Anda di halaman 1dari 18

Osteoporosis pada Lanjut Usia serta Penanganannya

Stacy Vania
102012043 / F9
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510
Stacyvania@yahoo.co.id

Abstrak
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan menurunnya massa atau densitas tulang
sehingga membuat tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemerikssan
penunjang dapat membantu diagnosis osteoporosis secara pasti dan benar. Pada anamnesis biasanya di dapati
keluhan utama pasien merupakan nyeri pada daerah tertentu, pada pemeriksaan fisik banyak ditemukan
gambaran klinis osteoporosis antara lain kifosis dan penurunan tinggi badan sedangkan pada pemeriksaan x-
ray ditemukan penurunan densitas tulang, selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan penanda tulang seperti
pemeriksaan alkali fosfatase atau osteocalcin. Penanganan dengan terapi farmakologi bisa dilakukan dengan
pemberian kalsium, vitamin D serta bifosfonat, terapi nonfarmakologis juga harus diberikan seperti
berolahraga yang dapat juga membantu proses penyembuhan.

Kata kunci : Osteoporosis, penanganan osteoporosis

Abstract
Osteoporosis is a systemic skeletal disease characterized by decrease in bone mass or density that makes
bones become brittle and easily broken. Anamnesis, physical examination and investigation may help the
diagnosis of osteoporosis for certain and true. In anamnesis usually found the main complaint of patients is
pain in a particular region, on physical examination mayber found common clinical features of osteoporosis,it
is like kyphosis and decrease in height, while the x-ray examination found a decrease in bone density, but it
can also be done examination of bone markers such as alkaline phosphatase examination or osteocalsin
examination. Treatment with pharmacological therapy can be done by giving calcium, vitamin D and
bisphosphonates, nonpharmacologic therapies should also be given like exercise that can also help the
healing process.

Keywords : Osteoporosis, osteoporis treatment

Pendahuluan

1 | Page
Di zaman globalisasi sekarang ini banyak orang yang bekerja atau beraktivitas sangat tinggi bahkan
terkadang mereka memiliki waktu istirahat yang sangat sedikit. Kegiatan-kegiatan ini ditopang oleh system
organ manusia. Contohnya saja tulang dan otot. Aktivitas manusia yang padat dengan tidak diimbanginya
kecukupan dan kelancaran proses metabolisme di dalam tubuh akan membuat organ-organ pada tubuh akan
mengalami gangguan termasuk tulang dan otot yang setiap harinya berperan dalam kehidupan kita semua.
Osteoporosis adalah salah satu penyakit yang dapat menghambat aktivitas manusia. Osteoporosis juga
merupakan penyakit pada usia lanjut yang dapat menyerang siapa saja, gejala-gejala dari osteoporosis itu
sendiri seperti gejala rapuhnya tulang sampai pada patahnya tulang pada usia lanjut termasuk dalam gejala
osteoporosis. Dengan adanya ilmu kedokteran yang berkembang dapat diketahui apakah osteoporosis
menyerang tubuh kita ataukah tidak. Dan berbagai pencegahan juga pengobatan tentang osteoporosis bisa kita
ketahui dalam pembahasan kali ini.

Kasus
Seorang laki-laki usia 60 tahun datang untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Ia
mengeluhkan punggung bawahnya sering nyeri setelah bangun tidur atau setelah beraktifitas, namun ia tidak
berobat untuk keluhan ini karena ia mengira ini hanyalah suatu proses penuaan tulang. Dokter yang
melakiukan pemeriksaan menganjurkan dilakukan x-ray pada pasien dan didapatkan hasil adanya lesi litik
pada L3-L5. Menurut pasien, saat ibu pasien berusia kurang lebih 60 tahun juga mengalami hal yang sama.

Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan memperhatikan
petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien. Riwayat pasien merupakan suatu
komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya, yaitu segala hal yang diceritakan oleh penderita. Anamnesis
atau medical history adalah informasi yang dikumpulkan oleh seorang dokter dengan cara melakukan
wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan spesifik baik itu terhadap pasien itu sendiri (auto-
anamnesis) maupun dari orang yang dianggap dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan
keadaan pasien (allo-anamnesis/hetero-anamnesis). Berdasarkan anamnesis yang baik, seorang dokter
biasanya akan menanyakan identitas dan keadaan pasien meliputi: 1
1. Nama lengkap 6. Status perkawinan
2. Jenis kelamin 7. Pekerjaan
3. Umur 8. Suku bangsa
4. Tempat tanggal lahir 9. Agama
5. Alamat tempat tinggal 10. Pendidikan
Hal pertama yang ditanyakan kepada pasien adalah mengenai riwayat pribadi pasien. Riwayat pribadi
adalah segala hal yang menyangkut pribadi pasien; mengenai peristiwa penting pasien dimulai dari keterangan
kelahiran, serta sikap pasien terhadap keluarga dekat. Termasuk dalam riwayat pribadi adalah riwayat
kelahiran, riwayat imunisasi, riwayat makan, riwayat pendidikan dan masalah keluarga. 1
Setelah mendapatkan data pribadi pasien, anamnesis selanjutnya adalah menanyakan keluhan utama
pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga dan riwayat sosial. 1
2 | Page
Keluhan utama adalah gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan penderita sehingga
mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta menjelaskan tentang lamanya keluhan
tersebut. Keluhan utama merupakan dasar untuk memulai evaluasi pasien. 1 Keluhan utama pasien dengan
gangguan muskuloskeletal pada umumnya meliputi:2
1. Nyeri
Sebagai seorang dokter, diperlukan identifikasi lokasi nyeri yang ditanyakan kepada pasien. Nyeri
biasanya berkaitan dengan pembuluh darah, sendi, fascia, atau periosteum. Perlu ditentukan kualitas nyeri
apakah sakit yang menusuk atau berdenyut. Nyeri berdenyut biasanya berkaitan dengan tulang dan sakit
berkaitan dengan otot, sedangkan nyeri yang menusuk berkaitan dengan fraktur atau infeksi tulang. Perlu
juga diidentifikasi apakah nyeri timbul setelah diberi aktivitas/gerakan. Pada kasus kali ini keluhan
nyeri merupakan keluhan utama yang dialami oleh pasien.2
2. Kekuatan Sendi
Perlu ditanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan, lamanya kekakuan tersebut, dan apakah selalu
terjadi kekakuan.2
3. Bengkak
Perlu ditanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga disertai dengan nyeri, karena bengkak
dan nyeri sering menyertai cedera pada otot dan tulang. Identifikasi apakah ada panas atau kemerahan
karena tanda tersebut menunjukkan adanya inflamasi, infeksi, atau cedera. 2
4. Deformitas dan Imobilitas
Tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-tiba atau bertahap, apakah menimbulkan keterbatasan gerak.
Apakah semakin memburuk dengan aktivitas, apakah dengan posisi tertentu semakin memburuk. 2
5. Perubahan Sensori
Tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian tubuh tertentu. Apakah menurunnya rasa atau sensasi
tersebut berkaitan dengan nyeri. Penekanan pada saraf dan pembuluh darah akibat bengkak, tumor atau
fraktur dapat menyebabkan menurunnya sensasi. 2
Keluhan utama dalam kasus ini adalah seorang laki-laki berusia 60 tahun mengeluh sangat nyeri pada
punggungnya setelah beraktifitas atau tidur. Riwayat penyakit sekarang adalah penyakit yang bermula pada
saat pertama kali penderita merasakan keluhan itu. Tentang sifat keluhan itu yang harus diketahui adalah: 1
1. Tempat
2. Kualitas penyakit
3. Kuantitas penyakit
4. Urutan waktu
5. Situasi
6. Faktor yang memperberat atau yang mengurangi
7. Gejala-gejala yang berhubungan
Pada kasus ini pasien mengaku bahwa keluhan nyeri punggungnya sudah ia derita sejak lama
namun baru sekarang ia keluhkan kepada dokter karna sebelumnya ia mengira ini hanya proses
penuaan.
Riwayat penyakit dahulu adalah riwayat penyakit yang pernah diderita di masa lampau yang mungkin
berhubungan dengan penyakit yang dialaminya sekarang. Riwayat keluarga merupakan segala hal yang
berhubungan dengan peranan herediter dan kontak antar anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami
pasien. Dalam hal ini faktor-faktor sosial keluarga turut mempengaruhi kesehatan penderita. Pada kasus ini
pasien bercerita bahwa ibunya perna mengalami hal yang sama ketika berumur 60 tahunan. 1
3 | Page
Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pendidikan, pekerjaan dan segala aktivitas di luar
pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, perkawinan, tanggungan keluarga, dan lain-lain. Perlu ditanyakan pula
tentang kesulitan yang dihadapi pasien.1
Untuk pasien yang datang dengan kasus muskuloskeletal, seorang dokter harus melakukan anamnesis
sistem organ yang meringkas semua gejala dalam sistem-sistem tubuh. Anamnesis organ tubuh untuk
muskuloskeletal antara lain meliputi: kelemahan otot, kelemahan gerak, kekakuan otot, keterbatasan
gerakan, nyeri sendi, kekakuan sendi, masalah punggung, kram otot, dan juga deformitas. 1

Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik umum adalah untuk mengidentifikasi keadaan umum pasien saat
pemeriksaan dengan penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan sakit, gizi dan aktivitasnya baik dalam
keadaan berbaring atau berjalan.1
Setelah anamnesis selesai dilakukan, maka pemeriksaan fisik biasanya dimulai dengan pemeriksaan
objektif yaitu tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu dan tingkat kesadaran, serta pemeriksaan tanda-
tanda vital dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. 1
Dalam pemeriksaan fisik untuk muskuloskeletal khususnya pada kasus ini, biasanya yang dilakukan
adalah inspeksi dan palpasi saja. Selain itu, dalam pemeriksaan muskuloskeletal juga diperiksa bagaimana
cara berjalan dan mobilitas tubuh dari pasien. Pasien yang masih bisa memiringkan badannya tanpa kesulitan
dikatakan sikap badannya aktif, sebaliknya yang lemah sikap badannya pasif. Pada beberapa penyakit tulang,
sendi atau saraf, cara berjalan dapat memberi petunjuk yang berarti. 1 Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara
sistematis untuk menghindari kesalahan. Jika mungkin, gunakan ruangan yang cukup luas sehingga pasien
dapat bergerak bebas saat pemeriksaan gerakan atau berjalan. Teknik inspeksi dan palpasi dilakukan untuk
mengevaluasi integritas tulang, postur tubuh, fungsi sendi, kekuatan otot, cara berjalan dan kemampuan
pasien melakukan aktivitas sehari-hari selain itu tinggi badan dan berat badan juga harus diukur. Kedalaman
pengkajian bergantung pada keluhan fisik pasien dan riwayat kesehatan dan semua petunjuk fisik yang
ditemukan. Pemeriksa harus melakukan eksplorasi lebih jauh. Pada pemeriksaan fisik, terlihat tanda-tanda
fraktur yang klasik antara lain:2
1. Look
Deformitas : penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan.
Fungsiolaesa : hilangnya fungsi gerak pada bagian yang mengalami fraktur.
2. Feel
Terdapat nyeri tekan dan nyeri sumbu
3. Move
Krepitasi : terasa krepitasi saat bagian tersebut digerakkan.
Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.
Memeriksa seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan,
range of motion dan kekuatan.
Pada kasus ini tidak di beritahukan tentang pemeriksaan fisik yang sudah dilakukan.

4 | Page
Seharusnya pada pemeriksaan fisik osteoporosis sering ditemukan kifosis dorsal atau gibbus
(dowagers hump) dan penurunan tinggi badan selain itu didapati juga protuberantia abdomen,
spasme otot pravetebral dan kulit yang tipis.4

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan laboratorium dalam arti luas adalah setiap pemeriksaan
yang dilakukan di luar pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang dalam garis besarnya dimaksudkan sebagai
alat diagnostik, petunjuk tatalaksana, dan petunjuk prognosis. 1
Pemeriksaan penunjang untuk kasus yang berhubungan dengan muskuloskeletal antara lain bisa
berupa: film polos, isotop, CT scan, maupun MRI.
Film polos merupakan pemeriksaan penunjang radiologis yang utama pada sistem skeletal dimana
penatalaksanaannya harus dilakukan dengan dua proyeksi. Untuk daerah vertebra sebaiknya digunakan
proyeksi yaitu pada posisi anteroposterior dan lateral. 3
Isotop adalah pemeriksaan dimana kandungan senyawa technetium-99m fosfonat terakumulasi pada
tulang beberapa jam setelah penyuntikan isotop secara intravena; pada prinsipnya pemeriksaan ini dilakukan
untuk mendeteksi proses peradangan pada jaringan lunak muskuloskeletal, lesi-lesi metastatik pada tulang,
dan kelainan fungsional tulang.3
Computed Tomography Scan atau CT-Scan adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk mengevaluasi
fraktur tertentu yang terjadi pada seseorang. 3
Magnetic Resonance Imaging atau MRI adalah pemeriksaan yang membantu untuk melihat adanya
massa jaringan lunak, tumor tulang, maupun sendi. MRI sangat sensitif pada trauma kartilago, otot, ligamen,
dan tendon.3
Pemeriksaan yang akan dilakukan untuk pasien ini adalah film polos atau x-ray. Selain itu
dapat juga dilakukan pemeriksaan Bone-spesific alkaline phospatase.
Bone-spesific alkaline phospatase adalah pemeriksaan alkali fosfatase yang dihasilkan oleh osteoblas
yang berguna untuk mineralisasi tulang sehingga dapat diketahui kinerja osteoblas dan tingkat mineral di
dalam tulang. Nilai normal: pria 90239 /L dan wanita di bawah 45 tahun 76196 /L dan wanita >45
tahun 87250 /L. 4,5
Selain itu juga dapat dilakukan test Osteocalcin yang juga merupakan pertanda aktivitas osteoblas dan
formasi tulang serta resorpsi mineral tulang, sehingga pada proses pertumbuhan tulang osteocalcin sangat
tinggi kadarnya di dalam tulang4

Diagnosis Kerja : Osteoporosis


Osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan penurunan densitas massa
tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun
2001, National Institute of Health (NIH), mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang
sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah. 4

5 | Page
Osteoporosis Tipe I&II
Osteoporosis dibagi menjadi 2 jenis, osteoporosis tipe primer, dan osteoporosis sekunder.
Osteoporosis primer tidak diketahui penyebabnya, sedangkan osteoporosis sekunder diketahui
penyebabnya. Osteoporosis primer kemudian dibagi menjadi 2 jenis, yakni osteoporosis tipe I dan II.Tipe
yang pertama disebut juga osteoporosis pasca menopause, sedangkan yang kedua disebut osteoporosis
senilis karena terjadi gangguan absorbsi kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme
sekunder yang mengakibatkan osteoporosis. Penelitian menunjukan bahwa baik pada tipe pertama dan
kedua, keduanya terkait erat dengan kadar estrogen dalam tubuh. Selain itu, diketahui pula bahwa
pemberian kalsium dan vitamin D tidak memberikan hasil yang adekuat pada tipe II. 4
Patogenesis Osteoporosis Tipe I
Resorpsi tulang meningkat setelah menopause, terutama 10 tahun setelah menopause. Oleh karena itu
maka insidens fraktur, terutama fraktur vertebrae dan radius distal meningkat. Penurunan densitas tulang
terutama pada tulang trabekular yang memiliki permukaan yang luas. Hal ini dapat dicegah dengan terapi
estorgen. Pertanda terjadinya resorpsi tulang dan formasi tulang, keduanya mengalami peningkatan bone
turnover. Estrogen, dalam hal ini menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells
dan sel-sel mononuklear seperti IL-1, IL-6 dan TNF-a yang berperan meningkatkan kerja osteoklas.
Karena itulah, ketika seseorang mengalami menopause dan mengalami penurunan kadar estrogen,
maka terjadi peningkatan berbagai macam sitokin yang berujung pada peningkatan produksi
osteoklas. 4
Selain meningkatkan produksi osteoklas, menopause juga menurunkan absorbsi kalsium di usus dan
meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal. Menpause juga menurunkan sintesis berbagai macam protein
yang membawa 1,25(OH)2D sehingga pemberian estrogen akan meningkatkan konsentrasi 1,25(OH) 2D
pada plasma. Tapi pemberian estrogen transdermal tidak berpengaruh karena tidak dibawa ke hati. Meskpiun
estrogen transdermal bisa meningkatkan absorbsi Ca 2+ di usus secara langsung tanpa dipengaruhi vitamin D. 4
Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat
pada wanita menopause sehingga akan memperberat osteoporosis. 4
Patogenesis Osteoporosis Tipe II
Selama hidupnya, wanita akan kehilangan 42% tulang spinalnya, dan 58% tulang femurnya. Pada
umur 80-90an, terjadi ketidakseimbangan remodelling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat sedangakan
formasi tulang tetap atau menurun. Hal ini menyebabkan penurunan masa tulang, perubahan mikroarsitektur
tulang dan peningkatan resiko fraktur. Sampai saat ini tidak diketahui penyebab menurunanya osteoblas pada
orang tua, diduga karena penurunan estrogen dan IGF-1. Defisiensi vit D dan kalsium juga sering
dialami orang tua karena berbagai faktor, seperti asupan yang kurang, malabsorbsi, anorexia dan
kurangnya paparan sinar matahari. Hal ini semakin meningkatkan resorpsi tulang dan menurunkan massa
tulang, terutama pada orang-orang yang tinggal di daerah dengan 4 musim. Defisiensi protein, aspek
lingkungan dan genetik juga berpengaruh. 4

6 | Page
Beda halnya dengan pria yang tidak mengalami menopause sehingga tidak terjadi penurunan kadar
estrogen secara mendadak, maka kehilangan massa tulang dalam jumlah besar seperti pada wanita tidak
4
terjadi. Kehilangan massa tulang terjadi secara linier, dan menipis secara sedikit demi sedikit.
Dengan bertambahnya umur, remodelling endokortikal dan intrakortikal akan meningkat sehingga
kehilangan tulang terutama terjadi pada tulang kortikal dan meningkatkan resiko fraktur tulang kortikal, misal
pada femur proksimal. Total permukaan tulang untuk remodelling tidak berubah dengan bertambahnya umur.
Pada laki-laki tua, peningkatkan resorpsi endokortikal tulang panjang akan diikuti peningkatakan formasi
periosteal, sehingga diameter tulang panjang akan meningkat dan menurunkan resiko fraktur pada laki-laki
tua. 4
Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua.
Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural,
gangguan pengelihatan, lantai yang licin atau tidak rata dsb. Pada umumnya resiko terjatuh pada orang tua
tidak disebabkan oleh penyebab tunggal. 4

Diagnosis Banding
1. Multiple Myeloma
Multiple myeloma (MM) adalah tumor malignan tersering kedua pada tulang dan paling sering mengenai
tulang belakang terutama pada bagian vertebrae yang kaya akan sumsum merah. Dikenal juga dengan nama
plasma cell myeloma atau Kahlers disease, Multiple myeloma adalah kanker pada sel plasma, sejenis sel
darah putih yang berfungsi menghasilkan antibodi. Pada multiple myeloma, akumulasi jumlah sel plasma
abnormal di sumsum tulang belakang akan menggangu produksi sel darah normal. Pada beberapa kasus
Multiple myeloma juga menunjukan adanya produksi protein abnormal yaitu paraprotein yang dapat
menyebabkan kerusakan pada ginjal. Lesi pada tulang dan hiperkalsemia atau kadar kalsium yang tinggi juga
sering dijumpai.6,7
a. Epidemiologi
Di Amerika dan Eropa insidennya 3 diantaran 100.000 penduduk, lebih banyak ditemukan pada orang
kulit hitam dibandingkan dengan kulit putih, dan lebih banyak pada usia lanjut (rata-rata pada usia 62
tahun). Di Indonesia, dilaporkan penyakit ini lebih banyak menyerang laki-laki dibandingkan wanita,
pada rentang usia 52-72 tahun. Insiden dilaporkan meningkat setelah terkena sinar radioaktif. 8
b. Patofisiologi
Multiple myeloma dicirikan dengan adanya proliferasi neoplastik sel plasma pada lebih dari 10%
sumsum tulang belakang. Penelitian menunjukan bahwa sel tumor pada sumsum tulang belakang
memainkan peran yang penting pada patogenesis myeloma sehingga opsi penatalaksanaan yang adapun
semakin banyak. Sel malignant pada Multiple myeloma, sel plasma dan limfosit plasmatosit adalah
limfosit-B yang paling matang, dikarakteristikan dengan produksi antibodi monoklonal IgG dan IgA.
Peran sitokin juga menjadi sasaran penelitian. Interleukin (IL)-6 juga merupakan faktor penting pada
9
pertumbuhan in-vitro sel myeloma. Siitokin lain yang berpengaruh adalah TNF dan IL-1b.

7 | Page
Proliferasi sel yang berlebihan menyebabkan penghancuran tulang dengan lesi osteolitik, anemia
dan hiperkalasemia. Penghancuran tulang dan pergantianya dengan sel tumor menyebabkan kesakitan,
penekanan pada korda spinalis dan fraktur patologis. Infiltrasi sumsum tulang belakang oleh sel plasma
berujung pada neutropenia, anemia dan trombositopenia. Multiple myeloma juga dapat menyebabkan
kerusakan ginjal dimana yang tersering adalah cedera tubuler dan amylodosis. Kondisi ginjal yang
paling sering ditemukan antara lain nefropatia hiperkalsemik, hiperurisemia karena infiltrasi renal oleh
sel plasma. 9
c. Manifestasi dan Gejala Klinis
Penyakit ini sering kali di dahului tanpa keluhan yaitu asimptomatik. Keluhan tersering yang muncul
adalah gejala-gejala yang berhubungan dengan anemia, nyeri tulang dan infeksi. Nyeri tulang yang
timbul dapat di sebabkan oleh gejala-gejala akibat kerusakan pada rangka tulang tubuh, berupa
pembengkakan, nyeri setempat, nyeri hebat yangterus menerus, dan fraktur patologis yang dapat terjadi
padatulang-tulang tengkorak, veterbra, sternum, iga-iga, ileum, sacrum dan pangkal-pangkal sendi bahu
dan panggul. Nyeri dapat bersifat hilang timbul, berpindah-pindah, dan menyerupai reumatik, paling
sering pada tulang punggung. Fraktur patologis di tulang punggung menyerupai nyeri pada pleuritis,
gangguan neurologis, deformitas dinding dada, dan berkurangnya tinggi badan, bila kerusakan pada
tulang punggung bagian pinggang, bagian dada, serta bagian bawah. Dalam perjalanan penyakit yang
lanjut, dapat terjadi gagal ginjal kronik. Kadang-kadang pasien didiagnosis myeloma multiple
karena penemuan labolatoriun yang menunjukan hiperkalsemia, proteinuria, dan abnormalitas
pada elektroforesis serum.8
Pada pemeriksaan fisik pasien mungkin memperlihatkan wajah yang pucat, tulang yang lunak dan
terdapat massa pada jaringan lunak. Pasien mungkin dapat membuat gejala neurologis yang
berhubungan dengan neuropati atau kompresi tulang belakang. Ada pula gejala neurologis yang unik
berupa ensefalopati hiperkalsemia yaitu bingung, delirium atau koma, mual-mual, muntah atau bahkan
dehidrasi. Pasien dengan amiloidosis dapat mempunyai lidah yang membesar, neuropati dan gagal
jantung kongestif.8
Pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan labolatorium terdapat anemia, Hb antara 7-10g/dl dengan
gambaran norsitik normokrom dan disertai dengan rendahnya kadar retikulosit. Pemeriksaan leokosit
umumnya normal, kecuali pada 50% kasus ditemukan neutropenia dengan limfositosis relative serta
ditemukannya sel plasma dan limfotif muda. Trombosit umumnya dalam batas normal, meskipun dalam
beberapa kasus tombositopenia mungkin saja terjadi. 8
Pada pemeriksaan radiologi, lesi tulang tampak sebagai kelainan yang disebut punch out lesion. Lesi
ini pada tulang iga memberikan gambaran motting (keropos), sedangkan pada tulang punggung
gambarannya berupa struktur tulang jarang, tumor globular, pemendekan, dan pemuntiran serta
hilangnya bayangan diskus intervetebra. Tetapi pada stadium disi lesi tulang yang ditemukan adalah
osteoporosis, sangat jarang ditemukan osteosklerosis. Kadang-kadang ditemukan pula tumor sel
plasma soliter yang memberikan gambaran lesi kistik yang berbentuk seperti bursa sabun yang besar

8 | Page
dan tunggal. Dalam pemeriksaan sum-sum tulang ditemukan sel myeloma 5%-10% dan apa bila
ditemuakn lebih dari itu diagnosis multiple myeloma dapat ditegakan. Dengan mikroskop dapat
ditemukan inkusi imunoglobin yang menumpuk.6,8
d. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah menghilangkan rasa sakit sehingga pasien dapay bergerak aktif untuk
menghindari demineralisasi tulang yang lebih lanjut akibat immobilisasi. Pemakaian korset lumbal
dapat dilakukan agar mengurangi rasa nyeri punggung. Minum banyak air 2-3 liter per hari agar urin
banyak dan cukup untuk mengeluarkan kalsium,asam urat dan rantai ringan immunoglobulin. Setiap
infeksi yang terlihat harus berhati-hati dan diobati secepatnya. Bila patah tulang panjang sebaiknya
dipasang pin intra medular kemusian diradiasi. Radiasi sebaiknya juga diberikan pada kelainan
osteolitik yang terlokalosasi massa paraspinal, serta pemekanan pada sum-sum tulang. 8
Bila terdapat hiperkalsemia dapat diberikan pengobatan dengan infuse cairan dan prednisolon.
Pengobatan medikamentosa yang dianjurkan adalah dengan kombinasi melfalan atau siklofosfamid
dengan prednisolon secara intermiten. Dosis melfalan 10mg/m 2 selama 4 hari kemudian diulang 4-6
minggu kemudian. Dosis ini dapat dinaikan sampai timbul neutropenia atau trombositopenia ringan atau
sampai ada perbaikan keadaan pasien yang nyata. Sedangkan prednisolon diberikan 60mg/m 2, juga
selama 4 hari lalu kemudian diulang 4-6 minggu kemudian. Sedanglan dosis siklofosfamid adalah
1000mg/m2 IV diberikan 1 kali saja, lalu diulang 4-6 minggu kemudian. Pengobatan kombinasi tersebut
dapat diberikan paling lama selama 1 tahun atau kurang. 8
e. Prognosis
Penyakit ini dapat dikontrol dengan baik, meskipun tidak dapat disembuhkan. Program pasien
tergantung pada hal-hal berikut ini, yaitu kadar ureum, kreatinin dan kalsium serum, ada atau tidaknya
protein yang mempunyai berat molekul tinggi dalam urin, kuantitas dan kualitas lesi tulang, ada
tidaknya anemia, presentase sel myeloma dalam tulang dan umur pasien, dll. 8

2. Penyakit Paget
Penyakit Paget adalah gangguan tulang yang ditandai oleh pola remodelling tulang yang dipercepat.
Episode berulang penguraian tulang yang cepat diikuti oleh periode pembentukan tulang yang singkat. Tulang
baru menjadi tebal dan kasar, proses ini akhirnya menyebabkan nyeri, deformitas struktural dan kelemahan
akan dikenali sebagai sebab kenaikan alkali fosfatase. Aliran darah ke tulang yang dipengaruhi oleh penyakit
Paget meningkat untuk memenuhi kebutuhan metabolik yang tinggi yang menyebabkan pembesaran tulang
yang terkena. Tulang baru abnormal dalam struktur, menyebabkan ia lebih lemah dari tulang normal,
meskipun mengandung mineral yang sangat tinggi. Tulang panjang dan tulang kranium, spina, dan panggul
adalah tulang yang paling sering terkena. Prevalensi penyakit Paget pada pria lebih tinggi dibanding wanita.
Biasanya dijumpai pada individu yang berusia lebih dari 70 tahun. Penyebab penyakit ini tidak diketahui. 3,4,5
Penyakit paget berhubungan dengan kelainan fungsi osteoklas, yang menjadi sangat aktif sehingga mengubah
homeostasis normal dari remodelling tulang:

9 | Page
Pada tahap awal terjadi peningkatan resorpsi tulang, sehingga membentuk lesi lisis (osteoporosis
sirkumskripta).
Pada tahap lanjut terjadi stimulasi pembentukan tulang baru yang tidak proporsional dan tidak teratur,
menyebabkan adanya daerah-daerah sklerosis tulang.
Siklus resorpsi dan pembentukan menyebabkan peningkatan besar dalam turnover tulang dan
akhirnya terbentuk tulang yang sangat tidak teratur, dan rentan terhadap fraktur.6
Penyakit Paget ssering kali asimtomatik dengan satu-satunya kelainan hanya berupa peningkatan
fosfatase alkali. Seiring dengan waktu, 90% dari pasien-pasien ini menunjukkan gejala Paget. Gambaran
yang simtomatik tergantung dari tempat dan banyaknya tulang yang terlibat. Sebanyak 20% pasien
mengalami lesi tulang tunggal. Panggul, tulang belakang, tulang-tulang panjang, dan tengkorak merupakan
tempat yang paling sering terkena. Gejala yang umum meliputi nyeri tulang, deformitas tulang, dan
peningkatan suhu pada daerah yang terkena. Komplikasi pada tulang yang penting adalah fraktur
(10%) dan sarkoma osteogenik (jarang < 1%). 6
Komplikasi-komplikasi lain sangat jarang terjadi, seperti: 6
Komplikasi kardiovaskuler: keadaan output yang meningkat akan menyebabkan gagal jantung atau
penyakit jantung iskemik.
Komplikasi neurologis: kompresi saraf kranial, tuli konduktif (karena osifikasi tendon stapedius/
kompresi N.VIII) dan stenosis spinal.
Lain-lain: termasuk hiperkalsemia atau hiperkalsiuria, yang nantinya akan menyebabkan batu ginjal.
Ciri khas pada penyakit Paget adalah adanya gambaran cotton wool apperance di tulang kepala yaitu
gambaran seperti kapas dan ivory vertebral body pada columna vertebra yang terlihat lebih opak
dibandingkan dengan vertebra lainnya. Terapi penyakit paget dapat dilakukan dengan cara simtomatik
terlebih dahulu karena pada penyakit ini yang menjadi keluhan adalah rasa nyeri yang sangat tinggi, jadi dapat
diberikan obat golongan NSAID seperti ibuprofen atau kolkisin dan setelah rasa nyeri hilang baru di terapi
dengan obat golongan bifosfonat seperti etidronat 5-20mg/hari, tetapi pemberian etidronat harus dikombinasi
dengan obat lambung karena dapat berefek samping pada gastroinstetinal. Selain penggunaan bifosfonat dapat
juga pasien diterapi dengan kalsitonin, hal ini dilakukan jika dengan terapi bifosfonat tidak didapatkan
perbaikan, tetapi penggunaan kalsitonin memiliki efek samping yang lebih besar dibandingkan dengan
penggunaan bifosfonat. Jadi kalsitonin tidak direkomendasikan sebagai lini pertama pada terapi penyakit
paget.

Penatalaksanaan
Dalam menangin suatu penyakit dibutuhkan terapi obat-obatan atau farmakologis dan edukasi
pencegahan penyakit tersebut. Berikut merupakan terapi farmakologis dan edukasi terhadap osteoporosis.
1. Farmakologis
a. Kalsium
Asupan kalsium pada penduduk asia pada umumnya lebih rendah dari kebutuhan kalsium yang
direkomendasikan Institute of Medicine, National Academy of Science (1997), yaitu sebesar 1200mg.

10 | P a g e
Kalsium sebagai monoterapi ternyata tidak dapat mencegah fraktur pada pasien osteoporosis. Preparat
kalsium terbaik adalah calcium karbonat, karena mengandung kalsium element 400 g /gram,
disusul oleh kalsium fosfat, kalsium sitrat, kalsium laktat dan kalsium glukonat. 4,10
b. Vitamin D
Vitamin D digunakan untuk penyerepan kalsium diusus. Lebih dari 90% vitamin D disintesis dibawah
kulit oleh paparan sinar ultraviolet. Pada orang tua kemampuan untuk aktifasi vitamin D dibawah
kulit menjadi sangat berkurang, sehingga pada orang tua sering terjadi defisiensi vitamin D. kadar
vitamin D dalam darah dapat diukur dengan mengukur kadar 25-OH vitamin D. 4
Pada penelitian didapatkan suplementasi 500 IU kalsiferol dan 500mg kalsium peroral selama 18
bulan ternyata dapat menurunkan risiko fraktur non spina sampai 50%. Vitamin D diindikasikan untuk
paraorang tua yang jarang terkena paparan sinar matahari tetapi tidak diindikasikan kepada populasi
anak-anak asia yang banyak terpapar sinar matahari. 4,10
c. Esterogen
Pencegahan fraktur pada wanita usia lanjut dengan osetoporosis menggunakan estrogen masih
controversial. Beberapa studi membuktikan perempuan dengan terapi esterogen mengalami
kemungkinan terkena penyakit kantung empedu 34% lebih tinggi dan risiko untuk menjalani operasi
biller adalah 38% lebih tinggi, risiko kematian akibat kanker ovarium pun lebih tinggi hingga 51%.
Selain itu ada pula studi yang merupakan uji klinik randomisasi terkontrol pada wanita 50-79 tahun
mendapatkan penurunan panggul dan vertebra sebesar 24%, tetapi efek samping pemakainan jangka
panjang adalah kanker payudara dan kanker endometrium. 4,10
d. Kalsitonin
Kalsitonin intranasal (200 IU perhari selama 5 tahun)dapat menurunkan risiko fraktur vertebra sampai
21%. Sedangkan bukti klinis terhadap pencegahan fraktur non vertebra belum banyak di teliti. 10
e. Bifosfonat
Bifosfonat adalah analog pirofosfat dimana atom oksigennya digantikan oleh carbon.obat ini
mempunyai efek menghambat resorpsi tulang, efek ini ditemukan secara empiris pada saat melakukan
studi tentang mineralisasi tulang. Obat bifosfonat bekerja menghambat enzyme farnesyl difosfonat
sintase sehingga kadar geranylgeranyl difosfonat menurun. Geranilgeranyl difosfonat diperlukan
untuk reaksi prenilasi guanosine-trifosfat binding protein yang sangat essensial untuk aktivitas
osteoklas. Penghambatan osteoklas akan mengakibatkan apoptosis osteoklas sehingga proses resopsi
tulang menjadi tidak terjadi, menurunkan turn over tulang sehingga keseimbangan tulang menjadi
positif. Pyrimidinyl bifosfonat 5mg selama 12 bulan mampu meningkatkan densitas mineral tulang
sampai 0,8%-3,8% divetebra dan 11%-1,1% ditulang femur.
Pemakaian bifosfonat memerlukan perhatian khusus untuk usia lanjut karena iritasi esophagus yang
dapat ditimbulkannya. Untuk mencegahnya maka pasien harus minum obat dengan air yang cukup
pada posisi duduk tegak dan tetap tegak selama 30 menit. 10
f. Hormone paratiroid
Penggunaan hormone paratiroid (PTH) yang diberikan selaka 18-23bulan dengan dosis 20-40mg
dikombinasikan dengan obat yang menghambat osteoklas lain seperti bifosfonat atau kalsitonin
mampu menaikan densitas tulang dan menurunkan faktor risiko terkena fraktur secara bermakna pada
perempuan osteoporosis pasca menopause. PTH juga dapat bekerja secara langsung terhadap tulang

11 | P a g e
dengan meningkatkan aktivitas osteoblas dengan cara memperpanjang usia hidup osteoblas sehingga
meningkatkan jumlah osteoblas, sehingga densitas tulang bertambah, hal iini terutama akan terlihat
pada 12-18 pertama.10
2. Non-Farmakologis
Secara teoritis, osteoporosis dapatdiobati dengan cara menghambat kerja osteoclas dan/atau meningkatkan
kerja osteoblas. Walaupun demikian saat ini obat yang beredar umumnya menekan kerja osteoklas,
contohnya esterogen, bifosfonat dan kalsitonin. Sedangkan yang meningkatkan osteoblas adalah Na-
Flourida dan PTH. Sedangkan kalsium dan vitamin D tidak member dampak pada osteoklas maupun
osteoblas, tetapi diperlukan untuk optimalisasi mineralisasi tulang. Kekurangan kalsium darah akan
meningkatkan PTH sehingga pengobatan menjadi tidak efektif. Maka dari itu harus dilakukan edukasi
terhadap pasien-pasien osteoporosis antara lain :
1. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik secara teratur untuk memelihara kekuatan, kelenturan dan
koordinasi system neuro muscular serta kebugaran.
2. Hindari rokok, alcohol, mengangkat barang-barang yang berat dan berbagai hal yang menyebabkan
pasien terjatuh serta berbagai obat-obatan atau penyakit yang menyebabkan osteoporosis.
3. Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testosterone dan menopause awal pada wanita
dan perbanyaklah vitamin D didalam tubuh dengan memberikan suplementasi 400 IU/ hari atau 800
IU/hari pada orang tua.
4. Hindari pengeksresian berlebihan kalsium di ginjal dengan memberikan natrium sampai 3gr/hari
untuk meningkatkan resopsi kalsium urin>300mg/hari, berikan diuretic tiazid dosis rendah (HCT
25mg/hari).
Terdapat pula latihan yang sangat penting bagi penderita osteoporosis karena dengan latihan pasien
osteoporosis akan lebih tangkas dan lebih kuat ototnya sehingga tidak mudah terjatuh, selain itu latihan
juga akan mencegah perburukan osteoporosis karena tulang akan mendapatkan rangsangan
biofisikoelektrokemikal yang akan meningkatkan remodeling tulang. Pada pasien osteoporosis latihan
pertama-tama dilakukan tanpa beban lalu akan ditingkatkan perlahan-lahan dengan beban hingga
mencapai beban yang adekuat. Selain latihan dapat dipakaikan alat bantu pada pasien osteoporosis
misalkan korset lumbal, korset ini akan mencegah pasien mengalami fraktur korpus vertebra, dapat juga
dibantu dengan tongkat attau alat bantu lainnya, terutama pada orang tua yang terganggu
keseimbanganya. 4

Prognosis
Densitas tulang dapat dijadikan tolak ukur terapi berhasil atau tidak. Bila dalam waktu 1 tahun tidak terjadi
peningkatan atau penurunan densitas tulang artinya terapi yang dijalankan berhasil karena activitas osteoclas
sudah dapat ditekan. Selain pemeriksaan densitas tulang pemeriksaan labolatorium seperti alkali fosfatase dan
osteocalcin dapat juga menilai hasil terapi.
Prognosis pada osteoporosis sebenarnya baik jika ditangani dengan baik dan diketahui sejak dini. Dengan
pemberian obat-obatan dan latihan fisik yang cukup akan memperlambat kerja osteoclas sehingga tidak akan
terjadi penurunan densitas tulang lagi. Namun penurunan densitas tulang yang terjadi sebelum terapi harus
12 | P a g e
diperbaiki juga dengan pemberian kalsium serta vitamin D. Dengan penanganan yang tepat dan jika diketahui
sejak dini osteoporosis dapat dihidari dari komplikasi-komplikasinya. Salah satu cara mengetaui densitas
tulang dini adalah dengan pemeriksaan Bone Density.4

Komplikasi
Pada penyakit osteoporosis yang terjadi adalah penurunan densitas tulang sehingga pasien-pasien yang
menderita osteoporosis mempunyai kemungkinan besar unntuk terjadi komplikasi yaitu fraktur osteoporotic.
Insidens fraktur pergelangan tangan meningkat secara bermakna setelah umur 50an, fraktur vertebra 60an, dan
fraktur panggul 70an. Pada perempuan resiko fraktur 2kali dibandingkan dengan laki-laki pada umur yang
sama dan krena angka harapan hidup perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki maka prevalensi fraktur
osteoporotic pada perempuan menjadi jauh lebih tinggi di bandingkan dengan laki-laki. 4

Epidemiologi dan Faktor Resiko Osteoporosis


Osteoporosis dapat menyerang pria maupun wanita. Kondisi ini berkaitan dengan usia dan khusus
pada wanita umumnya karena menopause. Satu dari tiga wanita dan satu dari 12 pria berusia di atas 50 tahun
akan menderita retak osteoporosis hal ini dikarenakan penurunan densitas tulang sehingga pada pasien yang
menderita osteoporosis sangat memungkinkan untuk terjadi fraktur.4
Selain itu dari penelitian yang luas tampak jelas bahwa fraktur yang berkaitan dengan osteoporosis
sering ditemukan pada laki-laki maupun perempuan. Analisis catatan pasien memperlihatkan 150.000 kasus
fraktur yang berkaitan dengan osteoporosis setiap tahunnya di Inggris dan diantara jumlah tersebut 60.000nya
adalah fraktur pada pinggul. Sedangkan di AS dilaporkan lebih dari 1,2 juta kasus fraktur yang berkaitan
dengan osteoporosis setiap tahunnya. 11

Etiologi Osteoporosis
1. Genetic
Laki-laki yang orang tuanya menderita osteoporosis, ternyata memiliki densitas massa tulang yang lebih
rendah dibandingkan laki-laki pada umumnya. Selain itu laki-laki yang ibunya menderita fraktur panggul,
ternyata memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita fraktur vertebra. Sampai saat ini, tidak di dapatkan
gen spesifik yang megatur massa tulang dan risiko fraktur pada laki-laki. 4
2. Hipogonadisme
Hipogonadisme merupakan salah satu penyebab osteoporosis dan gagalnya pencapaian massa tulang pada
laki-laki. Dalam hal ini, terapi pengganti testosterone memiliki efek yang baik untuk meningkatkan massa
tulang pada laki-laki dengan hipogonadisme. Sering kali pemeriksaan hipogonadisme pada laki-laki tidak
mudah di deteksi, karena ukuran testis tetap normal, libido yang tetap normal, kadar testosterone yang
tetap normal walaupun kadar luteinizxing hormone meningkat. 4
3. Involusi
Dengan bertambahnya umur, terjadi penurunan massa tulang pada laki-laki, kira-kira 3%-4% per-dekade
setelah umur 40 tahun. Setelah umur 50 tahun, kehilangan massa tulang lebihbesar lagi, walaupun
demikian tetap lebih rendah dibandingkan wanita. Resopsi endosteal pada laki-laki, tampaknya di

13 | P a g e
kompensasi dengan formasi periosteal, sehingga risiko fraktur dan penurunan densitas tulang tidak
sehebat pada wanita.4
4. Penyakit dan obat-obatan
Berbagai penyakit, obat-obatan, dan gaya hidup dapat menyebabkan osteoporosis sekunder pada laki-laki,
misalnya glukokortikoid, merokok, alcohol,I nsufisiensi, ginjal, kelainan gastrointestinal dan hati,
hiperparatiroidisme, hiperkalsiuria, antikonvulsan tirotoksikosis, imobilisasi lama, arthritis rheumatoid
dsb. 4
5. Idiopati
Sekitar 30% osteoporosis pada laki-laki ternyata tidak diketahui jelas penyebabnya. Diagnosis
osteoporosis idiopatik ditegakan setelah semua penyebab lain dapat disingkirkan. Saat ini diduga terdapat
hubungan antara osteoporosis idiopatik dengan rendahnya kadar IGF-I atau IGF-I binding protein 3. 4

Gambaran Klinis Osteoporosis


Pada umumnya pasien dengan osteoporosis datang ke dokter dengan keluhan nyeri pada tulangnya.
Nyeri ini bisa dikarenakan penurunan densitas tulang, sehingga tulang tidak mampu menumpu berat badat lagi
atau dapat juga nyeri dikarenakan fraktur pada tulang yang terjadi osteoporosis. Fraktur vertebra (baji) paling
sering terjadi pada pertengahan dorsal tulang belakang dan sambungan torakolumbalis. Kejadiannya bisa
asimtomatik, atau menyebabkan nyeri punggung berat mendadak. Nyeri akan berkurang pada saat istirahat di
tempat tidur. Nyeri ringan akan muncul pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas
atau karena suatu pergerakan yang salah. Sedangkan Fraktur multipel menyebabkan penurunan tinggi badan
dan deformitas tulang belakang. Pada kasus ini pasien datang juga dikarenakan nyeri saat sehabis tidur
dan melakukan aktivitas serta pada x-ray ditemukan lesi litik pada lumbal 3 sampai lumbal 5. Lesi litik
ini terjadi karena penurunan densitas tulang pada pasien osteoporosis. 3,4,12

Gambar 1. Penurunan densitas tulang pada Gambar 2. Bentuk vertebra ikan pada osteoposis12
osteoposis12
Hati-hati bila di dapatkan gambaran lesi litik seperti punch out kemungkinan osteoporosis yang
diderita oleh pasien dikarenakan multiple myeloma, bila didapatkan gambaran penebalan korteks tulang dan
pembesaran tulang bisa dimungkinkan paget disease. 3,8

14 | P a g e
Gambar 3. Deformitas tulang vertebra pada Gambar 4. Ivory Vetebral body pada penyakit
13
penyakit paget paget13

Gambar 5. Lesi litik tengkorang pada multiple Gambar 6. Lesi litik vertebra pada multiple
myeloma 15 myeloma 15
Fraktur osteoporitik dapat pula terjadi pada pasien dan selain dapat menyebabkan nyeri, dapat terjadi
pula penurunan tinggi badan, kifosis pada tulang punggung sehingga mendapatkan gambaran seperti punuk
kuda.3

Gambar 7. Kifosis yang disebabkan Gambar 8. Fraktur tulang yang bisa disebabkan
osteoporosis16 osteoporosis17

15 | P a g e
Kesimpulan
Sakit nyeri punggung yang diderita oleh laki-laki berumur 60 tahun tersebut belum tentu merupakan
osteoporosis, karna hasil pemeriksaan penunjangnya kurang lengkap, saya menganjurkan pemeriksaan
lanjutan yaitu CBC atau complete blood count. Jika ia menderita anemia dan kadar hb turun perlu disarankan
atau dirujuk pada dokter spesialis ortopedi dengan dugaan multiple myeloma stadium awal. Selain itu juga
dapat dilakukan pemeriksaan labolatorium yaitu pemeriksaan alkali fosfatase sehingga kita dapat mengetahui
aktivitas osteoblas dalam tubuh, karena pada penyakit paget, aktivitas osteoblas meningkat hingga 85%.
Tetapi jika hasil labolatorium CBC menunjukan angka-angka yang normal, pemeriksaan alkali fosfatase dapat
digolongkan normal atau menurun bisa dipastikan pasien menderita osteoporosis. Jika sudah dipastikan bahwa
ini adalah osteoposis dapat dilakukan terapi dengan benar dan tepat.

Daftar Pustaka
1. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan Diabetes Indonesia;
2004.h.1-4,6,13-5,20,98.
2. Suratun, Heryati, M Santa, Raenah E. Klien gangguan sistem muskuloskeletal. Jakarta: EGC; 2008.h.17-
8, 150-2.
3. Patel PR. Radiologi. Ed 2. Jakarta: Erlangga; 2007.h.192-4.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.2650-76.
5. Priyana A. Peran pertanda tulang dalam serum pada tatalaksana osteoporosis. Universa Medicina 2007;
26:152-9.
6. Kricun ME. Imaging of bone tumors. Pennsylvania: W.B Saunders Company; 2004. p.278-9.
7. Palumbo A, Rajkumar SV. Treatment of newly diagnosed myeloma. Leukemia. Mar 2009;23(3):449-56.
8. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R dkk. Kapita selekta fakultas kedokteran UI. Edisi ke 3. Jakarta: Media
Aesculapius ; 2005.h.555-6
9. Raab MS, Podar K, Breitkreutz I, Richardson PG, Anderson KC. Multiple myeloma. Lancet. July 25
2009;374(9686):324-39.
10. Perhimpunan Osteoporosis Indonesia. Osteoporosis. Jakarta: Perosi; 2006. h.24-7.
11. Michael JG, Barri MM, John MK, Lonere A. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC; 2005.h.458-460.
12. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Belajar dari awal radiologi klinis dari gambar ke diagnosis. Jakarta:
EGC; 2013.h.128-131.
13. Paget disease, diunduh dari: http://blog.myesr.org/dr-pepes-diploma-casebook-case-5/, 14 Maret 2014.
14. Paget disease, diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/394165-overview#a19, 14 Maret
2014.
15. Multiple myeloma, diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/391742-overview, 14 Maret
2014.
16. Osteoporosis pada tulang belakang, diunduh dari: http://marcusbrillius.hubpages.com/hub/Osteoporosis-
the-brittle-truth, 15 Maret 2014.
16 | P a g e
17. Fraktur osteoporosis pada tulang belakang, diunduh dari:
http://uvahealth.com/services/neurosciences/conditions-and-treatments/11541, 15 Maret

17 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai