Anda di halaman 1dari 14

Inkompabilitas ABO pada Neonatus

Nadia Cecilia Stefannie


102012513
B5
Mahasiswi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta Barat
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
e-mail : nadia.cecilia@ymail.com
_________________________________________________________________________
Pendahuluan
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir sebagian besar disebabkan oleh bilirubin
indirek yang dapat memberikan efek toksik pada otak dan dapat menimbulkan kematian atau
cacat seumur hidup.
Penyebab hiperbilirubinemia pada neonatus banyak, namun penyebab yang tersering
adalah penyakit hemolitik neonatus, antara lain karena inkompatibilitas golongan darah (Rh,
ABO), defek sel darah merah (defisiensi G6PD, sferositosis) lisis hematomdan lain-lain.
Inkompatibilitas ABO, hiperbilirubinemia lebih menonjol dibandingkan dengan
anemia dan timbulnya pada 24 jam pertama. Reaksi hemolisis terjadi saat zat anti dari ibu
masih terdapat dalam serum bayi.
Dua puluh sampai 25% kehamilan terjadi inkompabilitas ABO, yang berarti bahwa serum ibu
mengandung anti-A atau anti-B sedangkan eritrosit janin mengandung antigen respective.
Inkompabilitas ABO nantinya akanmenyebabkan penyakit hemolitik pada bayi yang baru
lahir dimana terdapat lebihdari 60% dari seluruh kasus.2,3

Anamnesis
- Identitas Pasien :Alloanamnesis
- Keluhan Utama : bayi perempuan kuning sejak 3 hari yang lalu, kuning <24jam
- RPS: ada gejala lain? Nyeri abdomen? Demam? Penurunan BB? Pruritus? Urine
gelap?Anoreksia? Steatorea?

1
- RPD: ada riwayat ikterus sebelumnya? Riwayat transfusi? Riwayat penyakit hati
kronis atau keganasan? Pernah mengkonsumsi obat tertentu? Riwayat kelahiran?
- RPK: apakah dikeluarga ada yang pernah mengalami ikterus? Anemia hemolitik?
Sindrom gilbert?
- Riwayat jalan lahir? Apakah normal atau tidak? Ada infeksi saat proses kelahiran?
Riwayat kehamilan? Pernah sakit saat hamil? Terpajan infeksi tertentu?1,2

Pemeriksaan Fisik
Inpeksi :
- kondisi umum : kulit ikterik, pucat dan lemah
- Ada ikterik di sklera atau tidak
Palpasi :
- ada pembesaran hati dan limpa?
Selain itu dapat juga kita melakukan penilaian icterus berdasarkan penilaian Kramer. Cara
pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang tulangnya menonjol
seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain.
Tabel 1. Penilaian derajat ikterus melalui hubungan kadar bilirubin dengan daerah ikterus
menurut Kramer
Daerah yang Penjelasan Kadar bilirubin (mg/dL)
ikterus
Prematur Aterm
1 Kepala dan leher 4-8 4-8
2 Dada sampai pusat 5-12 5-12
3 Pusat bagian bawah sampai 7-15 8-16
lutut
4 Lutut sampai pergelangan kaki 9-18 11-18
dan bahu sampai pergelangan
tangan
5 Kaki dan tangan termasuk > 10 > 15
telapak kaki dan telapak
tangan

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan sediaan hapus darah tepi
Bila dari pemeriksaan sediaan hapus darah tepi ditemukan adanya penghancuran eritrosit
disertai dengan adanya retikulositosis dan peningkatan bilirubin indirek dari hasil
pemeriksaan laboratorium maka ini merupakan tanda adanya hemolisis. Periksa kadar
bilirubin indirek >16mg/dl, sedangkan kadar hemoglobin darah tali pusat < 15 gr%, kadar
bilirubin dalam darah tali pusat > 5 mg% .2
2. COOMBS Direk

2
Pemeriksaan Coombs direk (antiglobulin) mendeteksi antibodi-antibodi yang lain dari
grup ABO, yang bersatu dengan sel darah merah. Sel darah merah dapat diperiksa dan
jika sensitive terjadi reaksi aglutinasi. Pemeriksaan Coombs positif menunjukan adanya
antibodi pada sel-sel darah merah, tetapi pemeriksaan ini tidak mendeteksi antibodi yang
ada. Positif (+1 sampai +4) : Eritroblastosis fetalis, anemia hemolitik (autoimun atau
obat-obatan), reaksi hemolitik transfusi (darah inkompatibel), leukemia< SLE.1
3. COOMBS Indirek (Pemeriksaan skrining antibodi )
Pemeriksaan coombs indirek mendeteksi antibodi bebas dalam sirkulasi serum.
Pemeriksaan skrining akan memeriksa antibodi di dalam serum resipien dan donor
sebelum transfusi untuk mecegah reaksi transfusi. Ini tidak secara langsung
mengidentifikasi antibodi yang spesifik. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai bagian dari
pemeriksaan pencocokan silang (croos-match). Positif (+1 sampai +4) : darah pencocokan
silang inkompatibel, antibody yang spesifik (transfuse sebelumnya), antibody anti-Rh,
anemia hemolitik didapat.3
4. Pemeriksaan bilirubin
Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan
sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Peningkatan kadar bilirubin indirek
sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit
hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Nilai Rujukan:
Dewasa : total : 0.1 1.2 mg/dl, direk : 0.1 0.3 mg/dl, indirek : 0.1 1.0 mg/dl
Anak : total : 0.2 0.8 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.
Bayi baru lahir : total : 1 12 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.2

Working Diagnosis- Inkompabilitas ABO

Dua puluh sampai 25% kehamilan terjadi inkompabilitas ABO, yang berarti bahwa
serum ibu mengandung anti-A atau anti-B sedangkan eritrosit janin mengandung antigen
respective. Inkompabilitas ABO nantinya akanmenyebabkan penyakit hemolitik pada bayi
yang baru lahir dimana terdapat lebihdari 60% dari seluruh kasus. Penyakit ini sering tidak
parah jika dibandingkandengan akibat Rh, ditandai anemia neonatus sedang dan
hiperbilirubinemia neonatus ringan sampai sedang serta kurang dari 1% kasus yang
membutuhkantransfusi tukar.4
Diagnosis ABO hemolisis pada neonatus didasarkan pada adanya inkompatibilitas
ABO, uji Coombs direk positif lemah sampai sedang dan adanya sferosit pada pulasan darah,
yang kadang-kadang memberi kesan adanya sferositosis herediter. Ibu yang golongan O
secara alamiah mempunyai antibodi anti-A dan anti-B pada sirkulasinya. Karena ibu

3
golongan O mempunyai kadar IgG anti-A lebih tinggi daripada ibu golongan B dan kadar IgG
anti-B lebih tinggi daripada ibu golongan A. Pada ikterus neonatorum et causa
inkompatibilitas ABO menyerang anak pertama sedangkan inkompatibilitas rhesus tidak
menyerang anak pertama karena belum terbentuknya antibodi.

Diagnosis Banding
Inkompabilitas Rh
Inkompatibiltas Rh dapat disebabkan oleh isoimmunisasi maternal ke antigen Rh oleh
transfusi darah Rh positif atau isoimmunisasi maternal dari paparan ke antigen Rh janin pada
kehamilan pertama atau kehamilan yang sekarang. Pada inkompatibilitas Rh, anak pertama
lahir sehat karena ibu belum banyak memiliki benda-banda penangkis terhadap antigen Rh,
asalkan sebelumnya ibu tidak menderita abortus atau mendapat transfusi darah dari Rh
positif. Pasangan suami istri hanya mempunyai 1 atau 2 anak, sedang anak-anak berikutnya
semua meninggal.
Pada wanita Rhesus negatif yang melahirkan bayi pertama Rhesus positif, risiko
terbentuknya antibodi sebesar 8%, sedangkan insidens timbulnya antibodi pada kehamilan
berikutnya sebagai akibat sensitisitas pada kehamilan pertama sebesar 16%. Tertundanya
pembentukan antibodi pada kehamilan berikutnya disebabkan oleh proses sensitisasi,
diperkirakan berhubungan dengan respons imun sekunder yang timbul akibat produksi
antibodi pada kadar yang memadai. Kurang lebih 1% dari wanita akan tersensitasi selama
kehamilan terutama trimester ketiga.7,10 Kemungkinan terjadinya imunisasi Rh diperkirakan
1-2% dari semua kehamilan namun di Asia frekuensi ini lebih rendah. Untuk inkompabilitas
Rh, predominan seks adalah perempuan.5
Mayoritas inkompatibilitas Rh terjadi pada janin dengan Rh-positif dari ibu yang
mempunyai Rh- negatif.5,19 Faktor Rh adalah protein, suatu antigen dalam sel darah merah.
Hadirnya faktor Rh membuat sel darah tidak cocok terhadap sel-sel darah yang tidak
mempunyai antigen. Jika seseorang dengan Rh-positif, berarti dia mempunyai faktor Rh di
dalam darahnya. Jika seseorang dengan Rh-negatif, berarti dia tidak mempunyai faktor Rh di
dalam darahnya. Sekitar 85% orang-orang mempunyai Rh-positif dan sekitar 15% dengan
Rh-negatif. Faktor Rh bermasalah ketika darah dengan Rh-negatif mengalami kontak dengan
darah Rh-positif. Sistem immun dari orang dengan Rh-negatif mengidentifikasi darah Rh-
positif sebagai penyerang yang berbahaya, suatu antigen, dan dapat memproduksi antibodi

4
untuk melawan darah tersebut. Antibodi adalah substansi protein yang dihasilkan oleh tubuh
dalam merespon suatu antigen. Antibodi ini yang mennyebabkan masalah kehamilan.1,7

Ikterus Neonatorum
Ikterus Neonatorum adalah menguningnya sclera (selaput mata), kulit, dan mukosa
akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh. Ikterus neronatorum adalah keadaan ikterus yang
terjadi pada bayi baru lahir hingga usia 2 bulan setelah lahir.
Penyebab ikterus secara umum
- Pembentukan bilirubin yang berlebihan (Ikterus Pra Hepatik). Produksi
bilirubin yang berlebihan ini diakibatkan karena adanya abnormalitas pada
hemolisis sel darah merah (sehingga disebut juga ikterus hemolitik).
- Kapasitas sel hepar mengadakan konjugasi terbatas, sehingga peningkatan
produksi heme (dari pemecahan hemoglobin) sehingga bilirubin inderek
tinggi. Terjadi akumulasi pembentukan bilirubin inderek, juga akan
meningkatkan jumlah bilirubin direk secara progresif. Sehingga urobilinogen
yang dihasilkan melebihi normal yang mengakibatkan peningkatan
kandungan urobilinogen dalam feses tinggi.

Gangguan konjugasi bilirubin (Ikterus Hepatoseluler)


Ikterus terjadi karena adanya kelainan konjugasi pada sel hati sehingga membuat
jumlah bilirubin inderek tinggi. Beberapa penyakit akibat gangguan pada konjugasi bilirubin
yaitu
a. Ikterus Fisiologis Neonatus
- Manifestasi klinis: terjadi hiperbilirubinemia ringan (12.9 mg/100ml).
- Onset: 2-3 hari setelah bayi lahir.
- Penyebab: imaturitas enzim glukoronil transferase atau aktifitas enzim glukoronidase
pada neonatus masih tinggi.
- Akibat: akumulasi bilirubin inderek atau peningkatan siklus enterohepatik.
b. Kernikterus
- Manifestasi klinis: Bilirubin inderek mencapai 20mg/dl
- Penyebab: Suatu peningkatan hemolitik sel darah merah (seperti eritroblastosis
fetalis) juga terdapata defisiensi glukoronil transferase.
- Akibat: Penimbunan bilirubin inderek pada ganglia basalis sehingga dapat
menyebabkan defek neurologis bahkan kematian.
c. Gangguan herediter

5
- Sindrom Gilbert
o Suatu penyakit familial ringan yg dicirikan dengan ikterus dan
hiperbilirubinemia inderek ringan (2-5mg/dl) yang kronis
- Sindrom Crigler-Najjar I
o Terdapat gen resesif, tidak adanya glukoronil transferase sejak lahir sehingga
tidak terjadi konjugasi bilirubin. Bilirubin inderek mencapai 20mg/dl.
- Sindrom Crigler-Najjar II
o
Terjadinya lebih ringan daripada Tipe I. Diwariskan sebagai gen dominan
defisiensi sebagian glukoronil transferase.5-8
Penyebab Ikterus Pada Neonatus
1. 0-24 jam setelah lahir
a. Inkompabilitas darah Rh, ABO, dll
b. Infeksi intrauterine (karena virus TORCH, kadang bakteri)
c. Kadang defisiensi G6PD
2. 24-72 jam setelah lahir
a. Fisiologis
b. Inkompabilitas darah Rh, ABO
c. Defisiensi G6PD
d. Polisitemia
e. Hemolisis perdarahan tertutup
f. Hipoksia, Asidosis
3. 72 Jam Akhir minggu pertama
a. Infeksi
b. Dehidrasi asidosis
c. Defisiensi enzim G6PD
d. Pengaruh obat
e. Sindrom Criggler-Najjar, Sindrom Gilbert
4. Akhir minggu pertama
a. Obstruksi
b. Hipotiroidisme
c. Infeksi
d. Neonatal Hepatitis
e. Galaktosemia (setelah pemberian ASI).6,7
Etiologi

6
Inkompabilitas ABO disebabkan golongan darah ibu O yang secara alami mempunyai
antibodi anti-A dan anti-B pada sirkulasinya. Jika janin memiliki golongan darah A atau B,
eritroblastosis dapat terjadi karena IgG melewati plasenta.5
Epidemiologi
Mayoritas inkompatibilitas ABO 40% diderita oleh anak pertama, dan anak-anak
berikutnya makin lama makin baik keadaannya.
Lebih sering terjadi pada bayi golongan B daripada A dan lebih sering pada bayi kulit hitam
daripada bayi kulit putih dengan golongan A atau B.4,6

Patofisiologi
Hemolisis akibat inkompabilitas ABO disebakan oleh adanya antibody anti A dan anti
B yang masuk ke dalam sirkulasi fetus dan bereaksi dengan antigen A atau B pada permukaan
sel darah merah. Pada ibu yang memiliki darah tipe A atau B secara alami terdapat anti A atau
B dalam bentuk moleku IgM sehingga tidak dapat melewati plasenta. Sebaliknya pada ibu
bergolongan darah O antibody terutama tediri dari molekul IgG. Dengan alasan ini maka
inkompabilitas ABO biasanya terbatas pada ibu golongan darah O dengan janin bergolongan
darah A atau B.6
Adanya IgG anti A atau B pada ibu tipe O dapat menjelaskan hemolisis yang
disebabakan inkomapbilitas ABO sering terjadi pada kehamilan pertama tanpa diperlukan
sensititasi terlebih dahulu.
Gejala Klinik
Pada beberapa kasus, penyakit hemolitik ABO tampak hiperbilirubinemia ringan
sampai sedang selama 24-48 jam kelahiran. Hal ini jarang muncul dengan anemia yang
signifikan. Tingginya jumlah bilirubin dapat menyebabkan kern ikterus terutama pada
neonatus preterm.
Hidrops fetalis
suatu sindroma ditandai edema menyeluruh pada bayi, asites dan pleural efusi
pada saat lahir. Perubahan patologi klinik yang terjadi bervariasi, tergantung
intensitas proses. Pada kasus parah, terjadi edema subkutan dan efusi ke dalam
kavum serosa (hidrops fetalis). Hemolisis yang berlebihan dan berlangsung lama
akan menyebabkan hiperplasia eritroid pada sumsum tulang, hematopoesis
ekstrameduler di dalam lien dan hepar, pembesaran jantung dan perdarahan
pulmoner. Asites dan hepatosplenomegali yang terjadi dapat menimbulkan

7
distosia akibat abdomen janin yang sangat membesar. Hidrothoraks yang terjadi
dapat mengganggu respirasi janin. 7

Hiperbilirubin dapat menimbulkan gangguan sistem syaraf pusat, khususnya ganglia


basal atau menimbulkan kernikterus. Gejala yang muncul berupa letargia, kekakuan
ekstremitas, retraksi kepala, strabismus, tangisan melengking, tidak mau menetek dan
kejang-kejang. Kematian terjadi dalam usia beberapa minggu. Pada bayi yang
bertahan hidup, secara fisik tak berdaya, tak mampu menyanggah kepala dan tak
mampu duduk. Kemampuan berjalan mengalami keterlambatan atau tak pernah
dicapai. Pada kasus yang ringan akan terjadi inkoordinasi motorik dan tuli konduktif.
Anemia yanag terjadi akibat gangguan eritropoesis dapat bertahan selama berminggu
minggu hingga berbulan-bulan.2,5

Gambar1. Metabolisme bilirubin (sumber: www.google.com)

Penatalaksanaan

Inkompabilitas ABO ringan tidak memerlukan pengobatan spesifik, kecuali bila


terjadi kenaikan bilirubin yang tidak wajar. Bentuk sedang memerlukan tranfusi tukar,

8
umumnya dilakukan dengan darah yang sesuai dengan darah ibu (Rhesus dan ABO). Jika tak
ada donor Rhesus negatif, transfusi tukar dapat dilakukan dengan darah Rhesus positif
sesering mungkin sampai semua eritrosit yang diliputi antibodi dikeluarkan dari tubuh bayi.
Bentuk berat tampak sebagai hidrops atau lahir mati yang disebabkan oleh anemia berat yang
diikuti oleh gagal jantung. Pengobatan ditujukan terhadap pencegahan terjadinya anemia
berat dan kematian janin.

Medikamentosa
Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi
bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang
terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan (luminal/
fenobarbital).8

Transfusi tukar :

Tujuan transfusi tukar yang dapat dicapai :

1. memperbaiki keadaan anemia, tetapi tidak menambah volume darah.

2. menggantikan eritrosit yang telah diselimuti oleh antibodi (coated cells) dengan
eritrosit normal (menghentikan proses hemolisis).

3. mengurangi kadar serum bilirubin.

4. menghilangkan imun antibodi yang berasal dari ibu.

Yang perlu diperhatikan dalam transfusi tukar :

a. berikan darah donor yang masa simpannya 3 hari untuk menghindari


kelebihan kalium.

b. pilih darah yang sama golongan ABO nya dengan darah bayi dan Rhesus
negatif (D-).

c. dapat diberikan darah golongan O Rh negatif dalam bentuk Packed red cells.

9
d. bila keadaan sangat mendesak, sedangkan persediaan darah Rh.negatif tidak
tersedia maka untuk sementara dapat diberikan darah yang inkompatibel (Rh
positif) untuk transfusi tukar pertama, kemudian transfusi tukar diulangi kembali
dengan memberikan darah donor Rh negatif yang kompatibel.

e. pada anemia berat sebaiknya diberikan packed red cells.

f. darah yang dibutuhkan untuk transfusi tukar adalah 170 ml/kgBBbayi dengan
lama pemberian transfusi 90 menit.

g. lakukan pemeriksaan reaksi silang antara darah donor dengan darah bayi, bila
tidak memungkinkan untuk transfusi tukar pertama kali dapat digunakan darah
ibunya, namun untuk transfusi tukar berikutnya harus menggunakan darah bayi.
Sebelum ditransfusikan, hangatkan darah tersebut pada suhu 37C, pertama-tama
ambil darah bayi 50 ml, sebagai gantinya masukan darah donor sebanyak 50 ml.5,8

Tabel 1. Calon donor transfusi tukar pada Rh inkompatibilitas. 1

GOLONGAN DARAH IBU


O A B AB
O O O O -
GOLONGAN A O A O A
B O O B B
DARAH
AB - A B AB
BAYI

Transfusi intra uterin

Sel eritrosit donor ditransfusikan ke peritoneal cavity janin, yang nantinya


akan diabsorbsi dan masuk kedalam sirkulasi darah janin (intraperitoneal
transfusion). Bila paru janin masih belum matur, transfusi intrauterin adalah pilihan
yang terbaik. Darah bayi Rhesus (D) negatif tak akan mengganggu antigen D dan

10
karena itu tak akan merangsang sistem imun ibu memproduksi antibodi. Tiap antibodi
yang sudah ada pada darah ibu tak dapat mengganggu darah bayi. Namun harus
menjadi perhatian bahwa risiko transfusi intrauterin sangat besar sehingga mortalitas
sangat tinggi. Untuk itu para ahli lebih memilih intravasal transfusi, yaitu dengan
melakukan cordocentesis (pungsi tali pusat perkutan). 5

Transfusi dilakukan beberapa kali pada kehamilan minggu ke 2634 dengan


menggunakan Packed Red Cells golongan darah O Rh negatif sebanyak 50100 ml.
Induksi partus dilakukan pada minggu ke 32 dan kemudian bayi dibantu dengan
transfusi tukar 1x setelah partus. Induksi pada kehamilan 32 minggu dapat
menurunkan angka mortalitas sebanyak 60%.5,7

Transfusi albumin

Pemberian albumin sebanyak 1 mg/kg BB bayi, maka albumin akan mengikat


sebagian bilirubin indirek. Karena harga albumin cukup mahal dan resiko terjadinya
overloading sangat besar maka pemberian albumin banyak ditinggalkan.4

Fototerapi

Foto terapi dengan bantuan lampu blue violet dapat menurunkan kadar
bilirubin. Fototerapi sifatnya hanya membantu dan tidak dapat digunakan sebagai
terapi tunggal.6

Pencegahan

Pencegahan inkompabilitas ABO dapat dilakukan dengan:

- Uji antiglobulin direk atau indirek untu anti-A atau anti-B pada setiap bayi
bergolongan darah A atau B.

- transfuse darah yang digunakan adalah golongan darah O yang rhesus negative dan
kalau mungkin dalam plasma golongan AB.

11
- Tindakan terpenting untuk menurunkan insidens kelainan hemolitik adalah
imunisasi pasif pada ibu. Setiap dosis preparat imunoglobulin yang digunakan
memberikan tidak kurang dari 300 mikrogram anti-A/B

- Suntikan anti Rhesus (D) yang diberikan pada saat persalinan bukan sebagai vaksin
dan tak membuat wanita kebal terhadap penyakit Rhesus. Suntikan ini untuk
membentuk antibodi bebas, sehingga ibu akan bersih dari antibodi pada kehamilan
berikutnya. 7

Komplikasi
Komplikasi yang terjadi bisa ringan sampai parah. Berikut ini adalah beberapa masalah yang
dapat diakibatkan:

Selama kehamilan

a. Anemia hiperbilirubinemia, ringan, dan penyakit kuning.

b. Anemia berat dengan pembesaran hati dan limpa.

c. Hidrops fetalis
Hal ini terjadi sebagai organ bayi tidak mampu untuk menangani anemia.
Jantung mulai gagal dan sejumlah besar cairan membangun pada jaringan bayi
dan organ. Sebuah janin dengan hidrops berisiko besar yang lahir mati.5

Setelah lahir

a. Hiperbilirubinemia berat dan ikterus

b. Kernicterus
Kernicterus adalah bentuk yang paling parah hiperbilirubinemia dan hasil dari
penumpukan bilirubin dalam otak. Hal ini dapat menyebabkan kejang,
kerusakan otak, ketulian, dan kematian.7

12
Prognosis

Pengukuran titer antibodi dengan tes Coombs indirek < 1:16 berarti bahwa janin mati
dalam rahim akibat kelainan hemolitik tak akan terjadi dan kehidupan janin dapat
dipertahankan dengan perawatan yang tepat setelah lahir. Titer yang lebih tinggi menunjukan
kemungkinan adanya kelainan hemolitik berat. Titer pada ibu yang sudah mengalami
sensitisasi dalam kehamilan berikutnya dapat naik meskipun janinnya Rhesus negatif.

Jika titer antibodi naik sampai secara klinis bermakna, pemeriksaan titer antibodi
diperlukan. Titer kritis tercapai jika didapatkan nilai 1:16 atau lebih. Jika titer di dibawah
1:32, maka prognosis janin diperkirakan baik.6

a. Mortalitas

Angka mortalitas dapat diturunkan jika :

1. Ibu hamil dengan Rhesus negatif dan mengalami imunisasi dapat dideteksi secara
dini.

2. Hemolisis pada janin dari ibu golongan darah O dapat diketahui melalui kadar
bilirubin yang tinggi didalam cairan amnion atau melalui sampling pembuluh darah
umbilikus yang diarahkan secara USG.

3. Pada kasus yang berat, janin dapat dilahirkan secara prematur sebelum meninggal di
dalam rahim atau dapat diatasi dengan transfusi intraperitoneal atau intravaskuler
langsung sel darah merah. 8

b. Perkembangan anak selanjutnya

Menurut Bowman (1978), kebanyakan anak yang berhasil hidup setelah


mengalami tranfusi janin akan berkembang secara normal. Dari 89 anak yang
diperiksa ketika berusia 18 bulan atau lebih, 74 anak berkembangan secara normal, 4
anak abnormal dan 11 anak mengalami gangguan tumbuh kembang. 1

Kesimpulan

13
Perbedaan golongan darah antar ibu dan anak dapat menyebabkan berbagai kelainan
baik bagi ibu maupun janin yang dikandungnya. Misalnya pada kasus PBL ini didapat
golongan darah ibu O sedangkan golongan darah bayi B, sehingga terjadi hemolytic of the
newborn (HDN) atau erythroblastosis fetalis yang disebabkan oleh inkompabilitas ABO. HDN
merupakan suatu penyakit darah yang terjadi apabila tipe darah ibu dan anaknya tidak
kompatibel. Jika tipe darah bayi masuk ke dalam darah ibu sewaktu di dalam kandungan atau
kelahiran, maka sistem imun ibu akan membentuk antibodi yang akan menyerang sel darah
merah bayi. Hal ini akan menyebabkan hemolisis pada eritrosit bayi. HDN biasanya terjadi
karena inkompatibilitas Rhesus ataupun inkompatibilitas golongan darah ABO.

Daftar Pustaka
1. Abraham M. Rudolph. Buku ajar pediatri Rudolph. Ed. 20. Jakarta:EGC; 2007.h.
1313-21.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h.81.
3. Hartanto H, penyunting. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Edisi ke-11.
Jakarta: EGC;2004.h.271-6.
4. Hassan R, Alatas H. Buku kuliah 3 ilmu kesehatan anak. Jakarta: FKUI; 2005.h.1095-
115.
5. Hoffbrand AV. Hematologi pada kehamilan dan anak. Dalam: Mahanani DA,
penyunting. Kapita selekta hematologi. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2005.h.303-6.

6. Wagle S. Hemolytic disease of the newborn. Edisi 12 November


2002. Diunduh dari: www. Neonatology.org, 23 April 2013.

7. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak nelson. Ed.15. Jakarta: EGC;
2003.h.640-58.
8. Subekti NB, penyunting. Paduan belajar: keperawatan ibu-bayi baru lahir. Ed.3.
Jakarta: EGC; 2005.h.262-5.

14

Anda mungkin juga menyukai