Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Bekalang

Sebagai seorang manusia tentunya kita menginginkan tubuh yang sehat dan
kuat. Tubuh yang sehat dan kuat akan memberikan kemudahan dalam
memberikan kemudahan dalam melakukan berbagai macam aktivitas yang vital
bagi setiap orang. Aktivitas yang dilakukan tentunya mendukung proses
kehidupan dan interaksi antar manusia yang satu dan yang lainnya.
Setiap detik dunia mengalami perubahan dalam berbagai aspek kehidupan seperti
kemajuan teknologi, perubahan gaya hidup, politik, budaya, ekonomi, dan ilmu
pengetahuan. Semua itu mengarah kepada penyeragaman, kita dapat melihat
polahidup, ekonomi, budaya, dan teknologi yang mirip disetiap negara.

Pola hidup tidak sehat tentu tidak benar dan harus dihindari, pengetahuan
tentang penyakit dan makanan menjadi prioritas utama untuk menanamkan pola
hidup sehat. Salah satu penyakit yang timbul adalah apendisitis.
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang
tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling
umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak
suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson &
Goldman, 1989).
Penjelasan selanjutnya akan di bahas pada bab pembahasan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil rumusan masalah


sebagai berikut :
1. . Apa definisi dari apendisitis?
2.. Bagaimana etiologi apendisitis?

3. bagaimana tanda dan gejala terjangkitnya penyakit apendicitis?

4. Bagaimana patofisiologi apendisitis?

5. Apa saja pemeriksaan penunjang pada pasien Apendiksitis ?

6. Bagaimana penatalaksanaan yang harus dilakukan pada paien Apendiksitis ?

7. Bagaimana pencegahan yang harus dilakukan ?

1.3 Tujuan penulisan

1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah diperoleh gambaran secara
teoritis dalam merawat pasien dengan apendisitis.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah:
a. Mampu menguasai konsep teori penyakit apendisitis.
b. Mampu mengidentifikasi data-data yang perlu dikaji pada klien dengan
apendisitis.
c. Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan
apendisitis.
d. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan klien dengan apendisitis.
e. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan apendisitis.
f. Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan apendisitis.
g. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan apendisitis.
1.4 Manfaat Penulisan

a. Bagi Mahasiswa
Sebagai informasi dasar untuk mengenal penyakit apendiksitis
b. Bagi Masyarakat
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit
apendisitis

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 A. Pengertian

Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat


pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Brunner dan Sudarth, 2009).
Appendisitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk
cacing, yang berlokasi dekat katup ileocecal (Long, Barbara C, 2008).
Apendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Arif Mansjoer dkk,
2007).
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur (Anonim, 2007).
Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks
disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus
buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan
radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan
limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan
penyumbatan.

Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara
berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara
bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi.
Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara
berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemiologi
apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai
puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada
menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya antara wanita dan laki-
laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rationya
menjadi 3:2, kemudian angka yan tinggi ini menurun pada pria.

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan penyebab


yang dominan dan merupakan pencetus untuk terjadinya apendisitis. Kuman-
kuman yang merupakan flora normal pada usus dapat berubah menjadi patogen,
menurut Schwartz kuman terbanyak penyebab apendisitis akut adalah Bacteriodes
Fragilis bersama E.coli.

Beberapa gangguan lain pada sistem pencernaan antara lain sebagai berikut:
Peritonitis; merupakan peradangan pada selaput perut (peritonium). Gangguan
lain adalah salah cerna akibat makan makanan yang merangsang lambung, seperti
alkohol dan cabe yang mengakibatkan rasa nyeri yang disebut kolik. Sedangkan
produksi HCl yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya gesekan pada
dinding lambung dan usus halus, sehingga timbul rasa nyeri yang disebut tukak
lambung. Gesekan akan lebih parah kalau lambung dalam keadaan kosong akibat
makan tidak teratur yang pada akhirnya akan mengakibatkan pendarahan pada
lambung. Gangguan lain pada lambung adalah gastritis atau peradangan pada
lambung. Dapat pula apendiks terinfeksi sehingga terjadi peradangan yang disebut
apendisitis.

Di dalam makalah ini kami akan membahas seputar gangguan pencernaan pada
apendiks atau biasa dikenal dengan apendisitis yang meliputi pengertian, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan, diagnosis, penatalaksanaan, dan
komplikasinya.

Apendisitis terbagi menjadi 2, yaitu:


1. Apendisitis akut, dibagi atas:
a. Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul
striktur lokal.
b. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas:
a. Apendisitis kronis fokalis atau parsial, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur
lokal.
b. Apendisitis kronis obliteritiva, yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada
usia tua.

2.2 C. Etiologi

Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses


radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya
hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang
menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit
ini. Namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks,
diantaranya:
a. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%)
yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia
jaringan limfoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan
sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang
disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut
diantaranya; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65%
pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus
apendisitis akut dengan ruptur.
b. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan
memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen
apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara
Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah
kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10 span="">
c. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan
dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya
fekalith dan mengakibatkan obstruksi lumen.
d. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.
Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai risiko lebih
tinggi dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang,
kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke
pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi
serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki risiko apendisitis yang
lebih tinggi.
e. Faktor infeksi saluran pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi
influenza dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-
hati karena penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala
permulaan apendisitis

2.3 Tanda dan GEJALA


Gejala utama terjadinya apendisitis adalah adanya nyeri perut. Nyeri perut
yang klasik pada apendisitis adalah nyeri yang dimulai dari ulu hati, lalu setelah
4-6 jam akan dirasakan berpindah ke daerah perut kanan bawah (sesuai lokasi
apendiks). Namun pada beberapa keadaan tertentu (bentuk apendiks yang
lainnya), nyeri dapat dirasakan di daerah lain (sesuai posisi apendiks). Ujung
apendiks yang panjang dapat berada pada daerah perut kiri bawah, punggung, atau
di bawah pusar. Anoreksia (penurunan nafsu makan) biasanya selalu menyertai
apendisitis. Mual dan muntah dapat terjadi, tetapi gejala ini tidak menonjol atau
berlangsung cukup lama, kebanyakan pasien hanya muntah satu atau dua kali.
Dapat juga dirasakan keinginan untuk buang air besar atau buang angin. Demam
juga dapat timbul, tetapi biasanya kenaikan suhu tubuh yang terjadi tidak lebih
dari 1 C (37,8 38,8 C). Jika terjadi peningkatan suhu yang melebihi 38,8 C.
Maka kemungkinan besar sudah terjadi peradangan yang lebih luas di daerah
perut (peritonitis). Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di
semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat
dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila apendiks pecah, nyeri
dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan
syok.
Ada beberapa hal yang penting dalam gejala penyakit apendisitis yaitu:
1. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian
menjalar ke perut kanan bawah. Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang
berdekatan dengan apendiks oleh inflamasi.
2. Muntah dan mual oleh karena nyeri viseral. Nutrisi kurang dan volume cairan
yang kurang dari kebutuhan juga berpengaruh dengan terjadinya mual dan
muntah.
3. Suhu tubuh meningkat dan nadi cepat (karena kuman yang menetap di dinding
usus).
4. Rasa sakit hilang timbul
5. Diare atau konstipasi
6. Tungkai kanan tidak dapat atau terasa sakit jika diluruskan
7. Perut kembung
8. Hasil pemeriksaan leukosit meningkat 10.000 - 12.000 /ui dan 13.000/ui bila
sudah terjadi perforasi
9. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit,
menghindarkan pergerakan.
Selain gejala tersebut masih ada beberapa gejala lain yang dapat timbul
sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak
apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut adalah :
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung
oleh sekum). Tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul
pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan
mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang
menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
a. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala
dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
b. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.

Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit
dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada
waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut
beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas adalah :
1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali
anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan
terjadi muntah-muntah dan anak menjadi lemah. Karena ketidakjelasan gejala ini,
sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 %
apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
2. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh
penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang
gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi,
menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil
dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan
muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia
ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke
kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih
ke regio lumbal kanan.

2.4 Patofisiologi

Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar


ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks
menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan
pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama
mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di
dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga
hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga
mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus (Mansjoer 2005).
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus
meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang
timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga
menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut (Faradillah 2009).
Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding
apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren
ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi (Faradillah 2009).

2.5 Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-20.000/ml
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat.
2. Pemeriksaan darah
Akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama
pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
3. Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. pemeriksaan ini
sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran
kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendisitis.
4. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi
pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
5. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.
pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
6. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,
adnecitis dan sebagainya.
7. Barium enema
Suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada
jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
8. Laparoscopi
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam
abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di
bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini
didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung
dilakukan pengangkatan appendix.

2.6 Penatalaksaan

Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi
bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses
ke pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah
penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam
beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu
terapi medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi
yang tinggi.

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan


Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan
Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan
Apendektomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi
abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang
sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien
perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu
diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan
diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk
digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien
merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan
anastesi.
2.7 pencegahan

Untuk mecegah penyakit appendicitis biasanya mengatur apa yang


biasanya dimakan karena penyakit ini ada di bagian perut sebaiknya :

Hindari mengkonsumsi minuman keras, soda dan kopi

Perbanyak minum air putih

Cegah memakan bahan pangan yang mempunyai bau tajam. Entah itu
buah, dan lain-lainnya.

Jangan tahan sendawa sehabis makan

Amit (jangan tahan kentut ataupun BAB)

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pengertian diatas dapat simpulkan bahwa apendiks adalah termasuk


ke dalam salah satu organ sistem pencernaan yang terletak tepat dibawah dan
melekat pada sekum yang berfungsi sebagai imun. Apendisistis merupakan
inflamasi akut pada apendiks yang disebabkan oleh fekalit (massa keras dari
feces), tumor atau benda asing di dalam tubuh, namun ulserasi mukosa oleh
parasit E.
Histolytica juga dapat menyebabkan apendisitis. Gaya hidup individu pun
dapat menyebabkan terjadinya apendisitis, kebiasaan individu mengkonsumsi
makanan rendah serat dapat menyebabkan konstipasi yang akan menyebabkan
meningkatnya tekanan intraluminal yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa dan
terjadilah apendisitis.
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
bukan peradangan usus buntu. apendiks atau yang sering disebut juga dengan
umbai cacing adalah organ tambahan pada usus buntu. fungsi apendiks adalah
sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi
immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh).
Apendisitis ada 2 macam, yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronis. Yang
mendasari terjadinya apendisitis adalah adanya sumbatan pada saluran apendiks.
Selain penyebab di atas apendisitis ini pada umumnya karena infeksi bakteri atau
kuman. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
streptococcus. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah
ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. Histolytica.
Ada beberapa hal yang penting dalam gejala penyakit apendisitis, yaitu
nyeri, muntah dan mual, suhu tubuh meningkat, nadi cepat, sasa sakit hilang
timbul, diare atau konstipasi, tungkai kanan tidak dapat atau terasa sakit jika
diluruskan, perut kembung, hasil leukosit meningkat. Gejala lain adalah badan
lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan
pergerakan.
Pemeriksaan apendisitis dapat dilakukan melalui pemeriksaan fisik yaitu
inspeksi, palpasi, pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan colok
dubur. Selain pemeriksaan fisik juga dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu
pemeriksaan laboratorium dan radiologi.

3.2 Saran

Bagi mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memahami konsep dasar


penyakit apendisitis yang berguna bagi profesi dan orang sekitar kita.
Bagi masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan makalah ini untuk
menambah pengetahuan tentang penyakit apendisitis.

Anda mungkin juga menyukai