Draft Bab 1
Draft Bab 1
PENDAHULUAN
Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi medis yang dilakukan dengan cara memberikan oksigen
murni pada pasien di dalam hyperbaric chamber (ruangan hiperbarik). Oksigen yang diberikan
kepada pasien bertekanan lebih tinggi dari tekanan udara atmosfer dengan batas maksimum 2,8
ATA. Namun, hal ini tergantung pada jenis kasus terapi yang sedang ditangani. Pada mulanya
terapi oksigen hiperbarik diperuntukkan untuk penyakit yang diderita oleh penyelam setelah
melakukan penyelaman. Seiring berjalannya waktu serta melalui berbagai uji coba, terapi ini
juga efektif untuk penyembuhan berbagai penyakit klinis antara lain : bedah plastik, luka bakar,
ujung amputasi, luka akibat diabetes militus, dan jantung coroner (Rooses, 2012). Bahkan, pada
penelitian beberapa tahun terakhir terapi oksigen hiperbarik juga dipergunakan untuk terapi
kecantikan, meningkatkan kebugaran tubuh, dan peremajaan sel-sel dalam tubuh (LAKESLA,
2015).
Melihat manfaat yang diperoleh dari terapi oksigen hiperbarik maka dirasa perlu menyediakan
alat terapi oksigen hiperbarik di daerah yang membutuhkan terapi pada penyakit-penyakit
tersebut. Namun jumlah alat terapi ini di Indonesia masih terbatas jumlahnya. Sejauh ini jumlah
rumah sakit yang memiliki alat terapi oksigen hiperbarik hanya 12 rumah sakit (Oktaria, 2013).
Hal ini disebabkan alat terapi oksigen hiperbarik tergolong alat medis yang mahal. Oleh karena
itu, perlu dilakukan riset untuk mengembangkan alat terapi oksigen hiperbarik yang kemudian
dapat diproduksi secara massal dengan harga yang murah. Dengan demikian, masyarakat yang
membutuhkan pengobatan terapi oksigen hiperbarik dapat memperoleh penanganan yang cepat
pada rumah sakit terdekat dengan biaya yang terjangkau terutama untuk masyarakat menengah
ke bawah.
Pada tahun 2014, Universitas Gadjah Mada (UGM) dipercaya melakukan penelitian melalui
skema hibah Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID) dengan judul
Pengembangan Alat Terapi Oksigen Hiperbarik Tipe Multiplace Transportable. Penelitian ini
meliputi perancangan komponen-komponen utama dan pendukung dari alat terapi yang ditindak
lanjuti dengan proses manufaktur prototype. Komponen-komponen tersebut di antaranya ruangan
hiperbarik (hyperbaric chamber), sistem suplai udara (air supply system), dan sistem suplai
oksigen. Kedua sistem suplai tersebut perlu dilengkapi dengan sistem kontrol (control system).
Selain itu, suatu sistem pengkondisian udara (air conditioning system) juga perlu ditambahkan
pada sistem suplai udara agar pasien merasa nyaman selama proses terapi berlangsung. Lebih
lanjut, suatu alat oksigen hiperbarik juga memerlukan beberapa komponen pendukung, antara
lain: sistem penerangan (lighting system), sistem keamanan (safety system), desain interior, dan
lain-lain.
Tugas akhir ini, difokuskan pada sistem suplai udara di dalam chamber untuk terapi heavy
decompression sickness. Dalam hal ini, aliran udara perlu disimulasikan secara numerik untuk
mengetahui tingkat pemerataan tekanan maupun temperatur di dalam hyperbaric chamber.
Tentunya kondisi tersebut disesuaikan dengan standar terapi (pressure) dan tingkat kenyamanan
pasien (temperatur). Khusus untuk kenyamanan pasien maka aliran udara ke dalam chamber
harus memperhitungkan beban pendinginan (cooling load) pada saat proses terapi berlangsung.
Pada tugas akhir ini, simulasi numerik aliran udara dilakukan pada berbagai nilai cooling load
untuk memperoleh kondisi temperatur ruangan yang relatif nyaman bagi pasien (24oC). Dengan
demikian, untuk suatu nilai cooling load maka dibutuhkan suatu nilai temperatur udara yang
relatif sesuai untuk pencapaian temperatur ruangan yang diinginkan. Secara keseluruhan,
simulasi numerik akan menghasilkan persamaan yang menghubungkan antara cooling load dan
temperatur udara yang disuplaikan ke dalam chamber. Lebih lanjut, persamaan yang diperoleh
digunakan sebagai input sistem kontrol pengkondisian udara.
Tugas akhir ini, difokuskan pada sistem kontrol pengaturan tekanan udara di dalam chamber
untuk terapi heavy decompression sickness. Dalam hal ini, aliran udara perlu disimulasikan
secara numerik untuk mengetahui tingkat pemerataan tekanan maupun temperatur di dalam
hyperbaric chamber. Tentunya kondisi tersebut disesuaikan dengan standar terapi (pressure) dan
tingkat kenyamanan pasien (temperatur). Khusus untuk kenyamanan pasien maka aliran udara ke
dalam chamber harus memperhitungkan beban pendinginan (cooling load) pada saat proses
terapi berlangsung.
Pada tugas akhir ini, simulasi numerik aliran udara dilakukan pada berbagai nilai cooling load
untuk memperoleh kondisi temperatur ruangan yang relatif nyaman bagi pasien (24oC). Dengan
demikian, untuk suatu nilai cooling load maka dibutuhkan suatu nilai temperatur udara yang
relatif sesuai untuk pencapaian temperatur ruangan yang diinginkan. Secara keseluruhan,
simulasi numerik akan menghasilkan persamaan yang menghubungkan antara cooling load dan
temperatur udara yang disuplaikan ke dalam chamber. Lebih lanjut, persamaan yang diperoleh
digunakan sebagai input sistem kontrol pengkondisian udara.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pemodelan dan simulasi sistem suplai
tekanan udara pada chamber. Dari model dan simulasi ini kemudian dibuat sistem kendali
sehingga didapat sistem pengendalian tekanan udara pada chamber sesuai dengan grais terapi
yang optimal.
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah untuk mendapatkan model sistem
secara matematis, dan selanjutnya dibuat simulasi sistem suplai tekanan udara dengan
menggunakan PID controller yang tepat. Nilai PID Controller inilah yang selanjutnya digunakan
sebagai basis sistem kendali tekanan udara pada chamber.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Terapi oksigen hiperbarik telah mengalami perkembangan yang pesat di negara-negara maju. Di
Indonesia oksigen hiperbarik pertama kali dimanfaatkan pada tahun 1960 oleh LAKESLA yang
bekerjasama dengan RSAL Dr. Ramelan Surabaya. Terapi ini telah mampu mengobati berbagai
macam penyakit, baik penyakit yang diakibatkan penyelaman maupun penyakit-penyakit klinis.
Terapi oksigen hiperbarik pada beberapa penyakit digunakan sebagai terapi utama maupun terapi
tambahan. Terapi oksigen hiperbarik adalah pemaparan tubuh pasien di dalam Ruangan Udara
Bertekanan Tinggi (RUBT) yang mana pasien menghirup oksigen murni (O2 = 100%)
menggunakan masker pada tekanan 1-3 atmosfer absolut dalam jangka waktu tertentu (Oriani,
1996).
Oksigen hiperbarik merupakan penyediaan 100% oksigen murni inspirasi seseorang dalam
ruangan hiperbarik (hyperbaric chamber) dengan tekanan lebih besar dari satu atmosfer absolut
(ATA). Pada tekanan oksigen 2,4 ATA terjadi peningkatan tekanan parsial oksigen di pembuluh
arteri. peningkatan tekanan oksigen menyebabkan oksigen yang terlarut dalam plasma dan
jaringan meningkat (Wilson, 2004). Kondisi ini mampu meningkatkan asupan oksigen di sel-sel
otak. Selain itu, oksigen bertekanan juga dapat meningkatkan kemampuan sel darah putih untuk
melawan infeksi, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, dan membantu setiap organ
dalam tubuh berfungsi dengan lebih baik (PARU, 2015)
Penelitian tentang RUBT pertama kali ditemukan oleh seorang ilmuwan Inggris bernama Dr.
Henshaw pada tahun 1662. Henshaw membuat prototype RUBT untuk mengobati beberapa jenis
penyakit klinis seperti gangguan pernafasan dan juga berbagai gangguan paru-paru. Penggunaan
udara bertekanan tinggi dan terapi oksigen hiperbarik terus berkembang, meskipun dalam
perjalanannya mengalami pasang surut. Sampai pada tahun 1921 Dr. J. Cunningham menemukan
teori dasar tentang penggunakan oksigen hiperbarik untuk mengobati keracunan oksigen
(hipoksia). Selama kurang lebih 270 tahun oksigen hiperbarik mengalami pasang surut, termasuk
penelitian pada binatang dan penelitian klinis. Namun sejak saat itu tidak ada lagi pengembangan
lebih jauh terhadap perawatan hiperbarik hingga abad ke-19 (Mahdi, 2013).
1837 Pravaz dari Prancis membuat ruangan hiperbarik terbesar pada saat itu
dan digunakan untuk mengobati berbagai penyakit ringan.
Berikut adalah landmark dari perkembangan terapi oksigen hiperbarik (Jain, 2009).
1796 Beddoes dan Watt menuliskan buku pertama tentang aplikasi oksigen dalam
dunia medis.
1938 Ozorio de Almeida dan Costa dari Brazil mengobati penyakit kusta dengan
menggunakan HBOT.
1942 End dan Long dari USA menggunakan HBOT untuk menguji coba
keracunan karbon monoksida pada hewan.
1960 Sharp dan Smith menjadi orang pertama yang menyembuhkan keracunan
karbon monoksida pada manusia dengan menggunakan HBOT.
1962 Illingworth dari UK menunjukkan efektifitas dari HBOT pada oklusi arteri
di tungkai.
1963 Kongres internasional pertama terkait dengan terapi hiperbarik, yang mana
dilaksanakan di Amsterdam.
1966 Saltzman dkk. dari USA telah menunjukkan efektifitas dari HBOT pada
pasien stroke.
1971 Lamm dari FRG menggunakan HBOT untuk mengobati tuli mendadak.
1970s Ekspansi secara luas peralatan hiperbarik di Jepang dan Uni Soviet.
1980s Pengembangan terapi hiperbarik di China.
1987 Jain dari Switzerland meredakan kelenturan pada hemiplegia akibat stroke
dengan menggunakan oksigen hiperbarik. Dalam hal ini, HBOT terintegrasi
dengan terapi fisik.
Tipe decompression sickness menurut gejalanya dibagi menjadi 2 yaitu light decompression
sickness dan heavy decompression sickness. Tipe light decompression sickness gejala yang
timbul yaitu berupa rasa nyeri, terutama di daerah persendian dan otot-otot disekitarnya.
Sedangkan tipe heavy decompression sickness adalah penyakit dekompresi yang serius. Penyakit
ini menyerang system saraf pusat yang akan berakibat fatal bila tidak segera diobati.
Jenis pengobatan yang sering digunakan untuk penyembuhan penyakit dekompresi adalah terapi
oksigen hiperbarik. Salah satu tujuannya adalah untuk memperkecil gelembung gas nitrogen dan
mempermudah larut ke dalam jaringan atau darah. Lebih lanjut, penggunaan oksigen bertekanan
bertujuan untuk meningkatkan kadar oksigen pada jaringan sehingga lebih mempercepat
terjadinya restrukturisasi sel. Tabel terapi yang digunakan sebagai rujukan untuk terapi
decompression sickness adalah tabel 5 (light decompression sickness) dan tabel 6 (heavy
decompression sickness) US Navy. Gambar tabel terapi light decompression sickness dan heavy
decompression sickness masing-masing dapat dilihat pada Gambar 2.12 dan 2.13.
Pada tahun 2015, tim peneliti UGM melalui skema penelitian RAPID telah melakukan simulasi
aliran udara di dalam alat oksigen hiperbarik. Penelitian tentang simulasi aliran udara di dalam
hyperbaric chamber bermula dari Cahya (2015) dalam Tesis-nya yang meneliti tentang simulasi
aliran di dalam hyperbaric chamber pada berbagai nilai cooling load untuk terapi light
decompression sickness. Secara umum, telah diperoleh tingkat pemerataan temperatur maupun
tekanan pada masing-masing garis proses terapi. Berdasarkan hasil simulasi yang telah dilakukan
maka diperoleh nilai-nilai temperatur yang sesuai untuk masingmasing cooling load. Lebih
lanjut, dari kedua parameter tersebut, dihasilkan persamaan yang menghubungkan antara cooling
load dan temperatur suplai udara untuk terapi light decompresion sickness.
Analog dengan Cahya, pada tugas akhir ini melakukan penelitian tentang simulasi aliran udara
untuk jenis terapi heavy decompression sickness. Simulasi aliran dilakukan untuk mengetahui
tingkat pemerataan temperatur dan tekanan di dalam hyperbaric chamber selama terapi
berlangsung. Dengan demikian, diharapkan dapat mengetahui tingkat pemerataan tekanan
maupun temperatur serta memperoleh persamaan yang menghubungkan antara nilai-nilai
temperatur udara suplai yang sesuai dengan berbagai nilai cooling load untuk terapi heavy
decompression sickness.