Struma 3
Struma 3
Blogger templates
Blog Archive
2013 (9)
o Oktober (9)
Popular Posts
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA STRUMA
MAKALAH PJB a. Anatomi Jantung Daerah dipertengahan dada diantara kedua paru
disebut sebagai mediastinum. Sebagian besar rongga ...
Anatomi Fisiologi Sistem Saraf A. Pengertian Sistem Saraf Sistem saraf tersusun oleh
berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentu...
About Me
Abidah Ismawati
Lihat profil lengkapku
Beranda
A. Latar Belakang
Keseimbangan hormon penting untuk menjaga fungsi tubuh tetap normal. Jika terganggu,
akan terjadi masalah kesehatan, termasuk penyakit struma. Fungsi kelenjar gondok yang
membesar dan metabolisme tubuh yang meningkat (hipermetabolisme) juga terkadang disertai
kelelahan, jari-jari gemetar atau tremor dan mata menonjol. Terjadinya goiter atau penyakit
gondok memang terkait kelainan yang menyerang kelenjar tiroid yang letaknya di depan leher di
bawah jakun. Kelenjar ini menghasilkan hormon tiroid yang fungsinya mengendalikan kecepatan
metabolisme tubuh seseorang. Jika kelenjar kurang aktif memproduksi hormon, terjadilah
defisiensi hormon. Begitu juga jika terlalu aktif, hormon yang dihasilkan akan berlebihan. Dua
kondisi ketidaknormalan ini memicu perbesaran kelenjar yang hasil akhirnya antara lain penyakit
gondok (struma endemik). Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah
satu masalah gizi utama di Indonesia, dan tersebar hampir di seluruh provinsi. Survei Pemetaan
GAKY tahun 1997/1998 menemukan 354 kecamatan di Indonesia merupakan daerah endemik
berat. Kekurangan iodium ini tidak hanya memicu pembesaran kelenjar gondok, bisa juga timbul
kelainan lain seperti kretinisme (kerdil), bisu, tuli, gangguan mental, dan gangguan neuromotor.
Untuk itu, penting menerapkan pola makan sadar iodium sejak dini.
B. Tujuan Penulisan
1. Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui tentang pengertian Struma
2. Diharapkan mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan mengenai penyakit Struma
C. Ruang Lingkup Penulisan
1. Pengertian Struma
2. Etiologi Struma
3. Klasifikasi Struma
4. Patofisiologi
5. Manifestasi Struma
6. Komplikasi Struma
7. Pemerikasaan Diagnostik
8. Penatalaksanaan
D. Metode Penulisan
1. Dengan mengumpulkan literatur dan mencari di internet
2. Berdiskusi dengan teman sekelompok dan teman beda kelompok
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Ruang Lingkup Penulisan
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Struma
Struma adalah perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkakan di bagian depan
leher (Dorland, 2002).
Kelenjar tiroid terletak tepat dibawah laring pada kedua sisi dan sebelah anterior trakea. Tiroid
menyekresikan dua hormon utama, tiroksin (T4), dan triiodotironin (T3), serta hormon kalsitonin
yang mengatur metabolisme kalsium bersama dengan parathormon yang dihasilkan oleh kelenjar
paratiroid (Guyton and Hall, 2007).
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid.
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk
produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha
meningkatkan hormon yang dihasilkan.
B. Etiologi Struma
Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-selnya bertambah
besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang bertambah dengan
pembentukan struktur morfologi baru. Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama.
1. Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau jaringan
tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid lingual).
2. Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit tiroiditis
Hashimoto.
3. Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada struma koloid
dan struma endemik.
4. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi adenoma sejenis tumor
jinak dan adenokarsinoma, suatu tumor ganas.
5. Defisiensi iodium
6. Konsumsi goitrogenik glikosida agent secara berlebihan (memakan sekresi hormon tiroid).
7. Mengkonsumsi obat-obatan anti tiroid jangka panjang
8. Anomali
9. Peradangan atau tumor/neoplasma
C. Klasifikasi Struma
1. Berdasarkan fisiologisnya :
1.1 Eutiroid : aktivitas kelenjar tiroid normal
1.2 Hipotiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal
1.3 Hipertiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan
2. Berdasarkan klinisnya :
2.1 Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
a. Difusa : endemik goiter, gravid
b. Nodusa : neoplasma
2.2 Toksik (hipertiroid)
a. Difus : grave, tirotoksikosis primer
b. Nodusa : tirotoksikosis skunder
3. Berdasarkan morfologinya :
3.1 Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun relatif). Defisiensi
iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan
kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam
jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas. Sehingga
terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar
juga akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau kebutuhannya
menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau kelenjar akan menjadi fase
istirahat.
3.2 Struma Colloides Diffusa
Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan tiroksin oleh karena
kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau defisiensi iodine
telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan mengalami involusi.
Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid dan ukuran kelenjar membesar.
3.3 Struma Nodular
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari struma colloides.
Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive yang lama dari tiroksin. Ada
gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi pada masing-masing periode kehamilan,
laktasi, dan emosional (fase kebutuhan). Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi, daerah
hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul
dari jaringan tiroid yang hiperinvolusi.
Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk memberikan kebutuhan akan
tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada
struma nodular, kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian
kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi yang
berlebihan/mengecil).
D. Patofisiologi
Berbagai faktor diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertrofi kelenjar tiroid termasuk
didalamnya defisiensi iodium, goitrogenik glikosida agent ( zat atau bahan ini dapat memakan
sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak, kangkung, kubis bila dikonsumsi secara
berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan atau tumor atau neoplasma. Sedangkan
secara fisiologis menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai akibat
peningkatan aktivitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi kebutuhan tubuh yang
meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan. Bahkan dikatakan pada kondisi stress
sekalipun kebutuhan tubuh akan hormon ini cenderung meningkat. Laju metabolisme tubuh pada
kondisi-kondisi diatas meningkat.
Berdasarkan kejadian atau penyebarannya ada yang disebut Struma Endemis dan Sporadis.
secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini dijumpai menyebar diberbagai tempat atau
daerah. Bila dihubungkan dengan penyebab, maka struma sporadis banyak disebabkan oleh
faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid, peradangan dan neoplasma.
Secara endemis dimana kasus-kasus ini struma ini dijumpai pada sekelompok orang di suatu
daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi iodium. Bahan dasar pembentukan
hormon-hormon kelenjar tiroid adalah iodium yang diperoleh dari makanan dan minuman yang
mengandung iodium. Ion iodium (iodida) darah masuk kedalam kelenjar tiroid secara transport
aktif dengan ATP sebagain sumber energi. selanjutnya sel-sel folikel kelenjar tiroid akan
mensintesis Tiroglobulin (sejenis glikoprotein) dan selanjutnya mengalami iodinisasi sehingga
akan terbentuk iodotironin (DIT) dan mono iodotironin (MIT). Proses ini memerlukan enzim
peroksida sebagai katalisator. Proses akhir adalah berupa reaksi penggabungan. Penggabungan
dua molekul DIT akan membentuk tetra iodotironin tiroxin (T4) dan molekul DIT bergabung
dengan MIT menjadi tri iodotironin (T3) untuk selanjutnya masuk kedalam plasma dan berikatan
dengan protein binding iodine. Reaksi penggabungan ini dirangsang oleh hormon TSH dan
dihambat oleh tiourasil, Tiourea, sulfonamid dan metilkaptoimidazol.
Melihat proses singkat terbentuknya hormon tiroid maka pemasukan iodium yang berkurang,
gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, bahan atau zat yang mengandung
tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan metilkaptoimidazol, glukosil goitrogenik, gangguan pada
kelenjar tiroid sendiri serta faktor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya
sekresi hormon tiroid. bila kadar hormon-hormon tiroid kurang makan akan terjadi mekanisme
umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktivitas kelenjar meningkat dan terjadi
pembesaran (hipertropi). Dengan kompensasi ini kadar hormon seimbang kembali.
Dampak struma thdp tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ disekitarya. Dibagian posterior medial kelenjar tiroid
terdapat trakea dan esofagus. Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong trakea,
esofagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak
thdp gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. penekanan pada pitasuara
akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau. Bila pembesaran keluar, maka akan memberi
bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.
tentu dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. perubahan bentuk leher dapat
mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien.
F. Komplikasi
1. Suara menjadi serak/parau
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat penekanan
pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
2. Perubahan bentuk leher
Jika terjadi pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau
tidak.
3. Disfagia
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong
eshopagus sehingga terjadi disfagia yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan nutrisi,
cairan, dan elektrolit.
4. Sulit bernapas
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma
mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan
pemenuhan oksigen.
5. Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh hormon
tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai dengan
fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan lebih
cenderung mendapat komplikasi payah jantung.
6. Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang
berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup pasien sehinggakan
aktivitas rutin pasien terganggu.
7. Dermopati Graves
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian bawah
(miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans. Kulit sangat menebal
dan tidak dapat dicubit.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Palpasi, teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal. Jika di
auskultasi terdengar bunyi seperti pluit.
2. Termografi
Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu
tempat. Alatnya adalah Dynamic Tele-Thermography. Hasilnya disebut n panas apabila
perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9C dan dingin apabila <0,9C. Pada penelitian Alves
didapatkan bahwa yang ganas semua hasilnya panas. Dibandingkan dengan cara pemeriksaan
yang lain ternyata termografi ini adalah paling sensitif dan spesifik.
3. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin) dalam
batas normal.
Nilai normal :
3.1 T4 serum : 4.9 12.0 g/dL
3.2 Tiroksin bebas : 0.5 2.8 g/dL
3.3 T3 serum : 115 - 190 g/dL
3.4 TSH serum : 0.5 4 g/dL
3.5 FT1 serum : 6.4 - 10 %
4. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi)
Dapat menentukan apakah lesi tersebut kistik ataukah padat. Kebanyakan karsinoma adalah
padat, kebanyakan lesi yang kistik atau campuran adalah jinak. Teknik ultasonografi digunakan
untuk menentukan apakah nodul tiroid, baik yang teraba pada palpasi maupun yang tidak,
merupakan nodul tunggal atau multiple padat atau kistik. Pemeriksaan ultasonografi ini terbatas
nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan keganasan tapi hanya dapat mendeteksi nodul yang
berpenampang lebih dari setengah centimeter.
Kelainan- kelainan yang dapat didiagnosis secar USG ialah:
4.1 Kista; kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis.
4.2 Adenoma/ nodul padat; iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai hal yaitu suatu lingkaran
hipoekoik disekelilingnya.
4.3 Kemungkinan karsinoma; nodul padat, biasanya tanpa halo.
4.4 Tiroditis; hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.
7. Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig.
8. Biopsy dan Sitologi Tiroid
Biopsy ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsy aspirasi
jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan dengan cara ini adalah dapat memberikan hasil negative palsu karena lokasi biopsy
kurang tepat, teknik biopsy kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif
palsu karena salah interpretasi aleh ahli sitologi.
A. Jarum yang diletakan ke spuid dan ditahan dalam penahan dimasukan ke dalam pembengkakan
tiroid yang akan menjalani biopsy.
B. Pengisap ditarik pada tangkai spuid.
C. Dengan mempertahankan pengisapan, jarum digerakkan maju mundur pada pembengkakan
dalam berbagai arah.
D. Pengisap dilepaskan dari spuid.
E. Jarum dan spuid lalu ditarik dari pembengkakan tiroid.
Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan biopsy aspirasi jarum halus ( fine needle
aspioration biopsy, FNA ). Cara pemeriksaan ini cukup akurat untuk mendiagnosis karsinoma
tiroid, tiroiditis, atau limfoma. Biopsy aspirasi tidak mempunyai batasan dalam hal ukuran
tumor, asalkan lesi ini dapat dipalpasi. Saat dilakukan penusukan tidak perlu dilakukan anastesi
lokal.
Iodium radioaktif diberikan melalui mulut, dalam bentuk cairan 1-2 ml, tidak berasa dan
berbau, dan dengan cepat diserap melalui saluran cerna. Iodium radioaktif ini akan masuk ke
kelenjar tiroid melalui aliran darah dan merusak kelenjar tiroid. Walaupun radioaktivitas ini
menetap selama beberapa waktu dalam kelenjar tiroid, iodium radioaktif ini akan dikeluarkan
melalui bagian tubuh dalam beberapa hari.
Efek pada kelenjar tiroid akan terjadi dalam 1-3 bulan dan efek maksimal terjadi antara 3-6
bulan. Pada sebagian kasus pengobatan iodium radioaktif cukup satu kali saja, akan tetapi pada
keadaan dengan kelenjar gondok yang besar, diperlukan dosis iodium radioaktif yang kedua
untuk mengablasi/mematikan kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid yang diablasi lama kelamaan
produksi hormon tiroid akan berkurang bahkan tidak ada sama sekali dan dalam jangka panjang
dapat terjadi hipotiroid (kebalikan dari hipertiroid).
Oleh karena itu setelah mendapat pengobatan iodium radioaktif secara berkala setiap 6-12
bulan diperiksa fungsi tiroid dan bila terjadi hipotiroid, harus diberikan pengganti/substitusi
hormon tiroid yang diberikan seumur hidup (karena kelenjar tiroid sudah tidak berfungsi lagi)
dengan dosis sesuai kebutuhan. Pasien cukup minum tablet hormon tiroid secara teratur seperti
halnya minum vitamin.
1.3 Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.
Indikasi :
a. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
d. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
e. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
TIROIDEKTOMI
Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan semua atau sebagian
dari kelenjar tiroid. Klasifikasi dari tiroidektomi adalah total tiroidektomi dan nyaris total
tiroidektomi. Indikasi dilakukan tiroidektomi adalah gondok, kanker tiroid, hipertiroidisme,
gejala obstruksi, kosmetik.
A. Tiroidektomi parsial atau total dapat dilaksanakan sebagai terapi primer terhadap karsinoma
tiroid, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme
Tiroidektomi total : kelenjar tiroid diangkata seluruhnya
Tiroidektomi parsial : mengangkat sebagian kelenjar tiroid
3.1 Keganasan
3.2 Penekanan
3.3 Kosmetik
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu
sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal
tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi
kelenjar leher fungsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya
ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.
a. Inoperabel
b. Kontraindikasi operasi
Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai supresif
untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik
(TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak
resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.
Preparat : Thyrax tablet
Dosis : 3x75 Ug/hari per-oral
THYRAX
INDIKASI
Hipotiroidisme karena berbagai macam sebab.
Menekan kadar TSH (hormon perangsang tiroid) pada keadaan goiter, nodulus, & setelah
pengobatan kanker tiroid dengan radiologi dan atau pembedahan
Menekan efek goitrogenik dari obat-obat lain, untuk diagnosis, & pada penekanan tes.
PERHATIAN
Hipertiroidisme, penyakit jantung dan pembuluh darah dan atau miksoedema berat dan yang
lama terjadi.
Interaksi obat : antikoagulan oral, antidiabetik, Digitalis, Kolestiramin, Fenitoin.
EFEK SAMPING
Takhikardia, kegugupan, gemetar, sakit kepala, kemerahan pada leher & wajah, berkeringat,
kehilangan berat badan. KEMASAN Tablet 100 mcg x 100 biji.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data
Anamnese
Dari anamnese diperoleh:
1.1 Identifikasi pasien.
1.2 Keluhan utama pasien.
Pada pasien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri
akibat luka operasi.
1.3 Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga
mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu
dilakukan operasi.
1.4 Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok, misalnya
pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar berpenyakit
gondok.
1.5 Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama dengan pasien saat ini.
1.6 Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada
kemungkinan pasien merasa malu dengan orang lain.
2. Pemeriksaan fisik
2.1 Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tanda-tanda
vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
B. ASUHAN KAPERAWATAN
DATA FOKUS
Data subjektif Data objektif
Pasien mengeluh nyeri pada tenggorokan Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan
yang rasanya seperti tercekik ditemukan adanya pembengkakan (massa)
Pasien mengeluh sulit bernapas dan menelan
lebih dari satu.
Pasien mengeluh suara serak
TTV:
Pasien mengatakan sehari-harinya
TD: 13/80 mmHg
mengkonsumsi sayur-sayuran dari jenis HR: 96x/mnt
Brassica seperti kubis, lobak cina, brussels RR: 28x/mnt
T: 37,40C
kecambah dan ketika masak jarang
BB sebelum: 50, sesudah: 47
menggunakan garam yang beriodium TB: 153
Pasien mengatakan, makan hanya 4-5 IMT: 20,1 kg/m2
Defisit cairan: 2.01 L
sendok.
Kesadaran composmentis
Pasien mengatakan malu terhadap
Pemeriksaan lab:
keadaannya T3: 1,03 (N: 0,15-1,65)
Pasien mengatakan cemas karena akan T4: 87,8 (N: 45-120)
dilakukannya tindakan operasi TSH: 0,145 (N: 0,47-5,01)
Pasien bertanya-tanya tentang penyakitnya F. T4: 12,3 (N: 7,1-18,5)
Pasien tampak pucat
Pasien terlihat menggunakan alat bantu
nafas: cuping hidung
Mukosa bibir kering
Turgor kulit: elastisitas kurang
Skala nyeri: 7
Pasien tampak gelisah/cemas
Pasien terlihat berbicara gagap
Capillary refill
Hasil AGD:
pH: 7,30
PO2: 70
PCO2: 50
HCO3: 22
Stridor
Ekspresi muka pasien tampak meringis
Serum: 150
Anoreksia sekunder
Interaksi pasien dengan lingkungan
berkurang
Pasien terlihat bingung dengan keadaannya
ANALISA DATA
Data Fokus Problem Etiologi
DS: Ketidakefektifan bersihan Adanya massa
Pasien mengeluh sulit bernapas jalan nafas
dan menelan
Pasien mengeluh suara serak
DO:
Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
TTV:
TD: 13/80 mmHg
HR: 96x/mnt
RR: 28x/mnt
T: 37,40C
Pasien tampak pucat
Pasien terlihat menggunakan alat
bantu nafas: cuping hidung
Pemeriksaan lab:
T3: 1,03 N: 0,15-1,65
T4: 87,8 N: 45-120
TSH: 0,145 N: 0,47-5,01
F. T4: 12,3 N: 7,1-18,5
Stridor
Capillary refill
Kesadaran composmentis
DO:
Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
TTV:
TD: 13/80 mmHg
HR: 96x/mnt
RR: 28x/mnt
T: 37,40C
Pasien tampak pucat
Capillary refill
Hasil AGD:
pH: 7,30
PO2: 70
PCO2: 50
HCO3: 22
Kesadaran composmentis
DO:
Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
TTV:
TD: 13/80 mmHg
HR: 96x/mnt
RR: 28x/mnt
T: 37,40C
Pasien tampak pucat
Pasien terlihat menggunakan alat
bantu nafas: cuping hidung
Pemeriksaan lab:
T3: 1,03 N: 0,15-1,65
T4: 87,8 N: 45-120
TSH: 0,145 N: 0,47-5,01
F. T4: 12,3 N: 7,1-18,5
Capillary refill
Kesadaran composmentis
DO:
Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
TTV:
TD: 13/80 mmHg
HR: 96x/mnt
RR: 28x/mnt
T: 37,40C
Pasien tampak pucat
Pasien terlihat menggunakan alat
bantu nafas: cuping hidung
Pemeriksaan lab:
T3: 1,03 N: 0,15-1,65
T4: 87,8 N: 45-120
TSH: 0,145 N: 0,47-5,01
F. T4: 12,3 N: 7,1-18,5
Capillary refill
Kesadaran composmentis
DO:
Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
TTV:
TD: 13/80 mmHg
HR: 96x/mnt
RR: 28x/mnt
T: 37,40C
Ekspresi muka pasien tampak
meringis
Kesadaran composmentis
Skala nyeri: 7
DO:
Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
Pemeriksaan lab:
T3: 1,03 (N: 0,15-1,65)
T4: 87,8 (N: 45-120)
TSH: 0,145 (N: 0,47-5,01)
F. T4: 12,3 (N: 7,1-18,5)
Anoreksia sekunder
DO:
TTV:
TD: 13/80 mmHg
HR: 96x/mnt
RR: 28x/mnt
T: 37,40C
Pasien tampak gelisah/cemas
DO:
Pasien terlihat bingung dengan
keadaannya
Pasien tampak gelisah/cemas
DIAGNOSA KEPERAWATAN
N Diagnosa Keperawatan
O
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d adanya massa
2. Gangguan pertukaran gas b.d obstruksi partial mekanik
3. Ketidakefektifan pola nafas b.d adanya obstruksi trakkeofaringeal
4. Gangguan perfusi jaringan b.d suplai O2 tidak adekuat
5. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses penyakit
6. Gangguan menelan b.d obstruksi partial mekanik
7. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d intake yang
tidak adekuat
8. Gangguan pemenuhan nutrisi b.d disfagia
9. Kerusakan komunikasi verbal b.d adanya penekanan pada pita
suara
10. Gangguan citra diri b.d perubahan fisiologis tubuh
(pembengkakan leher)
11. Cemas b.d tindakan pre-operasi
12. Kurang pengetahuan b.d kurang mengenal sumber informasi
tentang penyakit
INTERVENSI KEPERAWATAN
Kolaborasi
1. Awasi seri GDA
R : PCO2 biasanya meningkat dan PO2
menurun sehingga hipoksia terjadi
dengan derajat lebih kecil
2. Berikan oksigen tambahan bila
diperlukan
R : dapat memperbaiki/mencegah
memperburuknya hipoksia
Kolaborasi
1. Berikan analgetik sesuai indikasi.
Rasional: pemberian analgetik dapat
mengurangi rasa nyeri
6 Gangguan menelanSeSetelah dilakukan Mandiri
tindakan keperawatan
bd obstruksi partial 1. Bantu pasien dengan mengontrol
diharapkan gangguan
mekanik menelan pasien dapat kepala
teratasi. Dengan Rasional : menetralkan hiperekstensi,
kriteria hasil:
membantu
Pasien tidak lagi
mencegah aspirasi dan meningkatkan
mengeluh sulit saat
kemampuan untuk menelan
menelan.
2. letakan pasien pada posisi duduk /
Berat badan pasien
tegak selama dan setelah makan
kembali normal
Rasional : menggunakan gravitasi
untuk memudahkan proses menelan dan
menurunkan resiko terjadinya aspirasi
3. letakan makan pada mulut yang tidak
terganggu
Rasional : memberikan stimulasi
sensorik (termsuk rasa kecap) yang
dapat mencetuskan usaha untuk
menelan dan meningkatkan masukan
Kolaborasi
1. Berikan cairan melalui IV atau
makanan melalui
selang
Rasiona : mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika pasien tidak mampu
untuk memasukan segala sesuatu
kedalam.
Kolaborasi
1. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai
program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu pasien
mengurangi rasa mual dan muntah dan
diharapkan intake nutrisi pasien
meningkat.
2. Konsultasikan/rujuk ke ahli gizi.
R: agar pasien mendapatkan gizi
seimbang.
10 Gangguan citra diriSe Setelah dilakukan 1. Pantau tingkat perubahan rentang harga
bd perubahan tindakan keperawatan diri rendah
R : Mengetahui kopping individu
fisiologis tubuh diharapkan pasien
pasien
(pembengkakan menunjukkan
2. Pastikan tujuan tindakan yang kita
leher) Penerimaan diri secara
lakukan adalah realistis
verbal Mengerti akan R : Meningkatkan hubungan saling
kekuatan diri percaya dengan pasien
3. Sampaikan hal-hal yang positif secara
Melakukan perilaku
mutlak untuk pasien, tingkatkan
yang dapat
pemahaman tentang penerimaan anda
meningkatkan rasa
pada pasien sebagai seorang individu
percaya diri
yang berharga.
R : Meningkatkan harga diri pasien
4. Diskusikan masa depan pasien, bantu
pasien dalam menetapkan tujuan-tujuan
jangka pendek dan panjang.
R : Membantu pasien menentukan masa
depan yang diinginkan
4 komentar:
Unknown mengatakan...
terimakasih ^^
Poskan Komentar
Followers