Difteri
Difteri
Definisi
Penyebab
Penyebab penyakit difteri adalah Corynebacterium diphtheriae. Berbentuk
batanggram positif, tidak berspora, bercampak atau kapsul. Infeksi oleh kuman
sifatnyatidak invasive, tetapi kuman dapat mengeluarkan toxin, yaitu exotoxin.
Toxindifteri ini,karena mempunayi efek patoligik meyebabkan orang jadi sakit.
Adatiga type variants dari Corynebacterium diphtheriae ini yaitu : type mitis,
typeintermedius dan type gravis. Corynebacterium diphtheriae dapat
dikalsifikasikan dengan cara bacteriophage lysis menjadi 19 tipe.Tipe 1-3 termasuk
tipe mitis, tipe 4-6 termasuk tipe intermedius, tipe 7 termasuk tipe gravis yang tidak
ganas,sedangkan tipe-tipe lainnya termasuk tipe gravisyang virulen.
Corynebacterium diphtheriae ini dalam bentuk satu atau dua varian yang tidak
ganas dapat ditemukan pada tenggorokan manusia, pada selaputmukosa.
(Depkes,2007)
Cara Penularan
Sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik sebagai penderita
maupun sebagai carier. Cara penularannya yaitu melalui kontak dengan penderita
pada masa inkubasi atau kontak dengan carier . Caranya melalui pernafasan atau
droplet infection. Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 5 hari, masa penularan
penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan carier bisa
sampai 6bulan.
Penyakit difteri yang diserang terutama saluran pernafasan bagian atas. Ciri
khasdari penyakit ini ialah pembekakan di daerah tenggorokan, yang berupa
reaksiradang lokal , dimana pembuluh-pembuluh darah melebar mengeluarkan sel
darahputih sedang sel-sel epitel disitu rusak, lalu terbentuklah disitu membaran
putihkeabu-abuan (psedomembrane). Membran ini sukar diangkat dan mudah
berdarah. Di bawah membran ini bersarang kuman difteri dan kuman-kuman
inimengeluarkan exotoxin yang memberikan gejala-gejala dan miyocarditis.
Penderita yang paling berat didapatkan pada difteri fauncial dan faringeal.
(Depkes,2007)
Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan
gejala komplikasi sepertimiokarditis (radang otot jantung), paralisis
(kelemahan anggota gerak) dan nefritis(radang ginjal).
Disamping itu, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang
dirasakanpasien :
Difteri hidung (nasal diphtheria) bila penderita menderita pilek dengan
ingusyang bercampur darah. Prevalesi Difteri ini 2 % dari total kasus
difteri. Bilatidak diobati akan berlangsung mingguan dan merupakan
sumber utamapenularan.
Diagonosis
Gejala Penyakit
Patogenesis
Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaput
lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampai
ke hidung, hidung akan meler. Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan kepita
suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan sehingga saluran udara
menyempit dan terjadi gangguan pernafasan.
Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk penderita atau benda
maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah masuk dalam
tubuh, bakteri melepaskan toksin atau racun. Toksin ini akan menyebar melalui
darah dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama
jantung dan saraf. Toksin biasanya menyerang saraf tertentu, misalnya saraf di
tenggorokan. Penderita mengalami kesulitan menelan pada minggu pertama
kontaminasi toksin. Antara minggu ketiga sampai minggu keenam, bisa terjadi
peradangan pada saraf lengan dan tungkai, sehingga terjadi kelemahan pada
lengan dan tungkai. Kerusakan pada otot jantung (miokarditis) bisa terjadi kapan
saja selama minggu pertama sampai minggu keenam, bersifat ringan, tampak
sebagai kelainan ringanpada EKG. Namun, kerusakan bisa sangat berat, bahkan
menyebabkan gagal jantung dan kematian mendadak. Pemulihan jantung dan saraf
berlangsung secara perlahan selama berminggu-minggu. Pada penderita dengan
tingkat kebersihan buruk, tak jarang difteri juga menyerang kulit. Pada serangan
difteri berat akan ditemukan pseudomembran, yaitu lapisan selaputyang terdiri dari
sel darah putih yang mati, bakteri dan bahan lainnya, di dekat amandel dan bagian
tenggorokan yang lain. Membran ini tidak mudah robek danber warna abu-abu. Jika
membran dilepaskan secara paksa, maka lapisan lendir dibawahnya akan berdarah.
Membran inilah penyebab penyempitan saluran udara atau secara tiba-tiba bisa
terlepas dan menyumbat saluran udara, sehingga anak mengalami kesulitan
bernafas. Berdasarkan gejala dan ditemukannya membran inilah diagnosis
ditegakkan. Tak jarang dilakukan pemeriksaan terhadap lendir di tenggorokan dan
dibuat biakan dilaboratorium. Sedangkan untuk melihat kelainan jantung yang
terjadi akibat penyakit ini dilakukan pemeriksaan dengan EKG. (Ditjen P2PL
Depkes,2003)
Komplikasi
Komplikasi bisa dipengaruhi oleh virulensi kuman, luas membran, jumlah
toksin,waktu antara timbulnya penyakit dengan pemberian antitoksin . Komplikasi
difteri terdiri dari :
1. Infeksi sekunder, biasanya oleh kuman streptokokus dan stafilokokus
2. Infeksi Lokal : obstruksi jalan nafas akibat membran atau oedema
jalannafas
3. Infeksi Sistemik karena efek eksotoksin
Komplikasi yang terjadi antara lain kerusakan jantung, yang bisa berlanjut menjadi
gagal jantung. Kerusakan sistem saraf berupa kelumpuhan saraf penyebab gerakan
tak terkoordinasi. Kerusakan saraf bahkan bisa berakibat kelumpuhan, dan
kerusakan ginjal.
Setiap orang dapat terinfeksi oleh difteri, tetapi kerentanan terhadap infeksi
tergantung dari pernah tidaknya ia terinfeksi oleh difteri dan juga pada
kekebalannya. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kebal akan mendapat kekebalan
pasif, tetapi taka akan lebih dari 6 bulan dan pada umur 1 tahun kekebalannya
habis sama sekali. Seseorang yang sembuh dari penyakit difteri tidak selalu
mempunyai kekebalan abadi. Paling baik adalah kekebalan yang didapat secara
aktif dengan imunisasi. Berdasarkan penelitian Basuki Kartono bahwa anak dengan
status imunisasi DPT dan DT yang tidak lengkap beresiko menderita difteri 46.403
kali lebih besar dari pada anak yang status imunisasi DPT dan DT lengkap.
Keberadaan sumber penularan beresiko penularan difteri 20.821 kali lebih besar
daripada tidak ada sumber penularan. Anak dengan ibu yang berpengetahuan
rendah tentang imunisasi dan difteri beresiko difteri pada anak-anak mereka
sebanyak 9.826 kali dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengetahuan
tinggi tentang imunisasi dan difteri. Status imunisasi DPT dan DT anak adalah faktor
yang paling dominan dalam mempengaruhi terjadinya difteri.(Kartono,2008)
Melihat bahayanya penyakit ini maka bila ada anak yang sakit dan
ditemukan gejala diatas maka harus segera dibawa ke dokter atau rumah sakit
untuk segera mendapatkan penanganan. Pasien biasanya akan masuk rumah sakit
untuk diopname dan diisolasi dari orang lain guna mencegah penularan. Di rumah
sakit akan dilakukan pengawasan yang ketat terhadap fungsi fungsi vital penderita
untuk mencegah terjadinya komplikasi. Mengenai obat, penderita umumnya akan
diberikan antibiotika, steroid, dan ADS (Anti Diphteria Serum). Perawatan umum
penyakit difteri yaitu dengan melakukan isolasi, bed rest: 2-3 minggu, makanan
yang harus dikonsumsi adalah makanan lunak, mudah dicerna,protein dan kalori
cukup, kebersihan jalan nafas, pengisapan lendir. Dengan pengobatan yang cepat
dan tepat maka komplikasi yang berat dapat dihindari, namun keadaan bisa makin
buruk bila pasien dengan usia yang lebihmuda, perjalanan penyakit yang lama, gizi
kurang dan pemberian anti toksin yang terlambat. Walaupun sangat berbahaya dan
sulit diobati, penyakit ini sebenarnya bisa dicegah dengan cara menghindari kontak
dengan pasien difteri yang hasil lab-nya masih positif dan imunisasi.