Makalah Perpajakan Lanjutan
Makalah Perpajakan Lanjutan
Disusun Oleh :
Politeknik Sekayu
2016
Pendahuluan
Sering kali terjadinya perubahan kurs yang tidak hanya disebabkan oleh
perubahan ekonomi tapi juga bisa disebabkan oleh peristiwa politik dan keamanan
serta non-ekonomi. Hal ini adalah konsekuensi dari berlakunya system nilai tukar
free floating exchange rate oleh Bank Indonesia.
Pengaruh dari fluktuasi valuta asing di bursa umum disajikan pada dua
aspek penyajian yaitu:
1. Utang Dagang
Timbul sebagai akibat kredit impor, baik untuk barang dagangan maupun
pembelian barang modal
2. Utang Jasa
Timbul sebagai akibat struktur permodalan perusahaan yang sebagian
dibiayai dengan pinjaman luar negeri dalam valuta asing baik pinjama
jangka pendek maupun jangka pendek maupun jangka panjang.
3. Utang Bunga Pinjaman
Timbul sebagai akibat pinjaman valuta asing.
4. Piutang
Timbul sebagai akibat adanya ekspor ataupun piutang permodalan.
5. Dividen dalam bentuk valuta asing dan adanya kas, tabungan, deposito,
atau secara kas dalam valuta asing.
6. Kontrak Berjangka dalam Valas
Untuk kontrak berjangka ini antara lain dalam bentuk SWAP, future, dan
lindung nilai (hedge) atas utang piutang valas.
1. Pendekatan moneter/nonmoneter
Pos pos moneter telah dinyatakan dalam mata uang pada akhir periode
berjalan dan terjadi perubahan nilai valuta asing. Seperti pada PSAK
No.10 paragraf 5 memberikan batasan pos moneter adalah kas dan setara
kas, asset, dan kewajiban yang akan diterima atau dibayar di muka di
mana jumlahnya pasti atau ditentukan pada pendekatan moneter ini
terdapat asset moneter dan kewajiban moneter.
2. Pendekatan lancer atau tidak lancar
Pada pendekatan pos-pos lancar dijabarkan dengan kurs berjalan. Untuk
pos-pos tidak lancar dilaporkan sesuai kurs historisnya.
3. Pendekatan temporal
4. Pada pendekatan temporal ini kas dan bank (cash equivalent), piutang dan
utang lancar, dan utang jangka panjang disajikannya dengan menggunakan
kurs berjalan, sedangkan lainnya disajikan sesuai kurs historis. Metode
yang dianut seperti diatur dalam FASB Statement No.8 Tahun 1975.
5. Pendekatan mata uang fungsional (functional currency)
Pendekatan ini merupakan penjabaran mata uang asing dengan mata uang
yang berlaku pada suatu Negara sebagai contoh rupiah, dollar Amerika
Serikat, dan sebagainya (perhatikan FASB Statement No.52).
Perlakuan akibat kerugian selisih kurs ini terdapat beberapa teori yang umum
digunakan yaitu:
Dalam keadaan yang luar biasa, yaitu terjadi devaluasi atau depresi
rupiah diperbolehkan menggunakan alternative pelaporan yang tercantum
dari PSAK No.10 Reformat 2007, yaitu:
Selisih kurs dapat disebabkan karena suatu devaluasi atau depresi luar
biasa mata uang dalam keadaan tidak tersedia fasilitas lindung nilai dan
menimbulkan kewajiban yang tak terselesaikan akibat perolehan asset
yang baru saja dilakukan dan harus dilunasi dalam mata uang asing.
Selisih kurs tersebut dapat dimasukkan sebagai nilai tercatat (carrying
amount) asset tersebut sepanjang nilai tercatat asset yang telah disesuaikan
tidak melebihi jumlah terendah antara biaya pengganti (replacement cost)
dan jumlah yang dapat diperoleh kembali (amount recoverable) dari
penjualan atau penggunaan asset tersebut.
Dalam hal terjadi devaluasi atau depresi luar biasa kerugian selisih
kurs tersebut dikapitalisasi sepanjang tidak melebihi jumlah terendah nilai
ganti dan jumlah yang bisa diperoleh kembali. Risiko pembiayaan dalam
mata uang asing biasanya dilindungi nilai. Oleh karenya, jika terjadi
devaluasi atau depresi luar biasa fasilitas lindung nilai masih ada dan
perhitungan selisih hanya ada lindung nilai. Penggunaan alternative ini
telah dijelaskan lebih lanjut dengan diterbitkan ISAK No.4 bahwa
depresiasi rupiah terhadap suatu mata uang asing dianggap melampaui
batas-batas wajar dan merupakan depresiasi rupiah yang disetahunkan
mencapai 133% dari rata-rata depresiasi rupiah tiga tahun takwim terakhir.
Di sisi lain, kerugian selisih kurs yang dialami oleh Wajib Pajak
dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi Wajib
Pajak dalam negeri dan BUT. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf e Undang-undang PPh.
Dari Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) Undang-undang PPh
dapat disimpulkan bahwa sebenarnya keuntungan atau kerugian selisih
kurs pada dasarnya merupakan objek pajak dan dapat dikurangkan dengan
pengakuannya berdasarkan pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak dan
dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan.
Artikel
Oleh: Andreas Adoe (Praktisi pajak dan pengajar pada Program Administrasi
Fiskal Fakultas Ilmu Adminstrasi UI)
Untuk pembukuan bagi Wajib Pajak yang melakukan transaksi dalam mata
uang asing , tentunya harus mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan yang
berlaku di Indonesia khususnya pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
tentang Transaksi Dalam Mata Uang Asing (PSAK No. 10). PSAK tersebut
menjadi acuan, diantaranya, untuk pengakuan dan penghitungan selisih kurs,
penentuan kurs yang digunakan hingga pengakuan atas pengaruh keuangan dari
perubahan kurs valuta asing dalam laporan keuangan.
Permasalahan nilai tukar dapat terjadi karena beberapa hal, misalkan Wajib
Pajak yang mengimpor barang dengan mata uang asing namun harus menjualnya
di Indonesia dengan mata uang Rupiah. Oleh karenanya, perlu diperhatikan cara
menghitung keuntungan dan kerugian karena cara perhitungan selisih kurs yang
tidak diatur rinci dalam UU PPh dan dapat didasarkan atas PSAK No. 10,
contohnya :
Pengakuan selisih kurs, baik sebagai laba atau kerugian dalam laporan rugi
laba Wajib Pajak, atas transaksi dalam mata uang asing akibat devaluasi
atau depresiasi luar biasa suatu mata uang yang tidak memungkinkan
dilakukannya hedging.
Pengakuan selisih kurs, yang akan diakui sebagai keuntungan atau
kerugian kurs periode berjalan, karena selisih kurs tunai (spot rate) dan
kurs masa depan (forward rate) misalnya karena adanya swap valuta asing
untuk hedging.
Wajib Pajak dapat melakukan hedging atau lindung nilai untuk mengatasi
masalah resiko nilai tukar karena kewajiban penggunaan Rupiah. Permasalahan
dari hedging adalah apakah keuntungan atau kerugian karena hedging dapat
diakui dalam perhitungan PPh. Untuk itu pembukuan menurut Standar Akuntansi
Keuangan diperlukan untuk menentukan apakah pembukuan hedging, yang
menjadi dasar perhitungan laba atau rugi karena hedging, telah dilakukan dengan
benar.
PSAK No. 55 tentang Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai
mengatur tentang pembukuan atas laba dan rugi instrumen lindung nilai terhadap
risiko :
ikatan pasti (komitmen) yang belum diakui (lindung nilai atas nilai wajar
valuta asing), atau
transaksi yang diperkirakan akan terjadi (lindung nilai arus kas valuta
asing).
Bagi DJP, yang menjadi pertimbangan atas transaksi hedging adalah objek
PPh yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak, baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, contohnya atas bunga dan keuntungan
selisih kurs sesuai Pasal 4 ayat (1) UU PPh. Demikian juga dengan biaya yang
dapat dikurangkan atas transaksi hedging seperti biaya bunga dan kerugian selisih
kurs, sesuai Pasal 6 ayat (1) UU PPh.
Kesimpulan
Atas kerugian selisih kurs tersebut tidak diakui sebagai biaya bagi PT A
karena berasal dari penyewaan apartemen yang telah dikenai Pajak
Penghasilan bersifat final.
Sementara itu, keuntungan atau kerugian selisih kurs yang tidak berkaitan
langsung dengan usaha Wajib Pajak yang dikenakan PPh final atau yang
bukan objek pajak, diakui sebagai penghasilan atau biaya sepanjang biaya
tersebut dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan.
Atas keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yang berasal
dari pinjaman sebesar US$ 1,000,000 tersebut dapat diakui sebagai
penghasilan atau biaya karena:
Daftar Pustaka
Adoe, Andreas. 2016. Perlakuan Pajak Atas Kewajiban Penggunaan Rupiah di
Indonesia. Diambil dari: http://www.ortax.org/ortax/?
mod=issue&page=show&id=83 (24 September 2016)
Resmi, Siti. 2009. Perpajakan: Teori dan Kasus. Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.
Wahyudi, Dudi. 2011. Pajak Penghasilan Atas Selisih Kurs. Diambil dari:
http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/pajak-penghasilan-atas-
selisih-kurs.html (24 September 2016)