Anda di halaman 1dari 23

1

BAB II

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (PLTP)

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) merupakan suatu pembangkit

listrik yang memanfaatkan tenaga panas dari perut bumi dalam bentuk uap air dan

merupakan energi terbarukan bila penggunaannya menggunaan prinsip siklus dengan

pompa injeksi. Di bawah ini akan membahas mengenai jenis-jenis sumber energi panas

bumi dan beberapa jenis-jenis PLTP yang ada.

2.1. Jenis-Jenis Sumber Energi Panas Bumi

Prinsip kerja PLTP sebenarnya bergantung pada jenis sumber panas bumi dan

hal ini dibedakan berdasarkan cara mendapatkan sumber panas bumi itu sendiri. Oleh

karena itu, jenis-jenis ini identik dengan seberapa dalam sumur-sumur produksi itu

digali sebab kedalaman reservoir sumur produksi akan mempengaruhi temperatur serta

tekanan fluida kerja.

PLTP menggunakan energi panas (kalor)dari inti bumi atau magma yang

panasnya mengalir menuju permukaan bumi. Maka dari itu, jika kita menggali lapisan

demi lapisan bumi, maka kalor yang kita dapatkan akan semakin besar karena semakin

dekat dengan sumbernya. Prinsip sederhana itulah yang digunakan dalam

PLTP.Ditambah lagi, di dalam bumi ternyata terdapat rongga-rongga yang volumenya

relatif besar dan kebanyakan rongga itu terisi oleh air. Panas dari perut bumi atau aliran

http://digilib.mercubuana.ac.id/
10

magma oleh sebab adanya gunung berapi, akan memanaskan air yang terjebak

itu, sehingga air itu akan menjadi uap dan memiliki tekanan serta enthalpy yang tinggi.

Hal inilah yang dimanfaatkan untuk dikonversikan kembali energinya menjadi energi

listrik pada akhirnya. Gambar 2.1 menjelaskan bagaimana proses pemanfaatan sumber

panas bumi menjadi energi listrik.

Gambar 2.1 : Ilustrasi bagaimana sistem panas bumi digunakan untuk pemban
energi listrik
(Sumber ; Gordon Denbow Christopher, Pedagogical development and technical research in
the area of geothermal power production, 2011)

Ada empat jenis sumber panas bumi hingga saat ini dan terus berkembang, yaitu

Hydrothermal, Geopressured, Petrothermal, dan Magma Energy.Semuanya dibedakan

berdasarkan kedalaman letak reservoir-nya di dalam bumi dari permukaan.


11

Gambar 2.2 Jenis-jenis sumber energi panas bumi

Jenis yang paling banyak digunakan dalam PLTP di dunia adalah

hydrothermal.Sumber panas bumi jenis ini memiliki kedalaman rata-rata 2000-3000 m

dan temperatur fluidanya dapat mencapai 315C dengan tekanan 8-20 bar tergantung

kualitas reservoir-nya.Sumber panas bumi ini memiliki dua sub-tipe lagi sesuai dengan

jenis fluidanya, yakni hidrotermal dominasi uap dan hidrotermal dominasi cairan.

Gambar 2.3 Sistem Panas Bumi Hidrotermal


12
( Sumber : Pudjanarsa, A. dan Nursuhud,Djati,Mesin Konversi Energi Edisi Revisi, hal.

251).
Geopressured merupakan sumber panas bumi yang kedalaman sumur

produksinya sekitar 2000-10.000 m dan kondisi fluidanya bertemperatur lebih rendah,

yakni sekitar 160C namun bertekanan yang sangat tinggi (sekitar 1000 bar) dan

memiliki kadar garam yang sangat tinggi. Biasanya berbentuk jenuh dengan gas alam,

3
umumnya CH4.

Untuk sumber panas bumi berjenis petrothermal atau lebih dikenal dengan

sebutan Hot Dry Rock (HDR), kedalamannya hampir sama dengan jenis geopressured,

akan tetapi, tidak ada fluida yang diambil dari reservoir. Sumber panas ini hanya

memanfaatkan batuan panas dekat magma bumi untuk memanaskan air yang

diinjeksikan dari permukaan bumi dan hasil pemanasan tersebut (sudah berupa uap

kering) diambil kembali untuk memutar turbin atau memanaskan fluida kerja di

permukaan.Reservoir yang berupa rongga-rongga dalam bumi juga dibuat dengan

menggunakan bom, bukan terbentuk secara alamiah.

Sedangkan, untuk energi magma hingga saat ini sedang masih dikembangkan

dan belum ada yang beroperasi secara komersil. Jenis sumber panas bumi ini

kedalamannya lebih dalam dari geopressured dan menggunakan cara yang hampir sama

dengan HDR.

2.2. Jenis-Jenis PLTP Berjenis Hydrothermal

Seperti yang digambarkan pada gambar 2.2, bahwa ada dua kelas sumber energi

panas bumi yang berjenis hydrothermal, yakni uap air berdominasi uap (vapor

dominated steam) dan uap air berdominasi cairan (liquid dominated steam).Oleh karena

3
Persentasi Energi Panas Bumi (Geothermal) silde 34 oleh Dr. Ir. T. A. Fauzi
Soelaiman (Dosen ITB) pada Januari 2008.
bentuk sumber energi yang berbeda itu, maka secara garis besar sistem pembangkit

yang digunakan untuk memanfaatkan energi tersebut juga berbeda.

2.2.1. Dry Steam System

Untuk uap air berdominasi uap, sistem pembangkitnya sangat lebih

sederhana. Hal ini dikarenakan sumber energi di dalam reservoir sudah berupa uap

air (berfase gas) dan cenderung lebih bersih daripada jenis lainnya. Walaupun

lapangannya sangat jarang ditemukan, sumber energi panas bumi jenisini adalah

yang paling cocok untuk dijadikan pembangkit listrik karena biaya per kWh-nya

sangat murah dibandingkan jenis lainnya, seperti yang tertera pada tabel 2.1 di

bawah ini.

Tabel.2.1 : Perbandingan dari dasar sistem konversi energi panas bumi.


Reservoir Utilization Plant cost and
Type of Plant Current usage
temperatures, C efficiency, % complexity

Single-flash 200-260 30-35 moderate Widespread

Double-flash 240-320 35-45 Moderate Widespread


high
Dry-steam 180-300+ 50-65 Low Special sites
moderate
Basic Binary 125-165 25-45 Moderate Widespread
high
(Sumber :DiPippo Ronald, Geothermal Power Plants; Principles, Applications, Case Studies
and Environment Impact. Elsevier, 2008, Hal 193)

Dari tabel di atas, kita juga dapat melihat bahwa untuk PLTP jenis dry steam

merupakan jenis PLTP yang sangat baik, dimana efisiensi pemanfaatannya

merupakan yang paling baik dan paling murah biaya pembuatannya daripada jenis

yang lainnya.
Prinsip kerja untuk sebuah PLTP jenis ini juga sangat sederhana.Seperti yang

dijelaskan pada gambar 2.4 di bawah ini, uap air dari reservoir dialirkan langsung ke

turbin dan hanya disaring oleh moisture removal yang berfungsi untuk membuang air

yang terkondensasi di dalam pipa.Non Condensible Gas (NCG) yang terkandung

juga relatif lebih sedikit dibandingkan jenis lainnya. Sedangkan gambar 2.5

menjelaskan bagaimana proses termodinamika secara umum.

Gambar 2.4 :Skematik PLTP dry-steam secara sederhana

Seperti yang digambarkan pada gambar 2.4, siklus untuk PLTP berjenis dry-

steam tampak sederhana, dimana uap dari sumur produksi dialirkan langsung ke

turbin untuk diubah energi panasnya menjadi energi mekanik dan akhirnya diubah

lagi menjadi energi listrik di generator.Uap dari turbin kembali dikondensasikan

menjadi air kondensat di kondensor dimana air pendinginnya berasal dari cooling

tower dan kembali ke cooling tower lagi setelah dari kondensor.Air kondensat dari

kondensor dialirkan ke cooling tower jika jumlah air pendingin di cooling tower
berada di bawah level minimumnya, sedangkan jika jumlah air pendingin cukup,

maka air kondensat akan dialirkan menuju sumur-sumur injeksi untuk diinjeksikan

kembali ke dalam bumi.

Dari gambar 2.5, kita dapat melihat bahwa titik 1 merupakan titik yang

menggambarkan tekanan, temperatur, dan enthalpy uap air yang berada pada inlet

turbin, di titik tersebut air dalam fase uap jenuh dengan derajat kekeringan 100%.

Sedangkan, proses 1-2 merupakan proses ekspansi yang berlangsung pada turbin

secara aktual, Proses 1-2a merupakan proses ekspansi isentropis ideal pada turbin,

sedangkan 2-3 merupakan proses kondensasi yang terjadi pada kondensor.

Gambar 2.5 : Diagram Tekanan- Enthalpy (P-h) dan Temperatur-Entropy (T-s) proses

PLTP dry-steam secara sederhana

2.2.2. Single Flash Steam System

Salah satu jenis PLTP yang digunakan untuk memanfaatkan sumber energi

panas bumi liquid dominated steam adalah PLTP single flash steam system. Jenis

PLTP ini merupakan jenis yang paling banyak di Indonesia, bahkan di dunia jika
4
dibandingkan dengan jenis PLTP-PLTP yang lainnya. Hal ini dikarenakan jenis ini

adalah jenis yang paling sederhana untuk memanfaatkan sumber energi panas bumi

dominasi cairan.

Gambar 2.6 menggambarkan skema aliran uap untuk PLTP single flash steam

system dimana uap dari dalam bumi keluar dalam bentuk fluida dua fase (mixture

steam-liquid).Oleh karena adanya penurunan tekanan (pressure drop) yang terjadi

pada katup di sumur produksi dan cyclone separator, maka fase uap dan cairnya

terpisah yang juga dipisahkan pada separator tadi. Penurunan tekanan pada enthalpy

tetap disebut proses throttling. Dalam dunia PLTP, proses ini disebut proses
5
flashing , karena bukan hanya terjadi penurunan tekanan semata, akan tetapi proses

ini membuat derajat kekeringan steam meningkat dan artinya menjadi lebih bersih

dan aman untuk turbin. Dapat dikatakan bahwa proses ini juga merupakan proses

pencucian/pemisahan uap sehingga uap dapat dimanfaatkan.

Hasil pemisahan fluida dua fase (geofliud)pada separator yang berfase gas

(uap) adalah steam.Steam dari separator kemudian dialirkan ke turbin. Dari titik ini,

prosesnya sama seperti dry-steam, dimana uap akan memutar turbin yang di-couple

dengan generator dan menghasilkan listrik. Uap dari turbin juga dikondensasikan

untuk diinjeksikan kembali ke bumi.

Sedangkan, bagian cair dari geofluid yang dipisahkan di dalam separator

disebut brine.Brine pada PLTP jenis ini langsung dikirimkan ke sumur-sumur injeksi

5
Ada yang menyebutkan proses cetus pada beberapa referensi yang artinya dalam
kamus besar bahasa Indonesia adalah pecah
untuk diinjeksikan kembali ke bumi, walau sebenarnya masih memiliki panas

kandung yang cukup tinggi.

Gambar 2.6 : Skematik PLTP Single Flash Steam System secara sederhana
Ada beberapa cara dalam penempatan separator. Ada yang menempatkan di tiap-tiap sumur kemu

sumur produksi (gambar 2.7c).


Gambar 2.7 : Jenis-jenis sistem-sistem separator

Secara termodinamika, gambar 2.8 menjelaskan secara sederhana bagaimana

aliran uap dan proses PLTP jenis ini. Titik 1-2 merupakan aliran fluida dua fase dari

reservoir hingga ke separator. Di sinilah proses flashing terjadi. Titik 2-5 merupakan

proses pemisahan brine, sedangkan 2-3 merupakan proses pemisahan steam

dankeduanya terjadi di cyclone separator. Titik 3-4a merupakan proses ekspansi

pada turbin ideal yang berlangsung isentopis, dan titik 3-4 adalah proses ekspansi

aktualnya. Pada titik 4-5 steam dikondensasikan di kondensor.

Gambar 2.8 : Diagram Tekanan- Enthalpy (P-h) proses PLTP single flash steam system
secara sederhana
2.2.3. Double Flash Steam System

Pembangkit listrik dengan tipe double flash steam system merupakan

pengembangan dari pembangkit jenis single flash system. Skema proses untuk

double flash steam system tidak jauh berbeda dari single flash steam system. Hanya

ada penambahan flasher pada sisi keluaran separator yang berfungsi sebagai pemisah

atau pengekstrak uap kembali dari brine dengan menggunakan prinsip yang hampir

sama dengan separator. Skema dari PLTP double flash terlihat pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Skematik PLTP Double Flash Steam System

2.2.4. Binary Cycle System


Pembangkit listrik dengan tipe Binary Cycle ini berbeda dengan flash steam,

yang dalam operasinya air atau uap air dari reservoir tidak berhubungan langsung

dengan unit turbin/generator. Umunya fluida panas bumi yang digunakan untuk
20

0
pembangkit listrik adalah fluida yang mempunyai temperatur sedang 200 C, tetapi

0
secara tidak langsung fluida panas bumi temperatur sedang berkisar antara (100 C

0
200 C) juga dapat digunakan untuk pembangkit listrik yaitu dengan cara memanasi

fluida organik yang mempunyai titik didih rendah seperti terlihat Gambar 2.10.

Uap dari fluida organik ini kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin

sehingga menghasilkan listrik.

Gambar 2.10. Siklus Biner dengan brine dari separator


sebagai media pemanas

Cara kerjanya adalah uap panas dialirkan kesalah satu pipa di heat exchanger

untuk menguapkan cairan dipipa lainnya yang disebut dengan pipa kerja.Cairan di

pipa kerja memakai cairan yang memiliki titik didih yang rendah seperti Iso-butana

atau Iso-Pentana.Uap yang dihasilkan oleh heat exchanger dialirkan untuk memutar

turbin dan selanjutnya menggerakkan generator untuk menghasilkan listrik.Uap

panas yang dihasilkan di heat exchanger inilah disebut secondary (binary) fluid.
21
Keuntungan dari teknologi binary cycle ini adalah dapat dimanfaatkan oleh

panas bumi bersuhu rendah. Selain itu teknologi ini tidak mengeluarkan emisi.
Karena alasan tersebut teknologi ini diperkirakan akan banyak dipakai dimasa yang

akan datang.

2.3. Pemilihan Fluida Kerja

ORC adalah sebuah proses yang menjanjikan untuk mengkonversi panas

bersuhu rendah dan medium menjadi tenaga listrik. Proses ini bekerja seperti sebuah

Clausius-Rankine steam power plant, tetapi menggunakan sebuah fluida kerja

sebagai ganti air. Sehingga, thermal efficiency pada binary cycle akan lebih kecil

daripada teknologi konvensional direct/flashing steam karena temperatur sumber

fluida panas bumi relatif lebih rendah. Oleh karena itu untuk meningkatkan thermal

efficiency, parameter-parameter yang mempengaruhi efisiensi ini, seperti misalnya

disain heat exchanger dan pemilihan fluida kerja, menjadi tantangan tersendiri untuk

dikaji lebih mendalam. Proses ini harus memiliki efisiensi termal yang tinggi dan

harus dapat menggunakan sumber panas yang tersedia. Lebih lanjut, fluida kerja

harus memenuhi kriteria keamanan, harus ramah lingkungan dan relatif berharga

murah.

Pemilihan fluida kerja yang optimal merupakan tantangan tersendiri, karena

jumlah fluida yang tersedia dan jumlah parameter yang perlu dikaji sangat banyak.

Kihara dan Fukunaga (1975) dan West, dkk. (1979) merekomendasikan beberapa

kriteria minimal yang dapat digunakan untuk menseleksi fluida kerja, antara lain:

a) Ketersediaan Properti Fluida

Fluida kerja bisa berupa senyawa non organik (air, ammonia,

karbondioksida) atau senyawa organik (hidrokarbon, halokarbon). Fluida

jenis organik dipilih karena properti fisika dan termodinamika fluida-fluida

tersebut telah banyak diketahui dan mudah diperoleh.


b) Tekanan Kondensasi

Tekanan kondensasi pada titik kondensasi awal dalam kondenser harus

seminimal mungkin untuk meminimalisir harga kondenser per unit

permukaan transfer panas, akan tetapi harus lebih besar dari pada tekanan

atmosfer. Fluida dengan tekanan kondensasi kurang dari tekanan atmosfer

akan beroperasi pada kondisi vakum sehingga menyebabkan kemungkinan

terjadinya kebocoran udara masuk ke dalam sistem. Oleh karena itu fluida

dengan tekanan kondensasi di bawah 1 bar abs.akan dieliminasi dari

pemilihan fluida kerja.

c) Temperatur Kritis

Semua fluida yang mempunyai temperatur kritis kurang dari temperatur

kondensasi terendah 37C (catatan: dengan asumsi sink temperature 27C

dan perbedaan pinch point temperature 10C) akan dieliminasi dari

pemilihan fluida kerja. Selain itu, fluida yang selalu berada pada kondisi fase

uap superheated akan dieliminasi karena fluida ini akan relatif memerlukan

pompa dengan daya tinggi.

d) Berat Molekul

Berat molekul fluida akan mempengaruhi disain turbin. Hasil eksperimen

oleh para ahli turbin menunjukkan bahwa untuk menghasilkan power output

yang sama, meningkatnya berat molekul akan meningkatkan mass flowrate

(laju alir) yang diperlukan, menurunkan tip speed turbin dan menurunkan

kecepatan suara di dalam fluida.


e) Bentuk Kurva Uap Jenuh

Untuk menghindari superheat yang berlebihan dalam kondenser dan

kondensasi pada saat keluar turbin, uap jenuh fluida kerja harus berada

hampir vertikal pada diagram suhu-entropi. Superheat tidak diinginkan

karena koefisien transfer panas pada daerah superheat lebih kecil dari pada

daerah penguapan dan kondensasi. Kondisi fluida kerja pada saat keluar dari

turbin ditentukan oleh kemiringan kurva uap jenuh pada diagram T-s

(temperatur entropi). Fluida yang mempunyai kurva vertikal pada uap

jenuhnya cenderung akan mempunyai efisiensi tinggi. Fluida yang berada

pada kondisi campuran cair dan uap (yaitu berada di sebelah kiri kurva uap

jenuh) akan menyebabkan masalah korosi, sedangkan uap superheated (yaitu

berada di sebelah kanan kurva uap jenuh) akan menyebabkan naiknya heat

rejection di dalam kondenser. Untuk memprediksi kondisi-kondisi tersebut,

parameter I-factor direkomendasikan oleh Kihara dan Fukunaga (1975)

sesuai dengan persamaan 2.1 berikut.

T C
I 1 cond
dT ds
sat.vap
(2.1)
.

dimana,

I : I - faktor

Tcond : Temperatur kondensasi yang terkait dengan tekanan


kondensasi.

C : Specific heat pada tekanan konstan.

(dT/ds)sat.vap. : Temperature gradient pada temperatur saturasi di


diagram T-s.
Pada turbin outlet, fluida yang mempunyai kurva uap vertikal, I = 1;

fluida dengan campuran basah, I < 1; dan untuk uap superheated, I > 1. I-

factor didalam batasan 0,65 I 1,50 akan dipilih menjadi batas screening

awal.

f) Pertimbangan Keamanan

Fluida kerja harus memiliki kestabilan termal yang tinggi, nonfouling,

tidak korosif, tidak beracun dan tidak mudah terbakar. Fluida yang

mempunyai tingkat toxic tinggi atau mudah terbakar (flammable) akan

dieliminasi, kecuali fluida-fluida tersebut mempunyai keunggulan menyolok

dibandingkan dengan kategori lain.

Berdasarkan pada kriteria-kriteria diatas, fluida kerja yang telah dikaji

oleh para ahli bisa dikelompokkan kedalam 4 grup, yaitu: karbondioksida,

amonia, halokarbon dan hidrokarbon.

Pada proses screening awal, penggunaan karbondioksida dan amonia

dapat dieliminasi dengan alasan:

- Temperatur kritis karbondioksida sangat rendah (31C).

- Walaupun secara thermal stabil, amonia adalah fluida yang sangat

beracun dan mudah terbakar.

Fluida halokarbon dan hidrokarbon menunjukkan banyak keunggulan

dalam hal properti termodinamika untuk penerapannya di binary cycle.

Properti fluida-fluida hidrokarbon dan hidrokarbon yang telah dipelajari oleh

Kihara dan Fukunaga adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Properti Fluida Kerja untuk Rankine Cycle*

Critical Critical Condens Heat


Molecu
Temperat Pressu ing I- Transfer
Fluid lar
ure ( C ) re Pressur Facto Coefficien
Weigh
( bar e r t
HALOCARBONS
R-11 137,37 197.8 44.0 1.59 1.10 2970
R-12 120,91 111.7 41.1 8.48 0.91 2953
R-114 170,92 145.6 6
32.6 3.17 0.68 3009
R-500 99,01 105.6 8
44.2 10.7 0.89 3095
HYDROCARBONS 6 6
Propane 44,1 96.65 42.3 12.7 0.89 3821
n-Butane 58,1 152.05 37.1 3.59 0.75 3441
n-Pentane 2
72,1 196.50 8
32.4 1.10 0.78 3452
Isobutane 5
58,1 135.05 0
36.8 5.03 0.83 3350
Isopentane 75,12 187.75 5
34.0 1.45 0.71 3214
5 and Fukunaga(1975),
* Source : Kihara 9 West, et.al. (1979) and Reynold
(1979)

Dari hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa hidrokarbon merupakan

pilihan terbaik untuk aplikasi fluida kerja pada binary cycle. Untuk detail

design PLTP Binary dipilih n-Pentane sebagai fluida kerjanya karena tidak

mudah terbakar kalau bersentuhan dengan api dan telah teruji.

2.4. Analisis Neraca Massa dan Neraca Panas (Heat and Mass Balance Analysis)

Seperti yang telah dijelaskan diatas, proses kerja PLTP binary cycle adalah

berdasarkan pada proses Siklus Rankine Organik Sederhana (SIMPLE DESIGN

ORC). Gambar 2.10 dan 2.11 masing-masing memperlihatkan diagram T-s dan

diagram P-h. Proses termodinamika yang terjadi di dalam setiap komponen

PLTP binary cycle dihitung sebagai sebuah control volume yang berada dalam

kondisi tetap (steady state) dengan mengacu kepada mass balance dan heat

balance, dan siklus ini diasumsikan bekerja dalam kondisi ideal dan reversible
(friction dan heat losses diabaikan).Selain itu, pinch point juga ditetapkan untuk

setiap alat penukar kalor (Heat Exchanger).

Gambar 2.11. Diagram T-s pada Fluida n-Pentane

Gambar 2.12. Diagram P-h pada Fluida n-Pentane

Dari analisa ini, kita dapat melihat bahwa yang dapat diubah-ubah dalam

merencanakan PLTP jenis single flash system menjadi binary cycle system

adalah jalur separator-nya dengan menyalurkan air panas yang semula menuju
turbin menjadi menuju heat exchangers. Separatornya pun beralih fungsi

menjadi pemisah kotoran saja.

Anda mungkin juga menyukai