Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya laporan kasus dengan
judul Thalasemia Pada Anak.Penulisan referat ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah
satu tugas Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSUD Budhi Asih Periode 3April10 Juni2017.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah
sulit untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Tjahaya, Sp.A selaku pembimbing yang telah membantu dan
memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini, dan kepada semua pihak yang turut serta
membantu penyusunan makalah ini.

Akhir kata dengan segala kekurangan yang penulis miliki, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun akan penulis terima untuk perbaikan selanjutnya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang mempergunakannya selama proses kemajuan pendidikan
selanjutnya.

Jakarta, April 2017

Penulis

1
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi Kasus dengan judul

THALASEMIA PADA ANAK

Penyusun:

Fateha Putri Hakim

030.12.101

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, dr. Tjahaya, Sp.A

sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan anak

diRSUD Budhi Asih periode 3April 10 Juni 2017

Jakarta, April 2017

Dr. Tjahaya, Sp.A

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. 1

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 4

BAB II LAPORAN KASUS ........................................................................ 5

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 19

BAB IV ANALISIS KASUS.......................................................................... 29

BAB V KESIMPULAN................................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 32

3
BAB I
PENDAHULUAN

Darah memegang peranan inti dalam kehidupan manusia.Darah beredar dalam pembuluh
darah membentuk suatu sistem sirkulasi, dengan jantung sebagai pompanya. Darah mengalir
membawa oksigen untuk metabolisme sel dan berbagai zat lain yang dibutuhkan oleh
tubuh.Gangguan pada darah atau sirkulasinya tentu membawa dampak yang sangat serius bagi
tubuh.Salah satu jenis gangguan hematologi yang diturunkan secara genetik adalah thalasemia.

Thalasemia berasal dari bahasa Yunani yaitu thalasso yang berarti laut. Pertama kali
ditemukan oleh seorang dokter Thomas B. Cooley tahun 1925 di daerah Laut Tengah (1),dijumpai
pada anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limfa setelah berusia satu tahun.
Anemia dinamakan splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley
sesuai dengan nama penemunya

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yaitu anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara autosomal resesif dengan disebabkan oleh defek genetik pada pembentukan
rantai globin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel
darah merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur pendek kurang
dari 120 hari dan terjadilah anemia.Penyakit ini baru muncul pada seseorang apabila ia memiliki
dua gen talasemia yang berasal dari kedua orang tuanya yaitu satu dari ayah dan satu dari ibu.

Thalasemia tersebar diseluruh ras di mediterania, Timur tengah, India sampai Asia
tenggara dan presentasi klinisnya bervariasi dari asimptomatik sampai berat hingga mengancam
jiwa, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen.
Distribusi utama meliputi daerah daerah perbatasan laut medeterania, sebagian besar Afrika
Timur Tengah, sub benua India dan Asia Tenggara. Dari 3 % sampai 8 % orang Amerika
keturunan Italia atau Yunani dan 0,5 dari kulit hitam Amerika membawa Gen untuk Thalesemia.
Dibeberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40 % dari populasi mempunyai satu atau lebih gen
thalasemia.(2)

4
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS

Nama Mahasiswa :Fateha Putri HakimPembimbing :dr. Tjahaya, Sp.A


NIM :030.12.101 Tanda tangan:

KASUS I
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Z Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 4 tahun 9 bulan 30 hari Suku Bangsa : Betawi
Tempat / tanggal lahir :Jakarta, 5 Oktober 2012 Agama : Islam
Alamat :Jl. Asem III Utan Kayu Matraman No. RM : 988989

ORANG TUA / WALI


Ayah: Ibu :
Nama : Tn.F Nama: Ny. A
Umur : 23 tahun Umur : 22 tahun
Alamat :Jl. Asem III Utan Kayu Matraman Alamat : Jl. Asem III Utan Kayu Matraman
Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penghasilan: Rp. 3.000.000/bulan Penghasilan: -
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMP
Suku Bangsa : Betawi Suku Bangsa : Betawi
Agama : Islam Agama : Islam

Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung

I. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. A (ibu kandung pasien)
Lokasi : Bangsal lantai VIEmerald Barat, kamar 627
Tanggal / waktu : 6April 2017, pukul 11.30 WIB
Tanggal masuk : 4 April 2016, pukul 11.00WIB
Keluhan utama : Lemas sejak 3 hari SMRS
Keluhan tambahan : Pucat
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli RS Budhi Asih dengan keluhan lemassejak 3 hari SMRS. Lemas
dirasakan semakin lama semakin berat, pasien cepat lelah terutama jika beraktivitas.

5
Orang tua pasien juga mengeluh bibir pasien yang pucat. Orang tua pasien menyangkal
adanya demam, sesak napas, batuk, pilek, mual, muntah, nafsu makan menurun, adanya
trauma maupun perdarahan seperti mimisan, muntah darah . BAK warna kuning jernih dan
BAB terakhir 4 jam SMRS konsistensi padat, warna coklat, tanpa disertai darah.
Pasien sering mengalami keluhan yang serupa, awalnya 1 tahun yl pasien sering lemas
dan pucat, pasien berobat ke puskesmas dan didiagnosis anemia defisiensi besi lalu
diberikan zat besi. Namun, pasien masih sering lemas dan pucat akhirnya pasien dibawa
ke RS Premier Jatinegara dan pasien dirawat untuk pertama kalinya, di RS pasien
dilakukan pemeriksaan analisis Hb dan dikatakan pasien menderita B Thalasemia HbE,
pasien sudah 3 kali dirawat dengan keluhan yang sama. Ibu pasien tidak ingat kapan saja
pasien dirawat.
b. Riwayat Penyakit yang pernah diderita

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur


Alergi (-) Difteria (-) Penyakit ginjal (-)
Penyakit
Cacingan (-) Diare (-) (-)
jantung
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
(+)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain
thalassemia

Pasien sudah pernah 1 kali dirawat inap di RSUD Budhi Asih sebelumnya di bulan Januari
dengan keluhan yang sama dan 2 kali di rawat inap di RS Premier Jatinegara.
Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: Pasien sudah mengalami sering
lemas dan pucat hingga dirawat inap sebanyak 3x di rumah sakit

c. Riwayat Kehamilan / Kelahiran

Morbiditas kehamilan Hipertensi (-), diabetes mellitus (-), anemia (-),

KEHAMILAN penyakit jantung (-), penyakit paru (-), infeksi


pada kehamilan (-), asma (-).
Perawatan antenatal Rutin kontrol ke Puskesmas (selalu datang
sesuai anjuran bidan)
KELAHIRAN Tempat persalinan Rumah Sakit

6
Penolong persalinan Dokter
Spontan pervaginam
Cara persalinan

Masa gestasi 39 minggu


Berat lahir : 2900 gram
Panjang lahir : 48 cm
Lingkar kepala : tidak tahu
Langsung menangis (+)
Merah (+)
Keadaan bayi
Pucat (-)
Biru (-)
Kuning (-)
Nilai APGAR : tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan/kelahiran: pasien lahir spontan pervaginam, neonatus cukup
bulan dengan berat badan lahir sesuai masa kehamilan.

d. Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi I : 6bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap : Umur 3bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Umur 7 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 9 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 13 bulan (Normal: 13 bulan)
Bicara : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : sesuai dengan usia, tidak didapatkan
keterlambatan dalam perkembangan.

e. Riwayat Makanan
Umur
ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)
02 ASI - - -
24 ASI - - -
46 ASI - - -

7
68 PASI + + +
8 10 PASI + + +
10 -12 PASI + + +

Pada anak usia> 1 tahun

Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah


Nasi / Pengganti 3x sehari, 1 porsi piring kecil
Sayur 3x seminggu, 1 mangkok
Daging 2x/minggu, setengah potong dicincang
Telur 3-5x seminggu, 1 butir
Ikan 1-2x seminggu, 1 potong
Tahu 12 x sehari, 1 potong
Tempe 12 x sehari, 1 potong

Kesimpulan riwayat makanan : OS tidak mengalami kesulitan makan. Asupan nutrisi


cukup dan adekuat.

f. Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG 1 bulan X X
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan
Campak 9 bulan X X
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan
Kesimpulan riwayat imunisasi : Imunisasi dasar lengkap sesuai jadwal

g. Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
Tanggal lahir Jenis Lahir Mati Keterangan
No Hidup Abortus
(umur) kelamin mati (sebab) kesehatan
1 - - - - - - -

2 - - - - - - -

8
Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. F Ny. A
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 18 17
Pendidikan terakhir SMA SMP
Agama Islam Islam
Suku bangsa Betawi, Indonesia Betawi, Indonesia
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada
Penyakit, bila ada Tidak ada Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien merupakan anak pertama dan tidak memiliki saudara.
Riwayat Kebiasaan: Keluarga pasien yang tinggal serumah tidak ada yang merokok,
suka meminum alkohol atau mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
Kesimpulan riwayat keluarga: dari keluarga ayah pasien, adik ayah pasien ada yang
mengalami hal yang sama seperti pasien.

h. Riwayat Lingkungan Perumahan


Pasien tinggal bersama dengan kedua orang tua. Rumah pasien berada di wilayah padat
penduduk, merupakan rumah kontrakan, satu lantai, beratap genteng, berlantai ubin, dan
berdinding tembok. Kamar tidur berjumlah 2, kamar mandi berjumlah 1, terdapat dapur, ruang
makan, ruang tamu, serta teras yang berjumlah 1 di depan rumah. Ventilasi dan pencahayaan
baik. Sumber air bersih dari jet pam sanyo. Peralatan makan dicuci menggunakan air
biasa. Sumber air minum dari air minum isi ulang. Sampah dibuang ke tempat sampah
dan setiap hari dikumpulkan di tempat sampah depan rumah. Bak mandi tidak dikuras
setiap minggu, tidak ada kolam ikan di sekitar rumah, tidak ada penumpukan barang
bekas di sekitar rumah pasien, namun banyak nyamuk di dalam rumah. Keluarga pasien
tidak pernah menjalankan kegiatan PSN.

Kesimpulan keadaan lingkungan: Lingkungan perumahan cukup baik, dan disertai


dengan kawasan padat penduduk.

i. Riwayat Sosial dan Ekonomi

9
Ayah pasien bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasta dengan gaji
Rp.3.000.000,-/bulan. Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Menurut ibu
pasien penghasilan tersebut kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Kesimpulan sosial ekonomi: Pasien berasal dari keluarga dengan taraf sosial ekonomi
menengah ke bawah.

II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik pada pasien dilakukan di bangsal lantai 6 Emerald Barat, kamar 627,
pada tanggal 6 April 2017 pukul 11.30 WIB

A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Kesan Gizi : Gizi Baik
Keadaan lain : Anemis (+), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)
Data Antropometri
Berat Badan sekarang : 15 kg
Panjang Badan :106 cm
Status Gizi
- BB / U = 15/18 x 100 % = 83,3% ( Kesan Gizi Kurang)
- TB / U = 106/109 x 100 % = 97,2 % (Kesan Gizi Baik)
- BB / TB = 15/17 x 100 % = 88,2 % (kesan Gizi Kurang)
Kesimpulan status gizi : Menurut parameter BB/TB, gizi pasien termasuk dalam kategori
gizi kurang

Tanda Vital

Tekanan Darah : 90/60 mmHg


Nadi : 94x/ menit, kuat, isi cukup, equal kanan dan kiri, regular
Nafas : 25x / menit, tipe torako-abdominal
Suhu : 36,9C axilla (diukur dengan thermometer digital di axilla)

KEPALA : Normocephali, deformitas (-), hematome (-), UUB sudah menetup, cekung (-)
RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, tebal
WAJAH : Wajah simetris, tidak ada luka atau jaringan parut
MATA:Alis mata merata, madarosis (-), Bulu mata hitam, merata, trikiasis (-)

10
Visus : kesan baik Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjungtiva anemis : +/+ Cekung : -/-
Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Endophtalmus : -/- Lensa jernih : +/+
Strabismus : -/- Pupil : bulat,
isokor
Nistagmus : -/-
Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+

TELINGA :
Bentuk : normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang +/+ Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/-
HIDUNG :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung: -/-
Sekret : -/- Deviasi septum :-
Mukosa hiperemis : -/- Konka eutrofi :+/+

BIBIR : Mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-), pucat (+)
MULUT : Trismus (-), oral hygiene baik, mukosa gusi dan pipi berwarna merah
muda
LIDAH : Normoglosia, atrofi papil (-), tremor (-), coated tongue (-), hiperemis (-),
TENGGOROKAN : Arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula ditengah, tonsil T1-T1 tidak
hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-), PND (-)
LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun
KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid
maupun KGB, trakea teraba di tengah
THORAKS : Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, deformitas (-),retraksi suprasternal
(-), retraksi intercostal (-), retraksi subcostal (-)

JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra.
Perkusi : Batas kiri jantung : ICS V linea midklavikularis sinistra.
Batas kanan jantung : ICS III V linea sternalis dextra.
Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra.
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-).

PARU
Inspeksi

11
- Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan yang
tertinggal, tipe pernapasan abdomino-torakal, retraksi (-), tidak ditemukan efloresensi
pada kulit dinding dada.
Palpasi
- Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri, vocal fremitussama
kuat kanan dan kiri.
- Angulus costae 75o.
Perkusi
- Sonor di kedua lapang paru.
- Batas paru dan hepar di ICS VI linea midklavikularis dextra.
Auskultasi
- Suara napas vesikuler, reguler, ronkhi -/-, wheezing -/-.
ABDOMEN :
Inspeksi : Perut datar, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun
benjolan, roseola spot (-), kulit keriput (-), gerakan peristaltik (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), turgor kulit baik.
Hepar 1/3-1/3, kenyal, licin, rata, tajam, NT(-)
Lien teraba pada titik schuffner 3, kenyal, licin, rata, NT (-)
Ballotement -/-, nyeri ketok CVA -/-.
Perkusi : Pekak pada regio kanan dan kiri atas abdomen, timpani pada regio tengah atas
serta seluruh bagian bawah abdomen
Auskultasi : Bising usus (+)3 kali / menit

ANOGENITALIA :tidak diperiksa

KGB :
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar

ANGGOTA GERAK :

Ekstremitas : akral dinginpada keempat ekstremitas, tidak ada edema,CRT < 2 detik.

Tangan Kanan Kiri


Tonus otot Normotonus Normotonus
Sendi Aktif Aktif
Refleks fisiologis + +

12
Refleks patologis - -
Edema - -

Kaki Kanan Kiri


Tonus otot Normotonus Normotonus
Sendi Aktif Aktif
Refleks fisiologis + +
Refleks patologis - -
Edema - -

Tanda rangsang meningeal : (-)


Nervus Kranialis : Tidak ada lesi nervus kranialis
KULIT : Warna sawo matang merata, pucat (+), ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit baik,
lembab
TULANG BELAKANG : Bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
NEUROLOGIS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Biseps + +

Triceps + +

Patella + +

Achiles + +

Refleks Patologis Kanan Kiri


Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -

Rangsang meningeal
Kaku kuduk -
Kanan Kiri
Kerniq - -
Laseq - -
Bruzinski I - -
Bruzinski II - -

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

13
Laboratorium dari bangsal Lantai V Timur tanggal 30 Juni 2016
Hematologi Hasil Nilai Normal

Leukosit 8.900/ L 5000 14.500


Eritrosit 2,9 juta/ uL 3,7 5,7
Hemoglobin 6,4 g/ dL 10,8 12,8
Hematokrit 21% 31 43
Trombosit 256.000/ L 229.000 - 553.000
MCV 69,6 fL 72 88
MCH 21,8 pg 23 31
MCHC 31,3 g/ dL 32 36
RDW 26,4% < 14

IV. RESUME
Pasien seorang anak perempuan usia 4 tahun 9 bulan datang dengan keluhan
lemas sejak 3 hari SMRS. Lemas dirasakan semakin lama semakin berat, Pasien dibawa
oleh ibunya ke poliklinik RSBA dan dikatakan harus dirawat inap untuk mendapatkan
transfusi darah. Pasien juga mengeluh pucat terutama pada bibirnya sejak 3hari SMRS.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, compos mentis
dan gizi baik. Pada tanda vital didapatkan TD 90/60 mmHg, HR 94 x/menit, S 36,9 oC, RR
25 x/menit. Pada pemeriksaan status generalis didapatkan konjungtiva anemis, teraba hepar
1/3 1/3 dan lien pada titik schuffner 3, pucat pada bibir dan ekstremitas. Pada
pemeriksaan status neurologis didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan
laboratorium hematologi didapatkan hasil hemoglobin menurun 6,4 g/ dL, hematokrit
menurun 21%, Leukosit norm ribu/ uL, MCV menurun 69,6 fL, MCH menurun 21,8 pg,
MCHC menurun 31,3 g/dL, RDW menurun 26,4%

V. DIAGNOSIS BANDING
- Anemia mikrositik hipokrom ec defisiensi besi

VI. DIAGNOSIS KERJA


- Anemia mikrositik hipokrom ec B Thalasemia HbE

14
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Pemeriksaan Analisis Hb
- Pemeriksaan status besi (serum Fe, ferritin, TIBC)

VII. PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa:
Non-medikamentosa
1. Komunikasi, informasi, edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan pasien.
2. Observasi tanda vital

Medikamentosa
- PRC 1x75cc/24jam + Lasix 15 mg (I)
- PRC 1x150cc/24jam tanpa inj. Lasix (II)
- PRC 1x150cc/24jam tanpa inj. Lasix (III)

IX PROGNOSIS
- Ad Vitam : ad bonam
- Ad Sanationam : dubia ad malam
- Ad Fungsionam : ad bonam

Follow up

Tgl S O A P
05/ - Pucat (+) - TSS, CM, BB= 15kg Thalasemia -PRC 1x75cc/ 24jam
04/ - Lemas (+) - TD: 90/60mmHg, N: 100x/menit
+ Lasix 15 mg (I)
2017 - S: 36,1C, RR:24 x/menit
- Normosefali
HP 2 - Mata: ca +/+, si -/- -PRC 1x150cc/
- Mulut: sianosis -, kering-,pucat +/+ 24jam tanpa inj.
- Thoraks: SNV, Wh-/-. Rh -/-; BJ 1&2
Lasix (II)
reg, M -, G - -PRC 1x150cc/
- Abdomen: supel, BU +, turgor baik,
24jam tanpa inj.
hepar teraba 1/3-1/3 Lien teraba pada

15
titik schuffner 3 NT (-), kenyal, tepi Lasix (III)
tajam, permukaan licin
- Ekstremitas: hangat(-), CRT <2 detik
- Status neurologis (N)
- R.fisiologis (+) ,R.patologis (-)
6/ - Pucat () - TSS, CM, BB= 15kg Thalasemia - PRC
04/ - Lemas() - TD: 100/70mmHg, N: 98x/menit
1x75cc/24jam
2017 - S: 36,6C, RR:23 x/menit
- Normosefali + Lasix 15 mg
HP 3 - Mata: ca +/+, si -/-
(I)
- Mulut: sianosis -, kering-,pucat +/+
- PRC
- Thoraks: SNV, Wh-/-. Rh -/-; BJ 1&2
1x150cc/24jam
reg, M -, G -
- Abdomen: supel, BU +, turgor baik, tanpa inj. Lasix
hepar teraba 1/3-1/3 Lien teraba pada (II)
titik schuffner 3 NT (-), kenyal, tepi - PRC
tajam, permukaan licin 1x150cc/24jam
- Ekstremitas: hangat(-), CRT <2 detik
tanpa inj. Lasix
- Status neurologis (N)
- R.fisiologis (+) ,R.patologis (-) (III)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Thalassemia adalah sekelompok anemia hipokromik herediter dengan berbagai derajat


keparahan.Penyakit ini merupakan penyakit genetic yang diturunkan secara autosomal resesif
berdasarkan hukum Mendel dari orang tua kepada anaknya. Defek genetic yang mendasari
meliputi delesi total atau parsial gen globin dan subtitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat
dari berbagai perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih
rantai globin atau pembentukan mRNA yang cacat secara fungsional sehingga terjadi penurunan
dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb.

Pada penyakit ini terjadi kelainan sintesis Hb berupa pengurangan produksi satu atau
lebih rantai globin yang menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin. Pada

16
thalassemia terjadi pengurangan sintesis rantai dan pada thalassemia terjadi pengurangan
sintesis rantai (3,4)

3.2 Epidemiologi

WHO (2006) meneliti kira-kira 5% penduduk dunia adalah carrier dari 300-400 ribu bayi
thalassemia yang baru lahir pertahunnya. Frekuensi gen thalassemia di Indonesia berkisar 3-
10%. Berdasarkan angka ini, diperkirakan lebih 2000 penderita baru dilahirkan setiap tahunnya
di Indonesia. Salah satu RS di Jakarta, sampai dengan akhir tahun 2003 terdapat 1060 pasien
thalassemia mayor yang berobat jalan di Pusat Thalassemia Departemen Anak FKUI-RSCM
yang terdiri dari 52,5 % pasien thalassemia homozigot, 46,2 % pasien thalassemia HbE, serta
thalassemia 1,3%. Sekitar 70-80 pasien baru, datang tiap tahunnya. Fakta ini mendukung
thalasemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak dan menyerang hampir semua
golongan etnik dan terdapat di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia.

3.3 Etiologi

Thalasemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkansecara genetik


dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen.(6)

3.4 Klasifikasi

Talasemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat pengurangan
produksi satu atau lebih rantau globin.Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai
globin.Ada 3 tingkat klasifikasi Talasemia. Secara klinis bisa dibagi menjadi 3 grup karena
memiliki implikasi klinis diagnosis dan penatalaksanaan:

1. Talasemia mayor sangat tergantung kepada transfusi

2. Talasemia minor/ karier tanpa gejala

3. Talasemia intermedia Talasemia juga bisa diklasifikasikan secara genetik menjadi -, -, -


atau Talasemia- sesuai dengan rantai globin yang berkurang produksinya.

Pada beberapa Talasemia sama sekali tidak terbentuk rantai globin disebut o atau o Talasemia,
bila produksinya rendah + atau + Talasemia. Sedangkan Talasemia bisa dibedakan menjadi

17
()o dan ()+ dimana terjadi gangguan pada rantai dan . Bila Talasemia timbul pada
populasi di mana variasi hemoglobin struktural ada. Seringkali di turunkan gen talasemia dari
satu orang tua dan gen varian hemoglobin dari orang tua lainnya. Lebih jauh lagi, mungkin pula
didapatkan Talasemia- dan bersamaan. Interaksi dari beberapa gen ini menghasilkan
gambaran klinis yang bervariasi mulai dari kematian dalam rahim sampai sangat ringan.
Talasemia diturunkan berdasarkan hukum mandel, resesif atau kodominan. Heterozigot biasanya
tanpa gejala homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat dari Talasemia atau

3.5 Patofisiologi(5)

Talasemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin yang ditandai dengan
kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau lebih, sehingga terjadi ketidak
seimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk. Mutasi gen pada globin alfa akan menyebabkan
penyakit alfa- thalassemia dan jika itu terjadi pada globin beta maka akan menyebabkan penyakit
beta-thalassemia. Secara genetik, gangguan pembentukan protein globin dapat disebabkan
karena kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang ditempati lokus gen globin.
Kerusakan pada salah satu kromosom homolog menimbulkan terjadinya keadaan heterozigot,
sedangkan kerusakan pada kedua kromosom homolog menimbulkan keadaan homozigot (-/-).

Pada thalassemia homozigot, sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis sama sekali.
Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya kekurangan sintesis
rantai akan menyebabkan kurangnya pembentukan Hb. Ketidakseimbangan dalam rantai
protein globin alfa dan beta disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita
penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang
diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa/carier

a. Thalasemia beta
Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesisdari unit
globin pada Hb A. Pada thalasemia heterozigot, sintesis globin kuranglebih separuh dari nilai
normalnya. Pada thalasemia homozigot, sintesis globin dapat mencapai nol. Karena adanya
defisiensi yang berat pada rantai , sintesis Hb A total menurun dengan sangat jelas atau bahkan
tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia homozigot mengalami anemia berat. Sebagai
respon kompensasi, maka sintesis rantai menjadi teraktifasi sehingga hemoglobin pasien
mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun sintesis rantai ini tidak efektif dan secara
18
kuantitas tidak mencukupi. Pada thalasemia homozigot, sintesis rantai tidak mengalami
perubahan dan tidak mampu membentuk Hb tetramer. Ketidak-seimbangan sintesis dari rantai
polipeptida ini mengakibatkan kelebihan adanya rantai bebas di dalam sel darah merah yang
berinti dan retikulosit. Rantai bebas ini mudah teroksidasi. Mereka dapat beragregasi menjadi
suatu inklusi protein (haeinz bodys), menyebabkan kerusakan membran pada sel darah merah
dan destruksi dari sel darah merah imatur dalam sumsum tulang sehingga jumlah sel darah merah
matur yang diproduksi menjadi berkurang sehingga sel darah merah yang beredar menjadi kecil,
terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi globin, dan mengandung komplemen hemoglobin yang
menurun dan memberikan gambaran dari Anemia Cooley/anemia mikrositik hipokrom yaitu
hipokromik, mikrosisitk dan poikilositik. Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan
dihancurkan oleh limpa, hepar, dan sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari
penyakit ini. Sel darah merah yang mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai
umur yang lebih panjang. Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oksigen carrying
capacity dari setiap eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang jumlahnya sedikit)
mengalami hemolisa secara prematur. Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia,
sehingga sumsum-sumsum tulang dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih
banyak. Namun mekanisme kompensasi ini tidak efektif karena adanya kematian yang prematur
dari eritroblas. Hasilnya adalah suatu ekspansi sumsum tulang yang masif yang memproduksi sel
darah merah baru. Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal
dari tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur yang kritis pada
pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-sumber biokimia yang vital dari tempat-
tempat yang membutuhkannya dan menempatkan suatu stress yang sangat besar pada jantung.
Secara klinis terlihat sebagai kegalan dari pertumbuhan dan perkembangan, kegagalan jantung
high output, kerentanan terhadap infeksi, deformitas dari tulang, fraktur patologis, dan kematian
di usia muda tanpa adanya terapi transfusi. Jika seseorang memiliki 1 gen beta globin normal,
dan satu lagi gen yang sudah termutasi, maka orang itu disebut carier/trait.

19
Gambar diatas menunjukkan bahwa kedua orangtua merupakan carier/trait. Maka anaknya
25% normal, 50% carier/trait, 25% mewarisi 2 gen yang termutasi (thalasemia mayor).

b. Thalasemia alpha

Rantai globin yang berlebihan pada thalasemia adalah rantai dan yang kurang atau
hilang sintesisnya dalah rantai . Rantai bersifat larut sehingga mampu membentuk
hemotetramer yang meskipun relatif tidak stabil, mampu bertahan dan memproduksi molekul Hb
yang lain seperti Hb Bart (4) dan Hb H (4). Perbedaan dasar inilah yang mempengaruhi lebih
ringannya manisfestasi klinis dan tingkat keparahan penyakitnya dibandingkan dengan
thalasemia beta.

Patofisiologi thalasemia sebanding dengan jumlah gen yang terkena. Pada thalasemia
homozigot (-/-) tidak ada rantai yang diproduksi. Pasiennya hanya memiliki Hb Barts yang
tinggi dengan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb nya tinggi tapi hampir semuanya adalah Hb
Barts sehingga sangat hipoksik yang menyebabkan sebagian besar pasien lahir mati dengan
tanda hipoksia intrauterin.

Bentuk thalasemia heterozigot (0 dan -+) menghasilkan ketidakseimbangan jumlah


rantainya tetapi pasiennya dapat mampu bertahan dengan HbH dimana kelainan ini ditandai
dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen.
Pada Talasemia Alfa biasanya asimtomatis, didapatkan anemia hipokromik ringan dengan
penurunan MCH dan MCV yang bermakna. Hasil Hb elektroforesis normal dan anak hanya bisa
didiagnosis dengan analisis DNA(7).Mutasi yang terjadi pada gen alpha globin disebut delesi.

20
3.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus,


bervariasi, Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung
jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian
besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik Talasemia- dibagi
tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru ditentukan, yakni:

(1) Talasemia- minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom.

(2) Talasemia- mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah.

(3) Talasemia- intermedia: gejala di antara Talasemia mayor dan minor.

Terakhir merupakan pembawa sifat tersembunyi Talasemia- (silent carrier), Empat sindrom
klinik Talasemia- terjadi pada Talasemia-, bergantung pada nomor gen dan pasangan cis atau
trans dan jumlah rantai- yang diproduksi. Keempat sindrom tersebut adalah pembawa sifat
tersembunyi Talasemia- (silent carrier), Talasemia- trait (Talasemia- minor), HbH diseases
dan Talasemia- homozigot (hydrops fetalis).Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada
Talasemia- mayor, penderita dapat mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel
darah, pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena
pembesaran kedua organ tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok),
batu empedu, pucat, lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat yang akan
mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu

21
aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan
pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah.Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan
mudah patah. Anakanak yang menderita talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa
pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi
meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan

3.7 Diagnosis

Diagnosis Terdapat empat diagnosis utama jika seseorang menderita talasemia.Pertama,


terdapat gambaran sel darah merah mikrositik yang banyak sehingga nilainya jatuh kepada
diagnosis anemia. Kedua, dari anamnesa terdapat riwayat keluarga yang menderita penyakit yang
sama. Ketiga, gambaran sel darah merah yang abnormal yakni mikrositik, acanthocytes dan
terdapat sel target.Keempat, untuk Talasemia beta, terdapat peningkatan hemoglobin 2 atau F.

Thalassemia sering kali didiagnosis sebagai defisiensi Fe, hal ini disebabkan oleh karena
kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran eritrosit mikrositik hipokrom. Namun dapat dibedakan,
karena pada defisiensi Fe didapatkan:(8)
Pucat tanpa organomegali
SI rendah
IBC meningkat
Tidak terdapat besi dalam sumsum tulang
Bereaksi baik dengan pengobatan pemberian preparat besi

3.7.1 Pemeriksaan Laboratorium

a) Talasemia Pasien dengan gen dua globin- menderita anemia ringan, dengan nilai
hematokrit antara 28% sehingga 40%. MCV rendah yaitu antara 60-75 fL dan hitung darah tepi
selalunya normal. Hapusan darah tepi menunjukkan abnormalitas yang ringan yaitu terdapat
gambaran mikrosit, hipokromia, target sel, dan acantocytes (sel yang mempunyai bentuk yang
irregular). Hitung retikulosit dan nilai besi dalam batas normal.Hemoglobin electrophoresis
menunjukkan tiada peningkatan pada hemoglobin A2 atau F dan tiada hemoglobin H.

b) Hemoglobin H disease Pasien ini menderita anemia hemolotik yang berat, dengan nilai
hematokrit antara 22% sehingga 32%. Nilai MCV yang rendah yaitu antara 69-70 fL.Hapusan
darah tepi menunjukkan abnormalitas dengan hipokrom, mikrositosis, sel target dan

22
poikilositosis.Hitung retikulosit meningkat.Hemoglobin electrophoresis menunjukkan terdapat
hemoglobin H sebanyak 10-40% dari hemoglobin total.

c) Talasemia minor Seperti pasien yang mempunyai Talasemia-, pasien dengan talasemia-
juga menderita anemia ringan. Nilai hematokrit antara 28-40%.MCV sekitar 55-75 fL dan hitung
sel darah merah normal.Hapus darah tepi sedikit abnormal dengan terdapat gambaran hipokrom,
mikrositosis dan ada sel target.Bedanya dengan penderita Talasemia-, pasien dengan Talasemia-
dijumpai basophilic stippling.Hitung retikulosit dalam batas normal atau nilainya sedikit
meningkat. Hemoglobin electrophoresis menunjukkan terdapat peningkatan hemoglobin A yaitu
4-8% dan peningkatan hemoglobin F yaitu 1-5%.

d) Talasemia mayor Pasien dengan Talasemia mayor menderita anemia yang berat sehingga
mengancam nyawa. Jika tidak ditransfusi, hematokrit akan jatuh sehingga dibawah 10%.
Hapusan darah tepi yang aneh menunjukkan adanya poikilocytosis yang berat, hipokrom,
mikrositosis, basophilic stippling, dan ada nukleus pada sel darah merah.Hemoglobin A
menunjukkan nilai yang sedikit atau tiada. Hemoglobin yang banyak adalah hemoglobin F

3.8 Penatalaksanaan

Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah
diagnosis awal dibuat.Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang dipastikan
terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada
penderita tersebut telah tercapai.Diperlukan konseling pada semua penderita dengan kelainan
genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena
penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi darah
merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai pada
usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal untuk
menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.
Transfusi Darah

Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL
sepanjang waktu.

23
Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu studi
lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel darah
merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis.
Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC dengan
kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang adekuat
untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.
Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk
mencegah demam dan reaksi alergi.

Komplikasi Transfusi Darah

Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan infeksius
ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih mudah untuk
terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu,
25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya
imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan
penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh
organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron
overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO).
Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan Trimetoprim-
Sulfametoksazol.

Terapi Khelasi (Pengikat Besi)

Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat menunda
onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan
jantung tersebut.
Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks
hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting
untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih
banyak diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka rute
pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan).
Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12 jam saat
pasien tidur selama 5 hari/minggu.

24
Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)

TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat ini
diketahui.Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya hepatomegali, fibrosis
portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan.Prognosis bagi penderita
yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita yang tidak
memiliki ketiganya adalah 90%.Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah transplantasi
sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk menghilangkan zat
besi yang berlebihan.Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan tersebut adalah setahun
setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi , termasuk fertilitas, tidak diketahui.
Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada biaya
transplantasi.Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus dipertimbangkan.

Terapi Bedah

Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien


dengan thalassemia.Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi nontoksik (yaitu, fungsi
penyimpanan).Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi besi. Fakta-
fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan splenektomi..Limpa
berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari
besi tersebut.Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan.

Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif, menyebabkan


penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan transfusi
darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi.
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-250 mL / kg PRC
per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat menurunkan kebutuhan sel darah
merah sampai 30%.

25
Gambar 8. Splenektomi

Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang
dilakukan dengan laparoskopi.Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai anak berusia 4-5
tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk setiap keluhan demam
sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat
menjadi lebih dari 600.000 / L pasca splenektomi.

Diet

Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut(9):

o Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi.


o Asam Folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
o Vitamin E 200-400 IU setiap hari.
Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi
dan teh diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.

BAB IV

ANALISIS KASUS

26
Seorang anak perempuan, usia 4 tahun 9 bulan dengan gizi baik di diagnosis dengan
Thalasemia. Thalasemia ditegakkan berdasarkan :
1. Lemas dan pucat yang berulang
2. Splenomegaly
3. Anemia Mikrositik Hipokrom
4. Analisis Hb
Lemas dan pucat
Terjadi pada thalasemia disebabkan karena adanya mekanisme peningkatan penghancuran
hemoglobin yang mengakibatkan kadar hemoglobin rendah sehingga ikatan antara Oksigen
dan hemoglobin berkurang, sehingga
Terjadinya splenomegaly pada pasien disebabkan karena adanya pemecahan eritrosit secara
berlebihan di limpa serta kerja limpa semakin diperberat karena pembentukan eritrosit
meningkat.
Adanya Anemia mikrositik hipokrom disebabkan karena pada thalasemia homozigot,
sintesis rantai tidak mengalami perubahan. Ketidak-seimbangan sintesis dari rantai
polipeptida ini mengakibatkan kelebihan adanya rantai bebas di dalam sel darah merah
yang berinti dan retikulosit. Rantai bebas ini mudah teroksidasi. Mereka dapat beragregasi
menjadi suatu inklusi protein (haeinz bodys), menyebabkan kerusakan membran pada sel
darah merah dan destruksi dari sel darah merah imatur dalam sumsum tulang sehingga
jumlah sel darah merah matur yang diproduksi menjadi berkurang.Sel darah merah yang
beredar kecil, terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi globin, dan mengandung komplemen
hemoglobin yang menurun
Pada Thalasemi dilakukan pemeriksaan Analisis Hb untuk menentukan kadar HbA2 dan HbF
pada pasien yang menunjukan bahwa pasien mengalami thalasemia

BAB IV

KESIMPULAN

Thalassemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan.Thalassemia ditemukan

tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India sampai Asia Tenggara. Thalassemia

27
memiliki dua tipe utama berdasarkan rantai globin yang hilang pada hemoglobin individu yaitu

Thalassemia- dan thalassemia-, yang nantinya akan dibagi lagi menjadi beberapa subtipe

berdasarkan derajat mutasi (secara genetik) ataupun berat ringannya gejala. Thalassemia

diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan. Heterozigot biasanya tanpa

gejala, sedangkan homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat dari thalassemia

dan . Terapi thalassemia antara lain adalah terapi transfusi, terapi pengikat besi (khelasi),

splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang. Masing-masing terapi memiliki kriteria dan efek

samping tertentu sehingga perlu dipertimbangkan secara seksama.Konseling mengenai

thalassemia sangat diperlukan untuk skrining dan pemahaman terhadap penderita. Sampai saat

ini, penderita thalassemia yang berat biasanya tidak dapat bertahan hingga mencapai usia dewasa

normal meskipun kemungkinan ini tidak tertutup sama sekali.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hasan Rosepno. Anemia Hemolitik dalam : Hasan Rosepno buku kuliah


Ilmu kesehatan anak . Edisi 4 Jakarta : Balai penerbit FKUI , 1985. H :
444 49.

28
2. George R. Hontig kelainan hemoglobin dalam : Behrman RE, Kliegman
RM, Arvin AM, Ilmu kesehatan anak Nelson, editor edisi Bahasa
Indonesia : A. Samik Wahab. Edisi 15. Vol 2 Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC, 2000. H : 1708 12.

3. Richard E, Behrman. 2001. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 2 Edisi


ke-15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

4. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,


Harmoiati ED. Pedoman pelayanan medis. Jakarta: Ikatan Dokter
Indonesia; 2009.p.299-302.

5. Arijanty L, Nasar SS. Masalah nutrisi pada thalassemia. Sari Pediatri


2003:5(1):21-6.
6. DeBaun MR, Frei-Jones MJ, Vichinsky EP. Thalassemia syndromes. In:
Kliegman RM, Staton BF, Geme JW, Schor NF, Behrman RE, editors.
Nelson textbook of pediatrics. 20 th ed. Philadelphia: Elsevier; 2016. p.
2249-52.
7. Giardina PJ, Rivella S. Thalassemia syndromes. In: Hoffman R, Benz EJ,
Silberstein LE, Heslop H, Weitz J, Anastasi J, editors. Hematology: basic
principles and practice. 6th ed. Philadelphia: Elsevier. 2013. p.506-35
8. Sherwood L. Human physiology; from cells to systems. 7th ed. Belmont:
Brooks/Cole; 2010. p.391-416.
9. Kline NE. Alterations of hematologic function in children. In: McCance
KL, Huether SE, Brashers VL, Rote NS, editors. Pathophysiology: the
biologic basis for disease in adults and children. 7 th ed. 2014.p. 1055-
62.
10. Bambang H, Permono. 2010. Buku Ajar Hematologi-Onkologi
Anak. Jakarta: IkatanDokter Indonesia.

11. http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Thalassemia/Thalas
semia_Causes.html diakses pada tanggal 27 Mei 2013.

12. Hay WW, Levin MJ. 2007. Hematologic Disorders. Current


Diagnosis and Treatment in Pediatrics. New York: Lange Medical Books/
McGraw Hill Publishing Division.

13. Haut, A. Wintrobe MM. 2010. The Hemoglobinopathies and


Thalassemias. New York: Chruchill Livingstone.

29

Anda mungkin juga menyukai