1. Fitofarmaka perlu dijadikan salah satu daftar pilihan obat dalam BPJS
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya telah
di standarisasi (Badan POM RI, 2004). BPJS Kesehatan adalah Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial yang dibentuk pemerintah untuk memberikan Jaminan Kesehatan untuk Masyarakat.
Indonesia memiliki lebih kurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies di antaranya
termasuk tumbuhan berkhasiat. Telah diketahui sebanyak 180 spesies telah dimanfaatkan oleh
industri obat tradisional. Pengembangan obat tradisional inilah yang dijadikan sebagai
fitofarmaka.
Pedoman pengembangan Fitofarmaka:
1. Kep. Menkes RI No.760/1992 ttg Pedoman Fitofarmaka
2. SK Menkes RI No.0584/1995 ttg Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan
Tradisional
3. Kep. Menkes RI No.56/ 2000 ttg Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional
4. Kep. Kepala Badan POM RI No: HK.00.05.4.1380 tgl 2 Maret 2005 ttg Pedoman
CPOTB
Kriteria Fitofarmaka:
a. Aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
b. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik
c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi
d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Contoh produk- produk fitofarmaka:
1. Nodiar (Anti diare) PT Kimia Farma
2. Rheumaneer (Pereda nyeri) PT Nyonya Meneer
3. Stimuno (Peningkat sistem imun) PT Dexa Medica 24.150 (sirup)
4. Tensigard Agromed (Anti hipertensi) PT Phapros
5. X-Gra (Aphrodisiaka) PT Phapros 100.000
6. Diabmeneer (Diabetes) PT Nyonya Meneer 17.000
Obat yang ditanggung BPJS Kesehatan telah diatur dalam formuarium nasional
berdasarkan Kepmenkes RI No. 159/Menkes/SK/V/2014 terhadap perubahan Kepmenkes RI No.
328/Menkes/SK/V/2013.
TIM PRO TIM KONTRA
Stan: Setuju Stan: Tidak setuju
fitofarmaka masuk ke fitofarmaka masuk ke
BPJS BPJS
Limitasi: Pasien dapat Solusi:
memilih
menggunakan
fitofarmaka atau obat
sintesis
Argumen 1 Argumen 1
BPJS memback up Fitofarmaka tidak
suplemen juga, kan mengkover semua
BPJS menjamin sehat jenis penyakit dan
bukan sakit jadi kebanyakan dari
harusnya preventif, fitofarmaka itu
dikasih suplemen dari suplemen, ada
fitofarmaka bukan fitofarmaka yg obat
obat kalau obat berarti contohnya Nodiar.
BPJS Jaminan sakit. Tapi sudah tidak
diproduksi lagi karena
Argumen 2 (Potensi mencampurkan bahan
keanekaragaman kimia obat dengan
tumbuhan di bahan alam karena
Indonesia) ada atapulgit
Keanekaragaman
tumbuhan di Argumen 2
Indonesia merupakan Syarat Obat yang
potensi pasar obat masuk dalam daftar
tradisional. Obat obat fornas:
tradisional Indonesia 1. Obat yang paling
merupakan warisan berkhasiat, aman dan
budaya bangsa memiliki harga
sehingga perlu digali, terjangkau.
diteliti dan 2. Obat telah diseleksi
dikembangkan agar para pakar dengan
dapat digunakan lebih mempertimbangkan
luas oleh masyarakat. efektivitas dan
Fitofarmaka efisiensi obat demi
merupakan kepentingan pasien.
pengembangan dari 3. Obat-obat yang
obat tradisional melebihi tarif INA-
Indonesia yang CBG, kelebihan tarif
merupakan warisan dibayarkan oleh
budaya bangsa. pasien.
dengan potensi bahan
alam yang dijadikan Fitofarmaka lebih
obat sangat banyak mahal dari obat
dan beragam dengan pilihan BPJS yang
menjadikan indikasinya sama:
fitofarmaka sebagai Nodiar
salah satu piihan obat (Anti Diare)
dalam BPJS maka Rheumaneer (Pereda nyeri)
akan dengan
Tensigard (Anti Hipertensi)
dijadikannya
fitofarmaka sebagai Diabmeneer
obat pilihan BPJS. (Anti diabetes)
Hal ini dapat memicu
Industri untuk Argumen 3
Argumen 2
Kant and Mill: Prinsip otonomi ini melarang
mengakhiri hidup sukarela. Ini juga telah
menyatakan bahwa permintaan pasien untuk
euthanasia jarang yang otonom karena
kebanyakan pasien dalam keadaan sakit
parah mungkin tidak dari suara atua pikiran
rasional
Norval dan Gwynther permintaan euthanasia
jarang berkelanjutan setelah perawatan
paliatif baik didirikan
3. Indonesia harus membuat UU Kefarmasian sebagai payung hukum bagi semua tenaga
kefarmasian
Latar belakang dikeluarkannya mosi ini adalah akibat polemik yang terjadi pada Undang-
Undang No.36 Tahun 2014 tentang tenaga kesehatan. Dimana pada UU tersebut, Asisten
Apoteker yang pendidikannya setara dengan lulusan SMF tidak lagi dimasukkan sebagai tenaga
kesehatan. UU Tenaga kesehatan tersebut juga mensyaratkan hanya lulusan D3 ke atas yang
disebut tenaga kesehatan. Asisten apoteker hanya disebut sebagai asisten tenaga kesehatan. Hal
ini mengancam puluhan ribu tenaga kesehatan yang berijazah di bawah diploma 3. Menurut
pasal 8 ayat 1 UU tersebut, tenaga kesehatan yang berijazah di bawah D3 yang selama ini
melakukan praktek sebagai tenaga kesehatan hanya diberikan kesempatan berpraktek sebagai
tenaga kesehatan hingga enam tahun mendatang. Setelah 6 tahun, apabila masih ada tenaga
kesehatan yang berijazah di bawah D3 masih melakukan praktek tenaga kesehatan akan diancam
hukuman pidana 5 tahun penjara. Hal tersebut dapat melemahkan semangat belajar 59.062
pelajar SMF yang selama ini bayangannya akan bisa langsung bekerja sebagai tenaga kesehatan
setelah menamatkan sekolah. Hal inilah yang membedakan tenaga kefarmasian dengan tenaga
kesehatan lainnya, dimana farmasi telah memiliki jenjang pendidikan mulai dari SMF. Oleh
karena itu, farmasi tidak dapat disatukan dalam satu undang-undang tenaga kesehatan, namun
farmasi berhak dan harus memiliki UU Kefarmasian yang akan menjadi payung hukum bagi
seluruh tenaga kefarmasian.
TIM PRO TIM KONTRA
Stan: Diperlukan UU Kefarmasian Stan: Tidak diperlukan UU Kefarmasian
Limitasi: Solusi:
-Memaksimalkan kualitas obat beserta
pelayanannya bagi masyarakat
- Pemerintah hendaknya mengupayakan
agar semua lulusan SMK Farmasi yang
melakukan pekerjaan kefarmasian dapat
dibuatkan program melalui pendidikan
maupun penyetaraan sebagaimana dalam
kerangka kualifikasi Nasional Indonesia
sesuai dengan ketentuan.
Argumen 1 Argumen 1
Ketentuan mengenai tenaga kefarmasian masih Tidak perlu lagi pembuatan UU
tersebar dalam berbagai peraturan perundang- Kefarmasian karena untuk mengatur
undangan dan belum mampu menampung kefarmasian sendiri di di Indonesia telah
kebutuhan hukum masyarakat, seperti kasus diatur dalam PP No.51 tahun 2009 tentang
yang ada pada latar belakang, sehingga perlu pekerjaan kefarmasian, Kepmenkes tentang
dibentuk undang-undang tersendiri yang standar profesi apoteker, Permenkes
mengatur tenaga kefarmasian secara tentang petunjuk teknis jabatan fungsional
komprehensif. asisten apoteker, dan permenkes tentang
registrasi, Izin Praktik, dan Izin kerja
Argumen 2 tenaga kefarmasian. Lagi pula payung
Kita perlu melihat bagaimana tenaga hukum tenaga kefarmasian telah ada pada
kefarmasian di luar negeri yang telah dinaungi KIFI (Kolegium Ilmu Farmasi Indonesia),
payung hukumnya dengan UU Kefarmasian KFN (Komite Farmasi Nasional), dan
yang dinamakan, seperti: Pharmaceutical Kode Etik.
legislation di Eropa, Pharmaceutical
administration and regulations di jepang, Argumen 2
pharmaceuticals laws di Australia. Manfaat dari Tahapan proses pembuatan undang-undang
adanya UU Kefarmasian adalah tenaga cukup rumit. Kekuasaan untuk membentuk
kefarmasian dapat lebih spesifik lagi undang-undang telah diatur pasal 20 ayat 1
didefinisikan, sehingga tidak terjadi UUD45 berada pada DPR yang
miskonsepsi seperti kasus pada latar belakang. selanjutnya rancangan undang-undang
tersebut harus dibahas oleh DPR dan
Presiden untuk mendapatkan persetujuan
Argumen 3 bersama. Kemudian disusun Program
Kalau SMF harus sekolah lagi D3 apa gunanya Legislasi Nasional (Proglenas) Oleh Badan
SMF? Hal ini bertentangan dengan konsep Legislasi DPR untuk jangka waktu 5 tahun
percepatan kerja yang diusung oleh Pemerintah dan jangka waktu tahunan yang telah
dimana SMF diadakan agar setelah lulus dari diprioritaskan mengenai pembahasan RUU
SMF dapat bekerja secepatnya. tersebut.
Rata-rata lulusan SMF sudah kerja dan ketika
harus mengambil kuliah D3 lagi bagaimana jika Argumen 3
Lokasi kuliah tidak tersedia, bahkan harus ke UU itu dibentuk jika ada suatu
luar pulau. Dan ini apakah intansi tempat kebutuhan.kejadian
bekerja lulusan SMF tersebut mengizinkan
pekerjanya. Jika tidak artinya lulusan SMF ini Argumen 4
akan kehilangan pekerjaannya. Dengan adanya UU kefarmasian apakah
Oleh karena itu, dengan adanya UU farmasis atau apoteker siap, kalau apoteker
Kefarmasian akan memiliki multi manfaat dan menyenggol ranah nya dokter.. dengan
dampak yang sangat besar pada profesi konsekuensinya bila ternyata ada kesalahan
kefarmasian kedepannya. obat bukan hanya dokter saja yg salah tapi
apoteker nya juga
Pada kenyataannya apoteker belum siap dilaunching di masyarakat, untuk terjun ke pasisen (Cari
JURNAL tentang kesiapan Apt untuk praktek di puskesmas.
Persentase kesalahan pengobatan dikarenakan apoteker yang harus men screening sekian
banyak resep dari berbagai speaslistik dokter. Pada tenaga kesehatan lain seperti dokter sudah
terdapat dokter spesialis dan dokter subspesialis, contohnya adalah dokter spesialis penyakit
dalam dengan dokter subspesialis Gastroenterologi-Hepatologi (K-GEH). Mosi pada hari ini
yaitu tentang negara kita Indonesia perlu memiliki apoteker subspesialis pada pelayanan
kesehatan. Dilihat dari permasalahan medicaton error banyak hal yang menjadi penyebabnya.
Dengan adanya apoteker subspesialis ini bisa menjadi salah satu contoh solusi untuk mengatasi
hal tersebut.
Apoteker sekarang memiliki KIFI (Kolegium Ilmu Farmasi Indonesia) yang diketuai oleh Ibu
Keri. Dimana dalam kolegium tersebut telah diatur spesialistik farmasi klinis, farmasi rumah
sakit, farmasi industri, dan herbal medicine. Dengan adanya farmasi klinik, akan memiliki
subspesialis jantung. Apoteker sub spesialis akan mengetahui lebih spesifik mengenai suatu obat
dalam penyakit tertentu.
TIM PRO TIM KONTRA
Stan: Indonesia perlu memiliki apoteker Stan: Indonesia tidak perlu memiliki apoteker
subspesialis subspesialis
Limitasi: Solusi:
- Dengan UKAI sudah mencukupi
untuk meningkatan kualitas apoteker
itu sendiri.
- Adanya penyetaraan kurikulum
sarjana farmasi dan apoteker sehingga
kualitasnya akan merata.
- Kalau mau disamaratakan, semua
fakultas farmasi ada penjurusan,
rombak kurikulum, apoteker spesialis
baru ada spesialis
Argumen 1 Argumen 1
Indonesia perlu memiliki apoteker Saat di Indonesia Apoteker spesialis belum
subspesialis untuk tercapainya kompetensi ada bagaimana merealisasikan apoteker
apoteker sesuai dengan persyaratan nasional subspesialis, yang jelas-jelas lebih dalam dari
(Ikatan Apoteker Indonesia) dan global (The apoteker spesialis
International Pharmaceutical Federation
[FIP]). Dengan standar kompetensi tersebut, Argumen 2
lulusan diarahkan sesuai minat bekerja di Meskipun sekarang ada apoteker telah
berbagai sektor kefarmasian : mengalami penjurusan atau spesialisasi tapi
pas di dunia kerja tidak memandang apoteker
Industri farmasi (formulasi, bahan tersebut berasal dari spesialisasi yg mana hal
baku) ini dikarenakan tergantung dari kebutuhan
industri atau rumah sakit tersebut. Masalah
Pelayanan kefarmasian (rumah sakit,
seperti ini membuat apoteker spesialisasi
apotik)
menjadi tidak tepat sasaran.
Argumen 3
Apoteker dapat menjadi mitra dokter dalam
konsultasi obat, apoteker subspesialis dapat
memberikan pertimbangan kepada dokter,
sehingga dokter dan apoteker dapat jalan
berbarengan.
Peningkatan kualitas kesehatan diharapkan
meningkat dengan adanya apoteker
subspesialis, karena apoteker subspesialis
lebih spesifik dalam memberikan informasi
kepada pasien. Sehingga medication error
pada latar belakang yang telah disebutkan
bisa diminimalisasi,
Argumen 4
Pada era MEA saat ini dibutuh kualitas SDM
yang baik karena akan berkompetitif dengan
SDM di seluruh negara ASEAN. Sehingga
dengan adadanya apoteker subspesialis
diharapkan bisa meningkatkan kualitas daari
apoteker itu sendiri dan bisa bersaing dengan
apoteker di seluruh ASEAN
Limitasi: Solusi:
Argumen 6
Sarjana farmasi sama saja seperti sarjana
lainnya karena tidak diakui sebgai profesi
Argumen 5
Menurut Penelope Manasco, wakil presiden
First Genetic Trust. Saat ini efektifitas obat
dalam penatalaksanaan pasien berada dalam
range 30-50%. Hal ini cukup
mengkhawatirkan dimana pemilihan obat
yang tepat memakan waktu 6-12 bulan.
Dengan harapan ilmu farmakogenomik,
probabilitas keefektifitasan obat akan dapat
meningkat menjadi 70-80%.
Limitasi: Solusi:
-melibatkan elemen lain, seperti L media
-melibatkan petani
-tetap merangkul industri kecil di ranah yg lain
(pengemasan, pembibitan) industri besar di
ranah (produksi)