BAB I
PENDAHULUAN
2020, The Global Burden of Disease Studies memperkirakan bahwa PPOK akan
menduduki peringkat ketiga penyakit penyebab kematian dan peringkat kedua
belas penyebab penyakit dan juga sebagai peringkat keempat penyakit penting
yang menimbulkan kecacatan.1,2
Di Asia, penderita PPOK sedang sampai berat pada tahun 2006 mencapai
56,6 juta pasien dengan prevalensi 6,3%. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8
juta pasien dengan prevalensi 5,6%. Angka ini dapat terus meningkat dengan
makin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah perokok dan
mantan perokok. Selain itu seiring pesatnya kemajuan industri menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan tingginya angka PPOK di Indonesia yang terutama
banyak dialami laki-laki dengan usia 45 tahun keatas.1,3
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif non
reversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema
atau gabungan keduanya. Bersifat progresif karena berhubungan dengan respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas beracun/ berbahaya.
Penyakit paru obstruksi kronik terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema
atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang
ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal tiga bulan dalam setahun, sekurang-
kurangnya dua tahun berturut-turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan
emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai dengan pelebaran
bagian distal bronkiolus terminal disertai kerusakan dinding alveoli.3
atmosfer, sehingga mencegah terjadinya kolaps paru. Selain itu rongga pleura juga
berfungsi menyelubungi struktur yang melewati hilus keluar masuk dari paru.7
Gambar 1. Anatomi Paru Kanan dan Kiri Dilihat dari Sisi Medial
Bronkhi dan jaringan parenkim paru mendapat pasokan darah dari arteri
bronkialis cabang dari aorta thoracalis descendens. Vena bronkialis yang
berhubungan dengan vena pulmonalis mengalirkan darah ke vena azigos dan vena
hemiazigos. Alveoli mendapat darah deoksigenasi dari cabang terminal arteri
pulmonalis dan darah yang teroksigenasi mengalir kembali melalui cabang vena
pulmonalis. Kedua vena pulmonalis mengalirkan darah kembali dari tiap paru ke
atrium kiri jantung.Drainase limfatik paru mengalir kembali dari perifer menuju
kelompok kelenjar getah bening trakeobronkial hilar dan dari sini menuju
trunkus limfatikus mediastinal.10
Paru dipersarafi oleh pleksus pulmonalis terletak di pangkal tiap paru.
Pleksus pulmonalis terdiri dari serabut simpatis (dari truncus simpaticus) dan
serabut parasimpatis (dari arteri vagus). Serabut eferen dari pleksus ini
mempersarafi otot-otot bronkus dan serabut aferen diterima dari membran mukosa
bronkioli dan alveoli.
2.3 Epidemiologi
5
dapat ditemukan pada mukosa yang nantinya juga memicu sekresi mukus yang
berlebih pula sehingga akan memperparah kondisi obstruksi.
GOLD 2011
Derajat Klinis Faal paru
Gejala klinis Normal
(batuk, produksi suptum)
Derajat I: Gejala batuk kronik dan produksi VEP1/KVP <70%
PPOK ringan sputum tapi tidak sering. Pada VEP1 80% prediksi
11
2.8 Diagnosis
Diagnosis PPOK ditegakan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. PPOK klinis didiagnosis berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan foto toraks. Sedangkan diagnosis derajat PPOK
dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri.1,6,7
Diagnosis PPOK klinis ditegakan apabila:
1. Anamnesis
- Ada faktor resiko: usia pertengahan, dan riwayat pajanan (asap rokok,
polusi udara, dan polusi tempat kerja).
- Gejala:
12
2. Pemeriksaan fisik
- Inpeksi : Bentuk dada barrel chest, penampilan pink puffer, terdapat
cara bernafas purse lip breathing, terlihat penggunaan dan hipertrofi
otot bantu nafas, pelebaran sela iga.
- Palpasi : Fremitus melemah, sela iga melebar
- Perkusi : Hipersonor, batas jantung mengecil, letak diagframa rendah,
hepar terdorong kebawah.
- Auskultasi: Suara nafas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi
memanjang, mengi (pada saat eksaserbasi), dan ronki
- Pink puffer : Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus,
kulit kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing.
- Blue bloater : Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk
sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru,
sianosis sentral dan perifer.
- Pursed - lips breathing : Sikap seseorang yang bernapas dengan mulut
mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi
sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang
terjadi pada gagal napas kronik.
3. Pemeriksaan penunjang rutin
- Spirometri
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1prediksi (%) dan atau
VEP1/KVP(%)
Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP 1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75%
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat dapat dipakai sebagai
13
- Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15
20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 mL.
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
- Laboratorium
Peningkatan kadar Hb dan jumlah eritrosit (polisitemia sekunder)
dan Defisiensi kadar alfa-1 antitripsin (kongenital).
- Foto toraks
- Bronkitis kronis berhubungan dengan peningkatan tanda
bronchovascular dan kardiomegali.
Gambaran Bronkitis kronik
Gambaran radiologi bronkitis kronik hanya memperlihatkan perubahan
yang minimal dan biasanya tidak spesifik
Bronkitis kronik secara radiologi dibagi menjadi tiga golongan:
1. Ringan: gambaran corakan paru yang meningkat dibasal paru
2. Sedang: gambaran corakan paru yang meningkat dibasal paru disertai
gambaran emfisema, dan kadang-kadang disertai bronkiektasis di
perikardial kanan dan kiri
3. Berat: ditemukan hal tersebut di atas disertai cor pulmonale sebagai
komplikasi dari bronkitis kronik.
14
Gambar 3. Emfisema
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Sebuah paru-paru dengan emfisema
menunjukkan peningkatan diameter anteroposterior (AP) , peningkatan udara
retrosternal, dan diafragma rata pada rontgen dada lateral
15
Gambar 5. Emfisema
Posteroanterior (PA) dan rontgen dada lateral pada pasien dengan penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK). Hiperinflasi, diafragma tertekan, peningkatan ruang
retrosternal, dan hypovascularity dari parenkim paru
16
Penyakit lain yang bisa menjadi diagnosis banding PPOK antara lain :2,4
1. SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberkulosis) adalah penyakit obstruksi
saluran nafas yang ditemukan pada pasien pasca tuberkulosis dengan lesi paru
minimal.
2. Pneumothoraks dimana keadaan cembung ditempat kelainan, perkusi
hipersonor, auskultasi saluran nafas melemah.
3. Penyakit paru dengan obstruksi saluran nafas lain misalnya destroyed lung.
2.10 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan :1,3,4
- Mengurangi gejala
- Mencegah progresivitas penyakit
- Meningkatkan toleransi latihan
- Meningkatkan status kesehatan
- Mencegah dan menangani komplikasi
- Mencegah dan menangani eksaserbasi
- Menurunkan kematian
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih
golongan metilprednisolon/prednison.
c. Mukolitik
Diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksasebasi, terutama pada bronchitis kronik dengan sputum
yang kental (misalnya ambroxol, erdostein).
d. Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu.
Penggunaan secara rutin merupakan kontraindikasi.
e. Antibiotik
Hanya diberikan bila terdapat eksasebasi. Diberikan jika gejala sesak
nafas dan batuk disertai dengan peningkatan volume dan purulensi
sputum. Antibiotik yang diberikan hendaknya berspektrum luas yang bisa
membunuh H.influenza, S.pneumoniae, dan M.catarrhalis sambil
menunggu hasil kultur sensitive kuman.
20
2.Rehabilitasi 2,3,4
a. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma.
Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari
edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan
perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel,
menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau
tujuan pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
- Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
- Melaksanakan pengobatan yang maksimal
- Mencapai aktiviti optimal
- Meningkatkan kualiti hidup
b. Berhenti merokok
c. Latihan fisik dan respirasi
d. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
21
LABA
Simptomatik
23
- Rehabilitasi
Derajat IV VEP1 / KVP < 70%; - Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih
(PPOK VEP1 < 30% prediksi bronkodilator:
sangat atau gagal nafas atau
berat) gagal jantung kanan Antikolinergik kerja lama sebagai
terapi pemeliharaan
LABA
Pengobatan komplikasi
- Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik
- Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah
menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg
- Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil
spirometri)
- Mencegah eksaserbasi
25
26
a. Gejala eksaserbasi :
- Sesak bertambah
- Produksi sputum meningkat
- Perubahan warna sputum
2.11 Komplikasi1,3,6
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :3
30
1. Gagal napas
- Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg, PCO2 > 60 mmHg, dan
pH normal, penatalaksanaan :
Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2.
Bronkodilator adekuat.
Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu
tidur.
Antioksidan
Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :
Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
Sputum bertambah dan purulen
Demam
Kesadaran menurun
2. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik
ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit
darah.
3. Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai gagal
jantung kanan.
2.12 Prognosis8
Dubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit
komorbid lain.
Dalam menentukan prognosis PPOK ini, dapat digunakan BODE index
untuk menentukan kemungkinan mortalitas dan morbiditas pasien. BODE ini
adalah singkatan dari:
Body mass index
Obstruction [FEV1]
Dyspnea [modified Medical Research Council dyspnea scale]
Exercise capacity
Penghitungannya melalui perhitungan skor 4 faktor berikut ini:
31
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif non
reversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema
atau gabungan keduanya. Beberapa faktor pencetus eksaserbasi akut pada PPOK
yaitu: infeksi (virus, bakteri), pajanan dengan polutan/polusi udara, penghentian
pengobatan, bronkospasme, dan perubahan diet.
DAFTAR PUSTAKA
33