Anda di halaman 1dari 4

Suksesi adalah suatu proses perubahan, berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi

pada suatu komunitas dalam jangka waktu tertentu hingga terbentuk komunitas baru yang
berbeda dengan komunitas semula. Dengan perkataan lain. suksesi dapat diartikan sebagai
perkembangan ekosistem tidak seimbang menuju ekosistem seimbang. Suksesi terjadi sebagai
akibat modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem (Syafei, 2010).
Proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah secara teratur
disebut suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas
atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut
klimaks . Apabila suatu komunitas telah mencapai klimaks, maka berarti tercapai homeostatis
(keseimbangan) (Soerianegara, 1982).
Proses suksesi dapat dibedakan menjadi suksesi primer dan suksesi sekunder. Suksesi
primer terjadi bila komunitas asal terganggu. Gangguan ini mengakibatkan hilangnya komunitas
asal tersebut secara menyeluruh (to- tal), sehingga di tempat komunitas asal itu terbentuk habitat
baru atau subtract baru. Pada habitat baru ini tidak ada lagi organisme yang membentuk
komunitas asal yang tertinggal (Soerianegara, 1982).

Suksesi primer terjadi pada daerah yang awalnya benar-benar kosong kehidupan. Sebagai
contoh, daerah yang telah ditutupi oleh aliran lava memiliki, untuk sementara waktu, tidak ada
kehidupan sama sekali di dalamnya. Selama periode waktu, namun, berbagai jenis organisme
mulai tumbuh di daerah (Musyafa, 2008).

Suksesi sekunder adalah jauh lebih umum. Hal ini terjadi di daerah di mana kehidupan
pernah ada namun kemudian dihancurkan. Sebagai contoh, bayangkan sebuah hutan yang telah
dihancurkan oleh api. Sekali lagi, untuk jangka waktu, tidak ada organisme hidup mungkin ada
di daerah. Sebelum lama, namun, beberapa jenis tanaman mulai muncul kembali. Dan, seperti
dengan suksesi primer, sifat dari komunitas tumbuhan secara bertahap berubah dari waktu ke
waktu (Musyafa, 2008).

Pada prinsipnya semua bentuk ekosistem akan mngalami perubahan baik struktur
maupun fungsinya dalam perjalanan waktu.Beberapa perubahan mungkin hanya merupakan
fluktuasi local kecil sifatnya,sehingga tidak memberikan arti yang penting.Perubahan lainnya
mungkin sangat besar atau kuat sehingga mempengaruhi system secara keseluruhan (Musyafa,
2008).

Kajian perubahan ekosistem dan stabilitasnya memerlukan perhatian yang tidak


sederhana,ini meliputi aspek-aspek yang sangat luas seperti siklus materi / nutrisi
,produktivitas,konsep energy,kaitannya dengan masalah pertanian dan juga dengan masalah
konservasi (Syafei, 1990).

Suatu komunitas tumbuhan akibat adanya longsor ,banjir,letusan gunung berapi dan atau
pengaruh kegiatan manusia akan mengalami gangguan atau kerusakan yang parah.hancurnya
komunitas tumbuhan ini akan menimbulkan situasi terbukanya permukaan tanah,yang tadinya
rimbun tertutup lapisan vegetasi / komunitas tumbuhan.keadaan ini merupakan habitat baru yang
bias di gunakan sebagai tempat hidup tumbuhan liar baik cepat maupun lambat (Syafei, 1990).

Yang pertama kali masuk biasanya berupa tumbuhan pelopor atau pionir yaitu tumbuhan
yang berkemampuan tinggi untuk hidup pada keadaan lingkungan yang serba ke atas atau
mempunyai berbagai factor pembatas, seperti kesuburan tanah yang rendah sekali.Kekurangan
atau ketiadaan air dalam tanah intensitas cahaya yang terlalu berlebihan / tinggi dan sebagainya
(Syafei, 1990).

Kehadiran kelompok pionir ini akan menciptakan kondisi lingkungan tertentu yang
memberikan kemungkinan untuk hidup tumbuhan lainnya.Koloni tumbuhan pionir ini akan
menghasilkan proses pembentukan lapisan tanah .memecah batuan dengan akarnya dan
membebaskan materi organic ketika terjadi pelapukan dari tumbuhan yang mati. Proses akan
berkembang sesuai dengan perubahan waktu dan akan menciptakan komunitas tumbuhan yang
semakin lama semakin padat dan kompleks,mengarah pada pematangan bentuk komunitas
tumbuhannya (Syarif, 2012).

Faktor yang memengaruhi proses suksesi, yaitu : Luasnya habitat asal yang mengalami
kerusakan. Jenis-jenis tumbuhan di sekitar ekosistem yang terganggu. Kecepatan pemencaran
biji atau benih dalam ekosistem tersebut. Iklim, terutama arah dan kecepatan angin yang
membawa biji, spora. dan benih lain serta curah hujan yang sangat berpengaruh dalam proses
perkecambahan. Jenis substrat baru yang terbentuk.Iklim, terutama arah dan kecepatan angina
yang membantu penyebaran biji, sporam danbenih serta curah hujan. Sifat sifat jenis tumbuhan
(Syarif, 2012).

Suksesi alami mengikuti dua lintasan yaitu biogenic (yang berasosiasi dengan komunitas
hidup) atau alogenik (yang berasosiasi dengan lingkungan fisik). Dalam kondisi tidak terjadi
perubahan lingkungan fisik yang mendadak (kerusakan lingkungan fisik), vegetasi dalam
perkembangannya terus-menerus mengubah kondisi-kondisi tapak. Setelah mencapai tingkat tua,
tumbuhan penyusun vegetasi mulai lemah dan mati, meninggalkan pembukaan tajuk dan
menimbulkan kondisi mendukung regenerasi. Dengan proses pemulihan yang lambat ini
komunitas tumbuhan selanjutnya berkembang manjadi tidak seumur dan 4 bertahan
(Nyland,2002). Banyak suksesi yang diawali dari proses alogenik misalnya angin, api dan tanah
longsor, tetapi selanjutnya ditentukan oleh proses autogenic dan dalam beberapa kasus proses
alogenik dapat terus berperan penting sepanjang suksesi.Proses ini dapat digolongkan menjadi 3
kelompok yaitu : (1) kolonisasi, (2) perubahan sifat fisik yang khas dari tempat tumbuh, (3)
pergantian jenis melalui proses kompetisi dan antibiosis (Musyafa, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Musyafa, dan Sumargo. 2008. Peranan Serangga Herbivora dalam Proses Suksesi di Hutan
Pendidikan Wanagama. Laporan Peneitian Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta

Syafei, Surasana Eden. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung. Institut Teknologi
Bandung.

Soerianegara, I., & Indrawan, A. 1982. Ekologi hutan Indonesia. Bogor : Departemen Manajemen
Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB.

Syarief, Abdullah. 2012. Keadaan Suksesi Tumbuhan pada Kawasan Bekas Tambang Batubara
di Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 9(4):341-350

Anda mungkin juga menyukai