apabila pasien sedang dalam terapi oklusif untuk menentukan anatomi dari vena.
Biasanya, teknik ini digunakan pada pasien yang simptomatik Positif palsu /
negatif Vena testikular seringkali spasme, dan terkadang, ada opasifikasi dari vena
dengankontrasmedium dapat sulit dinilai. Selebihnya, masalah dapat diatasi dengan
menggunakan kanul menuju vena testikular kanan.

b. Ultrasonografi Penemuan USG pada varikokel meliputi:


1) Struktur anekoik terplintirnya tubular yang digambarkan yang letaknya
berdekatan dengan testis. Pasien dengan posisi berdiri tegak, diameter dari vena
dominan pada kanalisinguinalis biasanya lebih dari 2-5 mm dan saat valsava
manuever diameter meningkat sekitar 1 mm
2) Varikokel bisa berukuran kecil hingga sangat besar, dengan
beberapapembesaran pembuluh darah dengan diameter 8 mm
3) Varikokel dapat ditemukan dimana saja di skrotum (medial,
lateral,anterior,posterior, atau inferior dari testis)
4) USG Doppler dengan pencitraan berwarna dapat membantu
mendiferensiasichannel vena dari kista epidermoid atau spermatokel jika
terdapat keduanya
5) USG Doppler dapat digunakan untuk menilai grade refluks vena: statis (grade
I),intermiten (grade II) dan kontinu (gradeIII).
6) Varikokel intratestikular dapat digambarkan sebagai area hipoekoik yang
kurang jelas pada testis. Gambarnya berbetuk oval dan biasanya terletak di
sekitar mediastinum testis.
Positif palsu / negative Kista epidermoid dan spermatokel dapat member gambaran
seperti varikokel. Jika meragukan, USG Doppler berwarna dapat digunakan
untukdiagnose. Varikokel intratestikular dapat member gambaran sepertiektasis
tubular

7. Penatalaksanaan
Teknik operasi Kebanyakan pasien penderita varikokel tidak selalu berhubungan
dengan infertilitas, penurunan volume testicular, dan nyeri, untuk itu tidak selalu
dilakukan tindakan operasi.Varikokel secara klinis pada pasien dengan parameter
semen yang abnormal harus dioperasi dengan tujuan membalikkan proses yang
progresif dan penurunan durasi dependen fungai testis. Untuk varikokel subklinis
pada pria dengan faktor infertilitas tidak ada keuntungan dilakukan tindakan operasi.
Varikokel terkait dengan atrofi testikular ipsilateral atau dengan nyeri ipsilateral testis
yang makin memburuk setiap hari, harus dilakukkan operasi segera. Ligasi varikokel
pada remaja dengan atrofi testikular ipsilateral memberi hasil peningkatan volume
testis, untuk itu tindakan operasi sangat direkomendasikan pada pria golongan usia
ini. Remaja dengan varikokel grade I-II tanpa atropi dilakukan pemeriksaan tahunan
untuk melihat pertumbuhan testis, jika didapatkantestis yang menghilang pada sisi
varikokel maka disarankan untuk dilakukan varikolektomi.
Indikasi dilakukan operasia:
a. Infertilitas dengan produksi semen yang jelek
b. Ukuran testis mengecil
c. Nyeri kronis atau ketidaknyamanan dari varikokel yang besar.
Alternatif Terapi:
Untuk pria dengan infertilitas, parameter semen yang abnormal, dan varikokel
klinis, adabeberapa alternatif untuk varikokeletomi. Saat ini terdapat teknik
nonbedah termasuk percutaneous radiographic occlusion dan skleroterapi. Teknik
retrogrard perkutaneus dengan menggunakan kanul vena femoralis dan
memasang balon/coli pada venaspermatika interna. Teknik ini masih berhubungan
dengan bahaya pada arteritestikular dan limfatik dikarenakan sulitnya menuju
vena spermatika interna. Radiographic occlusion juga memiliki komplikasi
seperti migrasi emboli paru, tromboflebitis, traumaarteri dan reaksi alergi dari
pemberian kontras.Tindakan oklusi antegrad varikokel dilakukan dengan tindakan
kanulasi perkutan darivena pampiniformis skrotum dan injeksi agen sklerotik.
Teknik ini memiliki angka performa yang tinggi tetapi angka rekurensi jika
dibandingkan dengan yang teknik retrograd, dapat memberikan risiko trauma
pada arteri testikular

Teknik operasi:
Ligasi dari vena spermatika interna dilakukkan dengan berbagai teknik. Teknik yang
paling pertama dilakukkan dengan memasang clamp eksternal pada vena lewat kulit
skrotum.Operasi ligasi varikokel termasuk retroperitoneal, ingunal atau sublingual,
laparoskopik dan mikrokroskopik varikokelektomi.
1. Teknik retroperitoneal (palomo)
Teknik retroperitoneal (palomo) memiliki keuntungan mengisolasi
venaspermatiaka interna kea rah proksimal, dekat dengan lokasi drainase menuju
venarenalis kiri. Pada bagian ini, hanya 1 atau 2 vena besar yang terlihat. Sebagai
tambahan, arteri testicular belum bercabang dan seringkali berpisah dari vena
spermatika interna. Kekurangan dari teknik ini yaitu sulitnya menjaga
pembulullimfatik karena sulitnya mencari lokasi pembuluh retroperitoneal,
dapatmenyebabkan hidrokel post operasi. Sebagai tambahan, angka kekambuhan
tinggi karena arteri testicular terlindungi oleh plexus periarterial (vean
comitantes), dimana akan terjadi dilatasi seiring berjalannya waktu dan akan
menimbulkan kekambuhan.Parallel ingunal atau retroperitoneal kolateral bermula
dari testis dan bersama dengan vena spermatika interna kea rah atas ligasi
(cephalad), dan vena kremaster yang tidak terligasi, dapt menyebabkan
kekambuhan. Ligasi dari atreri testikular disarankan pada anak-anak untuk
meminimalkan kekambuhan, tetapi pada dewasa dengan infertilitas, ligasi arteri
testicular tidak direkomendasikan karena akan mengganggu fungsi testis
a. Pasien dalam posisi supinasi pada meja operasi
b. Insisi horizontal daerah iliaka dari umbilicus ke sias sepanjang 7-
10cmtergantung besar tubuh pasien.
c. Aponeurosis M. External oblique
d. M. internal oblique terpisah 1cm kearah lateral dari M. Rectus
abdominis dan M. Transversus abdominis diinsisi.
e. Peritoneum dipisahkan dari dinding abdomen dan diretraksi.
f. Pembuluh spermatik terlihat berdekatan dengan peritoneum,
sangatlahpenting menjaganya tetap berdekatan dengan peritoneum.
g. Dilanjutkan memotong dinding abdomen menuju M. Psoas posterior.
h. Dengan retraksi luas memudahkan untuk mengidentifikasi vena
spermatika,dan <10% kasus arteri spermatika mudah dilihat, terisolasi
dari seluruhstruktur spermatik dan mudah dikendali.
i. Proses operasi ditentukan dari penemuan intraoperatif. Pada kasus
denganvena multiple, kolateral akan teridentifikasi dan seluruh
pembuluh darah dariureter menuju dinding abdomen terligasi.
Pembuluh darah spermatika secaraterinspeksi pada jarak 7-8cm dan
diligasi dengan pemisahan/ pemotongan,kemudian dijahit permanen.
j. Setelah hemostasis dipastikan, M. Oblique internal, M.
Tranversusabdominalis, dan M.Eksternal oblique ditutp lapis demi
lapis dengan jahitanyang dapat diserap.
k. Fasia scarpa ditutp dengan jaitan yang akan diserapl.Kulit dijahit
subkutikuler dengan jahitan yang dapat diserap

2. Teknik Inguinal (Ivanissevich)


a. Insisi dibuat 2cm diatas simfisis pubis.
b. Fasia M. External oblique secara hati-hati disingkirkan untuk
mencegahtrauma N. Ilioinguinal yang terletak dibawahnya.
c. Pemasangan penrose drain pada saluran sperma.
d. Insisi fasia spermatika, kemudian akan terlihat pembuluh darah spermatika.
e. Setiap pembuluh darah terisolasi, kemudian diligasi dengan menggunakan
benang yang non absorbable.
f. Setelah semua pembuluh darah kolateral terligasi, fasia M. External
obliqueditutup dengan benang yang absorbable dan kulit dijahit subkitikuler

3. Teknik Laparoskopik
Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik retroperitoneal dengan keuntungan
dan kerugian yang hampir sama. Pembesaran optikal dibutuhkan untuk
melakukkan teknik ini, untuk memudahkan menyingkirkan pembuluh limfatik
dan arteri testikular sewaktu melakukkan ligasi beberapa vena spermatika interna
apabila venacomitantes bergabung dengan arteri testikular. Teknik ini memiliki
beberapakomplikasi seperti trauma usus, pembuluh intara abdominal dan visera,
emboli, dan peritonitis. Komplikasi ini lebih serius dibandingkan dengan
varikokelektomi open
4. Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein)Microsurgical subinguinal
atau inguinal merupakan teknik terpilih untuk melakukkan ligasi varikokel.
Saluran spermatika dielevasi kearah insisi, untuk memudahkan pengelihatan, dan
dengan menggunakan bantuan mikroskop pembesaran 6x hingga25x, periarterial
yang kecil dan vena kremaster akan dengan mudah diiligasi, sertaekstraspermatik
dan vena gubernacular sewaktu testis diangkat. Fasia intraspermatika dan ekstra
spermatika secara hati-hati dibuka untuk mencari pembuluh darah. Arteri
testikular dapat dengan mudah diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop.
Pembuluh limfatik dapat dikenali dan disingkirkan,sehingga menurunkan
komplikasi hidrokel
5. Teknik Embolisasi
a. Embolisasi varikokel dilakukkan dengan anestesi intravea sedai dan
localanastesi.
b. Angiokateter kecil dimasukkan ke system vena, dapat lewat vena femoralis
kanan atau vena jugularis kanan.
c. Kateter dimasukkan dengan guiding fluoroskopi ke vena renalis kiri (karena
kebanyakan varikokel terdapt di sisi kiri) dan kontras venogram.
d. Dilakukkan ISV venogram sebagai peta untuk mengembolisasi vena
e. Kateter kemudian dimanuever ke bawah vena menuju kanalis
inguinalisinternal.
f. Biasanya vena atau cabangnya terembolisasi dengan injeksi besi atau platinum
spring-like embolization coils.
g. Vena kemudian terblok pada level kanalis inguinalis interna dan
sendisakroiliaka.
h. Dapat ditambahkan sclerosing foam untuk menyelesaikan embolisasi.i.Pada
tahap akhir, venogram dilakukkan untuk memastikan semua cabangISV
terblok, kemudian kateter dapat dikeluarkan.
i. Dibutuhkan tekanan manual pada daerah tusukan selama 10 menit,
untukmencapai hemostasis
j. Tidak ada penjahitan pada teknik ini. Setelah selesai, pasien diobservasiselama
beberapa jam, kemudian dipulangkan. Angka keberhasilan proses inimencapai
95%
1. Asuhan KeperawatanPengkajian
a. Nama pasien
b. Tempat tanggal lahir
c. Jenis kelamin
d. Umur
e. Agama
f. Kewarganegaraan
g. Status
h. Alamat
i. Riwayat kesehatan dahulu
j. Riwayat kesehatan sekarang
k. Riwayat trauma, kecelakaan sehingga testis rusak
l. Konsumsi obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis
m. Pernah menjalani operasi yang berefek mengganggu organ reproduksi
n. Riwayat kesehatan keluarga
o. Ada riwayat absersi genetic
p. Riwayat Kesehatan Keluargad.Memiliki riwaya
q. Pemeriksaan fisikPada inspeksi dan palpasi terdapat bentukan seperti
kumpulan cacing-cacing di dalam kantung yang berada di sebelah cranial
testis saat penderita berdiri.
2. Data fokus pengkajian
a. Pre Operasi
Data Subjektif
Klien mengeluh belum mempunyai keturunan sampai saat ini
Klien mengungkapkan perasaan tidak nyaman karena adanya benjolan
diatastestis dan terkadang terasa nyeri
Klien mengungkapkan perasaan bersalah atau rendah diri karena tidak
mampu memberikan keturunan
Klien mengungkapkan perasaan cemas terhadap prosedur pembedahan
yangakan dijalaninya
Data Objektif
Adanya benjolan di testis saat pasien berdiri dan hilang saat penderita
duduk
Kontak mata kurang saat berkomunikasi
Jantung berdebar, peningkatan denyut nadi dan tekanan darah dapat
terhadi sesaat sebelum operasi pembedahan
b. Post operasi
Data Subjektif
Klien mengeluhkan nyeri pada bagian tubuh yang dilakukan
tindakanpembedahan
Data Objektif
Suhu, denyut nadi dan tekanan darah dapat meningkat setelah operasi
Terdapat luka bekas operasi yang berhubungan dengan dunia luar

3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Harga Diri: Harga diri rendah
b. Kecemasan b.d kurang informasi tentang prosedur pembedahan dan
perawatanpasca operasic.
c. Nyeri akut b.d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat
pembedahan
d. Resiko infeksi b.d tempat masuknya organisme sekunder akibat pembedahan

BAB III
TINJAUAN KASUS
1.Pengkajian
Data Klien
Nama : Tn. FD
No. MR : 216622
Jenis Kmin : Laki-laki
Tgl Lahir : 20 April 1959
Tgl Tindakan : 08 April 2017
D/Pre Op : Varikokel bilateral Post Mikroligasi Bilateral

Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik
TD : 110/80 mmHg
HR : 80 /i
RR : 18 /i
S : 37 oC
Berat badan : 83 Kg
Mata Anemis : Tidak
Batuk : Tidak
Gigi Palsu : Tidak
Sesak napas : Tidak

Kesadaran : compos mentis


KU : Baik
Kepala : Normochephal
Mata : normal
THT : Normal
Gigi/Lidah : Normal
Leher : Normal
Toraks : Simetris Statis. Tiroid: Normal
Abdomen : Supel, Nyeri ulu hati (-)
Extremitas : Hangat
Kulit : Normal
kelenjer getah bening : (-)
genetalia ekstrena : normal

Riwayat
Yang sedang/pernah diderita :
Tuberkolosis : (-)
Batuk : (-)
Demam : (-)
Demam : (-)
Penyait lainnya (-)
Mendapat Tranfusi Darah (-)
Kejang (-)
Tuberkolosis (-)
Batuk (-)
Demam (-)
Penyakit lainnya (-)
Mendapat Tranfusi Darah (-)
Periksa HIV (-)
Merokok (-)
Alkohol (-)
Obat-obatan (-)

2. Diagnosa
Preoperasi : cemas berhubungan dengan tindakan operasi yang akan dilakukanya
Ds : Klien mengatakan ia sangat cemas terhadap tindakan operasi yang dilakukan
kepadanya
DO :Wajak tampak tegang, pasien terlihat bingun

Peralatan
a. Surgicel Equipment
- Parker Langenback Retractor
- Senn Meuller Retractor
- Babcock Clamp
- Bisturi no.15
- Skapel mess
- Kassa X-ray 40
- Pinset cirurgis
- Couter
- Silikon cateter
b. Microsurgical Equipment
- Micro Scissor (1)
- Micro forcep (2)
- Micro Needle Holder (1)
c. Microscop

3. Langkah-langkah pembedahan varikokel


a. Pasien disiapkan dimeja operasi
b. Posisi pasien dalam supine dalam general anastesi
c. Antisepsis lapangan operasi/area operasi
d. Draping area operasi
e. Dilakukan insisi subinguinal kanan menembus kutis dan subkutis
f. Identifikasi spermastikchord
g. Spermatochord dikenali dan difiksasi keluar
h. Tampak dua vena spermatika interna yang melebar
i. Vena dipasang silikon cateter untuk di pisahkan dari jaingan yang lain
j. Vena-vena yang melebar diligasi dan dipotong (Silk 2-0)
k. Hal yang sama dilakukan pada sisi sebelah kiri sebanyak dua vena
l. Luka operasi ditutup lapis demi lapis (vicryl 3-0)
m. Luka dibersihkan dengan kasa lembabdan di tutup sementara dengan kasa kering
n. Lalu di tutup dengan Lumatul, kassa kecil, tegaderempad
o. Setelah tertutup dengan rapi kemudian di bersihkan dengan t-towel.
p. Operasi selesai

4. Pasien masuk RR
a. Pasang dan obsevasi oksigen (3 Lt/i)
b. Pasang dan obsevasi saturasi ( 100 %)
c. Pasang dan obsevasi tensimeter ( 98/59 Mmhg)
d. Pasang elektroda dan obsevasi HR (64 x/i)
e. Obsevasi luka op pasien ( Luka bersih dan tidak ada rembesan/cairan yang keluar)

5. Diagnosa yang timbul pada Tn. MS


a. Cemas b.d Tindakan operasi yang akan dilakukan terhadapnya
b. Resiko cidera b.d kelemahan fisik / sekunder efek anastesi
c. Nyeri b.d adanya luka insisi pada simpisi bilateral

6. Intevensi & Implementasi


Dx 1.
Dampingi keluarga dan pasien
a. Impl : perawat mendampingi pasien mulai pre s/d post op.
Dengarkan keluhan pasien
b. Impl : perawat mendengarkan keluhan pasien saat pasen merasa cemas
Jaga kontak mata kepada pasien
c. Impl: menjaga kontak mata dengan pasien setiap berinteraksi dengan pasien.
Berikan informasi yang diperlukan
d. Inpl: Memberikan informasi yang diperlukan pasien

DX 2.
Obsevasi TTV
a. Impl : Td : 110/80 mmhg HR : 80 xx/i RR : 18 x/i Spo2 : 100 %
Pantau efek anastesi
b. Impl :klien mendapat general anastesi
Beri posisi yang nyaman
c. Impl : klien di beri posisi supine

DX 3.
Obsevasi TTV
a. Impl : Td : 110/80 mmhg HR : 80 xx/i RR : 18 x/i Spo2 : 100 %
Kaji skala, intesitas, durasi, lokasi nyeri
b. Impl : Skala : 2, Intensitas : sedang, Durasi : Hilang timbul , Lokasi : Perut Bag.
Bawah
Ajarkan klien tehnik relaksasi
c. Impl : mengajarkan pasien untuk melakukan relaksasi napas dalam
Kolaborasi dalam pemberian analgetik
d. Impl : Memberikan obat Ketese

7. Evaluasi
DX 1
S : Pasien mengatakan cemas terhadap operasinya

O : Pasien tampak tegang, pasien banyak bertanya tentang tindakan operasinya

A : Masalah cemas teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan setelah operasi

DX 2
S:-

O : Pasien diberikan general ansthesi, pasien tampak tertidur

A : Masalah Resiko Cidera teratasi sebagian

P : Intervensi dihentikan

DX 3.
S : Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang

O : TD : 110/ 82 HR : 78
RR : 18 Spo2 : 100
KU : Baik
kesadaran : CM
pasien tampak lebih tenang

A : masalah nyeri teratasi sebagian

P : Hentikankan intervensi
lanjutkan terapi dirumah

BAB IV
PEMBAHASAN
Dari beberapa diagnosa yang terdapat pada tinjauan teori, tidak semuanya muncul pada
Tn.FD Hal ini disebabkan karena pada saat pengkajian Tn.FD. tidak menunjukkan respon
yang dapat memunculkan diagnosa seperti pada tinjauan teori.
Berikut adalah diagnosa pada tinjauan teori yang tidak muncul pada tinjauan kasus yaitu :
a. gangguan harga diri : harga diri rendah
diagnosa ini tidak timbul karena selama pengkajian didapatkan data jika klien tidak
pesimis dan rendah hati dengan kondisi kesehatanya, pengkajian spiritual dan
psikososial semua baik dan tidak ada kelainan
b. resiko infeksi b.d tempat masuknya organisme skunder akibat pembedahan
diagnosa ini tidak muncul karena selama prosedur tindakan operasi dan sesudah
tindakan operasi semua tim menjaga kesterilan, dan tidak ditemukanya tanda-tanda
infeksi seperti kenaikan suhu, kenaikan jumlah leukosit
Sedangkan beberapa diagnosa yang muncul pada An. C adalah sebagai berikut:
a. cemas b.d tindakan operasi yang akan dilakukan
Diagnosa ini muncul karena Tn.FD terhadap proses perawatan merasa cemas. Hal ini
ditunjukkan dengan beberapa respon verbal klien yang menunjukkan bahwa klien
khawatir akan proses terapi atau operasi.
b. Resiko cidera b.d kelemahan fisik / sekunder efek anastesi
Diagnosa ini muncul karena selama pembedahan di meja operasi tubuh pasien terpapar
dengan alat-alat keras yang beresiko memberikan cidera pada tubuh pasien, dan nyeri
tekan yang terus menerus yang bisa mengakibatkan klien cidera
c. Nyeri b.d adanya luka insisi pada simpisis bilateral
Diagnosa ini muncul karena Tn.FD setelah operasi mengungkapkan secara verbal jika
terasa nyeri pada perut yang terkena insisi,yang dapat dilihat klien tampak meringis dan
menahan rasa sakit

BAB V
KESIMPULAN

Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan
aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria.
Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-
41% pria yang mandul menderita varikokel.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari
pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada
sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70-93 %). Hal ini disebabkan karena vena spermatika
interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan
bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri
lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya:
kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena
spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus. Indikasi dari
dilakukannya operasi varikokel adalah varikokel yang simptomatis dan dengan komplikasi.
Beberapa tindakan operasi diantaranya adalah ligasi tinggi vena spermatika interna secara
Palomo melalui operasi terbuka atau bedah laparoskopi, varikokelektomi cara Ivanissevich,
atau secara perkutan dengan memasukkan bahan sklerosing ke dalam vena spermatika interna
( embolisasi ). Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah vasoligasi
tinggi dari Palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan
analisis semen, dan 50% pasangan menjadi hamil.
Daftar Pustaka

Behrman;Kliegman; Arvin. (2000). Ilmu kesehatan anak nelson Edisi15. Jakarta:


EGCDoenges, Marylin E. (2000).
Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaandan pendokumentasian perawatan
pasien. Jakarta: EGC
Tambayong, Jan. (1999). Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGCSabiston, David C.
(1994).
Buku ajar bedah. Jakarta: EGCWillms, Janice L; Schneiderman, Henry; Algranati, Paula S.
(2005).
Diagnosis fisik: Evaluasi diagnosis dan fungsi di bangsal. Jakarta:
EGChttp://www.scribd.com/doc/40230587/Varicocele-REFERAT(diakses pada 24 April
2012pukul 00:42 WIB

Anda mungkin juga menyukai