Rhinithis Alergi
Rhinithis Alergi
102014210 / F3
Pendahuluan
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi
yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut (Von Pirquet,
1986). Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001
adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah
mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh IgE. 1
Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan
langsung kepada pasien, yang disebut sebagai autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orang tua,
wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai alloanamnesis. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam anamnesis adalah sebagai berikut:
Sumbatan hidung
1
Sekret di hidung
Secret hidung yang disebabkan karena infeksi hidung biasanya bilateral, jernih sampai purulen.
Secret yang jernih seperti air dan jumlahnya banyak khas untuk alergi hidung bila sekretnya
kuning kehijauan biasanya berasal dari sinusitis hidung dan bila bercampuran darah dari satu sisi,
hati-hati adanya tumor hidung. Pada anak bila secret yang terdapat hanya satu sisi dan berbau,
kemungkianan terdapat benda asing di hidung. Secret dari hidung turun ke tenggorok disebut
sebagai post nasal drip kemungkianan berasal dari sinus paranasal. 1
Bersin
Apakah bersin ini timbul akibat menghirup sesuatu yang diikuti keluar secret yang encer
dan rasa gatal di hidung, tenggorok, mata, dan telinga?
3. Keluhan tambahan
4. Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya apa ada menderita alegi?
5. Riwayat penyakit keluarga
Apa dikeluarga ada yang memiliki keluhan yang sama?
Apakah dikeluarga ada yang menderita alergi? (herediter)
6. Riwayat social-ekonomi
Lingkungan tempat tinggal pasien, apakah ruangan tempat tinggal di daerah yang lembab
atau berdebu?
Lingkungan pekerjaan pasien?
Aktivitas seharian pasien, kebiasaan pasien?
Apakah gejala timbul saat beraktivitas di luar rumah?
Apa ada Hewan peliharaan dirumah? (seringkali menjadi penyebab gangguan). 1-3
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melakukan inspeksi pada permukaan anterior dan
inferior hidung. Biasanya penekanan lembut pada ujung depan hidung pasien dengan jari tangan.
Dengan cara itu maka akan memperlebar nostril (lubang hidung) dan melihat dengan bantuan
2
spekulum. Jika ujung hidung terasa nyeri biasanya ada infeksi lokal (furunkel). Deviasi septum
juga harus diperhatikan. 1
Tes obstruksi nasal: dengan menekan kedua cuping hidung secara bergantian kemudian
minta pasien untuk menarik napas. 1,2
Inspeksi bagian dalam hidung dengan spekulum: untuk melihat konka inferior dan media,
septum nasi, dan saluran hidung. 1
1. Mukosa hidung
warnanya, apakah ada pembengkakan atau eksudat, apabila ada eksudat lihat karakternya:
jernih, mukopurulen, atau purulen. Normalnya mukosa hidung sedikit lebih merah daripada
mukosa mulut.
pada rinitis virus: mukosa hidung tampak merah dan bengkak dengan eksudat
jernih,encer.
pada rinitis bakteri : mukosa hidung tampak merah dan bengkak dengan eksudat
mukopurulen/purulen.
pada rinitis alergi : mukosa bengkak, terlihat pucat, kebiruan/merah (seasonal), inflamasi
permanen mukosa (perenial).
2. Septum nasi apakah ada deviasi, inflamasi atau perforasi (pemakaian kokain/amfetamin
intranasal). Bagian anterior bawah septum nasi yang dapat dijangkau tangan merupakan
daerah yang sering menjadi sumber epistaksis.
3. Mengecek adanya polip atau ulkus. 1-3
Palpasi
Palpasi dilakukan pada sinus paranasal (frontalis, maksilaris, ethmoidalis) apakah adanya nyeri
tekan lokal yang terjadi bersama gejala lain seperti demam dan pilek yang dapat menunjukan
adanya sinusitis akut.2
3
Thudichums nasal speculum rinoskopi anterior
Nasoendoskopi
Pemeriksaan penunjang
In vitro:
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE
total (prist-paper radio immunosorbent test) seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila
tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga
menderita asma bronchial atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan
alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Lebih
bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau
ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun
tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya
eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (>5
sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan
adanya infeksi bakteri. 1
4
In vivo:
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau
intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET), SET dilakukan untuk
alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang vertingkat
kepekaannya. Keuntungan SET, selain allergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial
untuk desensitisasi dapat diketahui. 1
ARIA-WHO membagi rinitis alergi berdasarkan lamanya penyakit menjadi rinitis alergi
intermiten, dan persisten, sedangkan berdasarkan beratnya penyakit menjadi rinitis alergi ringan
dan sedang berat.
a) Intermiten: yaitu jika penderita mempunyai gejala selama kurang dari 4 hari dalam 1
minggu, atau penyakitnya baru berlangsung selama 4 minggu.
b) Persisten: bila penderita mempunyai gejala selama lebih dari 4 hari dalam 1 minggu, dan
penyakitnya sudah berlangsung selama lebih dari 4 minggu.
c) Ringan: gejala hidung tidak mengganggu tidur, aktifitas sehari-hari dan tidak
mengganggu kerja atau sekolah.
d) Sedang-berat: jika gejala hidungnya mengakibatkan gangguan pada satu atau lebih
aktifitas seperti tidur, aktifitas sehari-hari, sekolah atau kerja.
Rhinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien
atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan dengan allergen spesifik.
1. Rinitis vasomotor
5
Gangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologi lapisan mukosa hidung
yang disebabkan peningkatan aktivitas saraf parasimpatis. 4
Etiologi
Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamine,
klorpromazin, obat antihipertensi, dan obat vasokonstriktor local.
Factor fisik, seperti iritasi asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi, dan
bau yang merangsang.
Factor endokrin, seperti kehamilan, puberitas, dan hipotiroidisme.
Factor psikis, seperti cemas, tegang. 4
Manifestasi klinik
Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien. Terdapat
rinorea yang mucus atau serosa, kadang agak banyak. Jarang disertai bersin, dan tidak disertai
gatal di mata. Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang
ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya. 4
Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan atas golongan obstruksi dan rinorea. 4
6
2. Rinitis
simplek
Penyakit
ini
merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada manusia. Sering disebut juga
sebagai selesma, common cold, flu. 1
Penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting ialah rhinovirus. Virus-virus
lainnya adalah myxovirus, virus coxsackie dan virus ECHO. 1
Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan,
atau menurunnya daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya penyakit menahun dan lain-
lain). 1
Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering dan
gatal di hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat dan ingus encer,
yang biasanya disertai dengan demam dan nyeri kepala. Mukosa hidung tampak merah dan
membengkak. Bila terjadi infeksi sekunder bakteri, ingus menjadi mukopurulen. 1
Tidak ada terapi spesifik untuk rinitis simplek, selain istirahat dan pemberian obat-obat
simtomatis, seperti analgetik, antipiretik dan obat dekongestan. 1
Etiologi
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti
oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
7
1. Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1
jam setelahnya.
2. Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam
dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam. 5
Patofisiologi
1. Sensitisasi
Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang diawali oleh adanya proses sensitisasi
terhadap alergen sebelumnya. Melalui inhalasi, partikel alergen akan tertumpuk di mukosa
hidung yang kemudian berdifusi pada jaringan hidung. Hal ini menyebabkan sel Antigen
Presenting Cell (APC) akan menangkap alergen yang menempel tersebut. Kemudian antigen
tersebut akan bergabung dengan HLA kelas II membentuk suatu kompleks molekul MHC
(Major Histocompability Complex) kelas II. Kompleks molekul ini akan dipresentasikan
terhadap sel T helper (Th 0). Th 0 ini akan diaktifkan oleh sitokin yang dilepaskan oleh APC
menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, IL9,IL10,
IL13 dan lainnya. 1
IL4 dan IL13 dapat diikat reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel B
menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE yang bersirkulasi dalam darah ini akan terikat dengan
8
sel mast dan basofil yang mana kedua sel ini merupakan sel mediator. Adanya IgE yang terikat
ini menyebabkan teraktifasinya kedua sel tersebut. 1
Manifestasi klinik
1. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin
lebih dari 6 kali).
2. Hidung tersumbat.
3. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya
bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan
jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
4. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
9
5. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat. 4
Epidemiologi
Rinitis alergi adalah salah satu penyakit yang paling umum ditemukan pada manusia.
Diperkirakan sekitar 20% 30% populasi orang dewasa Amerika dan lebih dari 40% anak-anak
menderita penyakit ini. Rinitis alergi sering diasosiasikan dengan asma, rinosinusitis, infeksi
telinga media, radang polip, infeksi saluran nafas, dan maloklusi ortodontik.
Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1, yang bekerja secara
inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik
yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan ringitis alergi. Pemberian
dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.
Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi-1
(klasik) dan generasi-2 (non-sedatif). Antihistamin generasi-1 bersifat lipofilik, sehingga
dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta
mempunyai efek kolinergik. Yang termasuk kelompok ini antara lain adalah
difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin sedangkan yang dapat diberikan
secara topical adalah azelastin. Antihistamin generasi-2 bersifat lipofobik, sehingga sulit
untuk menembus sawar darah otak. Bersifat selektif mengikat reseptor H-1 perifer dan
tidak mempunyai efek anti kolinergik, antiadrenergik dan efek pada SSP minimal (non-
sedatif). Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif untuk
mengatasi gejala pada respons face cepat seperti rinore, bersin, gatal, tetapi tidak efektif
untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada face lambat. Antihistamin non- sedatif
dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut keamanannya. Kelompok pertama adalah
astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik. Toksisitas terhadap jantung
tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang tertunda dan dapat menyebabkan aritmia
ventrikel, henti jantung dan bahkan kematian mendadak (sudah ditarik dari peredaran).
Kelompok kedua adalah loratadin, setirisin, fexofenadin, desloratadin dan levosetrisin.
10
Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergic alfa dipakai sebagai
dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau topical
hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindar terjadinya rinitis
medikamentosa. 1
Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat
respons fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah
kortikosteroid topical (beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason
furoat, triamsinolon). Kortikosteroid topical bekerja untuk mengurangi jumlah sel
mastosit pada mukosa hidung, mencegah pengeluaran protein sitotoksik, dari eosinofil,
mengurangi aktivitas limfosit, mencegah bocornya plasma. Hal ini menyebabkan epitel
hidung tidak hiperresponsif terhadap rangsangan elergen (bekerja pada respon fase cepat
dan lambat). Preparat sodium kromoglikat topical bekerja menstabilkan mastosit
(mungkin menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat. Pada respon
fase lambat, obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan menghambat aktifasi sel
netrofil, eosinofil dan monosit. Hasil terbaik dapat dicapai bila diberikan sebagai
profilaksis. 1
Preparat antikolinergik topical adalah ipratropium bromide, bermanfaat untuk
mengatasi rinore, karena aktivitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel
efektor. 1
Pengobatan baru lainnya untuk rinitis alergi adalah anti leukotrien
(zafirlukast/montelukast), anti lgE, DNA rekombinan. 1
2. Non-medikamentosa
Operatif
Imunoterapi
Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan
sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil
yang memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG bloking
11
antibody dan penurunan IgE. Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu
intradermal dan sub-lingual. 1,4
Prognosis
Baik. Sebagian besar pasien dapat hidup normal. Hanya pasien yang mendapat imunoterapi
untuk alergen spesifik yang dapat sembuh dari penyakitnya dan banyak juga pasien yang
melakukan pengobatan simtomatik saja secara intermiten dengan baik. Rinitis alergi mungkin
dapat timbul kembali dalam 2-3 tahun setelah pemberhentian imunoterapi. Gejala rinitis alergi
akan menurun pada pasien bila mencapai umur 4 dekade. 6
Pencegahan
Pada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
1. Pencegahan primer
Untuk mencegah sensitisasi atau proses pengenalan dini terhadap alergen, tindakan pertama
adalah mengidentifikasi bayi yang mempunyai resiko atopi. Pada ibu hamil diberikan diet
restriksi (tanpa susu, ikan laut, dan kacang) mulai trimester ketiga dan selama menyusui, dan
bayi mendapat ASI eksklusif selama 5-6 bulan. Selain itu kontrol lingkungan dilakukan untuk
mencegah pajanan terhadap alergen dan polutan.
2. Pencegahan sekunder
Untuk mencegah manifestasi klinis alergi pada anak berupa asma dan pilek alergi yang sudah
tersensitisasi dengan gejala alergi tahap awal berupa alergi makanan dan kulit. Tindakan yang
dilakukan dengan penghindaran terhadap pajanan alergen inhalan dan makanan yang dapat
diketahui dengan uji kulit.
3. Pencegahan tersier
Untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya penyakit alergi dengan penghindaran
alergen dan pengobatan. 7
Komplikasi
12
1. Polip hidung
Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan salah satu factor
penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung.
2. Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak.
3. Sinusitis paranasal
Kesimpulan
Rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal
dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE. Alergen dapat
berupa Alergen inhalan misalnya tungau debu rumah, kecoa, serpihan epitel kulit binatang,
rerumputan, serta jamur, alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan,
misalnya susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang kepiting, dan kacang-kacangan, alergen
injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin dan sengatan lebah, dan
alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan
kosmetik, perhiasan.
Daftar pustaka
1. Soepardi EA, Iskandar HN. Buku ajar ilmu kesehatan telingan hidung tenggorok kepala
leher. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.hal 3, 4, 128-133, 135-37, 140.
2. Lynn SB, Peter GS. Bates buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. 8 th ed.
Jakarta: EGC; 2009.hal 142-3.
3. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan BATES. 8 th ed. Jakarta:
ECG; 2009.hal162-3.
4. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jilid 1.
Jakarta: FKUI; 2007. Hal 99-100, 106-07
5. Sarvis KJ, Hornecker JR. Advancements in the management of allergic rhinitis. Diunduh
dari http://www.uspharmacist.com/content/d/featured%20articles/c/1945. 27 Maret 2017.
6. Probst R, Grevers G, Iro H. Basis otorhinolaryngolory a step-by-step learning guide. New
York: Georg Thieme Verlag Stuttgart; 2007.hal 49-53.
7. McPhee SJ, Papadakis MA. Lange 2010 current medical diagnosis & treatment. 49 th ed.
United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2010.hal 196-7.
13
14