Anda di halaman 1dari 23

1 Pemeriksaan Subjective / Anamnesis

Dialogis tentang keluhan utama untuk menegakkan diagnosa dan rencana


perawatan
Mengetahui riwayat kesehatan penderita dan keluarganya yang berhubungan
dengan alergi atau penyakit sistemik
Mengetahui riwayat perawatan gigi dan mulut, pembedahan serta obat-obatan
Identitas Pasien :
- Nama panjang pasien : Bila laki-laki sebelum nama diberi Sdr. Jika anak-
anak sebelum nama diberi An. dan pasien perempuan sebelum nama diberi Sdri.
- Umur
- Jenis Kelamin
- Alamat/ telepon
- Pekerjaan
a Keluhan Utama
b Riwayat Penyakit gigi dan mulut
c Riwayat Penyakit sistemik
d Kebiasaan buruk
e Riwayat alergi
f Riwayat medikasi

2 Pemeriksaan Objective
1. Pemeriksaan fisik (Umum)
Pemeriksaan TTV (Tanda Tanda Vital) merupakan pemeriksaan obyektif terdiri dari
pemeriksaan kondisi fisik, tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik regional. Fungsi
pada pemeriksaan ini yaitu untuk memeriksa adakah gangguan fisik penderita, dan
menentukan gangguan tersebut disebabkan oleh karena faktor penyakit lokal di
rongga mulut atau oleh karena penyakit sistemik
Kondisi fisik
Kondisi kesehatan penderita yang tampak (sehat, pucat, lemas, gelisah, dll)
Tanda-tanda klinis sistemik:
a. Vital sign meningkat
b. Malaise (Lemas, gelisah, dll)
c. Kelenjar Lymfe regional keras dan sakit
Tanda Vital
Pemeriksaan Vital Sign
Tekanan darah

Diastole Sistole

Hipotensi < 60 < 90


Normal 70 80 120 140

Pre - Hipertensi 80 90 140 160

Hipertensi 90 100 160 180

Kritis 110 200

Respirasi
Anak anak: 20-30
Dewasa: 16-20
Manula: 14-16
Normal: 14-20 x /menit
Bradipnea: < 10 x /menit
Tadipnea: > 24 x /menit

Denyut Nadi
Anak-anak: 80-90
Dewasa: 70-80
Manula: 60-70
Normal: 60-100 x /menit
*Abnormal mempengaruhi curah jantung, yaitu pada volume darah yang
akan dipompa oleh ventrikel jantung menurun.
Bradikardi: <60 x /menit
*Terjadi penurunan frekuensi ejeksi ventrikel, sehingga oksigennya
menurun (ditandai dengan pusing, lemas/mudah lelah, dada sakit/sesak napas,
dan gelisah) syncope pingsan
Tadikardi: >100 x /menit
*Waktu pengisian ventrikel lebih cepat, sehingga aliran darah menurun
(ishemia) syncope disertai keringat dingin dan berdebar-debar.

CARA PEMERIKSAAN NADI

1. Penderita dapat dalam posisi duduk ataupun berbaring.

2. Lengan dalam posisi bebas (relaks), perhiasan dan jam tangan di lepas

3. Periksalah denyut nadi pergelangan tangan (a. radialis) dengan menggunakan jari telunjuk dan
jari tengah tangan anda pada sisi fleksor bagian lateral dari tangan penderita.
4. Hitunglah berapa denyutan dalam satu menit dengan cara menghitung denyutan dalam 30
detik, kemudian hasilnya dikalikan dengan dua

5. Perhatikan pula irama dan kualitas denyutannya.

6. Catatlah hasil pemeriksaan tersebut. (Bakri,2014)

Temperatur
Berat badan dan tinggi badan

2. Pemeriksaan Lokal
Ekstra Oral:
Wajah, kepala dan leher, kelenjar lymfe dan saliva, serta TMJ
Meliputi:
Inspeksi (ada tidaknya pembengkakan, simetris wajah, dll)
Palpasi tekstur, suhu, konsistensi, nyeri, dll
Perkusi dan auskultasi (pada TMJ dan fraktur)

Intra Oral:
Meliputi gigi geligi, jaringan periodontal, dan mukosa mulut.
Tanda 0 apabila tidak diperiksa, tanda + apabila benar, dan tanda - apabila salah
Terdiri dari 4 kolom utama:
kolom nomor urut, dimulai dari gigi yang dikeluhkan dan selanjutnya diikuti
sesuai urutan yang telah disepakati (18-28-38-48)
kolom gigi, sesuai elemen yang diperiksa
kolom pemeriksaan gigi geligi, terdiri dari 6 sub kolom:
Sub kolom kedalaman karies, merupakan hasil pengamatan / visualisasi
karies gigi yang tampak (KS, KM, KP, KPP, dan GR)
Sub kolom tes vitalitas, hanya dengan tes dingin
Sub kolom tes sonde, untuk mengetahui ada / tidaknya perforasi (digunakan
hanya pada gigi yang non vital)
o Sub kolom perkusi, untuk mengetahui ada/tidaknya keradangan pada
pulpa (dilakukan hanya pada gigi yang vital)
o Sub kolom tekanan (druk), untuk mengetahui ada/tidaknya keradangan
pada pulpoperiapikal (dilakukan pada gigi pulpitis dan sisa akar)
o Sub kolom fraktur mahkota (kalau ada), disertai klasifikasinya (kelas 1-4)
Kolom pemeriksaan jaringan periodontal (regio marginalis)

3. Pemeriksaan Penunjang
Untuk lesi-lesi jaringan lunak mulut, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain
pemeriksaan radiologi, biopsi (eksisi dan insisi: scalpel, punch, needle, brush, aspirasi),
pemeriksaan sitologi, pemeriksaan mikrobiologi dan pemeriksaan darah (Birnbaum dan Dunne,
2000).
A. Pemeriksaan Radiologi
Ada beberapa teknik radiologi yang dapat dilakukan untuk melihat gambaran rongga
mulut, tergantung pada jenis lesi yang ditemukan. Contohnya adalah antero-posterior view,
cephalometri, panoramic, x-ray periapikal, occlusal foto. Untuk lesi jaringan lunak mulut, jenis
pemeriksaan radiologi yang sering diperlukan adalah occlusal foto. Teknik ini dapat digunakan
untuk mengetahui letak dari batu kelenjar liur yang biasanya ditemukan pada saluran kelenjar
liur submandibula. Untuk melihat gambaran regio ini, maka teknik yang paling tepat adalah
occlusal foto. Dengan cara ini letak batu dapat diketahui ada di mana, jauh atau dekat dengan
muara duktus kelenjar liur. Letak batu berpengaruh pada jenis perawatan yang akan dilakukan.
Bila dekat dengan permukaan dapat dilakukan massage untuk mengeluarkan batu. Jika batu
terletak di dalam kelenjar atau jauh dari permukaan tentunya perlu dilakukan tindakan operasi
untuk mengeluarkan batu tersebut.

Gb 1. Benjolan di dasar mulut yang merupakan batu kelenjar liur (Cawson dan Odell, 2008).
Gb 2. Dengan occlusal foto letak batu kelenjar liur dapat diketahui lokasinya (Neville dkk,
1999).
Radiografi Jaringan Lunak
A. CT-Scan (Computed Tomography Scan)
Pesawat CT-Scan (Computed Tomography Scan) merupakan suatu alat yang digunakan
untuk mendiagnosis penyakit pada tubuh bagian dalam untuk mengetahui ada tidaknya suatu
kelainan. Pesawat CT-Scan mendiagnosis menggunakan radiasi pengion terutama sinar-X. Sinar-
X mampu membentuk tubuh manusia menjadi objek yang transparan, sehingga informasi
mengenai tubuh manusia bagian dalam menjadi lebih mudah diperoleh tanpa perlu melakukan
operasi bedah. CT-Scan dapat digunakan pada berbagai jenis pemeriksaan seperti pemeriksaan
head (kepala), thorax (rongga dada), abdomen (rongga perut), dan lain-lain. CT-Scan bagian
kepala merupakan jenis pemeriksaan yang banyak dilakukan dibandingkan dengan pemeriksaan
bagian tubuh lainnya.
Pada saat proses scanning, pasien akan menerima radiasi dari pesawat CT-Scan, sehingga
perlu dilakukan perhitungan besarnya dosis radiasi dengan metode CTDI yang diterima oleh
pasien setiap pemeriksaan. Computed Tomography Dose Index (CTDI) merupakan integral dari
profil dosis D(z) sumbu tunggal scan sepanjang garis tegak lurus terhadap bidang tomografi (z-
axis) dibagi dengan produk dari irisan nominal ketebalan (T) (Tsalafoutas, 2011). Nilai CTDI
rata-rata yang diperoleh dengan menggunakan phantom disebut dengan CTDIw. Tetapi untuk
perkiraan CTDI yang diperoleh oleh pasien disebut CTDIeffective. CTDIeff adalah perkiraan
dosis berdasarkan koreksi ukuran pasien dengan mengukur diameter efektif pada gambar hasil
pencitraan CT-Scan (AAPM, 2011).
B. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu alat kedokteran di bidang pemeriksaan
diagnostik radiologi , yang menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh / organ
manusia dengan meng-gunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 1,5 tesla (1 tesla =
1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen.
Beberapa faktor kelebihan yang dimiliki-nya, terutama kemampuannya membuat
potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien
sehingga sangat sesuiai untuk diagnostik jaringan lunak.
Teknik penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan tergantung
pada banyak parameter. Bila pemilihan para-meter tersebut tepat, kualitas gambar MRI dapat
memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan perbedaan yang kontras, sehingga anatomi
dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti.
Untuk menghasilkan gambaran MRI dengan kualitas yang optimal sebagai alat diag-
nostik, maka harus memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan teknik penggambaran MRI,
antara lain :
a. Persiapan pasien serta teknik pemeriksaan pasien yang baik
b. Kontras yang sesuai dengan tujuan pemeriksaanya
c. Artefak pada gambar, dan cara mengatasinya
d. Tindakan penyelamatan terhadap keadaan darurat.
Selanjutnya MRI bila ditinjau dari tipenya terdiri dari :
a. MRI yang memiliki kerangka terbuka (open gantry) dengan ruang yang luas
b. MRI yang memiliki kerangka (gantry) biasa yang berlorong sempit
Sedangkan bila ditinjau dari kekuatan magnetnya terdiri dari ;
a. MRI Tesla tinggi ( High Field Tesla ) memiliki kekuatan di atas 1 1,5 T
b. MRI Tesla sedang (Medium Field Tesla) memiliki kekuatan 0,5 T
c. MRI Tesla rendah (Low Field Tesla) memiliki kekuatan di bawah 0,5 T (Stark,1988)
1) Prinsip Dasar MRI
Struktur atom hidrogen dalam tubuh manusia saat diluar medan magnet mempunyai arah
yang acak dan tidak membentuk keseimbangan. Kemudian saat diletakkan dalam alat MRI
(gantry), maka atom H akan sejajar dengan arah medan magnet . Demikian juga arah spinning
dan processing akan sejajar dengan arah medan magnet. Saat diberikan frekuensi radio , maka
atom H akan mengabsorpsi energi dari frekuensi radio tersebut. Akibatnya dengan bertambahnya
energi, atom H akan mengalami pembelokan, sedangkan besarnya pembelokan arah, dipengaruhi
oleh besar dan lamanya energi radio frekuensi yang diberikan. Sewaktu radio frekuensi
dihentikan maka atom H akan sejajar kembali dengan arah medan magnet . Pada saat kembali
inilah, atom H akan memancarkan energi yang dimilikinya. Kemudian energi yang berupa sinyal
tersebut dideteksi dengan detektor yang khusus dan diperkuat. Selanjutnya komputer akan
mengolah dan merekonstruksi citra berdasarkan sinyal yang diperoleh dari berbagai irisan
(Smityh,1990).
2) Instrumen MRI
Secara garis besar instrumen MRI terdiri dari:
a. Sistem magnet yang berfungsi membentuk medan magnet.
Agar dapat mengoperasikan MRI dengan baik, kita perlu mengetahui tentang : tipe
magnet, efek medan magnet, magnet shielding ; shimming coildari pesawat MRI tersebut.
b. Sistem pencitraan berfungsi membentuk citra yang terdiri dari tiga buah kumparan koil,
yaitu :
1. Gradien koil X, untuk membuat citra potongan sagittal
2. Gardien koil Y, untuk membuat citra potongan koronal
3. Gradien koil Z untuk membuat citra potongan aksial
Bila gradien koil X, Y dan Z bekerja secara bersamaan maka akan terbentuk potongan
oblik
c. Sistem frekuensi radio berfungsi membangkitkan dan memberikan radio frekuensi serta
mendeteksi sinyal
d. Sistem komputer berfung-si untuk membangkitkan sekuens pulsa, mengon-trol semua
komponen alat MRI dan menyimpan memori beberapa citra
e. Sistem pencetakan citra, berfungsinya untuk mencetak gambar pada film rongent atau
untuk menyimpan citra (Barry, 1988).
3) Aplikasi Klinik Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan MRI bertujuan mengetahui karakteristik morfologik (lokasi, ukuran, bentuk,
perluasan dan lain lain dari keadaan patologis. Tujuan tersebut dapat diperoleh dengan menilai
salah satu atau kombinasi gambar penampang tubuh aksial, sagittal, koronal atau oblik
tergantung pada letak organ dan kemungkinan patologinya. Adapun jenis pemeriksaan MRI
sesuai dengan organ yang akan dilihat, misalnya :
a. Pemeriksaan kepala untuk melihat kelainan pada : kelenjar pituitary, lubang telinga
dalam, rongga mata, dan sinus
b. Pemeriksaan otak untuk mendeteksi : stroke atau infark, gambaran fungsi otak,
pendarahan, infeksi; tumor, kelainan bawaan, kelainan pembuluh darah seperti
aneurisma, angioma, proses degenerasi, atrofi
c. Pemeriksaan tulang belakang untuk melihat proses Degenerasi (HNP), tumor, infeksi,
trauma, kelainan bawaan.
d. Pemeriksaan Musculo-skeletal untuk organ : lutut, bahu , siku, pergelangan tangan,
pergelangan kaki , kaki , untuk mendeteksi robekan tulang rawan, tendon, ligamen,
tumor, infeksi/abses dan lain lain.
e. Pemeriksaan Abdomen untuk melihat hati , ginjal, kantong dan saluran empedu, pakreas,
limpa, organ ginekologis, dan prostat.
f. Pemeriksaan Thorax untuk melihat : paru paru dan jantung (Edelman,1990).
4) Kelebihan MRI dibandingkan CT-Scan
Ada beberapa kelebihan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT Scan yaitu :
a. MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak seperti otak,
sumsum tulang serta muskuloskeletal
b. Mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas
c. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi dan
spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan CT Scan
d. Mampu membuat gambaran potongan melintang, tegak, dan miring tanpa merubah posisi
pasien
e. MRI tidak menggunakan radiasi pengion.
5) Penatalaksanaan Pasien dan Teknik Pemeriksaan
Pada pemeriksaan MRI perlu diperhatikan bahwa alat-alat seperti tabung oksigen, alat
resusistasi, kursi roda, dll yang bersifat feromagnetik tidak boleh dibawa ke ruang MRI. Untuk
keselamatan, pasien diharuskan memakai baju pemeriksaan dan menanggalkan benda-benda
feromagnetik, seperti : jam tangan, kunci, perhiasan jepit rambut, gigi palsu dan lainnya.
Screening dan pemberian informasi kepada pasien dilakukan dengan cara mewawancarai
pasien, untuk mengetahui apakah ada sesuatu yang membahayakan pasien bila dilakukan
pemeriksaan MRI, misalnya: pasien menggunakan alat pacu jantung, logam dalam tubuh pasien
seperti IUD, sendi palsu, neurostimulator, dan klip anurisma serebral, dan lain-lain.
Transfer pasien menuju ruangan MRI, khususnya pasien yang tidak dapat berjalan (non
ambulatory) lebih kompleks dibandingkan peme-riksaan imaging lainnya. Hal ini karena medan
magnet pesawat MRI selalu dalam keadaan on sehingga setiap saat dapat terjadi resiko
kecelakaan, dimana benda-benda feromagnetik dapat tertarik dan kemungkinan mengenai pasien
atau personil lainnya. Salah satu upaya untuk meng-atasi hal tersebut, meja pemeriksaan MRI
dibuat mobil, dengan tujuan : pasien dapat dipindahkan ke meja MRI di luar ruang pemeriksaan
dan dapat segera dibawa ke luar ruangan MRI bila terjadi hal-hal emergensi. Selain itu meja
cadangan pemeriksaan perlu disediakan, agar dapat mempercepat penanganan pasien berikutnya
sebelum pemeriksaan pasien sebelumnya selesai. Upaya untuk kenyamanan pasien diberikan,
antara lain dengan penggunaan Earplugs bagi pasien untuk mengurangi kebisingan, penggunaan
penyangga lutut atau tungkai , pemberian selimut bagi pasien, pemberian tutup kepala .
Untuk persiapan pelaksanaan pemeriksaan perlu dilakukan beberapa hal
berikut.Persiapan console yaitu memprogram identitas pasien seperti nama, usia dan lain-lain,
mengatur posisi tidur pasien sesuai dengan obyek yang akan diperiksa. Memilih jenis koil yang
akan diguna-kan untuk pemeriksaan, misalnya untuk pemeriksaan kepala digunakan Head coil,
untuk peme-riksaan tangan, kaki dan tulang belakang digu-nakan Surface coil. Memilih
parameter yang t-pat, misalnya untuk citra anatomi dipilih parameter yang Repetition Time dan
Echo Time pendek, sehingga pencitraan jaringan dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan
berwarna hitam. Untuk citra pathologis dipilih parameter yang Repetition Time dan Echo Time
panjang, sehingga misalnya untuk gambaran cairan cerebro spinalis dengan konsentrasi hidrogen
tinggi akan tampak berwarna putih. Untuk kontras citra antara, dipilih parameter yang time
repetition panjang dan time echo pendek sehingga gambaran jaringan dengan konsentrasi
hidrogen tinggi akan tampak berwarna abu-abu.
Untuk mendapatkan hasil gambar yang optimal, perlu penentuan center magnet(land
marking patient) sehingga coil dan bagian tubuh yang diamati harus sedekat mungkin ke center
magnet, misalnya pemeriksaan MRI kepala, pusat magnet pada hidung.
Untuk menentukan bagian tubuh dibuat Scan Scout (panduan pengamatan), dengan
parameter, ketebalan irisan dan jarak antar irisan serta format gambaran tertentu. Ini merupakan
gambaran 3 dimensi dari sejumlah sinar yang telah diserap. Setelah tergambar scan scout pada
TV monitor, maka dibuat pengamatan- peng-amatan berikutnya sesuai dengan kebutuhan.
Pemeriksaan MRI yang menggunakan kontras media, hanya pada kasus-kasus tertentu
saja. Salah satu kontras media untuk pemeriksaan MRI adalah Gadolinium DTPA yang
disuntikan intra vena dengan dosis 0,0 ml / kg berat badan (Suswaty, 1992).

B. Pemeriksaan biopsi
1) Biopsi eksisi
Biopsi eksisi adalah pengambilan jaringan yang dilakukan untuk pemeriksaan
histopatologi lebih lanjut. Biopsi dilakukan bila ditemukan lesi yang mencurigakan atau
bila diagnosis tetap belum dapat ditentukan. Biasanya tindakan ini dilakukan pada lesi
yang berdiri sendiri, dan spesimen harus cukup besar (lebih dari 1 x 0,5 cm) untuk
keperluan pemeriksaan histopatologi. Cara ini dilakukan bila operator yakin bahwa lesi
tersebut jinak. Ada risiko terlepasnya sel ganas bila diagnosis kerja berupa lesi jinak
ternyata salah. Meskipun demikian, nilai klinis suatu biopsi jauh lebih besar
dibandingkan risiko tersebut. Biopsi eksisi dapat membantu menentukan perawatan yang
tepat bila diagnosis lesi jinak ternyata benar. Untuk spesimen tersebut, perlu diperhatikan
supaya terhindar dari tekanan, robekan ataupun terbakar (Birnbaum dan Dunee, 2000).
2) Biopsi insisi
Biopsi insisi dilakukan untuk lesi yang besar atau bila diduga ada keganasan. Cara
ini memiliki risiko berupa terlepasnya sel ganas. Biopsi insisi tidak dilakukan pada lesi
pigmentasi ataupun vaskular, karena melanoma sangat metastatik dan lesi vaskular akan
menimbulkan perdarahan berlebihan. Di dalam status pasien sebaiknya dicatat letak lesi,
ukurannya dan bentuknya.
Pada biopsi insisi ini hanya sebagian kecil dari lesi yang diambil beserta jaringan
sehat di dekatnya. Pengambilan lesi dapat dilakukan dengan menggunakan scalpel,
menggunakan alat punch (punch biopsy), menggunakan jarum suntik (needle biopsy),
dan biopsi aspirasi.
Gb 3. Biopsi insisi dilakukan pada lesi yang diduga karsinoma. Insisi meliputi tepi ulkus dan
dasarnya tanpa melibatkan jaringan normal (Marx dan Stern, 2003)
3) Punch biopsy
Pada punch biopsy ini instrumen operasi digunakan untuk mendorong keluar
sebagian jaringan yang dapat mewakili lesi. Oleh karena spesimen yang dihasilkan
seringkali rusak akibat prosedur ini, maka biopsi yang menggunakan scalpel lebih
disukai.

Gb 4. Brush diletakkan dan diputar untuk mendapatkan sel-sel epitel (Marx dan Stern, 2003).

Gb 5. Brush yang kaku dapat masuk ke sel yanglebih dalam hingga membran basalis (Marx dan
Stern, 2003).
4) Needle biopsy
Teknik ini telah digunakan untuk biopsi pada lesi fibro-osseous yang letaknya
dalam. Spesimen yang dihasilkan kecil, sehingga tidak dapat mewakili lesi yang terlibat
dan dapat rusak akibat prosedur yang digunakan, karena itu tidak banyak digunakan.
5) Biopsi aspirasi
Biopsi aspirasi digunakan untuk lesi berupa kista dan mengandung cairan. Cara ini lebih
disukai dibandingkan biopsi insisi pada lesi vaskular karena adanya risiko terjadi
perdarahan berlebihan. Aspirasi udara yang terjadi di daerah molar rahang atas
menunjukkan bahwa jarum berada di dalam sinus maksilaris. Aspirasi darah
menunjukkan adanya suatu hematoma, hemangioma ataupun pembuluh darah. Aspirasi
pus menunjukkan adanya suatu abses atau kista yang terinfeksi (Birnbaum dan Dunne,
2000).

Gb 6. Biopsi aspirasi untuk pus (Lameydan Lewis, 1991).


6) Media transport
Spesimen yang diambil saat dilakukan biopsi diletakkan di dalam botol tertutup berisi
cairan formalin (formol saline) 10% untuk fiksasi. Volume cairan fiksasi yang digunakan
adalah sepuluh kali lebih banyak dibandingkan volume spesimen.
C. Pemeriksaan sitologi (oral cytological smear)
Pemeriksaan sitologi adalah suatu pemeriksaan mikroskopik pada sel-sel yang dilepaskan
atau dikerok di permukaan lesi. Cara ini merupakan pemeriksaan tambahan untuk biopsi, bukan
pengganti biopsi. Pemeriksaan ini dilakukan bila biopsi tidak dapat dilaksanakan, pasien
menolak biopsi, ada lesi multipel yang harus diperiksa. Permukaan lesi tidak perlu dikeringkan,
kecuali untuk melepaskan jaringan nekrotik. Permukaan lesi dibiarkan agar tetap basah, lalu
dikerok dengan tepi plastic instrument yang steril atau spatel lidah yang basah. Kerokan
dilakukan beberapa kali dalam arah yang sama. Slide spesimen yang sudah diberi label
disiapkan, hasil kerokan diletakkan di atas slide, kemudian disebarkan ke samping menggunakan
slide lain. Spesimen difiksasi dengan formalin (formol saline) 10% dalam botol tertutup
(Birnbaum dan Dunne, 2000).
D. Pemeriksaan Mikrobiologi
Dua jenis pemeriksan mikrobiologi yang sering dilakukan untuk lesi jaringan lunak mulut
adalah: oral mycological smear dan oral bacteriological smear.
1) Oral Mycological Smear
Oral mycological smear dilakukan untuk membuktikan adanya infeksi jamur pada
lesi yang ditemukan. Pemeriksaan ini diawali dengan melakukan swab pada mukosa
mulut yang dicurigai, dengan menggunakan cotton swab. Kemudian dengan cotton swab
dan spesimen yang didapat, dilakukan streaking pada permukaan media Sabouraud
Dextrose Agar (SDA) dalam cawan petri. Setelah itu cawan petri tersebut dimasukkan ke
dalam inkubator selama 24 48 jam untuk membiakkan jamurnya. Seseudah 48 jam akan
tumbuh koloni jamur berwarna putih- kekuningan.

Gb 7. Inkubator yang digunakan untuk membiakkan Candida albicans (Rasyad, 1995).

Gb 8. Koloni Candida yang tumbuh setelah diinkubasi selama 48 jam (Rasyad, 1995).
Langkah selanjutnya adalah melakukan streaking lagi pada petri lain untuk mengekstraksi
Candida albicans. Setelah tumbuh koloni, lakukan streaking lagi pada agar yang miskin nutrisi.
Dalam agar ini Candida albicans akan membentuk klamidospora. Hasil akhirnya adalah Candida
albicans murni.
Gb 9. Klamidospora terbentuk bila Candida albicans dibiakkan dalam agar corn-meal (Rasyad,
1995).

Gb 10. Gambaran klinis intra oral infeksi Candida albicans (Lamey dan Lewis, 1991).
Ada beberapa spesies Candida yang dapat ditemukan pada manusia, yaitu Candida albicans,
Candida stellatoidea, Candida tropicalis, Candida pseudotropicalis, Candida krusei, Candida
parapsilosis, Candida guilliermondii.
a) Oral Bacteriological Smear
Bahan yang akan diperiksa diambil dari permukaan gigi, kemudian dioleskan di
atas slide spesimen. Kemudian difiksasi di atas nyala api spiritus. Berikutnya dituangi
dengan pewarna carbol fuchsin, dibiarkan 10 menit. Lalu dituangi dengan pewarna
methylene blue, biarkan 10 menit.

Gb 11. Gingivitis marginalis ulseromembranosa pada penderita ANUG (Laskaris, 2000).


Gb 12. Kerusakan jaringan periodontal tahap lanjut pada penderita ANUG (Laskaris, 2000).
Setelah kering, dilihat di bawah mikroskop cahaya untuk mengetahui adanya bakteri:
Contoh Borrelia vincentii dan Bacillus fusiformis.

Gb 13. Bakteri fusospirochaet yang menyebabkan ANUG (Cawson dan Odell, 2008).
Bila hasilnya positif, maka benar lesi yang dihadapi adalah acute necrotizing ulcerative
gingivostomatitis.
b) Pemeriksaan Darah
Venepuncture dilakukan untuk melakukan pemeriksaan sel darah merah, sel darah
putih dan trombosit. Biasanya darah dikumpulkan ke dalam tabung EDTA. Untuk
pemeriksaan ESR dan prothrombin time, biasanya darah dikumpulkan ke dalam tabung
sitrasi. Darah diambil dari lengan bagian dalam.

Gb 14. Tourniquet diletakkan di lengan atas dan daerah venepuncture diolesi alcohol (Lamey dan
Lewis, 1991).
Gb 15. Jarum dimasukkan ke dalam vena (Lamey dan Lewis, 1991).

Gb 16. Sebelum jarum dicabut, tourniquet segera dilepaskan (Lamey dan Lewis, 1991).
Untuk pemeriksaan darah lengkap, yang diperiksa adalah: red cell count, hemoglobim,
hematokrit, mean cell volume, mean cell hemoglobin, mean cell hemoglobin concentration,
white cell count dan platelet count (Birnbaum dan Dunne, 2000).

4. Diagnosa dan Mekanisme


5. Rencana Perawatan dan Prognosis

Surgical Teknik

Dua teknik yang digunakan dalam operasi pengangkatan kista yaitu enukleasi dan marsupialisasi
(Fragiskos: 2007).

Enukleasi

Merupakan suatu proses pengambilan jaringan untuk mengambil semua lesi


kista tanpa menyebabkan kista tersebut rupture. Indikasi nukleasi adalah suatu cara
untuk membuang kista pada rahang dan sebaiknya dilakukan pada semua kista di
rahang yang bisa dibuang dengan aman tanpa merusak struktur anatominya atau
mengorbankan banyak struktur yang berdekatan dengan kista seperti organ
penting yaitu kelenjar ludah, syaraf dan lain-lain. Biasanya enukleasi ini dilakukan
untuk mengambil kista yang berukuran kecil.
Teknik ini melibatkan pengangkatan kantung kista. Penyembuhan luka secara
menyeluruh menjadi tujuan utama. Indikasi untuk semua kasus kista yang dinding kistanya bisa
diambil tanpa merusak struktur anatomi yang ada disekitarnya (Fragiskos: 2007).

Menurut Fragiskos, prosedur operasi dari dengan enukleasi meliputi :

1. Reflexi dari mucoperiosteal flap


2. Membuang tulang atau membuat windows oseus dan exposure kebagian kista
3. Enucleasi kista
4. Suturing
Setelah mengambil radiografi untuk menentukan lokasi dan ukuran lesi yang tepat, flap
trapesium dibuat, jangkauannya harus memastikan akses yang memadai dan visualisasi bidang
bedah (Gambar 1-3). Setelah mucoperiosteum diangkat, tulang yang menutupi lesi dievaluasi,
seperti normal, menipis, atau hancur total (Fragiskos: 2007).

Pada tulang normal, round bur digunakan untuk mengeluarkan sebagian dari pelat kortikal
bukal yang menutupi kista dan tergantung pada luasnya, rongeur dapat digunakan untuk
memperbesar jendela osseus yang dibuat (Gambar 4-5). Jendela osseous harus cukup besar
sehingga semua bagian rongga kistik dapat diakses dan dilepas tanpa kesulitan tertentu
(Fragiskos: 2007).

Jika dinding tulang tipis, dindingnya cukup dilepas dengan rongeur. Kuret digunakan untuk
enukleasi kista kecil, sedangkan untuk kista yang lebih besar, ujung yang lebih besar dari
periosteal elevator lebih disukai (gambar 7), yang diletakkan di dalam rongga yang ditekan
dengan lembut di antara dinding dan tulang kistik, sementara kista digenggam dengan hati-hati
dengan forseps (gambar 6) (Fragiskos: 2007).

Setalah kista diangkat, curet dibutuhkan untuk mengetahui apakah ada sisa-sisa kista yang
tersisa. Kemudian, dilakukan irigasi menggunakan larutan saliine dan menjahit kembali flap
mucoperiosteal (gambar 9-10) (Fragiskos: 2007).
Gambar 1. (kiri) gambar panoramic menunjukkan kista radicular diregio gigi 22,23,24. (kanan)
gambaran klinik dari kasus gambar 1

Gambar 2. Insisi untuk membuat trapezoidal flap. (kiri) gambaran klinis. (kanan) gambaran
ilustrasi diagrammatic.

Gambar 3. Reflexi dari flap mucoperiosteal dan exposure bidang bedah. (kiri) gambaran klinis.
(kanan) gambaran ilustrasi diagrammatic.
Gambar 4. Pengeburan pada tulang bagian labial untuk membuat windows osseous. (kiri)
gambaran klinis. (kanan) gambaran ilustrasi diagrammatic.

Gambar 5. Window osseous yang dibuat untuk mebuat lesi tereskpos. (kiri) gambaran klinis.
(kanan) gambaran ilustrasi diagrammatic.

Gambar 6. Pelepasan kista dari cavitas tulang, menggunakan hemostat dan kuret. (kiri)
gambaran klinis. (kanan) gambaran ilustrasi diagrammatic.
Gambar 7. (a) kuret (b) periosteal elevator (c) hemostat

Gambar 8. Bidang bedah setelah dilakukan pengangkatan kista. (kiri) gambaran klinis. (kanan)
gambaran ilustrasi diagrammatic.
Gambar 9. Bidang bedah setelah dilakukan suturing. (kiri) gambaran klinis. (kanan) gambaran
ilustrasi diagrammatic.

Gambar 10. (a) gambar klinis (b) gambar panoramik. Gambar diambil setelah 2 bulan dilakukan
prosedur operasi pengangkatan kista radikular.

Marsupialisasi

Marsupialisasi adalah membuat suatu jendela pada dinding kista dalam pembedahan,
mengambil isi kistanya dan memelihara kontinuitas antara kista dengan rongga mulut. Yang
diambil hanyalah isi dari kista, batas dari dinding kista dengan oral mukosa dibiarkan pada
tempatnya. Proses ini dapat mengurangi tekanan intrakista dan membantu penyusutan dari kista
serta pengisian tulang. Marsupialisasi dapat digunakan sebagai suatu perawatan tunggal atau
sebagai suatu perawatan awal dan selanjutnya dilakukan tahap enukleasi (Fragiskos: 2007).

Untuk membuat window osseous, mulailah dengan melakukan insisi melingkar pada
mucoperiosteum, lalu melubangi tulang yang mendasarinya dan. Setelah prosedur ini isi kista
diambil dan melakukan suturing pada mucoperiosteum dan dinding kistik bersama-sama di
sekitar tepi kista (Fragiskos: 2007).

Setelah itu, rongga kistik diirigasi dengan larutan saline dan dikemas dengan kasa
iodoform, yang dikeluarkan seminggu kemudian bersamaan dengan jahitannya. Selama periode
itu, margin luka akan sembuh, membentuk hubungan yang permanen. Irigasi rongga kistik
dilakukan beberapa kali sehari, menjaganya agar tetap bersih dari sisa makanan dan mencegah
infeksi potensial. Penyembuhan luka adalah dengan maksud sekunder, dan epitel kista diubah
menjadi mukosa oral (Fragiskos: 2007).
Gambar 11. (kiri) gambaran radiograf yang menunjukkan kista pada daerah mandibula.
Marsupialisasi metode merupakan indikasi untuk perawatan. (kanan) insisi sirkular melibatkan
mukoperiosteum.

Gambar 12. (kiri) menghilankan tulang kortikal bukal menggunakan round bur (kanan)
dilakukan perluasan osseous windows menggunakan rongeur
Gambar 13. (kiri) kista yang telah terekspos setelah rulang dihilangkan (kanan) suturing margin
dari dinding kista

Gambar 14. (kiri) Packing dinding kista menggunaka iodoform (kanan) kavitas kista setelah
dimasukkan iodoform

Anda mungkin juga menyukai