Anda di halaman 1dari 30

BAB I

LANDASAN TEORI

1.1. LINGKUP PENGERJAAN PERENCANAAN GEOMETRIK

Pekerjaan perencanaan geometrik jalan antar kota meliputi 5 tahapan


yang berurutan sebagai berikut:
1) Melengkapkan data dasar;
2) Identifikasi lokasi jalan;
3) Penetapan kriteria perencanaan;
4) Penetapan alinemen jalan yang optimal; dan
5) Pengambaran detail perencanaan geometrik jalan dan pekerjaan tanah.
6) Pembuatan trase jalan.

1.2. DATA DASAR

Data dasar yang perlu untuk suatu perencanaan geometrik adalah:

1) Peta topografi berkontur yang akan menjadi peta dasar perencanaan


jalan, dengan skala tidak lebih kecil dari 1:5000 (skala yang lain misalnya
1:2.000 dan 1:3.000).
2) Peta geologi yang memuat informasi daerah labil dan daerah stabil
3) Peta tata guna lahan yang memuat informasi ruang peruntukan jalan.
4) Peta jaringan jalan yang ada.

1.3. IDENTIFIKASI LOKASI JALAN

Berdasarkan data tersebut di tetapkan:

Kelas medan jalan


Titik awal dan akhir perencanaan
Pada peta dasar perencanaan, identifikasi daerah-daerah yang layak
dilintasi jalan berdasarkan struktur mekanik tanah, struktur geologi, dan
pertimbangan pertimbangan lainnya yang dianggap perlu.

1.4. KRITERIA PERENCANAAN

Tetapkan:

1
Untuk perencanaan geometrik, perlu ditetapkan klasifikasi menurut fungsi
jalan.
Kendaraan Rencana
VLHR dan VJR ; dan
Kecepatan Rencana, VR.
Kriteria perencanaan tersebut di atas ditetapkan berdasarkan
pertimbangan kecenderungan perkembangan transportasi di masa yang
akan datang sehingga jalan yang dibangun dapat memenuhi fungsinya
selama umur rencana yang diinginkan.

1.5. PENETAPAN ALINEMENJALAN

Alinemen jalan yang optimal diperoleh dari satu proses iterasi pemilihan
alinemen

Dengan menggunakan data dasar, dibuat beberapa alternatif alinemen


horizontal (lebih dari satu) yang dipandang dapat memenuhi kriteria
perencanaan.
Setiap alternatif alinemen horizontal dibuat alinemen vertikal dan
potonganmelintangnya.
Semua alternatif alinemen dievaluasi (III.5.4) untuk memilih alternatif
yang paling efisien.

1.6 ALINEMEN HORIZONTAL

1. Berdasarkan kriteria perencanaan, ditetapkan:

Jari jari minimum lengkung horizontal;


Kelandaian jalan maksimum;
Panjang maksimum bagian jalan yang lurus; dan
Jarak pandang henti dan jarak pandang mendahului.

2. Dengan memperhatikan kriteria perencanaan dan Damija , pada peta


dasar perencanaan, rencanakan alinemen horizontal jalan untuk beberapa
alternatif lintasan.

3. Pada setiap gambar alternatif alinemen, bubuhkan "nomor station",


disingkat Sta. dan ditulis Sta.XXX+YYY, di mana XXX adalah satuan
kilometer dan YYY satuan meter. Penomoran Sta. ditetapkan sebagai
berikut:

Pada bagian jalan yang lurus Sta. dibubuhkan untuk setiap 50 meter;

2
Pada bagian jalan yang lengkung Sta. dibubuhkan untuk setiap 20 meter
Penulisan Sta. pada gambar dilakukan disebelah kiri dari arah kilometer
kecil ke kilometer besar.

1.7 ALINEMEN VERTIKAL

1) Berdasarkan kriteria perencanaan, ditetapkan:

Jari jari lengkung vertikal minimum;


Kelandaian jalan maksimum;
Panjang jalan dengan kelandaian tertentu yang membutuhkan lajur
pendakian; dan
Jarak pandang henti dan jarak pandang mendahului.
2) Dengan memperhatikan kriteria perencanaan, rencanakan gambar
alinemen vertikal untuk semua alternatif alinemen horizontal. Gambar
alinemen vertikal berskala panjang 1:1.000 dan skala vertikal 1:100.
3) Setiap alinemen perlu diuji terhadap pemenuhan jarak pandang sesuai
ketentuan yang diuraikan pada bagian.

1.8. POTONGAN MELINTANG

1) Berdasarkan kriteria perencanaan, ditetapkan:

Lebar lajur, lebar jalur, dan lebar bahu jalan


Pelebaran jalan di tikungan untuk setiap tikungan dan
Damaja, Damija, dan Dawasja

2) Rencanakan gambar potongan melintang jalan dengan skala horizontal


1:100 dan skala vertikal 1:10. Gambar potongan melintang dibuat untuk setiap
titik Sta.

3) Potongan melintang jalan beserta alinemen horizontal serta alinemen


vertikal digunakan untuk menghitung volume galian, timbunan, dan
pemindahan material galian dan timbunan.

1.9. PEMILIHAN ALINEMEN YANG OPTIMAL

1) Perencanaan untuk beberapa alternatif bertujuan mencari alinemen jalan


yang paling efisien yaitu alinemen dengan kriteria sebagai berikut:

Alinemen terpendek;

3
Semua kriteria perencanaan harus dipenuhi. Jika tidak ada alternatif
alinemen yang memenuhi kriteria perencanaan, maka kriteria
perencanaan harus dirubah;
Memiliki pekerjaan tanah yang paling sedikit atau paling murah. Yang
dimaksud pekerjaan tanah di sini melingkupi volume galian, volume
timbunan, dan volume perpindahan serta pengoperasian tanah galian
dan timbunan; dan
Memiliki jumlah dan panjang jembatan paling sedikit atau paling
pendek atau paling murah.

2) Pada alternatif yang paling efisien, perlu dievaluasi koordinasi antara


alinemen horizontal dan alinemen vertikal . Perubahan kecil pada alinemen
terpilih ini dapat dilakukan, tetapi jika perubahan alinemen tersebut
menyebabkan penambahan pekerjaan tanah yang besar maka proses seleksi
alinemen perlu diulang.

1.10 PENYAJIAN RENCANA GEOMETRIK

1) Bagian-bagian perencanaan yang disajikan meliputi:


2) Gambar alinemen horizontal jalan yang digambar pada peta topografi
berkontur;
3) Gambar alinemen vertikal jalan;
4) Diagram superelevasi;
5) Gambar potongan melintang jalan untuk setiap titik Sta.
6) Diagram pekerjaan tanah (mass diagram); dan
7) Bagian bagian lain yang dianggap perlu.

BAB II

PERENCANAAN

2.1. PENGERTIAN

Badan Jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas,
median, dan bahu jalan.
Bahu Jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan
jalur lalu lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan

4
darurat, dan untuk pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, lapis
pondasi, dan lapis permukaan.
Batas Median Jalan adalah bagian median selain jalur tepian, yang biasanya
ditinggikan dengan batu tepi jalan.
Daerah di Luar Kota adalah, daerah lain selain daerah perkotaan.
Daerah Manfaat Jalan (Damaja) adalah daerah yang meliputi seluruh badan
jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengaman.
Daerah Milik Jalan (Damija) adalah daerah yang meliputi seluruh daerah
manfaat jalan dan daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan
penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk
pengaman jalan.
Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah lajur lahan yang berada di
bawah pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap
terhalangnya pandangan bebas pengemudi kendaraan bermotor dan untuk
pengamanan konstruksi jalan dalam hal ruang daerah milik jalan tidak
mencukupi.
Daerah Perkotaan adalah daerah kota yang sudah terbangun penuh atau
areal pinggiran kota yang masih jarang pembangunannya yang diperkirakan
akan menjadi daerah yang terbangun penuh dalam jangka waktu kira-kira 10
tahun mendatang dengan proyek perumahan, industri, komersil, dan berupa
pemanfaatan lahan lainnya yang bukan untuk pertanian.
Ekivalen Mobil Penumpang (emp) adalah faktor dari berbagai kendaraan
dibandingkan terhadap mobil penumpang sehubungan dengan pengaruhnya
kepada kecepatan mobil penumpang dalam arus lalu lintas campuran.
Faktor-K adalah faktor berupa angka yang memperbandingkan volume lalu
lintas per jam yang didasarkan pada jam sibuk ke 30-200 dengan volume lalu
lintas harian rata- rata tahunan.
Faktor F adalah faktor variasi tingkat lalu lintas per 15 menit dalam satu jam,
ditetapkan berdasarkan perbandingan antara volume lalu lintas dalam satu
jam dengan 4 kali tingkat volume lalu lintas per 15 menittertinggi.
Jalan Antar Kota adalah jalan jalan yang menghubungkan simpul-simpul jasa
distribusi dengan ciri-ciri tanpa perkembangan yang menerus pada sisi mana
pun termasuk desa, rawa, hutan, meskipun mungkin terdapat perkembangan
permanen, misalnya rumah makan, pabrik, atau perkampungan.
Jarak Pandang (Jr) adalah, jarak di sepanjang tengah-tengah suatu jalur dari
mata pengemudi ke suatu titik di muka pada garis yang sama yang dapat
dilihat oleh pengemudi.
Jarak Pandang Mendahului (Jd), adalah jarak pandang yang dibutuhkan
untuk dengan aman melakukan gerakan menyiap dalam keadaan normal.

5
Jarak Pandang Henti (JP) adalah jarak pandang ke depan untuk berhenti
dengan aman bagi pengemudi yang cukup mahir dan waspada dalam
keadaan biasa.
Jarak Pencapaian Kemiringan adalah panjang jalan yang dibutuhkan untuk
mencapai perubahan kemiringan melintang normal sampai dengan
kemiringan penuh.
Jalur adalah suatu bagian pada lajur lalu lintas yang ditempuh oleh kendaraan
bermotor (beroda 4 atau lebih) dalam satu jurusan.
Jalur Lalu lintas adalah bagian daerah manfaat jalan yang direncanakan
khusus untuk lintasan kendaraan bermotor(beroda4 atau lebih).
KAJI adakah singkatan dari Kapasitas Jalan Indonesia.
Kapasitas Jalan adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan
pada suatu bagian jalan pada kondisi tertentu, dinyatakan dalam satuan mobil
penumpang per jam.
Kecepatan Rencana (VR) adalah kecepatan maksimum yang aman dan dapat
dipertahankan di sepanjang bagian tertentu pada jalan raya tersebut jika
kondisi yang beragam tersebut menguntungkan dan terjaga oleh
keistimewaan perencanaan jalan.
Lajur adalah bagian pada jalur lalu lintas yang ditempuh oleh satu kendaraan
bermotor beroda 4 atau lebih, dalam satu jurusan.
Lajur Pendakian adalah lajur tambahan pada bagian jalan yang mempunyai
kelandaian dan panjang tertentu untuk menampung kendaraan dengan
kecepatan rendah terutama kendaraan berat.
Mobil Penumpang adalah kendaraan beroda 4 jenis sedan atau van yang
berfungsi sebagai alat angkut penumpang dengan kapasitastempat duduk4
sampai 6.
Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah jumlah mobil penumpang yang
digantikan tempatnya oleh kendaraan jenis lain dalam kondisi jalan, lalu lintas
dan pengawasan yang berlaku.
Strip Tepian adalah bagian datar median, yang perkerasannya dipasang
dengan cara yang sama seperti pada jalur lalu lintas dan diadakan untuk
menjamin ruang bebas samping pada jalur.
Tingkat Arus Pelayanan (TAP) adalah kecepatan arus maksimum yang layak
diperki- rakan bagi arus kendaraan yang melintasi suatu titik atau ruas yang
seragam pada suatu jalur atau daerah manfaat jalan selama jangka waktu
yang ditetapkan dalam kondisi daerah manfaat jalan, lalu lintas, pengawasan,
dan lingkungan yang berlaku dinyatakan dalam banyaknya kendaraan per
jam.

6
Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas per jam
pada jam sibuk tahun rencana, dinyatakan dalam satuan SMP/jam, dihitung
dari perkalian VLHR dengan faktor K.
Volume Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah volume total yang
melintasi suatu titik atau ruas pada fasilitas jalan untuk kedua jurusan, selama
satu tahun dibagi oleh jumlah hari dalam satu tahun.
Volume Lalu lintas Harian Rencana (VLHR) adalah taksiran atau prakiraan
volume lalu lintas harian untuk masa yang akan datang pada bagian jalan
tertentu.

2.2. PEMBUATAN TRASE JALAN

a. Pembuatan sketsa rencana jalan pada peta yang memiliki kontur 1 :1000.
penggambaran sketsa rencana jalan yang akan buat di gambarkan pada
peta tersebut.
b. Menentukan koordinat titik pada sketsa rencana.
Penentuan titik pada sketsa rencana jalan di buat dengan menentukan
nilai x untuk panjang horizonthal dan y untuk vertical serta z untuk
menentukan kontur pada trase yang telah di buat.
Contoh perhitungan sudut.

Nama Titik X Y Z
409.40 270.91
A 0 0 1234
409.19 270.92
PI1 0 0 1235
409.02 270.72
PI2 0 5 1233
408.90 270.78
B 0 0 1237
Tabel 2.1 koordinat titik dan kontur pada trase jalan rencana

c. Perhitungan sudut rencana jalan


270.910270.920
= arc tan[( 409.400409.190 )]
10
= arc tan ( 210 )

= 2,726

7
270.920270.725
1 = arc tan[( 409.190409.020 )]

195
= arc tan ( 170 )
= 48,918
1 = +1 = 2,726+48,918 = 51,644
270.725270.780
2 = arc tan[( 409.020408.900 )]
55
= arc tan ( 120 )

= 24,624
2 = 1+2 =48,918+24,624 = 73,542

Nama sudut Besar sudut ( )


2,726
1 48,918
1 51,644
2 24,624
2 73,542
Tabel 2.2 sudut dan pada trase jalan rencana

d. Perhitungan jarak antar titik.


270.920270.910
Jarak A-PI1 = sin
10
= sin2,726
= 210,262 meter

270.920270.725
Jarak PI2-PI1 = sin 1
195
= sin 48,918
= 258,699 meter

270.780270.7250
Jarak PI2-B = sin 2

8
55
= sin24,624
= 132,002 meter

Nama Titik Jarak ( M )


A PI1 210,262
PI1 PI2 258,699
PI3 B 132,002
Tabel 2.3 Jarak antar titik pada trase jalan.
Gambar trase jalan dapat dilihat pada lampiran gambar

2.3. ALINEMEN HORIZONTAL


Perencanaan tikungan pada jalan harus memperhatikan ketentuan
ketentuan yang telah menjadi ketetapan.D berikut:

a) Terdapat 3 macam lengkung yang di gunakan,antara lain:


Lengkung SCS (spiral circle spiral)
Digunakan pada tikungan pertama(20<<45)
Lengkung FC (Full circle)
Digunakan pada tikungan kedua(0<<20)
Lengkung SS (Spiral Spiral)
Digunakan pada tikungan ketiga. (>45)

b) Menentukan kecepatan rencana.


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan kecepatan
rencana antara lain:

Menurut fungsi jalan,jalan yang direncanakan adalah Jalan


Kolektor Primer. Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang
menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua
atau kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.Persyaratan
yang harus dipenuhi oleh jalan kolektor primer adalah:
- Kecepatan rencana >40 km/jam = 60 km/jam untuk
rencana jalan
- Lebar badan jalan >7m .

Kecepatan rencana (VR) adalah kecepatan yang dipilih sebagai


dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan

9
kendaraan dapat bergerak dengan aman dan nyaman dalam
kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan pengaruh
samping jalan tidak berarti.
Untuk perencanaan jalan antar kota, VR ditetapkan
berdasarkan klasifikasi (fungsi) jalan dan medan seperti
diperlihatkan pada Tabel 1.4 dan Tabel 1.5 untuk jalan perkotaan.

Tabel 2.4 Kecepatan rencana (VR) untuk jalan antar kota


Kecepatan rencana, VR, (km/jam)
Fungsi jalan
Datar Bukit Gunung
Arteri 70 120 60 80 40 70
Kolektor 60 90 50 60 30 50
Lokal 40 70 30 50 20 30
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997

Tabel 2.5 Kecepatan rencana (VR) untuk jalan perkotaan


Fungsi jalan Kecepatan rencana, VR, (km/jam)
Arteri Primer 50 100
Kolektor Primer 40 80
Arteri Sekunder 50 80
Kolektor Sekunder 30 50
Lokal Sekunder 30 50
Sumber: RSNI T- 14 2004

c) Jari-Jari Tikungan

(1) Jari - jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut:

VR 2
Rmin = 127 ( emax . f )

di mana :
Rmin = Jari jari tikungan minimum (m),
VR = Kecepatan Rencana (km/j),
emax = Superelevasi maximum (%),

10
F = Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal f=0,14-0,24

Tabel 2.6. dapat dipakai untuk menetapkan Rmin.

VR(km/jam) 120 10 80 60 50 40 30 20
0
Jari-jari Minimum 600 37 21 110 80 50 30 15
(Rmin ) 0 0

d) Lengkung peralihan
a) Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan di antara
bagian lurus jalan dan bagian lengkung jalan berjari jari tetap
R; berfungsi mengantisipasi perubahan alinemen jalan dari
bentuk lurus (R tak terhingga) sampai bagian lengkung jalan
berjari jari tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada
kendaraan saat berjalan di tikungan berubah secara
berangsur-angsur, baik ketika kendaraan mendekati tikungan
maupun meninggalkan tikungan.
b) Bentuk lengkung peralihan dapat berupa parabola atau spiral
(clothoid). Dalam tatan cara ini digunakan bentuk spiral.
c) Panjang lengkung peralihan (L) ditetapkan atas pertimbangan
bahwa:
lama waktu perjalanan di lengkung peralihan perlu dibatasi
untuk menghindarkan kesan perubahan alinemen yang
mendadak, ditetapkan 3detik (pada kecepatan VR);
gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan dapat
diantisipasi berangsur angsur pada lengkung peralihan
dengan aman; dan
tingkat perubahan kelandaian melintang jalan (re) dari
bentuk kelandaiannormal ke kelandaian superelevasi
penuh tidak boleh melampaui re-max yang ditetapkan
sebagai berikut:
untuk VR 70 km/jam, re-max =0.035 m/m/detik,
untuk VR 80km/jam, re-max =0.025 m/m/detik.

e) LS ditentukan dari 3 rumus di bawah ini dan diambil nilai yang


terbesar:

(1) Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan,

11
VR
Ls= 3.6
T

di mana:
T = waktu tempuh pada lengkung peralihan, ditetapkan 3 detik.
VR = kecepatan rencana (km/jam).

(2) Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal

VR 3 VR e
Ls=0.022 2.272
RC C

(3) Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian,

Ls = (em en ) VR
3.6 re

di mana: VR = kecepatan rencana (km/jam),


em = superelevasi maximum,
en = superelevasi normal,
re = tingkat pencapaian perubahan kemiringan melintang
jalan (m/m/detik).

Selain menggunakan rumus-rumus di atas untuk tujuan praktis LS


dapat ditetapkan dengan menggunakan
VR Seperelevasi , e (%)
(km/ja 2 4 6 8 10
m) Ls L Ls L Ls Le Ls Le Ls Le
e e
20
30
40 1 2 1 2 1 25 2 30 35 40
0 0 5 5 5 5
50 1 2 2 3 2 30 3 40 40 50
5 5 0 0 0 0
60 1 3 2 3 2 40 3 50 50 60
5 0 0 5 5 5
70 2 3 2 4 3 45 4 55 60 70
0 5 5 0 0 0

12
80 3 5 4 6 4 70 6 90 90 12
0 5 0 0 5 5 0
90 3 6 4 7 5 80 7 10 10 13
0 0 0 0 0 0 0 0 0
100 2 6 4 8 5 90 8 11 10 14
5 5 5 0 5 0 0 0 5
110 4 7 5 8 6 10 9 12 11 -
0 5 0 5 0 0 0 0 0
120 4 8 5 9 7 11 9 13 11 -
0 0 5 0 0 0 5 5 0
Tabel 2.7 nilai e dan ls

f) Superelevasi
Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan
yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima
kendaraan pada saat berjalan melalui tikungan pada kecepatan
VR. Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 10%.
Pencapaian superelevasi
a) Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan
melintang normal pada bagian jalan yang lurus sampai
ke kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian
lengkung.
b) Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan
secara linear , diawali dari bentuk normal sampai awal
lengkung peralihan (TS) yang berbentuk pada bagian
lurus jalan, 'lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh
pada akhir bagian lengkung peralihan (SC).
c) Pada tikungan fC, pencapaian superelevasi dilakukan
secara linear, diawali dari bagian lurus sepanjang 213
LS sampai dengan bagian lingkaran penuh sepanjang
113 bagian panjang LS.
g) Jarak Pandang
Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh
seorang pengemudi pada saat mengemudi sedemikian
sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, maka pengemudi dapat melakukan sesuatu
untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman.

13
Jarak pandang dibedakan atas jarak pandang henti (Jh)
dan jarak pandang mendahului (Jd).
1. Jarak pandang henti (Jh)
Jarak pandang henti adalah jarak minimum yang
diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan
kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan
di depannya. Geometrik jalan yang baik adalah ruas jalan
yang dapat memberikan rasa aman bagi pengemudi, oleh
karena itu setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi jarak
pandang henti.
Jarak pandang henti (Jh) terdiri dari 2 (dua) elemen jarak,
yaitu:
1). Jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh
kendaraan sejak pengemudi melihat suatu halangan yang
menyebabkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi
menginjak rem; dan
2). Jarak pengereman (Jhr) adalah jarak yang dibutuhkan
untuk menghentikan kendaraan sejak pengemudi
menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
Jarak pandang henti (Jh) diukur berdasarkan asumsi bahwa
tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tingggi halangan
15 cm diukur dari permukaan jalan.

Jarak pandang henti (Jh) dapat dihitung dengan rumus:


2
VR

VR 3,6
Jh T
3,6 2g.f p

di mana:
VR = kecepatan rencana, km/jam
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/detik2.
fp =koefisien gesek memanjang antara ban kendaraan dengan
perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35 0,55.

14
Rumus diatas disederhanakan menjadi:
2
V
Jh 0,694 VR 0,004 R
fp

Nilai jarak pandang henti (Jh) minimum untuk jalan antar kota yang
dihitung berdasarkan rumus diatas dapat dilihat pada Tabel 3.10.

Tabel 2. 8 Jarak pandang henti (Jh) minimum untuk jalan antar kota
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Jh minimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997

Nilai jarak pandang henti (Ss) minimum untuk jalan perkotaan dapat
dihitung dengan rumus:
2
V
S s 0,278 VR T 0,039 R
a

di mana:
VR = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu reaksi, ditetapkan 2,5 detik
a = tingkat perlambatan, ditetapkan 3,4 m/detik2.
Berdasarkan persamaan di atas, jarak pandang henti (Ss) minimum
untuk jalan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 3.11.

Tabel 2.9 Jarak pandang henti (Ss) minimum untuk jalan perkotaan
VR (km/jam) 100 90 80 70 60 50 40 30
Ss minimum (m) 185 160 130 105 85 65 50 35
Sumber: RSNI T- 14 2004

Gerakan mendahului pada jalan tak terbagi, dapat dilihat pada gambar

15
Jarak pandang mendahului total = DE

Jarak pandang mendahului minimum


TAHAP PERTAMA yang dibutuhkan
V1 V2 kendaraan yang disalip
A C C

A V1 V1 B

kendaraan yang berlawanan

kendaraan yang mendahului


2/3d2
TAHAP KEDUA

C C A

A B B

d1 1/3d2 B
d2 d3 d4

A = kendaraan yang mendahului


B = kendaraan yang berlawanan arah
C = kendaraan yang didahului kendaraan A

Gambar 3.2 Jarak pandang mendahului

Jarak pandang mendahului diformulasikan dengan persamaan sebagai


berikut:
Jd = d1 + d2 + d3+ d4
d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap,(m)
d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali
ke lajur semula, (m)
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang
datang dari arah yang berlawanan setelah proses mendahului
selesai, (m)
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah
berlawanan, (m)

16
Rumus estimasi d1, d2, d3, d4 adalah sebagai berikut:

a.T1
d1 0,278 T1 VR m
2

(3.8)
d2 = 0,278 VR T2
d3 = antara 30 100 m
d4 = 2/3 d2
di mana:

T1 = waktu dalam = 2,12 + 0,026 VR, (detik)


T2 = waktu kendaraan berada di jalur lawan = 6,56 + 0,048 VR, (detik)
a = percepatan rata-rata = 2,052 + 0,0036 VR, (km/jam/detik)
m = perbedaan kecepatan dari kendaraan yang mendahului dan
kendaraan yang didahului (diambil 10 15 km/jam)

Nilai jarak pandang mendahului (Jd) untuk jalan antar kota yang dihitung
berdasarkan rumus di atas dapat dilihat pada Tabel 1.13

Tabel 2.10 Panjang jarak pandang mendahului (Jd)


VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Jd (m) 800 670 550 350 250 200 150 100

h) Daerah bebas samping di tikungan


Daerah bebas samping di tikungan (E) adalah ruang untuk menjamin
kebebasan pandang di tikungan sehingga Jh dapat terpenuhi.
Daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan
pandangan pengemudi di tikungan dengan membebaskan obyek-
obyek penghalang sejauh E (m), yang diukur dari garis tengah lajur
dalam sampai pada obyek penghalang pandangan sehingga
persyaratan Jh dipenuhi.
Ada dua bentuk daerah bebas samping di tikungan, yaitu:
- jarak pandang henti (Jh) < panjang tikungan (Lt).
- jarak pandang henti (Jh) > panjang tikungan (Lt).

17
Daerah bebas samping di tikungan (E) untuk jalan antar kota dihitung
berdasarkan rumus sebagai berikut:

90 0 Jh
E R 1 cos
R
1). Jika Jh < Lt.

Lt
Gambar 3.3 Daerah bebas samping di tikungan, untuk Jh < Lt
Jh

E
Lajur luar

90 0 Jh 1 90 0 Jh
cos
E R 1Garis Jh R
L t sin
pandang R 2 R Lajur dalam
2). Jika Jh > Lt. R R
Penghalang
(3.12)
pandangan

Jh
18
Lt
Gambar 3.4 Derah bebas samping di tikungan, untuk Jh > Lt

Daerah bebas samping di tikungan (M) untuk jalan perkotaan dihitung


berdasarkan rumus sebagai berikut:
Lajur

E
Garis pandang 28,65 S s
M R 1 cos
R R'
R R
Penghalan
g Lajur
Jarak pandang henti (Ss)

Gambar 3.5 Diagram ilustrasi komponen untuk menentukan jarak


pandang horizontal (daerah bebas samping)
Sumbu jalan

19
Sumbu
lajur Garis Penghalang
dalam pandang M = Daerah bebas
R samping
PERHITUNGAN ALINEMEN HORIZONTHAL

Tikungan 1 (Bentuk tikungan Spiral-spiral)

=51,644
Fungsi jalan : Kolektor
Keadaan medan : Bukit
Dari tabel 3.2 Diktat Perencanaan Geometrik Jalan Raya Jurusan
Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan diperoleh Vr = 50-60 km/jam
maka, diambil Vr = 60 km/jam
e maks = 10%
en = 2%
Lebar jalan 2x3,75 meter tanpa median
V r2
R min = 127 (em+fm) untuk Vr < 80 km/jam :

fm = -0,00065Vr+0,192

fm = -0,00065(60)+0,192
= 0,153
602
R min = 127 (0,1+0,153) = 112,041 meter Diambil Rrencana =

119 m
Dari tabel 3.2 Diktat Perencanaan Geometrik Jalan Raya Jurusan
Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan diperoleh :
e = 0.098 dan Ls = 60 meter

Ls (90) 60(90)
s = Rc = (119 ) = 14,44

Ls = 60 meter

Lc = 0

Kontrol terhadap persyaratan lengkung peralihan lainnya :

Ls min = 125(0,02+0,098)3,75 = 55,3125 meter


Ls > Ls min, maka Rc = 119 meter untuk lengkung SS dapat
digunakan
Panjang perjalanan selama 3 detik yaitu :
1000
3 x 60 x 3600 = 50 meter

Ls > 50 meter, maka Rc = 119 meter untuk lengkung SS


dapat digunakan

20
2
Ls2 60
P= 6 Rc - Rc(1 coss) = 6 (119) - 119(1 cos14,44)=1,283 m

3
Ls
K = Ls - 40 Rc
2 - Rc sins

119
40( 2)
= 60 - 60 3 (119 sin14,44)= 29,944

L = 2Ls = 2(60) = 120 meter

51,644
Ts = (Rc+P) tan1/2+K= (119+1,283) tan( 2 )+29,944 = 88,148

51,644
Es = (Rc+P) sec1/2-Rc = (119+1,283) sec( 2 ) - 119 = 14,625

Maka data untuk lengkung horizontal pada tikungan I adalah


sebagai berikut :

Vr = 60 km/jam L = 120 m Es = 14,625 m

= 51,644 e = 9,8% Ts = 88,148 m

s = 14,44 Ls= 60 m P = 1,283 m

Rc = 119 m Lc= 0 K = 29,944 m

Gambar Diagram super Elevasi Dapat dilihat pada lampiran gambar.1

Tikungan ke 2 (Bentuk Tikungan Spiral spiral)

=73,542
Fungsi jalan : Kolektor
Keadaan medan : Bukit

21
Dari tabel 3.2 Diktat Perencanaan Geometrik Jalan Raya Jurusan
Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan diperoleh Vr = 50-60 km/jam
maka, diambil Vr = 60 km/jam
e maks = 10%
en = 2%
Lebar jalan 2x3,75 meter tanpa median
V r2
R min = 127 (em+fm) untuk Vr < 80 km/jam :

fm = -0,00065Vr+0,192

fm = -0,00065(60)+0,192
= 0,153
602
R min = 127 (0,1+0,153) = 112,041 meter Diambil Rrencana =

119 m
Dari tabel 3.2 Diktat Perencanaan Geometrik Jalan Raya Jurusan
Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan diperoleh :
e = 0.098 dan Ls = 60 meter

Ls (90) 60(90)
s = Rc = (119 ) = 14,44

Ls = 60 meter

Lc = 0

Kontrol terhadap persyaratan lengkung peralihan lainnya :

Ls min = 125(0,02+0,098)3,75 = 55,3125 meter


Ls > Ls min, maka Rc = 119 meter untuk lengkung SS dapat
digunakan
Panjang perjalanan selama 3 detik yaitu :
1000
3 x 60 x 3600 = 50 meter

Ls > 50 meter, maka Rc = 119 meter untuk lengkung SS


dapat digunakan

Ls2 602
P= 6 Rc - Rc (1 coss) = 6 (119) - 119 (1 cos14,44) =1,283

22
119
3
Ls 40( 2)
K = Ls - 40 Rc
2 - Rc sins = 60 - 60 3 (119

sin14,44)=29,944 m

L = 2Ls = 2(60) = 120 meter

73,542
Ts = (Rc+P) tan1/2+K = (119+1,283) tan( 2 )+29,944

=119,832 m

73,542
Es = (Rc+P) sec1/2-Rc = (119+1,283) sec( 2 ) - 119 = 14,625

Maka data untuk lengkung horizontal pada tikungan I adalah

sebagai berikut :

Vr = 60 km/jam L = 120 m Es = 31,159 m

= 51,644 e = 9,8% Ts = 119,832 m

s = 14,44 Ls= 60 m P = 1,283 m

Rc = 119 m Lc= 0 K = 29,944 m

Gambar Perhitungan dan Diagram super Elevasi Dapat dilihat pada lampiran

2.4. ALINEMEN VERTIKAL

Adalah bidang tegak yang melalui sumbu jalan atau proyeksi


tegak lurus bidang gambar.

Alinemen vertikal disebut juga penampang / profil memanjang


jalan yang terdiri dari: garis lurus dan garis lengkung.

Garis lurus dapat berupa:

datar,

23
mendaki atau > biasa disebut berlandai dan

menurun dinyatakan dengan %

Pada profil memanjang akan terlihat tinggi rendahnya


permukaan jalan terhadap muka tanah asli, sehingga
memberikan gambaran terhadap kemampuan kendaraan pada
saat mendaki dan bermuatan penuh (truck digunakan sebagai
kendaraan standar).

Pada umumnya gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke


kanan, maka:

landai jalan untuk pendakian diberi tanda positif (+) dan

landai jalan untuk penurunan diberi tanda negatif ( - )

Perencanaan alinemen vertikal dipengaruhi oleh berbagai


pertimbangan sbb :

Kondisi tanah dasar


Keadaan medan
Fungsi jala
Muka air banjir
Muka air tanah
Kelandaian yang masih memungkinkan

Landai Minimum pada Alinemen Vertikal

Untuk kepentingan arus lalu lintas, landai ideal adalah landai


datar (0 %)
Untuk kepentingan drainase jalan, maka jalan berlandailah
yang ideal

(0.3 % sampai 0.5 %).

Landai Maksimum

Kelandaian 3 % mulai memberikan pengaruh terhadap gerak


kendaraan penumpang, walaupun tidak seberapa dibandingkan
dengan gerakan kendaraan truck yang bermuatan penuh.

Pengaruh dari adanya kelandaian ini dapat terlihat dari


berkurangnya kecepatan kendaraan atau mulai dipergunakannya gigi
rendah.

24
Tabel 2.11 kelandaian maksimum yang diijinkan

Vr, km/jam 120 110 100 80 60 50 40 < 40


Landai maksimum,% 3 3 3 4 5 6 7 8
Sumber:Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota,Bina Marga,Des90

Panjang Kritis Suatu Kelandaian

Pada perencanaan suatu landai, perlu diperhatikan panjang


landai tersebut yang masih tidak menghasilkan pengurangan
kecepatan yang dapat mengganggu kelancaran jalannya lalu lintas.

Panjang maksimum yang masih diperbolehkan tanpa


mengakibatkan gangguan lancarnya arus lalu lintas atau biasa disebut
panjang kritis landai, adalah panjang yang mengakibatkan
pengurangan kecepatan maksimum 25 km/jam.

Tabel 2.12 Panjang kritis landai,

Kecepatan pada awal Landai, %


tanjakan, km/jam 4 5 6 7 8 9 10
80 630 460 360 270 230 230 200
60 320 210 160 120 110 90 80

Jalur Pendakian pada Kelandaian Khusus

Apabila pertimbangan biaya pembangunan memaksa, panjang kritis


tesebut boleh dilampaui dengan ketentuan bahwa bagian jalan di atas
landai kritis disampingnya harus dibuatkan suatu lajur pendakian
khusus untuk kendaraan-kendaraan berat.

Pada jalan berlandai dengan volume lalu lintas yang tinggi,


seringkali kendaraan-kendaraan berat yang bergerak dengan
kecepatan di bawah kecepatan rencana menjadi penghalang untuk
kendaraan lain yang bergerak dengan kecepatan sekitar kecepatan
rencana. Untuk menghindari hal tersebut perlu dibuatkan lajur
pendakian.

Lajur pendakian adalah lajur yang disediakan khusus untuk truck


bermuatan berat atau kendaraan lain yang bergerak dengan
kecepatan lebih rendah, sehingga kendaraan lain dapat mendahului
kendaraan yang lebih lambat tanpa mempergunakan lajur yang lain.

lebar lajur pendakian = lebar lajur rencana

25
lajur pendakian dimulai 30 m dari awal perubahan kelandaian
dengan serongan sepanjang 45 m dan berakhir 50 m sesudah puncak
kelandaian dengan serongan sepanjang 60 m.

jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1.5 km.

Awal tanjakan Akhir tanjakan

tanjakan

Awal lajur pendakian

30 m 45 m 50 m 60m

Lajur pendakian

200 m 60

Gambar 2. Tipikal Lajur pendakian

Lengkung Vertikal

Lengkung vertikal ditinjau dari letak titik perpotongan antara kedua


bagian lurus (tangent) dapat dibedakan menjadi 2 jenis,yaitu:

1.Lengkung vertikal cembung : dimana titik perpotongan antara kedua


tangent berada di bawah permukaan
jalan rencana.

2.Lengkung vertikal cekung : dimana titik perpotongan antara kedua tangent


berada di atas permukaan jalan yang
direncanakan.

26
Koordinasi alinemen
1) Alinemen vertikal, alinemen horizontal, dan potongan melintang
jalan adalah elemen elemen jalan sebagai keluaran perencanaan
hares dikoordinasikan sedemikian sehingga menghasilkan suatu
bentuk jalan yang baik dalam arti memudahkan pengemudi
mengemudikan kendaraannya dengan aman dan nyaman. Bentuk
kesatuan ketiga elemen jalan tersebut diharapkan dapat memberikan
kesan atau petunjuk kepada pengemudi akan bentuk jalan yang akan
dilalui di depannya sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi
lebih awal.
2) Koordinasi alinemen vertikal dan alinemen horizontal harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
(a) alinemen horizontal sebaiknya berimpit dengan alinemen vertikal,
dan secara ideal alinemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi
alinemen vertikal;
(b) tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung
atau pada bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan;
(c) lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan
panjang harus dihindarkan;
(d) dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal
harusdihindarkan; dan
(e) tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan
panjang harus dihindarkan.

Lengkung vertikal dapat berbentuk satu diantara gambar berikut:

27
PVI
+g1 -g2
+g2

+g2 -g2

-g2

Gambar 3.1b Vertikal cekung


Gambar 3.1a Vertikal cembung
+g2

-g1

28
+g1

Bentuk lengkung vertikal yang umum dipergunakan adalah


-g1 bentuk
lengkung parabola sederhana.

+g1 -g1 A
PVI
PTV PLV EV

LV/2 g2 % (-)
LV/2
g1 % ( + )

Gambar 4. Lengkung vertikal parabola

PVI

PTV = Peralihan Tangen Vertikal, adalah peralihan dari bagian tangen


(lurus) ke bagian lengkung vertikal.

PLV = Peralihan Lengkung Vertikal, adalah peralihan dari lengkung vertikal


ke bagian tangen.

PVI = Point Vertikal of Intersection, adalah titik perpotongan kedua bagian


tangen (PPV = Pusat Perpotongan
Vertikal). PV

Letak titik-titik pada lengkung vertikal dinyatakan dengan ordinat X dan Y terhadap
sumbu koordinat titik PTV.

Panjang lengkung vertikal cembung dapat di hitung dengan rumus:


PVI

D2 A
398
LVC = .(1) berdasarkan jarak pandang henti

dimana: LVC = panjang minimum lengkung vertikal cembung, m

D = jarak pandangan henti, m (table 3)

A = perbedaan aljabar untuk kelandaian = g1 g2, %

Tabel 2.13. Jarak pandangan henti minimum

29
Kecepatan rencana, km/jam 80 60 50 40 30 20
Jarak pandangan minimum, m 120 75 55 40 25 15
Sumber:Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota,Bina Marga,Des90

Panjang lengkung vertikal cekung dapat di hitung dengan rumus:

V2 A
360
LVS = .(2) berdasarkan penyerapan guncangan

dimana: LVS = panjang minimum lengkung vertikal cekung, m

V = kecepatan rencana, km/jam

A = perbedaan aljabar untuk kelandaian = g1 g2, %

Perhitungan dapat dilihat pada lampiran


PVI
BAB III

KESIMPULAN PVI

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004, bahwa jalan adalah


prasarana tansportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel.
Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang
dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik jalan sehingga dapat memenuhi fungsi
dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan optimum (keamanan dan kenyamanan)
pada arus lalu lintas dan sebagai akses kerumah-rumah. Dalam lingkup perencanaan
geometrik jalan tidak termasuk perencanaan tebal perkerasan jalan walaupun
dimensi dari perkerasan merupakan bagian dari perencanaan jalan secara
keseluruhan, demikian juga dengan perencanaan drainase jalan.

30

Anda mungkin juga menyukai