Anda di halaman 1dari 5

PENDUGAAN JENIS BATUAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH BENDUNGAN

KARANGKATES MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNETIK

Faisol Mohammad Abdullah1, Sunaryo2, Adi Susilo3


1)
Mahasiswa Jurusan Fisika FMIPA Univ. Brawijaya
2.3)
Dosen JurusanFisika FMIPA Univ. Brawijaya
Email: faizz5075@yahoo.com

ABSTRAK
Telah dilakukan studi geofisika dengan metode geomagnetik di daerah bendungan Karangkates (Lahor-
Sutami). Pengukuran dilakukan menggunakan Proton Procession Magnetometer (PPM) dimana spasi antar
titik pengukuran 500 meter dan didapatkan sebanyak 88 titik ukur. Pengolahan data menggunakan software
Surfer versi 10 dan Mag2DC untuk mendapatkan penampang model anomali magnetik. Diperoleh nilai
anomali magnetik total berkisar antara -600 nT sampai dengan 1600 nT. Dari pemodelan yang telah
dilakukan didapatkan beberapa jenis batuan yaitu berupa tuf pasiran, batu apung dan lava.

Kata kunci: Metode geomagnetik, bendungan Karangkates (Lahor-Sutami), jenis batuan

PENDAHULUAN medan magnetik H akan menciptakan kerapatan


Metode geomagnetik merupakan metode arus B0=0H dalam hampa. Untuk selanjutnya 0
geofisika yang didasarkan pada pengukuran ditentukan sama dengan 4 x 10-7 N/A2. Jadi, jika
variasi intensitas medan magnetik. Variasi ini pada suatu titik dalam hampa kerapatan arus sama
disebabkan oleh adanya variasi distribusi batuan dengan B0, gaya yang berhubung ialah B0/0.
termagnetisasi di bawah permukaan bumi. Selain Dalam kemagnetan kita mengenal suatu sifat
itu variasi medan magnetik bisa disebabkan oleh dasar, yaitu kerentanan magnet (magnetic
adanya perubahan struktur geologi setempat. suseptibilitas, k) dalam hampa k=0. Magnitudo
Bendungan Karangkates terletak di Desa suatu medan magnet bergantung pada kerentanan
Karangkates, Kecamatan Sumberpucung, magnet tersebut. Jadi medan magnet tersebut
Kabupaten Malang. Bendungan Karangkates dapat ditulis sebagai intensitas magnet I=kH. Jadi,
terdiri dari dua bagian yaitu bendungan Lahor kerentanan magnet adalah suatu ukuran besar atau
yang didirikan pada tahun 1977 dan bendungan kecilnya suatu intensitas magnet. Suatu benda
Sutami yang didirikan pada tahun 1981. yang mudah terimbas oleh medan magnet luar
Bendungan Karangkates merupakan bendungan memiliki kerentanan medan magnet tinggi. Oleh
nasional kedua yang dibangun oleh Departemen karena B dan H adalah vektor, maka dapat ditulis
Pekerjaan Umum setelah bendungan Jatiluhur di sebagai berikut [7]:
Purwakarta, Jawa Barat. Selain dibangun sebagai B=0 (H+M) (2)
PLTA bendungan ini dirancang mampu Tingkat kemagnetan suatu benda untuk dapat
mengendalikan banjir dan sebagai irigasi untuk termagnetisasi disebut dengan suseptibilitas
wilayah setempat [5]. magnetik (k), dimana:
Melihat usia bendungan yang sudah berdiri I=kH (3)
puluhan tahun maka diperlukan studi geofisika I adalah intensitas magnet (T) dan H adalah kuat
untuk mengetahui jenis batuan bawah permukaan medan magnet (H). Di dalam penyelidikan
di sekitar bendungan, dalam hal ini menggunakan magnet besarnya intensitas magnet suatu batuan
metode geomagnetik. ditentukan juga oleh faktor kerentanan
(suseptibilitas) magnet k dari batuan tersebut,
DASAR TEORI yaitu kemampuan dari suatu batuan dalam
Induksi magnetik B setara dengan medan menerima sifat magnet dari medan magnet bumi.
magnetik H dimana kedua istilah tersebut Kerentanan magnet k suatu batuan sebanding
digunakan untuk membedakan bahan dengan konsentrasi kelompok mineral magnetik di
magnetiknya. Dalam material linier didapatkan: dalam batuan tersebut. Dengan kata lain batuan
B = H (1) yang sedikit atau sama sekali tidak mengandung
Dimana dalam SI, baik B maupun H mineral magnetik, akan mempunyai intensitas
keduanya diukur dalam Tesla (T) atau ampere per magnet yang kecil, sehingga untuk batuan yang
meter (A/m). Dalam suatu medium hampa telah mengalami ubahan (alterasi) atau pelapukan,
permeabilitas mutlak sama dengan 0. Jadi suatu intensitasnya akan rendah [6].
1
Nilai dari suseptibilitas berbeda dengan nilai pengaruh medan magnet luar atau variasi harian.
yang diberikan oleh permeabilitas. Hubungan koreksi diurnal ini dihitung dengan menggunakan
antara permeabilitas dan suseptibilitas dapat persamaan:
dilihat dari persamaan berikut:
= 1 + 4k (4)
dengan adalah permeabilitas batuan, sedangkan (11)
k adalah suseptibilitas batuan. Berdasarkan nilai Dimana
suseptibilitas (k) tersebut, maka diklasifikasikan tn = t pada titik n
beberapa material yang memiliki sifat magnetik. taw = t awal
Hal tersebut didasarkan pada bagaimana material takh = t akhir
itu bereaksi terhadap medan magnet luar [6]. Hakh = Nilai medan magnet di titik akhir
Dalam kemagnetan ada suatu besaran yang Hawl = Nilai medan magnet di titik awal
disebut Koenigsberger (Koenigsberger ratio, Qn) b. Koreksi Normal (IGRF)
yang dirumuskan: Koreksi IGRF adalah koreksi yang dilakukan
Qn = Mn/kT (5) terhadap data medan magnet terukur untuk
Dimana menghilangkan pengaruh medan utama magnet
Qn = Koenigsberger ratio bumi. Dalam hal ini sudah tersedia peta magnetik
Mn = Intensitas Kemagnetan Sisa dan koreksi didasarkan atas koordinat titik
kT = Imbasan Kemagnetan pengukuran masing-masing [1].
Jumlah momen magnet m dari suatu batuan Nilai IGRF ini yang akan digunakan dalam
dapat dihitung dari suatu anomali magnet yaitu pengolahan terhadap koreksi IGRF, dimana nilai
dengan pengertian bahwa m adalah jumlah vektor koreksi IGRF ini dapat dihitung dengan
momen yang disebabkan oleh kemagnetan persamaan:
terimbas dan kemagnetan sisa. Jika V adalah H = Hrata - Hvar HIGRF (12)
volume dari suatu massa, maka: Dimana:
m = V kT + V Mn (6) H = Anomali medan magnetik total
Jika T dan Mn sejajar maka: Hrata2 = Nilai rata-rata H di tiap stasiun
m = V kT + V Q kT (7) Hvar = Koreksi variasi harian
dari persamaan (6) maka diperoleh: HIGRF = Koreksi IGRF (45300nT)
V= (8) c. Kontinuasi ke Atas
( )
Jika kemagnetan sisa dihilangkan yaitu Q = 0, Kontinuasi keatas merupakan proses medan
volume V akan semakin besar, ini dapat dilihat potensial magnetik suatu data yang terukur diatas
dari persamaan 7. Bila T dan Mn berlawana arah permukaan yang lebih tinggi. Kontinusi ini
dan menghilangkan kemagnetan sisa [7], maka: digunakan untuk memisahkan anomali lokal
V = m/k(1-Q)T (9) terhadap anomali regional. Anomali regional
Deklinasi ialah sudut antara geografi dan berasosiasi dengan kondisi geologi umum yang
utara magnet. Inklinasi ialah sudut antara magnet dominan di daerah pengukuran, di cirikan dengan
datar dengan magnet total. Hubungan antara unsur anomali frekuensi rendah. Sedangkan anomali
magnet adalah sebagai berikut: lokal, atau sering juga disebut sebagai anomali
H = F cos I Z = F sin I = H tan I sisa, mengandung kondisi geologi setempat yang
X = H cos D Y = H sin D telah terdeviasi dari kondisi regionalnya yang
biasanya terdapat pada kedalaman yang dangkal
X + Y = H X + Y + Z = H2+ Z2 = F2(10)
2 2 2 2 2 2
[2].
Dalam pengukuran magnetik di lapangan
d. Reduksi ke Kutub
akan tertangkap semua medan magnet yang
Untuk melokalisasi daerah dengan anomali
dihasilkan oleh berbagai sumber. Oleh karena itu
maksimum atau minimum tepat berada di atas
perlu dilakukan koreksi terhadap hasil pengukuran
tubuh benda penyebab anomali maka dilakukan
lapangan [1]. Bebarapa koreksi yang perlu
reduksi ke kutub dengan cara melokalisasi
dilakukan antara lain sebagai berikut.
kenampakan dipole menjadi kenampakan
a. Koreksi Harian (Diurnal) monopole dimana posisi benda menjadi tepat di
Koreksi Diurnal adalah penyimpangan bawah klosur utama.
intensitas medan magnet bumi yang disebabkan Reduksi ke kutub merupakan teknik
oleh adanya perbedaan waktu pengukuran dan pengolahan data yang intensitas magnet total
efek sinar matahari dalam satu hari. Koreksi menginduksi medan magnet yang memiliki
harian adalah koreksi yang dilakukan terhadap inklinasi 90o. Reduksi ke kutub mengasumsikan
data magnetik terukur untuk menghilangkan bahwa batuan yang ada pada daerah survei adalah
2
magnetisasi paralel terhadap medan magnet yang Setelah diperoleh hasil transformasi ke kutub,
ada di bumi [3]. kemudian di lakukan pemodelan menggunakan
software Mag2dc untuk mengetahui struktur
METODE PENELITIAN bawah permukaan dengan memasukkan nilai
Peralatan yang digunakan dalam penelitian inklinasi, deklinasi, latitude dan longitude posisi
ini antara lain: Proton Procession Magnetometer penelitian serta nilai anomali magnetiknya.
(PPM) type GEOMETRICS G-856 Memory- Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan
Mag PPM, GPS Garmin, Kompas, Penunjuk software Mag2dc dengan meminimalisir nilai
waktu (jam), Alat tulis, Peta geologi, Perangkat kesalahan yang diperoleh.
komputer dengan instalasi software MS. Word, Kemudian untuk interpretasi dilakukan
MS. Excel, Surfer 10, Magpick dan Mag2dc. dengan menggunakan kualitatif dan kuantitatif.
Pada saat pengambilan data magnetik Dimana interpretasi kualitatif bertujuan untuk
peneliti menggunakan metode loop tertutup, menganalisis peta kontur anomali magnet total
dengan artian satu siklus pengukuran diawali dan dan kontur anomali magnet sisa. Sedangkan
diakhiri pada tempat yang sama. Koreksi diurnal interpretasi kuantitatif bertujuan untuk
merupakan penyimpangan intensitas medan menyamakan hasil anomali yang diperoleh pada
magnet bumi yang disebabkan oleh adanya penelitian dan hasil yang diperoleh di software
perbedaan waktu pengukuran dalam satu hari, Mag2dc.
sedangkan proses pengkuran menggunakan
metode magnetik ini tidak selesai dalam satu HASIL DAN PEMBAHASAN
waktu. Kemudian titik-titik (spasi) diatur sejarak a. Interpretasi Kualitatif
500 meter akan tetapi jarak antar titik-titik Berikut ini merupakan bentuk kontur
tersebut sewaktu-waktu bisa berubah dikarenakan anomali magnetik total dari hasil perhitungan dan
titik-titik tersebut mengikuti jalur-jalur yang bentuk pemodelan Surfer.
memungkinkan untuk bisa dilewati.
Tahapan pengolahan data dan interpretasi
data yaitu pertama kali harus dilakukan koreksi
harian (diurnal) dan IGRF dengan menggunakan
software Microsoft Excel. Dimana koreksi harian
diperoleh dari pembacaan nilai medan total harian
yang dilakukan di titik acuannya pada kurun
waktu tertentu dikurangkan dengan nilai
pembacaan rata-ratanya sedangkan IGRF
didapatkan dengan mengurangkan nilai medan
total pembacaan dengan nilai dari koreksi harian
dan koreksi IGRF-nya.
Setelah di dapatkan nilai anomali magnetik
total, kemudian dibuat peta kontur dari daerah
penelitian menggunakan perangkat lunak Surfer
10, sehingga dapat diketahui gambaran dasar dari
daerah penelitian. Dengan bantuan software
Magpick, peta anomali tersebut kemudian Gambar 1. Peta kontur anomali medan magnetik
direduksi ke bidang datar dan di kontinuasi ke atas total
untuk menghilangkan pengaruh topografinya. Gambar di atas menunjukkan nilai anomali
Sehingga dapat diketahui anomali sisanya yang medan magnetik total yang berada pada kisaran -
merupakan pengurangan dari anomali magnetik 600 nT hingga 1600 nT yang dikelompokkan
hasil pengamatan dikurangkan dengan hasil menjadi anomali rendah-sedang (klosur kontur
kontinuasi ke atasnya. Nilai anomali magnetik yang berwarna biru-hijau) dan anomali tinggi
sisa tersebut kemudian ditransformasi reduksi ke (klosur kontur berwarna kuning-merah). Tampak
kutub dan gradien horizontal menggunakan bahwa di sekitar area/zona bendungan
software Magpick dan di dapatkan peta kontur Karangkates menunjukkan adanya anomali
anomali magnetik yang telah ditransformasi. rendah-sedang yang berkisar antara -600 nT
Dengan peta kontur anomali magnetik tersebut hingga 500 nT.
dapat dilihat pola anomali magnetik baik sebelum Kenampakan kontur tersebut di atas masih
dilakukan transformasi reduksi ke kutub maupun merupakan gabungan antara anomali regional dan
setelah dilakukan transformasi Reduction to pole. anomali lokal sehingga kontur anomali lokal
(residual) yang menjadi target penyeledikan perlu
3
didapatkan untuk dilakukan pemodelan lebih
lanjut dengan mekanisme standar yang umumnya
dilakukan. Diantarannya harus dilakukan terlebih
dahulu proses reduksi bidang datar, karena salah
satu faktor yang mempengaruhi nilai intensitas
medan magnet dari suatu pengukuran adalah
adanya pengaruh dari permukaan termagnetisasi
daerah pengukuran terhadap nilai magnetik yang
diukur. Kontinuasi ke atas dilakukan untuk
memisahkan anomali regional dan anomali lokal,
dimana proses ini dimaksudkan agar diperoleh
pola anomali magnetik regional yang lebih halus
(smooth) sehingga anomali lokal lebih terlihat dan
dapat diketahui benda-benda yang menyebabkan
anomali. Transformasi reduksi ke kutub yang
dapat mentransformasikan vektor kemagnetan
sehingga mempunyai arah vertikal seperti ketika Gambar 2. Peta kontur anomali magnet sisa
dilakukan pengukuran di kutub. Transformasi lintasan AB dan CD
reduksi ke kutub ini dapat menghasilkan suatu Dalam setiap pemodelan struktur bawah
pola anomali magnetik yang bersifat monopol permukaan besarnya eror harus diperhatikan.
yang diharapkan dapat lebih memudahkan proses Semakin kecil presentase eror yang didapatkan,
interpretasi. Gradien horizontal untuk menentukan maka semakin tinggi tingkat keakuratan dari
informasi tentang lokasi dari benda anomali pada model yang dihasilkan. Adapun semakin besar
daerah penelitian. presentase eror yang didapatkan, maka tingkat
keakuratan dari model yang dihasilkan akan
b. Interpretasi Kuantitatif semakin kecil.
Proses selanjutnya adalah dilakukan Untuk mengetahui nilai eror dari model
interpretasi secara kuantitatif yaitu dengan hasil interpretasi lintasan, maka digunakan
menganalisis pola penampang dari anomali persamaan di bawah ini [4],
magnet sisa dari lintasan yang telah ditentukan.
Untuk membuat model struktur bawah (13)
permukaan pada daerah penelitian dengan Dimana,
menggunakan perangkat lunak Mag2dc proses RM : Ralat atau nilai eror rata-rata
pertama adalah mamasukkan nilai inklinasi dan XL : Data lapangan (observed field)
deklinasi yaitu IGRF yaitu 45124.9 nT, inklinasi - XM: Data hasil model (calculated field)
33.7 , deklinasi 1.31 , dan kedalaman maksimum n : Jumlah data
yang diinginkan dan satuan yang digunakan. Model penampang melintang anomali sisa
Setelah itu diperlukan data masukan berupa nilai lintasan AB digambarkan pada Gambar 3. terdiri
jarak lintasan (meter) dan nilai anomali sisa (nT), dari sumbu Y negatif, sumbu Y positif dan sumbu
maka akan muncul bentuk model berupa garis X. Pada Gambar 3. sumbu Y positif merupakan
putus-putus dan garis tegas. Pada penelitian ini, nilai anomali magnet dari hasil pengamatan
dibuat dua lintasan yang akan diteliti yaitu (nT),sumbu Y negatif merupakan kedalaman dari
penampang AB dan CD. Dapat dilihat pada permukaan yang akan diamati yang pada
Gambar 2. dibawah ini. pemodelan ini menggunakan kedalaman
maksimum mencapai 3 km. Sumbu X merupakan
jarak lintasan pengamatan (meter) mulai titik A
sampai dengan titik B.

4
magnetik total barkisar antara -600 nT sampai
dengan 1600 nT. Dari pemodelan yang telah
dilakukan didapatkan beberapa jenis batuan yaitu
berupa tuf pasiran, batu apung dan lava. Dari
diindikasikanya beberapa jenis batuan ini dapat
dijadikan informasi untuk melihat ketahanan
bendungan yang keberadaanya sangat bermanfaat
sebagai PLTA maupun pengairan untuk pertanian
penduduk setempat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Geomagnet, T., 1990. Survey Geomagnet.
Gambar 3. Model penampang melintang hasil ITB : Bandung.
interpretasi lintasan AB 2. Musyafak dan Bagus, 2007. Interpretasi
Kontras suseptibilitas yang didapat Metode Magnetik Untuk Penentuan
memiliki nilai yang berkisar 0.0035 dan 0.0105, Struktur Bawah Permukaan di Sekitar
diindikasikan untuk lintasan AB didominasi oleh Gunung KeludKabupaten Kediri. Tesis
tuf pasiran (sandy tuf) pada kedalaman 1 km S2. ITS. Surabaya.
sampai kedalaman 2.5 km dan ditemukan juga 3. Risdiasari, F. 2010. Analisis Zona Potensi
lava pada kedalaman 0.25 km sampai 2km. Panasbumi Daerah Waesekat, Kabupaten
Gambar 4. dibawah merupakan penampang Buru Selatan, Maluku Berdasarkan Data
melintang anomali sisa untuk lintasan CD. Magnetik. Fakultas MIPA UB : Malang.
Sebagaimana pada lintasan AB, penentuan 4. Sunaryo. 2001. Pendugaan Struktur
lintasan CD ini juga didasarkan pada interpretasi Kantong Magma Gunung Api Kelud
secara kualitatif dari kontur anomali sisa. Berdasarkan Survei Magnetik. Tesis,
UGM Yogyakarta.
5. Sunaryo, Adi Susilo. 2014. Vulnerability
of Karangkates Dams Area by Means of
Zero Crossing Analysis of Data Magnetic.
4 th International Symposium on
Earthquake and Disaster Mitigation
(ISEDM 2014), 060007-1
6. Telford, W.M., Geldart, L.P. and Sheriff,
R.E., 1990. Applied Geophysics.
Cambridge University Press : Cambridge.
7. Untung, M., 2001. Dasar-Dasar Magnet
Dan Gayaberat Serta Beberapa
Penerapannya. Himpunan Ahli Geofisika
Indonesia.
Gambar 4.12 Model penampang melintang hasil
interpretasi lintasan CD
Kontras suseptibilitas yang didapat
memiliki nilai yang berkisar 0.0027 dan 0.0089,
diindikasikan untuk lintasan CD didominasi oleh
batuan sedimen yang berupa tuf pasiran pada
kedalaman 0.5 km sampai 1.8 km. Sementara
di area sekitar bendungan diduga juga terdapat
batu apung (pumice) (k=0.0089) pada kedalaman
0.25 sampai 1 km.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengolahan data,
interpretasi dan analisis dengan menggunakan
metode geomagnetik di daerah bendungan
Karangkates (Lahor dan Sutami) dapat
disimpulkan yaitu diperoleh nilai anomali
5

Anda mungkin juga menyukai