Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antibiotik adalah obat yang diketahui telah menyelamatkan jutaan umat di


dunia sejak ditemukan lebih dari 70 tahun yang lalu. Antibiotik adalah zat yang
dihasilkan oleh suatu mikroba terutama fungi, yang dapat menghambat atau
membasmi mikroba jenis lain1. Antibiotik memiliki kontribusi yang sangat signifikan
dalam membatasi mortalitas dan morbiditas. Antibiotik juga dapat digunakan untuk
mencegah munculnya infeksi khususnya pada pasien pasca operasi. Biasanya
antibiotik dapat membunuh bakteri atau bakterisidal atau menghambat pertumbuhan
bakter atau bakteriostatik atau mikroorganisme lainnya. Beberapa dari antibiotik
bersifat aktif terhadap beberapa spesies bakteri atau berspektrum luas sedangkan
antibiotik yang lain bersifat lebih spesifik terhadap spesies bakteri tertentu atau
berspektrum sempit2. Kemampuan antibiotik dalam mencegah ataupun mengatasi
penyakit infeksi menyebabkan penggunaannya mengalami peningkatan luar biasa.
Penggunaan antibiotik secara tidak tepat atau tidak rasional untuk penyakit yang tidak
perlu dan kencenderungan antibiotik dapat dibeli bebas atau tanpa resep dokter
menimbulkan berbagai masalah3. Salah satunya adalah timbulnya galur bakteri yang
resisten terhadap berbagai jenis antibiotik yang dapat menyebabkan pengobatan
terhadap infeksi penyakit dengan antibiotik tidak efisien lagi atau menjadi lebih
mahal.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari antibiotik dan mekanisme kerja antibiotik?

2. Apakah pengertian dari resisten antibiotik, penyebab resistensi dan


mekanisme resistensi antibiotik?

3. Apakah konsekuensi dari resistensi antibiotik?


1.3 Manfaat

1. Mengetahui pengertian dari antibiotik dan mekanisme kerja antibiotik

2. Mengetahui pengertian dari resistensi antibiotik, penyebab resistensi dan


mekanisme resistensi antibiotik

3. Mengetahui konsekuensi dari resistensi antibiotik


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Antibiotik

2.1.1 Definisi Antibiotik

Antibiotik berasal dari bahasa latin yaitu anti = lawan, bios = hidup.
Amtibiotik adalah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi dan bakteri
tanah, dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba , sedangkan kadar
toksin terhadap manusia relatif kecil.

Antibiotik pertama kali ditemukan oleh sarjana Inggris Dr.Alexander


Flemming yaitu antibiotik Penisilin pada tahun 1982 di London. Tapi penemuan ini
baru dikembangkan dan dipakai dalam terapi pada tahun 1941 oleh Dr. Florey.
Kemudian banyak zat dengan khasiat antibiotik diisolir oleh ilmuwan lain diseluruh
dunia, namun hanya beberapa kadar toksinnya saja yang dapat digunakan sebagai
obat. Antibiotik juga dapat dibuat secara sintetis, atau semi sintetis.

Aktivitas antibiotik umumnya dinyatakan dalam satuan berat (mg) kecuali


yang pemurniannya belum sempurna dan terdiri dari campuran beberapa macam zat,
atau karena belum diketahui struktur kimianya, aktivitasnya dinyatakan dalam satuan
internasional = Internasional Unit (IU). Dibidang peternakan antibiotik sering
dimanfaatkan sebagai zat gizi tambahan untuk mempercepat pertumbuhan ayam
negeri potong4.

2.1.2 Mekanisme Kerja Antibiotik


Antimikroba (antibiotika) bekerja secara selektif pada fungsi vital mikroba
dengan efek yang minimal atau tanpa efek pada fungsi host. Umumnya, mekanisme
kerja antimikroba dibagi menjadi bakteriostatik dan bakteriosidal. Antimikroba yang
bersifat bakteriostatik hanya menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteria dan
memberikan waktu pada sistem imun host untuk membersihkan bakteri dari sistem
tubuh. Eliminasi bakteri secara keseluruhan tergantung pada kompetensi sistem
kekebalan tubuh. Antimikroba yang bersifat bakterisidal membunuh bakteri dengan
atau tanpa melibatkan kompetensi sistem kekebalan tubuh host, namun bakteri akan
dibunuh oleh antimikroba. Namun mekanisme kerja antimikroba dapat pula dibagi
berdasarkan struktur atau fungsi dari antimikroba terhadap agen yaitu :5

1. Menghambat metabolisme sel mikroba


Yang termasuk kelompok ini adalah sulfonamid, trimetoprim, asam p-amino
salisilat (PAS) dan sulfon. Dengan mekanisme ini, diperoleh efek bakteriostatik.
Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan
mamalia yang mendapat asam folat dari luar, asam folat dari asam amino benzoat
(PABA) harus disintesis sendiri oleh kuman patogen untuk kebutuhan hidupnya.
Apabila sulfonamid dan sulfon menang bersaing dengan asam p-amino benzoat
(PABA), untuk diinkorporasikan dalam pembentukan asam folat yang non fungsional.
Akibatnya, kehidupan mikroba menjadi terganggu.
Untuk dapat bekerja, asam folat harus diubah menjadi bentuk aktifnya yaitu
asam tetrahidrofolat (THFA), dalam 2 tahap. Pada tahap akhir , enzim dihidrofolat
reduktase dihambat oleh trimetoprim, sehingga asam dihidrofolat tidak dapat
direduksi menjadi asam tetrahidrofolat yang fungsional.
PAS merupakan analog PABA pua, dan bekerja dengan menghambat sintesis
asam folat pada M. Tuberculosis. Sulfonamid tidak efektif terhadap M. Tuberculosis
dan sebaliknya asam p-amino salisilat tidak efektif terhadap bakteri yang sensitif
terhadap sulfonamid. Perbedaan ini mungkin disebabkan perbedaan enzim untuk
sintesis asam folat yang bersifat sangat khusus bagi masing-masing jenis mikroba.

2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba


Yang termasuk dalam bagian ini adalah penisilin, sefalosporin, basitrasin,
vankomisin, ristosetin, dan sikloserin. Dinding sel bakteri secara kimia mengandung
polipeptidoglikan suatu kompleks polimer mukopeptida (glikopeptida).
Sikloserin dapat menghambat reaksi yang paling dini dalam proses sintesis
dinding sel, yang selanjunya diikuti oleh basitrasin, vankomisin, ristosetin, dan
diakhiri oleh penisilin dan sefalosporin, yang menghambat proses reaksi terakhir
(transpeptidasi) dalam rangkaian reaksi tersebut. Tekanan osmotik dalam sel kuman
lebih tinggi ketimbang di luar sel, maka dari itu kerusakan dinding sel kuman akan
menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman
yang lebih peka.

3. Mengganggu keutuhan membran sel mikroba


Yang termasuk kelompok ini adalah polimiksin dan golongan polien, serta
berbagai antimikroba kemoterapi, misalnya antiseptik surface active agents.
Polimiksin merupakan senyawa amonium kuartener yang dapat merusak membran sel
setelah bereaksi dengan fosfat yang terdapat pada fosfolipid membran sel mikroba.
Polimiksin tidak efektif terhadap bakteri gram positif dengan alasan jumlah fosfor
bakteri ini rendah. Bakteri gram negatif resisten terhadap polimiksin ternyata dapat
menurunkan jumlah fosfornya.
Antibiotik polien bereaksi dengan struktur sterol, terdapat pada membran sel
fungus, sehingga dapat mempengaruhi permeabilitas selektif membran tersebut.
Bakteri tidak sensitif terhadap antibiotik polien dengan alasan tidak memiliki struktur
sterol pada membran sel. Antiseptik mengubah tegangan permukaan (surface-active
agents), yang dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel mikroba.
Kerusakan membran sel dapat menyebabkan keluarnya komponen-komponen penting
dari dalam sel mikroba, contohnya protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain6.

4. Menghambat sintesis protein sel mikroba


Yang termasuk dalam kelompok ini adalah antibiotik aminoglikosid,
makrolid, linkomisin, tetrasiklin, kloramfenikol. Sel mikroba perlu mensintesis
berbagai protein yang berlangsung di ribosom dengan bantuan dari mRNA dan tRNA.
Pada bakteri ribosom terdiri dari 2 sub unit yang dinyatakan sebagai ribosom 30S dan
50S, yang berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bergabung pada
pangkal rantai m-RNA menjadi ribosom 70S. Penghambatan sintesis protein terjadi
dengan berbagai cara.:

1. Streptomisin berikat dengan komponen ribosom 30S, menyebabkan


kode pada mRNA salah baca oleh tRNA pada waktu sintesis. Akibatnya
akan
terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba.

2. Eritromisin berikat dengan ribosom 50S dan menghambat translokasi


komplek tRNA peptida, dari lokasi asam amino ke lokasi peptida.
Akibatnya, rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang dengan alasan
lokasi asam amino tidak bisa menerima kompleks tRNA-asam amino
yang baru.

3. Linkomisin yang juga berikat dengan ribosom 50S dan dan sebagai
penghambat sintesis.

4. Kloramfenikol berikat dengan ribosom 50S dan menghambat pengikatan


asam amino baru pada rantai polipeptida oleh enzim peptidil transferase.

5. Menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba


Antimikroba yang memiliki mekanisme kerja ini pada umumnya kurang
mempunyai sifat toksisitas selektif karena bersifat sitotoksin terhadap sel tubuh
hospes. Karena itu hanya yang sifat sitotoksinya masih dapat diterima yang
bermanfaat sebagai antimikroba. Yang termasuk kelompok ini adalah rifampisin dan
asam nalidiksat.

1. Rifampisin, salah satu derivat rifamisin, berikat dengan enzim


polimerase-RNA (pada subunit beta) sehingga menghambat sintesis
RNA dan DNA oleh enzim tersebut.
2. Griseofulvin yang merupakan AM-antifungus, bekerja dengan
melekatkan diri pada lipid sel, sehingga memperpanjang masa sintesis
DNA7.

2.2 Resistensi Antibiotik


2.2.1 Definisi Resistensi Antibiotik
Resistensi antibiotik adalah suatu kondisi ketika suatu strain bakteri di dalam
tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk menahan efek dari antibiotik dan
menjadi resisten atau kebal. Pada saat antibiotik diberikan kepada pasien, sejumlah
bakteri akan mati, tetapi sisanya akan mengalami mutasi pada gennya. Bakteri yang
mengalami mutasi inilah yang akan bertahan dan hidup. Bakteri ini lalu membelah
dengan cepat dan membentuk suatu koloni bakteri yang mampu melawan antibiotik
tersebut8-9.
Penyebab umum dari resistensi tersebut adalah dari penggunaan yang kurang
tepat terhadap antibiotik tersebut. Di antaranya adalah penggunaan antibiotik untuk
infeksi virus seperti flu dan pilek. Padahal antibiotik tersebut hanya untuk mengobati
infeksi bakteri, bukan infeksi virus. Antibiotik hanya diperlukan jika flu dan pilek
sudah ditumpangi infeksi sekunder oleh bakteri. Sebagian besar flu dan pilek tidak
memerlukan antibiotik. Putus obat juga salah satu penyebab umum dari resistensi.
Dosis antibiotik tersebut harus dihabiskan secara penuh. Bila berhenti meminum
antibiotik pada pertengahan maka beberapa bakteri yang masih hidup akan menjadi
resisten terhadap antibiotik tersebut10.

2.2.2 Klasifikasi Resistensi Antibiotik


Resistensi antibiotika dapat dikelompokan menjadi dua kelompok,yaitu
resistensi alami dan resistensi yang didapat. Resistensi alami merupakan sifat dari
antibiotika tersebut yang tidak cukup aktif atau tidak aktif terhadap kuman,
contohnya Pseudomonas aeruginosa yang resisten terhadap kloramfenikol.
Sedangkan resistensi yang didapat, yaitu apabila kuman tersebut sebelumnya sensitif
terhadap suatu antibiotika setelah itu berubah menjadi resisten, contohnya ialah
Pseudomonas aeruginosaresisten terhadap seftazidim11.

2.2.3 Penyebab Resistensi Antibiotik


Resistensi mikroorganisme dapat dibedakan menjadi 3 yaitu resistensi primer
(bawaan), resistensi sekunder (dapatan), dan resistensi episomal.
1. Resistensi Primer (Bawaan)
Resistensi primer (bawaan) merupakan resistensi yang menjadi sifat alami
dari mikroorganisme. Hal ini misalnya dapat disebabkan oleh adanya enzim
pengurai antibiotik pada mikroorganisme sehingga secara alami
mikroorganisme bisa untuk menguraikan antibiotik.
2. Resistensi Sekunder (Dapatan)
Mekanisme resistensi sekunder (dapatan) diperoleh akibat adanya kontak
dengan agen antimikroba dalam waktu yang cukup lama dengan frekuensi
yang tinggi, sehingga itu memungkinkan terjadinya mutasi pada
mikroorganisme.
3. Resistensi Episomal
Resistensi episomal disebabkan oleh adanya faktor genetic di luar kromosom -
+ (episom=plasmid) pada plasmidnya yang dapat menular pada bakteri lain
yang memiliki kaitan dengan spesies melalui kontak sel secara konjugasi
maupun transduksi12.

2.2.4 Mekanisme Resistensi Antibiotik


Agar efektif, antibiotik harus mencapai target dalam bentuk aktif, berikatan
dengan target dan melakukan fungsinya sesuai dengan mekanisme kerja antibiotik.
Umumnya, mekanisme atau tahapan resistensi bakteri pada antimikroba disebabkan
oleh 3 hal:
1. Kegagalan obat untuk mencapai target
Kegagalan obat untuk mencapai target diakibatkan oleh adanya membrane
luar bakteri negatif sehingga menghalangi molekur polar besar untuk masuk
kedalam sel bakteri. Sedangkan molekul polar kecil termasuk
antimikroba,akan amsuk kedalam sel melalui saluran protein yang disebut
porin. Ketiadaan atau kehilangan porin dapat memperlambat masuknya obat
kedalam sel bahkan mencegah obat tersebut untuk masuk. Hal ini
menyebabkan berkurangnya konsentrasi obat di situs aktif obat. Jika target
kerja obat ada di intraseluler, obat tentunya memerlukan transpr aktif untuk
melewati membrane sel. Resistensi dapat terjadi dari mutasi yang
menghambat mekanisme kerja obat tersebut. Contohnya, Gentamisin dengan
target kerja ribosom, secara aktif akan diangkut melewati membrane sel
dengan menggunakan energy oleh gradient elektrokimia membrane sel
bakteri. Gradient ini dihasilkan dari enzim-enzim pernapasan aerob bakteri.
Gradien dihasilkan dari enzim-enzim pernapasan aerob bakteri. Kondisi aerob
ini dapat memperlambat masuknya gentamisin ek dalam sel sehingga terjadi
resistensi.
2. Inaktivasi obat
Inaktivasi obat, atau proses dimana cara kerja obat tidak dapat bekerja dengan
baik saat didalam tubuh karena sudah tidak aktif lagi. Sebagai contoh,
resistensi bakteri terhadap aminoglikosida dan antibiotik beta lactam
disebabkan oleh produksi enzim yangn memodifikasi atau merusak antibiotik
tersebut. Variasi dari mekanisme ini dikarenakan kegagalan bakteri untuk
mengaktifkan prodrug. Misalnya resistensi tuberculosis terhadap isoniazid.
3. Berubahnya target kerja antibiotik
Berubahnya target kerja antibiotik, hal ini mencakup mutasi yang dilakukan
dari target awal, misalnya resistensi fluorokuinolon, modifikasi dari target
kerja misalnya perlindungan ribosom dari makrolida dan tetrasiklin) atau
bentuk resisten dari target yang rentan , misalnya resisteni stafilokokus
terhadap metisilin yang diakibatkan oleh produksi varian13.

2.2.5 Macam-Macam Resistensi Mikroorganisme terhadap Antibiotik


1. Resistensi terhadap penisilin dan sefalosporin
Penisilin dan sefalosporin menghambat kerja protein pengikat penisilin
(penicillin-binding protein, PBP) yang merupakan enzim dalam membran
plasma sel bakteri. Enzim ini secara normal terlibat dalam penambahan asam
amino yang berikatan silang dengan peptidoglikan dinding sel bakteri.
Resistensin bakteri terhadap penisilin dapat timbul akibat adanya mutasi yang
dapat menyebabkan dihasilkannya produksi pengikat penisilin yang berbeda
atau akibat bakteri memerlukan gen-gen protein pengikat penisilin yang baru.
Resistensi terhadap penisilin juga dapat muncul akibat bakteri memiliki sistem
transport membran luar (outer membrane) yang terbatas, yang mencegah
penisilin mencapai membran sitoplasma yang merupakan lokasi protein
pengikat penisilin. Hal ini dapat terjadi karena adanya mutasi yang mengubah
porin yang terlibat dalam transport melewati membrane luar. Penyebab lain
yang memungkinkan terjadinya resistensi bakteri terhadap penisilin dan
sefalosporin adalah apabila bakteri mempunyai kemampuan untuk
memproduksi -laktamase, yang akan menghidrolisis ikatan pada cincin -
laktam molekul penisilin dan mengakibatkan inaktivasi
antimikroba.Resistensi mikroorganisme pathogen terhadap penisilin dan
sefalosporin paling sering terjadi akibat bakteri memiliki gen pengkode -
laktamase.
2. Resistensi Terhadap Vankomisin
Resistensi vankomisin terjadi akibat adanya enzim pada sel bakteri yang
resisten, yang akan membuang residu alanin dari bagian peptida
peptidoglikan. Vankomisin tidak dapat terikat pada peptide yang berubah,
tetapi peptide yang berubah tersebut dapat tetap berfungsi dalam formasi
ikatan silang selama sintesis peptidoglikan, sehingga bakteri resisten
vankomisin tetap membuat dinding sel fungsional.
3. Resisten Terhadap Tetrasiklin
Resistensi bakteri terhadap tetrasiklin muncul apabila dihasilkan membran
sitoplasma yang mengalami perubahan bentuk dan mencegah pengikatan
tetrasiklin pada subunit 30S ribosom, sehingga sintesis protein dapat terus
berlangsung. Mekanisme resistensi tetrasiklin lainnya dapat berupa resistensi
pompa eflux, didasarkan atas transpor tetrasiklin yang mengeluarkan sel
secara cepat, sehingga mencegah akumulasi tetrasiklin pada dosis toksik,
sehingga sintesis protein bakteri tidak terhambat. Hal ini terjadi akibat adanya
mutasi pada gen yang menyebabkan protein eflux tetrasiklin.
Secara normal, pada saat tetrasiklin berdifusi melewati membran sitoplasma
bakteri, tetrasiklin akan diubah dalam bentuk ionik. Hal ini membuat
tetrasiklin tidak lagi dapat berdifusi melewati membran sehingga
menyebabkan akumulasi tetrasiklin di dalam sel, yang akhirnya dapat
menghambat sintesis protein bakteri dan menyebabkan kematian sel bakteri.
Protein eflux tetrasiklin adalah protein membran sitoplasma yang mentranspor
bentuk nondifusible tetrasiklin keluar sitoplasma. Pada sel bakteri yang
resisten, tetrasiklin dikeluarkan dari sitoplasma secepat difusinya kedalam sel,
sehingga mencegah perhitungan tetrasiklin yang dapat menghambat sintesis
protein.
4. Resistensi Terhadap Aminoglikosida
Resistensi terhadap antibiotik golongan aminoglikosida terjadi karena sel
bakteri memproduksi enzim-enzim yang dapat menambah fosfat, asetat, atau
gugus adenil pada berbagai macam lokasi pada antibiotik aminoglikosida.
Antibiotik aminoglikosida yang telah dimodifikasi tersebut kemudian tidak
mampu terikat pada subunit 30S ribosom sehingga tidak lagi dapat
menghambat sintesis protein.
Resistensi aminoglikosida juga muncul karena penurunan aktivitas transpor
antimikroba ke dalam sel bakteri. Aminoglikosida tidak ditranspor kedalam
sel oleh spesies bakteri Bacteroides, sehingga bakteri ini resisten terhadap
antimikroba ini. Escherichia coli juga lebih resisten terhadap aminoglikosida
dalam kondisi anaerob seperti pada saluran pencernaan manusia.
5. Resistensi Terhadap Fluorokuinolon
Antibiotik golongan fluorokkuinolon seperti halnya siprofloksasin dan
norfloksasin terikat pada subunit enzim DNA girase, dan mengeblok
aktivitas enzim yang essensial dalam menjaga supercoling DNA dan penting
dalam proses replikasi DNA. Mutasi pada gen pengkode DNA girase
menyebabkan diproduksinya enzim yang aktif namun tidak dapat diikat oleg
fluorokuinolon.
6. Resistensi Terhadap Rifampisin
Rifampisin (rifampin) terikat pada subunit -RNA polimerase bakteri dan
menghambat fungsi enzim ini dalam transkripsi mRNA. Rifampisin memiliki
afinitas terhadap RNA polimerase bakteri yang lebih tinggi dibandingkan
terhadap RNA polimerase mamalia, sehingga rifampisin dapat mengeblok
transkripsi mRNA dan sintesis protein pada sel manusia. Resistensi terhadap
rifampisi muncul akibat mutasi pada gen subunit RNA polimerase.
7. Resitensi Terhadap Sulfonamid Dan Trimetoprim
Sulfa drug (sulfonamid) dan trimetropin meghambat reaksi yang berbeda pada
jalur metabolisme yang memproduksi asam tetrahidrofolat (tetrahydrofolic
acid ), yang merupakan kofaktor esensial dalam sintesis asam nukleat.
Resistensi terhadap sulfonamid dan trimetoprim disebabkan oleh mutasi pada
gen pengkode enzim yang terlibat dalam jalur metabolisme sintesis asam
tetrahidrofolat. Enzim berubah berfungsi secara normal tetapi tidak dihambat
oleh sulfanaid dan trimetoprim.
8. Resistensi Terhadap Kloramfenikol
Resistensi kloramfenikol dominan disebabkan oleh adanya enzim yang
menambahkan gugus asetil kedalam antibiotik. Kloramfenikol yang
terasetilasi tidak dapat terikat pada submit 50S ribosom bakteri, sehingga
tidak mampu menghambat sinetsis protein.
Dominan bakteri yang resistensi terhadap kloramfenikol memiliki plasmid
dengan sebuah gen yang mengkode kloramfenikol astiltransferase. Enzim ini
menginaktivasi kloramfenikol yang melewati membran plasma dan memasuki
sel. Kloramfenikol asetiltransfase diproduksi secara terus menerus oleh
dominan Gram negatif, namun pada Staphylococcus aureus, sintesis enzim ini
diinduksi oleh kloramfenikol14.

2.3 Konsekuensi Resistensi Antibiotik


Resistensi terhadap antibitoik merupakan masalah kesehatan masyarakat di
seluruh dunia. Resistensi antibiotik menimbulkan beberapa konsekuensi yang fatal.
Dampak dari resistensi antibiotik menyebabkan peningkatan penyakit pada manusia,
menyebabkan sakit yang berkepanjangan (prolonged illness), meningkatnya resiko
kematian (greater risk of death). Selain menyebakan kematian resisten terhadap
antibiotik akan menyebabkan biaya kesehatan yang lebih mahal. Karena masa rawat
inap pasien di rumah sakit semakin lama (length of stay)15. Pada pasien yang sudah
terinfeksi lama akan semakin sulit untuk diobati sehingga pasien menjadi infeksius
untuk waktu yang lama (carrier) sehingga semakin besar peluang untuk menyebar
kepada orang lain16.
Konsekuensi lainnya berdampak pada segi ekonomi. Biaya kesehatan akan
semakin meningkat dengan adanya antibiotik produksi terbaru yang lebih kuat dan
lebih mahal. Tetapi, tidak semua masyarakat bisa menjangkau obat antibitoik generasi
terbaru. Semakin mahalnya antibiotik yang ada, semakin masyarakat tidak dapat
membeli antibiotik tersebut dan semakin banyak pula carrier yang ada di masyarakat.
Sehingga menyebabkan banyak bakteri yang resisten terhadap antibiotik17.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Antibiotik (antimokroba) adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba
terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain.
Mekanisme kerja dari antibiotik itu sendiri dibagi menjadi 2 cara yaitu :bakteriostatik
dan bakteriosidal. Antimikroba yang bersifat bakteriostatik hanya menghambat
pertumbuhan atau multiplikasi bakteria dan memberikan waktu pada sistem imun
host untuk membersihkan bakteri dari sistem tubuh. Antimikroba yang bersifat
bakterisidal membunuh bakteri dengan atau tanpa melibatkan kompetensi sistem
kekebalan tubuh host, namun bakteri akan dibunuh oleh antimikroba.Namun
mekanisme kerja antimikroba dapat pula dibagi berdasarkan struktur atau fungsi dari
antimikroba terhadap agen yaitu : menghambat metabolisme sel mikroba,
menghambat sintesis dinding sel mikroba, Mengganggu keutuhan membran sel
mikroba, Menghambat sintesis protein sel mikroba dan Menghambat sintesis asam
nukleat sel mikroba

2. Resistensi antibiotik adalah suatu kondisi ketika suatu strain bakteri di dalam
tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk menahan efek dari antibiotik dan
menjadi resisten atau kebal.Penyebab umum dari resistensi tersebut adalah dari
penggunaan yang kurang tepat terhadap antibiotik tersebut.Putus obat juga salah satu
penyebab umum dari resistensi. Dosis antibiotik tersebut harus dihabiskan secara
penuh. Bila berhenti meminum antibiotik pada pertengahan maka beberapa bakteri
yang masih hidup akan menjadi resisten terhadap antibiotik tersebut.

3. Dampak dari resistensi antibiotik menyebabkan peningkatan penyakit pada


manusia, menyebabkan sakit yang berkepanjangan (prolonged illness), meningkatnya
resiko kematian (greater risk of death). Selain menyebakan kematian resisten
terhadap antibiotik akan menyebabkan biaya kesehatan yang lebih mahal. Karena
masa rawat inap pasien di rumah sakit semakin lama (length of stay)

3.2 Saran

1.

2.

Anda mungkin juga menyukai