Anda di halaman 1dari 20

Pankreatitis Akut Et Causa Batu Empedu

Nur Latifah Kurnia Fachrudin

102014134

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 1151

Email : nurlatifahkurniaf@yahoo.com

Abstrak
Pankreatitis adalah reaksi peradangan pankreas. Etiologi penyakit ini ada banyak, namun yang
utama adalah karena batu empedu dan alkohol. Patogenesis penyakit ini didasarkan pada aktivasi
enzim di dalam pankreas yang mengakibatkan autodigesti organ. Penyakit ini biasanya
menimbulkan gejala utama seperti nyeri epigastrium yang muncul secara tiba-tiba dan muntah.
Dan setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium biasanya didapatkan kadar amilase serum atau
urin yang meningkat. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan meliputi terapi konservatif untuk
kasus ringan atau pembedahan untuk kasus berat. Prognosis untuk pankreatitis akut bervariasi
tergantung dari tingkat keparahan dan penatalaksanaan yang diberikan.
Kata kunci: pankreatitis akut
Abstract
Pancreatitis is an inflammation of the pancreas. The etiology of this disease there are many, but
the main one is due to gallstones and alcohol. The pathogenesis of this disease is based on the
activation of enzymes in the pancreas that results in organ autodigestion. The main symptoms of
acute pancreatitis are epigastric pain that arises suddenly and vomiting. And after conducting
laboratory tests are usually obtained levels of amylase serum and amylse urine increased.
Management may include conservative therapy for mild cases or surgery for severe cases. The
prognosis for acute pancreatitis varies depending on the severity and treatment.
Keywords: acute pancreatitis

Pendahuluan

Pankreatitis adalah reaksi peradangan pankreas. Pankreatitis akut adalah suatu reaksi
peradangan akut pada pankreas, yang menurut Scientific American Inc 1994 , 60- 80%
pankreatitis akut berhubungan dengan pemakaian alkohol yang berlebihan dan batu saluran

1
empedu. Secara klinis pankreatitis akut ditandai oleh nyeri perut yang akut disertai dengan
kenaikan enzim dalam darah dan urin.Perjalanan penyakitnya sangat bervariasi dari ringan yang
self limited sampai sangat berat yang disertai dengan renjatan dengan gangguan ginjal dan paru-
paru yang berakibat fatal. Dalam makalah ini, akan dijelaskan bagaimana anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis dari pankreatitis akut et causa batu empedu dan membedakannya dengan penyakit lain.
Selain itu akan diuraikan mengenai etiologi, epidemiologi, patogenesis, gejala klinis,
penatalaksanaan yang tepat, hingga prognosis bagi penyakit pankreatitis akut.

Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu percakapan antara penderita dan dokter, peminta bantuan
dan pemberi bantuan. Tujuan anamnesa pertama-tama mengumpulkan keterangan yang berkaitan
dengan penyakit pasien dan yang dapat menjadi dasar penentuan diagnosis. Hal ini sangat
penting karena perjalanan penyakit hampir selalu khas untuk setiap penyakit yang bersangkutan.1
Anamnesis yang dapat dilakukan pada pasien di skenario adalah sebagai berikut :
Identitas pasien yang sangat penting untuk diketahui oleh dokter antara lain nama, umur, alamat,
pekerjaan. Pada skenario 11 pasien adalah perempuan berusia 45 tahun.

- Keluhan utama: nyeri abdomen.


- Riwayat penyakit sekarang, bisa ditanyakan nyeri yang dirasakan di perut bagian
mana, apakah nyerinya menjalar ke belakang, sejak kapan timbulnya, bagaimana sifat
nyerinya, apakah nyeri dirasakan terus-menerus atau hilang timbul, nyeri tertahankan
atau tidak. Jika pada pankreatitis akut nyeri yang timbul biasanya di daerah
epigastrium dan menjalar ke belakang. Ditanyakan juga faktor pemberat, apakah
nyeri nya bertambah pada saat telentang dan berkurang pada saat duduk
membungkuk, karena hal tersebut adalah tanda dari pankreatitis akut
Dalam riwayat penyakit sekarang juga harus ditanyakan riwayat pengobatan:
sebelumnya apakah sudah pernah berobat ke dokter lain, kalau sudah terapi apa yang
telah diterima, obat-obatan apa yang telah dikonsumsi, apakah keadaan membaik,
memburuk, atau menetap. Serta hal lain yang perlu ditanyakan adalah apakah ada
gejala penyerta seperti demam, mual, muntah, lemas, berat badan menurun, dan
sebagainya. Pada pankreatitis akut biasanya gejala penyerta yang timbul adalah
muntah.

2
- Riwayat penyakit dahulu, bisa ditanyakan apakah pasien memiliki riwayat batu
empedu, atau beberapa waktu sebelumnya telah menjalani operasi/pembedahan.
Karena hal tersebut merupakan beberapa penyebab dari pankreatitis akut. Pada
skenario 10 pasien memiliki riwayat batu empedu multiple 1 tahun yang lalu, riwayat
DM (-).
- Riwayat penyakit keluarga, bisa ditanyakan apakah ada penyakit keturunan pada
keluarga.
- Riwayat pribadi, bisa ditanyakan hal-hal yang mengarah pada penegakkan diagnosis
pankreatitis. Seperti, apakah pasien sering minum alkohol, apakah beberapa waktu
lalu mengalami trauma atau benturan pada perutnya.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik pankreatitis akut, didapatkan perut tegang dan sakit. Terutama
bila ditekan. Perut mengalami distensi/kembung, nyeri tekan, defans muscular (+), peristaltik
melemah atau tidak ada, dan ileus paralitik. Kira-kira 90% disertai demam dan takikardia. Syok
dapat terjadi bila banyak cairan dan darah yang hilang di daerah retroperitoneum atau
intraperitoneum, apalagi bila disertai muntah. Rangsangan cairan pankreas dapat menyebar ke
perut bawah atau rongga dada kiri sehingga terjadi efusi pleura kiri. Umumnya, tampak usus
yang paralitik di sekitar pankreas yang meradang, dan dapat diikuti syok, sepsis, gangguan
fungsi paru, dan ginjal.2 Mungkin pula ditemukan ikterus akibat pembengkakan hulu pankreas
atau hemolisis sel darah merah yang sering rapuh pada pankreatitis akut. Tetani dapat timbul bila
terjadi hipokalsemia. Tanda Gray-Turner, yaitu perubahan warna di daerah perut samping berupa
bercak darah di daerah pusar, jarang terjadi. Tanda ini menunjukkan luasnya perdarahan
retroperitoneal dan subkutis. Nyeri perut, gejala dan tanda perut lainnya, serta gejala dan tanda
sistemik dinilai dan dibedakan menurut berat-ringannya serangan pankreatitis.2

Pada skenario 11, pemeriksaan fisik pasien tampak sakit berat, TD: 120/80 mmHg, nadi:
99 x/menit, napas 20x/menit. Abdomen: supel, nyeri tekan epigastrium, rigid (+), bising usus
menurun.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium.

3
Secara keseluruhan, pemeriksaan biomarker untuk pankreatitis akut dibagi atas 2
kategori, yaitu sebagai pembantu diagnosis dan prediksi sebagai prognosis.2
Kadar amilase serum paling umum dipergunakan sebagai pembantu diagnosis untuk
pankreatitis akut. Kadar dalam serum tertinggi adalah dalam waktu 24 jam setelah penyakit
bermanifestasi. Setelah kadar amylase darah menjadi normal 3-7 hari kemudian, amylase dalam
urin meninggi. Namun, pada sebanyak 35% kasus pankreatitis, kadar amilase normal sewaktu
dirawat sebagai akibat gangguan produksi eksokrin sebelumnya karena telah ada faktor
pankreatitis kronik atau pada saat itu telah terjadi nekrosis massif jaringan pankreas. Peningkatan
hebat kadar trigliserida, yang kadang-kadang lebih dari 2000 mh/dL, akan mengganggu
pemeriksaan amilase sehingga dapat dihasilkan test negatif palsu.2
Hiperamilasemia dapat pula disebabkan oleh sebab-sebab lain di luar pankreas, seperti radang
kelenjar ludah, penurunan fungsi ginjal, iskemia usus, dan makroamilasemia. Koledokolitiasis
kadang-kadang dapat meningkatkan kadar amilase serum, padahal tidak disertai pankreatitis.
Kondisi ini disebut pseudopankreatitis atau pankreatitis palsu. Kenaikan kadar amilase lebih dari
tiga kali batas atas normal mengandung nilai sensitivitas 61% dan spesifitas 95% untuk
mendiagnosis pankreatitis akut.2
Kadar lipase serum bisa tetap di atas normal sampai 14 hari. Produksi lipase umumnya
empat kali lebih besar daripada amilase dan tidak terpengaruh oleh gangguan fungsi pada
pankreatitis kronik. Kadar lipase, seperti juga amilase, dapat tinggi apabila ada kelainan
abdomen akut lainnya atau ada gangguan ginjal. Penilaian esei lipase tidak terganggu oleh
adanya kadar trigliserida yang tinggi, tetapi dapat meningkat bila pasien mengkonsumsi beberapa
jenis obat, seperti furosemida. Kadar lipase 600 IU/L mempunyai nilai spesifitas > 95% dan
sensitivitas 55-100%.2
Pada kasus-kasus pankreatitis akut yang sering ditemukan kelainan laboratorium yang
terjadi antara lain kenaikan enzim amilase atau lipase serum (65% episode), leukositosis (39%
episode), fungsi hati terganggu (70,8% episode), dan hiperglikemia (25% episode). Penurunan
konsentrasi kalsium dan kolesterol serum di dapatkan pada masing-masing 47,6% dan 10,4 %
episode).3
Leukositosis (15.000-20.000 leukosit per mikroliter) sering ditemukan. Kasus yang parah
mungkin meperlihatkan hemokonsentrasi dengan nilai hematokrit melebihi 50% karena
keluarnya plasma ke ruang peritoneum dan rongga peritoneum. Hiperglikemia sering terjadi dan
disebabkan oleh banyak faktor yaitu penurunan pelepasan insulin, peningkatan pelepasan
glukagon, serta peningkatan keluaran katekolamin dan glukokortikoid adrenal.

4
Hiperbilirubinemia, bilirubin serum > 68 umol/L (> 4 mg/dL) dijumpai pada sekitar 10%
pasien. namun ikterus bersifat sementara, dan kadar bilirubin serum kembali ke normal dalam 4
sampai 7 hari. Kadar fosfatase alkali dan aspartat aminotransferase (AST< SGOT) juga
meningkat secara transien dan sejajar dengan kadar bilirubin. Kadar laktat dehidrogenase (LDH)
serum yang sangat meningkat >8,5 umol/L (> 500 u/dL) mengisyaratkan prognosis buruk.
Albumin serum menurun menjadi < 30 g/L (<3,0 g/dL) pada sekitar 10% kasus dan berkaitan
dengan derajat pankreatitis yang lebih parah dan angka mortalitas yang lebih besar.
Hipertrigliseridemia terjadi pada 15-20% kasus, dan kadar amilase serum pada pasien tersebut
sering normal. Sebagian besar pasien pankreatitis dengan hipertrigliseridemia, bila diperiksa
kemudian, memperlihatkan tanda-tanda gangguan metabolisme lemak yang mungkin
mendahului pankreatitis. Sekitar 25% pasien mengalam hipoksemia (Po2 arteri < 60 mmHg),
yang mungkin menandai awitan sindroma distres pernapasan.4
Pada skenario 11 hasil laboratorium menunjukkan kadar amilase 500 u/L, dan GDS 250 mg/dL.
Pada foto polos abdomen
Saat stadium awal penyakit, dapat ditemukan distensi jejunum karena paralisis segmental,
distensi duodenum seperti huruf C, gambaran kolon transversum yang gembung dan tiba-tiba
menyempit di suatu tempat karena spasme atau inflamasi, dan udem setempat dinding kolon.
Gambaran otot iliopsoas dapat menghilang karena adanya cairan eksudat di retroperitoneum.2
Pemeriksaan ultrasonografi

Harus dilakukan sejak awal keluhan semua kasus pankreatitis akut untuk menilai apakah
ada batu kandung empedu sebagai penyebabnya. Pemeriksaan USG bisa menunjukkan adanya
batu empedu di kandung empedu dan kadang-kadang dalam saluran empedu, selain itu USG juga
bisa menemukan adanya pembengkakan pancreas. Kemampuan ultrasonografi untuk menilai
keadaan pankreas hanya terbatas karena dapat terhalang oleh usus yang distensi.2

Pemeriksaan CT scan

Sampai saat ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk diagnosis pankreatitis akut. CT
scan lebih mampu menunjukkan gambaran nekrosis yang nantinya bisa bisa menentukan derajat
keparahan dari pankreatitis melalui CT severity index ( CTSI ). Gambaran pankreatitis akut
dengan CT scan akan terlihat pembesaran pankreas yang difus atau lokal dan didaerah tersebut
terjadi penurunan densitas. Inflamasi lemak peripankreatik menyebabkan densitas jaringan lemak
berbatas kabur, tetapi lemak disektar arteri mesenterika superior tidak terkena. Perdarahan,

5
nekrotik ataupun infeksi sekunder bisa terlihat dari adanya peningkatan densitas yang heterogen
disertai koleksi cairan di sekitar pankreas. Pada severe acute pancreatitis, gambaran daerah/zona
batas tegas yang tidak enhance pada pemberian kontras menunjukkan adanya daerah nekrosis.
Ketika sampai pada keadaaan dimana hampir 90% daerah pankreas mengalami nekrosis maka
disebut bahwa pankreas tersebut disebut sebagai complete necrosisatau central cavitary necrosis.
Beberapa sistem pengelompokkan telah dibuat untuk menentukan derajat keparahan berdasarkan
CT. Salah satunya yang sampai saat ini sering dipakai adalah CT severity index (CTSI). CTSI ini
dibuat berdasarkan gambaran pankreas pada CT disertai derajat nekrosisnya.5
Pemeriksaan ERCP
Teknik yang menggabungkan penggunaan endoskopi dan fluoroskopi untuk mendiagnosa
dan mengobati masalah tertentu dari bilier atau sistem duktus pankreas. Tehnik sinar X yang
menunjukan struktur dari saluran empedu dan saluran pancreas biasanya dilakukan hanya jika
penyebabnya adalah batu empedu pada saluran empedu yang besar. Bila pada rontgen tampak
batu empedu, bisa dikeluarkan dengan menggunakan endoskop. Endoskopi dimasukkan melalui
mulut pasien dan masuk ke dalam usus halus lalu menuju ke sfingter Oddi. Kemudian
disuntikkan zat warna radioopak ke dalam saluran tersebut. Zat warna ini terlihat pada foto
rontgen. 6

Working Diagnosis

Diagnosis pankreatitis akut pada umunya dapat ditegakkan bilamana terdapat 2 atau 3
kriteria berupa (i) nyeri perut yang konsisten dengan penyakit (nyeri epigastrium atau kuadran
kiri atas, nyeri umumnya dideskripsikan dengan nyeri konstan dengan penyebaran ke punggung,
dada, atau pinggang), (ii) kadar serum amilase dan/atau lipase lebih dari 3 kali lipat batas atas
normal, dan (iii) temuan karakteristik dari pemeriksaan radiologis/imaging abdomen.
(rekomendasi kuat, moderate quality of evidence).7

Peningkatan amilase atau lipase serum masih merupakan kunci untuk diagnosis. Amilase
serum hanya menunjukkan kenaikan berarti pada 75%, mencapai maksimum dalam 24-36 jam,
kemudian menurun dalam 24-36 jam. Peningkatan iso amilase lebih spesifik untuk pankreatitis
akut. Lipase serum meningkat pada 50% dan berlangsung lebih lama yakni 5-10 hari.
Kembalinya dengan cepat angka-angka peningkatan enzim ini ke normal biasanya menunjukkan
tanda-tanda prognosis yang baik, dan adanya peningkatan yang persisten mengarah kepada

6
kecurigaan timbulnya penyulit seperti obstruksi pankreatitis yang berlanjut atau timbulnya
pseudokista pankreas, abses atau nekrosis pankreas, atau proses inflamasi yang menetap.3
Klasifikasi pancreatitis akut berdasarkan Atlanta 2012, tingkat keparahan pancreatitis
akut dibagi menjadi tiga, yaitu pancreatitis akut, sedang, dan berat.8
Pancreatitis akut ringan ditandai dengan tidak adanya gagal organ dan komplikasi lokal
atau sistemik. Sekitar 80% perjalanan klinis pancreatitis akut bersifat ringan dan akan membaik
spontan dalam 3-5 hari.8
Pancreatitis akut sedang sampai berat ditandai dengan adanya gagal organ, komplikasi
lokal/sistemik sifatnya sementara (<48jam). Umumnya pancreatitis tipe ini akan baik tanpa
intervensi atau paling tidak merlukan perawatan yang lebih laama, dengan angka mortalitas lebih
rendah daripada akut berat.8
Pankreatitis akut berat terjadi pada 15-20% kasus, ditandai dengan adanya gagal organ
yang sifatnya persisten. Apabila tidak dijumpai tanda gagal organ, adanya komplikasi
pancreatitis nekrosis dapat dikatagorikan sebagai pancreatitis berat. Resiko mortalitas mencapai
30-50%.8

Pankreatitis akut berat dapat didefinisikan sebagai pankreatitis akut yang disertai dengan
gagal organ dan ataudengan komplikasi lokal (pembentukan abses, nekrosis dan pseudocyst).
Menurut klasifikasi Atlanta, pankreatitis akut dikategorikan sebagai pankreatitis akut berat
apabila memenuhi beberapa kriteria dari 4 kriteria:6
1. Gagal organ, apabila dijumpai satu atau lebih, adanya: syok (tekanan
1. sistolik <90 mmHg), insufisiensi pulmonal (PaO2 <60 mmHg), gagal
2. ginjal (kreatinin >2 mg/dl),perdarahan gastrointestinal(>500 ml/24 jam);
3. Komplikasi lokal, seperti: pseudocyst, abses atau pankreatitis nekrotika;
4. Kriteria Ranson, paling tidak dijumpai 3 dari 11 kriteria (tabel 3);
5. APACHE II, paling tidak nilai skor >8.
Pada skenario 11, berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium, menunjukkan adanya tanda-tanda pankreatitis akut.
Sehingga diagnosis kerja yang diambil yaitu pankreatitis akut et causa batu empedu.
Diagnosis Banding
Dispepsia fungsional
Dispepsia dikaitkan dengan keluhan yang berhubungan dengan makan atau gangguan
saluran cerna bagian atas. Keluhan utama biasanya adalah nyeri perut atau rasa tidak nyaman
pada abdomen. Pada dasarnya keluhan dari dispepsia fungsional maupun organik adalah sama.
Untuk membedakannya dengan melakukan pemeriksaan penunjang. Menurut konsensus Rome
III, definisi dispepsia fungsional antara lain: 1). Adanya satu atau lebih keluhan rasa penuh

7
setelah makan, cepat kenyang, nyeri ulu hati/epigastrik, rasa terbakar di epigastrium; 2). Tidak
ada bukti kelainan struktural (termasuk di dalamnya pemeriksaan edoskopi saluran cerna bagian
atas) yang dapat menerangkan keluhan tersebut; 3). Keluhan terjadi selama 3 bulan dalam waktu
6 bulan terakhir sebelum diagnosa ditegakkan.3 Bedanya dengan dispepsia organik adalah pada
dispepsia organik ditemukan kelainan organik-biokimiawi pada pemeriksaan laboratorium
(seperti gula darah, fungsi tiroid, fungsi pankreas, dan sebagainya), atau pada pemeriksaan
radiologi (seperti barium meal, USG, endoskopi ultrasonografi).
Kolesistitis

Radang kandung empedu atau reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang
disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Faktor yang mempengaruhi
timbulnya serangan kolesistitis adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding
kandung empedu. penyebab utama kolesistitis adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak
di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus
timbul tanpa adanya batu empedu.3

Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesititis adalah kolik perut di sebelah atas
epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke
pundak atau scapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Pada kepustakaan
Barat sering dilaporkan bahwa pasien kolesistitis umumnya perempuan, gemuk, dan berusia di
atas 40 tahun. Pada pemeriksaan fisik teraba masa kandung empedu, nyeri tekan ditandai tanda-
tanda peritonitis lokal (tanda Murphy). Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat
ringan (<4,0 mg/dL). Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis, serta
kemungkinan peninggian serum transaminase dan fosfatase alkali.3
Akut kolangitis
Peradangan yang terjadi karena adanya batu empedu yang masuk kedalam duktus
koledokus (koledokolitiasis), yang mengakibatkan adanya sumbatan aliran empedu. Biasanya
mengenai orang-orang dengan usia lanjut. Bakteri dapat ditemukan dalam empedu pada 75%
pasien kolangitis akut pada awal perjalanan penyakit. Gambaran khas kolangitis akut adalah
kolik biliaris, ikterus, dan demam tinggi dengan menggigil (Triad Charcot). Biakan darah sering
positif, dan biasanya terjadi leukositosis.4
Ketoasidosis diabetik.

8
Merupakan salah satu komplikasi akut diabetes. Alberti mengusulkan untuk
menggunakan definisi kerja KAD sebagai keadaan diabetes tidak terkontrol berat disertai dengan
konsentrasi keton tubuh >5 mmol/L yang membutuhkan penanganan darurat menggunakan
insulin dan cairan intravena. Keterbatasan dalam ketersediaan pemeriksaan kadar keton darah
membuat American Diabetes Association menyarankan penggunaan pendekatan yang lebih
pragmatis, yakni KAD dicirikan dengan asidosis metabolik (pH <7,3), bikarbonat plasma <15
mmol/L, glukosa plasma >250 mg/dL dan hasil carik celup plasma ( +) atau urin (++).

Pencetus tersering terjadinya KAD adalah infeksi seperti pneumonia dan infeksi saluran
nafas atas. Pencetus lain diantaranya adalah menghentikan atau mengurangi insulin, infark
miokard, stroke akut, pankreatitis, dan obat-obatan.3,9

Pada pasien dengan KAD, nausea vomitus merupakan salah satu tanda dan gejala yang
sering diketemukan. Nyeri abdominal terkadang dapat diketemukan pada pasien dewasa (lebih
sering pada anak-anak) dan dapat menyerupai akut abdomen Meskipun penyebabnya belum
dapat dipastikan, dehidrasi jaringan otot, penundaan pengosongan lambung dan ileus oleh karena
gangguan elektrolit serta asidosis metabolik telah diimplikasikan sebagai penyebab dari nyeri
abdominal. Asidosis, yang dapat merangsang pusat pernapasan medular, dapat menyebabkan
pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul).9

Trias biokimiawi pada KAD adalah hiperglikemi, ketonemia atau ketonuria, dan asidosis
metabolik. Gula darah > 250 mg/dL dianggap sebagai kriteria diagnosis utama KAD. Derajat
keasaman darah (pH) yang kurang dari 7, 35 dianggap ambang adanya asidosis. Pada saat masuk
rumah sakit seringkali terdapat leukositosis (10.000-15.000 m3) pada pasien KAD karena stres
metabolik dan dehidrasi.3,9

Evaluasi laboratorium awal pada pasien dengan kecurigaan KAD atau KHH harus
melibatkan penentuan segera analisa gas darah, glukosa darah dan urea nitrogen darah;
penentuan elektrolit serum,osmolalitas, kreatinin dan keton; dilanjutkan pengukuran darah
lengkap dengan hitung jenis. Kultur bakterial urin, darah dan jaringan lain harus diperoleh dan
antibiotika yang sesuai harus diberikan apabila terdapat kecurigaan infeksi. Pada kanak-kanak
tanpa penyakit jantung, paru dan ginjal maka evaluasi awal dapat dimodifikasi, sesuai penilaian
klinisi, denganpemeriksaan pH vena untuk mewakili pH arteri.Pemeriksaan rutin untuk sepsis

9
dapat dilewatkan pada kanak-kanak, kecuali diindikasikan oleh penilaian awal, oleh karena
pencetus utama KAD pada kelompok usia ini adalah penghentian insulin.9
Etiologi

Penyebab utama pankreatitis adalah batu empedu dan alkohol. Pendapat yang umum saat
ini adalah batu empedu lebih berperan daripada alkohol. Komponen utama dari batu empedu
adalah kolesterol, sebagian kecil lainnya terbentuk dari garam kalsium. Cairan empedu
mengandung sejumlah besar kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu
menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk
endapan diluar empedu.
Sebagian besar batu empedu terbentuk di dalam kandung empedu dan sebagian besar batu
di dalam saluran empedu berasal dari kandung empedu. Batu empedu bisa terbentuk di dalam
saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran atau
setelah dilakukan pengangkatan kandung empedu.2
Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu
(kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran empedu tersumbat,
maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri
bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.2
Penyebab lain pankreatitis adalah trauma pada pankreas (tumpul atau tajam atau pada
pembedahan abdomen), tukak peptik yang menembus pankreas, gangguan metabolisme atau
penyakit metabolik (misalnya: hipertrigliseridemia, hiperkalsemia, hiperlipo-proteinemia,
diabetes, gagal ginjal, hemo-kromatosis, dan pankreatitis herediter), obstruksi saluran pankreas
oleh fibrosis atau konkrema, obat-obatan tertentu (seperti azathioprine, thiazida, furosemid,
steroid, isoniasid, tetrasiklin, salazopirin, asparginase, indometasin, dan estrogen), infeksi
(seperti virus parotitis, hepatitis, koksaki, askaris, dan mikoplasma), penyakit vaskular primer
(misalnya SLE, periarteritis nodosa), dan pasca bedah atau pasca ERCP.2,3
Dari kelompok yang idiopatik dilaporkan penyebabnya setelah dilakukan penelitian
antara lain karena mikrolitiasis atau lumpur dalam saluran atau kandung empedu, disfungsi
sfingter Oddi, kelainan anatomi (seperti stenosis papilla mayor, divisum pankreas, dan striktur
pankreatikus).3

Epidemiologi

10
Insidens pankreatitis sangat bervariasi dari satu negara ke negara yang lain dan juga di
satu tempat dengan tempat lain di dalam negara yang sama. Hal ini disebabkan selain karena
faktor-faktor lingkungan yang sebenarnya (alkoholisme, batu empedu. dll), juga karena tidak
adanya keseragaman pengumpulan dan pencatatan data, serta perbedaan kriteria diagnosis yang
dipakai, misalnya pencampuradukan antara diagnosis pankreatitis akut dan kekambuhan yang
akut dari pankreatitis kronik.3

Di masyarakat Barat komposisi utama batu empedu adalah kolesterol, sedangkan penelitian
di Jakarta pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada
27% pasien.10
Di negara Barat penyakit ini seringkali ditemukan dan berhubungan erat dengan
penyalahgunaan pemakaian alkohol dan penyakit hepatobilier. Frekuensi berkisar antara 0,14-1%
atau 10-15 pasien pada 100.000 penduduk.3
Terdapat kecenderungan meningkatnya insidens pankreatitis akut dan etiologi alkohol
sebagai akibat pankreatitis akut makin bertambah di negara-negara yang konsumsi alkoholnya
meningkat. Walaupun demikian batu empedu juga masih merupakan faktor risiko terpenting.3
Di Indonesia penyakit ini sudah banyak dilaporkan, sebelumnya jarang dilaporkan
mungkin karena adanya dugaan bahwa tingkat konsumsi alkohol masih sangat rendah sehingga
penyakit ini tidak terpikirkan. Pasien-pasien dengan nyeri ulu hati hebat pada waktu lalu
kebanyakan didiagnosis sebagai gastritis akut atau tukak peptik.3
Di negara Barat bilamana batu empedu merupakan penyebab utama pankreatitis akut
maka usia terbanyak terdapat sekitar 60 tahun dan terdapat lebih banyak pada perempuan (75%),
bila dihubungkan dengan penyebab pemakaian alkohol yang berlebihan maka pria lebih banyak
(80-90%).3
Secara keseluruhan perempuan lebih sering sering terkena pankreatitis akut daripada laki-
laki dengan presentase sekitar 1,04 : 1. Dan pankreatitis akut paling sering terjadi pada kelompok
usia 41-50 tahun.3

Patofisiologi
Patofisiologi pankreatitis akut masih belum jelas; dapat terjadi apabila faktor
pemeliharaan hemostasis seluler tidak seimbang. Faktor ekstraseluler (misalnya: respons saraf
dan vaskuler) dan intraseluler (misalnya: aktivasi enzim pencernaan intrasel, peningkatan sinyal
kalsium, dll) dapat berpengaruh. Diduga, kejadian yang dapat memicu pankreatitis akut adalah
kejadian yang mengganggu sel acinar dan mengganggu sekresi granul zymogen, contohnya pada
11
penggunaan alkohol berlebih, batu empedu, dan beberapa jenis obat. Gangguan sel acinar
dimulai dari kekacauan di membran sel, dapat mengakibatkan:11

1. Bagian granul lisosom dan zymogen bergabung, dan dapat mengaktivasi tripsinogen
menjadi tripsin
2. Tripsin intraseluler dapat memicu aktivasi seluruh jalur zymogen
3. Vesikel sekretorik dikeluarkan dari membran basolateral ke interstitial, fragmen
molekulnya bekerja sebagai chemoattractants untuk sel inflamasi.
Aktivasi neutrofil dapat mengeksaserbasi masalah dengan dilepaskannya superoxide
atau enzim proteolitik (misalnya: cathepsins B, D, dan G; kolagenase, dan elastase). Akhirnya
makrofag melepaskan sitokin yang memediasi respons inflamasi lokal (pada kasus berat dapat
sistemik).7
Mediator awal yang diketahui adalah TNF-, interleukin(IL)-6, dan IL-8. Mediator
inflamasi tersebut meningkatkan permeabilitas vaskuler pankreas, dapat berlanjut menjadi
perdarahan, edema, dan terkadang nekrosis pankreas. Karena disekresi ke sistem sirkulasi, dapat
muncul komplikasi sistemik seperti bakteremia, acute respiratory distress syndrome (ARDS),
efusi pleura, perdarahan saluran cerna, dan gagal ginjal. Systemic inflammatoryresponse
syndrome (SIRS) juga dapat terjadi, dapat berlanjut menjadi syok sistemik. Pada beberapa kasus
pankreatitis akut, awalnya terjadi edema parenkim dan nekrosis lemak peripankreas, dikenal
sebagai pankreatitis edema akut. Saat nekrosis parenkim terjadi, disertai perdarahan dan
disfungsi kelenjar, inflamasi berkembang menjadi pankreatitis hemoragik atau necrotizing
pancreatitis.7
Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi,
dan faktor diet. Kelebihan aktifitas ensim -glucuronidase bakteri dan manusia (endogen)
memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur. Hidrolisis
bilirubin oleh ensim tersebut akan membentuk bilirubin pada tak terkonjugasi yang akan
mengendap sebagai calcium bilirubinate. Ensim -glucuronidase bakteri berasal dari kuman
E.coli dan kuman lainnya yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah
protein dan rendah lemak.10
Lumpur kandung empedu adalah kristalisasi dalam empedu tanpa pembentukan batu
empedu. Lumpur dapat menjadi salah satu tahap dalam pembentukan batu, atau dapat juga
terjadi secara independen. Lima sampai lima belas persen pasien dengan kolesistitis akut tidak

12
disertai batu (kolesistitis acalculous). Ini umumnya terjadi pada pasien dengan penyakit yang
berkepanjangan, seperti mereka yang mengalami trauma berat atau dengan perawatan ICU yang
berkepanjangan.
Pigmen batu, yang meliputi 15% dari batu empedu, dibentuk oleh kristalisasi kalsium
bilirubinat. Penyakit yang menyebabkan peningkatan kerusakan sel darah merah (hemolisis),
metabolisme abnormal hemoglobin (sirosis), atau infeksi (termasuk parasit) meningkatkan resiko
orang untuk terkena batu pigmen. Terdapat dua jenis batu, yaitu batu hitam dan batu coklat. Batu
hitam ditemukan pada orang dengan gangguan hemolitik. Batu coklat ditemukan di saluran
intrahepatik atau ekstrahepatik. Batu tersebut terkait dengan infeksi pada kandung empedu dan
sering ditemukan pada orang-orang keturunan Asia.12
Sebagian besar enzim pancreas diaktifkan oleh enteroptidase hanya saat enzim ini
mencapai lumen usus. Pengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin merupakan faktor kunci karena
tripsin akan mengaktifkan enzim lainnya. Jika tripsin diaktifkan di sel asinar, protein
penghambat tripsin dipankreas berperan agar tripsin tidak efektif di tempat tersebut. Jika
mekanisme proteksi ini tidak dapat mengimbangi aktivasi tripsin atau tripsin menjadi aktif di
lumen duktus pancreatitis, akan terjadi pencernaan sendiri pancreas, yang berarti terjadi
pancreatitis akut.11
a. Peningkatan tekanan pada duktus pancreas (resistensi aliran atau aliran terlalu banyak)
dapat berperan pada pembentukan pancreatitis akut. Penyumbatan oleh karena batu
empedu juga menyebabkan refulks empedu ke pancreas yang akan merusak epitel duktus
dan mempercepat penyerapan lemak. Jika terjadi refulks doudeno-pankreas (missal jika
duodenum tersumbat dibagian distal), enzim yang teraktivasi di duodenum akan masuk
kembali ke pancreas.11
b. Alcohol, asam asetilsalisilat, histamine, akan meningkatkan permeabilitas epitel duktus
pankreatikus sehingga molekul yang lebih oleh sel asinar kemudian berdifusi ke dalam
jaringan interstitial periduktus dan merusaknya. Selain itu, alcohol di dalam system
duktus tampaknya mengendapkan protein sehingga meningkatkan tekanan aliran ke atas.
Tripsin mengaktifasi enzim lain (fosofolipase A2, elastase, dll), faktor pembekuan
(protrombin dan thrombin), hormone jaringan (bradikinin dan kalidin diaktivasi melalui
kalikrein), dan protein sitotoksik (system komplemen) didalam pancreas. Mula-mula akan terjadi
pembengkakan sel secara menyeluruh. Elestase yang teraktivasi menyebabkan erosi pembuluh

13
darah dengan perdarahan (pancreas hemoragik) dan daerah iskemik didalam organ yang akan
semakin meluas akibat aktivasi thrombin sehingga terjadi nekrosis. Sel pulau endokrin yang
dirusak akan menyebabkan defisiensi insulin dan hiperglikemia. Karena enzim yang teraktivasi
akan ditemukan di plasma, adanya enzim tersebut memiliki makna diagnostic. Hipoalbuminemia
terjadi akibat hipokalsemia (nekrosis lemak di sekitar pancreas dan disertai pembentukan sabun)
disertai vasodilatasi sistemik dan eksudasi plasma (dipicu oleh bradikinin dan kalidin) yang akan
berakhir menjadi syok sirkulasi.11

Gejala Klinis
Gejala pankreatitis akut dapat demikian ringan sehingga hanya dapat ditemukan dengan
pemeriksaan enzim-enzim pankreas di dalam serum atau dapat sangat berat dan fatal dalam
waktu yang singkat. Seseorang yang tiba-tiba mengalami nyeri epigastrium dan muntah-muntah
sesudah minum alkohol berlebihan, perempuan setengah umur yang mengalami serangan seperti
kolesistitis akut yang berat, seorang pria dalam keadaan renjatan dan koma yang tampak seolah-
olah menderita bencana pembuluh darah otak atau ketoasidosis diabetik mungkin menderita
pankreatitis akut.3
Pada kasus-kasus yang biasanya ditemukan, keluhan-keluhan yang mencolok adalah rasa
nyeri yang timbul tiba-tiba, kebanyakan intens, terus menerus, dan makin lama makin
bertambah. Kebanyakan rasa nyeri terletak di epigastrium, kadang-kadang agak ke kiri atau agak
ke kanan. Rasa nyeri dapat menjalar ke punggung, kadang-kadang nyeri menyebar di perut, dan
menjalar ke abdomen bagian bawah. Nyeri berlangsung beberapa hari. Selain rasa nyeri,
sebagian kasus juga didapatkan gejala mual dan muntah-muntah, serta demam. Kadang-kadang
didapat tanda-tanda kolaps kardiovaskular, renjatan, dan gangguan pernapasan.3
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada perut bagian atas karena rangsangan
peritoneum, tanda-tanda peritonitis lokal bahkan kadang-kadang peritonitis umum.
Mengurangnya atau menghilangnya bising usus menunjukkan ileus paralitik. Meteorismus
abdomen ditemukan pada 70-80 % kasus pankreatitis akut. Dengan palpasi dalam, kebanyakan
dapat dirasakan seperti ada massa di epigastrium yang sesuai dengan pankreas yang
membengkak dan adanya infiltrat radang di sekitar pankreas. Suhu yang tinggi menunjukkan
kemungkinan kolangitis, kolesistitis, atau abses pankreas. Ikterus ditemukan pada sebagian
kasus, kadang-kadang asites yang berwarna seperti sari daging dan mengandung konsentrasi
amilase yang tinggi dan efusi pleura terutama sisi kiri.3

14
Nyeri perut ditemukan pada semua kasus (100%). Pada 10,4% didapatkan peritonitis
umum, dan pada 48% peritonitis lokal pada daerah epigastrium sampai ke pusat; secara
keseluruhan peritonitis didapatkan pada 58,4% episode. Mual dan muntah-muntah didapatkan
pada 79%, dan demam pada 89,6% episode. Ikterus/subikterus hanya didapatkan pada 37,5%
episode.3
Gambaran klinis bergantung pada beratnya radang. Kadang terjadi serangan selama satu
dua hari saja tanpa udem dan infiltrasi ringan. Kadang terdapat serangan berat dengan infiltrasi
difus yang hebat. Dapat pula terjadi perdarahan difus di pankreas, nekrosis terbatas atau luas,
sampai gangren.2
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada pankreatitis akut adalah menghentikan proses peradangan dan
autodigesti atau menstabilkan sedikitnya keadaan klinis sehingga member kesempatan resolusi
penyakit tersebut. pada sebagian besar kasus (+90%) cara konservatif berhasil baik dan pada
sebagian kecil kasus (=10%) masih terjadi kematian yang terutama terjadi pada pankreatitis
hemoragik yang berat dengan nekrosis subtotal atau total. Pada keadaan tersebut diperlukan
tindakan bedah. Pada pankreatitis bilier, secepatnya harus dilakukan kolangiografi retrograd
secara endoskopi dan papilotomi endoskopik untuk mengeluarkan batu empedu. tidak selalu
mudah untuk menentukan apakah akan dilakukan tindakan bedah atau konservatif. Diperlukan
data dan pengetahuan mengenai tanda-tanda prognostik dan stadium penyakit. Penggunaan
ultrasonografi, terutama CT Scan abdomen sangat membantu pengambilan keputusan tersebut.4
Tindakan konservatif masih dianggap terapi dasar pankreatitis akut stadium apa saja dan
terdiri atas: 1). Pemberian analgesik yang kuat seperti petidin beberapa kali sehari, morfin tidak
dianjurkan karena menimbulkan spasme sfingter Oddi. Tapi meperidin yang merupakan
analgesik opioid (derivate morfin) bisa diberikan karena tidak menimbulkan spasme pada
sfingter Oddi. Selain petidin dapat juga diberikan pentazokin; 2). Pankreas diistirahatkan dengan
cara pasien dipuasakan; 3). Resusitasi cairan dengan cara memberikan nutrisi parenteral total
berupa cairan, elektrolit, nutrisi, cairan protein plasma; 4). Penghisapan cairan lambung pada
kasus berat untuk mengurangi pengelepasan gastrin dari lambung dan mencegah isi lambung
memasuki duodenum untuk mengurangi rangsangan pada pankreas. Pemasangan pipa
nasogastrik ini berguna pula untuk dekompresi bila terdapat ileus paralitik, mengendalikan
muntah-muntah, mencegah aspirasi.4, 5
Pemakaian antikolinergik, glukagon, antasida, penghambat reseptor H2 atau
pengahambat pompa proton diragukan khasiatnya. Demikian pula aprotinin (trasylol) untuk

15
menghambat tripsin. Penghambat reseptor H2 atau penghambat pompa proton mungkin
bermanfaat untuk mencegah tukak akibat stress. Selain daripada itu pemakaian antasid atau
penghambat reseptor H2 atau penghambat pompa proton bermanfaat bila terdapat riwayat
dispepsia sebelum menderita pankreatitis akut tersebut.4
Ada juga obat-obatan yang bisa diberikan untuk pankreatitis akut yang berpengaruh
menekan stimulasi terhadap pankreas dan mengurangi respons inflamasi yang telah terjadi,
masih banyak dalam penelitian seperti octriotide (analog somatostatin, menghambat sekresi
gastrin dan insulin), gabexate mesitate (suatu inhibitor protease), aprotinin (inhibitor protease
serin non-spesifik), lexipafant (antagonis platelet-activating factor, PAF).4
Sampai sebagaimana jauhnya terapi konservatif medik ini diberikan tergantung kepada
beratnya gambaran klinis pasien. dengan demikian pada pankeatitis akut yang ringan cukup
dengan beberapa hari puasa, pemberian cairan dan elektrolit parenteral dan supervisi medis.4
Antibiotik tidak rutin diberikan dan diberikan bila pasien panas tinggi selama lebih dari 3
hari atau bila pasien menderita pankrestitis karena batu empedu atau pada pankrestitis yang
berat.4 Antibiotik yang dipilih adalah dari jenis spektrum luas, seperti imipenem atau
meropenem, tetapi ada pula yang berpendapat bahwa pemberian antibiotika berspektrum luas
dapat menimbulkan infeksi sekunder oleh jamur. Antibiotika untuk pengobatan ditetapkan sesuai
dengan hasil biakan kuman yang diperoleh dengan FNA dan debridemen bedah. Pada dasarnya,
bila terjadi infeksi, harus dilakukan debridemen dan penyaliran sebaik mungkin.3
Tindakan bedah. Indikasi tindakan bedah adalah bilamana dicurigai adanya infeksi dari
pankreas yang nekrotik atau infeksi terbukti dari aspirasi dengan jarum halus atau ditemukan
adanya pengumpulan udara pada pankreas atau peripankreas pada permeriksaan CT Scan.
Tindakan bedah juga dapat dilakukan sesudah penyakit berjalan beberapa waktu (kebanyakan
sesudah 2-3 minggu perawatan intensif, ketika tidak ada perbaikan keadaan setelah dilakukan
terapi konvensional) bilamana timbul penyulit seperti pembentukan pseudokista atau abses,
pembentukan fistel, ileus karena obstruksi, dan pada perdarahan hebat retroperitoneal atau
intestinal.4, 5 Tindakan pembedahan yang dikerjakan adalah laparotomi dan nekrosektomi, diikuti
dengan strategi membuka abdomen atau lavase pasca bedah terus menerus dan nekrosektomi
dengan prosedur invasive minimal.4, 5

Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dapat bersifat lokal maupun sistemik, komplikasi lokal meliputi
kumpulan cairan akut, nekrosis, abses, dan pseudosit (kumpulan getah pankreas dan pecahan

16
jaringan yang selaputi dengan dinding berserat atau jaringan berbentuk granul) yang berkembang
sekitar 4 6 minggu setelah serangan awal. Abses pankreatik biasanya merupakan infeksi
sekunder dari nekrosis jaringan atau pseudosit dan terkait dengan keparahan penyakit. Kematian
biasanya disebabkan nekrosis infeksi dan sepsis. Asites pankreatik terjadi ketika sekresi pankreas
menyebar ke rongga peritoneal. Komplikasi sistemik meliputi gangguan kardiovaskular, renal,
pulmonary, metabolik, hemoragik, abnormalitas system saraf pusat. Shock adalah penyebab
utama kematian. Hipotensi terjadi akibat hipovolemia, hypoalbuminemia, serta sepsis.
Komplikasi renal biasanya disebabkan hipovolemia. Komplikasi pulmonary berkembang ketika
terjadi akumulasi cairan diantara rongga pleura dan menekan paru, acute respiratory distress
syndrome (ARDS) ini akan menahan pertukaran gas, yang dapat menyebabkan hipoksemia.
Pendarahan gastrointestinal terjadi akibat ruptur pseudosit. Pankreatitis akut berat biasanya
diserta kebingungan dan koma. Zhu et al, melaporkan frekuensi terjadinya gagal organ pada
pasien dengan pankreatitis akut berat: gagal organ multipel(27%), gagal respirasi (46%), gagal
ginjal (16,2%), gagal jantung (17,6%), gagal hati (18,9%) dan perdarahan saluran cerna (10,8%),
dengan angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%.6
Prognosis
Prognosis pankreatitis akut dapat diramalkan berdasarkan tanda pada waktu pemeriksaan
pertama dan 48 jam kemudian. Dengan tabel kriteria Ranson dapat dipastikan derajat kegawatan
pankreatitis akut (tabel. 1). Mortalitas pankreatitis akut sangat bergantung pada gambaran klinis
dan berkisar antara 1-75%. Pada setiap kriteria Ranson diberikan angka 1. Angka kematian untuk
pasien yang negatif pada tiga kriteria kira-kira 5%, sedangkan untuk pasien dengan lima atau
lebih kriteria positif adalah diatas 50%. Dengan mengenal stadium awal perjalanan serangan
pankreatitis berat, dapat dilakukan pengelolaan yang rasional dalam pengobatan pankreatitis
tersebut.3
Tabel 1. Kriteria Ranson2,3

Pemeriksaan Pemeriksaan
pertama setelah 48 jam
Usia > 55 Penurunan
tahun hematokrit > 10%
Leukosit > Peningkatan
16.000/mm3 BUN > 1,8 mmol/L
(>5mg/dL) setelah

17
pemberian cairan i.v
Gula darah > Hipokalsemia
200 mg/dL < 1,9 mMol (8,0
mg/dL)
LDH serum PO2 arteri <60
>350 UI/I mmHg
AST > 250 Sekuestrasi
UI/I cairan > 6 liter
Defisit basa > 4 Hipoalbumine
mEq/l mia <3,2 g%

Akhir-akhir ini dipakai juga skor APACHE II (Acute Physiologic and Chronic Health
Evaluation) untuk penentuan prognostik pankreatitis tersebut. Skor APACHE II menggunakan
nilai-nilai yang terburuk dari 12 pengukuran-pengukuran fisiologik, usia, status kesehatan
sebelumnya, dan dapat merupakan pegangan yang baik untuk mendapatkan beratnya penyakit
untuk penyakit-penyakit pada umumnya. Skor ini juga mempunyai korelasi dengan prognosis.
Kerugian APACHE II adalah rumit, diperlukan computer untuk menentukan skor, memerlukan
standarisasi untuk menentukan angka tertinggi dan angka terendah.3
Mortalitas yang tinggi pada pasien-pasien pankreatitis akut yanh berat sebagain besar
disebabkan oleh infeksi. Dari kepustakaan, secara keseluruhan, mortalitas pankreatitis interstisial
kurang dari 2%, pankreatitis dengan nekrosis yang steril +10%, dan pankreatitis dengan nekrosis
dan infeksi +30%.3
Kesimpulan
Pankreatitis adalah reaksi peradangan pankreas. Penyebab utama dari pankreatitis adalah
batu empedu dan alkohol, walaupun masih ada penyebab lain. Penyakit ini banyak ditemukan di
negara Barat yang tingkat konsumsi alkoholnya tinggi, namun di Indonesia sekarang ini juga
banyak ditemukan kasusnya. Biasanya pankreatitis akut banyak terjadi pada kelompok usia 41-
50 tahun, jarang pada anak-anak dan dewasa muda. Patogenesis penyakit ini didasarkan pada
aktivasi enzim di dalam pankreas yang mengakibatkan autodigesti organ. Gejala klinis yang
dominan pada penyakit ini adalah nyeri epigastrium yang muncul secara tiba-tiba dan muntah.
Selain dari gejala klinis, pemeriksaan penunjang (laboratorium) yang biasanya menunjukkan
peningkatan kadar amilase serum atau urin juga menunjang ditegakkannya diagnosis dari
penyakit ini. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah terapi konservatif atau pembedahan,

18
tergantung tingkat keparahan penyakit. Prognosis untuk penyakit ini juga bervariasi tergantung
dari tingkat keparahan dan penatalaksanaan yang diberikan.

Daftar Pustaka

Daftar Pustaka

1. Jong WD. Kanker, apakah itu?. Jakarta: Arcan; 2005.h.104.


2. Karnadihardja W, Hadi S, Ruchiyat Y. Pankreas. Dalam: Buku ajar ilmu
bedah Sjamsuhidajat - De Jong. Edisi ke 3. Jakarta: EGC; 2013.h.711-6.
3. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.h.1805-8, 1852-
9, 2017, 2375-7.
4. Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper
DL. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke-13. Jakarta: EGC; 2013.h.1697,
1705-9.
5. Soetikno RD. Severe acute pancreatitis. Bandung:Universitas
Padjadjaran;2011.
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2012/05/pustaka_unpad_Severe_Acute_Pancre
atitis.pdf diakses, 7 Juni 2016
6. Universitas Sumatra Utara. Pankreatitis.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28477/2/Chapter%20III-IV.pdf, diakses 7
Juni 2016.
7. Pratama H. Tatalaksana pancreatitis akut. Jakarta: Rumah Sakit Umum
Siloam Tanggerang;2016
http://www.kalbemed.com/Portals/6/10_238Tatalaksana%20Pankreatitis%20Akut.pdf
diakses, 8 Juni 2016.
8. Cahyono JBSB. Tata laksana terkini pancreatitis akut. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada;
http://cme.medicinus.co/file.php/1/MEDICAL_REVIEW_Tata_Laksana_terkini_Pankreatitis
_Akut.pdf, diakses, 8 Juni 2016.
9. Sumatri S. Pendekatan diagnostic dan tatalaksana ketoasidosis diabetikum.
Internal Medicine Department.2009
http://internist.weebly.com/uploads/1/6/7/2/16728952/ketoasidosis_diabetikum-
stevent_sumantri.pdf diakses, 10 Juni 2016.

19
10. Lesmana LA. Penyakit batu empedu. In:Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al
editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed, 1st vol. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FK UI;2006.p.479-81.
11. Silbernagl S. Pancreatitis akut. Dalam: Teks dan atlas berwarna
patofisiiologi. Jakarta:EGC:2000;h:158.
12. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison prinsip-
prinsip ilmu penyakit dalam volume 4. Edisi 13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
ECG;2000.

20

Anda mungkin juga menyukai