Anda di halaman 1dari 13

KULTUR PROTOPLAS

PAPER

RENDIE PRASETYO
B2A016007

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO

2017
Salah satu karakteristik sel tumbuhan adalah terdapatnya dinding sel yang
tebal, dan kaku mengelilingi dan melindungi membrane plasma serta bagian dalam
dari sel. Sebagai pendukung mekanik dari jarangan tanaman, dinding sel sangat
kompleks dan sangat tinggi diferensiasi. Pada sel-sel tertentu dinding sel primer,
sekunder dan tertier, terkumpul secara berlapis-lapis selama pertumbuhan.
Protoplas adalah sel hidup yang telah dihilangkan dinding selnya sehingga
sebagai satu-satunya pembatas antar factor lingkungan luar dengan bagian dalam
bagian sel hidup hanya berupa membrane plasma saja. Protoplas sudah berhasil
diisolasi dari banyak spesies tumbuhan, tidak adanya dinding sel sebagai barrier
mekanik memungkinkan untuk dilakukannya peleburan protoplas yang diperoleh
dari sel-sel somatic dari jenis tanaman yang berberda. Sebagai hasil hibridisasi
somatic, dimungkinkan terjadinya kombinasi genetic baru.
Istilah protoplas diperkenalkan oleh Hanstein pada tahun 1880. Ini mengacu
pada kandungan seluler tidak termasuk dinding sel atau juga dapat disebut sel
tumbuhan telanjang. Hal ini digambarkan sebagai materi hidup yang tertutup oleh
selaput sel tumbuhan. Isolasi protoplas untuk pertama kalinya dilakukan oleh
Klercker pada tahun 1892 dengan menggunakan metode mekanis pada sel
plasmolysed.
Penerapan teknologi protoplas untuk perbaikan tanaman menawarkan pilihan
menarik untuk melengkapi program pemuliaan konvensional. Kemampuan isolasi
protoplas untuk menjalani fusi dan mengambil makromolekul dan organel sel
menawarkan banyak kemungkinan dalam rekayasa genetik dan perbaikan tanaman
(Bhojwani et al . 1977).
Percobaan yang melibatkan protoplas terdiri dari tiga tahap :
1. Isolasi protoplas
2. Fusi protoplas (yang mengarah ke serapan gen)
3. Pengembangan tanaman subur regenerasi dari produk fusi (Hybrid).
protoplas pada kondisi kultur dan pada spesies tertentu memiliki potensi
untuk :
1. Meregenerasi dinding sel
2. Dediferensiasi untuk membentuk kalus
3. Membentuk kalus embryogenesis somatic dan proloferasi
Hal pertama yang harus diperhatikan dalam teknik kultur protoplas adalah
menentukan metode yang efisien dan tepat untuk melakukan isolasi dan pemurnian
protoplas. Jaringan daun merupakan sumber sel genetis yang mudah didapat, tetapi
jaringan daun tidak dapat menghasilkan protoplas dalam jumlah besar dikarenakan
sulit lepasnya epidermis bagian bawah (Chaturvedi, 2003). Alternatif lain selain
menggunakan jaringan daun yaitu menggunakan hasil dari kultur sel, dimana
protoplas memiliki potensi yang besar untuk membentuk protoplas (Bhojwani dan
Razdan, 1996).
Isolasi protoplas dapat dilakukan dengan metode mekanis atau metode
enzimatik. Dari kedua metode ini, metode enzimatik lebih sering digunakan, karena
memberikan hasil protoplas lebih baik dengan kerusakan jaringan rendah, sedangkan
metode mekanis menyebabkan pemotongan jaringan maksimum dengan hasil
protoplas rendah.
Metode mekanik dimulai dengan memotong eksplan didalam larutan
plasmolitikum. Protoplas akan mengkerut. Deplasmolisis selanjutnya akan
menyebabkan terlepasnya protoplas dari sel-sel. Kelemahan penggunaan teknik ini
adalah relatip sukar, jumlah protoplas yang dihasilkan tidak banyak, keefektifannya
dibatasi hanya pada sel-sel yang dapat diplasmolisa seperti jaringan penyimpan dan
tidak dapat digunakan pada jaringan meristem karena dinding selnya masih sangat
erat berhubungan dengan protortlas. Kelebihannya dapat meniadakan efek dari
aktifitas ensim yang kadang-kadang merusak atau mengganggu metabolisme yang
sangat komplek didalam protoplas.
Penelitian Cocking (1960) menunjukkan isolasi protoplas menggunakan
metode enzimatik mendapatkan hasil yang lebih baik dari pada dengan menggunkan
metode mekanik. Metode enzimatik melibatkan sterilisasi daun diikuti dengan
penelupasan epidermis bagian bawah yang bertujuan untuk melepaskan sel yang
mengalami plasmolysis dan ditambahkan dengan dengan campuran enzim selulase,
pectinase atau enzim yang bertujuan untuk meghilangkan dinding sel tanaman.
Isolasi protoplas secara enzimatik merupakan salah satu metode yang sering di
terapkan pada semua jenis tanaman. Dengan menggunakan metode ini dapat
dihasilkan protoplas dengan jumlah kerapatan yang tinggi. Larutan enzim yang
digunakan pada metode ini sangat bervariasi dan dapat menggunakan kombinasi dua
enzim yaitu : cellulase dan pectinase secara simultan. Pectinase memiliki peranan
untuk melonggarkan ikatan antar sel yang satu dengan yang lainnya. Cellulase
sendiri memiliki peranan untuk menghancurkan dinding selulosa sehingga sel
menjadi tanpa dinding sel.
Isolasi sekuensial, pertama, sel dipisahkan oleh penggunaan enzyme maserasi
dan enzim penghi penghidrolida pektin seperti, macerozyme atau Pectolyase. Setelah
sel dipisahkan, larutan tersebut dicuci dengan larutan CPW yang bebas dari enzim,
namun mengandung plasmolyticum saat sentrifugasi. Pellet yang di dapat
disuspenskan ke dalam enzim ke dua seperti selulase dan hemiselulase yang
digunakan untuk menghidrolisis sel dan yang tersisa adalah kompenen dari dinding
sel nya. Begitu protoplas di lepaskan, maka dilakukan pencucian kembali
menggunakan CPW untuk menghilangkan atau untuk memurnikan protoplas.

Gambar 1 langkah-langkah isolasi, fusi, dan regenerasi protoplas


Kondisi yang dibutuhkan untuk aktivitas enzim :
1. pH dan suhu, pH 4,7-6,0 dan kisaran suhu 25-30 C.
2. Durasi pretreatment enzim dan kondisi intensitas cahaya
3. Campuran enzim yang digunakan, terdiri dari selulosa, hemiselulase dan
pektinase yang memfasilitasi degradasi selulosa, hemiselulosa dan pektin.
4. Konsentrasi gula alkohol yang digunakan sebagai osmotikum.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil dan viabilitas protoplas
Sumber eksplan
Daun adalah sumber protoplas tumbuhan yang paling sering digunakan
karena memungkinkan isolasi protoplas dalam jumlah yang besar dan relatif
seragam tanpa membunuh tanaman. Umur tanaman induk dan kondisi
lingkuangan tumbuh memiliki pengaruh terhadap hasil protoplas. Hasil
protoplas bergantung pada laju pertumbuhan dan fase pertumbuhan
sel. Umumnya kultur suspense sel embriogenik digunakan untuk
mendapatkan protoplas totipoten.
Perawatan pra-enzim
Untuk memudahkan penetrasi larutan enzim ke dalam ruang interselular
daun, yang penting untuk pencernaan yang efektif, dengan berbagai
metode. Metode yang paling umum digunakan adalah menghilangkan
epidermis bawah dan menyimpan potongan daun dalam larutan enzim
dengan cara permukaan daun dikupas dan direndam dengan larutan enzim
yang digunakan. Menyikat daun dengan sikat lembut atau dengan ujung
tombak pisau bedah juga dapat memperbaiki tindakan enzimatik. Kalus besar
dipotong-potong dan bisa ditransfer ke dalam campuran enzim. Inkubasi
menggunakan larutan kombinasi enzim dapat memperbaiki hasil dari
protoplas dari hasil kultur suspense sel.
Perlakuan enzim
Pelepasan protoplas sangat bergantung pada sifat dan konsentrasi enzim yang
digunakan. Dua enzim utama yang diperlukan untuk isolasi protoplas adalah
selulase dan pektinase. Selulase diperlukan untuk mendegradasi dinding sel
dan pektinase bertujuan untuk menurunkan dinding lamella tengah. Beberapa
jaringan mungkin memerlukan enzim lain seperti, hemicellulase, driselase,
macerozyme dan pectolyase. Aktivitas enzim tergantung pH. pH larutan
enzim yang sesuai diantara 4,7 sampai 6,0.

Pemilihan plasmolyticum
Dua senyawa yang paling umum digunakan adalah gula alkohol - manitol dan
sorbitol. Dari jumlah tersebut, manitol adalah yang paling banyak digunakan, karena
tidak dimetabolisme oleh sel tumbuhan. Setelah protoplas membelah dan
meregenerasi dinding sel, diperlukan osmotikum lagi. Oleh karena itu, harus
dilepaskan secara bertahap dari medium jika tidak terjadi pembelahan sel. Untuk
perlahan menghilangkan osmotikum dari medium, protoplas dapat diisolasi dalam
campuran osmotikum tinggi yang terdiri dari manitol dan sukrosa, sukrosa akan
dimetabolisme oleh pemisah protoplas dan dengan demikian, akan mengurangi
osmolaritas media. Biasanya, manitol digunakan pada kisaran konsentrasi 11-13%.
Larutan osmotic serign digunakan, namun tidak selalu dipakai, dan biasanya
ditambahkan larutan campuran CPW. Hal ini telah diamati jauh lebih bermanfaat
dari pada menggunakan akuades sebagai pelarut untuk mendapatkan hasil protoplas
yang lebih tinggi.
Tabel 1: Campuran garam larutan media pencuci protoplas (Cocking,
Peberdy and White - CPW)

CPW adalah larutan yang paling banyak digunakan di mana osmotikum atau
enzim ditambahkan, beberapa kali media kultur yang digunakan untuk
menumbuhkan sel atau tanaman juga dapat digunakan untuk isolasi protoplas pada
konsentrasi sepersepuluh. Rendahnya konsentrasi media kultur jauh lebih
menguntungkan bila dibandingkan dengan CPW.
Pemurnian protoplas

Hasil perlakuan enzim dalam suspensi protoplas, jaringan yang tidak tercerna
dan puing-puing seluler. Suspensi sel disaring menggunakan saringan logam atau
mesh nilon (50-100 m) untuk menghilangkan gumpalan seluler yang tidak
tercerna. Larutan enzim protoplas yang tersaring dicampur dengan volume
osmotikum yang sesuai, larutan disentrifugasi untuk mendapatkan pelet protoplas,
pelet protoplas disuspensikan kembali dalam osmotikum dengan konsentrasi yang
sama seperti yang digunakan dalam campuran enzim. Kumpulan protoplas yang
tersedot dalam pipet Pasteur dan dimasukkan sentrifugasi lainnya dan akhirnya
tersuspensi dalam medium kultur pada kerapatan tertentu.
Gambar 2diagram skematis pemurnian protoplas

Viabilitas protoplas
Protoplas yang terisolasi harus memiliki bentuk bola bila diamati oleh
mikroskop cahaya, protoplas dapat diwarnai dengan metode berikut:
1. Metode pewarnaan fluorescein diasetat
FDA terakumulasi di dalam plasmalemma protoplas yang layak. Protoplas
hidup mengandung esterase yang membelah FDA untuk melepaskan
fluorescein yang fluorescent hijau kekuningan menggunakan mikroskop
fluoresensi dalam 5 menit. FDA terdisosiasi dari membran setelah sekitar 15
menit. Ini digunakan pada konsentrasi 0,01% dilarutkan dalam aseton.
2. Pewarnaan Calcofluor White
Metode pewarnaan ini menjamin viabilitas protoplas dengan mendeteksi
onset pembentukan dinding sel. Calcofluor berikatan dengan beta linked
glucosides di dinding sel yang baru disintesis yang dapat diamati sebagai
cincin fluoresen di sekitar membran. Pewarnaan optimum dicapai bila 0,1
ml protoplas dicampur dengan 5,0 l larutan CFW 0,1% b / v.
3. viabilitas protoplas
Viabilitas protoplas juga dapat dideteksi dengan memantau pengambilan
oksigen sel dengan elektroda oksigen, yang menunjukkan respirasi.
4. Variasi ukuran protoplas
Variasi ukuran protoplas merupakan bagian yang harus di
pernihansahaahadengan perubahan konsentrasi osmotik juga memungkinkan
viabilitas protoplas.
Persyaratan kultur dan metode kulturnya sama untuk kedua protoplas dan sel
tunggal. Perbedaan utamanya adalah kebutuhan osmotikum yang sesuai untuk
protoplas sampai mereka meregenerasi dinding yang kuat. Protoplas terisolasi
dikultivasi dalam cairan cair atau semisolid atau media media agarosa, terkadang
protoplas pertama kali ditanam di media cair dan kemudian dipindahkan ke media
agar. Teknik berikut telah diadopsi untuk mempertahankan jumlah populasi protoplas
antara kepadatan efektif minimum dan maksimum setelah pelapisan:
Metode cair
Metode ini lebih disukai pada tahap awal kultur karena menyediakan (a)
pengenceran dan transfer yang lebih mudah, (b) tekanan osmotik media cair dapat
dikurangi secara efektif setelah beberapa hari kultur (c) kerapatan sel dapat
Berkurang atau sel yang diminati khusus bisa terisolasi dengan mudah. Dalam
medium Cair, suspensi protoplas dilapisi sebagai lapisan tipis petriplate, diinkubasi
sebagai kultur statis dalam labu atau didistribusikan dalam 50-100 l petriplate dan
disimpan dalam ruang humidifier.
Media padat Agar / Agarose
Agarose adalah metode yang lebih disukai karena dapat meningkatkan respons
kultur. Metode kultur agar dapat mempertahankan protoplas dalam posisi tetap,
sehingga mencegah terbentuknya gumpalan. Protoplas immobilisasi menimbulkan
klon yang kemudian dapat ditransfer ke media lain. Dalam prakteknya, protoplas
yang tersuspensi dalam media agarosa cair (40 C) (1,2% b / v agarose) dibagikan
(4ml) ke dalam cawan ukuran kecil (3,5-5cm) dan dibiarkan mengeras. Lapisan
agarose kemudian dipotong menjadi 4 blok berukuran sama dan dipindahkan ke
piring yang lebih besar (diameter 9 cm) yang mengandung media cair dengan
komposisi yang sama.
Feeder Layer
Kultur protoplas pada kerapatan afar rendah, teknik feeding layer diadopsi. Lapisan
feeder sinar-X yang diiradiasi secara non-pemecah namun protoplas aktif secara
metabolik setelah dicuci dilapisi di media agar-agar. Protoplas iradiasi yang tidak
diiradiasi dilapisi di atas lapisan pengumpan ini. Protoplas dari spesies yang sama
atau spesies yang berbeda dapat digunakan sebagai feesing layer.
Co-culturing
Metode ini melibatkan co-culture protoplas dari dua spesies yang berbeda
untuk meningkatkan pertumbuhan mereka atau untuk mendapatkan sel
hibrid. Protoplas yang aktif secara metabolik dan membagi dua jenis -
pertumbuhan yang lambat dan cepat dikultivasi bersama, protoplas yang
tumbuh cepat menyediakan spesies lain dengan bahan kimia yang mudah
tersuspensi dan faktor pertumbuhan yang membantu pembentukan dinding
sel dan pembelahan sel. Metode co-culture umumnya digunakan dimana
kalus yang timbul dari dua jenis protoplas dapat dibedakan secara
morfologis. Sebagai contoh, protoplas yang diisolasi dari tanaman albino dan
tanaman hijau mudah dibedakan berdasarkan warna dimana albino protoplas
akan mengembangkan koloni non hijau.

Media kultur
Kebutuhan nutrisi protoplas hampir sama dengan kultur suspense sel
tumbuhan. Sebagian besar garam media MS (Murashige dan Skoog, 1962) dan
B 5 (Gamborg dkk. 1968) dan modifikasinya telah digunakan. Garam ammonium
telah ditemukan dapat merugikan pertumbuhan protoplas banyak spesies, dan media
yang telah dirancang yang memiliki konsentrasi ammonium yang kesil atau
sedikit. Konsentrasi seng dikurangi sementara konsentrasi kalsium meningkat,
karena meningkatkan stabilitas membran. Osmolaritas dipertahankan dengan
penambahan sorbitol, manitol, glukosa atau sukrosa dan manitol yang banyak
digunakan osmotikum karena tidak digunakan oleh sel pemisah, dengan demikian,
mempertahankan osmolaritas medium.
Glukosa adalah sumber karbon yang paling sering digunakan karena sukrosa
tidak memenuhi kultur protoplas. Satu atau dua asam amino ditambahkan pada
konsentrasi rendah. Regulator pertumbuhan pada dasarnya diperlukan dalam kultur
protoplas umumnya konsentrasi auksin tinggi (NAA, 2,4-D) bersamaan dengan
konsentrasi sitokinin yang rendah (BAP, Zeatin).
Kondisi lingkungan: Intensitas cahaya tinggi menghambat pertumbuhan protoplas
sehingga awalnya protoplas ditanam dalam cahaya redup selama beberapa hari dan
kemudian ditransfer ke cahaya sekitar 2000-5000 lux. Namun, hasil yang lebih baik
didapat saat dikultur dalam kegelapan.
Plating density
Seperti kultur sel, kerapatan plating awal protoplas memiliki pengaruh
penting pada efisiensi pelapisan. Protoplas dikultur pada kepadatan 1 x 10 4 sampai 1
x 10 5 protoplas ml -1 dari medium. Pada kepadatan koloni sel yang tinggi akan
timbul dari protoplas individu cenderung tumbuh satu sama lain sehingga
menghasilkan jaringan chimera, jika populasi protoplas secara genetis
heterogen. Kloning individu sel, yang diinginkan dalam hibridisasi somatik dan
penelitian mutagenik, dapat dicapai jika protoplas atau sel yang berasal darinya dapat
dikultur pada kepadatan rendah.

Pengembangan dan regenerasi protoplas

Protoplas mulai meregenerasi dinding sel dalam beberapa hari (2-4 hari) dari
kultur dan selama proses ini, protoplas kehilangan bentuk sferis karakteristiknya
yang telah dianggap sebagai indikasi regenerasi dinding baru. Regenerasi dinding sel
dapat dikonfirmasi dengan metode pewarnaan Calcofluor White. terdapat hubungan
langsung antara pembentukan dinding dan pembelahan sel. Protoplas yang tidak
mampu meregenerasi dinding sel dengan tepat alam gagal mengalami mitosis
normal. Protoplas dengan dinding yang kurang berkembang sering kali menunjukkan
tunas dan mungkin memperbesar beberapa kali volume aslinya. memungkinkan
menjadi multinukleat karena karyokinesis yang tidak disertai dengan
sitokinesis. Antara lain, pencucian protoplas yang tidak kuat sebelum kultur
menyebabkan kelainan ini. Setelah selang waktu 3 minggu, koloni sel kecil muncul,
koloni ini dipindahkan ke media induksi kalus. Hal ini diikuti dengan pengenalan
media organogenik atau embriogenik yang mengarah ke pengembangan planlet.
Gambar 3Isolasi protoplas dan regenerasi dinding sel. A. Protoplas terisolasi yang
menunjukkan struktur bola; B. Dinding diregenerasi di sekitar protoplas dan salah satu
protoplas yang menunjukkan pembelahan sel (tanda panah)

Anda mungkin juga menyukai