Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Anatomi dan Histologi Kornea


Kornea adalah jaringan transparan dan avaskular terletak di bagian sentral

dari kutub anterior bola mata yang akan bergabung dengan sklera dan

konjungtiva. Kornea akan tampak berbentuk elips bila dilihat dari bagian depan

dengan ukuran diameter horisontal 11-12 mm dan diameter vertikal 9-11 mm.

Indeks refraksi kornea sebesar 1,376. Radius dari kurvatura kornea sentral

sekitar 7,8 mm (6,7-9,4 mm). Kekuatan dioptri karena sebesar 43,25 dioptri

atau sekitar 74% dari total kekuatan dioptri mata manusia normal.1
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata

bagian di sebelah depan. Nutrisi kornea diperoleh dari difusi glukosan akuos

humor dan difusi oksigen melalui lapisan air mata. Bagian perifer kornea juga

mendapat oksigen dari sirkulasi limbal.1

Gambar 1: Kornea

1
Gambar 2: Limbus

Kornea terdiri dari 5 lapisan yang terdiri:

1. Epitel

Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang

saling tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke

depan menjadi lapis sel sayap dan didepannya menjadi sel gepeng, sel

basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel

poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden, ikatan ini

menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan

barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat

kepadanya. 1,2

Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Adanya

ikatan yang kuat antara sel-sel epitel superfisial mencegah terjadinya

penetrasi cairan air mata ke dalam stroma.1,2

2. Lapisan Bowman

Lapisan Bowman adalah lapisan yang terkuat dan terbentuk dari

lapisan fibrilkolagen. Ketebalan lapisan ini sekitar 8-14 mikro meter.Bila

terjadi luka yang mengenai bagian ini maka akan digantikan dengan

jaringan parut karena tidak memiliki daya regenerasi.2

3. Stroma

2
Stroma merupakan 90% dari seluruh ketebalan kornea dan

dibentuk olehkeratosit yang memproduksi kolagen. Jenis kolagen yang

dibentuk adalah tipe I, III dan VI. Terdiri atas lamel yang merupakan

susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan

terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer serat kolagen

ini bercabang, terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama

yang kadang-kadang sampai 15 bulan.

Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas

terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk

bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau

sesudahtrauma. Transparansi kornea juga ditentukan dengan menjaga

kandungan air di stromasebesar 78%.1,2

4. Membran Descement

Membrana descement adalah suatu lamina basalis yang tebal dan

longgarpada stroma. Merupakan membran aselular dan merupakan batas

belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran

basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,

mempunyai tebal 40 m.1,2

5. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar

20-40 m.Endotel melekat pada membran descement melalui hemi

desmosom dan zonula okluden. Sel endotel mempunyai fungsi transport

3
aktif air dan ion yang menyebabkan stroma menjadi relatif dehidrasi

sehingga terus menjaga kejernihan kornea.1,2

Gambar 3: Lapisan Kornea Mata


1.2 Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui

oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea disebabkan

oleh strukturnya yang uniform, avaskular, dan deturgesens.1,3


Kornea secara normal bersifat avaskular maka pemberian nutrisi kornea

akan melalui air mata, cairan aquos dan pembuluh darah limbus (secara

difusi). Kornea divaskularisasi oleh arteri siliares yang membentuk arkade.

Kornea dipasok oleh pembuluh darah halus dari tepi kornea yang dipasok dari

arteri oftalmika dan cabang dari arteri fasialis melalui cairan aquos dan tear

film. Sel endotel adalah sel yang mengatur cairan di dalam stroma kornea. 1,2
Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan

oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan

endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada

epitel. Kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih

parah daripada kerusakan pada epitel. 1,2


Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya

sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan

edema stroma kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel telah

4
beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan

hipertonisitas ringan pada lapisan air mata tersebut. Hal ini mungkin

merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial

dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi. 1,2


Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme

kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular

dan membran Bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam

organisme, seperti bakteri, virus, amuba dan jamur. Saraf-saraf sensorik

kornea didapat dari cabang pertama (Nervus ophthalmichus) dan nervus

siliaris yang merupakan cabang dari nervus trigeminus. Saraf kornea sensitif

untuk rasa nyeri dan dingin,sensitivitasnya 100 kali dibanding konjungtiva.

Serabut saraf sensorik menyebar dari saraf siliaris longus dan membentuk

anyaman subepitelial.1,2

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Keratokonus


Keratokonus berasal dari bahasa Yunani (kerato: kornea, konos: cone).

Keratokonus pertama kali dijelaskan oleh seorang dokter Inggris bernama John

Nottingham di naskahnya yang berjudul Pengamatan praktis di kornea

berbentuk kerucut dan penglihatan pendek serta cacat lain pada mata pada

tahun 1854. 5
Keratokonus adalah gangguan non-inflamasi dimana terjadi penipisan

kornea yang menghasilkan tonjolan berbentuk kerucut dari kornea. Keratokonus

merupakan penyakit yang bersifat kronis dan menyerang kornea bagian sentral

dan parasentral. Keratokonus adalah kondisi progresif dan bisa memburuk

secara bertahap dari waktu ke waktu.6,10

2.2 Klasifikasi

Secara keratometri, keratokonus di bagi menjadi 3 yaitu ringan (<48 D),

sedang (48-54 D) dan berat (>54 D). Secara morfologi di bagi sebagai berikut:

1. Nipple Cones

6
Ditandai dengan ukuran yang kecil (<5mm). Pusat dari apeks

kornea terletakpada sentral atau parasentral dan berpindah ke arah infero

nasal.7

2. Oval Cones

Oval Cones merupakan bentuk keratokonus yang paling banyak

dijumpai. Ditandai dengan letak apeks kornea yang tidak sesuai, apeks

berada dibawah garis tengah kornea menimbulkan penonjolan pada

kornea. Memiliki ukuran lebih besar 5-6mm.7

3. Globus Cones

Bentuk globus ditandai dengan penojolan kornea mencakup

hampirtiga - perempat dari permukaan korneadan biasanya tidak

memiliki apeks. Memiliki ukuran > 6mm.7

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko Keratokonus


Ada berbagai teori mengenai etiologi keratokonus, meskipun sebenarnya

penyebab pastinya masih belum diketahui. Beberapa penelitian mengaitkan

penyebab keratokonus dengan penyakit sistemik, misalnya kondisi atopik seperti

asma, hayfever dan eksim, gangguan jaringan ikat misalnya Ehlers-Danlos

syndrome. Pola herediter tidak dapat diprediksi meskipun bukti kuat keterlibatan

genetik pada kembar monozigot.6,8


Beberapa penelitian telah melaporkan hubungan yang kuat antara

menggosok mata dan pengembangan terkait keratokonus.Ini mungkin karena

aktivasi proses penyembuhan luka dan sinyal sekunder terhadap trauma

mekanik pada epitel dan juga trauma mekanikpada keratosit dan peningkatan

7
hidrostatik tekanan dalam mata. Memakai lensa kontak adalah bentuk lain dari

microtrauma kornea terkait dengan keratokonus. Teori ini didukung oleh fakta

bahwa pasien dengan keratokonus sering memiliki mata gatal dan iritasi pada

mata. Warisan autosomal dominan dilaporkan pada sekitar 10% kasus.6,8

2.4 Histopatologi Keratokonus


Adapun faktor yang terkait dengan proses terbentuknya keratokonus:

terjadinya kerusakan aldehid dalam kornea sebagai proses abnormal dari

radikal bebas dan peroksida, terjadinya proses apoptosis pada sel-sel rusak

yang irreversibel, daerah fokus pada kornea menipis dan fibrosis pada daerah

penyembuhan luka. 6
Keratokonus melibatkan setiap lapisan kornea. Sel-sel epitel kornea dapat

membesar dan memanjang. Degenerasi dini sel-sel epitel basal dapat diikuti

oleh gangguan membran basalis. Hasil gangguan ini mempengaruhi

pertumbuhan epitel posterior pada lapisan Bowman dan kolagen anterior pada

epitel, tipikal bentuk Z atau robekan pada lapisan Bowman.


Sering ditemukan adanya jaringan parut pada lapisan Bowman dan stroma

anterior. Pada histopatologi ditemukan fragmentasi kolagen, fibrilasi dan

aktivitas fibroblastik. Stroma memiliki serat kolagen berukuran normal tetapi

sedikit kolagen lamellae, yang menyebabkan stroma menipis. Dengan

meningkatnya keparahan dan durasi, perubahan besar dan kerusakan terjadi di

dasar kerucut daripada di puncak kornea.5,9

8
Gambar 4: Histopatologis kornea

2.5 Epidemiologi Keratokonus

9
Keratokonus adalah suatu kelainan yang umum terjadi pada kornea dengan

prevalensi sebesar 50-230 dari 100.000 kasus gangguan pada kornea, kira-

kira satu per 2000 populasi.Insiden keratokonus relatif lebih tinggi pada

daerah Mediterania dan Timur Tengah, dan keratokonus relatif rendah terjadi

di Jepang, Taiwan dan Singapura.6,9

Keratokonus dapat terjadi pada semua ras dan tidak ada perbedaan angka

kejadian pada laki-laki maupun perempuan. Namun beberapa penelitian

menyatakan bahwa laki-laki lebih berisiko daripada perempuan. 8,9

Angka kejadian keratokonus meningkat pada usia pubertas hingga awal

dekade kedua kehidupan. Berdasarkan penelitian 6-15% kasus, keratokonus

terjadi pada keluarga dengan riwayat keratokonus. Prevalensi di keluarga

tingkat pertama adalah 15-67-kali lebih tinggi daripada populasi umum.

Prevalensi kejadian pada pasien dengan Down Syndrom terjadi sekitar 7%.7,8,12

2.6 Gejala dan Tanda Keratokonus


Pasien dengan keratokonus sering mengeluh dari penurunan penglihatan ,

fotofobia, diplopia monokuler , distorsi visual, asthenopia dan silau jika

melihat cahaya. Pasien usia dewasa muda dengan astigmatisma ireguler atau

astigmatisma miopia yang sering mengalami perubahan pada kacamata perlu

dicurigai keratokonus dan pada pasien dengan visus tidak dapat dikoreksi

hingga 6/6 tanpa ada gangguan organik lain.11


Pada pemeriksaan slit lamp ditemukan Fleischers ring, Vogts striae,

penipisan kornea danMnsons sign. Ditemukan penonjolan saraf kornea,

10
apeks kornea menipis, garis pada stroma anterior, garis yang terbentuk dari

fibril pada subepitel kornea.11


Fleischers ring adalah garis berwarna kuning kecokelatan yang

membatasi tepi perifer dari apeks kerucut kornea. Voght Striae adalah garis-

garis halus sejajar dengan aksis dari kerucut pada stroma bagian dalam yang

hilang sementara pada penekanan bola mata dengan jari. Mnsons

signditandai dengan adanya bentuk seperti huruf V pada kelopak mata bawah

saat pasien melihat ke bawah.11

2.7 Pemeriksaan

2.7.1 Pemeriksaan Fisik

1. Tanda dari munson

Adanya bentuk seperti huruf V pada kelopak mata bawah saat pasien

melirik ke bawah yang disebabkan kelainan bentuk dari kornea12.

Gambar 5 : Munson Sign

2.Tanda dari Rizzzuti

11
Bila lampu senter disinarkan dari arah temporal akan tampak reflek

dari kerucut di kornea sebelah nasal. Tanda ini merupakan tanda awal dari

keratokonus12,13.

Gambar 6: Ruzziti sign

2.7.2 Pemeriksaan Visus dan Refraksi

Pada stadium awal didapatkan kelainan refraksi berupa myopia dan

astigmatisme regular yang bisa dikoreksi dengan kaca mata. Pada stadium lanjut

berupa astigmatisme irregular yang sudah tidak dapat lagi dikoreksi dengan kaca

mata melainkan dengan lensa kontak keras.

2.7.3 Pemeriksaan Lampu Celah Biomikroskop

Didapatkan:

1. Penipisan stroma kornea, umumnya didaerah inferior atau infero-

temporal.

2. Garis dari Vogt, ditemukan garis-garis halus sejajar dengan aksis dari

kerucut di stroma bagian dalam yang hilang sementara pada penekanan

bola mata dengan jari.

12
3. Cincin dari Fleisher, merupakan deposit besi pada epitel yang

mengelilingi dasar kerucut.

2.7.4Pemeriksaan Tapografi Kornea

Dapat mendeteksi subtipe dari keratokonus dan mencegah terjadinya

ectasia12,13.Pada pemeriksaan dengan piring plasido dapat dideteksi perubahan

kornea pada keratokonus yang sub klinis. Rabinowitz menemukan adanya

pembelokan pada meridian horizontal12,13.

Gambar 7: Pemeriksaan Tapografi Kornea

2.8 Diagnosis Banding Keratokonus

1. Degenerasi Pellucid Marginal


Terjadi penipisan kornea bagian inferior. Onset pada dekade ketiga sampai

kelima kehidupan. Bersifat progresif dan tidak mempunyai predileksi pada

13
jenis kelamin tertentu. Penyebab degenerasi Pellucid Marginal belum

diketahui.12

Gambar 8: Degenerasi Pellucid Marginal

2. Keratoglobus
Seluruh kornea mengalami penipisan. Penyakit ini timbul sejak lahir,

bersifat bilateral dan diduga disebabkan oleh kelainan sintesa kolagen.12

Gambar 9: Keratoglobus

14
2.9 Tatalaksana Keratokonus

1. Kontak Lensa

Pada tahap awal dari keratokonus, kacamata merupakan pilihan untuk

koreksi penglihatan. Namun kacamata tidak dapat mengkoreksi astigmatisme

yang irreguler sehingga dibutuhkan kontak lensa yang sesuai untuk beberapa

kasus. Tipe kontak lensa yang digunakan tergantung pada tahapan dari

keratokonus. Pada tahap awal digunakan soft toric lense untuk mengkoreksi

myopia dan reguler astigmatisme. Seiring penyakit berkembang maka rigid

gas permeable (RGP) lensa yang digunakan.

2. CXL (Corneal Collagen Cross Linking with Riboflavin)

Prosedur kolagen silang kornea menggabungkan riboflavin (vitamin

B2), yang secara alamiah terdapat pada seluruh sel badan manusia. Hal yang

paling utama pada prosedur kolagen silang kornea ini adalah untuk

menstabilkan kelengkungan kornea dan mencegah penonjolan pada stroma

kornea13,16.

Komplikasi dari prosedur kolagen silang kornea ini bervariasi dengan

teknik yang digunakan termasuk penyembuhan epitel yang lambat, kabut

kornea, penurunan sensitivitas kornea, edema kornea dan kerusakan sel

endotel. Dalam beberapa kasus, prosedur kolagen silang kornea telah banyak

dikombinasikan dengan metode yang lain seperti intrastromal corneal ring

segment, CK dan excimer laser photoablation13.

15
3. Intacs

Penanaman cincin akrilik pada stroma kornea untuk mengurangi

ketidakteraturan bentuk kornea dalam kasus keratokonus. Hal ini dapat

meningkatkan koreksi penglihatan tanpa penggunaan kontak lensa. Dapat

pula dikombinasikan dengan CXL10.

4. Transplantasi Kornea

Merupakan tindakan bedah untuk kasus lanjutan dari keratokonus.

Bagian sentral dari kornea diangkat dan diganti dengan donor kornea ukuran

yang sama.14Ada beberapa jenis prosedur transplantasi kornea yang

dilakukan;


Teknik transplantasi kornea standar adalah Penetratif Keratoplasti

(PK) atau prosedur cangkok kornea dengan ketebalan penuh. PK

merupakan bedah mikro di mana 7-8 mm bagian tengah kornea yang

rusak atau berkabut diangkat dan digantikan dengan kornea sehat dan

jernih dan dijahit dengan benang nilon bedah mikro yang sangat

halus. 17,18

Selain PK, dapatjuga dilakukan prosedur transplantasi kornea yang

lebih baru dan canggih disebutLamellar Keratoplasti (LK), yang

sekarang sudah banyak menggantikan bedah PK, dimana hanya bagian

kornea yang rusak yang diangkat dan diganti, dengan mempertahankan

jaringan kornea sehat. Bila hanya lapisan depan (anterior) dari kornea

yang diganti, prosedur ini disebut Anterior Lamellar Keratoplasti

16
(ALK), dan bila sebagian besar lapisan depan termasuk bagian kornea

yang lebih dalam diganti maka prosedur ini disebut Deep Anterior

Lamellar Keratoplasti (DALK). Bentuk lain dari ALK adalah

Automated Terapeutik Lamellar Keratoplasti (ALTK), dimana kami

menggunakan alat bantu khusus yang dikenal sebagai mikrokeratom

untuk melakukan prosedur ini. Prosedur-prosedur ini merupakan

operasi yang secara teknis lebih sulit untuk mempertahankan lapisan

kornea yang paling dalam (posterior) yang dikenal sebagai lapisan

Descemet dan lapisan Endotelial.17,18

Gambar 10: Penetratif Keratoplasti (PK)

17
Gambar 11: Lamellar Keratoplasti (LK)

2.10 Prognosis Keratokonus

Banyak orang

dengankeratokonusmenderitabentukringandaripenyakitinidandapatdenganmudah

di atasidenganlensakontaklunak.Bagaimanapun,

beberapapasienakantetapmemerlukanpenggunaankontaklensakerasselamahidupme

rekauntukmelihatdenganjelas.9

Sekitar 20% daripasienkeratokonus, bagaimanapun,

akanmembutuhkantransplantasikorneauntukmembantumengembalikanpengelihata

nmereka di beberapawaktudalamhidupmereka. Angkaini di

dapatkanmeningkatbilatidakadaperawatanpadalensakontak.Untungnyatransplantas

18
ikorneadilakukandalampengaturankeratokonusmemilikitingkatkeberhasilan yang

sangattinggi.Dengandemikiansebagianbesarpasien yang

telahmenjalanitransplantasikorneamendapatkanpenglihatan yang

sempurnakembalipadamatamereka.Pemulihan penuh dari penglihatan bisa


9
memakan waktu hingga satu tahun.

19
BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

Keratokonus ialah penyakit ektasia kornea non inflamasi dan bilateral,

dimana daerah sentral atau parasentral dari kornea mengalami penipisan dan peno

njolan sehingga kornea tampak berbentuk kerucut. Gambaran histopatologiklasikb

erupapenipisanstroma, deposit besi di epitelatau basal membran, sertarobekan-

robekan pada lapisan membrana Bowman. Tandaklinis yang

mungkinditemukanmeliputitandadari Munson, tandaRizzuti, garis Vogt dancincin

Fleisher.Lensakontakkerasmerupakanbentukterapi yang paling

seringdipakai.Bilalensakontaksudahgagalmemperbaikivisus,

maka transplantasikornea merupakan tindakan bedah

yangmemberikanhasilvisusterbaik.

3.2Saran

Padakasusinipenulisberharapditemukannyabeberapaterapi yang

terbuktidanadekuatdalampenatalaksanaandanpencegahankeratokonus

20

Anda mungkin juga menyukai