Anda di halaman 1dari 121

Penghitungan PPh dengan menggunakan Norma

penghitungan Khusus untuk Golongan WP tertentu


1. Perusahaan Pelayaran atau Penerbangan Internasional
2. Perusahaan pelayaran atau penerbangan dalam negeri
3. Perusahaan Asuransi Luar Negeri
4. Perusahaan Pengeboran Minyak, gas, dan Panas Bumi
5. Perusahaan Dagang Asing
6. Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk BOT
1. Perusahaan Pelayaran
/Penerbangan Luar Negeri
Wajib Pajak : BUT
Objek Pajak : Penghasilan dari Pengangkutan orang
dan/atau barang dari pelabuhan ke pelabuhan di
Indonesia dan / atau dari pelabuhan Indonesia ke
pelabuhan di luar negeri.
Norma Penghasilan Neto : 6% dari peredaran Bruto
Tarif : 2,64% x peredaran bruto Final
Pelunasan PPh
penghasilan dari charter; PPh dipotong oleh pencarter
Penghasilan selain carter; PPh dipotong oleh perusahaan
Penghasilan lainnya dikenakan PPh sesuai ketentuan yang
berlaku
2. Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri

Objek Pajak : Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari
pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penghasilan penyewaan
kapal yang dilakukan dari :
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia;
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;
pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan
pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.
Norma Penghitungan Khusus Penghasilan neto : 4% (empat persen) dari
peredaran bruto.
Pajak Terutang : 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final.
Cara Pelunasan :
a. penghasilan dari charter dengan pemotong pajak
b. Penghasilan selain charter
c. Perlakuan atas Pembayaran Pajak di luar Negeri
3. Perusahaan Penerbangan Dalam
Negeri
Objek Pajak : Penghasilan dari penganguutan orang
dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke
pelabuhan lain di Inddonesia dan/atau dari pelabuhan
di Indonesia ke pelabuhan lain di luar negeri
Norma Penghasilan Neto : 6% dari Penghasilan bruto
Pajak Terutang : 1,8% dari Peredran bruto tidak Final
Cara pelunasan :
a. Carter
b. Selain Carter
Pajak Penghasilan
Pasal 23
Pajak atas penghasilan WP Dalam Negeri dan BUT yang berasal dari
pemanfaatan modal, pemberian jasa, atau penyelenggaraan kegiatan
selain penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran
sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
Point Presentasi

Dasar Hukum

Pemotong PPh Pasal 23

Objek PPh Pasal 23


PPh Pasal 23
Tarif

Pengecualian
Dasar Hukum
1. Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan

2. PMK Nomor 251/PMK.03/2008 tentang Penghasilan atas Jasa Keuangan yang


Dilakukan oleh Badan Usaha yang Berfungsi sebagai Penyalur Pinjaman dan/atau
Pembiayaan yang tidak Dilakukan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23

3. PMK Nomor 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

4. Per Dirjen Pajak Nomor PER-33/PJ/2009 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas
Penghasilan berupa Royalti dari Hasil Karya Sinematografi

5. Kep Dirjen Pajak Nomor KEP-395/PJ./2001 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan


atas Hadiah dan Penghargaan
Penjelasan
1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ/2010 tentang
Pengertian Sewa dan Penghasilan Lain sehubungan dengan Penggunaan
Harta, Jasa Teknik, Jasa Manajemen, dan Jasa Konsultan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf c UU Nomor 36 Tahun 2008;

2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/2009 tentang


Jumlah Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c
angka 2 UU Nomor 36 Tahun 2008

3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-58/PJ/2009 tentang


Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-33/PJ/2009
tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan berupa Royalti dari
Hasil Karya Sinematografi

.
Pemotong
1. Badan Pemerintah;
2. Subjek Pajak Badan Dalam Negeri;
3. Penyelenggara Kegiatan;
4. Bentuk Usaha Tetap;
5. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya;
6. Orang Pribadi Yang Ditunjuk Sebagai Pemotong
Tarif dan Objek

1. Dividen);
1. Sewa dan penghasilan lain
2. Bunga; sehubungan dengan
penggunaan harta ( exc
3. Royalti;
sewa Pasal 4 ayat 2 )
4. Hadiah, penghargaan,
2. Jasa teknik, jasa
bonus, dan sejenisnya ( exc
manajemen, jasa konsultan,
Pasal 21)
jasa lain ( exc Pasal 21)

15 % 2%

Dalam hal penerima penghasilan tidak ber-NPWP, dikenakan tarif 100


(seratus persen) lebih tinggi
Definisi-definisi

1.Dividen
2.Bunga
3.Royalty
4.Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta
Definisi ...

1. Jumlah Bruto atas Penghasilan dari Jasa:


seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun
yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau
bentuk usaha tetap, tidak termasuk :
a. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran
lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga
kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan
pengguna jasa (dibuktikan dgn kontrak kerja dan daftar
pembayaran);
b. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material
(dibuktikan dgn faktur pembelian barang atau material);
Definisi ...
c. pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk
selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga (dibuktikan dgn
faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian
tertulis);
d. pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu
penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata
telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga
(dibuktikan dgn faktur tagihan atau bukti pembayaran yang
telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga).

Tidak berlaku untuk:


atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa
katering
Definisi
2. Jasa Teknik:
pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang
berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri,
perdagangan dan ilmu pengetahuan yang dapat meliputi :
a. pemberian informasi dalam pelaksanaan suatu proyek
tertentu, seperti pemetaan dan/atau pencarian dengan
bantuan gelombang seismik;
b. pemberian informasi dalam pembuatan suatu jenis produk
tertentu, seperti pemberian informasi dalam bentuk gambar-
gambar, petunjuk produksi, perhitungan-perhitungan dan
sebagainya; atau
c. pemberian informasi yang berkaitan dengan pengalaman di
bidang manajemen, seperti pemberian informasi melalui
pelatihan atau seminar dengan peserta dan materi yang
telah ditentukan oleh pengguna jasa.
Definisi
3. Jasa Manajemen:
pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan
atau pengelolaan manajemen.

4. Jasa Konsultan:
pemberian advice (petunjuk, pertimbangan, atau nasihat) profesional
dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yang
dilakukan oleh tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yang
tidak disertai dengan keterlibatan langsung para tenaga ahli
tersebut dalam pelaksanaannya.

.
Jenis Jasa lain
a) Jasa penilai (appraisal);
b) Jasa aktuaris;
c) Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d) Jasa perancang (design);
e) Jasa pengeboran di bidang penambangan migas, kecuali yang
dilakukan oleh BUT;
f) Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
g) Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan
selain migas;
h) Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
i) Jasa penebangan hutan;
j) Jasa pengolahan limbah;
k) Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services)
l) Jasa perantara dan/atau keagenan;
m) Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang
dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI;
n) Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh
KSEI
.
Jenis Jasa lain
o) Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
p) Jasa mixing film;
q) Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan;
r) Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas,
AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
s) Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik,
telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/ atau
bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
t) Jasa maklon;
u) Jasa penyelidikan dan keamanan;
v) Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
.
Jenis Jasa lain
w) Jasa pengepakan;
x) Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa,
media luar ruang atau media lain untuk penyampaian
informasi;
y) Jasa pembasmian hama;
z) Jasa kebersihan atau cleaning service;
aa) Jasa katering atau tata boga.
Pengecualian
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan leasing
dengan hak opsi;
3. Dividen sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf f (dividen
yg diterima oleh badan termasuk PT, BUMN/BUMD/operasi dari
penyertaan modal pada badan di indonesia dg syarat
a. Dividen berasal dari cadangan laba ditahan,
b. Penyertaan modal paling rendah 25% bagi PT, BUMN/D
c. Dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 17 ayat (2c)
4. Bagian laba sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf i;
5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya;
6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa
keuanganyang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau
pembiayaan
7. .
Royalti Sinematografi
Pasal 1
(1) Pemanfaatan hasil Karya Sinematografi dapat dilakukan melalui suatu
perjanjian penggunaan hasil Karya Sinematografi:
a. dengan pemindahan seluruh hak cipta tanpa persyaratan tertentu,
termasuk tanpa ada kewajiban pembayaran kompensasi di kemudian
hari;
b. dengan memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya
Sinematografi kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau
memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya, dengan
persyaratan tertentu seperti penggunaan Karya Sinematografi untuk
jangka waktu atau wilayah tertentu;
c. dengan memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya
Sinematografi kepada pihak lain untuk mengumumkan ciptaannya
dengan menggunakan pola bagi hasil antara pemegang hak cipta dan
pengusaha bioskop; atau
d. dengan memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya
Sinematografi kepada pihak lain tanpa hak untuk mengumumkan
dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya.
(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perjanjian
yang dilakukan baik secara tertulismaupun tidak tertulis.
Royalty sinemotgrafi
PENGHASILAN DARI PEMANFAATAN HAASIL KARYA
SINEMATOGRAFI
Pasal 2
1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh pemegang hak cipta dari
penggunaan hasil Karya Sinematografi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a dan huruf d, tidak termasuk dalam
pengertian royalti.
2) Penghasilan yang diterima atau diperoleh pemegang hak cipta dari
pemberian hak menggunakan hak cipta kepada pihak lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b dan huruf
c, termasuk dalam pengertian royalti.
3) Pasal 3
Jumlah royalti sebagaimana yang menjadi dasar pengenaan Pajak
Penghasilan adalah:
a. sebesar seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh pemegang hak
cipta dalam hal pemanfaatan dilakukan dengan cara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b: dan
b. sebesar 10% dari bagi hasil dalam hal pemanfaatan dilakukan dengan
cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c.
Pajak Penghasilan terkait dengan pembelian barang, kegiatan
impor, dan kegiatan usaha di bidang lainnya.

Company Logo
Point Presentasi
www.themegallery.com

Dasar Hukum

Pemungut PPh Pasal 22

PPh Objek PPh Pasal 22

Pasal 22 Saat Terutang & Tarif

Tata Cara Pembayaran, Pelaporan

Company Logo
Dasar Hukum
www.themegallery.com

1. Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan


2. PMK Nomor : 154/PMK.03/2010 Tentang Pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran Atas
Penyerahan Barang Dan Kegiatan Di Bidang Impor atau Kegiatan
Usaha Di Bidang Lain
3. PER Dirjen Pajak Nomor PER - 57/PJ/2010 tentang
Tata Cara Dan Prosedur Pemungutan PPh Pasal 22
Sehubungan Dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang
Dan Kegiatan Di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha Di
Bidang Lain jo Per Dirjen Pajak Nomor : Per - 15/PJ/2011
4.
PMK Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan
Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas
Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah.
5. Per Dirjen Pajak Nomor PER-52/PJ./2008 tentang Perlakuan
PPh atas Penghasilan Penyalur/Distributor Rokok

Company Logo
Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
PMK 154 pasal 1
www.themegallery.com

Pemungut PPh Pasal 22 Objek Pemungutan Subjek Pajak


PPh Pasal 22
1. Bank Devisa / Impor Barang Importir pemilik barang
2. DJBC (PPh Pasal 22 Impor)
3. Bendahara Pemerintah dan KPA
sebagai pemungut pajak; Pembelian barang Penjual barang
4. Bendahara Pengeluaran untuk (PPh Pasal 22
pembayaran dg mekanisme UP Bendaharawan)
5. KPA atau pejabat penerbit SPM,
untuk pembayaran dengan mekanisme
LS;
6. Badan usaha dalam bidang usaha: Pembeli Hasil Produksi
-industri semen, Penjualan hasil
-industri kertas, produksi pemungut
-Industri baja*) (PPh Pasal 22 Industri)
-Industri otomotif

*) industri hulu . Dlm hal terintegrasi, dikenakan PPh atas penjulan setiap tingkat: produk hulu, produk
antara, & produk hilir. Company Logo
Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 (2)
www.themegallery.com

Pemungut PPh Pasal 22 Objek Pemungutan Subjek Pajak


PPh Pasal 22
7. Produsen atau importir Penjualan hasil
bahan bakar minyak, gas, dan pelumas produksi pemungut
(PPh Pasal 22 migas)
8. WP Badan yg. Melakukan Penjualan Barang Pembeli hasil produk
Penjualan Barang Sangat Mewah Sangat Mewah
(PPh Pasal 22 Barang
Mewah)
9. ndustri dan eksportir yang bergerak Pembelian bahan-bahan Pedagang Pengumpul
dalam sektor: untuk keperluan Penjual komoditi
-perhutanan, industri atau ekspor
-perkebunan, (PPh Pasal 22 Pedagang
-pertanian, dan Pengumpul)
-perikanan
yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak

Company Logo
Penjelasan Pasal 2 PER 57/PJ/2010

www.themegallery.com

(1) Badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri baja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 huruf e adalah industri baja yang merupakan industri hulu.
(2) Dalam hal badan usaha dimaksud pada (1) mengolah atau memproses lebih lanjut
sebagian atau seluruh hasil produksinya menjadi produk antara dan/atau produk
hilir sehingga badan usaha tersebut melakukan kegiatan produksi secara
terintegrasi, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 dipungut atas penjualan produk
hulu, produk antara, dan produk hilir.
(3) Badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri otomotif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 huruf e adalah badan usaha yang bergerak dalam bidang
industri otomotif, termasuk ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek), APM (Agen
Pemegang Merek), dan importir umum kendaraan bermotor.
(4) Pedagang pengumpul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf g adalah badan
atau orang pribadi yang kegiatan usahanya: mengumpulkan hasil kehutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan; dan menjual hasil tersebut kepada badan
usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan.

Company Logo
www.themegallery.com
Tarif dan DPP
2,5% (dg. API),
7,5% (tanpa API), Nilai Impor
PPh Pasal 22 Impor 0,5%(kedelai,gandum,terigu dg. API)

7,5% (yg. tidak dikuasai) Harga Jual Lelang

PPh Pasal 22 1,5%


Bendaharawan
Harga Beli
PPh Pasal 22
0,25%
Pedagang Pengumpul

-0,25% (Premium,Solar,Premix)
PPh Pasal 22 Migas bagiSPBU Pertamina, &- 0,3%
SPBU Swasta & Non SPBU
- 0,3% M.tnh, lpg,&pelumas

- 0,25% (Semen) Penjualan/


PPh Pasal 22 Industri - 0,1% (Kertas) DPP PPN/
- 0,3% (Baja) Harga Jual
- 0,45% (Otomotif)

PPh Pasal 22 Barang Sangat


5%
Mewah Company Logo
Saat Terutang
www.themegallery.com

Saat Pembayaran Bea Masuk/


PPh Pasal 22 Impor
Saat Penyelesaian Dokumen PIB

PPh Pasal 22 Bendaharawan Saat Pembayaran

PPh Pasal 22 Industri Saat Penjualan

PPh Pasal 22 Migas Saat Penerbitan delivery order

PPh Pasal 22
Saat Pembelian
Pedagang Pengumpul

PPh Pasal 22 Barang sangat Saat Penjualan


Mewah

Company Logo
Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan
www.themegallery.com

Pembayaran dan Bukti Pungut:


PPh Pasal 22 Impor - Penyetor: WP setor sendiri
- SSP a.n. Wajib Pajak (yg. Dipungut)
- SSP sekaligus sbg. Bukti Pungut

PPh Pasal 22 Bendaharawan Pembayaran dan Bukti Pungut:


- Penyetor: Pemungut Pajak
- SSP a.n. Wajib Pajak (yg. Dipungut)
PPh Pasal 22 Migas - SSP sekaligus sbg. Bukti Pungut

Pembayaran dan Bukti Pungut:


PPh Pasal 22
- Penyetor: Pemungut Pajak
Pedagang Pengumpul - SSP Kolektif a.n. Pemungut
- Bukti Pungut a.n. Wajib Pajak
PPh Pasal 22 Barang Mewah - Bukti Pungut tiga lembar:
1-pembeli/penjual (Pengumpul)
2-KPP
PPh Pasal 22 Industri 3-pemungut
Company Logo
Jatuh tempo Setor oleh Pemungut
www.themegallery.com

Sehari setelah pemungutan dilakukan


PPh Pasal 22 Impor (untuk DJBC sebagai Pemungut)

PPh Pasal 22 Bendaharawan Hari yang sama dg. saat pembayaran

PPh Pasal 22 Bendaharawan


(untuk BI, PPA, BULOG, Telkom, PLN,
Garuda Indonesia, Indosat, Krakatau Steel,
Pertamina, Bank BUMN

PPh Pasal 22 Industri


Tanggal 10 bulan takwim berikutnya
PPh Pasal 22 Migas
PPh Pasal 22
Pedagang Pengumpul
PPh Pasal 22 Barang Mewah
Company Logo
Jatuh tempo Pelaporan oleh Pemungut
www.themegallery.com

7 hari setelah batas waktu penyetoran berakhir


PPh Pasal 22 Impor (untuk DJBC sebagai pemungut)

PPh Pasal 22 Bendaharawan 14 hari setelah Masa Pajak berakhir

PPh Pasal 22 Bendaharawan


(untuk BI, PPA, BULOG, Telkom, PLN,
Garuda Indonesia, Indosat, Krakatau Steel,
Pertamina, Bank BUMN

PPh Pasal 22 Industri


20 hari setelah Masa Pajak berakhir
PPh Pasal 22 Migas
PPh Pasal 22
Pedagang Pengumpul
PPh Pasal 22 Barang Mewah
Company Logo
Sifat Pemungutan
www.themegallery.com

Sifat pemungutan PPh Pasal 22 Tidak Final


kecuali Pemungutan PPh Pasal 22 atas
penjualan bahan bakar minyak, gas, dan
pelumas kepada penyalur/agen bersifat
Final

Company Logo
Dikecualikan dari Pemungutan
www.themegallery.com

Dengan Surat Keterangan Bebas


Impor barang atau penyerahan barang di dalam negeri yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak
terutang Pajak Penghasilan. (Pasal 4 ayat (3) Undang-
undang Pajak Penghasilan,)

Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan


barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor.
(SKB diterbitkan oleh Kepala KPP atas nama Dirjen Pajak dengan
menggunakan formulir)

Company Logo
Dikecualikan dari Pemungutan (2)
www.themegallery.com

Tanpa Surat Keterangan Bebas


1. Pembayaran oleh Bendaharawan:
- Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00
(dua juta rupiah) dan tidak merupakan jumlah yang terpecah-
pecah;
- Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas,
air minum (PDAM), dan benda-benda pos;
- Pembayaran atau pencairan dana Jaringan Pengaman Sosial
(JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN);
- Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh
BULOG
2. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah
diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau
barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan,
pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan Dirjen Bea dan Cukai.

Company Logo
Dikecualikan dari Pemungutan (3)
www.themegallery.com

Yang Dilaksanakan oleh Ditjen Bea dan Cukai:


1. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk
dan atau Pajak Pertambahan Nilai.
(19 jenis impor cfm. Ketentuan Kepabeanan dan Ketentuan
PPN)
2. Impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata
dimaksudkan untuk diekspor kembali.

Company Logo
Yang dikecualikan dari pungutan PPh Ps 22 (PER
15/2011)
www.themegallery.com

15. Kapal laut,


14. Vaksin
12. Buku
13. Brg 16. Psw
sungai dsb
pelajaran
11.Persenjata umum folio
hankam udara
dll 17. Kereta api
an dll
10, impor leh 18. Peralatan
Pemerintah foto udara
9.Brg pribadi wilayah RI
8. Brg 19. Brg hulu
7.pindahan
peti/abu migas
jenazah
6. Brg
5. Brg&utk
tunanetra
penelitian
peny. cacat dan
4. iptek
Brg utk
musium,
konservasi
3. Brg Hadiah
dsb. b. Impor sementara
untuk umum
dsb. 2.Brg Badan
c. Impor emas
Internasional
& pejabatnya
a. impor batangan
1. Brg perwkln
NA Company Logo
Kategori barang sangat mewah
www.themegallery.com

WP badan yang melakukan penjualan memungut PPh Pasal 22 untuk penjualan


barang yang tergolong sangat mewah :
a. Pesawat Udara pribadi dengan harga jula lebih dari Rp 20 milyar
b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jula lebih dari Rp 10 milyar
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihan lebih dari
Rp 10 milyar dan luas banguan lebih dari 500 m2
d. Apartemen, kondominium dan sejenisnya dengan harga jual atau harga
pengalihannya lebih dari Rp10 milyar dan/atau luas bangunan lebih dr 400 m2
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV) multi purpose vehicle (MPV),
minibus dan sejenisnya dangan harga jual lebih dari Rp 5 milyar dengan
kapasitas silinder lebih dari 3000 cc

Company Logo
Beberapa perubahan Tarif dan Pengecualian
sesuai PMK 154/PMK.03/2010
www.themegallery.com

Tarif dan pengecualian


1. Besarnya tarif pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan
bahan bakar minyak kepada Non SPBU ditetapkan sama dengan tarif
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar
minyak kepada SPBU bukan Pertamina.
2. Penambahan Objek yang dikecualikan dari pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 yaitu atas impor barang untuk kegiatan hulu minyak
dan gas bumi yang dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja sama
3. dan atas pembayaran untuk pembelian barang sehubungan
dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
4. Kenaikan batas pengecualian pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas pembayaran sehubungan dengan pembelian barang yang semula
paling banyak Rp 1.000.000,00 menjadi paling banyak Rp 2.000.000,00.

Company Logo
Soal-soal
www.themegallery.com

Company Logo
08/11/2011

PPh
Pemotongan dan Pemungutan

DTSD I PAJAK

HASANUDDIN TATANG
08/11/2011
Kewajiban perpajakan pemotong/pemungut PPh

Perhitungan
Mendaftark PEMOTONGAN/PE LAPOR
an diri MUNGUTAN

SETOR
PPh Ps 21
NPWP
PPh Ps 22
PPh Ps 23
PPh Ps 26 SSP SPT
PPh Ps 4 (2)
PPH Ps 15 BUKTI
POTONG
SIFAT
PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN
PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA,
DAN KEGIATAN YANG DILAKUKAN OLEH WAJIB PAJAK ORANG
PRIBADI SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI
JENIS JENIS PENGHASILAN

Tidak
Labor Teratur
Business
income
income
dilihat dari
Dilihat dari sifat
penerimaan
mengalirnya
penghasilann
kepada wp
Teratur
Other
income Passive
income Konsumsi

dilihat dari
segi
penggunaan

Tabungan
DASAR HUKUM

Undang Undang Nomor 7 tahun 1983


tentang Pajak Penghasilan sebagai
telah beberapa kali diubah terakhir
dengan UU Nomor 36 Tahun 2008

PP NO. 80 TAHUN 2010


PMK No. 252/PMK./2008
PMK No. 16/PMK.03/2010

PER DJP No.


PER-31/PJ/2009 jo.
PER-57/PJ/2009
PENGERTIAN PPH PASAL 21/26
Pajak Penghasilan
Sehubungan Dengan

Pekerjaan atau jabatan


Jasa dan
Kegiatan
Yang Dilakukan Subjek Pajak Orang
Pribadi

Atas Penghasilan Berupa:


Gaji, Upah, Honorarium, Tunjangan, dan Pembayaran lain
dengan nama/bentuk apapun

Subjek Pajak DN Subjek Pajak LN

PPh Pasal 21 PPh Pasal 26


PEMOTONG PPH PASAL 21/26
a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan
badan
b. Bendahara atau pemegang kas pemerintah
c. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan
sosial tenaga kerja dan badan-badan lain
d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada WPOP DN,
WPOP LN, peserta diklat, dan magang.
e. Penyelenggara kegiatan termasuk badan pemerintah,
organisasi yg bersifat nasional dan internasional, perkumpulan.
Orang pribadi serta lembga lainnya

Pasal 2 ayat (1)


TIDAK TERMASUK PEMBERI KERJA SEBAGAI
PEMOTONG PPH PASAL 21/26

a. Kantor perwakilan negara asing


b. Organisasi-organisasi internasional yang
ditetapkan Menteri Keuangan
c. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang semata-mata memperkerjakan orang pribadi untuk
melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam
rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

Pasal 2 ayat (2)


SUBJEK PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

a. Pegawai
b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, THT, JHT, termasuk
ahli warisnya
c. Bukan pegawai :
1. Tenaga ahli
2. Seniman/pekerja seni, pembawa acara
3. Olahragawan
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator
5. Pengarang, peneliti, penerjemah
6. Pemberi jasa dalam segala bidang
7. Agen iklan
8. Pengawas dan pengelola proyek
9. Pembawa pesanan/yang menemukan langganan/perantara
10. Petugas penjaja barang dagangan
11. Petugas dinas luar asuransi
12. Distributor MLM, Direct Selling
d. Peserta kegiatan
1. Peserta perlombaan
2. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, kunjungan kerja
3. Peserta/anggota kepanitiaan
4. Peserta pendidikan, pelatihan dan magang
5. Peserta kegiatan lainnya
BUKAN SUBJEK PPh Pasal 21

Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing,
dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain
di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik;
Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPH PASAL 21/26

Penghasilan Pegawai Tetap baik teratur maupun tidak teratur


Penghasilan Penerima Pensiun secara teratur
Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan
sehubungan pensiun yang diterima sekaligus
Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
Imbalan kepada bukan pegawai
Imbalan kepada peserta kegiatan

TERMASUK
Natura/Kenikmatan dari :

Bukan Wajib Pajak


Wajib Pajak PPh Final
Wajib Pajak Norma Penghitungan Khusus
Pasal 5
PENGHASILAN YANG TIDAK DIPOTONG PPH PASAL
21
Ps. 8

a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi


kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan bea siswa
b. Natura/kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah
c. Iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah disahkan
Menkeu, iuran THT/JHT yang dibayar pemberi kerja
d. Zakat/sumbangan wajib keagamaan dari
badan/lembaga yang dibentuk/disahkan pemerintah
e. Bea siswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(3) huruf l UU PPh (dan PMK-246/PMK.03/200b jo PMK-
154/PMK.03/2009)

PPh yang ditangung pemberi kerja/pemerintah merupakan penerimaan


dalam bentuk kenikmatan
Pasal 8 ayat (1 ) dan (2)
a. Penghasilan kena pajak (PKP) , yang berlaku bagi :
1. Pegawai tetap;
2. Penerima pensiun berkala;
3. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya di bayar secara bulanan atau
jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender
telah melebihi Rp 1.320.000,00
4. Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.
b. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp 150.000,00 sehari, yang berlaku bagi
pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan
atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1
(satu) bulan kalender belum melebihi Rp 1.320.000,00
c. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi bukan
pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan;
d. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain
penerima penghasilan sebagaimana di maksud pada huruf a, b dan huruf c.
PENGHITUNGAN PPH PASAL 21:
PEGAWAI TETAP & PENERIMA PENSIUN BERKALA
Penghasilan Bruto
Pegawai Tetap Penerima Pensiun
Gaji, Tunjangan, Premi Asuransi Uang Pensiun Berkala
Dibayar Pemberi Kerja

Dikurangi Dengan Dikurangi Dengan

1. Biaya Jabatan, 5% dari pengh. Biaya Pensiun, 5% dari pengh.


Bruto maks. Rp6.000.000 per tahun Bruto maks. Rp2.400.000 per tahun
atau Rp500.000 per bulan atau Rp200.000 perbulan
2. Iuran pensiun, THT/JHT yang
dibayar sendiri

PENGHASILAN NETO (SETAHUN/DISETAHUNKAN)


Dikurangi: PTKP
Penghasilan Kena Pajak
Dikenakan Tarif Pasal 17
IURAN PENSIUN VS PREMI ASURANSI

Ditinjau dari sisi karyawan sebagai penerima penghasilan:


Iuran Pensiun Premi asuransi
Dibayar Sendiri Pengurang Bukan Pengurang

Dibayar Pemberi Bukan Objek PPh Objek PPh


Kerja
Pembayaran/
Penggantian Bagi Objek PPh Bukan Objek PPh
Penerima
BESARNYA
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK
(PTKP) Tahun 2009
Pasal 11 ayat (1)

Rp 15.840.000 UNTUK DIRI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

TAMBAHAN UNTUK WAJIB PAJAK KAWIN


Rp 1.320.000
TAMBAHAN UNTUK SETIAP ANGGOTA KELUARGA SEDARAH
SEMENDA DALAM GARIS KETURUNAN LURUS SERTA ANAK
Rp 1.320.000 ANGKAT YG MENJADI TANGGUNGAN SEPENUHNYA
MAKSIMAL 3 ORANG

PENERAPAN PTKP DITENTUKAN OLEH KEADAAN


PADA AWAL TAHUN KALENDER
ATAU
AWAL BULAN DARI BAGIAN TAHUN KALENDER
(Pasal 11 ayat (5) dan (6)
PTKP UTK KARYAWATI

STATUS KAWIN
SUAMI
STATUS TDK
STATUS KAWIN TDK MENERIMA/
KAWIN
MEMPEROLEH
PENGHASILAN

- UTK DIRI SENDIRI


- UTK DIRI SENDIRI
SEBAGAI WP
HANYA UTK DIRI SEBAGAI WP
- STATUS KAWIN
SENDIRI - TANGGUNGAN
- TANGGUNGAN
MAKS 3 ORANG
MAKS 3 ORANG

SYARAT:
MENUNJUKKAN KET. TERTULIS DARI PEMERINTAH DAERAH SETEMPAT
SERENDAH-RENDAHNYA KECAMATAN BAHWA SUAMI TIDAK MENERIMA/
MEMPEROLEH PENGHASILAN

Pasal 11 ayat (3) dan (4)


TARIF PPh
Ps. 17 ayat (1) huruf a UU PPh

LAPISAN PENGHASILAN
TARIF
KENA PAJAK

SAMPAI DENGAN
5%
Rp 50 JUTA

DI ATAS Rp 50 JUTA
SAMPAI DENGAN 15%
Rp 250 JUTA
DIATAS Rp 250 JUTA
SAMPAI DENGAN 25%
Rp 500 JUTA

DI ATAS Rp 500 JUTA 30%


PENGHITUNGAN PPH PASAL 21 YANG HARUS
DIPOTONG SETIAP BULAN

Setiap masa pajak,


kecuali masa pajak Masa Pajak terakhir
terakhir
Dihitung dari
Perkiraan Penghasilan Selisih antara PPh yang
neto yang akan terutang atas seluruh
diperoleh selama penghasilan kena pajak
setahun selama setahun dengan
Penghasilan teratur yang telah dipotong
sebulan dikali 12 masa-masa
sebelumnya.
MASA PEROLEHAN PENGHASILAN KURANG DARI 12
BULAN

DISETAHUNKAN TIDAK DISETAHUNKAN

1. WP OP DN meninggal dunia 1. WP OP DN mulai bekerja di


atau meninggalkan Indonesia pertengahan tahun
untuk selama-lamanya di
2. WP OP DN pindah kerja ke
pertengahan tahun
pemberi kerja lain
2. Orang Asing mulai bekerja di
Indonesia di pertengahan
tahun untuk jangka waktu
lebih dari 6 bulan
3. Karyawan pindah cabang
PPH PASAL 21:
PEGAWAI TIDAK TETAP/TENAGA KERJA LEPAS, PEMAGANG DAN
CALON PEGAWAI

Upah/Uang Saku Harian, Mingguan, Dibayarkan Bulanan Atau Jumlah


Satuan, Borongan
Upah Kumulatif satu bulan
melebihi Rp 6.000.000
Upah/Uang Saku Harian
Dikali 12
150.000 > 150.000 Dikurangi PTKP Setahun

Tidak Dipotong Dikurangi 150.000 Penghasilan Kena Pajak

Dipotong 5% Dikenakan Tarif Ps 17

PPh Ps 21 Setahun
Upah kumulatif > Rp1,32 jt s.d. Rp6 jt sebulan
Dibagi 12
Upah sehari dikurangi PTKP sehari
PPh Pasal 21 Sebulan
Tarif PPh 21 = 5%
PENGHITUNGAN PPH PASAL 21:
BUKAN PEGAWAI

Berkesinambungan Berkesinambungan , Tidak


menerima dari lebih dari Berkesinambungan
Memiliki NPWP dan
satu pemberi kerja
hanya sartu pemberi
kerka

50 % x (Ph Bruto) - PTKP 50 % x Ph Bruto 50 % x Ph Bruto


Bulanan Kumulatif Kumulatif

Dalam hal Dokter Yang Praktik di RS/Klinik Jumlah Penghasilan Bruto adalah
Sebesar Jasa Dokter Yang Dibayarkan Pasien melalui RS/Klinik sebelum
Dipotong Biaya-Biaya atau Bagi Hasil RS/Klinik
PPH PASAL 21:
PESERTA KEGIATAN

TARIF PS. 17
DITERAPKAN ATAS :

JUMLAH PENGHASILAN BRUTO

PEMBAYARAN YANG BERSIFAT UTUH


DAN TIDAK DAPAT DIPECAH
PPH PASAL 21

DEWAN PESERTA PROGRAM


MANTAN PEGAWAI
KOMISARIS / PENSIUN YANG
PENGAWAS BUKAN MASIH BERSTATUS
PEG. TETAP PEGAWAI

JASA PRODUKSI,
TANTIEM, GRATIFIKASI
DAN BONUS ATAU PENARIKAN DANA
IMBALAN LAIN YANG PENSIUN
TIDAK TERATUR

DITERAPKAN TARIF PASAL 17 X PENGHASILAN BRUTO KUMULATIF


SKEMA DASAR PENGENAAN PPh PASAL 21
TETAP Ph NETO - PTKP

PEGAWAI BULANAN Ph BRUTO - PTKP


TIDAK TETAP
Ph BRUTO 150 RIBU
HARIAN
Ph BRUTO(>1,32jt s.d.6jt) PTKP Harian

Ph BRUTO(>6jt) PTKP

PENSIUNAN SEKALIGUS PP 68 Th 2010

BERKALA Ph NETO - PTKP

50% X (Ph Bruto-PTKP bulanan)


BERKESINAMBUNGAN Kumulatif

BUKAN PEGAWAI BERKESINAMBUNGAN ex Psl 13 (1) 50% X Ph Bruto Kumulatif

TIDAK BERKESINAMBUNGAN 50 % x Ph Bruto

KOMISARIS, MANTAN PEGAWAI, Ph Bruto Kumulatif


PENARIKAN DAPEN O/ PEGAWAI

PESERTA KEGIATAN Ph Bruto


Tatacara Pemotongan PPh Pasal 21
ATAS

Uang Pesangon
Uang Manfaat Pensiun
THT/JHT Yang Dibayarkan Sekaligus

DIATUR DALAM KETENTUAN YANG DITETAPKAN


KHUSUS
PP 68 Tahun 2009,
PMK Nomor 16/PMK.03/2010
(berlaku sejak 16 November 2009)
UANG PESANGON, UANG MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI
TUA, ATAU JAMINAN HARI TUA YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS

dikenai Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final.


dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau
seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 2 (dua) tahun kalender.
Tarif PPh Pasal 21 Uang Pesangon :
0% atas penghasilan bruto s.d. Rp 50 juta
5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50.juta s.d.
Rp100.000.000);
15% atas penghasilan bruto di atas Rp100.000.000
s.d. Rp500.000.000
25% atas penghasilan bruto di atas Rp500.000.000
UANG MANFAAT PENSIUN, THT/JHT YANG DIBAYARKAN
SEKALIGUS

Penghasilan berupa meliputi:


Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% yang dibayarkan secara
sekaligus pada saat Pegawai sebagai peserta pensiun atau
meninggal dunia;
Pembayaran manfaat pensiun bulanan yang lebih kecil dari suatu
jumlah tertentu yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri
Keuangan yang dibayarkan secara sekaligus;
pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa
dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup.
Tarif PPh Pasal 21 Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau
Jaminan Hari Tua :
0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50 juta
5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50 juta
Tatacara Pemotongan dan Pengenaan PPh Pasal 21

Penghasilan Bersumber Dari APBN/D yang Diterima oleh :


Pejabat Negara
PNS
Anggota TNI/Polri
dan Pensiunannya

DIATUR DALAM KETENTUAN YANG DITETAPKAN


KHUSUS
Peratruran Pemerintah Nomor 80 tahun 2010
PP NO. 80 TAHUN 2010
PPh Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain yang menjadi beban APBN atau APBD
bersifat final dengan tarif:
0% dari jumlah bruto bagi PNS Gol. I dan II, TNI dan POLRI Gol. Pangkat Tamtama
dan Bintara, dan Pensiunannya;
5% dari jumlah bruto bagi PNS Gol. III, TNI dan POLRI Gol. Pangkat Perwira
Pertama, dan pensiunannya;
15% dari jumlah bruto bagi Pejabat Negara, PNS Gol. IV, TNI dan POLRI Gol.
Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya.

Dalam hal menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenai PPh yg
bersifat final di luar penghasilan tetap dan teratur yang menjadi beban APBN atau
APBD, penghasilan lain tersebut digunggungkan dengan penghasilan tetap dan teratur
setiap bulan dalam SPT PPh WPOP yang bersangkutan.

Dalam hal diangkat sebagai pimpinan dan/atau anggota pada lembaga yang tidak
termasuk sebagai Pejabat Negara, atas penghasilan yang menjadi beban APBN atau
APBD terkait dengan kedudukannya sebagai pimpinan dan/atau anggota pada lembaga
tersebut dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sesuai dengan UU PPh tidak
ditanggung oleh Pemerintah.
PENERIMA PENGHASILAN TIDAK BER NPWP
Pasal 20

DIKENAKAN TARIF LEBIH TINGGI 20%


DIPOTONG PPh PASAL 21 SEBESAR 120% DARI PPh
PASAL 21 YANG SEHARUSNYA DIPOTONG JIKA BER
NPWP

JIKA PEGAWAI TETAP, BER- NPWP


TIDAK BERLAKU SEBELUM PEMOTONGAN BULAN
UNTUK PPh PASAL 21 DESEMBER
FINAL
DIPERHITUNGKAN OLEH PEMOTONG DENGAN PPh
PASAL 21 TERUTANG BULAN-BULAN BERIKUTNYA
SELISIH YANG DIPERHITUNGKAN PADA BULAN-BULAN SELANJUTNYA PADA
TAHUN KALENDER BERIKUTNYA TIDAK TERMASUK KREDIT PAJAK (Ps 25)
CONTOH PERHITUNGAN
Pegawai Tetap
Penghasilan hanya dari gaji
Penghasilan dari gaji dan
Perlakukan terhdap premi
asuransi dan pensiun
PPh karyawati kawin
PPh Karyawati tidak kawin
Pegawai Tidak Tetap
Upah satuan
Upah harian
Bukan Pegawai
Penghasilan dokter
Penghasilan penjaja asuransi
Peserta Kegiatan
SAAT TERUTANG
PPH PASAL 21/26

Bagi Penerima Bagi Pemotong PPh


Penghasilan Pasal 21/26

SAAT DILAKUKAN UNTUK SETIAP MASA PAJAK


PEMBAYARAN ATAU SAAT
TERUTANGNYA
PENGHASILAN
AKHIR BULAN DILAKUKANNYA
PEMBAYARAN
ATAU
AKHIR BULAN TERUTANGNYA
PENGHASILAN

Pasal 21
KEWAJIBAN PEMOTONG
Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP
Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh
Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender.
PPh Pasal 21/26 yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos atau Bank
paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Pemotong Pajak wajib lapor sekalipun nihil, paling lama 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.
Wajib Membuat Catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh Ps. 21/26
Untuk Setiap Masa Pajak
Wajib Menyimpan Catatan atau Kertas Kerja Sesuai Ketentuan
Wajib Membuat Bukti Potong dan Memberikannya Kepada Penerima
Penghasilan
BUKTI PEMOTONGAN PPH PASAL 21
Untuk pegawai tetap/penerima pensiun berkala:
dibuat sekali setahun (Form 1721 A1/A2)
diberikan paling lama 1 bulan setelah akhir tahun
atau pegawai berhenti
Untuk selain pegawai tetap/penerima pensiun
berkala:
Dibuat setiap kali ada pemotongan
Jika dalam satu bulan > 1 kali pembayaran maka
bukti potong dapat dibuat sekali dalam satu bulan
Bukti Potong PPh Pasal 21 Tidak wajib
dilampirkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21
KEWAJIBAN PENERIMA PENGHASILAN
Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP
Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan
Pegawai tertentu Wajib Membuat Surat
Pernyataan Yang Berisi Jumlah Tanggungan
Keluarga Pada Awal Tahun Kalender Atau Pada
Saat Menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri
Wajib Menyerahkan Surat Pernyataan Tanggungan
Keluarga kpd Pemotong Pajak Pada Saat Mulai
Bekerja Atau Mulai Pensiun
Wajib Membuat Surat Pernyataan Baru Dalam Hal
Terjadi Perubahan Tanggungan Keluarga Paling
Lambat Sebelum Mulai Tahun Kalender
Berikutnya
Pajak penghasilan WPLN atas penghasilan yang tidak berasal
dari menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT yang
bersumber dari Indonesia
Sistem pengenaan pajak atas WPLN

1
Pemenuhan Sendiri
bagi yg menjalankan
usaha /kegiatan
melalui BUT
2
Pemotongan oleh
pihak yang wajib
membayar bagi
WPLN lainnya
Wajib Pajak PPh Ps 26

Penerima penghasilan dengan status sebagai SPLN


baik Orang Pribadi maupun Badan selain BUT yang
menerima/memperoleh penghasilan dengan nama dan
dalam bentuk apapun dari Indonesia
Pemotong Pajak
Tarif dan DPP
TARIF

20% P3B


DPP

PENGHS PERK.
EAT
BRUTO PENGHS.NETO
IKHTISAR OBJEK PAJAK, DPP, DAN TARIF
NO. OBJEK PAJAK DPP TARIF EFEKTIF
1 Dividen
2. Bunga (termsk premium, diskonto,
dan jaminan pengemb. Utang)
3. Royalty
4. Sewa dan penghasilan lain sehub. dg.
Penggunaan harta ... Jumlah Bruto 20% x jumlah bruto
5. Imbalan sehub. dengan jasa, Penghasilan
pekerjaan atau kegiatan
6. Pensiun dan Pembyr. Berkala lainnya
7. Premi Swap dan transaks lindung nilai
8. Hadiah dan Penghargaan
9. Keuntungan krn Pembebasan Utang
10. Penjualan Harta di Indnesia * 25% Hg. Jual 5% x Hg. jual

* Tidak dikenakan pajak apabila jumlah nilai penjualan tidak lebih Rp 10 juta
IKHTISAR OBJEK PAJAK, DPP, DAN TARIF....

NO. OBJEK PAJAK DPP TARIF EFEKTIF


11 Premi Asuransi/Reasuransi
a. Premi dibayar tertanggung kpd 50% Jml. Premi 10% x Jml. Premi
persh. Asuransi LN
b. Premi dibyr oleh Persh. Asuransi di 10% Jml.Premi 2% x jml. Premi
Ind kpd persh. Asuransi LN
c. Premi dibyr oleh Persh. Reasuransi 5% Jml.Premi 1% x jml. Premi
di Ind kpd persh. Asuransi LN
12. Penghasilan dan penjualan Atau 25% Hg. Jual 5% x Hg. Jual
pengalihan saham
13 PKP BUT setelah dikurangi pajak EAT 20% / P3B x EAT
Pemotongan pajak yang tidak bersifat
final

a. Pemotongan atas penghasilan berdasarkan Pasal


5 ayat (1) huruf b dan c UU PPh :
1. Force of Attraction Rule
2. effectively connected rule
b. Pemotongan atas penghasilan WPLN yang
berubah status menjadi WPDN atau BUT
Force of Attraction : Pasal 5 ayat (1) huruf b

Income X Corp.

Negara X

Indonesia
Sales Product X BUT
X Corp. Income

Sales Product X
KPP yang mengaudit PT
PT ABC ABC: jangan lupa
memproduksi Alat
Keterangan !!! PT PQR

Force of attraction: Income kantor pusat dari PT ABC menjadi objek pajak BUT.
9
Hubungan efektif: Pasal 5 ayat (1) huruf c
Royalty & fee
X Corp.

License
Negara X Agreement

Management
Indonesia
Agreement

BUT
PT ABC
X Corp.
Bangunan
Hotel
Terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang
memberikan penghasilan kepada kantor pusat royalty dan fee adalah objek
pajak BUT.
10
Saat Terutang, Penyetoran, dan
Pelaporan

Pada bulan dilakukannya pebayaran, atau


SAAT
TERUTANG
Akhir bulan terutangnya penghasilan

Paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya


PENYETORAN Dengan menggunakan SSP

Paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya


PELAPORAN Menggunakan SPT Masa
Pemanfaat P3B
Pemotong/Pemungut Pajak harus melakukan pemotongan atau pemungutan pajak
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B, dalam hal :
a. Penerima penghasilan bukan Subjek Pajak dalam negeri Indonesia,
b. Persyaratan administratif untuk menerapkan ketentuan yang diatur dalam
P3B telah dipenuhi; dan
c. Tidak terjadi penyalahgunaan P3B oleh WPLN sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan tentang pencegahan penyalahgunaan P3B.

Persyaratan administratif sebagaimana tersebut pada b antara lain WPLN dapat


menunjukan Surat Keterangan Domisili sebagaimana diatur dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Per - 61/Pj/2009 Tentang Tata Cara Penerapan
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Jo Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor : Per - 24/PJ/2010.
PPh Pasal 4
ayat (2)
Pajak atas penghasilan dengan perlakuan
tersendiri yang diatur melalui Peraturan
Pemerintah. Sering disebut PPh Final atau
bersifat Rampung.
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh FINAL
1. Bunga Deposito, Tabungan/Jasa 7. Penghasilan Modal Ventura
Giro, dan SBI Dari Transaksi Penjualan Saham
/Pengalihan Penyertaan Modal
2. Bunga Obligasi
8. Penghasilan Pengalihan Hak
3. Bunga Simpanan Koperasi bagi
Atas Tanah Dan Bangunan
Orang Pribadi
9. Penghasilan Persewaan Tanah
4. Hadiah Undian
dan Bangunan
5. Penghasilan Transaksi Saham
10. Penghasilan Usaha Jasa
dan skuritas lain di Bursa Efek
Konstruksi
6. Penghasilan Transaksi Derivatif
11. Diskonto SBN
berupa Kontrak Berjangka di
bursa 12. Dividen yang diterima WPOP
Dalam Negeri
Bunga Deposito, Tabungan/Jasa Giro, dan
1
Diskonto SBI
Deposito : Deposito Berjangka, Dalam rupiah atau
sertifikat Deposito, dan deposit on valas yang
call yang ditempatkan pada atau ditempatkan di LN
PENGERTIAN

diterbitkan oleh bank melaui bank di


Indonesia atau
Tabungan : termasuk giro cabang di LN

Bunga : termasuk bunga dari


tabungan dan/atau deposito dari LN
atau cabang LN di Inddnesia

TARIF : 20% DARI BUNGA PEMOTONG :


1. Bank dan BI
2. Dana pensiun dan Bank Yg
menjual kembali SBI kpd pihak
PP-131 Th.200 jo PMK-51/KMK.04/2001 jo KEP9286/PJ/2002 lain bukan bank atau kpd Dana
Pensiun yg tidak ada persetujuan
Menkeu
Bunga dan Diskonto tidak dipotong
PPh Pasal 4 ayat (2)
1 Bunga Deposito, tabungan, diskonto
SBI yang nilai pokok nominal tidak
melebihi Rp 7.500.000

2 Bunga dan Diskonto yg


diterima oleh Bank
Melalui SKB dg batas
3 Bunga deposito, tabungan, penempatan atau
diskonto SBI yg diterima Dana perpanjangan dilakukan 1 Jan
Pensiun 2001 atau sesudahnya

4 Bunga tabungan dalam rangka


kepemilikan RSS, KSB untuk
RSS/Rusun Sederhana utk dihuni sendiri
5 SPDN yg seluruh penghasilannya termasuk
bunga dan diskonto dalam 1 th tidak melebihi
PTKP
Penggunaan Stempel Tanda Tangan pada Bupot
PPh Bunga Deposito, Tabungan, Jasa Giro, dan
Diskonto SBI

1. Untuk mengurangi beban administrasi bagi


pemotong PPh dalam menerbitkan bupot PPh
2. Mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak cq
Kepala KPP setempat
3. SK penggunaan stempel tanda tangan diterbitkan
14 hr sejak diterimanya permohonan
PENGHASILAN TRANSAKSI SAHAM DAN
SEKURITAS LAIN DI BURSA EFEK

PPh pasal 4 (2) atas transaksi Saham


PPh Pasal 4 (2) atas transasksi Obligasi
PPh Pasal 4 (2) pada Reksadana
2 Transaksi Saham di Bursa Efek
0,1 % x Jumlah Bruto Nilai Transaksi
Penjualan
TARIF atas penghasilan dari penjulan Saham Pendiri atau
saham Bukan Pendiri
Tambahan 0,5% x Nilai Saham Perusahaan
bagi Pemilik Saham Pendiri (pada saat IPO)

Nilai Saham Perusahaan adalah :


Nilai Saham perusahaan pada saat penutupan bursa (30-12-1996)
Nilai Saham pada saat IPO (setelah 1 Januari 1997)
Tambahan 0,5% tidak berlaku bagi saham yang dimiliki oleh Modal
Ventura selaku pendiri dan badan pasangan usaha

PP-14 tahun 1997 berlaku mulai 23 mei 1997


PENGERTIAN
PENDIRI
1. Orang atau badan yang namanya tercatat dalam
Daftar Pemegang Saham PT
2. Tercantum dalam AD PT
3. OP atau Badan yang menerima pengalihan saham dari
pendiri (Warisan, hibah, atau cara lain)

1. Saham yg diperoleh Pendiri dari Kapitalisasi Agio


setelah IPO PENGERTIAN
2. Saham dari pemecahan Saham Pendiri SAHAM
PENDIRI

1. Wajib memungut pajak setiap transaski penjualan saham


KEWAJIBAN
2. Wajib setor setiap bulan dengan menggunakan SSP
PEMUNGUTpaling lambat tanggal 20 setiap bulan atas transaksi
PAJAK bulan sebelumnya
3. Wajib lapor paling lambat tanggal 25 bulan setor
Tidak termasuk
dalam pengertian
Saham Pendiri
1, Saham yang diperoleh pendiri yang
berasal dari pembagian dividen dalam
bentuk saham

2. Saham yang diperoleh pendiri setelah penawaran


umum perdana (IPO) yang berasal dari pelaksanaan
hak pemesanan efek terlebih dahulu (right issue,
warrant, obligasi konversi, dan efek konversi lainnya)

3. Saham yang diperoleh pendiri


perusahaan reksa dana
Kemudahan bagi Pemilik Saham
Pendiri

Apabila saham pendiri telah diperdagangkan di bursa sebelum tgl


29 Mei 1994 (PP-41 tahun 1994), PPh harus sudah disetor paling
lambat 6 bulan sejak pp.
Apabila pada saat pp saham perusahaan belum diperdagangkan di
bursa, pemilik saham pendiri harus meyetor tambahan PPh paling
lambat satu bulan setelah IPO
Apabila pemilik saham pendiri memilih tidak menggunakan
kemudahan tsb diatas, maka akan dikenakan PPh sesuai tarif umum
3 Bunga Obligasi
Imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang obligasi dalam
bentuk bunga dan / atau diskonto

Tidak final untuk

1. WP Dana Pensiun

2. WP Bank

PP 16 Tahun 2009 berlaku mulai 1 Januari 2009


Tarif
Objek Pajak Yang Dipotong Tarif dari
Bunga Obligasi dg Kupon Pembeli WPDN / BUT 15% Bunga Bruto sesuai
(Interest Bearing Bond) Pembeli WPLN 20%/ holding period
P3B
Diskonto Obligasi dengan Pembeli WPDN / BUT 15% Selisih lebih hg jual/hg
Kupon Pembeli WPLN 20%/ nominal diatas hg
P3B perolehan (tidak termasuk
acrued interest)
Diskonto Obligasi Tanpa Pembeli WPDN / BUT 15% Selisih lebih hg jual/hg
Bunga (Zero Coupon Bond) Pembeli WPLN 20%/ nominal diatas hg
P3B perolehan
Bunga/Diskonto yg WP Reksadana terdaftar 0% 2009 s.d. 2010
diterima oleh WP 5% 2011 s.d. 2013
Reksadana 15% 2014 dst
Pemotong PPh atas bunga obligasi
0bjek PPh Pemotong Saat
Pemotongan
Bunga dan/atau diskonto yang Emiten atau kustodian Jatuh Tempo
diterima pemegang obligasi bunga
dengan kupon pada saat jatuh
tempo Bunga Obligasi
Bunga dan diskonto yang diterima Perush. Efek dealer bank transaksi
penjual obligasi selaku pedagang perantara
atau pembeli
Bunga Simpanan Dibayar Kepada Anggota
4
Koperasi OP
(Tidak termasuk bunga simpanan yang berasal dari SHU)

Tarif
0% Bunga simpanan sampai dengan Rp 240.000,
per bulan
10% Jumlah bruto bunga simpanan lebih dari Rp
240.000 per bulan

Terutang pada saat pembayaran

PP 15 Tahun 2009 berlaku sejak 1 Januari 2009


5 Hadiah Undian Hadiah dengan cara diundi

Tarif

25% x Jumlah Bruto Hadiah undian

Pemotong : Penyelenggara Undian


(OP, Badan, Kepanitiaan, Organisasi (termasuk organisasi
internasional) atau penyelenggara lainnya termasuk pengusaha
yang menjual barang atau jasa yang memberikan hadiah secara
DIUNDI)

PP-132 Tahun 2000 berlaku 1 Janauari 2001


6 Transaksi Derivatif Berupa Kontrak
Berjangka yg Diperdagangkan di Bursa
Transaksi derivatif adalah transaksi yang didasari pada kontrak atau
perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrumen
yang mendasari seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti, dan indeks
baik yang iikuti dengan pergerakan atau tanpa pergerakan dana atau
PENGER instrumen.
TIAN Kontrak Berjangka adalah suatu perjanjian termasuk kontrak standar untuk
membeli atau menjual sejumlah efek atau komoditas yang : jumlah mutu, jenis,
tempat, dan waktu penyerahan dikemudian hari sudah ditetapkan
Bursa adalah bursa efek dan bursa berjangka di Indonesia yang
menyelenggarakan transaksi kontrak berjangka

PP-17 Tahun 2009, berlaku sejak 1 Januari 2009


Transaksi Derivatif ...

TARIF
2,5% X Margin Awal
Margin Awal adalah sejumlah
uang atau Surat Berharga yang
ditempatkan oleh pialang
berjangka atau anggota bursa
pada Lembaga Kliring dan
penjamin

Pemotong : Lembaga Kliring dan Penjamin


Penghasilan Modal Ventura Dari Transaksi
7Penjualan Saham /Pengalihan Penyertaan Modal
Perusahaan Pasangan usahanya
Dikenakan PPh dengan syarat :
Pasangan Usaha merupakan perusahaan kecil, menengah
atau yg melakukan kegiatan di sektor usaha yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan
Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia

tarif 0,1 % x Jumlah Bruto Nilai Transaksi


Tidak memenuhi ketentuan diatas, maka pengenaan PPh
sesuai dengan ketentuan dalam UU PPH

PP-4 Tahun 1995


8 Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan
Dengan pihak Selain
Pemerintah Dengan Pemerintah
guna Pelaksanaan
Pembangunan untuk
PENJUALAN, TUKAR MENUKAR Kepentingan Umum
TERMASUK RUISLAG, yang tidak
PERJANJIAN PEMINDAHAN HAK, memerlukan
PELEPASAN HAK, PENYERAHAN persyaratan Khusus
HAK, LELANG, HIBAH, ATAU CARA (mis. RS, Kmapus)
Dengan Pemerintah
LAIN YANG DISEPAKATI
guna Pelaksanaan
Pembangunan untuk
Kepentingan Umum
yang memerlukan
persyaratan Khusus
PP 71 Tahun 2008 mulai berlaku sejak (proyek PU, bandara,
tanggul, fasilitas
Pengalihan hak ...

X Bruto NILAI PENGALIHAN


5% hak atas tanah dan/atau bangunan

TARIF
X Bruto NILAI PENGALIHAN
hak RS dan Rusun Sederhana yg
1% dilakukan oleh WP yg usaha
pokoknya mengadakan pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan

NILAI PENGALIHAN adalah nilai tertinggi berdasarkan Akta atau NJOP, kecuali :
-Kepada Pemerintah : Nilai berdasarkan keputusan pejabat
- Lelang : nilai menurut Risalah Lelang
Pengalihan hak ...
Pengecualian
1. OP yg berpenghasilan di bawah PTKP dan nilai pengalihan
kurang dari Rp 60.000.000
2. OP atau Badan atas pengalihan kepada Pemerintah dengan
ganti rugi dan untuk kepentingan umum yang memerlukan
persyaratan khusus
3. OP yg melakukan hibah kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat /badan keagamaan/badan
pendidikan/ badan sosial/ pengusaha kecil termasuk koperasi
sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
atau penguasaan.
4. Badan yg melakukan hibah kepada Badan keagamaan/
Badan Pendidikan/ badan sosial/ pengusaha kecil termasuk
koperasi sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan.
5. Pengalihan karena warisan
Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
9 PPh atas Penghasilan OP atau Badan dari persewaan tanah dan / atau bangunan berupa
tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor,
toko, rumah toko, gedung, dan industri.

tarif 10 % X Jml Bruto Nilai Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

Jumlah Bruto Nilai Persewaan adalah seluruh jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak
penyewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan dan service charge

PP- 5 tahun 2002


Persewaan Tanah ...

Badan Pemerintah, SPDN,


BADAN
Penyelenggara Kegiatan, BUT, KSO,
Perwakilan Perusahaan LN

PEMO
TONG
a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris,
PPAT kecuali Camat, pengacara,
dan konsultan yang melakukan
OP pekerjaan bebas
b.OP yg menjalankan usaha
dengan pembukuan dan telah
terdaftar sebagai WP
Persewaan Tanah ...
PEMBAYAR

PENERIMA PENGHASILAN
dengan menggunakan SSP paling
PENYEWA lambat tanggal 15 bulan
Dalam hal penyewa adalah wajib berikutnya
potong Pajak Penghasilan Dalam hal penyewa bukan
Pemotong Pajak Penghasilan

Dalam pembukuan WP yang menyewakan wajib dipisahkan antara penghasilan dan biaya yang
berhubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan dengan penghasilan dan biaya lainnya.
10 Usaha Jasa Konstruksi
Layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan
konstruksi, layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi

Tarif Bentuk jasa Kualifikasi Sertifikasi


Pengusaha
2% Pelaksanaan Konstruksi Usaha Kecil bersertifikat
3% Pelaksanaan Konstruksi Bukan Usaha kecil bersertifikat
4% Pelaksanaan Konstruksi Usaha Kecil Tidak bersertifikat
4% Perencanaan/Pengawa - bersertifikat
san Konstruksi
6% Perencanaan/Pengawa - Tidak bersertifikat
san Konstruksi

Apabila penyedia jasa adalah BUT, maka laba setelah dikenakan PPh final
dikanakan lagi PPh Pasal 26 (4) sesuai ketentuan yang berlaku

PP-40 Tahun 2009 berlaku sejak 1 Agustus 2009


Diskonto SPN
11 SPN adalah surat utang Negara yang berjangka waktu paling lama 12 bulan dengan pembayaran
bunga secara diskonto

20% X Diskonto SPN bagi WPDN dan BUT

PEMOTONG :
1. Emiten atau Kustodian
2. Broker, Bank selaku dealer
TARIF 3. Broker, bank, dana pensiun,
reksadana, selaku pembeli

20% X Diskonto SPN bagi WPLN


/P3B
Bukan Objek Pemotongan
Diskonto SPN yang diterima atau diperoleh WP :

a. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank di luar negeri


b.Dana pensiun
c. Reksadana, selama 5 tahun pertama sejak
pendirian/pemberian izin usaha
12 Dividen yang diterima oleh WPOP
Dalam Negeri

TARIF 10% x Jumlah Dividen

PEMOTONG PAJAK

Pihak yang membayar atau pihak lain


yang ditunjuk selaku pembayar

PP 19 Tahun 2009 berlaku sejak 1 Januari 2009

Anda mungkin juga menyukai