T U E S D AY , S E P T E M B E R 1 , 2 0 1 5 B Y R A H M A N A U L I A 0 C O M M E N T S
Arsitektur vernakular merupakan arsitektur warga kebanyakan
yang terikat dengan lingkungan dan sumber daya dibangun pemilik dan komunitas dan sesuai dengan cara hidup. (Kartohadiprodjo, 2010). Arsitektur vernakular sangat terkait erat dengan konteks lingkungan setempat dan berasal dari kearifan lokal masyarakatnya.
Setyowati (2008) menyatakan bahwa arsitektur tradisional
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: ketersediaan material, jenis iklim dan keadaan lingkungan sekitar, tapak dan topografi ,kemampuan ekonomi, penguasaan teknologi, kebutuhan hidup sehari-hari, simbolisme dan makna dan lain-lain. Dalam teknologi membangun, masyarakat tradisional menggunakan pengetahuan yang telah terjadi turun temurun dan mengalami perbaikan dan perubahan sesuai dengan kondisi alam, simbol, teknologi dan lain lain. Rumah Gadang Suku Panai
Dalam Triyadi (2010) pengetahuan local dapat dipahami sebagai
suatu pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tertentu, yang didapatkan melalui suatu proses yang panjang (trial and error) dan sesuai dengan lingkungannya. Selain faktor tradisi dan simbolisme, faktor- faktor fi sik seperti keadaan geografi s Sumatera Barat merupakan pertimbangan utama masyarakat lokal dalam membangun rumahnya. Jika dilihat pula dari sebelah sisi bangunan (penampang), maka segi empat yang membesar ke atas ditutup oleh bentuk segi tiga yang juga sisi segi tiga itu melengkung ke arah dalam, semuanya membentuk suatu keseimbangan estetika yang sesuai dengan ajaran hidup mereka. Sebagai suku bangsa yang menganut falsafah alam, garis dan bentuk rumah gadangnya kelihatan serasi dengan bentuk alam Bukit Barisan yang bagian puncaknya bergaris lengkung yang meninggi pada bagian tengahnya serta garis lerengnya melengkung dan mengembang ke bawah dengan bentuk bersegi tiga pula. Jadi, garis alam Bukit Barisan dan garis rumah gadang merupakan garis-garis yang berlawanan, tetapi merupakan komposisi yang harmonis jika dilihat secara estetika. Jika dilihat dan segi fungsinya, garis-garis rumah gadang menunjukkan penyesuaian dengan alam tropis. Atapnya yang lancip berguna untuk membebaskan endapan air pada ijuk yang berlapis-lapis itu, sehingga air hujan yang betapa pun sifat curahannya akan meluncur cepat pada atapnya. Bangun rumah yang membesar ke atas, yang mereka sebut silek, membebaskannya dan terpaan tampias. Kolongnya yang tinggi memberikan hawa yang segar, terutama pada musim panas. Di samping itu rumah gadang dibangun berjajaran menurut arah mata angin dari utara ke selatan guna membebaskannya dari panas matahari serta terpaan angin. Jika dilihat secara keseluruhan, arsitektur rumah gadang itu dibangun menurut syarat-syarat estetika dan fungsi yang sesuai dengan kodrat yang mengandung nilai-nilai kesatuan, kelarasan, keseimbangan, dan kesetangkupan dalam keutuhannya.
Rumah Gadang yang memakai Serambi sebelah kiri suku Panai
Dari segi fi losofi nya, rumah gadang dikatakan gadang (besar)
bukan karena bentuknya yang besar melainkan fungsinya yang gadang. Ini ternukil dalam ungkapan yang sering kita dengar bila tetua-tetua adat membicarakan masalah rumah gadang tersebut. Rumah Gadang basa batuah, Tiang banamo kato hakikat, Pintunyo banamo dalil kiasan, Banduanyo sambah-manyambah, Bajanjang naik batanggo turun, Dindiangnyo panutuik malu, Biliaknyo aluang bunian Dari ungkapan tersebut sesungguhnya dapat kita pahami bahwa fungsi rumah gadang tersebut menyelingkupi bagian keseluruhan kehidupan orang Minangkabau itu sendiri sehari-hari, baik sebagai tempat kediaman keluarga dan merawat keluarga, pusat melaksanakan berbagai upacara, sebagai tempat tinggal bersama keluarga dan inipun diatur dimana tempat perempuan yang sudah berkeluarga dan yang belum, sebagai tempat bermufakat, rumah gadang merupakan bangunan pusat dari seluruh anggota kaum dalam membicarakan masalah mereka bersama dalam sebuah suku, kaum maupun nagari dan sebagainya. Memang sebuah fungsional dari rumah gadang tersebut bila kita pahami dengan baik.