Anda di halaman 1dari 140

PENGARUH KONSELING PADA IBU TERHADAP

TOILET TRAINING ANAK USIA 24 - 36 BULAN DI


DESA KONCER DARUL AMAN

SKRIPSI

Oleh

ZAKIYAH HADI
NIM 15301.07.15046

PROGRAM STUDI DIV BIDAN PENDIDIK


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN
GENGGONG-PROBOLINGGO
2015
PENGARUH KONSELING PADA IBU TERHADAP
TOILET TRAINING ANAK USIA 24 - 36 BULAN DI
DESA KONCER DARUL AMAN

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Kebidanan

Oleh

ZAKIYAH HADI
NIM 15301.07.15046

PROGRAM STUDI DIV BIDAN PENDIDIK


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN
GENGGONG-PROBOLINGGO
2015
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
SKRIPSI

PENGARUH KONSELING PADA IBU TERHADAP


TOILET TRAINING ANAK USIA 24 - 36 BULAN
DI DESA KONCER DARUL AMAN

Untuk Memenuhi Persyaratan


Meraih Gelar Sarjana Sains Terapan Kebidanan

Oleh :
ZAKIYAH HADI
NIM 15301.07.15046

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Iin Aini Isnawati, S.Kep.Ns., M.Kes Pasidi Sidiq, S.Kep.Ns., M.Kes


NIDN : 0726097802

iii
HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

PENGARUH KONSELING PADA IBU TERHADAP


TOILET TRAINING ANAK USIA 24 - 36 BULAN
DI DESA KONCER DARUL AMAN

Oleh :
ZAKIYAH HADI
NIM 15301.07.15046

Telah diuji pada :


Hari : Jumat
Tanggal : 5 February 2016
Dan dinyatakan lulus oleh :

Ketua Penguji : Dr Grido Handoko (..)


NIDN : 0715027202
Penguji I : IinAini Isnawati, S.Kep.Ns. M.Kes (...)
NIDN : 0726097802
Penguji II : Pasidi Sidiq, S.Kep.Ns. M.M.Kes (...)

Mengetahui
Ketua Stikes

( Iin Aini Isnawati S.Kep.Ns.M.Kes)


NIDN : 0726097802

iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawaah ini

Nama : Zakiyah Hadi

Nim : 15301.07.15046

Prodi : DIV Bidan Pendidik

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-

benar hasil karya saya sendiri,bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau

pikiran saya sendiri.Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa hasil skripsi

ini adalah hasil jiplakan ,maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Probolinggo, 26 Januari 2016

Yang membuat pernyataan

(Zakiyah Hadi)

v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Zakiyah Hadi

Tempat,Tanggal lahir : Jember,7 November 1981

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Bidan

Alamat rumah : Koncer Kidul Rt 12 Rw 5 Tenggarang

Alamat Institusi : Puskesmas Tenggarang

Riwayat pendidikan :

Pendidikan peneliti dimulai dari SDN 01 Yosorati-sumberbaru

jember,lama pendidikan 6 tahun pada tahun 1988-1994 dan berijazah pada tahun

1994,kemudian melanjutkan ke SMPN 1 Jatiroto Lumajang ama pendidikan 3

tahun Pada tahun 1994 -1997 dan berijazah tahun 1997.Kemudian ke SMUN 01

Jember Lama pendidikan 3 tahun pada tahun 1997-2000 dan berijazah tahun

2000.Serta melanjutkan ke DIII Poltekes Malang Prodi Kebidanan Jember Lama

pendidikan 3 tahun pada tahun 2000-2003 dan berijazah tahun 2003

Riwayat Pekerjaan :

Pekerjaan yang sedang diampuh yaitu sebagai Bidan desa di desa Koncer

Darul Aman Sejak November 2007 sampai sekarang.

vi
ABSTRAK

Hadi, Zakiyah 2016 Pengaruh Konseling Pada Ibu Terhadap Toilet Training
Pada Balita Usia 24-36 Bulan di Desa Koncer Darul Aman Tenggarang
Bondowoso. Skripsi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hafshawaty Zainul
Hasan Genggong. Pembimbing : (1) Iin Aini Isnawati, S.kep. Ns. M.Kes,
(2) Pasidi Sidiq, S.kep. Ns, M.Kes

Toilet training merupakan usaha melatih anak agar mampu mengontrol


dalam melakukan BAK dan BAB pada anak umur 18-36 bulan. Anak
membutuhkan persiapan secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Suksesnya
Toilet training tergantung pada kesiapan yang ada pada diri anak dan keluarga
terutama ibu seperti kesiapan fisik dan psikologis. Untuk itu orang tua perlu
mengetahui tentang toilet training yang benar dan tepat. Tujuan dari penelitian ini
adalah menganalisis pengaruh konseling pada ibu terhadap toilet training balita
usia 24-36 bulan di Desa Taman.
Penelitian ini menggunakan metode pra-experimental. Desain yang akan
digunakan adalah one-group pre test post test. Jumlah populasi dan sampel 18 ibu
yang mempunyai balita usia 24-36 bulan dengan menggunakan teknik secara total
sampling. Data diperoleh dari kuesioner yang di berikan pada ibu yang
dilaksanakan pada tanggal 1 15 Maret 2016. Pengumpulan data meliputi editing,
scoring, coding, transferring dan tabulating kemudian diolah secara tabulasi
yang kemudian dikonfirmasikan dengan uji Wilcoxon.
Hasil tabulasi diperoleh toilet training balita sebelum konseling pada ibu
yang bisa 17% dan belum bisa 83% sedangkan toilet training balita sesudah
konseling pada ibu yang bisa melakukan 89% dan tidak bisa 11%. Hasil uji
statistik didapatkan nilai Z = -3,606 p = 0,000 yang artinya lebih kecil dari
p=0,005 sehingga H1 diterima.Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh konseling
pada ibu terhadap toilet training balita usia 24-36 bulan . Untuk merubah toilet
training yang salah dapat dilakukan dengan konseling.

Kata Kunci : Toilet Training, Konseling

vii
ABSTRACT

Hadi, Zakiyah 2016 The influence of councelling in the mother against Toilet
Training In Toddlers Age 24-36 Month in the Koncer Darul Aman village
Tenggarang Bondowoso. Final Assignment STIKES Hafshawaty Zainul
Hasan Genggong. Supervisor: (1) Iin Aini Isnawati, S.Kep. Ns. MKes, (2)
Pasidi Sidiq, S.Kep. Ns, M.Kes

Toilet training is an attempt to train children in order to control the


children to do bladder and bowel at the age of 18-36 months. Children need
physical preparation, psychological, and intellectual.The succesfull of toilet
training depends on readiness of that children and family, especially mothers
such as physical and psychological readiness. Because of that parents need to
know about toilet training is right and proper. The purpose of this study is to
analyze the effect of counseling on the mother to toilet training toddlers aged 24-
36 months at Koncer Darul Aman Village.
This study used a pre-experimental methods. The Design of this study
used one-group pretest posttest. Total population and sample 18 mothers with
children at the age 24-36 months by using total sampling technique. Data are
collected through which given to the mother on March 1 to 15, 2016. The data
collection included editing, scoring, coding, transferring and tabulating later then
the data analysed in the computer by Wilcoxon.
The results of tabulated show that toilet training in toddlers before
counseling to the mother, the succesfully to 17% and 83% not success. But toilet
training in toddlers after counseling on maternal,succesfully 89% and 11% not
success. The result of Statistical test show that value of Z = -3.606, p = 0.000,
which means smaller than p = 0.005 so that H1 accepted.The conclusion is an
influence on maternal counseling to toilet training toddlers at the age of 24-36
months. Finally it can change the wrong toilet training can be done with
counseling.

Keywords: Toilet Training, Counselling

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat taufik

serta Hidayah-Nya atas terselesaikannya Skripsi yang berjudul Pengaruh

Konnseling Pada Ibu Terhadap Toilet Training Anak Usia 24-36 bulan di Desa

Koncer Darul Aman.

Skripsi ini di susun guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan

program DIV Bidan Pendidik di Stikes Hafshawaty Zainul Hasan Genggong

Probolinngo.

Pada penyusunan penelitian ini,tidak lepas dari kesulitan dan hambatan

namun berkat bimbingan pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga

Skripsi ini dapat terselesaikan, untuk itu dengan segala hormat peneliti sampaikan

terima kasih kepada :

1. KH. Moh. Hasan Mutawwakil Alallah ,S.H,M.M., selaku ketua yayasan

Hafshawati Zainul Hasan Probolinggo.

2. Ibu Iin Aini Isnawati,SKep.Ns.,M.kes selaku ketua Stikes Hafshawaty

Zainul Hasan Genggong Probolinggo dan selaku pembimbing 1 yang

banyak meluangkan waktu, Pikiran serta petunjuk demi perbaikan skripsi

ini.

3. Ibu Yessy Nur E.S, S.SiT, M.kes selaku ketua program studi D-IV Bidan

Pendidik Stikes Hafshawaty Zainul Hasan Genggong Probolinggo.

ix
4. Bapak Pasidi sidiq, SKep.Ns.,M.Kes selaku pembimbing II yang banyak

meluangkan waktu,pikiran serta petunjuk demi perbaikan skripsi ini.

5. Kepala Puskesmas Tenggarang dan Kepala Desa Koncer Darul Aman

Kecamatan Tenggarang, yang telah memberikan bimbingan dan bantuan

dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

Semoga Allah memberikan balasan pahala atas segala amal yang di

berikan dan semogaa skripsi ini berguna baik bagi peneliti maupun pihak

lain yang memanfaatkan

Probolinggo, Mei 2016

Penulis

x
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DEPAN..................................................................i

HALAMAN SAMPUL DALAM ...............................................................ii

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................iii

LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.....................................................v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP.......................................................................vi

ABSTRAK.............................................................................................................vii

ABSTRACT.........................................................................................................viii

KATA PENGANTAR...................................................................................ix

DAFTAR ISI................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR...................................................................................xiii

DAFTAR TABEL........................................................................................xiv

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................xv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................3

1.3 Tujuan Penelitian...............................................................4

1.4 Manfaat Penelitian.............................................................4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Konseling..............................................................6

xi
2.1.1 Pengertian Konseling.............................................6

2.1.2 Tujuan Konseling...................................................7

2.1.3 Fungsi Konseling...................................................7

2.1.4 Perubahan Klien......................................................8

2.2. Konsep Perkembangan Anak ............................................9

2.2.1..............................................................................Teori

Psikoseksual Sigmund Freud.................................9

2.2.2 Anak Usia 1-3 Tahun 16

2.2.3..............................................................................Kemam

puan Anak Usia 18-36 Bulan.................................18

2.3. Konsep Toilet Training 18

2.3.1. Pengertian Toilet Training 19

2.3.2. Waktu Yang Tepat Memulai Toilet Training 20

2.3.3. Tahapan Toilet Training 22

2.3.4. Metode Toilet Training...........................................23

2.3.5. Metode Yang Tidak Berhasil Dalam Toilet Training 24

2.3.6. Kesalahan Utama Dalam Toilet Training

Dan Penanganannya...............................................26

2.3.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Toilet Training 29

2.3.8. Faktor Yang Mendukung Toilet Training...............31

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN..........32

BAB 4 METODE PENELITIAN...............................................................34


4.1............................................................................................. Desain

Penelitian............................................................................34

4.2............................................................................................. Kerang

ka Kerja..............................................................................35

xii

4.3. Populasi, Sampel, Kriteria Sampel, Dan Teknik Sampling

36

4.4. Variabel Penelitian 35

4.5............................................................................................ Definisi

Operasional.......................................................................39

4.6............................................................................................Lokasi

Dan Waktu Penelitian........................................................40

4.7............................................................................................Prosedu

r Pengumpulan Data .........................................................40

4.8............................................................................................Alat

Ukur Yang Digunakan.......................................................41

4.9. Pengolahan Data Dan Analisis Data.................................44

4.10............................................................................................Etika

Penelitian...........................................................................48

BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA


5.1 Hasil Penelitian 49

5.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian 49

5.1.2 Data Umum 50

5.1.3 Data Khusus 52

5.2 Analisis Data 54

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Toilet Training Balita usia 24-36 bulan sebelum ibu mendapat

konseling di desa Koncer Darul Aman Kecamatan Tenggarang

Kabupaten Bondowoso tahun 2016 55

6.2 Toilet training balita usia 24-36 bulan sesudah mendapat

konseling pada ibu di Desa Koncer Darul Aman Kecamatan

Tenggarang Kabupaten Bondowoso 55

xiii
6.3 Pengaruh Konseling Pada Ibu Terhadap Toilet Training Balita

Usia 24-36 di Koncer Darul Aman Kecamatan Tenggarang

Kabupaten Bondowoso 56

BAB VII PENUTUP

7.1 Kesimpulan 61
7.2 Saran 61

7.2.1 Bagi Institusi Pendidikan 61

7.2.2 Bagi Profesi Bidan 62

7.2.3 Bagi Tempat Penelitian 62

7.2.4 Bagi Responden 62

DARTAR PUSTAKA...................................................................................63

LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Pengaruh konseling pada ibu


32
terhadap metode toilet training pada anak usia 24-36
bulan
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Pengaruh Toilet Training Pada Balita Usia
35
24 36
bulan Di Desa Koncer Darul Aman Tahun
2015..............................
Gambar 5.1 Diagram Pie distribusi responden berdasarkan Umur Ibu
balita usia 24-36 bulan di desa Koncer Darul Aman 50
Kecamatan Tenggrang
Bondowoso

Gambar 5.2 Diagram Pie distribusi responden berdasarkan Pekerjaan Ibu
Balita usia 24- 36 bulan di desa Koncer Darul Aman 51
Kecamatan Tenggrang Bondowoso

Gambar 5.3 Diagram Pie distribusi responden berdasarkan Pendidikan
Ibu balita usia 24-36 bulan di Desa Koncer Darul Aman 51
Kecamatan Tenggrang Bondowoso
.........
Gambar 5.4 Diagram Pie distribusi responden berdasarkan toilet training
balita Sebelum Diberikan Konseling di Desa Koncer Darul 52
Aman Kecamatan Tenggrang
Bondowoso
Gambar 5.5 Diagram Pie distribusi responden berdasarkan Toilet training
balita Sesudah Diberikan Konseling diDesa Koncer Darul 53
Aman
Kecamatan Tenggrang Bondowoso
...

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 5.3 Tabulasi silang pengaruh konseling pada ibu terhadap toilet
training 53
balita usia 24-36 bulan di Desa Koncer Darul Aman
Kecamatan Tenggarang Kabupaten
Bondowoso

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Jadwal Penyusunan Karya Tulis Ilmiah


.......................................................................................
.......................................................................................

51

Lampiran 2 : Pengantar Kuisioner


.......................................................................................
.......................................................................................

52

Lampiran 3 : Permohonan Persetujuan Menjadi Responden................ 53

Lampiran 4 : Lembar persetujuan setelah mendapat penjelasan (informed

consent)................................................................................ 54

Lampiran 5 : Kuesioner......................................................................... 55

Lampiran 6 : Satuan Acara Konseling................................................... 58

Lampiran 7 : Materi Konseling............................................................. 60

Lampiran 8 : Foto foto penelitian ....

Lampiran 9 : Hasil Uji Validitas dan Reabilitas

Lampiran 10 : Buku panduan penelitian

Lampiran 11 : Surat Ijin Penelitian

Lampiran 12 : Lembar Konsultasi

Lampiran 13 : Hasil uji spss


xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Toilet training merupakan salah satu tugas utama anak pada usia toddler.

Anak usia toddler harus mampu mengenali rasa untuk mengeluarkan dan

menahan eliminasi serta mampu mengkomunikasikan sensasi BAK dan BAB

kepada orangtua (Alexandra, 2008; Klijn,2006).

Pada tahap usia toddler anak menghadapi konflik antara tuntutan orangtua

dengan keinginan dan kemampuan fisik anak. Orang tua menuntut anak untuk

mengendalikan keinginan BAK dan BAB serta melakukan buang air pada

tempatnya, sementara anak ingin mengeluarkan begitu terasa ingin BAK dan

BAB (Chung, 2007; Carol, 2009).

Di Indonesia diperkirakan jumlah balita mencapai 30% dari 250 juta jiwa

penduduk Indonesia dan menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

diperkirakan jumlah balita yang belum mampu mengontrol kemampuan untuk

BAK dan BAB mencapai 75 juta anak, fenomena ini dipicu banyak hal, seperti

pengetahuan ibu yg kurang terhadap bagaimana cara melatih untuk BAK dan

BAB anak, pemakaian popok sekali pakai dan hadirnya saudara baru serta masih

banyak penyebab lainnya (Priyoto, 2015).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara pada

tanggal 7 nopembar 2015 di Desa Koncer Darul Aman Kecamatan Tenggarang,

hasil dari 10 ibu yang mempunyai balita usia 24-36 bulan, 7orang ibu (70%)

yang memiliki balita usia 24-36 bulan, menyatakan masih sering memaksa anak
1

dalam meggunakan toilet, serta membiarkan anak-anaknya BAK/BAB di halaman

rumahnya. Sedangkan 3 orang ibu(30%) yang memiliki balita usia 24-36 bulan,

menyatakan telah melakukan toilet training dengan mengajari anak BAK atau

BAB di tempat yang sesuai, serta tidak memaksa anak.

Penerapan toilet training pada anak diharapkan dapat terhindar dari stres,

berdasarkan data yang diketahui bahwa sebanyak 50% dari anak-anak yang

mulai di ajari penggunaan toilet training pada usia sebelum 1 tahun lebih awal

tidak mencapai penguasaan yang handal sampai umur 3 tahun atau lebih. Hal ini

dapat menyebabkan masalah jangka panjang dimana anak akan mengalami

seembelit, ngompol, dan rasa bersalah. Dengan memaksa anak yang tidak siap

mengakibatkan ada ketakutan yang tidak perlu dan menyebabkan kemunduran

yang besar dalam proses tersebut. Untuk itu orang tua perlu mengetahui tentang

metode yang benar tentang toilet training (Kurniawati,2008).Hal ini sesuai

dengan studi restrospektif kasus control yang dilakukan kiddoo (2012)

menunjukkan bahwa anak anak yang selalu di beri hukuman oleh ibunya pada

saat melakukan kesalahan dalam toilet training dapat mengalami gejala

inkontinensia urine.bentuk hukuman pada saat toilet training juga menimbulkan

bahaya karena anak akan belajar perilaku agresif dalam mengatasi rasa

marah.sementara itu,anak anak yang selalu diberi reinforcement positif oleh

ibunya,maka anak akan semakin termotivasi untuk melakukan toilet training

(Rudolf, 2006).

Dalam melakukan toilet training, anak membutuhkan persiapan fisik,

psikologis maupun intelektualnya. Dari persiapan tersebut anak dapat mengontrol


buang air besar dan buang air kecil secara mandiri. Dalam teori Freud, ada lima

tahap perkembangan psikoseksual,yaitu oral, anal, phalic, latency, dan genital.

Tahap anal adalah tahap perkembangan yang terjadi antara umur 1,5 3 tahun,

dimana kesenangan terbesar anak melibatkan anus (W. John Santrock: 2013)

Latihan BAB atau BAK pada anak sangat membutuhkan persiapan bagi ibu,

yaitu baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Melalui persiapan-

persiapan tersebut, anak diharapkan dapat mengontrol kemampuan BAB atau

BAK secara mandiri. Suksesnya toilet training tergantung pada kesiapan yang

ada pada diri anak dan keluarga terutama ibu, seperti kesiapan fisik yaitu

kemampuan anak sudah kuat dan mampu. Demikian juga dengan kesiapan

psikologis yaitu setiap anak membutuhkan suasana yang nyaman dan aman agar

anak mampu mengontrol dan konsentrasi dalam merangsang untuk BAB atau

BAK. Persiapan intelektual juga dapat membantu anak dalam proses BAB atau

BAK. Kesiapan tersebut akan menjadikan diri anak selalu mempunyai

kemandirian dalam mengontrol khususnya dalam hal BAB atau BAK (Hidayat,

2012).

Berdasarkan fenomena diatas penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut

pengaruh konseling pada ibu terhadap metode toilet training balita usia 24-36

bulan di Desa Koncer Darul Aman Kecamatan Tenggarang 2015.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena yang terjadi seperti yang tercantum dalam latar

belakang, maka dapat ditarik rumusan masalah adakah pengaruh konseling pada

ibu terhadap toilet training balita usia 24-36 bulan di Desa Koncer Darul Aman

Kecamatan Tenggarang 2015.


1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Diketahuinya pengaruh pengaruh konseling pada ibu terhadap toilet

training balita usia 24-36 bulan di Desa Koncer Darul Aman Kecamatan

Tenggarang 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.Mengidentifikasi toilet training balita usia 24-36 bulan sebelum ibu

mendapat konseling di Desa Koncer Darul Aman Kecamatan

Tenggarang tahun 2015.

2.Mengidentifikkasi toilet training balita usia 24-36 bulan sesudah ibu

mendapat konseling toilet training di Desa Koncer Darul Aman

Kecamatan Tenggarang tahun 2015.

3.Menganalisis pengaruh konseling pada ibu terhadap toilet training anak

usia 24 sampai dengan 36 bulan di desa Koncer Darul Aman kecamatan

tenggarang thn 2015

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi institusi pendidikan

Dapat digunakan sebagai wacana untuk menambah informasi tentang

Pengaruh konseling pada ibu terhadap toilet training pada anak usia 24-36

bln.

1.4.2. Bagi profesi kebidanan

Memberikan informasi dan pengetahuan tentang toilet training.


1.4.3. Bagi lahan penelitian

Memberikan sumbangan yang berguna tentang pengetahuan toilet training

1.4.4. Bagi responden

Menambah pengetahuan responden tentang toilet training.

1.4.5. Bagi Peneliti

Memberikan gambaran tentang pengaruh konseling pada ibu terhadap

toilet training balita usia 24-36 bulan di Desa Koncer Darul Aman

Kecamatan Tenggarang 2015.

1.4.6. Bagi peneliti selanjutnya.

Dapat menjadi referensi bagi penelitian yang akan dilakukan.

.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Konseling

2.1.1 Pengertian

Secara Etimologi berasal dari bahasa Latin consilium artinya

dengan atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau

memahami . Sedangkan dalam Bahasa Anglo Saxon istilah konseling

berasal dari sellan yang berartimenyerahkan atau menyampaikan

(Latipun, 2015)

Konseling sering di gunakan untuk mengidikasikan hubungan

professional antara konselor yg telah terlatih dengan klien.hubungan ini

biasanya bersifat individividu perindividu,walaupun kadang akan

melibatkan lebih dari satu orang.konseling di desain untuk menolong klien

dalam memahami dan menjelaskan pandangan mereka terhadap kehidupan

dan untuk menolongnya mencapai tujuan penentuan diri melalui berbagai

pilihan yang telah di informasikan dengan baik dan bermakna bagi

klien,melalui pemecahan masalah emosi atau karakter interpersonal

(Janiwarty&Pieter, 2013).

Konseling merupakan salah satu upaya untuk membantu mengatasi

konflik, hambatan, dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan kita,

sekaligus sebagai upaya peningkatan kesehatan mental. Konseling

merupakan satu diantara bentuk dan upaya bantuan yang secara khusus di

6
rancang untuk mengatasi persoalan persoalan yang kita hadapi. (Latipun,

20015)

2.1.2. Tujuan Konseling

1. Membantu klien memecahkan masalah, meningkatkan keefektifan

individu dalam pengambilan keputusan secara cepat mengubah perilaku

yang salah penyesuaian.

2. Membantu pemenuhan kebutuhan klien, meliputi menghilangkan

perasaan yang menekan/mengganggu dan mencapai kesehatan mental

yang positif.

3. Mengubah sikap dan tingkah laku yang negatif menjadi positif dan

yang merugikan klien menjadi menguntungkan klien (Wulandari, 2010)

2.1.3. Fungsi konseling kebidanan

1. Fungsi pencegahan

Upaya mencegah timbulnya lagi msalah masalah klien.

2. Fungsi penyesuaian

Upaya untuk membantu klien sebagai akibat perubahan

biologis,psikologis,atau social klien.

3. Fungsi perbaikan

Dilaksanakan ketika terjadi penyimpangan perilaku klien dan

lingkungan yang menyebabkan terjadinya masalah kesehatan

sehingga diperlukan upaya perbaikan dengan pelayanan kesehatan.


4. Fungsi pengembangan

Ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta

peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan upaya

peningkatan peran serta masyarakat (Wulandari, 2010).

2.1.3. Perubahan Klien

1. Bentuk Perubahan

Penentuan bentuk perubahan terkait dengan latar belakang peneliti

atau konselor (Latipun, 2015). Bentuk perubahan yang diharapkan

dalam penelitian ini adalah perubahan toilet training yang di

ajarkan ibu kepada anaknya yang awalnya salah menjadi benar.

2. Waktu Perubahan

Konselor atau peneliti dapat menetapkan kapan perubahan

diharapkan terjadi, apakah sesaat, seminggu, sebulan, atau setahun

setelah konseling berakhir. Tidak selalu perubahan itu terjadi pada

saat berakhirnya konseling dan dapat saja perubahan itu terjadi

beberapa waktu setelah konseling di langsungkan (Latipun, 2015).

Pada penelitian ini waktu perubahan yang diharapkan adalah 2

minggu setelah konseling berakhir. Diharapkan ibu mampu

mengajarkan toilet training dengan benar pada anaknya.

3. Pengukuran Hasil Konseling

a. Waktu pengukuran

Pengukuran efektivitas konseling, dilakukan sebelum dan

sesudah intervensi di berikan. Tanpa pengukuran sebelum dan

sesudah perlakuan tidak mungkin perubahan-perubahan itu


diketahui. Pengukuran pretest dilakukan beberapa saat

sebelum konseling dilakukan. Sedangkan posttest

dilaksanakan pada waktu perubahan yang diharapkan itu

terjadi. Karena target perubahan itu dapat berbeda untuk setiap

kelompok perlakuan, maka pengukuran posttest dilakukan

pada waktu target perubahan itu diharapkan terjadi (Latipun,

2015).

b. Cara pengukuran

Pengukuran terhadap hasil atau efektivitas konseling dilihat

dari penyusunan alatnya yaitu ideographic artinya pengukuran

hasil konseling dilakukan menggunakan alat-alat buatan

sendiri (Latipun, 2015), dalam penelitian ini adalah kuisioner.

2.2. Konsep Perkembangan Anak

2.2.1. Teori Psikoseksual Menurut Sigmund Freud

Sigmund Freud mengungkapkan bahwa sejak awal kehidupan manusia

dimotivasi oleh dorongan-dorongan yang irasional untuk mendapatkan

kepuasan. Dorongan-dorongan ini merupakan ekspresi dari libido, yaitu

dorongan hidup atau energi psikis yang memotivasi perilaku manusia.

Konsep libido mengarah pada kesejajaran antara transformasi energi dalam

dunia fisik dan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan mental. Hipotesis

yang diungkapkan mengenai libido adalah bahwa kehidupan dikendalikan

oleh energi mental manusia (libido), libido tidak dapat diciptakan atau

dimusnahkan. Manusia lahir dengan jumlah libido yang terbatas, yang


kemudian ditransformasikan ke berbagai energi yang lain. Libido berpusat

di daerah-daerah tubuh yang penting dan menentukan stimulasi apa yang

sesuai dan yang tidak sesuai (William, 2007).

Menurut Freud kepribadian manusia dibagi atas tiga struktur

kepribadian, yaitu, id, ego, dan superego. Id berisi libido dan beroperasi

pada level tidak sadar, id berisi impuls-impuls dasar manusia yaitu

seksual dan agresi, yang sudah ada sejak lahir. Id bekerja berdasarkan

prinsip kesenangan, yaitu impuls-impuls yang ingin segera dipuaskan

untuk memperoleh kesenangan. Ego adalah kesadaran, merupakan aspek

berpikir dari kepribadian yang berkembang pada usia 2 sampai 3 tahun.

Salah satu tugas ego adalah memuaskan kebutuhan dari id. Seperti saat

seseorang lapar, maka itu adalah id yang menuntut pemuasan segera, dan

ego berupaya mencari cara untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Ego

bekerja berdasarkan prinsip realita, jadi untuk dapat memenuhi tuntutan

dari id, maka ego akan mempertimbangkan realita yang ada. Struktur

ketiga adalah superego, yaitu bagian dari kepribadian yang berperan

sebagai penilai moral, berisi aturan-aturan masyarakat dan berkembang

mendekati akhir early childhood, yaitu sekitar 6 tahun. Saat superego

berkembang, maka tugas ego bertambah kompleks, karena ego harus

dapat memenuhi id tanpa berlawanan dengan aturan-aturan superego. Ego

bertanggung jawab menjaga keseimbangan dari ketiga struktur

kepribadian tersebut. Menurut Freud, manusia akan mengalami

ketegangan bila ketiga struktur kepribadian ini berada dalam kondisi

konflik antara satu dengan lainnya. Contohnya, bila seseorang lapar, id


akan memotivasi untuk melakukan apa saja dalam upaya mendapatkan

makanan, tetapi ego mungkin tidak dapat menemukan makanan tersebut.

Mungkin saja makanan akan tersedia, namun ego harus melawan aturan

dari superego. Kondisi ini menimbulkan kecemasan, maka ego dapat

memunculkan defence mechanism untuk mengurangi kecemasan yang

muncul. Menurut Freud tanpa defence mechanism, derajat kecemasan

dalam diri individu tidak bisa ditolerir yang akan membawa individu

tersebut pada gangguan mental (William, 2007).

1. Perkembangan Psikoseksual

Menurut Freud perkembangan kepribadian meliputi lima tahap

yang disebut tahap perkembangan psikoseksual. Tiga tahap pertama

merupakan bagian yang krusial dalam kehidupan manusia. Bila

anak-anak menerima terlalu sedikit atau terlalu banyak pemuasan

dari tahap perkembangan tertentu, maka mereka beresiko untuk

mengalami fiksasi, yaitu terperangkap dalam satu tahap

perkembangan yang akan dialami pada masa dewasanya.

Contohnya seorang bayi yang pada masa oralnya tidak terpenuhi

kebutuhannya, maka setelah dewasa ia bisa memiliki kebiasaan

menggigit kuku atau menjadi seorang yang suka mengkritik.

Seorang bayi yang kebutuhan oralnya sangat dipenuhi, maka

setelah dewasa dapat menjadi seorang perokok atau kompulsi

dalam hal makan. Seorang yang pada masa kanak-kanaknya terlalu

keras menerima toilet training mungkin akan terfiksasi pada tahap


anal. Orang seperti ini mungkin akan terobsesi pada kebersihan,

keteraturan, dan secara kaku memenuhi skedul kegiatan.

2. Lima tahap perkembangan psikoseksual :

a. Tahap oral (lahir sampai dengan 12-18 bulan)

Daerah kepuasannya mulut. Bayi memperoleh kesenangan melalui

stimulasi daerah mulut, kenikmatan diperoleh dari kegiatan menggigit

dan menelan, serta mengisap, merupakan tingkah laku yang

menimbulkan kesenangan atau kepuasan. Bila kebutuhan pada tahap

ini tidak terpenuhi, maka beberapa libido akan tertahan pada

perkembangan tahap ini, sehingga tidak semua libido akan bebas untuk

maju ke area selanjutnya. Fiksasi pada fase ini akan menyebabkan

kerakusan dan agresi verbal saat dewasa (Zulfikar, 2011).

b. Tahap anal (usia 12-18 bulan sampai dengan 3 tahun)

Fase ini ditandai dengan matangnya syaraf-syaraf otot sfingter anus

sehingga anak mulai dapat mengendalikan beraknya, daerah

kepuasannya adalah anus. Anak mendapatkan kepuasan seksual dari

mengeluarkan atau menahan faeces. Kenikmatan lenyap setelah berak

selesai. Pada fase anal ini, fokus dari energi libido dialihkan dari mulut

kedaerah dubur, serta kesenangan atau kepuasan diperoleh dalam

kaitannya dengan tindakan mempermainkan atau menahan faeces

(kotoran). Di fase ini juga terjadi sifat ambivalensi pada anak

dimana

anak berusaha mempertahankan feses sedangkan ibunya

memerintahkan untuk dibuang. Pada fase anal ini pulalah anak mulai
diperkenalkan kepada aturan-aturan kebersihan oleh orang tuanya

melalui toilet training, yakni latihan mengenai bagaimana dan di mana

seharusnya seorang anak membuang kotorannya (Zulfikar, 2011).

Jika kenikmatan yang sebenarnya diperoleh anak dalam fase ini

ternyata diganggu oleh orangtuanya dengan mengatakan bahwa hasil

produksinya kotor, jijik dan sebagainya, bahkan jika disertai dengan

kemarahan atau ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan, maka

hal ini dapat mengganggu perkembangan kepribadian anak. Dimana

pada perkembangan seksualitas dewasa anak merasa jijik (kotor)

terhadap alat kelaminnya sendiri dan tidak dapat menikmati hubungan

seksual dengan partnernya.

Oleh karena itu sikap orangtua yang benar yaitu mengusahakan agar

anak merasa bahwa alat kelamin dan anus serta kotoran yang

dikeluarkannya adalah sesuatu yang biasa (wajar) dan bukan sesuatu

yang menjijikkan. Hal ini penting, karena akan mempengaruhi

pandangannya terhadap seks nantinya.

Jika terjadi hambatan pada fase anal, anak dapat mengembangkan

sifat-sifat tidak konsisten, kerapian, keras kepala, kesengajaan,

kekikiran yang merupakan karakter anal yang berasal dari sisa-sisa

fungsi anal. Jika pertahanan terhadap sifat-sifat anal kurang efektif,

karakter anal menjadi ambivalensi (ragu-ragu) berlebihan, kurang rapi,

suka menentang, kasar dan cenderung sadomsokistik (dorongan untuk

menyakiti dan disakiti). Karakter anal yang khas terlihat pada penderita

obsesif kompulsif.
Penyelesaian fase anal yang berhasil, menyiapkan dasar untuk

perkembangan kemandirian, kebebasan, kemampuan untuk menentukan

perilaku sendiri tanpa rasa malu dan ragu-ragu, kemampuan untuk

menginginkan kerjasama yang baik tanpa perasaan rendah diri.

c. Tahap phallic (3 6 tahun)

Daerah kepuasannya adalah alat kelamin/genital. Menurut Freud,

kunci dari perkembangan psikoseksual individu terjadi pada masa

phallic. Pada masa ini superego berkembang.

d. Tahap laten (6 tahun pubertas).

Pada tahap ini individu relatif tenang, mereka lebih mengarahkan

perhatian pada pergaulan/sosialisasi, mengembangkan ketrampilan, dan

berupaya memahami diri sendiri dan lingkungan. Pada fase ini semua

aktifitas dan fantasi seksual seakan-akan tertekan, karena perhatian

anak lebih tertuju pada hal-hal di luar rumah. Tetapi keingin-tahuan

tentang seksualitas tetap berlanjut. Dari teman-teman sejenisnya anak-

anak juga menerima informasi tentang seksualitas yang sering

menyesatkan. Keterbukaan dengan orangtua dapat meluruskan

informasi yang salah dan menyesatkan itu. Pada fase ini dapat terjadi

gangguan hubungan homoseksual pada laki-laki maupun wanita.

Kegagalan dalam fase ini mengakibatkan kurang berkembangnya

kontrol diri sehingga anak gagal mengalihkan energinya secara efisien

pada minat belajar dan pengembangan ketrampilan.


e. Tahap genital (pubertas sampai masa dewasa).

Perubahan fisik yang terjadi pada masa ini membangunkan kembali

libido yang berisi energi dorongan seksual. Dorongan-dorongan seksual

pada tahap phallic yang direpres pada tahap laten, kembali muncul dan

pemenuhannya mengikuti saluran sosial yang diperkenankan. Pada fase

ini, proses perkembangan psikoseksual mencapai "titik akhir". Organ-

organ seksual mulai aktif sejalan dengan mulai berfungsinya hormon-

hormon seksual, sehingga pada saat ini terjadi perubahan fisik dan

psikis. Secara fisik, perubahan yang paling nyata adalah pertumbuhan

tulang dan perkembangan organ seks serta tanda-tanda seks sekunder.

Remaja putri mencapai kecepatan pertumbuhan maksimal pada usia

sekitar 12-13 tahun, sedangkan remaja putra sekitar 14-15 tahun. Akibat

perbedaan waktu ini, biasanya para gadis tampak lebih tinggi daripada

anak laki-laki seusia pada periode umur 11-14 tahun. Perkembangan

tanda seksual sekunder pada gadis adalah pertumbuhan payudara,

tumbuhnya rambut pubes dan terjadinya menstruasi, pantat mulai

membesar, pinggang ramping dan suara feminin. Sedangkan pada anak

laki-laki terlihat buah pelir dan penis mulai membesar, tumbuhnya

rambut pubes, rambut kumis, suara mulai membesar. Terjadi mimpi

basah, yaitu keluarnya air mani ketika tidur (mimpi basah). Bersamaan

dengan perkembangan itu, muncullah gelombang nafsu birahi baik pada

laki-laki maupun wanita. Secara psikis, remaja mulai mengalami rasa

cinta dan tertarik pada lawan jenisnya. Kegagalan dalam fase ini

mengakibatkan kekacauan identitas (William, 2007).


2.2.2. Anak Usia 1-3 Tahun

Anak usia 1-3 tahun merujuk konsep periode kritis dan plastisitas yang

tinggi dalam prose tumbuh kembang, maka usia satu sampai tiga tahun

disebut sebagai golden period (kesempatan emas) untuk meningkatkan

kemampuan setinggi-tingginya dan plastisitas yang tinggi adalah

pertumbuhan sel otak cepat dalam waktu yang singkat, peka terhadap

stimulasi dan pengalaman, fleksibel mengambil alih fungsi sel sekitarnya

dengan membentuk sinaps-sinaps serta sangat mempengaruhi periode

tumbuh kembang selanjutnya. Anak pada usia ini harus mendapatkan

perhatian yang serius dalam arti tidak hanya mendapatkan nutrisi yang

memadai saja tetapi mempehatikan juga intervensi stimulasi dini untuk

membantu anak meningkatkan potensi dengan memperoleh pengalaman

yang sesuai dengan perkembangannya (Hartanto, 2006).

Anak pada masa ini bersifat egosentris yaitu mempunyai sifat

keakuan yang kuat sehingga segala sesuatu itu di anggap sebagai

miliknya (Nursalam,et.al, 2013). Ciri-ciri anak usia 1-3 tahun antara lain

menurut jasmani berada dalam tahap pertumbuhan jasmani yang pesat,

oleh karena itu mereka sangat lincah. Sediakanlah ruangan yang cukup

luas dan banyak kegiatan sebagai penyalur tenaga. Anak usia ini secara

mental mempunyai jangka perhatian yang singkat, suka meniru olepaita

dh karena itu jika ada kesempatan gunakanlah perhatian mereka dengan

sebaik-baiknya. Segi emosional anak usia ini mudah merasa gembira dan

mudah merasa tersinggung, kadang-kadang mereka suka melawan dan

sulit diatur. Kembangkanlah kasih sayang dan disiplin serta perlihatkan


kepadanya bahwa ia adalah penting bagi anda dengan sering memujinya.

Segi social anak usia 1-3 tahun sedikit anti social. Wajar bagi mereka

untuk merasa senang bermain sendiri dari pada bermain secara kelompok.

Berilah kesempatan ubtuk bermain sendiri tetapi juga tawarkan kegiatan

yang mendorongnya untuk berpartisipasi dengan anak-anak lain.

Anak usia 1-3 tahun mengalami tiga fase, yaitu:

1. Fase otonomi vs ragu-ragu atau malu

Menurut teori Erikson, hal ini terlihat dengan berkembangnya

kemampuan anak yaitu dengan belajar untuk makan atau

berpakaian sendiri. Apabila orang tua tidak mendukung upaya anak

untuk belajar mandiri, maka hal ini dapat menimbulkan rasa malu

atau ragu-ragu akan

kemampuannya, misalnya orang tua selalu memanjakan anak dan

mencela aktivitas yang telah dilakukan anak. Pada masa ini anak

perlu di bimbing dengan akrab, penuh kasih sayang, tetapi juga

tegas sehingga anak tidak mengalami kebingungan.

2. Fase anal

Menurut teori Sigmund Freud pada fase ini sudah waktunya

anak untuk dilatih buang air atau toilet training. Anak usia 1-3

tahun yang berada pada fase anal yang ditandai dengan

berkembangnya kepuasan dan ketidakpuasan disekitar fungsi

eliminasi. Dengan mengeluarkan feses atau buang air besar timbul

rasa lega, nyaman dan puas. Kepuasan ini bersifat egosentrik

artinya anak mampu mengendalikan sendiri fungsi tubuhnya.


Hal yang perlu diperhatikan dan dalam fase anal adalah anak

mulai menunjukkan sifat egosentrik (memikirkan diri sendiri) dan

sifat narsitik (kecintaan pada sendiri).Tugas perkembangan yang

penting pada fase anal tepatnya saat anak umur 2 tahun adalah

toilet training agar anak dapat buang air secara benar.

3.Fase pra operasional

Menurut teori Piaget pada fase anak perlu dibimbing

dengan akrab, penuh kasih sayang tetapi juga tegas sehingga

anak tidak mengalami kebingungan. Bila orang tua mengenalkan

kebutuhan anak, maka anak akan berkembang perasaan

otonominya sehingga anak dapat mengendalikan otot-otot dan

rangsangan lingkungan (Nuryanti,2008).

2.2.3. Kemampuan Anak Usia 18-36 Bulan

Kemampuan anak usia 18-36 bulan sesuai dengan tugas

perkembangannya meliputi perkembangan motorik kasar dan halus,

perkembangan emosi, perilaku dan bicara, diantaranya sebagai berikut :

Usia 12-18 bulan anak dapat berjalan dan mengeksplorasi rumah serta

sekeliling rumah, anak dapat menyusun 2 atau 3 balok, dapat mengatakan

5 sampai 10 kata dan anak dapat memperlihatkan rasa cemburu dan rasa

bersaing.

Usia 18-24 bulan perkembangan anak yaitu anak dapat naik turun

tangga menyusun 6 kotak menunjuk mata dan hidungnya, menyusun 2

kata, belajar makan sendiri, dan menggambar garis dikertas atau pasir,
mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang air kecil, menaruh

minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang yang lebih besar dan

memperlihatkan minat kepada apa yang dilakukan anak lain dan bermain

dengan mereka.

Usia 2 sampai 3 tahun perkembangan anak tersebut yaitu belajar

meloncat, memanjat dan melompat dengan satu kaki, membuat jembatan

dengan satu kaki, membuat jembatan dengan 3 kotak, mampu menyusun

kalimat, menggunakan kata-kata saja, bertanya dan mengerti kata-kata

yang ditunjukkan kepadanya, menggambar lingkaran dan bermain

bersama anak lain dan menyadari adanya lingkungan lain di luar keluarga

(Soetjiningsih, 2014).

2.3. Konsep Toilet Training

2.3.1. Pengertian Toilet Training

Toilet training merupakan cara untuk melatih anak agar bisa mengontrol

buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB). Toilet training

merupakan sebuah usaha pembiasaan mengontrol buang air kecil(BAK)

dan buang air besar (BAB) secara benar dan teratur. Latihan ini hendaknya

di mulai pada waktu anak berusia 15 bulan dan kurang bijaksana bila anak

pada usia kurang dari 15 bulan di latih karena dapat menimbulkan

pengalaman pengalaman traumatic (Prinyoto,2015).

2.3.2. Waktu yang Tepat Memulai Toilet Training

Selama ini terdapat dua pendapat berbeda mengenai kapan waktu

terbaik untuk mulai mengajarkan toilet training pada anak. Pendapat


pertama menyebutkan untuk mengajari anak sedini mungkin, sedangkan

pendapat lain menyebutkan untuk menunggu hingga anak besar dan mulai

menunjukkan tanda siap.

Menurut Peter Stavinoha, bahwa usia tidak bisa dijadikan patokan untuk

menentukan kapan anak harus mulai diajarkan menggunakan toilet

training. Kuncinya adalah saat perkembangan fisik, emosi, dan psikologis

anak siap.

Waktu yang terbaik untuk melakukan toilet training adalah saat anak

berusia antara dua hingga tiga tahun. Studi terbaru merekomendasikan para

orang tua untuk mulai mengenalkan toilet training saat anak berusia 27-32

bulan. Anak yang baru mulai belajar menggunakan toilet diatas usia 3 tahun

cenderung lebih sering mengompol hingga usia sekolah. Sebaliknya, bila

memulai mengenalkan anak untuk BAK dan BAB di toilet sebelum anak

berusia 27 bulan justru lebih sering gagal.

Ada satu hal penting yang dapat dijadikan patokan adalah jika anak

sudah dapat mengontrol otot-otot kandung kemih dan pantatnya. Otot-otot

itu akan matang saat anak berusia antara 18 sampai 36 bulan. Inilah rentang

usia dimana latihan ke toilet dapat dimulai. Setidaknya setelah anak berusia

2 tahun (Tandry,2011)

Tanda kesiapan anak menjadi nyata setelah usia 18 bulan, dan umumnya

antara 24-36 bulan, yaitu :

1. Kesiapan fisik

a. Tanda bahwa badan anak menjadi siap untuk mengendalikan

fungsi BAB dan BAK.


b. Tetap kering. Salah satu tanda kesiapan adalah tetap kering untuk

beberapa jam. Contoh : anak sering tetap kering setelah tidur siang

atau saat bangun pagi hari.

c. BAK dalam jumlah yang lebih banyak. Anak yang mendekati tanda

kesiapan akan mulai BAK dalam jumlah yang lebih banyak, bukan

sedikit-sedikit menetes pada popok.

d. BAB menjadi dapat diperkirakan dan teratur. Orang tua akan mulai

melihat pola waktu anak BAB.

e. Anak menunjukkan keinginan untuk BAK atau BAB. Anak

umumnya akan menunjukkan tanda mereka akan BAK atau BAB.

Mereka mungkin menunjukkan wajah menjadi merah, mengernyit

atau membuat suara atau berhenti sementara dari aktivitas yang

sedang mereka lakukan. Beberapa tanda tersebut seringkali

menunjukkan kesadaran saat BAB atau BAK.

2. Kesiapan emosional

a. Keinginan untuk diganti. Anak menjadi tidak nyaman saat popok

mereka basah atau ada BAB dan meminta untuk diganti popoknya.

b. Keinginan untuk mengenakan calana dalam daripada popok.

c. Keinginan untuk mendapat privasi saat akan BAB atau BAK.

Banyak anak ingin sendiri saat akan BAK atau BAB. Hal ini juga

menunjukkan anak mampu menahan keinginan untuk BAB atau

BAK untuk waktu singkat.


3. Kesiapan umum

a. Mengikuti beberapa perintah sederhana. Anak sebaiknya dapat

mengerti dan mengikuti perintah sederhana. Anak sebaiknya juga

secara sukarela mau untuk bekerja sama dengan orang tua.

b. Berjalan dengan baik. Kemampuan berjalan merupakan hal yang

harus dimiliki, karena anak harus bisa berjalan ke toilet.

c. Memakai dan melepas celana. Anak harus dapat melepas

pakaiannya. Orang tua dapat membantu dengan menyediakan

pakaian yang mudah dilepas dan dipakai kembali.

d. Mengerti konsep penggunaan toilet. Anak harus mampu mengerti

apa kegunaan toilet dan karena itu maka penting untuk dipelajari.

2.3.3. Tahapan Toilet Training

Mengajarkan toilet training memerlukan beberapa tahapan:

1. Biasakan menggunakan toilet pada anak untuk buang air.

Mulailah dengan membiasakan anak masuk ke dalam WC.

Latih anak untuk duduk di toilet meski dengan pakaian

lengkap. Saat anak sedang membiasakan diri di toilet, berikan

penjelasan tentang kegunaan toilet, agar anak tidak takut di

toilet. Orang tua dapat menemaninya sambil membacakan buku

atau menyanyikan lagu kesayangannya.

2. Lakukan secara rutin pada anak ketika terlihat ingin buang air.

Sejak anak terbiasa dengan toiletnya, ajaklah anak untuk

menggunakannya. Biarkan anak duduk di toilet pada waktu-


waktu tertentu setiap hari, terutama 20 menit setelah bangun

tidur dan setelah makan. Bila pada waktu tersebut anak sudah

duduk di toilet namun tidak ingin buang air, ajak anak segera

keluar dari toilet. Jika anak mengompol, itu merupakan hal

yang normal. Orang tua tidak perlu khawatir dan memaksanya

bila anak tidak ingin ke toilet.

3. Pujilah bila anak berhasil, meskipun kemajuannya tidak secepat

yang diharapkan orang tua. Bila anak gagal melakukannya

segera bersihkan dan jangan menyalahkannya. Jadilah model

yang baik, agar anak lebih mudah mengerti. Contohkan

padanya bagaimana menggunakan toilet sehari-hari.

2.3.4. Metode Toilet Training

1. Membuat jadwal untuk anak.

Orang tua bisa menyusun jadwal dengan mudah ketika orang tua tahu

dengan tepat kapan anaknya biasa buang besar (BAB) atau buang air

kecil(BAK).Orang tua bias memilih waktu selama 4 kali sehari untuk

melatih anak yaitu pagi,siang,sore,dan malam bila orang tua tidak

mengetahui jadwal yang pasti buang air kecil(BAK) dan buang air

besar (BAB) anak.

2. Metode Lisan

Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan istruksi

pada anak dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air besar dan

kecil. Cara ini kadang-kadang merupakan hal biasa yang dilakukan

pada orang tua akan tetapi apabila kita perhatikan bahwa tehnik lisan ini
mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan

untuk buang air kecil dan buang air besar dimana dengan lisan ini

persiapan psikologis pada anak akan semakin matang dan akhirnya

anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil dan

buang air besar.

.3. Metode Modelling

Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air

besar atau memberikan contoh.Cara ini juga dapat dilakukan dengan

memberikan contoh-contoh buang air kecil dan buang air besar atau

membiasakan buang air kecil dan buang air besar secara benar. Dampak

yang jelek pada cara ini adalah apabila contoh yang diberikan salah

sehingga akan dapat diperlihatkan pada anak nantinya anak juga

mempunyai kebiasaan yang salah. Selain cara tersebut di atas terdapat

beberapa hal yang dapat dilakukan seperti melakukan observasi waktu.

(Priyoto, 2015).

2.3.5. Metode yang Tidak Berhasil dalam Toilet Training

Beberapa teknik bukan hanya tidak efektif, tetapi juga

membahayakan jiwa dan rasa percaya diri anak.

6 Memaksa

Menyuruh anak menggunakan toilet ketika dia tidak siap hanya akan

menimbulkan rontaan, tangisan dan kemarahan. Bahkan bisa

menyebabkan masalah fisik, seperti sembelit.

7 Mempermalukan
Anak-anak yang di permalukan dalam penggunaan toilet mungkin

dapat mengalami masalah saat pemakaian toilet dikemudian hari, tidak

hanya rasa bersalah, tingkah laku antisocial, juga rasa percaya diri yang

rendah. Jangan memanggil nama anak menggunakan bahasa yang

negative, mengolok-olok, atau menyebutnya dia bodoh jika dia tidak

menggunakan toilet.

8 Memukul

Hukuman badan mungkin terlihat mengubah tingkah laku anak

dalam jangka pendek, tetapi efeknya biasanya hanya sementara.Dan

memukul bisa menyebabkan rasa percaya diri yang rendah dan

kemunduran.Yang terbaik adalah menggunakan penguatan positif,

seperti pujian dan penghargaan.

9 Duduk Untuk Waktu yang Lama

Meyuruh anak duduk di toilet untuk waktu yang lama dapat

membuatnya membenci toilet dan ingin menghindari penggunaannya.

Anak mungkin menjadi bosan, gelisah, dan tidak mau bekerja sama,

dan dia mungkin mulai merusak usaha orang tua dengan mengompol di

celana sebelum orang tua berkesempatan untuk menaruhnya di toilet.

10 Air Mengalir

Air yang mengalir adalah teknik psikologis yang mungkin berhasil

untuk orang yang lebih tua sebagai respon yang terlatih, tetapi suara air

tidak berhasil untuk anak yang lebih kecil (Warner P, 2007: 16-17).
2.3.6. Kesalahan Utama dalam Toilet Training dan Penanganannya

1. Kehilangan kesabaran

Anak kecil adalah penyerap emosi.Mereka mudah tertular pesan-

pesan verbal maupun non verbal orang tua. Saat orang tua marah

atau jijik, mereka akan merasakan hal yang sama. Tentu saja, tidak

ada yang bisa menjadi orang tua yang tenang setiap saat.

Membersihkan kotoran anak bukan kegiatan yang menyenangkan

dan terus menerus mencuci baju kotor akan melelahkan. Namun,

mencoba untuk menyampaikan pesan bahwa memakai toilet adalah

proses alami. Gagal melakukannya dengan benar bukanlah kiamat,

dan toilet akan ada kapanpun anak merasa siap.

2. Menggunakan jadwal orang tua

Orang tua dapat menemukan banyak alas an untuk sesegera

mungkin melakukan latihan toilet kepada anak. Ini bisa berhasil,

apabila anak juga sama siapnya dengan orang tua, tapi memburu-

buru anak hanya akan membuat frustasi dan kecewa. Coba biarkan

anak siap memulai latihan toilet.

3. Mengingatkan terus

Jangan terus menanyakan anak ingin BAK atau BAB. Orang tua

memang seharusnya membantu mengingatkan kalau anak perlu ke

toile,tapi jangan berlebihan. Ajakan sekali dengan lembut sudah


cukup, walaupun bisa juga segera bertanya bila melihat anak sudah

mulai merasakan hasrat tersebut.

4. Bersikap inkonsisten

Perlu di tekankan betapa pentingnya konsistensi.Anak perlu

mendengar pesan yang sama berulang-ulang dan bila orang tua

memperbolehkannya mengompol di celana popok akan membuat

anak sulit mengerti kenapa ini tidak boleh lain waktu.

5. Bersikap berlebihan

Bila anak menyadari bahwa orang tua sering member pujian dan

dorongan setiap anak menggunakan toilet ia akan mengulanginya

lagi. Baiknya, ini menambah kesempatan belajarnya, tetapi juga

bisa sebagai cara untuk menarik perhatian orang tua. Bila anak

buang air akan membuat aktivitas berhenti dan meluangkan waktu

dan anak dapat memberikan tanda-tanda palsu. Berikan dorongan

dengan cara yang tenang dan terkontrol, dan beri ucapan selamat

bila anak berhasil buang air tanpa bantuan orang tua.

6. Memaksa anak duduk di toilet mini selama berjam-jam

Membiarkan anak duduk di toilet selama mungkin sampai

akhirnya buang air.Bila anak selama itu ditoilet, tentunya kebosanan

dan ketidak nyamanan duduk di toilet yang dingin dalam waktu

lama. Ini akan mendorong anak lebih memilih kehangatan popok.

Sebaliknya biarkan dia duduk selama yang ia mau, bisa dengan cara
membujuknya untuk duduk lebih lama dengan membacakannya

cerita atau memberikannya buku gambar disekitar toilet.

7. Mengurangi konsumsi cairan

Awalnya anak perlu banyak minum untuk membiasakan diri

buang air kecil ditoilet. Cukup cairan akan membantu untuk

memudahkan BAB. Kekurangan cairan akan menyakitkan anak saat

buang air dank arena sakit, mungkin anak akan berpikir lebih baik

ditahan-tahan yang akan jadi masalah nantinya.

8. Terlalu cepat memulai

Alasan yang baik kenapa harus cepat melatih anak menggunakan

toilet adalah karena anak sudah terlihat siap.

9. Menunda

Bila anak sudah meminta untuk memakai toilet mini dan sadar

kapan harus buang air kecil atau buang air besar lakukanlah

pelatihan sekarang. Jika orang tua mengabaikan hal itu maka anak

akan terbiasa mengabaikan pesan-pesan dari dalam tubuhnya, dan

proses belajarnya akan menjadi lebih lama dimasa depan.

10. Tidak mau menyerah

Orang tua perlu tahu kapan anak perlu istirahat.Saat orang tua

merasa marah dan frustasi atau anak terkesan kuat penolakannya,

mungkin sudah waktunya untuk berhenti sejenak.Tunggu sampai

kesabaran dan antusiasme orang tua dan anak kembali (Jane Gilbert,

2005).
2.3.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi toilet training

1. Faktor predisposisi

a. Pengetahuan orang tua

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi

setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu

melakukan penginderaan terjadi melalui indra manusia, sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata (penglihatan)

dan telinga (pendengaran) (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan tentang toilet training yaitu cara mengajarkan

latihan toilet training, dimulai tahu tanda-tanda kesiapan anak.

Orang tua perlu tahu cara mengajarkan toilet training dari tahap

awal sampai akhir (Wulan, 2008).

b. Sikap

Sikap adalah reaksi tertutup dari seseorang terhadap stimulus

atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya

kesesuaian reaksi stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari

merupakan rekasi yang bersifat emosional terhadap stimulus

social. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri ataupun

dari orang lain. Sikap terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu

terwujud dalam suatu tindakan nyata (Azwar, 2002).

Sikap dibagi dua yaitu:

1).Sikap tegas

Orang tua harus bersikap tegas saat mengajarkan toilet

training tidak sedikit orang tua kebingungan, merasa sudah


berupaya dengan berbagai cara tetapi tetap tidak ada

perubahan yang berarti. Salah satu penyebab

ketidakberhasilan dalam toilet training biasanya tidak lain

karena orang tua tidak bersikap inkonsisten.

(1) Sikap kompromi

Selain sikap tegas orang tua dituntut untuk bersikap

kompromi, jadi bukan pada semua aktifitas. Orang tua

bersikap ketat artinya orang tua perlu memilih-milih yang

perlu pengawasan ketat dan tidak. Selain itu wajib

menumbuhkan dalm diri anak tentang pemahaman atau

pengetahuan yang boleh dan tidak boleh dalam melakukan

toilet training (Wulan, 2008).

2).Kesiapan orang tua dan kesipan anak

Kesiapan anak sendiri yaitu kesiapan fisik, mental dan

psikologi. Faktor kesiapan orang tua juga memegang

peranan penting untuk melatih toilet training, dimulai dari

melatih anak untuk tidak mengompol siang hari, tidak

buang air besar di celana sampai tidak mengompol di

malam hari. Hal ini tentunya membutuhkan kesabaran

orang tua dalam melatih toilet training (Wulan, 2008).


2.3.8. Faktor yang mendukung toilet training

Faktor yang mendukung toilet training yaitu:

1. Terdapat WC atau kakus

WC atau kakus sebaiknya aman dan nyaman serta lantai tidak

licin agar anak tidak terjatuh atau kecelakaan dalam melakukan

latihan toilet training.

2. Komunikasi

Sampaikan pada anak bahwa saat ini anak sudah siap untuk

mulai belajar latihan buang air besar dan buang air kecil.

Komunikasikan semua proses latihan buang air besar dan buang

air kecil agar anak paham seperti sebelum BAB atau BAK

membuka celana terlebih dahulu, jongkok dan lau membersihkan

alat kelamin agar alat kelamin tetap bersih. Sampaikan pada anak

bila sudah bisa melakukan dengan baik dan berilah pujian, tetapi

jika belum bisa jangan mengejek anak.

3. Ayah atau kakak laki-laki

Ayah atau kakak laki-laki memberi contoh buang air besar

atau buang air kecil pada anak laki-laki atau adik laki-lakinya.

4. Ibu atau kakak perempuan

Ibu atau kakak perempuan memberi contoh buang air besar

atau kecil pada anak perempuan atau adik perempuannya

(Zaivera, 2008)
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA

3.1. Kerangka Konseptual

Perkembangan anak usia 24-36 bulan-


Teori Psikoseksual menurut Sigmund
Freud

Faktor-faktor yang
mempengaruhi toilet training : Fase Anal
1. Faktor predisposisi :
- Pengetahuan Orang
tua
- Kesiapan anak dan Toilet Training
Orang tua
2. Faktor Pendukung
- - Sikap
Sarana WC
- Komunikasi
- Ayah/kakak laki-
laki
- Ibu/kakak
perempuan
Konseling

Toilet Training
1.Membuat jadwal untuk anak
2. Metode Lisan
3. Metode Modelling

: Diteliti : Tidak Diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Pengaruh konseling pada ibu terhadap

metode toilet training pada anak usia 24-36 bulan.

32
Keterangan gambar :

Menurut Sigmund freud balita usia 24-36 memasuki fase anal.Dimana salah

satu salah tugas penting ny adalah toilet training.Toilet training pada balita

di pengaruhi oleh banyak factor antara lain factor predisposisi( pengetahuan

orang tua,kesiapan anak dan orang tua) dan factor pendukung (sarana

wc,komunikasi,Ayah/kakak laki laki,Ibu/kakak perempuan. Agar balita usia

24-36 berhasil toilet training,ibu sebaik nya mendapatkan intervensi berupa

konseling tentang metode toilet training,yaitu membuat jadwal untuk anak,

Metode lisan dan Metode modeling.

2.3 HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian (Sugiyono, 2011).

Ha : Ada pengaruh positif konseling pada ibu terhadap toilet training

anak usia 24 -36 bulan di desa Koncer Darul Aman.


BAB IV

METODE PENELITIAN

Dalam Bab IV ini akan disajikan tentang : desain penelitian; populasi, sampel,

kriteria sampel, dan teknik sampling; variabel penelitian; definisi operasional;

lokasi dan waktu penelitian; prosedur pengambilan data ; alat ukur yang

digunakan; pengolahan data dan analisis data; analisis penelitian; dan etika

penelitian.

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam

mengidentifikasi permasalahan sebelum akhir pengumpulan data

(Nursalam, 2008). Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

pra-eksperimental karena desain ini belum merupakan eksperimen sungguh

sungguh.masih terdapat variable luar yang ikut berpengaruh terhadap

terbentuknya variable dependen.jadi hasil experimen yang merupakan

variable dependen itu bukan semata mata dipengaruhi oleh variable

independen.Dengan bentuk rancangan one-group pre test post test, yaitu

padarancangan atau desain ini terdapat pretest,dengan demikian hasil

perlakuan dapat diketahui dengan lebih akurat,kerena dapat

membandingkandengan keadaan sebelum di beri perlakuan

(Sugiyono,2011).
4.2 Kerangka Kerja

Pengaruh Konseling Pada Ibu Terhadap Toilet Training


Balita Usia 24-36 Bulan Di Desa Koncer Darul
AmanDarul Aman Tahun 2015

Populasi : Balita usia 24-36 Di Desa Koncer


Darul Aman = 18 Anak

Teknik : Total Sampling

Sampel : 18 Anak

Pengambilan Data Dengan Kuisioner

Pengolahan Data : Editing,scoring, Coding,


Transfering, Tabulating

Analisa Data Di Uji Wilcoxon match pair test

Kesimpulan : (Ha) Di Terima : Ada Perubahan Toilet


Training Pada Anak Balita Usia 24 - 36 tahun Di Desa
Koncer Darul Aman

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Pengaruh Toilet Training Pada Balita Usia 24 36

bulan Di Desa Koncer Darul Aman Tahun 2015


4.3 Populasi, Sampel, Kriteria Sampel, dan Teknik Sampling

4.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek/obyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono,

2011).Pada penelitian ini populasinya adalah ibu-ibu yang mempunyai

balita usia 24-36 bulan di Desa Koncer Darul Aman Kecamatan

Tenggarang, sejumlah 18 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut.dalam penelitian ini peneliti memakai total

sampling/sampling jenuh.total sampling adalah tehnik penentuan sampel

bila semua anggota populasi di gunakan sebagai sampel.hal ini sering

dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil,kurang dari 30 orang,atau

penelitian yang ingin membuat generalisasi (Sugiyono, 2011).

Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 18 orang ibu yang mempunyai

balita usia 24-36 bulan.

4.3.3 Kriteria Sampel

1. Kriteria Inklusi

Ibu-ibu yang mempunyai balita usia 24-36 bulan di Desa Koncer

Darul Aman.

Balita usia 24-36 tahun di Desa Koncer Darul Aman.


Ibu ibu yang mempunyai balita usia 24-36 bulan di Desa Koncer

Darul Aman yang mau menjadi responden dengan menandatangani

surat persetujuan menjadi responden

2. Kriteria Eksklusi

Balita yang di rumah nya tidak memiliki WC.

Balita yang mengalami keterlambatan tumbuh kembang seperti

berjalan dan berbicara.

Ibu ibu yang mempunyai balita usia 24-36 di Desa Koncer Darul

Aman yang tidak bersedia menjadi responden.

4.3.4 Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan tehnik pengambilan sampling,untuk

menentukan sampel yang akan di gunakan dalam penelitian. Teknik

pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling yaitu tehnik

penentuan sampling bila semua anggota populasi sebagai sampel.

4.4 Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu. Variabel juga merupakan konsep dari berbagai level dari

abstrak yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau

manipulasi suatu penelitian (Nursalam, 2008 ).

4.4.1 Variabel Dependen

Variabel dependen (tergantung) adalah variabel yang nilainya

ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2008). Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah toilet training.


4.4.2 Variabel Independen

Variabel independen (bebas) adalah variabel yang nilainya menentukan

variabel lain (Nursalam, 2008). Variabel independen dalam penelitian ini

adalah konseling.
4.5 Definisi Operasional

Definisi Alat Skala Ukur


No Variabel Indikator Skor
Operasional Ukur
1. toilet Merupakan Toilet Training Kuisioner Ordinal Ya= 1

training metode yang Benar Dengan Tidak = 0

pra digunakan ibu 1.Membuat jadwal skala

konseling untuk melatih untukanak guttman

anak usia 24- 2. Metode Lisan

36 bulan BAK 3.Metode

dan BAB Modelling

secara

mandiri

sebelum

konseling

2. Metode Merupakan Metode Toilet Kuisioner Ordinal Ya = 1

toilet metode yang Training Tidak = 0

training digunakan ibu 1.Membuat jadwal

pasca untuk melatih untuk anak

konseling balita usia 24- 2.Metode Lisan

36 bulan BAK 3.Metode

dan BAB Modelling

secara

mandiri
setelah

diberikan

konseling .

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat : Poskesdes di Desa Koncer Darul Aman

Waktu penelitian : Akan dilaksanakan pada bulan February 2016

4.7 Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan pada subyek

dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2008).

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Peneliti melakukan studi pendahuluan terlebih dahulu kemudian

peneliti membuat skripsi penelitian.

2. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin dari institusi kepada kepala

Desa Koncer Darul Aman

3. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.

4. Peneliti memberikan informed consent untuk meminta persetujuan dari

peserta agar bersedia untuk menjadi responden.

5. Peneliti membagikan kuisioner pada responden (pretest). diberi

waktu pengisian selama 15 menit, setelah itu peneliti mengadakan

konseling Toilet Training kepada responden dalam waktu 30 menit

dengan metode ceramah.


6. Peneliti memberikan buku panduan toilet training kepada responden

untuk di praktekkan kepada anak nya yang berusia 24-36 bulan.


7. Setelah seminggu, Peneliti mengevaluasi proses toilet training yang

sedang berjalan, Dan memberikan konseling ulang bila ibu mengalami

kesulitan dalam toilet training anak nya.


8. Setelah 2 minggu responden akan di beri kuisioner lagi(post test)

tentang toilet training anaknya (Balita usia 24-36 bulan)

9. Olah data yaitu hasil pretes akan dibandingkan dengan hasil

postest tadi untuk mengetahui Pengaruh Konseling Ibu Terhadap

Toilet Training Anak usia 24-36 bulan.

4.8 Alat Ukur yang Digunakan

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Jenis

kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup, yang sudah disediakan

jawabannya sehingga responden tinggal memilih.

4.8.1 Uji Validitas

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang di gunakan untuk

mendapatkan data (mengukur) itu valid.Valid berarti instrumen tersebut

dapat di gunakan untuk mengukur apa yang seharus ny di ukur. Instrumen

yang valid harus mempunyai validitas internal dan eksternal. Instrumen

yang mempunyai validitas internal atau rasional, bila kriteria yang ada

dalam instrumen secara rasional (teoritis) telah mencerminkan apa yang

diukur. Instrumen yang mempunyai validitas eksternal bila kriteria di

dalam instrumen disusun berdasarkan fakta-fakta empiris yang telah ada.

Validitas internal instrumen yang berupa test harus memenuhi construct


validity (validitas konstruksi) dan content validity (validitas isi)

(Sugiyono, 2011).

Sebelum alat ukur penelitian digunakan, akan dilakukan pengujian

kelayakan alat ukur penelitian, dengan menggunakan responden uji coba

sejumlah 10 balita usia 24-36 bulan di Desa Koncer Kidul pada kuisioner

Pengaruh Konseling Ibu Terhadap Toilet Training Balita.

Teknik pengukuran validitas item adalah menggunakan formulasi korelasi

pearson product moment yaitu :

n xiyi( xi)( yi)


rxy= {n xi 2 2 2 2
( xi) }{n yi ( yi) }

Keterangan :

rxy = Koefisien korelasi antara skor item dengan skor total

x = jumlah skor item

y = jumlah skor total

n = jumlah responden

Hasil perhitungan angket yang telah di uji cobakan akan dibandingkan

dengan r tabel pada tingkat signifikansi 5% sehingga item dinyatakan

valid jika r hitung > r tabel dan tidak valid jika r hitung < r table.

Setelah dilakukan uji validitas pada tanggal 28 January dengan

menggunakan SPSS di dapatkan nilai r table 0,36 di dapatkan hasil soal

no 6,8,9 tidak valid. Sehingga soal yang tidak valid diganti dan

membutuhkan uji ulang.

4.8.2 Uji Reliabilitas


Instrumen yang reliable adalah instrument yang bila di gunakan

beberapa kali untuk mengukur objek yang sama,akan menghasilkan data

yang sama (Sugiyono,2011). Untuk mengukur tingkat reliabilitas

instrumen pada penelitian ini menggunakan uji Alpha. Besarnya tingkat

reliabilitas disebutkan dengan nilai koefisien alpha. Instrumen penelitian

dikatakan reliabel jika nilai koefisien alpha mendekati 0,6.

Sedangkan teknik yang digunakan untuk mengukur reliabilitas

angket adalah teknik alfa Cronbach yaitu


2
k b
r11= ( )
k1
(1 2 )
t

Instrumen

K = banyaknya soal

b2 = jumlah varians butir

2t = varians total Keterangan:

r11 = reliabilitas

Hasil perhitungan angket yang telah diujicobakan akan

dibandingkan dengan alfa Cronbach, jika hasil alfa Cronbach >0,6 maka

angket dikatakan reliabilitas (Arikunto, 2011).

Untuk mengukur Pengaruh Konseling Pada Ibu peneliti

menggunakan alat ukur kuisioner pada Ibu yang mempunyai anak usia

24-36 bulan dengan menggunakan pertanyaan close ended question

sebanyak 15 pertanyaan.
Dari uji reliabilitas pada tgl 28 January di dapatkan nilai reliabilitas

dengan cronbachs Alpha 0,719. Hasil Instrumen yg positif 0,6 di

katakan reliable. Jadi instrument tersebut reliable.

4.9 Pengolahan Data dan Analisis Data

4.9.1. Pengolahan Data

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data

yang diperoleh atau dikumpulkan.

2. Scoring

Scoring merupakan pengolahan data yang digunakan dengan

cara pemberikan skor dimana kalau benar diberi skor 1 dan jika

salah diberikan skor nol (0), selanjutnya jumlah skor yang

diperoleh dikalikan 100% dengan hasil berupa prosentase.

Dengan menggunakan rumus:

Sp
Sm
N= x 100 %

Keterangan :

N : Prosentase

Sp : Skor yang didapat

Sm : Skor yang diharapkan

3. Coding

Coding adalah proses yang dilakukan setelah pengumpulan data

dengan memberikan kode untuk mempermudah pengolahan data.


a. Data Umum
1) Untuk Umur yaitu :

Umur 17 - 25 tahun kode 0

Umur 26 - 35 tahun kode 1

Umur 36 45 tahun kode 2

2) Tingkat Pendidikan

SD kode 1

SMP kode 2

SMU kode 3

PT kode 4

3) Pekerjaan

1. Ibu Rumah Tangga kode 1

2. Pegawai (Negeri/Swasta) kode 2

3. Wiraswasta kode 3

4. Buruh kode 4

B. Data khusus

1) Toilet Training sebelum Konseling

Berhasil kode 1

Tidak berhasil kode 0

2) Toilet Training sesudah Konseling

Berhasil kode 1

Tidak berhasil kode 0

4. Transfering
Setelah seluruh kuisioner terisi penuh dan benar, Serta

melewati pengkodean data,maka selanjutnya dilakukan

transferring dengan memproses data agar dapat di analisis.

Pemrosesan data dapat dilakukan dengan cara memindahkan data

ke komputer untuk di analisa. Setelah itu dilakukan tahap

Cleaning( Pembersihan data ),dengan melakukan pengecekan

kembali data yang sudah di entri apakah ada kesalahan atau

tidak.setelah di lakukan pengecekan ternyata tidak ada kesalahan,

Sehingga data siap di sajikan.

5. Tabulating

Yakni membuat tabel data sesuai dengan tujuan penelitian atau

yang diinginkan peneliti (Notoatmojo, 2010).

4.9.2 Analisis Data.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap

variabel. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendiskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada

penelitian ini variabel independennya adalah Konseling dan

variabel dependennya adalah Toilet Training pada balita usia 24

36 bulan akan dianalisis dengan menggunakan distribusi

frekuensi dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

(Notoatmodjo, 2010).

2. Analisa Bivariat
Analisis Bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap

dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi

(Notoatmodjo, 2010). Tujuan analisis bivariat yaitu untuk

mengetahui Pengaruh Konseling Pada Ibu Terhadap Toilet Training

Anak usia 24 -36 bulan di Desa Koncer Darul Aman Kabupaten

Bondowoso dengan uji Non parametris dengan jenis uji statistic

Wilcoxon match pair Test uji analisis menggunakan soft ware

program SPSS 17. Dengan taraf kesalahan 5%, taraf kepercayaan


95% dan dk:1, maka harga tabel=3,841.


Ho diterima (ha ditolak) apabila hitung <

tabel,dengan dk : 1

Ho ditolak (ha diterima) apabila hitung >

tabel,dengan dk : 1

.
4.10 Etika Penelitian

4.10.1 Persetujuan Responden (Right to Self Determination)

,dijamin oleh Responden mempunyai hakuntuk memutuskan apakah

mereka berkenan menjadi responden atau tidak,tanpa adanya sangsi

apapun terhadap dirinya.

4.10.2 Lembar persetujuan.

Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian, kemudian

memberikan lembar persetujuan. Jika bersedia,responden menandatangani

lembar persetujuan,namun jika responden tidak bersedia, peneliti tidak

memaksa dan tetap akan menghormati haknya.

4.10.3 Tanpa Nama (Anonomity)

Nama ibu yang menjadi responden tidak perlu di cantumkan di lembar

pengumpulan data.hanya nomor kode yang digunakan sebagai identitas

responden.

4.10.4 Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi yang di berikan oleh responden,di jamin oleh

peneliti. Hanya data tertentu yang akan di sajikan pada hasil penelitian

dengan tetap menjaga privasi dan nilai nilai keyakinan responden.


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Pada bab ini diuraikan hasil dari penelitian yang telah dilakukan didesa

Koncer Darul AmanKecamatan Tenggarang Kabupaten Bondowoso. Data yang

diperoleh akan disajikan dalam bentuk narasi, tabel, pie dan grafik. Pada

penyajian hasil dibagi dalam dua bagian yaitu gambaran lokasi penelitian,

meliputi karakteristik tempat penelitian dan umur responden, pekerjaan, dan

pendidikan terakhir, Sedangkan data khusus meliputi data toilet training balita

sebelum dan sesudah diber ikan konseling. Data tersebut kemudian akan

dilakukan dengan pembahasan mengenai hasil yang telah didapatkan sesuai

dengan teori yang telah dikemukakan sebelumnya.

Hasil Penelitian

Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan didesa Koncer Darul Aman Kecamatan

Tenggarang Kabupaten Bondowoso, yang terletak di Jalan Khairil Anwar

Kecamatan Tenggarang. Desa Koncer Darul Aman Kecamatan Tenggarang

Kabupaten Bondowoso terdiri dari 3 dusun, 4 Rukun Warga dan 8 Rukun

Tetangga. Jumlah keseluruhan balita usia 24 -36 bulan di Desa Koncer

Darul Aman sebanyak 18 balita.

Batas sebelah Utara : Desa Bataan

Batas sebelah Selatan : Desa Koncer Kidul dan Sumber Salam


Batas sebelah Barat : Kelurahan Tamansari

Batas sebelahTimur : Desa Kajar

Data Umum

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

22%

17-25th
8; 44% 33%
26-35th
36-45th

Sumber: Data Primer, angket penelitian 2016

Gambar 5.6 Diagram Pie distribusi responden berdasarkan Umur Ibu balita
usia 24-36 bulan di desa Koncer Darul Aman Kecamatan
Tenggrang Bondowoso

Berdasarkan gambar 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar

umur responden yaitu 8 orang (45%) memiliki umur 26 tahun sampai

35 tahun.

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

100%; 6% 300%; 17%


100%; 6%

buruh irt pegawai wiraswasta


1300%; 72%
Sumber: Data Primer, angket penelitian 2016

Gambar 5.2 Diagram Pie distribusi responden berdasarkan Pekerjaan Ibu


Balita usia 24- 36 bulan di desa Koncer Darul Aman Kecamatan
Tenggrang Bondowoso

berdasarkan gambar 5.2 menunjukkan bahwa hampir seluruh

pekerjaan responden yaitu 23 orang (72%) memiliki pekerjaan sebagai

ibu rumah tangga.

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

200%; 11%
100%; 6%
700%; 39%

SD SMP SMA
800%; 44% PT

Sumber: Data Primer, angket penelitian 2016

Gambar 5.3 Diagram Pie distribusi responden berdasarkan Pendidikan Ibu


balita usia 24-36 bulan di Desa Koncer Darul Aman Kecamatan
Tenggrang Bondowoso

Berdasarkan gambar 5.3 menunjukkan bahwa hampir setengah

pendidikan terakhir responden yaitu 8 orang (44%) dengan tingkat

Sekolah Dasar (SD).

Data Khusus

Dalam data khusus ini akan ditampilkan data toilet training balita

usia 24-36 bulan sebelum dan sesudah mendapatkan konseling yang

didapatkan dari angket.


1. Toilet training balita usia 24-36 Sebelum Diberikan Konseling
diDesa Lojajar Kecamatan Tenggarang Kabupaten Bondowoso

300%; 17%
1500%; 83%
bisa tidak bisa

Sumber: Data Primer, angket penelitian 2016

Gambar 5.4 Diagram Pie distribusi responden berdasarkan toilet training


balita Sebelum Diberikan Konseling diDesa Koncer Darul Aman
Kecamatan Tenggrang Bondowoso

Berdasarkan gambar 5.4 menunjukkan bahwa hampir seluruh

dari responden yaitu 15 balita (83%) belum bisa melakukan toilet

training.

2. Toilet Training balita setelah Diberikan Konseling di Desa


Koncer Darul Aman Kecamatan Tenggarang Kabupaten
Bondowoso

200%; 11%

bisa
1600%; 89% tidak bisa

Sumber: Data Primer, angket penelitian 2016


Gambar 5.5 Diagram Pie distribusi responden berdasarkan Toilet training
balita Sesudah Diberikan Konseling diDesa Koncer Darul Aman
Kecamatan Tenggrang Bondowoso
Berdasarkan gambar 5.5 menunjukkan bahwa hampir seluruh

responden yaitu 16 balita (89 %) bisa melakukan toilet training

3. Tabulasi Silang Pengaruh Konseling pada ibu terhadap toilet


training balita 24-36 bulan diDesa Koncer Darul Aman
Kecamatan Tenggarang Kabupaten Bondowoso

Tabel 5.3 Tabulasi silang pengaruh konseling pada ibu terhadap toilet
training balita usia 24-36 bulan di Desa Koncer Darul Aman
Kecamatan Tenggarang Kabupaten Bondowoso

Toilet Training Balita usia total


24-36 bulan
Tidak bisa Bisa

F % F % F %
Sebelum 15 83,33 3 16.6% 18 100 %
Konseling %
Sesudah 2 11.1% 16 88,9% 18 100 %
Konseling
Z = -3.606 = .000 = 0,05
Sumber: Data Primer, angket penelitian 2016

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa hampir seluruh

balita belum bisa melakukan toilet training sebelum diberikan

konseling dengan jumlah 15 responden (83,33%). Sedangkan balita

yang bisa melakukan toilet training setelah diberikan konseling pada

ibu dengan jumlah 16 responden (88.9%). Dengan nilai Z = -3.606 dan

= .000 menggunakan tingkat = 0,05.

5.2 Analisis Data

Hasilanalisa data dengan menggunakan uji Wilcoxon dengan bantuan

Program SPSS 17 dan di dapatkan nilai Z = -3,606 = 0,000 yang artinya

lebih kecil dari = 0,05, sehingga H1 diterima. Kesimpulan dari hasil uji

analisa data adalah ada pengaruh konseling pada ibu hamil terhadap toilet
training anak usia 24-36 bulan di Desa Koncer Darul Aman Kecamatan

Tenggarang Kabupaten Bondowoso.


BAB VI

PEMBAHASAN

Dalam bab ini peneliti akan melakukan pembahasan terhadap data hasil

penelitian mengenai pengaruh konseling pada ibu terhadap toilet training

balita usia 24-36 bulan di Desa Koncer Darul Aman.

Bab ini akan membahas mengenai metode toilet training balita usia 24-

36 bulan sebelum konseling di Desa Koncer Darul Aman tahun 2016, toilet

training balita usia 24-36 bulan sesudah konseling dan pengaruh konseling

pada ibu terhadap toilet training balita usia 24-36 bulan di Desa Koncer D

arul Aman dengan pembahasan sebagai berikut:

6.1 Toilet Training Balita usia 24-36 bulan sebelum ibu mendapat

konseling di desa Koncer Darul Aman Kecamatan Tenggarang

Kabupaten Bondowoso tahun 2016

Berdasarkan gambar 5.4 menunjukkan 15 responden (83,33%)

belum bisa melakukan toilet training sebelum di lakukan konseling pada

ibu. Hal ini tentunya di pengaruhi oleh banyak faktor dan kesalahan

kesalahan dalam pelaksanaannya.

Menurtut teori, ada beberapa faktor yang mempengaruhi toilet

training yaitu pertama faktor predisposisi meliputi: pengetahuan, dimana

orang tua perlu tahu cara mengajarkan toilet training dari tahap awal

sampai akhir (Wulandari, 2001). Sikap, sering diperoleh dari pengalaman

sendiri ataupun dari orang lain (Azwar, 2002). Kesiapan orang tua dan

kesiapan anak, kesiapan orang tua memegang peranan penting untuk

melatih toilet training, hal ini tentunya membutuhkan kesabaran orang tua
dalam melatih toilet training, kesiapan anak sendiri yaitu kesiapan fisik,

mental dan psikologi (Wulandari, 2009).

Kesalahan kesalahan utama dalam toilet training antara lain

kehilangan kesabaran, Menggunakan jadwal orang tua, mengingatkan

terus, bersikap inkonsisten, bersikap berlebihan, memaksa anak duduk di

toilet mini selama berjam jam, mengurangi konsumsi cairan, Terlalu cepat

memulai, menunda dan tidak mau menyerah.

Pada penelitian ini balita usia 24-36 bulan sebelum diberikan

konseling toilet training pada ibu, sebanyak 15 balita (83%) belum bisa

melaksanakan toilet training karena secara umum ilmu yang didapat

masih belum cukup untuk memberikan wawasan luas dalam menetukan

sikap, serta tidak mempunyai pengalaman tentang cara toilet training

yang benar pada anaknya.

6.4 Toilet training balita usia 24-36 bulan sesudah mendapat konseling

pada ibu di Desa Koncer Darul Aman Kecamatan Tenggarang

Kabupaten Bondowoso

Berdasarkan gambar 5.5 menunjukkan bahwa 16 balita (89%)

bisa melakukan toilet training dengan benar dan tepat.

Tujuan konseling antara lain Membantu klien memecahkan

masalah, meningkatkan individu dalam pengambilan keputusan secara

cepat mengubah perila yang salah penyesuaian, Membantu pemenuhan

kebutuhan klien, meliputi menghilangkan perasaan yang

menekan/mengganggu dan mencapai kesehatan mental yang positif dan


Mengubah sikap dan tingkah laku yang negatif menjadi positif dan yang

merugikan klien menjadi menguntungkan klien (Wulandari, 2010)

Pengetahuan ibu berpengaruh terhadap keberhasilan toilet

training. Hal ini didukung oleh teori Notoatmodjo (2010), yaitu

Pendidikan berpengaruh pada pengetahuan ibu baik dalam kehidupan

rumah tangga, bermasyarakat, berorganisasi dan dalam hal perilaku

terutama dalam hal penerapan toilet training pada anak usia toddler,

apabila pendidikan ibu rendah akan berpengaruh pada pengetahuan

tentang penerapan toilet training sehingga berpengaruh pada cara melatih

secara dini penerapan toilet training.

Bidan sebagai konselor bisa dimanfaatkan oleh para orang tua

pentingnya toilet training. Dengan adanya informasi yang jelas maka

orang tua menjadi tahu dan dapat mengambil sikap yang tepat dalam

pelaksanaan toilet trainingsehingga anak dapat melewati pelatihan ini dan

dpat berkembang sesuai dengan tugas perkembangannya dan tidak terjadi

penyimpangan-penyimpangan perilaku apabila pelatihan toilet training

tidak tepat.

Sedang pada balita yang tidak bisa melakukan toilet training di

karenakan pola pengasuhan yang tidak sepenuh nya di laksanakan oleh

orang tua, melainkan di asuh oleh nenek atau dititipkan orang lain

sehingga terjadi perbedaan pola asuh di antara keduanya.


6.5 Pengaruh Konseling Pada Ibu Terhadap Toilet Training Balita Usia

24-36 di Koncer Darul Aman Kecamatan Tenggarang Kabupaten

Bondowoso

Hasil analisa data dengan menggunakan uji Wilcoxon dengan

bantuan perhitungan statistik dengan menggunakan programSPSS 17

mengenai Pengaruh Konseling pada ibu terhadap toilet training balita

usia 24-36 bulan di Desa Koncer Darul Aman Kecamatan Tenggarang

Kabupaten Bondowoso dengan nilai Z = -3,606 pada derajat

kemaknaan= 0,000, didapatkan nilai= 0,000, dimana = 0,000 <=

0,05 sehingga hipotesa diterima. Kesimpulan dari hasil uji analisa data

adalah menunjukkan bahawa ada pengaruh konseling pada ibu terhadap

toilet training balita usia 24-36 bulan di Desa Koncer Darul Aman

Kecamatan Tenggarang Kabupaten Bondowoso.

Konseling merupakan proses pemberian informasi obyektif dan

lengkap, dilakukan secara sistematik dengan panduan

komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan

pengetahuan klinik yang bertujuan untuk membantu seseorang

mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi, dan

menentukan jalan keluar atau upaya mengatasi masalah tersebut

(Saefudin, 2012).

Hasil penelitian di pengaruhi oleh kefektifan proses

konseling. Konseling dilakukan dengan cara mendatangi rumah balita

yang menjadi responden, sehingga peneliti benar benar mampu

menggali permasalahan dan membantu responden dalam mengubah


perilaku yang salah dan belajar membuat keputusan yang tepat tentang

toilet training balitanya.

Dalam melakukan konseling,peneliti menggunakan alat bantu buku

panduan toilet training yang berisi instrument pelatihan toilet training,

sehingga ibu dapat mengontrol toilet training anaknya dan informasi

yang diberikan saat konsultasi dapat diperoleh secara terus menerus dan

berkesinambungan.

Penelitian sejenis pernah dilakukan dengan judul Pengaruh

Konseling Gizi Individu terhadap Pengetahuan Gizi Ibu dan Perbaikan

Status Gizi Balita Gizi Buruk di Kota Sorong Irian Jaya. Hasil

Penelitian tersebut adalah ada pengaruh konseling gizi individu

terhadap pengetahuan gizi ibu dan perbaikan status gizi. Penelitian

yang berjudul Pengaruh Konseling Proses Menyusui Pada Suami

Terhadap Pemberian ASI Ekslusif di Kabupaten Gunung Kidul, juga

mendapatkan hasil bahwa ada pengaruh konseling proses menyusui

pada suami terhadap terhadap pemberian ASI ekslusif.

Hasil Penelitian ini dan penelitian penelitian sebelumnya yang

relevan, dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh Konseling pada ibu

terhadap toilet training balita usia 24-36 bulan.

Toilet training memang belum banyak dipahami di kalangan

masyarakat, hal ini di sebabkan karena informasi tentang toilet training

tidak dikenalkan secara umum di masyarakat sedangkan fenomena yang

terjadi akibat dari informasi tentang toilet training tidak di ajarkan


secara benar tidak sedikit dampak negative yang ditimbulkan secara

langsung.

Tindakan konseling memberikan ibu tambahan informasi dan

pengetahuan yang mempengaruhi ibu dalam bersikap yang lebih baik

dalam memberikan toilet training pada anak usia 24-36 bulan.

Konseling yang benar dan tepat tentang toilet training harus di dapatkan

ibu, sehingga ibu dapat menyiapkan dan memberikan toilet training

pada anak dengan baik. Kegagalan dalam toilet training dapat

berpengaruh terhadap perkembangan anak pada tahapan usia

selanjutnya.
BAB VII

PENUTUP

7.3 Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang pengaruh konseling pada ibu terhadap toilet

training balita usia 24-36 bulan di Desa Koncer Darul Aman Kecamatan

Tenggarang Kabupaten Bondowoso terhadap 18 responden penulis mendapat

kesimpulan sebagai berikut :

7.3.1 Berdasarkan hasil tabulasi didapatkan hampir seluruh responden yaitu 15

balita usia 24-36 bulan (83,33%) belum bisa melakukan toilet training

dengan benar dan tepat

7.3.2 Berdasarkan hasil tabulasi didapatkan hampir seluruh responden yaitu 16

responden (88,9%) bisa melakukan toilet training dengan benar sesudah

mendapatkan koneling pada ibu

7.3.3 Ada pengaruh konseling pada ibu terhadap toilet training pada anak usia

24-36 bulan dengan nilai P value 0,000 (P value < 0,05)

7.4 Saran

7.2.4 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran atau informasi bagi

institusi terutama tentang pengaruh konseling pada ibu terhadap toilet

training pada anak usia 24-36 bulan


7.2.5 Bagi Profesi Bidan

Diharapkan profesi bidan agar lebih meningkatkan perhatian

dalam memberikan konseling kepada ibu balita usia 24-36 bulan untuk

memotivasi dan memberikan ilmu tentang cara melatih anak toilet training

yang baik.

7.2.6 Bagi Tempat Penelitian

Sebagai bahan pertimbangan bagi desa lain khususnya dalam

menentukan program-program yang dapat menyebarluaskan informasi

tentang konseling pada ibu tentang toilet training anak usia 24-36 bulan,

sehingga di harapkan dapat meningkatkan angka desa ODF

7.2.5 Bagi Responden

Dapat menambah wawasan, ilmu dan pengetahuan tentang Toilet Training

yang benar dan tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S. (2011) Prosedur Penelitian-Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rhineka Cipta
Alexandra, Vermandel. 2008. Toilet Training of Healthy Young Toddlers:
Randomized Trial Between a daytime wetting Alarm and Timed Potty
Training. Journal of Developmental & Behavior Pediatrics, 29(3):191-
196

Crain, William. (2007) Teori Perkembangan, Konsep dan Aplikasi, Edisi Ketiga.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gilbert, Jane. (2005) Latihan Toilet. Jakarta: Erlangga

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2012) Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:


Salemba Medika

Pieter & Janiwarti, (2013) Pendidikan Psikologi untuk Bidan, Suatu teori &
Terapannya. Yogyakarta: Andi

Kiddo,D.A (2012) Toilet training children: When to start and how to


train,Canadian Medical Association journal,184 (5) 511-511

Kurniawati, F.2008. Eneuresis.Buletin Penelitian RSU dr. Soetomo,89-95

Latipun. (2015) Psikologi Konseling. Malang: UMM Press

Machfoedz, Ircham. (2007) Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi


Kesehatan Masyarakat. Yogya: Fitramaya

Nursalam. (2008) Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Nursalam. (2013) Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan
Bidan). Jakarta: Salemba Medika

Notoatmodjo. (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta


Musfiroh, Mujahidatul. (2014), Peyuluhan Terhadap Sikap Ibu dalam

Membarikan Toilet Training Pada Anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat

Melysari. 2011. Tanda-Tanda Mulainya Toilet Training Pada Anak.


http//:www.duniailmukeperawatan.blogsport.com.Diakses pada tgl 18 April
2016

Putra, Zulfkar. (2011). Fase-fase Perkembangan Psikoseksual.


<http//id.shvoong.com> (di akses 2 januari 2016)

Prinyoto, (2015).Perubahan Dalam Perilaku Kesehatan. Jakarta:Graha Ilmu

Santoso, Rina. (2015). Cara Cepat Toilet Training untuk Sang Buah Hati.
https//books.google.co.id

Santrock, John W. (2011) Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga

Soetjiningsih, (2014) Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Sugiyono. (2011) Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

Tandry,2011. Mengenal Tahap Tumbuh Kembang Anak & Masalahnya.Jakarta:


Libri

Warner, Penny. (2007) Mengajari Anak Pergi ke Toilet. Jakarta: Arcan

Wulandari,2009. Komunikasi dan konseling dalam praktek kebidanan. Jakarta:


Nuha Medika

Wulan. (2008) Mengajari si kecil Toilet Training. <http://wistara.wordpress.com>


(diakses 2 januari 2016)

Zaivera, Ferdinand.2008, Mengenali dan Memahami Tumbuh Kembang Anak,


Jogyakarta: Kata Hati
Melysari. 2011. Tanda-Tanda Mulainya Toilet Training Pada Anak.
http//:www.duniailmukeperawatan.blogsport.com.Diakses pada tgl 18
April 2016

Lampiran 1
JADWAL KEGIATAN
o January February Maret April M
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
. Pengajuan dan Konfirmasi
pada pembimbing
. Konfirmamsi Judul

. Penelusuran literatur dan


pengajuan skripsi
. Seminar skripsi

. Revisi dan Persetujuan


Skripsi Oleh Pembimbing
. Pengajuan ijin penelitian
dan pelaksanaan penelitian
. Penulisan Laporan
Penelitian
. Pendaftaran Ujian KTI

. Ujian Akhir Program (KTI)


Lampiran 2
PENGANTAR KUESIONER
Judul Penelitian : Pengaruh Konseling Pada Ibu Terhadap Toilet Training
Pada Balita Usia 24-36 Bulan Di Desa Koncer Darul
Aman Tahun 2015
Peneliti : Zakiyah Hadi
Pembimbing : 1) Iin Aini Isnawati, S. Kep. Ns,M. Kes
2) Pasidi Sidiq, S. Kep. Ns,M. Kes
Responden yang terhormat,
Saya adalah mahasiswa semester 1 pada Program Studi D-IV Bidan
Pendidik STIKES Hafshawaty Zainul Hasan Genggong Probolinggo. Dalam
rangka menyelesaikan tugas skripsi saya bermaksut mengadakan penelitian
dengan judul Pengaruh Konseling Pada Ibu Terhadap Toilet Training Pada Balita
Usia 24-36 Bulan Di Desa Koncer Darul Aman Tahun 2015.
Saya berkeyakinan bahwa penelitian ini memberi manfaat yang luas, baik
bagi institusi, mahasiswa maupun asyarakat pada umumnya.
Apabila saudara bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian saya,
silahkan menandatangani persetujuan untuk menjadi obyek penelitian .
Atas kerjasamanya kami ucapkan terimaksih.
Probolinggo,.
Mengetahui
Pembimbing I Peneliti

Iin Aini Isnawati, S. Kep. Ns,M. Kes Zakiyah Hadi


Lampiran 3
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Saya telah mendapatkan penjelasan dengan baik mengenai tujuan dan


manfaat penelitian yang berjudul Pengaruh Konseling Pada Ibu Terhadap Toilet
Training Pada Balita Usia 24-36 Bulan Di Desa Koncer Darul Aman Tahun 2015
Saya mengerti bahwa saya akan diminta untuk mengisi kuesioner dan menjawab
pertanyaan tentang perasaan dan harapan saya, yang membutuhkan waktu 15
menit. Saya mengerti bahwa resiko yang akan terjadi pada penelitian ini tidak ada.
Apabila ada pertanyaan yang memberikan respon emosional maka penelitian akan
dihentikan, dan peneliti akan memberikan dukungan.
Saya mengerti bahwa catatan mengenai data penelitian akan dirahasiakan,
dan kerahasiaan ini dijamin. Informasi mengenai identitas saya tidak akan ditulis
pada instrumen penelitian dan akan disimpan dengan dengan sebaik- baiknya.
Saya mengerti bahwa saya berhak menolak untuk berperan serta dalam
penelitian ini atau mengundurkan diri dari penelitian ini setiap saat tanpa adanya
sanksi atau kehilangan hak-hak saya.
Saya telah diberi kesempatan untuk bertanya mengenai penelitian ini atau
mengenai peran serta saya dalam penelitian dan telah mendapatkan keterangan
dari peneliti dengan memuaskan. Saya secara sukarela dan sadar bersedia mejadi
responden penelitian dengan menandatangani surat persetujuan menjadi
responden penelitian.
Probolinggo,..
Peneliti Responden

Zakiyah Hadi (.)

Saksi

(..)
Lampiran 4
PERNYATAAN TELAH MELAKSANAKAN INFORMED CONSENT

Yang bertanda tangan dibawah ini,


Nama : Zakiyah Hadi
Nim : 15301.07.15046
Prodi : D-IV Kebidanan
Menyatakan bahwa saya telah melaksanakan proses pengambilan data penelitian
sesuai dengan yang disetujui pembimbing dan telah memperoleh pernyatan
kesediaan dan persetujuan responden sebagai sumber data.
Prob,.
.
Mengetahui
Pembimbing I Yang membuat pernyataan,

Iin Aini Isnawati, S.Kep. Ns,M.Kes Zakiyah Hadi


Lampiran 5
KUESIONER PENELITIAN

Pengaruh Konseling Pada Ibu Terhadap Toilet Training Pada Anak Usia 24-36
Bulan di Desa Koncer Darul Aman tahun 2015

I. Identitas Responden
1. Nomor Urut* : ........................

2. Nama : ....

3. Usia : ............. Tahun

4. Jenis Pekerjaan** :

1. Ibu Rumah Tangga

2. Pegawai (Negeri/Swasta)

3. Wiraswasta

4. Buruh

5. Pendidikan Terakhir** :

1. SD

2. SMP

3. SMA

4. Sarjana

Keterangan : *) diisi oleh peneliti **) pilih salah satu sesuai dengan status anda
Kuesioner Penelitian

Beri tanda cheklist ( ) pada pernyataan yang sesuai dengan pendapat anda :
Keterangan :
1. YA

2. TIDAK
Pernyataan YA TIDAK
1. Orang tua mengajarkan pada anak untuk jongkok dari waktu 5
sampai 10 menit tanpa berdiri dulu.
2. Apakah anak mampu mengkomunikasikan secara verbal dan
nonverbal jika merasa ingin berkemih?
3. Apakah anak merasa tidak betah dengan kondisi basah dan
adanya benda padat dicelana?

4. Apakah anak berhasil bangun tidur tanpa mengompol?


5. Apakah anak mampu tidak mengompol dalam waktu beberapa
jam sehari minimal 3 sampai 4 jam?

6. Apakah pada perkembangan anak, anak mampu berjalan,


melompat, dan jongkok dengan sendirinya tanpa bantuan orang
lain?
7Apakah anak merasa ketakutan bila masuk ke dalam kamar
mandi?
8. Orang tua melatih untuk merangsang rasa mengejan dalam
waktu 5 sampai 10 menit.
9.Orang tua mendudukkan anak di toilet atau pot yang bisa
diduduki dengan cara menapakkan kaki dengan kuat pada lantai
sehingga dapat membantunya untuk mengejan.
10.Orang tua mengajarkan anak untuk memakai dan melepas
celana sendiri.
11.Orang tua memberikan contoh bagaimana cara melakukan
eliminasi dengan baik dan benar.
12.Orang tua mengajarkan pada anak untuk mengucapkan kata-
kata yang berhubungan dengan BAK dan BAB.
13.Orang tua selalu melibatkan diri dalam proses toilet training
anak.
14.Orang tua melakukan rutinitas ke kamar mandi sebelum tidur
pada anak.
15.Orang tua sering memuji anak saat anak melakukan BAK dan
BAB dengan baik dan benar.

Lampiran 6

SATUAN ACARA KONSELING


Pokok Bahasan : Toilet Training

Sub Pokok Bahasan : Metode Toilet Training

Sub-Sub Pokok Bahasan : - Membuat jadwal untuk anak

- Metode Lisan

- Metode Modelling

Metode yang tidak berhasil:

- Memaksa

- Mempermalukan

- Memukul

- Air Mengalir

- Duduk untuk waktu yang lama

Sasaran : 1. Ibu-ibu yang memiliki balita usia 24-36 bulan.

2. Balita usia 24 -36 bulan

Tempat : Ponkesdes Koncer Darul Aman

Analisa Situasi :

1. ANALISA SITUASI

Peserta

Nama :

Umur : tahun

Pendidikan :

Pekerjaan :

2. TUJUAN

I Tujuan Umum
Ibu-ibu dapat mengisi kuesioner sebelum dan setelah diberi konseling

Balita dapat mengikuti Toilet Training

II Tujuan Khusus

Setelah diberi konseling diharapkan ibu-ibu mampu memahami tentang metode-

metode toilet training, sehingga diharapkan ibu-ibu mampu menerapkan metode

toilet training dengan benar.

3. MEDIA/ALAT BANTU

Media : Buku Panduan Toilet Training

4. KEGIATAN KONSELING

No Tahap Waktu Kegiatan Peserta


1 Pembukaan 20 Salam Menjawab salam
menit Perkenalan Pre test
2 Pengembangan 30 Menyampaikan meteri Mendengarkan
menit tentang metode toilet dengan antusias
training Berpendapat
Tanya jawab

3 Penutup 10 Membuat kesimpulan Menjawab salam


menit
5. MATERI

Terlampir

6. RENCANA EVALUASI

I. Evaluasi Proses

1. Diharapkan kegiatan konseling berlangsung interaktif dilihat dari ibu

yang bertanya.

2. Kehadiran ibu.
II. Evaluasi Hasil

1. Klien memahami materi yang disampaikan dan mampu menjawab

pertanyaan dengan benar.

2. Klien dapat mengisi kuisioner yang diberikan sebelum dan setelah

konseling.

3. Balita usia 24-36 bulan berhasil melaksanakan toilet training.


Lampiran 7

MATERI KONSELING

1. Toilet training merupakan suatu proses untuk mengajarkan kepada anak-anak

untuk buang air di kamar mandi (WC).

2. Waktu yang Tepat Memulai Toilet Training

Selama ini terdapat dua pendapat berbeda mengenai kapan waktu terbaik untuk

mulai mengajarkan toilet training pada anak. Pendapat pertama menyebutkan untuk

mengajari anak sedini mungkin, sedangkan pendapat lain menyebutkan untuk

menunggu hingga anak besar dan mulai menunjukkan tanda siap.

Menurut Peter Stavinoha, bahwa usia tidak bisa dijadikan patokan untuk

menentukan kapan anak harus mulai diajarkan menggunakan toilet. Kuncinya adalah

saat perkembangan fisik, emosi, dan psikologis anak siap.

Waktu yang terbaik untuk melakukan toilet training adalah saat anak berusia antara

dua hingga tiga tahun. Studi terbaru merekomendasikan para orang tua untuk mulai

mengenalkan toilet training saat anak berusia 27-32 bulan. Anak yang baru mulai

belajar menggunakan toilet diatas usia 3 tahun cenderung lebih sering mengompol

hingga usia sekolah. Sebaliknya, bila memulai mengenalkan anak untuk BAK dan

BAB di toilet sebelum anak berusia 27 bulan justru lebih sering gagal.

Ada satu hal penting yang dapat dijadikan patokan adalah jika anak sudah dapat

mengontrol otot-otot kandung kemih dan pantatnya. Otot-otot itu akan matang saat

anak berusia antara 18 sampai 36 bulan. Inilah rentang usia dimana latihan ke toilet

dapat dimulai. Setidaknya setelah anak berusia 2 tahun.

Tanda kesiapan anak menjadi nyata setelah usia 18 bulan, dan umumnya antara 24-

30 bulan, yaitu :
2.1 Kesiapan fisik

2.1.1 Tanda bahwa badan anak menjadi siap untuk

mengendalikan fungsi BAB dan BAK.

2.1.2 Tetap kering. Salah satu tanda kesiapan adalah tetap

kering untuk beberapa jam. Contoh : anak sering tetap kering setelah

tidur siang atau saat bangun pagi hari.

2.1.3 BAK dalam jumlah yang lebih banyak. Anak yang

mendekati tanda kesiapan akan mulai BAK dalam jumlah yang lebih

banyak, bukan sedikit-sedikit menetes pada popok.

2.1.4 BAB menjadi dapat diperkirakan dan teratur. Orang

tua akan mulai melihat pola waktu anak BAB.

2.1.5 Anak menunjukkan keinginan untuk BAK atau

BAB. Anak umumnya akan menunjukkan tanda mereka akan BAK atau

BAB. Mereka mungkin menunjukkan wajah menjadi merah,

mengernyit atau membuat suara atau berhenti sementara dari aktivitas

yang sedang mereka lakukan. Beberapa tanda tersebut seringkali

menunjukkan kesadaran saat BAB atau BAK.

2.2 Kesiapan emosional

2.2.1 Keinginan untuk diganti. Anak menjadi tidak nyaman saat popok

mereka basah atau ada BAB dan meminta untuk diganti popoknya.

2.2.2 Keinginan untuk mengenakan calana dalam daripada popok.

2.2.3 Keinginan untuk mendapat privasi saat akan BAB atau BAK. Banyak

anak ingin sendiri saat akan BAK atau BAB. Hal ini juga menunjukkan

anak mampu menahan keinginan untuk BAB atau BAK untuk waktu

singkat.
2.3 Kesiapan umum

2.3.1 Mengikuti beberapa perintah sederhana. Anak sebaiknya dapat

mengerti dan mengikuti perintah sederhana. Anak sebaiknya juga secara

sukarela mau untuk bekerja sama dengan orang tua.

2.3.2 Berjalan dengan baik. Kemampuan berjalan merupakan hal yang

harus dimiliki, karena anak harus bisa berjalan ke toilet.

2.3.3 Memakai dan melepas celana. Anak harus dapat melepas

pakaiannya. Orang tua dapat membantu dengan menyediakan pakaian

yang mudah dilepas dan dipakai kembali.

2.3.4 Mengerti konsep penggunaan toilet. Anak harus mampu mengerti

apa kegunaan toilet dan karena itu maka penting untuk dipelajari.

3. Metode Toilet Training

3.1 Membuat Jadwal untuk anak

Orang tua bisa menyusun jadwal dengan mudah ketika orang tua tahu dengan

tepat kapan anaknya biasa buang besar (BAB) atau buang air

kecil(BAK).Orang tua bias memilih waktu selama 4 kali sehari untuk melatih

anak yaitu pagi,siang,sore,dan malam bila orang tua tidak mengetahui jadwal

yang pasti buang air kecil(BAK) dan buang air besar (BAB) anak.

3.2 Metode Lisan

Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan istruksi pada

anak dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air besar dan kecil. Cara ini

kadang-kadang merupakan hal biasa yang dilakukan pada orang tua akan tetapi

apabila kita perhatikan bahwa tehnik lisan ini mempunyai nilai yang cukup

besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil dan buang air besar

dimana dengan lisan ini persiapan psikologis pada anak akan semakin matang
dan akhirnya anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil dan

buang air besar.

3.3 Metode Modelling

Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air besar atau

memberikan contoh.Cara ini juga dapat dilakukan dengan memberikan contoh-

contoh buang air kecil dan buang air besar atau membiasakan buang air kecil

dan buang air besar secara benar. Dampak yang jelek pada cara ini adalah

apabila contoh yang diberikan salah sehingga akan dapat diperlihatkan pada

anak nantinya anak juga mempunyai kebiasaan yang salah. Selain cara tersebut

di atas terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan seperti melakukan observasi

waktu.

4. Metode yang Tidak Berhasil dalam Toilet Training

Beberapa teknik bukan hanya tidak efektif, tetapi juga membahayakan jiwa

dan rasa percaya diri anak.

4.1 Memaksa

Mencoba untuk membuat anak menggunakan toilet ketika dia tidak

siap hanya akan menimbulkan rontaan, tangisan dan kemarahan. Bahkan

bisa menyebabkan masalah fisik, seperti sembelit.

4.2 Mempermalukan

Anak-anak yang di permalukan dalam penggunaan toilet mungkin

dapat mengalami masalah saat pemakaian toilet dikemudian hari, tidak

hanya rasa bersalah, tingkah laku antisocial, juga rasa percaya diri yang

rendah. Jangan memanggil nama anak menggunakan bahasa yang


negative, mengolok-olok, atau menyebutnya dia bodoh jika dia tidak

menggunakan toilet.

4.3 Memukul

Hukuman badan mungkin terlihat mengubah tingkah laku anak dalam

jangka pendek, tetapi efeknya biasanya hanya sementara.Dan memukul

bisa menyebabkan rasa percaya diri yang rendah dan kemunduran.Yang

terbaik adalah menggunakan penguatan positif, seperti pujian dan

penghargaan.

4.4 Duduk Untuk Waktu yang Lama

Membuat anak duduk di toilet untuk waktu yang lama dapat

membuatnya membenci toilet dan ingin menghindari penggunaannya.

Anak mungkin menjadi bosan, gelisah, dan tidak mau bekerja sama, dan

dia mungkin mulai merusak usaha orang tua dengan mengompol di

celana sebelum orang tua berkesempatan untuk menaruhnya di toilet.

4.5 Air Mengalir

Air yang mengalir adalah teknik psikologis yang mungkin berhasil

untuk orang yang lebih tua sebagai respon yang terlatih, tetapi suara air

tidak berhasil untuk anak yang lebih kecil (Warner P, 2007: 16-17).

5. Kesalahan Utama dalam Toilet Training dan Penanganannya

5.1 Kehilangan kesabaran

Anak kecil adalah penyerap emosi.Mereka mudah tertular pesan-pesan

verbal maupun non verbal orang tua. Saat orang tua marah atau jijik, mereka

akan merasakan hal yang sama. Tentu saja, tidak ada yang bisa menjadi orang

tua yang tenang setiap saat. Membersihkan kotoran anak bukan kegiatan yang
menyenangkan dan terus menerus mencuci baju kotor akan melelahkan.

Namun, mencoba untuk menyampaikan pesan bahwa memakai toilet adalah

proses alami. Gagal melakukannya dengan benar bukanlah kiamat, dan toilet

akan ada kapanpun anak merasa siap.

5.2 Menggunakan jadwal orang tua

Orang tua dapat menemukan banyak alas an untuk sesegera mungkin

melakukan latihan toilet kepada anak. Ini bisa berhasil, apabila anak juga sama

siapnya dengan orang tua, tapi memburu-buru anak hanya akan membuat

frustasi dan kecewa. Coba biarkan anak siap memulai latihan toilet.

5.3 Mengingatkan terus

Jangan terus menanyakan anak ingin BAK atau BAB. Orang tua memang

seharusnya membantu mengingatkan kalau anak perlu ke toile,tapi jangan

berlebihan. Ajakan sekali dengan lembut sudah cukup, walaupun bisa juga

segera bertanya bila melihat anak sudah mulai merasakan hasrat tersebut.

5.4 Bersikap inkonsisten

Perlu di tekankan betapa pentingnya konsistensi.Anak perlu mendengar

pesan yang sama berulang-ulang dan bila orang tua memperbolehkannya

mengompol di celana popok akan membuat anak sulit mengerti kenapa ini tidak

boleh lain waktu.

5.5 Bersikap berlebihan

Bila anak menyadari bahwa orang tua sering member pujian dan dorongan

setiap anak menggunakan toilet ia akan mengulanginya lagi. Baiknya, ini

menambah kesempatan belajarnya, tetapi juga bisa sebagai cara untuk menarik

perhatian orang tua. Bila anak buang air akan membuat aktivitas berhenti dan

meluangkan waktu dan anak dapat memberikan tanda-tanda palsu. Berikan


dorongan dengan cara yang tenang dan terkontrol, dan beri ucapan selamat bila

anak berhasil buang air tanpa bantuan orang tua.

5.6 Memaksa anak duduk di toilet mini selama berjam-jam

Membiarkan anak duduk di toilet selama mungkin sampai akhirnya buang

air.Bila anak selama itu ditoilet, tentunya kebosanan dan ketidak nyamanan

duduk di toilet yang dingin dalam waktu lama. Ini akan mendorong anak lebih

memilih kehangatan popok. Sebaliknya biarkan dia duduk selama yang ia mau,

bisa dengan cara membujuknya untuk duduk lebih lama dengan

membacakannya cerita atau memberikannya buku gambar disekitar toilet.

5.7 Mengurangi konsumsi cairan

Awalnya anak perlu banyak minum untuk membiasakan diri buang air kecil

ditoilet. Cukup cairan akan membantu untuk memudahkan BAB. Kekurangan

cairan akan menyakitkan anak saat buang air dank arena sakit, mungkin anak

akan berpikir lebih baik ditahan-tahan yang akan jadi masalah nantinya.

5.8 Terlalu cepat memulai

Alasan yang baik kenapa harus cepat melatih anak menggunakan toilet

adalah karena anak sudah terlihat siap.

5.9 Menunda

Bila anak sudah meminta untuk memakai toilet mini dan sadar kapan harus

buang air kecil atau buang air besar lakukanlah pelatihan sekarang. Jika orang

tua mengabaikan hal itu maka anak akan terbiasa mengabaikan pesan-pesan dari

dalam tubuhnya, dan proses belajarnya akan menjadi lebih lama dimasa depan.

5.10 Tidak mau menyerah

Orang tua perlu tahu kapan anak perlu istirahat.Saat orang tua merasa marah

dan frustasi atau anak terkesan kuat penolakannya, mungkin sudah waktunya

untuk berhenti sejenak.Tunggu sampai kesabaran dan antusiasme orang tua dan

anak kembali.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi toilet training

6.1 Faktor predisposisi

6.1.1 Pengetahuan orang tua

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu melakukan

penginderaan terjadi melalui indra manusia, sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata (penglihatan) dan telinga (pendengaran).

Pengetahuan tentang toilet training yaitu cara mengajarkan latihan

toilet training, dimulai tahu tanda-tanda kesiapan anak. Orang tua perlu

tahu cara mengajarkan toilet training dari tahap awal sampai akhir.

6.1.2 Sikap

Sikap adalah reaksi tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau

objek.Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

stimulus tertentu.Dalam kehidupan sehari-hari merupakan rekasi yang

bersifat emosional terhadap stimulus social. Sikap sering diperoleh dari

pengalaman sendiri ataupun dari orang lain. Sikap terhadap nilai-nilai

kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata.

Sikap dibagi dua yaitu:

Sikap tegas

Orang tua harus bersikap tegas saat mengajarkan toilet

training tidak sedikit orang tua kebingungan, merasa sudah

berupaya dengan berbagai cara tetapi tetap tidak ada perubahan

yang berarti. Salah satu penyebab ketidakberhasilan dalam

toilet training biasanya tidak lain karena orang tua tidak

bersikap inkonsisten.

Sikap kompromi
Selain sikap tegas orang tua dituntut untuk bersikap

kompromi, jadi bukan pada semua aktifitas.Orang tua bersikap

ketat artinya orang tua perlu memilih-milih yang perlu

pengawasan ketat dan tidak.Selain itu wajib menumbuhkan

dalm diri anak tentang pemahaman atau pengetahuan yang

boleh dan tidak boleh dalam melakukan toilet training.

6.1.3 Kesiapan orang tua dan kesiapan anak

Kesiapan anak sendiri yaitu kesiapan fisik, mental dan

psikologi.Factor kesiapan orang tua juga memegang peranan penting

untuk melatih toilet training, dimulai dari melatih anak untuk tidak

mengompol siang hari, tidak buang air besar di celana sampai tidak

mengompol di malam hari.Hal ini tentunya membutuhkan kesabaran

orang tua dalam melatih toilet training.

6.2 Faktor yang mendukung toilet training

Menurut Pambudi (2006) factor yang mendukung toilet training yaitu:

6.2.1 Kesediaan WC atau kakus

WC atau kakus sebaiknya aman dan nyaman serta lantai tidak licin

agar anak tidak terjatuh atau kecelakaan dalam melakukan latihan

toilet training.

6.2.2 Komunikasi

Sampaikan pada anak bahwa saat ini anak sudah siap untuk mulai

belajar latihan buang air besar dan buang air kecil. Komunikasikan

semua proses latihan buang air besar dan buang air kecil agar anak

paham seperti sebelum BAB atau BAK membuka celana terlebih

dahulu, jongkok dan lau membersihkan alat kelamin agar alat kelamin
tetap bersih. Sampaikan pada anak bila sudah bisa melakukan dengan

baik dan berilah pujian, tetapi jika belum bisa jangan mengejek anak.

6.2.3 Ayah atau kakak laki-laki

Ayah atau kakak laki-laki memberi contoh buang air besar atau

buang air kecil pada anak laki-laki atau adik laki-lakinya.

6.2.4 Ibu atau kakak perempuan

Ibu atau kakak perempuan memberi contoh buang air besar atau

kecil pada anak perempuan atau adik perempuannya.


Lampiran 8

FOTO FOTO STUDI PENDAHULUAN

Lampiran 9
Correlations
Correlations

Soal1 Soal1

Soal1 Soal2 Soal3 Soal4 Soal5 Soal6 Soal7 Soal8 Soal9 0 1 Soal12 Soal13 soal14 soal 15 Total

Q Pearson 1 .008 .174 .174 .811** .504 -.240 -.656 .835** .504 .835** .364 .296 .260 -.488

*
1 Correlatio

Sig. (2- .982 .632 .632 .004 .137 .505 .039 .003 .137 .003 .302 .406 .468 .153

tailed)

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

Q Pearson .008 1 .008 .174 .343 -.074 .421 .680* -.240 .256 -.240 .273 .856** .646* .835**

2 Correlatio

Sig. (2- .982 .982 .632 .332 .838 .225 .030 .505 .475 .505 .446 .002 .044 .003

tailed)

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

Q Pearson .174 .008 1 .091 .343 .174 .587 -.170 .174 .421 .174 -.273 .056 .164 .008

3 Correlatio

Sig. (2- .632 .982 .803 .332 .632 .075 .639 .632 .225 .632 .446 .878 .651 .982

tailed)

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

Q Pearson .174 .174 .091 1 -.047 .669* .174 .194 .504 .256 .504 .545 .376 .453 .174

4 Correlatio

Sig. (2- .632 .632 .803 .898 .034 .632 .591 .137 .475 .137 .103 .284 .189 .632

tailed)

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

Q Pearson .811** .343 .343 -.047 1 .265 .109 -.298 .499 .577 .499 .086 .589 .345 -.125

5 Correlatio

Sig. (2- .004 .332 .332 .898 .459 .764 .403 .142 .081 .142 .814 .073 .328 .731

tailed)

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

Q Pearson .504 -.074 .174 .669* .265 1 .256 -.292 .835** .752* .835** .636* .216 .549 -.240

6 Correlatio

Sig. (2- .137 .838 .632 .034 .459 .475 .414 .003 .012 .003 .048 .549 .100 .505

tailed)
Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 7,5 50.0

Excludeda 7,5 50.0

Total 15 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.
Item Statistics

Mean Std. Deviation N

pertanyaan 1 2.70 1.160 10

pertanyaan 2 2.70 1.160 10

pertanyaan 3 2.70 1.160 10

pertanyaan 4 2.70 1.160 10

pertanyaan 5 2.80 1.229 10

pertanyaan 6 2.70 1.160 10

pertanyaan 7 2.70 1.160 10

pertanyaan 8 3.20 .789 10

pertanyaan 9 2.70 1.160 10

pertanyaan 10 2.70 1.160 10

pertanyaan 11 2.70 1.160 10

pertanyaan 12 3.00 1.054 10

pertanyaan 13 2.90 1.197 10

pertanyaan 14 2.90 .994 10

pertanyaan 15 2.70 1.160 10


Soal soal soal soal soal soal soal soal soal soal soal soal soal soal

1 soal2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Q1 1.00 .008 .174 .174 .811 .504 -.240 -.656 .835 .504 .835 .364 .296 .260 -.488

Q2 .008 1.00 .008 .174 .343 -.074 .421 .680 -.240 .256 -.240 .273 .856 .646 .835

Q3 .174 .008 1.00 .091 .343 .174 .587 -.170 .174 .421 .174 -.273 .056 .164 .008

Q4 .174 .174 .091 1.00 -.047 .669 .174 .194 .504 .256 .504 .545 .376 .453 .174

Q5 .811 .343 .343 -.047 1.00 .265 .109 -.298 .499 .577 .499 .086 .589 .345 -.125

Q6 .504 -.074 .174 .669 .265 1.00 .256 -.292 .835 .752 .835 .636 .216 .549 -.240

Q7 -.240 .421 .587 .174 .109 .256 1.00 .437 -.157 .504 -.157 .091 .296 .549 .504

Q8 -.656 .680 -.170 .194 -.298 -.292 .437 1.00 -.656 -.170 -.656 .000 .494 .312 .923

Q9 .835 -.240 .174 .504 .499 .835 -.157 -.656 1.00 .587 1.00 .455 .136 .260 -.570

0 0

Q10 .504 .256 .421 .256 .577 .752 .504 -.170 .587 1.00 .587 .364 .456 .742 .008

Q11 .835 -.240 .174 .504 .499 .835 -.157 -.656 1.00 .587 1.00 .455 .136 .260 -.570

0 0

Q12 .364 .273 -.273 .545 .086 .636 .091 .000 .455 .364 .455 1.00 .264 .636 .091

Q13 .296 .856 .056 .376 .589 .216 .296 .494 .136 .456 .136 .264 1.00 .644 .616

Q14 .260 .646 .164 .453 .345 .549 .549 .312 .260 .742 .260 .636 .644 1.00 .453

Q15 -.488 .835 .008 .174 -.125 -.240 .504 .923 -.570 .008 -.570 .091 .616 .453 1.00

0
Summary Item Statistics

Maximum /
Mean Minimum Maximum Range Minimum Variance N of Items

Item Means 2.790 2.700 3.200 .500 1.185 .021 20

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted

pertanyaan 1 53.10 167.656 .924 . .902

pertanyaan 2 53.10 165.433 .901 . .900

pertanyaan 3 53.10 168.989 .978 . .903

pertanyaan 4 53.10 165.433 .901 . .900

pertanyaan 5 53.00 163.333 .838 . .899

pertanyaan 6 53.10 161.211 .851 . .896

pertanyaan 7 53.10 164.767 .925 . .900

pertanyaan 8 52.60 179.822 .861 . .908

pertanyaan 9 53.10 166.767 .955 . .901

pertanyaan 10 53.10 156.544 .822 . .891

pertanyaan 11 53.10 166.767 .955 . .901

pertanyaan 12 52.80 168.178 .855 . .901

pertanyaan 13 52.90 159.656 .882 . .895

pertanyaan 14 52.90 159.656 .839 . .892

pertanyaan 15 53.10 173.433 .928 . .907

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

55.80 181.733 27.481 15


No. r hitung r tabel Keterangan
1 0.954 0,576 Valid
2 0,972 0,576 Valid
3 0,912 0,576 Valid
4 0,974 0,576 Valid
5 0,912 0,576 Valid
6 0,897 0,576 Valid
7 0,945 0,576 Valid
8 0,926 0,576 Valid
9 0,869 0,576 Valid
10 0,912 0,576 Valid
11 0,954 0,576 Valid
12 0,964 0,576 Valid
13 0.953 0,576 Valid
14 0,974 0,576 Valid
15 0,869 0,576 Valid
16 0,937 0,576 Valid
17 0,949 0,576 Valid
18 0,916 0,576 Valid
19 0,859 0,576 Valid
20 0,953 0,576 Valid
Lampiran 10 BAB

I
PANDUAN
.4
TOILET
A. Waktu yang Tepat Memulai
TRAINING
Toilet Training...5
BALITA
B. Tanda Kesiapan Anak

Mengikuti Toilet Training.7

BAB II METODE TOILET

TRAINING.1

2
DI SUSUN OLEH :
ZAKIYAH HADI A. Membuat Jadwal Untuk
NIM. 15301.07.15046
Anak.12

PROGRAM STUDI DIV B. Metode


BIDANPENDIDIK Lisan
STIKES HAFSHAWATY
12
ZAINUL HASAN
C. Metode
GENGGONG-
Modelling
PROBOLINGGO
2015 ....13

1 BAB III KESALAHAN UTAMA

DAFTAR ISI DALAM TOILET TRAINING

PENDAHULUAN DAN

.... PENANGANANNYA.....

2 19
A. Kehilangan I. Menunda

Kesabaran ................24

..19 J. Tidak Mau

B. Menggunakan Jadwal Orang Menyerah.......

Tua.20 .........24

2 BAB IV FAKTOR YANG

C. Mengingatkan MEMPENGARUHI

Terus TOILET

.20 TRAINING

D. Bersikap .26

Inkonsisten A. Faktor

21 Predisposisi

E. Bersikap .26

Berlebihan B. Kesiapan Orang Tua dan

.21 Anak..29

F. Memaksa Anak Duduk di 3

Toilet Mini Selama Berjam- C. Faktor yang Mendukung

jam. Toilet Training30

..22 D. Instrumen Toilet

G. Mengurangi Konsumsi Training....32

Cairan................23 DAFTAR

H. Terlalu Cepat PUSTAKA

Memulai......... .....36

......23
PENDAHULUAN ,si anak harus bisa duduk dan
merangkak.
Dalam profesi saya sebagai
Tanpa terasa si kecil cepat
bidan, saya banyak berhubungan
sekali tumbuhnya.Rasanya baru
dengan para orang tua yang berada
kemaren melihat ia belum bisa apa-
dalam kondisi ini . Saya banyak
apa, hanya mengedip-ngedipkan
mengamati berbagai macam cara
mata,tertawa, dan menangis.Setiap
yang dilakukan oleh orang tua dan
saat harus pakai popok . Sekarang ia
memilih cara cara yang terbukti
sudah bisa merangkak kesana kemari
efektif. Tips dan Trik yang saya
Sepertinya waktu untuk
kumpulkan akan saya bagikan dalam
melatih si kecil untuk menggunakan
acara konseling dan pelatihan Toilet
toilet telah tiba. Tapi apa yang harus
Training pada ibu yang mempunyai
dilakukan dan disiapkan?
balita usia 24 sampai 36 bulan
Ini pertanyaan yang banyak
sehingga diharapkan dapat
muncul di benak para orang tua saat
membantu para orang tua dalam
melihat bayi mungilnya ternyata
melalui fase penting ini. Sekarang
sudah tumbuh semakin besar.
saya akan membagikan hal tersebut
Mungkin saat ini pertanyaan yang
kepada anda melalui buku ini.
sama pun muncul di benak anda.
Kemampuan menggunakan
toilet sama seperti kemampuan dasar
lainnya seperti duduk, merangkak,
dan berjalan. Masing masing
kemampuan dasar tersebut hanya
bisa
mulai dipelajari oleh si anak apabila
BAB I
si anak telah memenuhi
Toilet training merupakan
4
suatu proses untuk mengajarkan
5
beberapa kondisi tertentu contohnya kepada anak-anak untuk buang air di
supaya si anak bisa belajar berjalan
kamar mandi (WC).
A. Waktu yang Tepat Memulai saat anak berusia antara dua

Toilet Training hingga tiga tahun. Studi terbaru

merekomendasikan para orang tua


Selama ini terdapat dua
untuk mulai mengenalkan toilet
pendapat berbeda mengenai kapan
training saat anak berusia 27-32
waktu terbaik untuk mulai
bulan. Anak yang baru mulai
mengajarkan toilet training pada
belajar menggunakan toilet diatas
anak. Pendapat pertama
usia 3 tahun cenderung lebih
menyebutkan untuk mengajari
sering mengompol hingga usia
anak sedini mungkin, sedangkan
sekolah. Sebaliknya, bila memulai
pendapat lain menyebutkan untuk
mengenalkan anak untuk BAK
menunggu hingga anak besar dan
dan BAB di toilet sebelum anak
mulai menunjukkan tanda siap.
berusia 27 bulan justru lebih

sering gagal.
6
8
7
Ada satu hal penting yang
Menurut Peter Stavinoha,
dapat dijadikan patokan adalah
bahwa usia tidak bisa dijadikan
jika anak sudah dapat mengontrol
patokan untuk menentukan kapan
otot-otot kandung kemih dan
anak harus mulai diajarkan
pantatnya. Otot-otot itu akan
menggunakan toilet. Kuncinya
matang saat anak berusia antara
adalah saat perkembangan fisik,
18 sampai 36 bulan.
emosi, dan psikologis anak siap.
Inilah rentang usia dimana
Waktu yang terbaik untuk
latihan ke toilet dapat dimulai.
melakukan toilet training adalah
Setidaknya setelah anak berusia 2 2.1.8 BA

tahun. K dalam jumlah

yang lebih banyak.

B. Tanda kesiapan anak mengikuti Anak yang

toilet training mendekati tanda

1.Kesiapan fisik kesiapan akan mulai

2.1.6 Tan BAK dalam jumlah

da bahwa badan yang lebih banyak,

anak menjadi siap bukan sedikit-sedikit

untuk menetes pada popok.

mengendalikan 2.1.9 BA

fungsi BAB dan B menjadi dapat

BAK. diperkirakan dan

2.1.7 Tet teratur. Orang tua

ap kering. Salah satu akan mulai melihat

tanda kesiapan pola waktu anak

adalah tetap kering BAB.

untuk beberapa jam. 2.1.10 An

Contoh : anak ak menunjukkan

9 keinginan untuk

sering tetap kering BAK atau BAB.

setelah tidur siang Anak umumnya

atau saat bangun akan menunjukkan

pagi hari. tanda mereka akan


BAK atau BAB. 2.2.5BAB dan meminta

Mereka mungkin untuk diganti

menunjukkan wajah popoknya.

menjadi merah, 2.2.6Keinginan untuk

mengernyit mengenakan calana

10 dalam daripada

atau membuat suara popok.

atau berhenti 2.2.7Keinginan untuk

sementara dari mendapat privasi

aktivitas yang saat akan BAB atau

sedang mereka BAK. Banyak anak

lakukan. Beberapa ingin sendiri saat

tanda tersebut 2.2.8

seringkali 11

menunjukkan akan BAK atau

kesadaran saat BAB BAB. Hal ini juga

atau BAK. menunjukkan anak

2. Kesiapan emosional mampu menahan

2.2.4Keinginan untuk keinginan untuk

diganti. Anak BAB atau BAK

menjadi tidak untuk waktu singkat.

nyaman saat popok 3.Kesiapan umum

mereka basah atau 2.3.5 Mengikuti

ada beberapa perintah


sederhana. Anak dengan menyediakan

sebaiknya dapat pakaian yang mudah

mengerti dan dilepas dan dipakai

mengikuti perintah kembali.

sederhana. Anak
2.3.8 Mengerti
sebaiknya juga
konsep penggunaan
secara sukarela mau
toilet. Anak harus
untuk bekerja sama
mampu mengerti apa
dengan orang tua.
kegunaan toilet dan
2.3.6 Berjalan
karena itu maka
dengan baik.
penting untuk
Kemampuan
dipelajari.
berjalan merupakan

hal yang harus

dimiliki, karena anak

harus bisa berjalan

ke toilet.

2.3.7 Memakai dan

melepas celana.

Anak harus dapat

melepas pakaiannya. 13

Orang tua dapat

membantu

12
kecil(BAK).Orang tua bias

memilih waktu selama 4

kali sehari untuk melatih

anak yaitu

pagi,siang,sore,dan malam

bila orang tua tidak

mengetahui jadwal yang

pasti buang air kecil(BAK)

dan buang air besar (BAB)

anak.

14

15
BAB II
B. Metode Lisan

Metode Toilet Training Merupakan usaha untuk

melatih anak dengan cara

A. Membuat Jadwal untuk anak memberikan istruksi pada

Orang tua bisa menyusun anak dengan kata-kata

jadwal dengan mudah sebelum atau sesudah buang

ketika orang tua tahu air besar dan kecil. Cara ini

dengan tepat kapan kadang-kadang merupakan

anaknya biasa buang besar hal biasa yang dilakukan

(BAB) atau buang air pada orang tua akan tetapi


apabila kita perhatikan buang air kecil dan buang

bahwa tehnik lisan ini air besar atau membiasakan

mempunyai nilai yang buang air kecil dan buang

cukup besar dalam air besar secara benar.

memberikan rangsangan Dampak yang jelek pada

untuk buang air kecil dan cara ini adalah apabila

buang air besar dimana contoh yang diberikan salah

dengan lisan ini persiapan sehingga akan dapat

psikologis pada anak akan diperlihatkan pada anak

semakin matang dan nantinya anak juga

akhirnya anak mampu mempunyai kebiasaan yang

dengan baik dalam salah. Selain cara tersebut di

melaksanakan buang air atas terdapat beberapa hal

kecil dan buang air besar. yang dapat dilakukan seperti

melakukan observasi waktu.

15

C. Metode Modelling 16

Merupakan usaha untuk Metode yang Tidak Berhasil

melatih anak dalam dalam Toilet Training

melakukan buang air besar Beberapa teknik bukan hanya

atau memberikan tidak efektif, tetapi juga

contoh.Cara ini juga dapat membahayakan jiwa dan rasa

dilakukan dengan percaya diri anak.

memberikan contoh-contoh A. Memaksa


Mencoba untuk membuat Jangan memanggil nama

anak menggunakan toilet anak menggunakan bahasa

ketika dia tidak siap hanya yang negative, mengolok-

akan menimbulkan rontaan, olok, atau menyebutnya dia

tangisan dan kemarahan. bodoh jika dia tidak

Bahkan bisa menyebabkan menggunakan toilet.

masalah fisik, seperti C. Memukul

sembelit. Hukuman badan

B. Mempermalukan mungkin terlihat mengubah

Anak-anak yang di tingkah laku anak dalam

permalukan dalam jangka pendek, tetapi

penggunaan toilet mungkin efeknya biasanya hanya

dapat mengalami masalah sementara.Dan memukul

saat pemakaian toilet bisa menyebabkan rasa

dikemudian hari, tidak percaya diri yang rendah

hanya rasa bersalah, tingkah dan kemunduran.Yang

laku antisocial, juga rasa terbaik adalah

percaya diri yang rendah. menggunakan penguatan

17 positif, seperti pujian dan

penghargaan.

18
D. Duduk Untuk Waktu yang

Lama 19

Membuat anak duduk di tidak berhasil untuk anak

toilet untuk waktu yang yang lebih kecil (Warner P,

lama dapat membuatnya 2007: 16-17).

membenci toilet dan ingin

menghindari

penggunaannya. Anak

mungkin menjadi bosan,

gelisah, dan tidak mau

bekerja sama, dan dia

mungkin mulai merusak

usaha orang tua dengan

mengompol di celana

sebelum orang tua

berkesempatan untuk

menaruhnya di toilet.
20
E. Air Mengalir

Air yang mengalir adalah

teknik psikologis yang

mungkin berhasil untuk

orang yang lebih tua sebagai

respon yang terlatih, tetapi

suara air
marah atau jijik, mereka

akan merasakan hal yang

sama. Tentu saja, tidak ada

yang bisa menjadi orang tua

yang tenang setiap saat.

Membersihkan kotoran anak

bukan kegiatan yang

menyenangkan dan terus

menerus mencuci baju kotor

akan melelahkan.

21

22

Namun, mencoba untuk

menyampaikan pesan
BAB III
bahwa memakai toilet
Kesalahan Utama dalam
adalah proses alami. Gagal
Toilet Training dan
melakukannya dengan benar
Penanganannya
bukanlah kiamat,

dan toilet akan ada


A. Kehilangan kesabaran
kapanpun anak merasa siap.
Anak kecil adalah
B. Menggunakan jadwal orang
penyerap emosi.Mereka
tua
mudah tertular pesan-pesan
Orang tua dapat
verbal maupun non verbal
menemukan banyak alas an
orang tua. Saat orang tua
untuk sesegera mungkin bertanya bila melihat anak

melakukan latihan toilet sudah mulai merasakan

kepada anak. Ini bisa hasrat tersebut.

berhasil, apabila anak juga D. Bersikap inkonsisten

sama siapnya dengan orang Perlu di tekankan betapa

tua, tapi memburu-buru pentingnya

anak hanya akan membuat konsistensi.Anak perlu

frustasi dan kecewa. Coba mendengar pesan yang sama

biarkan anak siap memulai berulang-ulang dan bila

latihan toilet. orang tua

memperbolehkannya

mengompol di celana popok

23 akan membuat anak sulit

C. Mengingatkan terus mengerti kenapa ini tidak

Jangan terus boleh lain waktu.

menanyakan anak ingin 24

BAK atau BAB. Orang tua E. Bersikap berlebihan

memang seharusnya Bila anak menyadari

membantu mengingatkan bahwa orang tua sering

kalau anak perlu ke member pujian dan

toile,tapi jangan berlebihan. dorongan setiap anak

Ajakan sekali dengan menggunakan toilet ia akan

lembut sudah cukup, mengulanginya lagi.

walaupun bisa juga segera Baiknya, ini menambah


kesempatan belajarnya, ditoilet, tentunya kebosanan

tetapi juga bisa sebagai cara dan ketidak nyamanan

untuk menarik perhatian duduk di toilet yang dingin

orang tua. Bila anak buang dalam waktu lama. Ini akan

air akan membuat aktivitas mendorong anak lebih

berhenti dan meluangkan memilih kehangatan popok.

waktu dan anak dapat Sebaliknya biarkan dia

memberikan tanda-tanda duduk selama yang ia mau,

palsu. Berikan dorongan bisa dengan cara

dengan cara yang tenang membujuknya untuk duduk

dan terkontrol, dan beri lebih lama dengan

ucapan selamat bila anak membacakannya cerita atau

berhasil buang air tanpa memberikannya buku

bantuan orang tua. gambar disekitar toilet.

G. Mengurangi konsumsi

cairan

25 Awalnya anak perlu

F. Memaksa anak duduk di banyak minum untuk

toilet mini selama berjam- membiasakan diri buang air

jam kecil ditoilet. Cukup cairan

Membiarkan anak duduk 26

di toilet selama mungkin akan membantu untuk

sampai akhirnya buang memudahkan BAB.

air.Bila anak selama itu Kekurangan cairan akan


menyakitkan anak saat proses belajarnya akan

buang air dank arena sakit, menjadi lebih lama dimasa

mungkin anak akan berpikir depan.

lebih baik ditahan-tahan J. Tidak mau menyerah

yang akan jadi masalah Orang tua perlu tahu

nantinya. kapan anak perlu

H. Terlalu cepat memulai istirahat.Saat orang tua

Alasan yang baik kenapa merasa marah dan frustasi

harus cepat melatih anak atau anak terkesan kuat

menggunakan toilet adalah penolakannya, mungkin

karena anak sudah terlihat sudah waktunya untuk

siap. berhenti sejenak.Tunggu

I. Menunda sampai kesabaran dan

Bila anak sudah meminta antusiasme orang tua dan

untuk memakai toilet mini anak kembali.

dan sadar kapan harus

buang air kecil atau buang

air besar lakukanlah

pelatihan sekarang. Jika

orang tua mengabaikan hal 28

itu maka anak akan terbiasa

27

mengabaikan pesan-pesan

dari dalam tubuhnya, dan


hasil tahu dan ini

terjadi setelah

melakukan

penginderaan terhadap

suatu objek tertentu

melakukan

penginderaan terjadi

melalui indra

manusia, sebagian

besar pengetahuan

manusia diperoleh

melalui mata

(penglihatan) dan

telinga (pendengaran).
BAB IV
29
Faktor-faktor yang
30
mempengaruhi toilet Pengetahuan

training tentang toilet training

yaitu cara

mengajarkan latihan
A. Faktor predisposisi
toilet training,
1. Pengetahuan orang
dimulai tahu tanda-
tua
tanda kesiapan anak.
Pengetahuan
Orang tua perlu tahu
adalah merupakan
cara mengajarkan terhadap nilai-nilai

toilet training dari kesehatan tidak selalu

tahap awal sampai terwujud dalam suatu

akhir. tindakan nyata.

2. Sikap Sikap dibagi dua

Sikap adalah reaksi yaitu:

tertutup dari seseorang 1.Sikap tegas

terhadap stimulus atau Orang tua

objek.Sikap secara harus

nyata menunjukkan bersikap

konotasi adanya tegas saat

kesesuaian reaksi mengajarkan

stimulus toilet training

tertentu.Dalam tidak sedikit

kehidupan sehari-hari orang tua

merupakan rekasi kebingungan,

yang bersifat merasa sudah

emosional terhadap berupaya

stimulus social. Sikap dengan

sering diperoleh dari berbagai cara

pengalaman sendiri tetapi tetap

ataupun dari orang tidak ada

lain. Sikap perubahan

31 yang berarti.
Salah satu bersikap

penyebab ketat artinya

ketidakberhas orang tua

ilan dalam perlu

toilet training memilih-

biasanya milih yang

tidak lain perlu

karena orang pengawasan

tua tidak ketat dan

bersikap tidak.Selain

inkonsisten. itu wajib

32 menumbuhka

2.Sikap kompromi n dalm diri

Selain anak tentang

sikap tegas pemahaman

orang tua atau

dituntut pengetahuan

untuk yang boleh

bersikap dan tidak

kompromi, boleh dalam

jadi bukan melakukan

pada semua toilet

aktifitas.Oran training.

g tua
C. Faktor yang mendukung

33 toilet training

B. Kesiapan orang tua dan 1. Kesediaan WC

kesiapan anak atau kakus

Kesiapan anak

sendiri yaitu kesiapan 34

fisik, mental dan WC atau kakus

psikologi.Factor sebaiknya aman

kesiapan orang tua dan nyaman serta

juga memegang lantai tidak licin

peranan penting untuk agar anak tidak

melatih toilet training, terjatuh atau

dimulai dari melatih kecelakaan dalam

anak untuk tidak melakukan latihan

mengompol siang toilet training.

hari, tidak buang air 2. Komunikasi

besar di celana sampai Sampaikan pada

tidak mengompol di anak bahwa saat ini

malam hari.Hal ini anak sudah siap

tentunya untuk mulai belajar

membutuhkan latihan buang air

kesabaran orang tua besar dan buang air

dalam melatih toilet kecil.

training. Komunikasikan
semua proses bisa jangan

latihan buang air mengejek anak.

besar dan buang air 3. Ayah atau kakak

kecil agar anak laki-laki

paham seperti Ayah atau kakak

sebelum BAB atau laki-laki memberi

BAK membuka contoh buang air

celana terlebih besar atau buang

dahulu, jongkok air kecil pada anak

dan lau laki-laki atau adik

membersihkan alat laki-lakinya.

kelamin agar alat 4. Ibu atau kakak

kelamin tetap perempuan

bersih. Sampaikan Ibu atau kakak

pada perempuan

35 memberi contoh

anak bila sudah buang air besar

bisa melakukan atau kecil pada

dengan baik dan anak perempuan

berilah pujian, atau adik

tetapi jika belum perempuannya.

Instrumen pelatihan Toilet Training menit setelah dia bangun


tIdur di pagi hari.
2. Ibu menemani anak ke
WAKTU PERTANYAAN
PAGI 1. Ibu mengajak anak ke toilet
HARI toilet tidak lebih dari 20
3. Ibu mengajarkan anak -33-
cara mengenali rasa Ingin
5. Ibu mengajarkan anak
BAK dan BAB.
untuk membuka dan
4.Ibu memberi instruksi memasang celana sendiri
dengan kata kata sebelum
SORE HARI1.Ibu mengajak anak untuk YA TID
dan sesudah BAK dan
ke toilet setelah bangun
BAB
tidur siang
5.Ibu member pujian bila
anak berhasil mengikuti
2. Ibu menemani anak ke
latihan dan tidak
toilet,sambil memberikan
memarahinya.
kata kata positif.

SIANG 1.Ibu menbujuk anak ke


3.bila anak tidak mau BAK
HARI toilet walaupun anak
Atau BAB sesudah bangun
sedang asyik bermain
tidur,ibu bisa mengulangi
nya ketika mau mandi sore.
2.Ibu menemani anak ke
4.Selalu memberi pujian
toilet,sambil memberikan
bila anak berhasil
kata kata positif
melakukan toilet training
MALAM
3.ibu memberi dukungan
HARI 1.Ibu segera mengajak
pada anak dengan
anak ke toilet,ketika anak
bernyanyi atau pun
terlihat mulai mengantuk.
membawakan mainan nya
saat proses toilet training.
2.Ibu menemani Anak ke
Bermain
toilet
3.Selalu memberi pujian
4.Tidak memberi hukuman
bila anak berhasil
ataupun celaan bila anak
gagal mengikuti anjuran
DAFTAR PUSTAKA Buah Hati.
https//books.google.co.id

Crain, William. (2007) Teori Santrock, John W. (2011)


Perkembangan, Konsep dan Perkembangan Anak.
Aplikasi, Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soetjiningsih, (2014) Tumbuh
Gilbert, Jane. (2005) Latihan Toilet. Kembang Anak. Jakarta:
Jakarta: Erlangga EGC

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2012) Tandry,2011. Mengenal Tahap


Pengantar Ilmu Tumbuh Kembang Anak &
Keperawatan Anak. Masalahnya.Jakarta: Libri
Jakarta: Salemba Medika
Warner, Penny. (2007) Mengajari
Anak Pergi ke Toilet.
Nursalam. (2013) Asuhan Jakarta: Arcan
Keperawatan Bayi dan
Wulan. (2008) Mengajari si kecil
Anak (Untuk Perawat dan
Toilet Training.
Bidan). Jakarta: Salemba
<http://wistara.wordpress.c
Medika
om> (diakses 2 januari
Prinyoto, (2015).Perubahan Dalam 2016)
Perilaku Kesehatan.
Zaivera, Ferdinand.2008, Mengenali
Jakarta:Graha Ilmu
dan Memahami Tumbuh
Santoso, Rina. (2015). Cara Cepat Kembang Anak, Jogyakarta:
Toilet Training untuk Sang Kata Hati
Lampiran 11
Lampiran 12

Anda mungkin juga menyukai