SPGDT-S
SPGDT adalah sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari
unsur, pelayanan pra Rumah Sakit, pelayanan di Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit.
Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life and limb
saving, yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis,
pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi.
SPGDT-S (Sehari-Hari)
SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling terkait yang
dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit di Rumah Sakit antar Rumah Sakit dan terjalin
dalam suatu sistem. Bertujuan agar korban/pasien tetap hidup. Jadi pada sistem ini tidak
dilakukan proses pemnilahan pasien atau triage dan prosesnya meliputi berbagai rangkaian
kegiatan sebagai berikut :
3. Pertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat awam atau awam khusus
(satpam, pramuka, polisi, dan lain-lain)
3. Pertolongan di ICU/ICCU
SPGDT-B (Bencana) adalah kerja sama antar unit pelayanan Pra Rumah Sakit dan Rumah
Sakit dalam bentuk pelayananan gawat darurat terpadu sebagai khususnya pada terjadinya
korban massal yg memerlukan peningkatan (eskalasi) kegiatan pelayanan sehari-hari.
Bertujuan umum untuk menyelamatkan korban sebanyak banyaknya.
Didalam memberikan pelayanan medis SPGDT dibagi menjadi 3 sub sistem yaitu : sistem
pelayanan pra rumah sakit, sistem pelayanan pelayanan di rumah sakit dan sistem pelayanan
antar rumah sakit. Ketiga sub sistem ini tidak dapat di pisahkan satu sama lain, dan bersifat
saling terkait dalam pelaksanaan sistem.
Prinsip SPGDT adalah memberikan pelayanan yang cepat, cermat, dan tepat, dimana
tujuannya adalah untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah kecacatan (time saving is life and
limb saving) terutama ini dilakukan sebelum dirujuk ke rumah sakit yang dituju.
Didalam penyelenggaraan sistem pelayanan pra rumah sakit harus membentuk atau
mendirikan pusat pelayanan yang bersifat umum dan bersifat emergency dimana bentuknya
adalah suatu unit kerja yang disebut Public Safety Center (PSC), ini merupakan suatu unit
kerja yang memberi pelayanan umum terutama yang bersifat emergency bisa merupakan UPT
Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota, yang sehari-harinya secara operasional dipimpin oleh
seorang direktur. Selain itu pelayanan pra rumah sakit bisa dilakukan pula dengan
membentuk satuan khusus yang bertugas dalam penanganan bencana dimana disaat ini sering
disebut dengan Brigade Siaga Bencana (BSB), pelayanan ambulans, dan komunikasi. Dalam
pelaksanaan Public Service Center dapat dilakukan oleh masyarakat untuk kepentingan
masyarakat, dimana pengorganisasiannya dibawah pemerintah daerah, sedangkan sumber
daya manusianya terdiri dari berbagai unsur, seperti unsur kesehatan, unsur pemadam
kebakaran, unsur kepolisian, unsur linmas serta masyarakat sendiri yang bergerak dalam
bidang upaya pertolongan pertama, sehingga memiliki fungsi tanggap cepat dalam
penganggulangan tanggap darurat.
Merupakan suatu unit khusus yang disiapkan dalam penanganan pra rumah sakit khususnya
yang berkaitan dengan pelayana kesehatan dalam penanganan bencana. Pengorganisasian
dibentuk oleh jajaran kesehatan baik di tingkat pusat maupun daerah (depkes, dinkes, rumah
sakit) petugas medis baik dokter maupun perawat juga petugas non medis baik sanitarian gizi,
farmasi dan lain-lain. Pembiayaan didapat dari instansi yang ditunjuk dan dimasukkan
anggaran rutin APBN maupun APBD.
- Depkes
- Dinkes
- RS
Petugas :
- Dokter
- Perawat
- Sanitasian gizi
- Farmasi
- Dll
3. Pelayanan Ambulans
Kegiatan pelayanan terpadu didalam satu koordinasi yang memberdayakan ambulans milik
puskesmas, klinik swasta, rumah bersalin, rumah sakit pemerintah maupun swasta, institusi
kesehatan swasta maupun pemerintah (PT. Jasa Marga, Jasa Raharja, Polisi, PMI, Yayasan
dan lain-lain). Dari semua komponen ini akan dikoordinasikan melalui pusat pelayanan yang
disepakati bersama antara pemerintah dengan non pemerintah dalam rangka melaksanakan
mobilisasi ambulans terutama bila terjadi korban massal.
4. Komunikasi
Pelayanan dalam keadaan bencana yang menyebabkan korban massal memerlukan hal-hal
khusus yang harus dilakukan.
Dalam keadaan bencana diperlukan pola kegiatan yang melibatkan unit-unit kegiatan lintas
sektoral yang mana kegiatan ini akan menjadi efektif dan efisien bila berada didalam suatu
komandio dan satu koordinasi yang sudah disepakati oleh semua unsur yang terlibat.
Kegiatan ini merupakan penanganan bencana yang mengakibatkan korban massal yang harus
melakukan eskalasi atau berbagai peningkatan. Ini dapat dilakukan dengan melakukan
mobilisasi sumber daya manusia, mobilisasi fasilitas dan sarana serta mobilisasi semua
pendukung pelayanan kesehatan bagi korban.
3. Simulasi
Diperlukan ketentuan yang harus ada yaitu prosedur tetap (protap), petunjuk pelaksana
(juklak) dan petunjuk tekhnis (juknis) operasional yang harus dilaksanakan oleh petugas yang
merupakan standar pelayanan. Ketentuan tersebut perlu dikaji melalui simulasi agar dapat
diketahui apakah semua sistem dapat diimplementasikan pada kenyataan dilapangan.
Harus diperhatian penyediaan saran, prasarana yang harus ada di UGD, ICU,kamar jenazah,
unit-unit pemeriksaan penunjang, seperti radiologi, laboratorium, klinik, farmasi, gizi, ruang
rawat inap, dan lain-lain.
Rumah sakit harus membuat suatu perencanaan untuk menghadapi kejadian bencana yang
disebut Hospital Disaster Plan baik bersifat yang kejadiannya didalam rumah sakit maupun
eksternal rumah sakit.
Di dalan UGD harus ada organisasi yang baik dan lengkap baik pembiayaan, SDM yang
terlatih, sarana dengan standar yang baik, sarana medis maupun non medis dan mengikuti
teknologi pelayanan medis. Prinsip utama dalam pelayanan di UGD adalah respone time baik
standar nasional maupun standar internasional.
Didalam rumah sakit juga harus di bentuk Brigade Siaga Bencana dimana ini merupakan
satuan tugas khusu yang mempunyai tugas memberikan pelayanan medis pada saat-saat
terjadi bencana baik di rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dimana sifat kejadian ini
menyebabkan korban massal.
Suatu bentuk pelayanan rumah sakit bagi pasien yang sudah stabil baik respirasi
hemodinamik maupun tingkat kesadarannya, tetapi masih memerlukan pengobatan perawatan
dan pengawasan secara ketat dan terus menerus, HCU ini harus ada baik di rumah sakit tipe
C dan tipe B.
Merupakan suatu bentuk pelayanan di rumah sakit multi disiplin. Bersifat khusus untuk
menghindari ancaman kematian dan memerlukan berbagai alat bantu untuk memperbaiki
fungsi vital dan memerlukan sarana tekhnologi yang canggih dan pembiyaan yang cukup
besar.
6. KAMAR JENAZAH
Pelayanan bagi pasien yang sudah meninggal dunia, baik yang meninggal di rumah sakit
maupun luar rumah sakit, dalam keadaan normal sehari-hari ataupun bencana. Pada saat
kejadian massal di perlukan pengorganisasian yang bersifat komplek dimana akan di lakukan
pengidentifikasian korban baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal dan memerluikan
SDM yang khusus selain berhubungan dengan hal-hal aspek legalitas.
SISTEM PELAYANAN MEDIK ANTAR RUMAH SAKIT
Berbentuk jejaring rujukan yang dibuat berdasarkan kemampuan rumah sakit dalam
memberikan pelayanan baik dari segi kualitas maupun kuantitas, untuk menerima pasien dan
ini sangat berhubungan dengan kemampuan SDM, ketersediaan fasilitas medis didalam
sistem ambulans.
1. Evakuasi
Bentuk layanan transportasi yang ditujukan dari pos komando, rumah sakit lapangan menuju
ke rumah sakit rujukan atau transportasi antar rumah sakit, baik dikarenakan adanya bencana
yang terjadi di rumah sakit, dimana pasien harus di evakuasi ke rumah sakit lain. Pelaksanaan
evakuasi tetap harus menggunakan sarana yan terstandar memenuhi kriteria-kriteria yang
suah ditentukan berdasarkan standar pelayanan rumah sakit.
Korban berada dalam keadaan paling stabil dan memungkinkan untuk di evakuasi
Kendaraan dan pengawalan yang dipergunakan merupakan yang paling layak tersedia.
Evakuasi darat, dimana para korban harus secara cepat dipindahkan, karena lingkungan yang
membahayakan, keadaan yang mengancam jiwa, membutuhkan pertolongan segera, maupun
bila terdapat sejumlah pasien dengan ancaman jiwa yang memerlukan pertolongan.
Evakuasi segera, korban harus segera dilakukan penanganan, karena adanya acaman bagi
jiwanya dan tidak bisa dilakukan dilapangan, misal pasien syok, pasien stres dilingkungan
kejadian dan lain-lain. Juga dilaukan pad pasien-pasien yang berada di linkungan yang
mengakibatkan kondisi pasien cepat menurun akibat hujan, suhu dingin ataupun panas.
Evakuasi biasa, dimana korban biasanya tidak mengalami ancaman jiwa, tetapi masih perlu
pertolongan di rumah sakit, dimana pasien akan di evakuasi bila sudah dalam keadaan baik
atau stabil dan sudah memungkinkan bisa dipindahkan, ini khususnya pada pasien-pasien
patah tulang.
4. Kontrol lalu lintas
Untuk memfasilitasi pengamanan evakuasi, harus dilakukan control lalu lintas oleh
kepolisian, untuk memastikan jalur lalulintas antar rumah sakit dan pos medis maupun pos
komando. Pos medis dapat menyampaikan kepada pos komando agar penderita dapat
dilakukan evakuasi bila sudah dalam keadaan stabil. Maka kontrol lalu lintas harus seiring
dengan proses evakuasi itu sendiri.
Seperti contohnya, pada kabupaten Jember ada 6 kecamatan yang bersentuhan langsung
dengan garis pantai:
KEPANJEN 10.204
MOJOSARI 9.703
Pada 6 kecamatan yang berbatasan langsung dengan garis pantai ini ada
kemungkinan terkena ombak besar seperti tsunami. Contoh lain, Pada jember bagian utara
yang dekat dengan gunung, sering terkena banjir dan longsor. jadi, geografi dan demografi
mempengaruhi SPGDT-B.