Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

GAGAL JANTUNG KONGESTIF DENGAN STEMI

Oleh :

Fajar Khalis Ananda, S.Ked

NIM: FAB 115 005

Pembimbing :
dr. Sutopo, Sp. RM
dr. Tagor Sibarani
Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian
Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine

KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY


MEDICINE
FK UNPAR/RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKARAYA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

Gagal jantung berdasarkan American Heart Association 2015 adalah


sebuah sindrom klinis sebagai akibat dari gangguan fungsional atau struktural
pengisian ventrikel atau ejeksi.
Prevalensi penyakit gagal jantung menurut riskesdas 2013, meningkat
seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur 65 74 tahun (0,5%)
untuk yang terdiagnosis dokter, menurun sedikit pada umur 75 tahun (0,4%),
tetapi untuk yang terdiagnosis dokter atau gejala tertinggi pada umur 75 tahun
(1,1%). Untuk yang didiagnosis dokter prevalensi lebih tinggi pada perempuan
(0,2%) dibanding laki-laki (0,1%).
Perlunya untuk menangani kasus gagal jantung secepatnya mengingat bila
hal ini dibiarkan, maka akan dapat menimbulkan henti jantung yang dapat
berakibat kematian.

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Primary Survey
S, Laki laki
Vital Sign :
Tekanan darah : 80/50 mmHg
Nadi : 106x/menit, reguler, kurang kuat angkat
Suhu : 36,7 0C

2
Pernapasan : 28 x/menit, torako-abdominal
Airway : bebas, tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing : spontan, 28 x/menit, pernapasan torako-
abdominal, pergerakan thoraks simetris kanan & kiri
Circulation : nadi 106x/menit reguler,kuat angkat, isi cukup
Disability : GCS (Eye 4,Verbal 5, Motorik 6)
Evaluasi masalah : Kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam
Priority sign yaitu pasien datang dengan keluhan sesak nafas, sehingga
memerlukan penanganan segera. Pasien diberi label kuning.
Exposure : Tampak sesak
Tatalaksana awal : Tata laksana awal pada pasien ini adalah
ditempatkan di ruangan non bedah, oksigenasi nasal kanul 3 lpm dan
diberikan infus NaCl 0,9%

2.2. Identitas Pasien


Nama :S
Usia : 58 tahun
Jenis kelamin : Laki laki
Alamat : Jl. Tangkalasa VI
Tanggal pemeriksaan : 29 Agustus 2016

2.3. Ananmnesis
Autoanamnesis
Keluhan Utama: Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh sesak nafas sejak 1 minggu SMRS dan memberat
sejak 1,5 jam SMRS. Sesak nafas muncul saat sehabis shalat. Pasien
mengaku sesak nafas muncul bila beraktivitas dan berkurang bila
aktivitas dihentikan. Sesak nafas disertai dengan nyeri dada. Nyeri dada
muncul sejak 1,5 jam SMRS. Nyeri dada serasa menusuk dengan durasi
> 30 menit. Nyeri dada menjalar ke bahu kiri. Pasien mengaku bila pada
malam hari sering berkeringat dingin dan batuk. Pasien juga mengaku
dada dirasakan berdebar debar. Demam disangkal, mual muntah

3
disangkal, nyeri perut disangkal, BAK dan BAB tidak ada keluhan, nafsu
makan berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan
Diakui pasien hal ini baru dirasakan pertama kali. Pasien ada meminum
obat tablet putih di bawah lidah (pasien lupa nama obatnya) 6,5 jam
SMRS.
Riwayat Penyakit Keluarga
Diakui pasien keluarga tidak ada sakit serupa dengan pasien.
2.4. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum : Tampak lemah
- Kesadaran : Compos Mentis
- Vital sign (IGD)
- Tekanan darah : 80/50 mmHg
- Nadi : 106x/menit, reguler, kurang kuat angkat
Suhu : 36,7 0C
- Pernapasan : 28 x/menit, torako-abdominal

Kepala dan Leher


Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Refleks pupil (+/+), pupil isokhor 3mm/3mm
Pembesaran KGB di leher (-/-)
Peningkatan JVP (+) 5 + 3 cmH2O
Refluks hepatojuguler (+)
Thoraks
Paru
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,
penggunaan otot bantu pernapasan (-)
- Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler +/+, wheezing (-), rhonki basal +/+
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba pada ics 6 anteroaksila sinistra

4
- Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2) normal, mumur sistolik
(+), 3/6, pMax ics 6 anteroaksila sinistra, thrill (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar, lien tidak teraba membesar,
Shifting dullnes (-)
Perkusi : timpani
Ekstremitas
- Akral hangat
- CRT < 2 detik
- Pitting edema ekstremitas atas dan bawah (-)
2.5. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Leukosit : 9,18 x 103/uL
Hb : 14,3 g/dL
Ht : 43,6 %
Trombosit : 229 x 103/uL
GDS : 95 mg/dL
Ureum : 29 mg/dL
Kreatinin : 1,01 mg/dL
EKG

5
2.6. Diagnosa
Gagal jantung kongestif dengan elevasi segmen ST

2.7. Penatalaksanaan IGD


Oksigenasi nasal kanul 3 lpm
Posisi semifowler
IVFD NaCl 0,9% guyur 200 ml
CPG tab 300 mg oral
Aspilet tab 240 mg oral
Konsul Jantung
Tatalaksana setelah konsul:
Dilanjutkan IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Inj. Lovenox 2 x 60 mg SC
Inj. Ranitidine 2 x 50 mg
Lipitor tab 1 x 40 mg oral
CPG tab 1 x 75 mg oral

2.8. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

6
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,


pasien di diagnosis infark miokard dengan elevasi segmen ST. Pada anamnesis
didapatkan nyeri dada tipikal, yaitu nyeri dada serasa menusuk yang menjalar ke
bahu kiri dengan durasi > 30 menit. Nyeri dada disertai dengan sesak nafas yang
muncul saat beraktivitas dan berkurang bila aktivitas dihentikan, diaphoresis serta
palpitasi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardi, peningkatan JVP sebesar 5
+ 3 cmH2O, refluks hepatojugular (+), rhonki basal pada kedua lapang paru,
perabaan iktus kordis pada ics 6 linea anteroaksila anterior, murmur sistolik.
Kemudian pada pemeriksaan penunjang didapatkan pada EKG adanya elevasi
segmen ST pada sadapan II, III, aVF.
Pasien diberikan loading NaCl 0,9% sebanyak 200 cc untuk meningkatkan
tekanan darah pasien, mengingat tekanan darah pasien pada saat datang adalah
80/50 mmHg. Tetapi setelah dilakukan loading, tekanan darah pasien meningkat
sampai 90/60 mmHg.
Pada kriteria framingham, pasien didiagnosis dengan gagal jantung
kongestif apabila terdapat 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah dengan
1 kriteria minor. Pada pasien ini didapatkan kriteria mayornya: peningkatan JVP,
ronkhi basal, murmur sistolik, refluks hepatojugular. Sedangkan untuk kriteria
minornya adalah: dyspneu de effort, batuk malam hari dan takikardi. Sehingga
pasien ini memenuhir kriteria framingham. Untuk klasifikasi fungsional NYHA
(New York Heart Association), pasien mengatakan bahwa pasien sesak sehabis
shalat dan mulai muncul sesak bila melakukan pekerjaan ringan seperti berjalan
ke toilet, sehingga pasien ini sesuai dengan NYHA Kelas III. Pada pemeriksaan
EKG, didapatkan elevasi segmen ST pada sadapan II, III, aVF yang berarti adanya
infark pada bagian inferior atau pada arteri desending posterior.

7
Mayor Minor

Paroxymal nocturnal dyspneu atau


Dyspneu de effort
Orthopneu

Edema ekstremitas atau pergelangan


Peningkatan JVP
kaki

Ronkhi basah halus Batuk malam hari

Kardiomegali Efusi pleura

Irama Gallop S3 Takikardi

Edema Paru akut Hepatomegali

Refluks Hepatojugular Kapasitas vital paru menurun

Tabel 3.1. Kriteria Framingham

Tidak ada keterbatasan dari aktivitas


Kelas I fisik, aktivitas biasa tidak menimbulkan
gejala.

ada sedikit keterbatasan dari aktivitas


fisik, lebih nyaman saat istirahat,
Kelas II aktivitas fisik sehari-hari dan menaiki
tangga agak banyak menyebabkan
lelah, berdebar-debar, dan sesak.

adanya keterbatasan dari aktivitas fisik


secara signifikan, lebih nyaman saat
Kelas III beristirahat, aktivitas fisik yang ringan
dapat menyebabkan lelah, berdebar, dan
sesak.

8
Tidak bisa melakukan aktivitas fisik
dengan nyaman, timbul gejala
Kelas IV gangguan jantung pada saat istirahat,
bila beraktivitas, keluhan akan semakin
berat.

Tabel 3.2. Klasifikasi Fungsional NYHA

Pada pasien dengan STEMI, hendaknya diberian tatalaksana reperfusi,


apakah Intervensi Koroner Perkutan (IKP) atau terapi fibrinolisis. Terapi IKP
hendaknya dilakukan 120 menit sejak awitan angina. Tetapi bila fasilitas
kesehatan belum mampu untuk melakukan IKP, maka hendaknya dilakukan terapi
fibrinolisis. Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase)
lebih disarankan dibandingkan agen-agen yang tidak spesifik terhadap fibrin,
seperti streptokinase dengan dosis 1,5 juta U dalam 100 ml Dekstrose 5% atau
larutan salin 0,9% dalam waktu 30 60 menit. Aspirin oral 160 320 mg harus
diberikan. Clopidogrel dengan dosis awal 300 mg diindikasikan diberikan sebagai
tambahan untuk aspirin. Pada pasien sudah mendapatkan terapi fibrinolitik, yaitu
CPG 300 mg oral yang dilanjutkan dengan terapi rumatan 1 x 75 mg oral dan
Aspilet 240 mg oral. Adapun alogaritma tatalaksana STEMI menurut PERKI
2015:

9
Bagan 3.1. Alur Tatalaksana STEMI

Antikoagulan direkomendasikan pada pasien-pasien STEMI yang diobati


dengan fibrinolitik hingga revaskularisasi (bila dilakukan) atau selama dirawat di
rumah sakit hingga 5 hari. Adapun antikoagulan yang digunakan pada pasien ini
adalah enoksaparin sc dengan dosis 2 x 60 mg (1 mg/kgBB dua kali sehari).
Setelah diberikan tatalaksana, pasien berkurang sesak dan nyeri dadanya,
tetapi masih muncul diaphoresis.

BAB IV

10
KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien Tn. S usia 58 tahun datang dengan keluhan nyeri
dada tipikal, sesak nafas saat beraktivitas ringan, diaphoresis serta palpitasi. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan takikardi, peningkatan JVP sebesar 5 + 3 cmH 2O,
refluks hepatojugular (+), rhonki basal pada kedua lapang paru, perabaan iktus
kordis pada ics 6 linea anteroaksila anterior, murmur sistolik. Kemudian pada
pemeriksaan penunjang didapatkan pada EKG adanya elevasi segmen ST pada
sadapan II, III, aVF. Sehingga pada pasien ini memenuhi kriteria framingham dan
adanya elevasi segmen ST, didiagnosis dengan gagal jantung kongestif dengan
STEMI. Adapun terapi yang diberikan sudah sesuai dengan pedoman tatalaksana
STEMI PERKI 2015.

DAFTAR PUSTAKA

11
1. Chughtai H, Ratner D, Pozo M, et al. Prehospital delay and its impact on
time to treatment in ST-elevation myocardial infarction. Am J Emerg Med.
2011 May. 29(4):396-400.
2. Wood S. STEMI in Women: Same Plaques, Same Stent Outcomes:
OCTAVIA. Medscape Medical News. Available at
http://www.medscape.com/viewarticle/825391. Accessed: Aug 28, 2016.
3. Pare G, Mehta SR, Yusuf S, et al. Effects of CYP2C19 genotype on
outcomes of clopidogrel treatment. N Engl J Med. 2010 Oct 28.
363(18):1704-14.
4. Jernberg T, Johanson P, Held C, et al. Association between adoption of
evidence-based treatment and survival for patients with ST-elevation
myocardial infarction. JAMA. 2011 Apr 27. 305(16):1677-84.
5. PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR.
Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Centra
Communication. 2015. Hal. 43 56.

12

Anda mungkin juga menyukai