Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna.
Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin
timbul. (Prawirohardjo: 2008).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera stelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan
adanya hipoksia, hiperkapnea, dan sampai ke asidosis. Keadaan asfiksia ini
dapat terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti
pengembangan paru-paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat
terjadi pada masa kehamilan, persalinan, atau dapat terjadi segera setelah lahir.
Banyak faktor yang menyebabkannya, diantaranya adanya penyakit pada ibu
sewaktu hamil seperti hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu,
resiko tinggi kehamilan, dapat terjadi pada faktor plasenta seperti janin dengan
solusio plasenta, atau juga faktor janin itu sendiri. (Manuaba, 2007).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas
spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan oksigen dan makin
meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2007).
2. KLASIFIKASI ASFIKSIA NEONATORUM
Menurut (Ghai, 2010) Berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace,
Activity, Respiration) asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Berikut adalah tabel nilai APGAR menurut (Ghai,2010)
Nilai 0 1 2
Nafas Tidak ada Tidak teratiur teratur
Denyut jantung Tidak ada <100 >100
Warna kulit Biru atau pucat Tubuh merah Merah jambu
jambu, kaki dan
tangan biru
Gerakan/tonus otot Tidak ada Sedikit fleksi fleksi
Reflex (menangis) Tidak ada Lemah atau lambat kuat

3. ETIOLOGI
Menurut (Gomella, 2009) beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan
oksigen ke bayi menjadi berkurang yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam
rahim dan dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor
tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru
lahir, diantaranya adalah (Gomella, 2009). Faktor Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetika atau anestesia dalam. Gangguan aliran darah uterus.
Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke janin. Hal ini sering
ditemukan pada keadaan: (a) gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni,
hipertoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, (b) hipotensi
mendadak pada ibu karena perdarahan, (c) hipertensi pada penyakit
eklampsia dan lain-lain.
Beberapa faktor ibu yang dapat mempengaruhi terjadinya asfiksia adalah :
1) Pre eklamsi dan eklamsi
2) Perdarahan abnormal seperti solusio plasenta atau plasenta previa
3) Kehamilan lewat waktu atau sirotinus (diatas 42 minggu)
4) Partus lama (rigid serviks dan atonia atau insersi uteri)
5) Rupture uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus
mengganggu sirkulasi darah ke plasenta.
6) Perdarahan banyak: plasenta previa dan solutio plasenta
a. Faktor tali pusat
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta. Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas
antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada
keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat
antara janin dan jalan lahir dan lain-lain. Beberapa faktor tersebut adalah :
1) Lilitan tali pusat
2) Tali pusat pendek
3) Simpul tali pusat
4) Prolapsus tali pusat
b. Faktor bayi
1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
3) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
4) Kelainan bawaan (kongenital)
4. PATOFISIOLOGI
Ibu yang mengalami pre-eklampsi cenderung akan melahirkan bayi yang
asfiksia. Sesuai yang diungkapkan oleh Cunningham (2013) disfungsi endotel
akan mengakibatkan gangguan keseimbangan antara kadar hormon
vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin) dan vasodilator
(nitritoksida, prostasiklin). Vasokonstriksi yang meluas menyebabkan hipertensi
(Cunningham, 2005). Pada ginjal juga mengalami vasokonstriksi pembuluh
darah sehingga menyebabkan peningkatan plasma protein melalui membran
basalis glomerulus yang akan menyebabkan proteinuria. Vasokonstriksi
pembuluh darah mengakibatkan kurangnya suplai darah ke plasenta sehingga
terjadi hipoksia janin. Akibat lanjut dari hipoksia janin adalah gangguan
pertukaran gas antara oksigen dan karbon dioksida sehingga terjadi asfiksia
neonatorum (Winkjosastro, 2007).

Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kemudian
disusul dengan pernapasan teratur dan tangisan bayi. Proses perangsangan
pernapasan ini dimulai dari tekanan mekanik dada pada persalinan, disusul
dengan keadaan penurunan tekanan oksigen arterial dan peningkatan tekanan
karbon dioksida arterial, sehingga sinus karotikus terangsang terjadinya proses
bernapas. Bila mengalami hipoksia akibat suplai oksigen ke plasenta menurun
karena efek hipertensi dan proteinuria sejak intrauterin, maka saat persalinan
maupun pasca persalinan berisiko asfiksia (Winkjosastro, 2007). Pada awal
proses kelahiran setiap bayi akan mengalami hipoksia relatif dan akan terjadi
adaptasi akibat aktivitas bernapas dan menangis. Apabila proses adaptasi
terganggu, maka bayi bisa dikatakan mengalami asfiksia yang akan berefek pada
gangguan sistem organ vital seperti jantung, paru-paru, ginjal dan otak yang
mengakibatkan kematian (Manuaba, 2008).

5. MANIFESTASI KLINIK
Adapun manifestasi klinik asfiksia menurut (Ghai, 2010) dan (Depkes RI, 2007)
adalah :
a. Denyut jantung janin lebih dari 1OOx/menit atau kurang dari lOOx/menit dan
tidak teratur.
b. Mekonium dalam air ketuban ibu pada janin letak kepala
c. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen
d. Bradikardi (penurunan frekuensi denyut jantung) karena kekurangan oksigen
pada otot-otot jantung atau sel-sel otak
e. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan
darah atau kekurangan aliran darah yeng kemblai ke plasenta sebelum dan
selama proses persalinan.
f. Takipneu atau pernafasan cepat karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau
nafas tidak teratur
g. Tonusnotot buruk karena kekurangan oksigen pada otek, otot, dan organ lain.
h. Pucat
i. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah
j. Penurunan kesadaran terhadap stimulus
k. Kejang
6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema dan perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan
otak.
b. Anuria atau Oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang
disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan
lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah
yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium
dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran
gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan
kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak
tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan otak
e. Komplikasi organ lain
Komplikasi organ lain seperti
1) Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis.
2) Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum,
perdarahan paru, edema paru.
3) Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans.
4) Ginjal: tubular nekrosis akut
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya
asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) menurut (Wiknjosastro, 2007).
yaitu:
a. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah
ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila
pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya
b. Analisa Gas Darah
Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk mengetahui adanya
asidosis dan alkalosis respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan
tingkat saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk
mengetahui oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan terapi.
c. Elektrolit darah
Komplikasi metabolisme terjadi di dalam tubuh akibatnya persediaan garam-
garam elektrolit sebagai buffer juga terganggu kesetimbangannya. Timbul
asidosis laktat, hipokalsemi, hiponatremia, hiperkalemi. Pemeriksaan
elektrolit darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk
kandungan ureum, natrium, keton atau protein
d. Gula Darah
Pemeriksaan gula darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk
kandungan glukosa, penderita asfiksia umumnya mengalami hipoglikemi
e. Pemeriksaan Radiologi meliputi :
1) Ultrasonografi
2) CT Scan
3) Magnetic Rensonance Imaging (MRI)
4) Foto polos dada
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan secara umum pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut
Wiknjosastro (2007) adalah sebagai berikut:
a. Pengawasan Suhu
1) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.
2) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.
3) Bungkus bayi dengan kain kering.
b. Pembersihan Jalan Nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion,
kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir.
c. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak
kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal
ini berfungsi memperbaiki ventilasi.
Menurut Perinasia (2006), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia,
antara lain:
a. Asfiksia Ringan (APGAR score 7-10)
1) Bayi dibungkus dengan kain hangat
2) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian
mulut
3) Bersihkan badan dan tali pusat.
4) Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam
inkubator.
b. Asfiksia Sedang (APGAR Score 4-6)
1) Bersihkan jalan napas.
2) Berikan oksigen 2 liter per menit.
3) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada reaksi,
bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
4) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan
melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan
intra kranial meningkat.
c. Asfiksia Ringan
1) Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.
2) Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
3) Bila tidak berhasil lakukan ETT.
4) Bersihkan jalan napas melalui ETT.
5) Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.
Bayi yang tidak mampu bernafas spontan akan mengalami hipoksia yang
semakin berat dan secara progresif menjadi asfiksia. Resusitasi yang efektif
dapat merangsang pernapasan awal dan mencegah asfiksia progresif. Resusitasi
bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah
jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat
alat vital lainnya (Saifuddin,2010). Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti
tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan jalan nafas terbuka
a. Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
b. Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
c. Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan
saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
a. Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
b. Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan balon
atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
a. Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
b. Kompresi dada
Berikut adalah algoritma penanganan asfiksia neonates menurut New algorithm
for 6th.edition (Prambudi, 2013).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Fokus
1) Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak
keberapa, jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan
pada umur bayi karena berkaitan dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum.
2) Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas
3) Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak
bayi belakang kaki atau sungsang
b. Kebutuhan Dasar
1) Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ
tubuh terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk
mencegah terjadinya aspirasi pneumonia
2) Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama
pencernaan belum sempurna
3) Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama
saat BAB dan BAK, saat BAB dan BAK harus diganti popoknya
4) Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
5) Sirkulasi
a) Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg
(diastolik).
b) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/IV.
c) Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
d) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
6) Neurosensori
a) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
c) Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
d) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang)
7) Pernafasan
a) Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-
10.
b) Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
8) Keamanan
a) Suhu rentang dari 36,5 C sampai 37,5 C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).
b) Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau
perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala
mungkin ada (penempatan elektroda internal)
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan
lemah, sesak nafas, pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini
terjadi pada stadium pertama.
2) Tanda-tanda Vital : pada umunya terjadi peningkatan respirasi, nadi
meningkat, apnea.
3) Kulit : warna kulit sianosis, akral dingin, kulit pucat.
4) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih
cekung, sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak
5) Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
6) Hidung : yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya
pernafasan cuping hidung.
7) Dada : pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan
frekwensi pernafasan yang cepat
8) Neurology / reflek
a) Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan atau sekonyong-konyong
digerakan akan terjadi refleks baru abduksi dan ekstensi. Lengan dan
tangannya terbuka kemudian diakhiri dengan aduksi lengan.
b) Refleks Graps : Bila telapak dirangsang tangan akan memberi reaksi
seperti menggenggam dengan lambat.
c) Refleks Walking : Bila telapak kaki ditekan pada sebuah bangku atau
pada suatu tempat yang datar, maka bayi akan bereaksi seperti
berjalan.
d) Refleks Rooting : Bayi baru lahir bila disentuh pipinya akan menoleh
kearah sentuhan. Bila bibirnya dirangsang atau disentuh, dia akan
membuka mulut dan berusaha mencari puting untuk menyusu.
e) Refleks Menelan : Timbul bila ada cairan dirongga mulut.
d. Pengkajian Klinis
Menurut Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
(2009) pengkajian pada asfiksia neonatorum untuk melakukan resusitasi
semata-mata ditentukan oleh tiga hal penting, yaitu :
1) Pernafasan
Observasi pergerakan dada dan masukan udara dengan cermat. Lakukan
auskultasi bila perlu lalu kaji pola pernafasan abnormal, seperti
pergerakan dada asimetris, nafas tersengal, atau mendengkur. Tentukan
apakah pernafasannya adekuat (frekuensi baik dan teratur), tidak adekuat
(lambat dan tidak teratur), atau tidak sama sekali.
2) Denyut Jantung
Kaji frekuensi jantung dengan mengauskultasi denyut apeks atau
merasakan denyutan umbilicus. Klasifikasikan menjadi >100 atau <100
kali per menit. Angka ini merupakan titik batas yang mengindikasikan
ada atau tidaknya hipoksia yang signifikan.
3) Warna
Kaji bibir dan lidah yang dapat berwarna biru atau merah muda. Sianosis
perifer (akrosianosis) merupakan hal yang normal pada beberapa jam
pertama bahkan hari. Bayi pucat mungkin mengalami syok atau anemia
berat. Tentukan apakah bayi berwarna merah muda, biru, atau pucat.
Ketiga observasi tersebut dikenal dengan komponen skor apgar. Dua
komponen lainnya adalah tonus dan respons terhadap rangsangan
menggambarkan depresi SSP pada bayi baru lahir yang mengalami
asfiksia kecuali jika ditemukan kelainan neuromuscular yang tidak
berhubungan.
Nilai 0 1 2
Nafas Tidak ada Tidak teratiur teratur
Denyut jantung Tidak ada <100 >100
Warna kulit Biru atau pucat Tubuh merah Merah jambu
jambu, kaki dan
tangan biru
Gerakan/tonus otot Tidak ada Sedikit fleksi fleksi
Reflex (menangis) Tidak ada Lemah atau lambat kuat

Nilai Apgar pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit


sesudah bayi lahir. Akan tetapi, penilaian bayi harus dimulai segera
sesudah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan intervensi berdasarkan
penilaian pernafasan, denyut jantung atau warna bayi, maka penilaian ini
harus dilakukan segera. Intervensi yang harus dilakukan jangan sampai
terlambat karena menunggu hasil penilaian Apgar 1 menit. Kelambatan
tindakan akan membahayakan terutama pada bayi yang mengalami
depresi berat.
Walaupun Nilai Apgar tidak penting dalam pengambilan keputusan pada
awal resusitasi, tetapi dapat menolong dalam upaya penilaian keadaan
bayi dan penilaian efektivitas upaya resusitasi. Jadi nilai Apgar perlu
dinilai pada 1 menit dan 5 menit. Apabila nilai Apgar kurang dari 7
penilaian nilai tambahan masih diperlukan yaitu tiap 5 menit sampai 20
menit atau sampai dua kali penilaian menunjukkan nilai 8 dan lebih
(Saifuddin, 2009).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan eksudat dalam
alveoli (00031).
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi
(00032).
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi (00030).
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport oksigen
C. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL
Dx Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1 Setelah diberikan NIC Respiratory monitoring NIC Respiratory monitoring
askep selama 5x 24 a. Pantau rate, irama, a. Mengetahui tingkat
jam, diharapkan kedalaman, dan gangguan yang
bersihan jalan nafas usaha respirasi terjadi dan membantu
klien kembali efektif b. Perhatikan gerakan dalam menetukan
dengan kriteria hasil: dada, amati simetris, intervensi yang akan
Noc : Respiratory penggunaan otot diberikan.
status: airway patency aksesori, retraksi b. menunjukkan
a. Frekuensi otot supraclavicular keparahan dari
pernapasan dan interkostal gangguan respirasi
dalam batas c. Monitor suara napas yang terjadi dan
normal (40- tambahan menetukan intervensi
60x/mnt) d. Monitor pola napas : yang akan diberikan
b. Irama bradypnea, c. suara napas
pernapasn tachypnea, tambahan dapat
normal hyperventilasi, napas menjadi indikator
c. Kedalaman kussmaul, napas gangguan kepatenan
pernapasan cheyne-stokes, jalan napas yang
normal apnea, napas biots tentunya akan
d. Tidak ada dan pola ataxic berpengaruh terhadap
akumulasi Airway Management kecukupan
sputum a. Auskultasi bunyi pertukaran udara.
nafas tambahan; d. mengetahui
ronchi, wheezing. permasalahan jalan
b. Berikan posisi yang napas yang dialami
nyaman untuk dan keefektifan pola
mengurangi dispnea. napas klien untuk
c. Bersihkan sekret dari memenuhi kebutuhan
mulut dan trakea; oksigen tubuh.
lakukan penghisapan Airway Management
sesuai keperluan. a. Adanya bunyi ronchi
d. Anjurkan asupan
menandakan terdapat
cairan adekuat.
penumpukan sekret
e. Ajarkan batuk
atau sekret berlebih
efektif
f. Kolaborasi di jalan nafas.
b. posisi
pemberian oksigen
g. Kolaborasi memaksimalkan
pemberian ekspansi paru dan
broncodilator sesuai menurunkan upaya
indikasi. pernapasan. Ventilasi
Airway suctioning maksimal membuka
a. Putuskan kapan area atelektasis dan
dibutuhkan oral meningkatkan
dan/atau trakea gerakan sekret ke
suction jalan nafas besar
b. Auskultasi sura untuk dikeluarkan.
nafas sebelum dan c. Mencegah obstruksi
sesudah suction atau aspirasi.
c. Informasikan kepada Penghisapan dapat
keluarga mengenai diperlukan bia klien
tindakan suction tak mampu
d. Gunakan universal mengeluarkan sekret
precautionsesuai sendiri.
kebutuhan d. Mengoptimalkan
e. Gunakan aliran keseimbangan cairan
rendah untuk dan membantu
menghilangkan mengencerkan sekret
sekret sehingga mudah
f. Monitor status dikeluarkan
oksigen pasien e. Fisioterapi dada/
(SaO2 dan SpO2) back massage dapat
dan status membantu
hemodinamik (MAP menjatuhkan secret
dan irama jantung) yang ada dijalan
sebelum, saat, dan nafas.
setelah suction f. Meringankan kerja
paru untuk
memenuhi kebutuhan
oksigen serta
memenuhi kebutuhan
oksigen dalam tubuh.
g. Broncodilator
meningkatkan ukuran
lumen percabangan
trakeobronkial
sehingga
menurunkan tahanan
terhadap aliran udara.
Airway Suctioning
a. waktu tindakan
suction yang tepat
membantu
melapangan jalan
nafas pasien
b. Mengetahui adanya
suara nafas tambahan
dan kefektifan jalan
nafas untuk
memenuhi O2 pasien
c. memberikan
pemahaman kepada
keluarga mengenai
indikasi kenapa
dilakukan tindakan
suction
d. untuk melindungai
tenaga kesehatan dan
pasien dari
penyebaran infeksi
dan memberikan
pasien safety
e. aliran tinggi bisa
mencederai jalan
nafas
f. Mengetahui adanya
perubahan nilai SaO2
dan satus
hemodinamik, jika
terjadi perburukan
suction bisa
dihentikan

2 Setelah dilakukan NIC Label : Airway NIC Label : Airway


tindakan keperawatan Management Management
selama 3 x 24jam a. Posisikan pasien a. Untuk
pasien menunjukkan semi fowler memaksimalkan
keefektifan pola b. Auskultasi suara potensial ventilasi
nafas, dengan kriteria nafas, catat hasil b. Memonitor
hasil: penurunan daerah
kepatenan jalan
NOC ventilasi atau tidak
napas
Label : Respiratory adanya suara
c. Memonitor respirasi
Status: Airway adventif
c. Monitor pernapasan dan keadekuatan
patency
dan status oksigen oksigen
a. Frekuensi,
yang sesuai NIC Label : Oxygen Therapy
irama,
NIC Label : Oxygen a. Menjaga keadekuatan
kedalaman
Therapy ventilasi
pernapasan b. Meningkatkan
dalam batas a. Mempertahankan
ventilasi dan asupan
normal jalan napas paten
b. Kolaborasi dalam oksigen
b. Tidak c. Menjaga aliran
menggunakan pemberian oksigen
oksigen mencukupi
otot-otot bantu terapi kebutuhan pasien
pernapasan c. Monitor aliran NIC Label : Respiratory
NOC Label : Vital oksigen Monitoring
Signs NIC Label : Respiratory a. Monitor keadekuatan
a. Tanda Tanda Monitoring pernapasan
vital dalam a. Monitor kecepatan, b. Melihat apakah ada
rentang ritme, kedalaman obstruksi di salah
normal (TD dan usaha pasien satu bronkus atau
60-89/40- saat bernafas adanya gangguan
50mmHg, nadi b. Catat pergerakan pada ventilasi
120 160 dada, simetris atau c. Mengetahui adanya
x/menit, RR : tidak, menggunakan sumbatan pada jalan
40-60 x/menit, otot bantu napas
pernafasan d. Memonitor keadaan
suhu 36,5 -
c. Monitor suara nafas pernapasan klien
37,50C.
seperti snoring
d. Monitor pola nafas:
bradypnea,
tachypnea,
hiperventilasi,
respirasi kussmaul,
respirasi cheyne-
stokes dll

3 Setelah diberikan NIC : Airway Management Airway Management


asuhan keperawatan a. Posisikan pasien a. Melancarkan
112 jam, diharapkan untuk pernapasan klien
kerusakan pertukaran memaksimalkan b. Merilekskan dada
gas teratasi, dengan ventilasi udara untuk memperlancar
kriteria hasil: b. Lakukan terapi fisik pernapasan klien
NOC : Respiratory dada, sesuai c. Mengeluarkan secret
status: Airway kebutuhan yang menghambat
patency c. Keluarkan secret jalan pernapasan
dengan melakukan d. Mengetahui factor
a. Klien mampu
batuk efektif atau penyebab batuk dan
mengeluarkan
dengan melakukan gangguan pernapasan
secret
suctioning e. Memperlancar
b. RR klien
d. Catat dan monitor saluran pernapasan
normal 40-60
pelan, dalamnya f. Memenuhi kebutuhan
x/menit
pernapasan dan oksigen dalam tubuh
c. Irama
g. Menyeimbangkan
pernapasan batuk
e. Berikan treatment cairan dalam tubuh
teratur h. Mengetahui status
d. Kedalaman aerosol, sesuai
respirasi klien lancar
inspirasi kebutuhan ataukah ada
normal f. Berikan terapi gangguan
e. Oksigenasi oksigen, sesuai Respiratory Monitoring
pasien adekuat keebutuhan a. Untuk mendeteksi
Respiratory Status : g. Regulasi intake adanya gangguan
Gas Exchange cairan untuk pernapasan
a. AGD dalam mencapai b. Untuk mendeteksi
batas normal keseimbangan cairan adanya gangguan
normal range). h. Monitor status pernapasan
b. Tanda-tanda respiratory dan c. Memperlancar
sianosis oksigenasi saluran pernapasan
c. Klien tidak Respiratory Monitoring d. Mengetahui
mengalami a. Monitor frekuensi, karakteristik batuk
somnolen ritme, kedalaman untuk dapat
mencapai pernapasan. memberikan
skala 5 (none). b. Monitor adanya intervensi yang tepat
Tissue Perfusion : suara Vital Signs Monitoring
Peripheral abnormal/noisy pada a. Mendeteksi adanya
a. Capitary refill pernapasan seperti gangguan respirasi
pada jari-jari snoring atau dan kardiovaskuler
dalam rentang crowing. b. Mengecek adanya
normal c. Kaji keperluan gangguan pernapasan
suctioning dengan c. Mendeteksi adanya
melakukan keabnormalan suara
auskultasi untuk paru
mendeteksi adanya d. Mendeteksi adanya
crackles dan rhonchi gangguan system
di sepanjang jalan tubuh
napas. e. Monitor adanya
d. Catat onset, gangguan respirasi
karakteristik dan dan kardiovaskular.
durasi batuk. Managemen Asam-Basa
Vital Signs Monitoring a. Untuk membuat klien
a. Monitor tekanan agar bernafas dengan
darah, nadi, baik tanpa adanya
temperature, dan gangguan.
status respirasi, b. Untuk mengetahui
sesuai kebutuhan. tekanan gas darah
b. Monitor respiration (O2 dan CO2)
rate dan ritme sehingga kondisi
(kedalaman dan pasien tetap dapat
simetris) dipantau.
c. Agar klien tidak
c. Monitor suara paru mengalami alkalosis
d. Monitor adanya akibat kekurangan
abnormal status asam yang berlebihan
respirasi (cheyne dari tubuh.
stokes, apnea, d. Posisi yang tepat
kussmaul) menyebabkan
e. Monitor warna kulit, berkurangnya
temperature dan tekanan diafragma ke
kelembapan. atas sehingga
f. Monitor adanya ekspresi paru
sianosis pada central maksimal sehingga
dan perifer klien dapat bernafas
Managemen Asam-Basa dengan leluasa.
a. Pertahankan e. Agar perawat cepat
kepatenan jalan mengetahui jika
napas. terjadinya gagal
b. Pantau gas darah nafas sehingga tidak
arteri (AGD), serum membuat kondisi
dan tingkat elektrolit klien menjadi
urine. semakin buruk.
c. Monitor hilangnya f. Sebagai indikator
asam (misalnya adanya
muntah, output gangguannafas dan
nasogastrik, diare indikator dalam
dan diuresis). tindakanselanjutnya.
d. Berikan posisi untuk g. Untuk mempelancar
memfasilitasi pernafasan klien dan
ventilasi yang memenuhi kebutuhan
memadai (misalnya oksigen klien.
membuka jalan
napas dan
mengangkat kepala
tempat tidur)
e. Pantau gejala gagal
pernafasan
(misalnya
PaO2 rendah,
PaCO2tinggi dan
kelelahan otot
pernafasan).
f. Pantau pola
pernapasan.
g. Berikan terapi
oksigen, jika perlu.

4 Setalah dilakukan a. Menurunkan a. ekstremitas bawah


tindakan keperawatan ekstremitas dibawah yang tergantung
selama 2x24 jam jantung. memperlancar suplai
ketidakefektifan b. Monitor tanda-tanda darah arteri.
perfusi jarngan perifer vital b. Sebagai indicator
teratasi dengan c. Kaji pucat, sianosis, keadaan umum klien
Kriteria hasil : kulit dingin atau untuk menentukan
a. Ektremitas lembab, catat intervensi selanjutnya
hangat pada kekuatan nadi c. Vasokontriksi
perabaan perifer. sistemik diakibatkan
b. Warna oleh penurunan curah
ekstremitas jantung yang
d. Kerja sama dengan
normal mungkin dibuktikan
c. CRT pada jari- tim kesehatan lain
oleh penurunan
jari dalam pemberian
perfusi dan
ekstremitas vasodilator, dan
penurunan nadi
dalam batas terapi oksigen d. pemberian
normal ( HBO ). vasodilator akan
d. Tekanan darah meningkatkan
dalam batas dilatasi pembuluh
normal darah sehingga
perfusi jaringan dapat
diperbaiki, HBO
untuk memperbaiki
oksigenasi daerah
perifer
Persalinan lama, lilitan tali pusat Paralisis pusat pernafasan factor lain : anestesi,
Presentasi janin abnormal obat-obatan narkotik

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 paru-paru terisi cairan


Dan kadar CO2 meningkat

Nafas cepat
Bersihan jln
Pola nafas
nafas tidak
inefektif
Apneu suplai O2 suplai O2 efektif
Ke paru dlm darah

Kerusakan otak G3 metabolisme


G3 perfusi & perubahan asam basa
jaringan

DJJ & TD Kematian bayi Asidosis respiratorik

Janin tdk bereaksi


Terhadap rangsangan G3 perfusi ventila

Kerusakan
pertukaran gas
Daftar Pustaka
Cunningham, F. G. (2013). Williams Obstetri (23 ed., Vol. 1). Jakarta: EGC.

Ghai, dkk. (2010). Pencegahan Dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum. Health


Technology Assessment Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Gomella Lacy, T. (2009). Neonatology : Management, Procedures, On-Call
Hidayat, A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Dasar
Keperawatan . Jakarta: Salemba Medika.

Manuaba, I. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.


Saifuddin, Abdul Bari. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Prawirohardjo, Sarwono. (2005). Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro. (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASFIKSIA NEONATORUM

DISUSUN OLEH :
NAMA : SOVA ERLINA FELAILI
NIM : G3A016060

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2016/2017

Anda mungkin juga menyukai