Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI

(DIFRAKSI SINAR-X)

Oleh :
MAHATHIR WIAAM PRANATA
155090700111007

LABORATORIUM MATERIAL
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Petrologi adalah bidang geologi yang berfokus pada studi mengenai batuan dan kondisi
pembentukannya. Ada tiga cabang petrologi, berkaitan dengan tiga tipe batuan: beku, metamorf,
dan sedimen. Pada praktikum ini penentuan karakter struktural material, baik dalam bentuk
pejal atau partikel, kristalin atau amorf, merupakan kegiatan inti dalam ilmu material.
Pendekatan umum yang diambil adalah meneliti material dengan berkas radiasi atau partikel
berenergi tinggi. Radiasi bersifat elektromagnetik dan dapat bersifat monokromatik maupun
polikromatik. Dengan memanfaatkan hipotesa de Broglie mengenai dualitas frekuensi radiasi
dan momentum partikel, maka gagasan tentang panjang gelombang dapat diterapkan dalam
eksitasi elektron.

Sinar X adalah suatu radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang lebih pendek
dari panjang gelombang cahaya tampak. Apabila elektron ditembak dengan cepat dalam suatu
ruang vakum maka akan dihasilkan sinar X. Radiasi yang dipancarkan dapat dipisahkan menjadi
dua komponen yaitu (a) spektrum kontinu dengan rentang panjang gelombang yang lebar dan
(b) spektrum garis sesuai karakteristik logam yang ditembak.

Gejala interferensi dan difraksi adalah hal umum dalam bidang cahaya. Percobaan fisika
dasar standar untuk menentukan jarak antar kisis dilakukan dengan mengukur sudut berkas
difraksi dari cahaya yang diketahui panjang gelombangnya. Persyaratan yang harus dipenuhi
adalah kisi bersifat periodi dan panjang gelombang cahaya memiliki orde yang sama dengan
jarak kisi yang akan ditentukan

Percobaan ini secara langsung dapat dikaitkan dengan penerapan sinar X untuk menentukan
jarak kisi dan jarak antar atom dalam kristal. Pembahasan difraksi kisi kristal dengan kisi kisi
tiga dimensional cukup rumit, namun Bragg menyederhanakannya dengan menunjukkan bahwa
difraksi ekivalen dengan pemantulan simetris oleh berbagai bidang kristal, asalkan persyaratan
tertentu dipenuhi. Pemanfaatan metode difraksi memegang peranan penting untuk analisis
padatan kristalin. Selain untuk meneliti ciri utama struktur, seperti parameter kisi dan tipe
struktur kristal, juga dimanfaatkan untuk mengetahui rincian lain seperti susunan berbagai jenis
atom dalam kristal, kehadiran cacat, orientasi, ukuran butir dan lain - lain.

1.2 Tujuan
Tujuan diadakan percobaan ini ialah untuk mengetahui pengoperasian instrumen diffraksi
sinar-XPHYWE dalam karakterisasi bahan dan menentukan ukuran butir (grain size) kristal LiF
dengan prinsip sinar-X

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Produksi Sinar-X

Sinar-X dengan energi berkisar antara 100 eV sampai 10 MeV diklasifikasikan sebagai
gelombang elektromagnetik, yang hanya berbeda dari gelombang radio, cahaya, dan sinar
gamma dalam panjang gelombang dan energi. Sinar-X menunjukkan sifat gelombang dengan
panjang gelombang berkisar antara 10 sampai 10 -3 nm. Menurut teori kuantum, gelombang
elektromagnetik dapat diperlakukan sebagai partikel yang disebut foton atau kuanta cahaya. Bila
tegangan tinggi dengan beberapa puluh kV diaplikasikan di antara dua elektroda elektron
berkecepatan tinggi dengan energi kinetik yang cukup, ditarik keluar dari katoda, bertabrakan
dengan anoda (target logam). Elektron cepat melambat dan kehilangan energi kinetik. Karena
pola melambat (metode kehilangan energi kinetik) bervariasi dengan elektron, sinar-X kontinyu
dengan berbagai panjang gelombang dihasilkan. Ketika sebuah elektron kehilangan semua
energinya dalam satu tumbukan, sinar X yang dihasilkan memiliki energi maksimum (atau
panjang gelombang SWL ). Nilai batas panjang gelombang terpendek dapat diperkirakan dari
tegangan akselerasi V antara elektroda.
(Waseda, 2011)

PROSES TERJADINYA SINAR X

Proses terjadinya sinar x adalah sebagai berikut :

a.Katoda (filament) dipanaskan (besar dari 20.0000C) sampai menyala dengan mengalirkan listrik
yang berasal dari transformator.
b. Karena panas electron-elektron dari katoda (filamen) terlepas.
c. Sewaktu dihubungkan dengan transformator tegangan tinggi, elektron-elektron gerakannya
dipercepat menuju anoda yang berpusat di focusing cup.
d. Awan-awan elektron mendadak dihentikan pada target (sasaran) sehingga terbentuk panas (99%)
den sinar x (1%)
e. Pelindung (perisai) timah akan mencegah keluarnya sinar x, sehingga sinar x yang terbentuk
hanya dapat keluar melalui jendela.
f. Panas yang tinggi pada target (sasaran) akibat benturan electron dihilangkan dengan radiator
pendingin.

Ringkasan terjadinya sinar x

Melalui generator yang membuat aliran listrik dengan potensial tinggi, logam pijar
molybdenum memijar, pada saat tertentu logam pijar tersebut menghasilkan awan elektron (logam
pijar molybdenum disebut sebagai filamen) pada suhu tertentu serta saat tertentu pula electron-
elektron tertarik ke anoda (anoda adalah unsur radioaktif barium platinum sianida atau tungsten
carbide). Dengan kata lain bila anoda dibombardir oleh electron, akan timbul pancaran sinar
radiasi roentgen atau sinar x, keadaan ini terjadi di dalam tabung vakum Coolidge.

Tabung sinar x

Tabung sinar x terdiri dari tabung gelas hampa udara, elektroda positif disebut anoda dan
elektroda positif disebut katoda. Katoda dibalut dengan filament, bila diberi arus beberapa mA
bisa melepaskan elektron. Dengan memberi tegangan tinggi antara anoda dan katoda maka
elektron katoda ditarik ke anoda. Arus elektron ini dikonsentrasikan dalam satu berkas dengan
bantuan sebuah silinder (focusing cup). Antikatoda menempel pada anoda dibuat dari logam
dengan titik permukaan lebih tinggi, berbentuk cekungan seperti mangkuk. Waktu elektron dengan
kecepatan tinggi di dalam berkas tersebut menumbuk antikatoda, terjadilah sinar x. Makin tinggi
nomor atom katoda maka makin tinggi kecepatan elektron, akan makin besar daya tembus sinar x
yang terjadi. Antikatoda umumnya dibuat dari tungsten, sebab elemen ini nomor atomnya tinggi
dan titik leburnya juga tinggi (34000C) hanya sebagian kecil energi elektron yang berubah
menjadi sinar x kurang dari 1% pada tegangan 100 kV dan sebagian besar berubah menjadi panas
waktu menumbuk antikatoda. Panas yang tinggi pada tabung didinginkan dengan menggunakan
pendingin minyak emersi / air.
Gambar di bawah ini menunjukkan komponen tabung sinar x dan proses terjadinya sinar x
melalui beberapa ilustrasi berikut ini:
Gambar 2.1 : Komponen tabung dental sinar x

Gambar 2.2 : Ilustrasi tabung sinar x, pembentukan kabut electron pada katoda sebagai sirkuit filament.
Penyinaran switch terbuka

Gambar 2.4 : Tabung sinar x memperlihatkan produksi sinar x, electron kecepatan tinggi menubruk
target.

(Boel, 2009)

2.2 Difraksi Sinar-X Oleh Kristal


Difraksi pada dasarnya adalah sebuah fenomena hamburan di mana sejumlah besar atom
bekerja sama. Karena atom-atom disusun secara periodik dalam suatu kisi, sinar dihamburkan
oleh atom yang memiliki hubungan sefase. Hubungan-hubungan fase yang sedemikian rupa
menyebabkan interferensi destruktif terjadi dalam arah hamburan, tetapi dalam beberapa arah
interferensi konstruktif terjadi dan berkass difraksi terbentuk. Dua hal yang penting adalah
gerakan gelombang yang mampu menyebabkan interferensi (sinar-x) dan satu set pusat
hamburan berkala yang diatur (atom-atom kristal).
Metode difraksi sinar-X adalah salah satu cara mempelajari atau meguji keteraturan molekul
(kirstal atau amorf). Jika sruktur atom atau molekul tertata secara teratur membentuk kisi, radiasi
elektromagnetik yang ditembakkan mengalami penguatan. Penguatan tersebut memberikan
informasi tentang penataan molekul dalam suatu struktur.
Sinar X yang digunakan adalah sinar monokromatis. Kristal memberikan hamburan yang
kuat sehingga menghasilkan sudut hambur ().
Pola hambutan sinar-X juga dapat memberikan informasi tentang keadaan amorf dan
kristalin, konfigurasi rantai dalam kristalit, perkiraan ukuran kristalit, dan perbandingan daerah
kristalin dengan daerah amorf dalam sampel polimer.

Gambaran dua dimensi refleksi sinar X oleh dua bidang kristal paralel adalah sebagai
berikut :

Gambar 2.5 : Gambaran dua dimensi refleksi sinar X oleh dua bidang kristal paralel

Superposisi gelombang radiasi dari atom tunggal dalam kristal akan menghasilkan refraksi
dengan perbedaan lintasan = d sin seperti pada gambar.
Informasi yang dapat diperoleh dari analisa dengan menggunakan XRD tersebut yaitu
sebagai berikut:
1. Pembangkit sinar-x menghasilkan radiasi elektromagnetik setelah dikendalikan oleh
celah penyimpang (S)
2. Posisi puncak difraksi memberikan gambaran tentang parameter kisi (a), jarak antar
bidang (dhkl), struktur kristal dan orientasi dari sel satuan (d hkl) struktur kristal dan orientasi
dari sel satuan.
3. Intensitas relatif puncak difraksi memberikan gambaran tentang posisi atom dalam sel
satuan.
4. Bentuk puncak difraksi memberikan gambaran tentang ukuran kristal dan
ketidaksempurnaan kisi. (dhkl) dikelompokkan dalam beberapa grup, dengan intensitas relatif
paling tinggi pertama disebut d1, kedua d2, ketiga d3 dan seterusnya.

Dari pola difraksi padatan kristal yang teranalisa oleh XRD tersebut, kita juga akan
mendapatkan beberapa informasi lain diantaranya :
1. Panjang gelombang sinar X yang digunakan ()
2. Orde pembiasan / kekuatan intensitas (n)
3. Sudut antara sinar datang dengan bidang normal ()

Hukum Bragg

Hukum Bragg ditemukan oleh William L. Bragg dan Sir William H. Bragg, ayah dari
William L. Bragg. Hukum ini menyatakan bahwa pada suatu panjang gelombang elektromagnet
(sinar X) yang mengenai suatu kisi kristal padatan baik koheren maupun inkoheren, akan
mengalami difraksi kisi dengan sudut 2.
Dua fakta geometris yang perlu diingat yaitu sinar datang bidang normal terhadap bidang
difraksi dan berkas difraksi selalu sebidang. Sudut antara berkas sinar difraksi dan berkas sinar
transmisi untuk 2. Sudut 2 inilah yang diukur pada percobaan difraksi, bukan . Hal ini
dikenal sebagai sudut difraksi.
Kisi kristal tidak hanya satu lapis saja melainkan terdiri dari banyak lapisan. Tiap lapisan
terdiri dari sel satuan. Hukum Bragg berguna untuk menentukan kooordinat titik pantulan dalam
Indeks Miller sehingga dapat menentukan tipe kristal yang diujikan.
Radiasi yang direfleksikan oleh bidang berdekatan akan terjadi jika perbedaan lintasan sama
dengan kelipatan bilangan bulat (n) dari panjang gelombang . Dapat dijabarkan dengan
persamaan :
2d sin = n
dengan :
n = orde difraksi
= panjang gelombang
d = jarak antar lapisan

Nilai d akan menentukan tipe kristal yang diujkan dan ciri-ciri tipe kristal. d dapat dihitung
dengan persamaan :
2 2 2
1 h k l
2
= 2+ 2+ 2
d hkl a b c

dengan :
d = jarak antar lapisan
1 1 1
h, k, dan l adalah Indeks Miller (h= x ; k = y ; l= z )

a, b, dan c adalah panjang sisi sel satuan

Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar X dijatuhkan pada sampel kristal maka
bidang tersebut akan membiaskan sinar X. Sinar-sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh
detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi.
Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel makin kuat intensitas pembiasan
yang dihasilkan. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili suatu bidang kristal yang
memiliki orientasi tertentu. Puncak dari hasil pengukuran dicocokkan dengan standar difraksi
sinar X untuk semua jenis material.

Indeks Miller
Indeks Miller diperkenalkan pada tahun 1839 oleh mineralog Inggris William Miller
Hallowes. Indeks Miller membentuk suatu sistem notasi dalam kristalografi untuk pesawat
dan arah dalam kristal (Bravais) kisi. Secara khusus, sebuah keluarga bidang kisi ditentukan
oleh tiga bilangan bulat h, k, dan l.
Jarak dari satu set bidang (hkl) adalah jarak terpendek dari dua bidang yang berdekatan.
Semakin besar harga indeks maka semakin kecil jarak antar bidang tersebut.
Indeks masing-masing menunjukkan pesawat ortogonal terhadap arah (h, k, l) dalam dasar
dari kisi resiprokal vektor. Dengan konvensi, integer negatif ditulis dengan bar, seperti pada 3
untuk -3. Bilangan bulat biasanya ditulis dalam istilah terendah, yaitu mereka pembagi umum
terbesar harus 1.
Ada juga beberapa notasi yang terkait :
notasi {mn} menunjukkan himpunan semua pesawat yang setara dengan ( mn) oleh
simetri kisi
[ mn], dengan persegi bukan kurung bulat, menunjukkan arah di dasar dari vektor kisi
langsung bukan kisi resiprokal
Hkl merupakan notasi himpunan semua arah yang setara dengan [ mn] dengan simetri

Cara untuk mendefinisikan arti dari Indeks Miller yaitu :


1. Melalui satu titik di kisi resiprokal atau sebagai invers penyadapan sepanjang vektor kisi
2. Kedua definisi diberikan di bawah ini. Dalam kedua kasus, salah satu kebutuhan untuk
memilih vektor kisi tiga a1, a2, a3 yang mendefinisikan sel satuan (perhatikan bahwa sel
unit konvensional mungkin lebih besar dari sel primitif dari kisi Bravais)

Indeks Miller biasa digunakan untuk menentukan bidang irisan didalam kristal. Satu set
bidang yang paralel dengan jarak yang seragam memiliki indeks yang sama. Indeks untuk bidang
irisan dituliskan dalam kurung ( ). Biasa dipakai tiga bilangan bulat, h, k dan l sehingga
dituliskan (h k l).
Jika sebuah bidang sejajar dengan suatu aksis maka indeks untuk aksis ini nilainya 0. Jika
arah dari suatu bidang bernilai negatif, maka indeks diberi tanda garis diatasnya. Contoh dari
penamaan bidang irisan kristal ditunjukan pada gambar berikut ini.

Gambar 2.6 : Indikator Miller untuk beberapa cubic crystal

Langkah mudah untuk memberikan indeks miller dari suatu bidang irisan adalah sebagai
berikut :
1. Ambil titik asal (titik 0) dari bidang
2. Tentukan nilai intersep dari setiap aksis (1/h)a, (1/k)b, (1/l)c dari titik asal, contoh jika
intersep adalah (1/2)a, (1/3)b, (1/1)c, maka indeks bidang tersebut adalah (2 3 1) seperti
gambar dibawah ini.
3. Jika intersep atau bidang paralel dengan aksis maka indeksnya bernilai nol.
Berikut contohnya :

Indeks Miller memiliki berbagai arti fisis diantaranya :


1. Orientasi dari bidang atomik melalui harga h, k dan l
2. Jarak antar bidang, yaitu jarak antara bidang yang melewati titik asal dengan bidang berikutnya.
Perbedaan jarak dari dua bidang dicontohkan dengan gambar dibawah ini, bidang (2 2 2)
memiliki jarak antar bidang yang lebih kecil dari bidang (1 1 1). Berikut gambarannya :

(Bella, 2013)

2.3 Difraktometri Sinar-X

Difraktometer sinar-X terdiri dari tiga elemen dasar: tabung sinar-X, dudukan sampel, dan
detektor sinar-X. Rincian Sinar-X dihasilkan dalam tabung sinar katoda dengan memanaskan
filamen untuk menghasilkan elektron, mempercepat elektron menuju target dengan menerapkan
voltase, dan membombardir material target dengan elektron. Ketika elektron memiliki energi
yang cukup untuk mengusir elektron tempel dalam dari bahan target, spektrum sinar-X
karakteristik diproduksi. Spektra ini terdiri dari beberapa komponen, yang paling umum adalah
K dan K. K terdiri dari K1 dan K2. K1 memiliki panjang gelombang yang sedikit lebih
pendek dan dua kali intensitasnya seperti K2. Panjang gelombang spesifik adalah karakteristik
bahan target (Cu, Fe, Mo, Cr). Penyaringan, dengan foil atau monokrometer kristal, diperlukan
untuk menghasilkan sinar X monokromatik yang diperlukan untuk difraksi. K1 dan K2 cukup
dekat dengan panjang gelombang sehingga rata-rata tertimbang dari keduanya digunakan.
Tembaga adalah bahan target yang paling umum untuk difraksi kristal tunggal, dengan radiasi
CuK = 1,5418. Sinar-X ini collimated dan diarahkan ke sampel. Sebagai contoh dan detektor
diputar, intensitas sinar-X yang dipantulkan dicatat. Bila geometri sinar-X kejadian yang
menimpakan sampel memenuhi Persamaan Bragg, terjadi gangguan konstruktif dan puncak
intensitas terjadi. Sebuah detektor merekam dan memproses sinyal sinar-X ini dan mengubah
sinyal menjadi tingkat hitungan yang kemudian di output ke perangkat seperti monitor printer
atau komputer. Geometri dari difraktometer sinar-X sedemikian rupa sehingga sampel berputar
di jalur sinar X sinar-collimated pada sudut sedangkan detektor sinar-X dipasang pada lengan
untuk mengumpulkan sinar-X yang terdifraksi dan berputar pada suatu Sudut 2. Alat yang
digunakan untuk mempertahankan sudut dan memutar sampel disebut goniometer. Untuk pola
serbuk khas, data dikumpulkan pada sudut 2 dari 5 sampai 70 , sudut yang diputar pada
pemindaian sinar-X.

Gambar 2.7 : Difraktogram serbuk sinar X. Posisi puncak terjadi dimana sinar X telah terdifraksi oleh kisi
kristal. Kumpulan d-spacings unik yang berasal dari derai ini dapat digunakan untuk 'sidik jari' mineral.

(Moore, D. M, 1997)
2.4 Ukuran Butir Kristal

Pada tahun 1918 Scherrer mengeluarkan formula yang mengaitkan ukuran kristal rata-rata
(volume rata-rata), L, bubuk sampai pelebaran, , puncak difraksi serbuknya (mengabaikan efek
lain seperti regangan):

K
BL = L cos

Dimana adalah sudut Bragg yang biasa, adalah panjang gelombang radiasi, dan K adalah
konstanta yang bergantung pada asumsi yang dibuat dalam teori (misalnya bentuk puncak dan
kebiasaan kristal, kristal berbentuk bola menjadi kasus yang paling mudah untuk ditafsirkan)
namun tetap dekat Ke kesatuan dan sering diambil sebagai 0,9. Jadi kita melihat bahwa dan L
terkait secara timbal balik: semakin besar semakin memperbesar ukuran kristal dan sebaliknya.
Hal ini layak dilakukan dengan cepat "pandangan intuitif" mengapa hal ini seharusnya terjadi:
Pada bagian sebelumnya (Difraksi I), kami menunjukkan bagaimana gangguan dari n = 2, 3,
4 ..... sampai n = 1.000 dan lebih , Pusat penghamburan menghasilkan pinggiran yang akhirnya
menjadi "difraksi" dalam tiga dimensi. Rentang ini mulai sangat luas pada n rendah dan menjadi
tajam tanpa henti sebagai n . Cara lain untuk melihat ini adalah untuk mencatat bahwa
interferensi tidak dapat terjadi jika n = 1 dan bahkan interferensi yang paling primitif
memerlukan setidaknya dua pusat (n = 2); Maka n semakin meningkatkan interferensi menjadi
lebih dan lebih tepat sesuai jumlah scatterers yang berkontribusi. Dalam prakteknya ketajaman
akhirnya berhenti meningkat ketika beberapa batas lainnya tercapai, seperti perluasan
instrumental yang melekat, Binstrument, atau batas teoritis yang dikenal sebagai batas Darwin.
Untuk sampel bubuk dan difraktometer batas ini tercapai bila ukuran kristal, L, sekitar 1-10 m
(atau lebih besar). Jadi penggunaan perluasan puncak untuk menentukan ukuran kristal biasanya
terbatas pada kasus dimana ukuran kristal rata-rata adalah 1 m.

(Barnes, 2006)
BAB III
TATA LAKSANA PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktikum Petrologi mengacu pada praktikum Difraksi Sinar-X dilakukan sebanyak 2 kali
yaitu mengenai pengenalan alat Sinar-X dan Penentuan Grain Size LiF. Praktikum ruang
dilaksanakan di Laboratorium Material yang berada di Gedung Fisika Lantai 2, Universitas
Brawijaya pada hari Selasa, 9 Mei 2017.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang dipergunakan pada praktikum ini antara lain : Komputer dan Instrumen Difraksi
Sinar-X PHYWE. Kemudian untuk bahan yang dipergunakan pada praktikum ini ialah : sample dari
Sandstone dan Clay yang sudah dihaluskan

Gambar 3.1 : Instrumen Difraksi Sinar-X PHYWE

Gambar 3.2 : Komputer


Gambar 3.3 : Sample Sandstone yang dihaluskan

Gambar 3.4 : Sample Claystone yang dihaluskan

3.3 Tata Laksana Percobaan

1. Percobaan difraksi sinar-X diawali dengan menyalakan tombol power di bagian belakang
sinar-X PHYWE dan dibagian depan akan muncul tampilannya
2. Selanjutnya setelah instrumen ini menyala, bagian jendela dibuka dan sampel dipasang. Bila
diperlukan colimator maka dipasang disebelah kiri bagian dalam ruangan.
3. Setelah sampel terpasang dengan benar lalu tutup jendela dengan rapat. Jendela ini harus
ditutup dengan rapat agar tidak terjadi radiasi sumber sinar-X ke bagian luar ketika XRD
dijalankan. Selain itu jika jendela tidak ditutup dengan rapat, maka instrumen tidak akan
bisa bekerja memindai sampel.
4. Selanjutnya XRD dioperasikan pada komputer dengan progam measure. Cara
menjalankan adalah klik start measure klik ok
5. Untuk memulai pengukuran yang baru klik file new measurements
6. Selanjutnya akan muncul tampilan yang meminta anda untuk mengisi data sampel yang
ingin diuji, serta penggunaan daya, domain yang diukur, dan penggunaan filter/collimator.
Setelah semua terisi dengan benar, kemudian klik contiue.
7. Selanjutnya akan muncul tampilan pengukuran Crystal Angle dan Detector Angle. Klik start
measurements untuk memulai pngukuran dan klik stop measurements untuk
mengehentikannya.
8. Setelah pengukuran selesai, data yang diperoleh disimpan baik dalam bentuk grafik maupun
bentuk datanya.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Percobaan Beserta Pembahasan Data


4.1.1 Sample LiF dengan menggunakan Colimator kecil

Pada praktikum ini pada data yang didapatkan, pada grafik hanya mengambil data
pengukuran dari sudut Detector Angle 40o sampai 120o

1100
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
0 50 100 150 200 250

Kemudian mengambil data grafik pada peak tertinggi dari data untuk dapat menentukan nilai b
dengan mudah dan menentukan nilai 2 peak tertinggi

Peak tertinggi 1 :
Detector angle Rate at 22.5kV
R(22.5kV)/Imp/
2*theta/ s

40 18
40,4 75
40,8 9
41,2 10
41,5 8
42 13
42,4 8
42,8 3
43,2 17
43,6 6
44 14
44,4 73
44,8 1029
45,2 48
45,5 14
46 9

Dan didapatkan grafik :

1100
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
39 40 41 42 43 44 45 46 47

Peak tertinggi 2 :
Detector angle Rate at 22.5kV
R(22.5kV)/Imp/
2*theta/ s

92 1
92,4 0
92,8 2
93,2 1
93,6 1
94 1
94,4 1
94,8 0
95,2 2
95,6 2
96 0
96,4 1
96,8 2
97,2 1
97,6 1
98 1
98,4 2
98,8 3
99,1 28
99,6 133
100 76
100,4 5
100,8 1

Dengan grafik :

140

120

100

80

60

40

20

0
90 92 94 96 98 100 102

4.1.2 Sample LiF dengan menggunakan Colimator sedang

Pada praktikum ini pada data yang didapatkan, pada grafik hanya mengambil data pengukuran
dari sudut Detector Angle 40o sampai 120o
00
20
00
16
00
12
0
80
0
40
0

0 50 100 150 200 250

Kemudian mengambil data grafik pada peak tertinggi dari data untuk dapat menentukan nilai b
dengan mudah

Peak tertinggi 1 :

Detector angle Rate at 22.5kV


2*theta/ R(22.5kV)/Imp/s

40 59
40,4 179
40,8 29
41,2 24
41,5 31
42 18
42,4 18
42,8 21
43,2 20
43,6 23
44 31
44,4 121
44,8 2153
45,2 116
45,5 23

Dan didapatkan grafik :


00
20
00
16
00
12
0
80
0
40
0

39 40 41 42 43 44 45 46

Peak tertinggi 2 :

Detector angle Rate at 22.5kV


2*theta/ R(22.5kV)/Imp/s
90 3
90,4 6
90,8 3
91,1 7
91,6 3
92 3
92,4 5
92,8 7
93,2 4
93,6 4
94 2
94,4 4
94,8 6
95,2 5
95,6 3
96 3
96,4 3
96,8 5
97,2 8
97,6 4
98 2
98,4 7
98,8 15
99,1 37
99,6 454
100 219
100,4 15
100,8 6
101,2 8
101,6 7
102 1

Dengan grafik :

500

450

400

350

300

250

200

150

100

50

0
88 90 92 94 96 98 100 102 104

4.1.3 Sample LiF dengan menggunakan Colimator besar

Pada praktikum ini pada data yang didapatkan, pada grafik hanya mengambil data pengukuran
dari sudut Detector Angle 40o sampai 120o
0
90 120 150 180 210 240 270
0 0
0 0 0 0 0
60
0
30
0

0 50 100 150 200 250

Kemudian mengambil data grafik pada peak tertinggi dari data untuk dapat menentukan nilai b
dengan mudah

Peak tertinggi 1 :

Detector
angle Rate at 22.5kV
2*theta/ R(22.5kV)/Imp/s

40 102
40,4 414
40,8 43
41,2 53
41,5 36
42 32
42,4 34
42,8 54
43,2 44
43,6 53
44 45
44,4 140
44,8 2786
45,2 302
45,5 58
46 42

Dan didapatkan grafik :


00
28
00
24
00
20
00
16
00
12
0
80
0
40
0

39 40 41 42 43 44 45 46 47

Peak tertinggi 2 :
Detector
angle Rate at 22.5kV
2*theta/ R(22.5kV)/Imp/s
92,8 5
93,2 11
93,6 14
94 21
94,4 12
94,8 13
95,2 18
95,6 15
96 16
96,4 22
96,8 16
97,2 20
97,6 17
98 20
98,4 18
98,8 22
99,1 55
99,6 834
100 466
100,4 29
100,8 16
101,2 23
101,6 13
102 19
102,4 14
102,8 13
103,2 10
103,6 9

Dengan grafik :

900

800

700

600

500

400

300

200

100

0
92 94 96 98 100 102 104 106

4.1.4 Sample Claystone dengan menggunakan Colimator besar

Pada praktikum ini pada data yang didapatkan, pada grafik hanya mengambil data grafik
dengan selisih peak to peak yang terbesar dari awal pengukuran dari sudut Detector Angle 20 o
sampai kira-kira 25,2o.

Dari hasil percobaan, didapatkan grafik dari Detector Angle 20o sampai 60o sebagai berikut
60
50
40
30
20
10
0
20

.8

.6

.4

.2

99 4
97

.6

.4

.2

48

.8

.6

.4

.2
3
22

25

28

31

39

42

45

50

53

56

59
99
99
99
99
99
.7
36

Kemudian dicari titik pengukuran kristal claystone pada Detector Angle pada peak to peak pada
sudut sekitar 25,2o

Detector angle Rate at 22.5kV


2*theta/ R(22.5kV)/Imp/s

20 46
20,2 50
20,4 32
20,6 46
20,8 36
21 29
21,2 33
21,4 28
21,6 28
21,8 20
22 28
22,2 21
22,4 18
22,6 16
22,8 25
23 21
23,2 16
23,4 21
23,6 19
23,8 13
24 12
24,2 9
24,4 15
24,6 9
24,8 13
25 14
25,2 8
25,4 9
25,6 16
25,8 19
26 7

Dengan hasil grafik :


60

50

40

30

20

10

0
19 20 21 22 23 24 25 26 27

4.1.5 Sample Sandstone dengan menggunakan Colimator besar

Pada praktikum ini pada data yang didapatkan, pada grafik hanya mengambil data grafik
dengan selisih peak to peak yang terbesar dari awal pengukuran dari sudut Detector Angle 20 o
sampai kira-kira 24,8o pula.

Dari hasil percobaan, didapatkan grafik dari Detector Angle 20o sampai 60o sebagai berikut
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
.8

.2

.6

00 99 .4

00 7
03

.6

.4

.8

.6

.4
20

.4

32

44

.2

56
00 99
24

53
22

27

29

00 99 34

41

46

48

51

58
00
00 99
.2 99
39 99
9
.7
36

Kemudian dicari titik pengukuran kristal claystone pada Detector Angle pada peak to peak pada
sudut sekitar 24,8o

Detector
angle Rate at 22.5kV
R(22.5kV)/Imp/
2*theta/ s

20 40
20,2 46
20,4 42
20,6 40
20,8 36
21 37
21,2 32
21,4 23
21,6 27
21,8 31
22 21
22,2 26
22,4 16
22,6 17
22,8 25
23 19
23,2 19
23,4 13
23,6 17
23,8 18
24 17
24,2 13
24,4 8
24,6 15
24,8 13
25 12

Dengan hasil grafik :

50

45

40

35

30

25

20

15

10

0
19 20 21 22 23 24 25 26

4.2 Perhitungan

4.2.1 Sample LiF dengan menggunakan Colimator kecil

K
L1 = B cos

Untuk penentuan nilai B yang saya gunakan. Saya menggunakan data grafik dengan peak :
43,6 -> B1 6
44 14
44,4 73
44,8 1029
45,2 48
45,5 14
46 -> B2 9

39 40 41 42 43 44 45 46 47

K
L1 = B cos

0,94 x 54,18
= ( ( 4643,6 ) x 0,0175 ) cos(12040)

50,9292
= ( 2,4 x 0,0175 ) . cos 80

50,9292
= 0,00729

= 6886,172 pm

Pada penentuan nilai B pada L2 saya gunakan data grafik peak :

98,8 -> B1 3
99,1 28
99,6 133
100 76
100,4 5
100,8 -> B2 1
140
120
100
80
60
40
20
0
90 92 94 96 98 100 102

K
L2 = B cos

0,94 x 54,18
= ( (108,898,8 ) x 0,0175 ) cos (12040)

50,9292
= ( 10 x 0,0175 ) . cos 80

50,9292
= 0,030

= 1697,64 pm

4.2.2 Sample LiF dengan menggunakan Colimator sedang

K
L1 = B cos

Untuk penentuan nilai B yang saya gunakan. Saya menggunakan data grafik dengan peak :
43,2 -> B1 20
43,6 23
44 31
44,4 121
44,8 2153
45,2 116
45,5 -> B2 23
3000

2000

1000

0
39 40 41 42 43 44 45 46

K
L1 = B cos

0,94 x 54,18
= ( ( 45,543,2 ) x 0,0175 ) cos(12040)

50,9292
= ( 2,3 x 0,0175 ) . cos 80

50,9292
= 0,00698

= 7296,44 pm

Pada penentuan nilai B pada L2 saya gunakan data grafik peak :


98,8 -> B1 15
99,1 37
99,6 454
100 219
100,4 -> B2 15
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
88 90 92 94 96 98 100 102 104
K
L2 = B cos

0,94 x 54,18
= ( (100,498,8 ) x 0,0175 ) cos(12040)

50,9292
= ( 1,2 x 0,0175 ) . cos 80

50,9292
= 0,003466

= 14693,94 pm

4.2.3 Sample LiF dengan menggunakan Colimator besar

K
L1 = B cos

Untuk penentuan nilai B yang saya gunakan. Saya menggunakan data grafik dengan peak :

44 ->B1 45
44,4 140
44,8 2786
45,2 -> B2 302

3000

2500

2000

1500

1000

500

0
43.5 44 44.5 45 45.5 46 46.5
K
L1 = B cos

0,94 x 54,18
= ( ( 45,244 ) x 0,0175 ) cos (12040)

50,9292
= ( 1,2 x 0,0175 ) . cos 80

50,9292
= 0,00364

= 13991,53 pm

Pada penentuan nilai B pada L2 saya gunakan data grafik peak :

99,1 -> B1 55
99,6 834
100 466
100,4 ->B2 29
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
92 94 96 98 100 102 104 106

K
L2 = B cos

0,94 x 54,18
= ( (100,499,1 ) x 0,0175 ) cos(12040)

50,9292
= ( 1,3 x 0,0175 ) . cos 80
50,9292
= 0,003950

= 12893,46 pm

4.2.4 Sample Claystone dengan menggunakan Colimator besar

K
L1 = B cos

Untuk penentuan nilai B yang saya gunakan. Saya menggunakan data grafik dengan peak :

60

50

40

30

20

10

0
19 20 21 22 23 24 25 26 27

24,2 -> B1 L1 9
24,4 15
24,6 -> B2 L1
dan B1 L2 9
24,8 13
25 14
25,2 8
25,4 -> B2 L2 9

K
L1 = B cos
0,94 x 54,18
= ( ( 24,624,2 ) x 0,0175 ) cos (6020)

50,9292
= ( 0,4 x 0,0175 ) . cos 40

50,9292
= 0,00536

= 9501,716 pm

K
L2 = B cos

0,94 x 54,18
= ( ( 25,424,6 ) x 0,0175 ) cos(6020)

50,9292
= ( 0,8 x 0,0175 ) .cos 40

50,9292
= 0,01072

= 4750,858 pm

4.2.5 Sample Sandstone dengan menggunakan Colimator besar

K
L1 = B cos

Untuk penentuan nilai B yang saya gunakan. Saya menggunakan data grafik dengan peak :
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
19 20 21 22 23 24 25 26

23 19
23,2 19
23,4 -> B1 L1 13
23,6 17
23,8 18
24 -> B2 L1
dan B1 L2 17
24,2 13
24,4 -> B2 L2 8
24,6 15
24,8 13
25 12

K
L1 = B cos

0,94 x 54,18
= ( ( 24,424 ) x 0,0175 ) cos (6020)

50,9292
= ( 0,4 x 0,0175 ) . cos 40

50,9292
= 0,00536

= 9501,716 pm

K
L2 = B cos
0,94 x 54,18
= ( ( 2423,4 ) x 0,0175 ) cos (6020)

50,9292
= ( 0,6 x 0,0175 ) .cos 40

50,9292
= 0,00804

= 6336,47 pm

4.3 Pembahasan
4.3.1 Analisa Prosedur
4.3.1.1 Fungsi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipergunakan dalam praktikum ini meliputi Satu set komputer yang
digunakan sebagai instrumen penjalan software. Kemudian ada instrumen sinar-X PHYWE yang
berfungsi sebagai instrumen pemancar sinar-X. Kemudian ada Kolimator yang berfungsi sebagai
pengatur besar kecilnya pancaran radiasi yang dibutuhkan. Kemudian ada sample Claystone dan
Sandstone yang dihaluskan sebagai bahan sample pada praktikum ini.

4.3.1.2 Fungsi Perlakuan

Percobaan difraksi sinar-X diawali dengan menyalakan tombol power di bagian belakang
sinar-X PHYWE dan dibagian depan akan muncul tampilannya. Selanjutnya setelah instrumen ini
menyala, bagian jendela dibuka dan sampel dipasang. Bila diperlukan colimator maka dipasang
disebelah kiri bagian dalam ruangan. Setelah sampel terpasang dengan benar lalu tutup jendela
dengan rapat. Jendela ini harus ditutup dengan rapat agar tidak terjadi radiasi sumber sinar-X ke
bagian luar ketika XRD dijalankan. Selain itu jika jendela tidak ditutup dengan rapat, maka
instrumen tidak akan bisa bekerja memindai sampel. Selanjutnya XRD dioperasikan pada komputer
dengan progam measure. Cara menjalankan adalah klik start measure klik ok. Untuk memulai
pengukuran yang baru klik file new measurements. Selanjutnya akan muncul tampilan yang
meminta anda untuk mengisi data sampel yang ingin diuji, serta penggunaan daya, domain yang
diukur, dan penggunaan filter/collimator. Setelah semua terisi dengan benar, kemudian klik contiue.
Selanjutnya akan muncul tampilan pengukuran Crystal Angle dan Detector Angle. Klik start
measurements untuk memulai pngukuran dan klik stop measurements untuk mengehentikannya.
Setelah pengukuran selesai, data yang diperoleh disimpan baik dalam bentuk grafik maupun bentuk
datanya.

4.3.2 Analisa Hasil

Dari hasil praktikum didapatkan beberapa data grafik sesuai sample yang ada. Prinsip dari
alat XRD (X-ray powder diffraction) adalah sinar X yang dihasilkan dari suatu logam tertentu
memiliki panjang gelombang tertentu, sehingga dengan memvariasi besar sudut pantulan sehingga
terjadi pantulan elastis yang dapat dideteksi. Maka menurut Hukum Bragg jarak antar bidang atom
dapat dihitung dengan data difraksi yang dihasilkan pada besar sudut sudut tertentu. Prinsip ini di
gambarkan dengan diagram dibawah ini.

Dari hasil praktikum dari semua sample baik sample LiF maupun sample Sandstone dan Clay
didapatkan grafik antara pengukuran Detector Angle dengan Crystal Angle yang gambar grafiknya
naik turun tak menentu. Hal ini didasarkan pada Difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis
foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam
fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X
untuk mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg : n. = 2.d.sin ; n =
1,2,...dengan adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan, d adalah jarak antara dua bidang
kisi, adalah sudut antara sinar datang dengan bidang normal, dan n adalah bilangan bulat yang
disebut sebagai orde pembiasan. Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan
pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang
gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap
oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal
yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak
yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam
sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian
dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material.

Pada data LiF Kolimator Kecil, sudut yang digunakan sebesar 40-120 derajat, saya
dapatkan nilai L1 sebesar 6886,172 pm. Kemudian, saya mendapatkan nilai L2 sebesar 1697,64 pm.
Pada data LiF Kolimator Sedang, sudut yang digunakan sebesar 40-120 derajat, saya dapatkan
nilai L1 sebesar 7296,44 pm. Kemudian, saya mendapatkan nilai L2 sebesar 14693,94 pm. Pada
data LiF Kolimator Besar, sudut yang digunakan sebesar 40-120 derajat, saya dapatkan nilai L1
sebesar 13991,53 pm. Kemudian, saya mendapatkan nilai L2 sebesar 12893,46 pm. Pada sample
claystone dengan Kolimator Besar, sudut yang digunakan sebesar 20-60 derajat, saya dapatkan
nilai L1 sebesar 9501,716 pm. Kemudian, saya mendapatkan nilai L2 sebesar 4750,858 pm. Dan
pada sample sandstone dengan Kolimator Besar, sudut yang digunakan sebesar 20-60 derajat,
saya dapatkan nilai L1 sebesar 9501,716 pm. Kemudian, saya mendapatkan nilai L2 sebesar
6336,47 pm.

Sandstone atau batu pasir terbentuk dari sementasi dari butiran-butiran pasir yang terbawa
oleh aliran sungai, angin, dan ombak dan akhirnya terakumulasi pada suatu tempat. Ukuran butiran
dari batu pasir ini 1/16 hingga 2 milimeter. Komposisi batuannya bervariasi, tersusun terutama dari
kuarsa, feldspar atau pecahan dari batuan, misalnya basalt, riolit, sabak, serta sedikit klorit dan bijih
besi. Batu pasir umumnya digolongkan menjadi tiga kriteria, yaitu Quartz Sandstone, Arkose, dan
Graywacke.

Clay merupakan batuan sedimen (sedimentary rock) yang mempunyai ukuran butir clay/
lempung/sangat halus(< 0.004mm), tersusun oleh mineral2 lempung (clay minerals) dari group
alumina silicates (Al, Fe, Mg, Si), seperti: kaolinite, montmorillonite, smectite, chlorite, ataupun
illite.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang telah saya lakukan mengacu pada persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X
di jatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki
panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan
ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak
bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya.
Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi
tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini
kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material. Standar
ini disebut JCPDS.
5.2 Saran

Saran untuk asisten harap menjelaskan secara rinci mengenai instrumen Sinar-X PHYWE.

DAFTAR PUSTAKA

- Waseda, Y. 2011. X-Ray Diffraction Crystallography. London : Springer


- Moore, D. M. X-Ray diffraction and the identification and analysis of clay minerals. 2nd
Ed. New York : Oxford University Press
- Barnes, Paul. 2006. Crystallite Size and Strain. London : Birkbeck College University Press
- Bella, Sarah. 2013. Diffraksi Sinar-X pada bidang kristal. Bandung : Universitas Padjajaran
Press
- Boel, Treila. 2009. Dental Radiografi Pada Sinar-X Prinsip dan Teknik. Medan : USU
Press

Anda mungkin juga menyukai