Anda di halaman 1dari 49

DOKUMEN USULAN TEKNIS

PENDEKATAN DAN BAB

METODOLOGI 6

6.1. PENDEKATAN METODOLOGI PELAKSANAAN

Berdasarkan alur pikir yang diformulasikan dalam merumuskan masalah, menetapkan


skala prioritas dan penanganan masalah hingga diperoleh hasil akhir berupa Tersusunnya
laporan Perencanaan Peningkatan Saluran Drainase Jl.H.Masdar Kec.Sangatta
Utara. Untuk mencapai target tersebut, maka dalam pelaksanaan pekerjaan ini dibagi
dalam 6 (enam) tahapan kegiatan, yakni :
Tahap persiapan
Tahap survey investigasi lapangan
Tahap analisa dan pembahasan
Tahap perencanaan detail desain
Tahap laporan dan diskusi / presentasi.
Beberapa tahapan pelaksanaan pekerjaan Perencanaan Peningkatan Saluran Drainase
Jl.H.Masdar Kec.Sangatta Utara selanjutnya di bahas dan diuraikan secara detail sbb. :
6.1.1. Tahap Persiapan
Kegiatan persiapan dan pengumpulan data pada dasarnya adalah kegiatan awal
sebelum tim memulai kegiatan utama, yaitu meliputi :
a. Mobilisasi Tim, Peralatan dan Bahan
Setelah konsultan ditunjuk sebagai Pemenang Tender, konsultan segera
menyiapkan segala sesuatu terkait tim, peralatan dan bahan yang akan di
mobilisir. Kegiatan persiapan seperti yang kami sajikan dalam usulan
teknis ini akan kami laksanakan secara konsekuen, termasuk secara
intensif melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, khususnya
dengan pihak Pengguna Jasa.
1). Penyiapan Team Pelaksana Pekerjaan secara definitif, termasuk
pembekalan dan pembagian tugas dan tanggung jawab kepada
masing-masing anggota team.
2). Penyiapan sarana dan prasarana kerja untuk Team Pelaksana
Pekerjaan.

VI - 1
DOKUMEN USULAN TEKNIS

3). Melakukan koordinasi dan memberitahukan kepada Pemberi Tugas


perihal pembentukan Team Pelaksana Pekerjaan sekaligus tanggal
dimulainya pekerjaan.
4). Penyiapan dan penyelesaian Surat Perjanjian Kerja (Kontrak)
antara Konsultan dengan Pemberi Tugas.
5). Penyiapan administrasi, antara lain surat tugas, surat pengantar
untuk kebutuhan survey lapangan dan pengumpulan data.
6). Segera menyusun rencana jadwal mobilisasi personil ke lapangan.

b. Analisa Data Studi Terdahulu


Dalam kegiatan ini, konsultan harus menginvetarisasi atau
mengumpulkan laporan dan studi terdahulu. Hal ini untuk memudahkan
dalam hal pengenalan terhadap wilayah proyek. Kajian terhadap laporan
dan studi terdahulu dimaksudkan untuk didapatkan kesinambungan
program perencanaan dan pengembangan jaringan drainase yang
dimaksud diatas sehingga nampak jelas adanya penajaman atau konsep
detail dari perencanaan sebelumnya. Aspek yang dipelajari dari studi
terdahulu meliputi :
1). Rekomendasi studi terdahulu dan relevansinya terhadap pekerjaan
yang akan dilaksanakan.
2). Pendekatan teknis dari permasalahan yang ada, kemudian
diklarifikasi validitasnya di lapangan.
3). Rekomendasi pemecahan masalah dan program penanganannya
baik aspek teknik maupun skala prioritasnya apakah masih
representatif untuk kondisi saat ini.
4). Identifikasi lokasi serta masalah yang ada di lapangan.
5). Relevansi rekomendasi studi terdahulu terhadap kondisi existing
pada saat ini dengan melakukan perbandingan secara visual di
lapangan.
6). Ketersediaan data dari studi terdahulu terutama data hidrologi,
referensi dan lain-lain.
7). Permasalahan aktual pada saat ini baik secara fisik lapangan
maupun terhadap rencana pengembangan dari instansi-instansi
terkait dan kaitannya dengan perubahan tata ruang serta
kenyataannya di lapangan

c. Pengumpulan Data Sekunder


Untuk menunjang penyelesaian pekerjaan dengan baik sesuai dengan
kerangka acuan kerja (KAK) maka dilakukan pengumpulan data-data
sekunder. Beberapa jenis data sekunder yang dibutuhkan untuk penyiapan
detail desain, antara lain :

1). Data peta

VI - 2
DOKUMEN USULAN TEKNIS

a). Peta topografi / peta rupa bumi digital wilayah studi dan
sekitarnya dengan skala 1 : 50.000 atau 1: 25.000
b). Data citra satelit terbaru yang ada, mencakup kawasan
wilayah studi dan sekitarnya
c). Peta administratif desa, kecamatan, dan kabupaten / kota
d). Peta rencana umum tata ruang wilayah kabupaten / kota
yang berlaku
e). Peta geologi regional dan geologi struktur
f). Peta tata guna lahan
g). dan lain sebagainya yang nantinya diperlukan.

2). Data hidrologi (yang berkaitan dengan rencana lokasi pekerjaan)


a). Data curah hujan harian, bulanan, tahunan
b). Data debit harian, bulanan, tahunan (bila ada)
c). Data klimatologi
d). Data debit banjir (bila ada)

3). Data sosial ekonomi


a). Data statistik (tingkat desa, kecamatan, kabupaten dengan
edisi terbaru)
b). Data pendapatan per kapita penduduk.

d. Peninjauan Lapangan Pendahuluan


Survey pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan informasi atau data
awal yang oleh konsultan akan dijadikan sebagai pedoman dalam
perencanaan pekerjaan selanjutnya. Setelah Tim Konsultan melakukan
peninjauan ke lapangan dan mengkaji secara seksama Kerangka Acuan
Kerja (Term of Reference) serta laporan atau data lain yang telah tersedia,
maka Tim Konsultan akan melakukan penentuan perencanaan awal serta
membuat perencanan selanjutnya.
Manfaat dari kegiatan ini lebih difokuskan pada potensi dan
permasalahan berdasarkan data sekunder yang telah direview termasuk
hasil konsultansi awal dengan instansi terkait. Selain itu, salah satu tujuan
kegiatan peninjauan lapangan ini adalah untuk memperkirakan hambatan-
hambatan yang mungkin timbul ketika pelaksanaan pekerjaan serta
upaya-upaya penyelesaian yang harus dilakukan.
Hasil dari kajian tersebut diatas akan dituangkan dalam Laporan
Pendahuluan, guna memberikan gambaran secara umum mengenai
rencana kerja serta garis besar metoda yang akan dipergunakan dalam
studi ini. Laporan ini akan dipresentasikan di hadapan Pengguna Jasa

.
e. Pembuatan Rencana Kerja

VI - 3
DOKUMEN USULAN TEKNIS

Berdasarkan pengumpulan data dan informasi awal yang sudah didapat,


maka dapat disusun Rencana Kerja Detail dengan memperhitungkan
informasi baru sesuai hasil pengumpulan data awal dan survey
pendahuluan.
Rencana Kerja Detail tersebut akan menjelaskan langkah dan tahapan
pelaksanaan pekerjaan secara sistimatik dalam skala mingguan mulai dari
kegiatan persiapan hingga penyelesaian akhir pekerjaan. Rencana Kerja
Detail yang akan disiapkan, meliputi :
1). Struktur organisasi pelaksanaan pekerjaan.
2). Menyusun daftar job deskripsi masing-masing personil, berikut
yang bertanggungjawab dan kewenangannya.
3). Penyusun jadwal pelaksanaan pekerjaan sesuai tahapan kegiatan
dan diplot sesuai target penyelesaian setiap tahapan penyelesaian
pekerjaan.
4). Menyusun Network Planning yang didasarkan pada analisa teknis
yang obyektif dan realistis.

6.1.2. Tahap Survey Investigasi Lapangan


Pengumpulan data primer dilaksanakan dengan melakukan survey lapangan
secara detail, antara lain meliputi : survey pemetaan topografi serta survey
hidrologi dan hidrometri. Pengumpulan data primer ini dimaksudkan untuk
memperoleh data-data fisik di lokasi pekerjaan secara detail dan sesuai dengan
kondisi sebenarnya yang ada di lapangan
a. Survey Hidrologi
Survey hidrologi dilaksanakan untuk melengkapi catatan data dan lebih
memperdalam pengetahuan mengenai gejala-gejala hidrologi.
Penyelidikan lapangan dipusatkan pada keadaan sumber air dan curah
hujan daerah studi yang diasumsikan menyebabkan terjadinya genangan.
Data-data yang dikumpulkan berkenaan dengan tinggi curah hujan
maksimum, besarnya debit air, kondisi eksisting sistem drainase
Kecamatan Marangkayu.
Wawancara mengenai keadaan setempat dapat mengorek informasi yang
sangat berharga tentang hidrologi historis. Dalam survey hidrologi ini,
ada beberapa kegiatan yang akan dilakukan, antara lain :
1). Pengamatan kondisi DAS
2). Pengukuran kecepatan dan debit sesaat
3). Pengumpulan Data Curah Hujan
4). Pengumpulan Data klimatologi

b. Survey Pengukuran Topografi


1). Pengukuran Pengikatan

VI - 4
DOKUMEN USULAN TEKNIS

Salah satu kegiatan survey topografi adalah pengukuran pengikatan,


yaitu pengukuran untuk mendapatkan titik-titik referensi posisi
horizontal dan posisi vertikal.

2). Pemasangan BM Baru


Sebagai titik pengikatan dalam pengukuran topografi perlu dibuat
Bench Mark (BM) baru, yang mana lokasi pemasangannya
disesuaikan dengan arahan dari pihak Direksi Pekerjaan. Titik-titik
BM baru yang terpasang ini mempunyai fungsi untuk menyimpan
data koordinat, baik koordinat (X,Y) maupun elevasi (Z).

3). Pengukuran Poligon


Dalam rangka penyelenggaraan kerangka dasar peta, dalam hal ini
kerangka dasar horizontal / posisi horizontal (X,Y) digunakan
metode poligon. Dalam pengukuran poligon ada dua unsur penting
yang perlu diperhatikan yaitu jarak dan sudut jurusan yang akan
diuraikan dalam penjelasan di bawah ini.

4). Pengukuran Jarak


Pada pelaksanaan pekerjaan, pengukuran jarak dengan
menggunakan pita ukur 100 m. tingkat ketelitian hasil pengukuran
jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat bergantung pada :
a). Cara pengukuran itu sendiri
b). Keadaan permukaan tanah
Untuk meningkatkan ketelitian pengukuran jarak, juga dilakukan
pengukuran jarak optis hasil pembacaan rambu ukur sebagai
koreksi.

5). Pengukuran Sudut Jurusan


Sudut jurusan sisi-sisi poligon yaitu besarnya bacaan lingkaran
horizontal alat ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik.
Besarnya sudut jurusan ditentukan berdasarkan hasil pengukuran
sudut mendatar di masing-masing titik poligon.

6). Pengukuran Azimuth Astronomis


Disamping untuk mengetahui arah / azimuth awal, pengamatan
matahari dilakukan untuk tujuan sebagai berikut :
a). Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan
akumulatif pada sudut-sudut terukur dalam jaringan poligon.
b). Untuk menentukan arah / azimuth titik-titik control /
poligon yang tidak terlihat satu dengan yang lainnya.
c). Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada
pekerjaan pengukuran yang bersifat lokal / koordinat lokal.

VI - 5
DOKUMEN USULAN TEKNIS

7). Pengukuran Sipat Datar


Dimaksudkan untuk mendapatkan jaringan vertikal pada kerangka
pemetaan. Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar
dilakukan dengan pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap
bidang referensi (bangunan, dll.) Pengukuran waterpass mengikuti
ketentuan sebagai berikut :
a). Jalur pengukuran dinagi menjadi beberapa seksi
b). Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap
c). Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan
rambu belakang menjadi rambu muka.
d). Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan
rambu lengkap (Bt, Ba, Bb)
e). Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2 mm
f). Jarak rambu ke alat maksimum 75 m
g). Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis
bidik
h). Toleransi salah penutup beda tinggi (T)
T =
D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam
satu kilo meter.
8). Pengukuran Situasi Rinci
Dimaksudkan untuk mendapatkan data situasi dan rinci lokasi
pengukuran.
Pengkuran situasi rinci dilakukan dengan cara Tachymetri dengan
menggunakan alat ukur Theodolite kompas (T0). Dengan cara ini
diperoleh data-data sebagai berikut :
a). Azimuth magnetis
b). Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah)
c). Sudut zenith atau sudut miring
d). Tinggi alat ukur

c. Survey Investigasi Geologi Teknik / Mekanika Tanah


Kegiatan survey geologi dan mekanika tanah di lakukan dengan
mempelajari data-data geologi dan mekanika tanah dari hasil studi
terdahulu serta meng-interpretasi peta geologi dan mekanika tanah.
Penyelidikan ini dimaksudkan untuk mendapatkan sifat-sifat mekanika
tanah sebagaibahan masukan perencanaan bangunan-bangunan dan
saluran yang efisien, berupa :
1). Analisa kestabilan lereng saluran dan tanggul
2). Besaran konsolidasi dan settlement tanggul
3). Sifat-sifat pemadatan bahan tanah urugan
4). Daya dukung tanah pondasi bangunan

VI - 6
DOKUMEN USULAN TEKNIS

d. Survey Sosial, Ekonomi Dan Kependudukan


Melakukan survey data dengan metode stastistik kondisi Sosio Demografi
dan Sosio Ekonomi masing-masing desa / yang akan menggambarkan
antara lain :
1). Uraian singkat masing-masing desa
2). Kondisi kependudukan
3). Konsidi fisik desa yang bersangkutan
4). Kondisi tenaga kerja/angkatan kerja
5). Kondisi dan tingkat pendidikan penduduk

6.2. TAHAP ANALISA DAN PEMBAHASAN

6.2.1. Analisa Data Ukur Topografi


Data hasil pengukuran Survey topografi direalisasikan dalam bentuk gambar /
peta teknis. Penggambaran akhir dilaksanakan setelah mendapat persetujuan
dari Direksi, setelah pekerjaan lapangan disetujui oleh Direksi pekerjaan,
terutama berkaitan dengan perhitungan-perhitungan data ukur dan hasil
asistensi peta draft situasi hasil lapangan.
Setelah dilakukan pekerjaan pengukuran di lapangan maka dilanjutkan dengan
pekerjaan penggambaran yang disesuaikan dengan data hasil pengukuran.
Ketentuan pekerjaan penggambaran hasil survey pemetaan topografi yang
diminta adalah sebagai berikut :
a. Peta daerah permukiman dan skema jaringan drainase terpasang pada
kondisi saat dilakukan pengukuran, dibuat gambar draft dengan skala 1 :
5.000 (sesuai skala peta dasar).
b. Setelah diadakan diskusi mengenai peta tersebut pada butir a, maka
draft tersebut menjadi peta situasi final dan digambar pada kertas kalkir
80 / 85 mg ukuran A1 (594 x 841 mm) dengan tata laksana penggambaran
sesuai dengan Standar Kriteria Perencanaan Jaringan Drainase (Desember
1986)
c. Ukuran tulisan, angka dan ketebalan garis disesuaikan dengan Kriteria
Perencanaan (KP) Drainase.
d. Untuk kepentingan eksploitasi jaringan drainase, peta skala 1 : 5.000
diperkecil menjadi peta skala 1 : 1.000 dengan membuang bagian-bagian
yang kurang relevan dengan kebutuhan eksploitasi jaringan drainase
(misalnya garis kontour, elevasi). Apabila tidak tercakup dalam satu
lembar kertas A1 arah panjang boleh ditambah sesuai dengan kebutuhan
tetapi arah lebar harus tetap.

e. Skema jaringan drainase


f. Saluran induk / sekunder digambar dengan garis lurus dengan berbagai
ketebalan sesuai Standar Kriteria Perencanaan (KP) bagian Standar
Penggambaran.

VI - 7
DOKUMEN USULAN TEKNIS

g. Skema Bangunan Drainase


1). Skema bangunan identik dengan skema drainase dalam ukuran dan
bentuk.
2). Skema bangunan menunjukkan semua bangunan yang ada dengan
nama yang benar, serta jalan dan jalan inspeksi yang ada.
3). Pada setiap bangunan yang ada di salurkan induk dan sekunder dan
diujung saluran agar dicantumkan km-nya (station) dari titik nol.
h. Pembuatan peta Pra-Layout
Dari hasil inspeksi lapangan serta pembuatan skema jaringan drainase,
batas-batas jalan yang diusulkan diplot pada peta dasar untuk
menghasilkan peta pra-layout, sebagai dasar untuk System Planning
i. Tampang memanjang dan melintang saluran
1). Gambar di atas kalkir ukuran A1 (594 x 841 mm)
2). Tampang memanjang dan situasi digambar dalam satu lembar kertas
kalkir dengan ketentuan :
a). Situasi skala 1 : 2000
b). Tampang memanjang skala horizontal 1 : 2.000 dan skala
vertikal 1 : 100 untuk daerah datar atau 1 : 200 untuk daerah
yang mempunyai terain curam atau bervariasi.
3). Tampang melintang digambar di kertas kalkir dengan ketentuan :
a). Skala panjang 1 : 100 atau 1 : 50
b). Skala tinggi 1 : 100 atau 1 : 50
4). Tata laksana penggambaran mengikuti Standar Perencanaan Saluran
Drainase Permukiman.
j. Gambar Bangunan
Semua bangunan air pada jaringan drainase yang ada (jembatan dan
bangunan pengamanan) digambar dalam skala 1 : 100 atau 1 : 50 dengan
ukuran-ukuran sesuai dengan kenyataan di lapangan. Apabila gambar
lama tidak ada, bagian bangunan yang tidak tampak (berada di bawah
tanah / air) tidak perlu digambar. Jika gambar lama masih ada, maka
bagian-bagian bangunan yang tidak tampak tersebut dapat dikutip dari
gambar lama.
k. Persyaratan Gambar
Semua gambar harus :
1). Sesuai dengan Standar Perencanaan Drainase, DITJEN Cipta
Karya / Departemen PU / SNI.
2). Semua gambar harus diatas kertas kalkir, ukuran A1 (594 mm x 841
mm).
3). Besarnya dan ketabalan garis harus sesuai dengan standar
perencanaan drainase.
6.2.2. Analisa Data Hidrologi
a. Data Curah Hujan

VI - 8
DOKUMEN USULAN TEKNIS

Data-data curah hujan yang diperoleh pada suatu lokasi studi kadang kala
tidak lengkap, berasal lebih dari satu stasiun pengamat hujan dan bahkan
tidak ada sama sekali. Untuk itu perlu dilakukan analisa agar data yang
digunakan mewakili karakteristik daerah pekerjaan yang bersangkutan.
1). Uji Konsistensi Data Hujan
Pada dasarnya metode pengujian tersebut merupakan
pembandingan data stasiun yang bersangkutan dengan data stasiun
lain di sekitarnya. Hal ini dilakukan dengan asumsi perubahan
meteorologi tidak akan menyebabkan perubahan kemiringan garis
hubungan antara data stasiun tersebut dengan data stasiun
disekitarnya, karena stasiun-stasiun lainnya pun akan ikut
terpengaruh kondisi yang sama. Konsistensi data-data hujan bagi
masing-masing stasiun dasar (stasiun yang akan digunakan untuk
menguji) harus diuji terlebih dahulu dan yang menunjukkan catatan
yang tak konsisten harus dibuang sebelum dipergunakan. Jika tidak
ada stasiun yang bisa dijadikan stasiun dasar, atau tidak terdapat
catatan historis mengenai perubahan data, maka analisa awal
terhadap data adalah menghapus data-data yang dianggap
meragukan. Konsistensi data hujan dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut.
a). Cara Regresi / Korelasi
b). Cara Masa Ganda
2). Memperkirakan Data Curah Hujan yang Hilang
Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin
kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang
hilang. Data tersebut akan dicari dengan metode perbandingan
normal yang memberi rumus sebagai berikut.

dimana :
Px : data hujan yang hilang,
Rx : curah hujan tahunan rata-rata pada stasiun dimana data
yang hilang dihitung,
ri : curah hujan harian pada stasiun ke-i pada tahun yang
hilang,
Ri : curah hujan tahunan rata-rata pada stasiun ke-i, dan
n : banyaknya stasiun yang datanya tidak hilang pada tahun
tersebut.
3). Hujan Wilayah
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan rancangan
pemanfaatan air adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang

VI - 9
DOKUMEN USULAN TEKNIS

bersangkutan. Stasiun-stasiun pengamat hujan yang tersebar pada


suatu daerah aliran dapat dianggap sebagai titik (point). Tujuan
mencari hujan rata-rata adalah mengubah hujan titik (point rainfall)
menjadi hujan wilayah (regional rainfall) atau mencari suatu nilai
yang dapat mewakili pada suatu daerah aliran, yaitu :
a). Cara Rata-rata Aljabar
Cara ini merupakan perhitungan rata-rata hujan secara aljabar
biasa, dengan cara menjumlahkan sesuai data yang ada dari
sejumlah stasiun hujan untuk waktu tertentu kemudian dibagi
dengan jumlah stasiun hujan tadi. Lebih jelasnya
diformulasikan di bawah ini.

dimana :
Ri = besarnya curah hujan (mm), dan
N = jumlah pos pengamatan.
b). Cara Poligon Thiessen
Jika titik-titik di daerah pengamatan di dalam daerah itu tidak
tersebar merata, maka cara perhitungan curah hujan dilakukan
dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap pengamatan.

dimana : Ai adalah luas pengaruh dari stasiun i.


Cara Thiessen ini memberikan hasil yang lebih teliti dari cara
aljabar. Akan tetapi penentuan titik pengamatan akan
mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat. Gambar 6.1.
mendeskripsikan penentuan curah hujan representatif dengan
cara Poligon Thiessen.

VI - 10
DOKUMEN USULAN TEKNIS

R3

A3
R1 A1

A2

R2

Gambar 6.1. Penentuan curah hujan representatif cara Poligon Thiessen

c). Cara Isohyet


Peta Isohyet (tempat kedudukan yang mempunyai tinggi
hujan sama) digambar pada peta tofografi dengan perbedaan
10 mm sampai 20 mm berdasarkan data curah hujan pada
titik-titik pengamatan yang dimaksud. Luas bagian daerah
antara 2 garis isohyet yang berdekatan diukur dengan
planimetri. Curah hujan daerah itu dapat dihitung menurut
persamaan sebagai berikut :

dimana :
= Curah hujan rata-rata Regional
Ri = Curah hujan rata-rata pada bagian-bagian Ai
Ai = Luas bagian antara garis isohyet
Cara ini adalah cara rasional yang terbaik jika garis-garis
isohyet dapat digambar secara teliti.

VI - 11
DOKUMEN USULAN TEKNIS

S1
110 mm
A1
110 mm 100 mm
90 mm

S2
A2
100 mm
S4 A4
S3
95 mm
A3

90 mm
95 mm

Gambar 6.2. Penentuan curah hujan representatif cara Isohyet

4). Perhitungan Curah Hujan Maksimum Rencana


Curah hujan rancangan diperlukan sebagai data masukan pada
analisis debit banjir rancangan maupun analisis modulus drainase.
Untuk itu perlu dilakukan analisis curah hujan rancangan. Metode
yang digunakan untuk melakukan analisis curah hujan rancangan
dengan periode kala ulang tertentu adalah sebagai berikut :
Distribusi Gumbel Tipe I
Distribusi Log - Pearson Tipe III
Distribusi Frechet ( Gumbel Tipe II )
Berikut ini adalah uraian mengenai ketiga metode distribusi di atas.
a). Distribusi Gumbel Tipe I
Persamaan empiris untuk distribusi Gumbel Tipe I sebagai
berikut :

X =
Keterangan :
X = Nilai yang diharapkan terjadi untuk kala ulang
tertentu (mm)
= Nilai rata-rata hitung data X (mm)
K = Faktor frekuensi

==

VI - 12
DOKUMEN USULAN TEKNIS

YT = Reduced mean atau nilai reduksi data dari variabel


yang diharapkan terjadi pada periode ulang
tertentu

=
Yn = Nilai rata-rata dari reduksi data, nilainya
tergantung dari jumlah data (n) dan dapat dilihat
pada Tabel 6.1.
Sn = Reduced Standar Deviation yang nilainya
tergantung dari jumlah data (n) dan dapat dilihat
pada Tabel 6.2.
S = Simpangan baku

=
n = Jumlah data
CS = koefisien kepencengan
= 1,1396
CK = koefisien kurtosis
= 5,4002

Tabel 6.1. Hubungan Reduksi Data Rata-rata (Yn) dengan


Jumlah Data (n)

n Yn n Yn n yn n Yn

0,551 0,567
10 0,4952 34 0,5396 58 82
5 2
0,551 0,557
11 0,4996 35 0,5402 59 83
8 4
0,552 0,557
12 0,5035 36 0,5410 60 84
1 6
0,552 0,557
13 0,5070 37 0,5418 61 85
4 8
0,552 0,558
14 0,5100 38 0,5424 62 86
7 0
0,553 0,558
15 0,5128 39 0,5430 63 87
0 1
0,553 0,558
16 0,5157 40 0,5436 64 88
3 3
0,553 0,558
17 0,5181 41 0,5442 65 89
5 5
0,553 0,558
18 0,5202 42 0,5448 66 90
8 6
0,558
19 0,5220 43 0,5453 67 0,554 91
7
0,554 0,558
20 0,5236 44 0,5458 68 92
3 9
0,554 0,559
21 0,5252 45 0,5463 69 93
5 1

VI - 13
DOKUMEN USULAN TEKNIS

n Yn n Yn n yn n Yn
0,554 0,559
22 0,5268 46 0,5468 70 94
8 2
0,559
23 0,5283 47 0,5473 71 0,555 95
3
0,555 0,559
24 0,5296 48 0,5477 72 96
2 5
0,555 0,559
25 0,5309 49 0,5481 73 97
5 6
0,555 0,559
26 0,5320 50 0,5485 74 98
7 8
0,555 0,559
27 0,5332 51 0,5489 75 99
9 9
0,556 10 0,560
28 0,5343 52 0,5493 76
1 0 0
0,556
29 0,5353 53 0,5497 77
3
0,556
30 0,5362 54 0,5501 78
5
0,556
31 0,5371 55 0,5504 79
7
0,556
32 0,5380 56 0,5508 80
9
0,557
33 0,5388 57 0,5511 81
0

Sumber : Hidrologi Teknik, C.D. Soemarto, Edisi Ke-2,


1987:236

Tabel 6.2. Hubungan antara Deviasi Standar (Sn) dan Reduksi


Data dengan Jumlah Data (n)
n Sn n Sn n Sn n Sn

1,169
10 0,9496 33 1,1226 56 79 1,193
6
1,170 1,193
11 0,9676 34 1,1255 57 80
8 8
1,172 1,194
12 0,9833 35 1,1286 58 81
1 5
1,173 1,195
13 0,9971 36 1,1313 59 82
4 3
1,174 1,195
14 1,0095 37 1,1339 60 83
7 9
1,175 1,196
15 1,0206 38 1,1363 61 84
9 7
1,197
16 1,0316 39 1,1388 62 1,177 85
3
1,178 1,198
17 1,0411 40 1,1413 63 86
2 7
1,179 1,198
18 1,0493 41 1,1436 64 87
3 7
1,180 1,199
19 1,0565 42 1,1458 65 88
3 4
1,181 1,200
20 1,0628 43 1,148 66 89
4 1
1,182 1,200
21 1,0696 44 1,1499 67 90
4 7
1,183 1,201
22 1,0754 45 1,1519 68 91
4 3
1,184
23 1,0811 46 1,1538 69 92 1,202
4

VI - 14
DOKUMEN USULAN TEKNIS

1,185 1,202
24 1,0864 47 1,1557 70 93
4 6
1,185 1,203
25 1,0915 48 1,1574 71 94
4 2
1,187 1,203
26 1,0861 49 1,159 72 95
3 8
1,188 1,204
27 1,1004 50 1,1607 73 96
1 4
1,204
28 1,1047 51 1,1623 74 1,189 97
9
1,189 1,205
29 1,1086 52 1,1638 75 98
8 5
1,190
30 1,1124 53 1,1658 76 99 1,206
6
1,191 10 1,206
31 1,1159 54 1,1667 77
5 0 5
1,192
32 1,1193 55 1,1681 78
3

Sumber : Hidrologi Teknik, C.D. Soemarto, Edisi Ke-2,


1987:237

b). Distribusi Log Pearson Tipe III


Distribusi Log Pearson Tipe III merupakan hasil transformasi
dari distribusi Pearson Tipe III dengan menggantikan data
menjadi nilai logaritmik. Persamaan distribusi Log Pearson
Tipe III dapat ditulis sebagai berikut :

Log Xt =
Keterangan :
Xt = Besarnya curah hujan dengan periode t (mm)
= Rata-rata nilai logaritma data x hasil
pengamatan (mm)
S = Standar Deviasi nilai logaritma data x hasil
pengamatan

=
CS = koefisien kepencengan

=
CK = koefisien kurtosis

=
Tabel 6.3. Nilai Negatif Koefisien Kemencengan/Skewness Coefficient
(CS) pada Distribusi Log - Pearson Tipe III
Waktu Balik (Tahun)
Koe
1.0 1.0 1.1 1.2 1.6 2.5 10 20 10
f. 2 5 10 20 25 50
1 5 1 5 67 0 0 0 00

VI - 15
DOKUMEN USULAN TEKNIS

Peluang (%)
Cs
99 95 90 80 60 50 40 20 10 5 4 2 1 0.5 0.1

- - - - - - - 1.18 2.09 2.27 3.15 4.05 4.97


3.00 0.420 7.250
0.667 0.665 0.660 0.636 0.476 0.396 0.124 0 5 8 2 1 0
- - - - - - - 1.25 2.09 2.26 3.04 3.84 4.65
2.50 0.518 6.600
0.799 0.790 0.771 0.711 0.477 0.360 0.067 0 3 2 8 5 2
- - - - - - - 1.28 2.08 2.24 2.97 3.70 4.44
2.20 0.574 6.200
0.905 0.882 0.844 0.752 0.471 0.330 0.029 4 1 0 0 5 4
- - - - - - - 1.30 2.06 2.21 2.91 3.60 4.29
2.00 0.609 5.910
0.990 0.949 0.895 0.777 0.464 0.307 0.002 2 6 9 2 5 8
- - - - - - 1.31 2.04 2.19 2.84 3.49 4.14
1.80 0.026 0.643 5.660
1.087 1.020 0.945 0.799 0.454 0.282 8 7 3 8 9 7
- - - - - - 1.32 2.02 2.16 2.78 3.38 3.99
1.60 0.056 0.675 5.390
1.197 1.093 0.994 0.817 0.442 0.254 9 4 3 0 8 0
- - - - - - 1.33 1.99 2.12 2.70 3.27 3.82
1.40 0.085 0.705 5.110
1.318 1.168 1.041 0.832 0.427 0.225 7 6 8 6 1 8
- - - - - - 1.34 1.96 2.08 2.62 3.14 3.66
1.20 0.114 0.732 4.820
1.449 1.243 1.086 0.844 0.411 0.195 0 3 7 6 9 1
- - - - - - 1.34 1.92 2.04 2.54 3.02 3.48
1.00 0.143 0.758 4.540
1.588 1.317 1.128 0.852 0.393 0.164 0 6 3 2 2 9
- - - - - - 1.33 1.90 2.01 2.49 2.95 3.40
0.90 0.158 0.769 4.395
1.660 1.353 1.147 0.854 0.383 0.148 9 5 8 8 7 1
- - - - - - 1.33 1.88 1.99 2.45 2.89 3.31
0.80 0.172 0.780 4.250
1.733 1.388 1.116 0.856 0.373 0.132 6 8 8 3 1 2
- - - - - - 1.33 1.86 1.96 2.40 2.82 3.22
0.70 0.186 0.790 4.105
1.806 1.423 1.183 0.857 0.363 0.116 3 1 7 7 4 3
- - - - - - 1.32 1.83 1.93 2.35 2.75 3.13
0.60 0.201 0.800 3.960
1.880 1.458 1.200 0.857 0.352 0.099 8 7 9 9 5 2
- - - - - - 1.32 1.81 1.91 2.31 2.68 3.04
0.50 0.214 0.808 3.815
1.955 1.491 1.216 0.856 0.341 0.083 3 2 0 1 6 1
- - - - - - 1.31 1.78 1.88 2.26 2.61 2.94
0.40 0.228 0.816 3.670
2.029 1.524 1.231 0.855 0.329 0.066 7 6 0 1 5 9
- - - - - - 1.30 1.75 1.84 2.21 2.54 2.85
0.30 0.241 0.824 3.525
2.104 1.555 1.245 0.853 0.318 0.050 9 9 9 1 4 6
- - - - - - 1.30 1.73 1.81 2.15 2.47 2.76
0.20 0.255 0.830 3.380
2.178 1.586 1.258 0.850 0.305 0.033 1 2 8 9 2 3
- - - - - - 1.29 1.70 1.78 2.10 2.40 2.67
0.10 0.267 0.836 3.235
2.252 1.616 1.270 0.846 0.293 0.017 2 3 5 7 0 0
- - - - - 1.28 1.67 1.75 2.05 2.32 2.57
0.00 0.000 0.281 0.842 3.090
2.326 1.645 1.282 0.842 0.281 2 3 1 4 6 6
- - - - - 1.27 1.64 1.71 2.00 2.25 2.48
-0.10 0.017 0.290 0.836 2.950
2.400 1.673 1.292 0.836 0.267 0 2 6 0 2 2

- - - - - 1.25 1.61 1.68 1.94 2.17 2.38


-0.20 0.033 0.305 0.850 2.810
2.472 1.700 1.301 0.830 0.255 8 0 0 5 8 8
- - - - - 1.24 1.57 1.64 1.89 2.10 2.29
-0.30 0.050 0.318 0.853 2.675
2.544 1.726 1.309 0.824 0.241 5 7 3 0 4 4
- - - - - 1.23 1.54 1.60 1.83 2.02 2.20
-0.40 0.066 0.329 0.855 2.540
2.615 1.750 1.317 0.816 0.228 1 4 6 4 9 1
- - - - - 1.21 1.50 1.56 1.77 1.95 2.10
-0.50 0.083 0.341 0.856 2.400
2.686 1.774 1.323 0.808 0.214 6 9 7 7 5 8
- - - - - 1.20 1.47 1.52 1.72 1.88 2.01
-0.60 0.099 0.352 0.857 2.275
2.755 1.797 1.328 0.800 0.201 0 3 8 0 0 6
- - - - - 1.18 1.43 1.48 1.66 1.80 1.92
-0.70 0.116 0.363 0.857 2.150
2.824 1.819 1.333 0.790 0.186 3 7 8 3 6 6
- - - - - 1.16 1.40 1.44 1.60 1.73 1.83
-0.80 0.132 0.373 0.856 2.035
2.891 1.839 1.336 0.780 0.172 6 1 8 6 3 7
- - - - - 1.14 1.36 1.40 1.54 1.66 1.74
-0.90 0.148 0.383 0.854 1.910
2.957 1.858 1.339 0.769 0.158 7 4 7 9 0 9
- - - - - 1.12 1.32 1.36 1.49 1.58 1.66
-1.00 0.164 0.393 0.852 1.800
3.022 1.877 1.340 0.758 0.143 8 6 6 2 8 4
- - - - - 1.08 1.24 1.28 1.37 1.44 1.50
-1.20 0.195 0.411 0.844 1.625
3.149 1.910 1.340 0.732 0.114 6 9 2 9 9 1
- - - - - 1.04 1.17 1.19 1.27 1.31 1.35
-1.40 0.225 0.427 0.832 1.465
3.271 1.938 1.337 0.705 0.085 1 2 8 0 8 1
- - - - - 0.99 1.09 1.11 1.16 1.19 1.21
-1.60 0.254 0.442 0.817 1.280
3.388 1.962 1.329 0.675 0.056 4 6 6 6 7 6
- - - - - 0.94 1.02 1.03 1.06 1.08 1.09
-1.80 0.282 0.454 0.799 1.130
3.499 1.981 1.318 0.643 0.026 5 0 5 9 7 7
- - - - 0.89 0.94 0.95 0.98 0.99 0.99
-2.00 0.005 0.307 0.464 0.777 1.000
3.605 1.996 1.302 0.600 5 8 9 0 0 5
- - - - 0.84 0.88 0.88 0.90 0.90 0.90
-2.20 0.029 0.330 0.471 0.752 0.910
3.705 2.006 1.284 0.574 4 1 8 0 5 7
- - - - 0.77 0.78 0.79 0.79 0.79 0.80
-2.50 0.067 0.360 0.477 0.711 0.802
3.845 2.012 1.250 0.518 1 9 3 8 9 0
- - - - 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66
-3.00 0.124 0.396 0.476 0.636 0.668
4.051 2.003 1.180 0.420 0 5 6 6 7 7

Sumber: Dr. M. M. A. Shahin / Statistical Analysis in Hydrology

c). Distribusi Frechet (Gumbel Tipe II)

VI - 16
DOKUMEN USULAN TEKNIS

Distribusi Frechet disebut juga distribusi ekstrem tipe II atau


Gumbel tipe II, dapat digunakan untuk analisis distribusi dari
data hidrologi dengan nilai ekstrem, peluang kumulatif
distribusi Frechet dapat ditulis sebagai persamaan berikut:
Y = a (log X-X0)
Parameter a dan X0 dihitung dengan persamaan berikut :

A =
X0 =
Keterangan :
= rata-rata nilai logaritma data X hasil
pengamatan
= deviasi standar logaritma nilai X hasil
pengamatan
Y = nilai variabel reduksi Gumbel (lihat Tabel 6.4.)

Tabel 6.4. Nilai Variabel Reduksi Gumbel


T (tahun) Peluang Y

1,001 0,001 -1,930


1,005 0,005 -1,670
1,010 0,010 -1,530
1,050 0,050 -1,097
1,110 0,100 -0,834
1,250 0,200 -0,476
1,330 0,250 -0,326
1,430 0,300 -0,185
1,670 0,400 0,087
2,000 0,500 0,366
2,500 0,600 0,671
3,330 0,700 1,030
4,000 0,750 1,240
5,000 0,800 1,510
10,000 0,900 2,250
20,000 0,950 2,970
50,000 0,980 3,900
100,000 0,990 4,600
200,000 0,995 5,290
500,000 0,998 6,210
1.000,000 0,999 6,900
Sumber : Bonnier,1980

5). Pemilihan Distribusi Dengan Uji Kecocokan

VI - 17
DOKUMEN USULAN TEKNIS

Untuk menentukan kecocokan (the goodness of fit test) distribusi


frekuensi dari sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang
diperkirakan maka terhadap distribusi frekuensi tersebut perlu di
akukan pengujian parameter. Uji parameter yang di gunakan yaitu :
Uji Chi-kuadrat (chi-square)
Uji Smirnov - Kolmogorof
Berikut ini adalah uraian mengenai kedua uji kecocokan distribusi
di atas.
a). Uji Chi-Kuadrat test)
Uji Chi-kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah
persamaan distribusi peluang yang telah dipilih dapat
mewakili dari distribusi statistik sampel data yang dianalisis.
Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter 2.
Parameter 2 dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :

2hitung =
keterangan :
hitung = Parameter chi-kuadrat terhitung
OF = Frekuensi pengamatan (Observed Frequency)
EF = Frekuensi teoritis (Expected Frequency)
Harga curah hujan harian maksimum Xt diplot dengan harga
probabilitas Weibull (Soetopo, 1996:12) :

Sn (x) =
Keterangan :
Sn (x) = Probabilitas (%)
n = Nomor urut data dari seri yang telah diurutkan
N = Jumlah total data
Hitung harga cr dengan menentukan taraf signifikan
5% dan dengan derajat kebebasan yang dihitung dengan
menggunakan persamaan :
Dk = K - (P + 1)
keterangan :
Dk = Derajat kebebasan
P = Parameter yang terikat dalam agihan frekuensi
K = Jumlah kelas distribusi
= 1 + (3.322 . log n)

Tabel 6.5. Nilai Kritis untuk Distribusi Chi-Kuadrat (uji satu sisi)

VI - 18
DOKUMEN USULAN TEKNIS

Derajat Kepercayaan
Dk 0.05 0.02 0.00
0,995 0,99 0.975 0.950 0.01
0 5 5

0,00003 0,0001 0,0009 0,003


1 3,841 5,024 6,635 7,879
93 57 82 93
10,59
2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210
7
11,34 12,83
3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348
5 8
11,14 13,27 14,86
4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488
3 7 0
11,07 12,83 15,08 16,75
5 0,412 0,554 0,831 1,145
0 2 6 0
12,59 14,44 16,81 18,54
6 0,676 0,872 1,237 1,635
2 9 2 8
14,06 16,01 18,47 20,27
7 0,989 1,239 1,690 2,167
7 3 5 8
15,50 17,53 20,09 21,95
8 1,344 1,646 2,180 2,733
7 5 0 5
16,91 19,02 21,66 23,58
9 1,735 2,088 2,700 3,325
9 3 6 9
18,30 20,48 23,20 25,18
10 2,156 2,558 3,247 3,940
7 3 9 8
19,67 21,92 24,72 26,75
11 2,603 3,053 3,816 4,575
5 0 5 7
21,02 23,33 26,21 28,30
12 3,074 3,571 4,404 5,226
6 7 7 0
22,36 24,73 27,68 29,81
13 3,565 4,107 5,009 5,892
2 6 8 9
23,68 26,11 29,14 31,31
14 4,075 4,660 5,629 6,571
5 9 1 9
24,99 27,48 30,57 32,80
15 4,601 5,229 6,262 7,261
6 8 8 1
26,29 28,84 32,00 34,26
16 5,142 5,812 6,908 7,962
6 5 0 7
27,58 30,19 33,40 35,71
17 5,697 6,408 7,564 8,672
7 1 9 8
28,86 31,52 34,80 37,15
18 6,265 7,015 8,231 9,390
9 6 5 6
10,11 30,14 32,85 36,19 38,58
19 6,844 7,633 8,907
7 4 2 1 2
10,85 31,41 34,17 37,56 39,99
20 7,434 8,260 9,591
1 0 0 6 7
11,59 32,67 35,47 38,93 41,40
21 8,034 8,897 10,283
1 1 9 2 1
12,33 33,92 36,78 40,28 42,79
22 8,643 9,542 10,982
8 4 1 9 6
13,09 36,17 38,07 41,63 44,18
23 9,260 10,196 11,689
1 2 6 8 1
13,84 36,41 39,36 42,98 45,55
24 9,886 10,856 12,401
8 5 4 0 8
14,61 37,65 40,64 44,31 46,92
25 10,520 11,524 13,120
1 2 6 4 8
15,37 38,88 41,92 45,64 48,29
26 11,160 12,198 13,844
9 5 3 2 0
16,15 40,11 43,19 46,96 49,64
27 11,808 12,879 14,573
1 3 4 3 5
16,92 41,33 44,46 48,27 50,99
28 12,461 13,565 15,308
8 7 1 8 3

17,70 42,55 45,72 49,58 52,33


29 13,121 14,256 16,047
8 7 2 8 6
30 13,787 14,953 16,791 18,49 43,77 46,97 50,89 53,67

VI - 19
DOKUMEN USULAN TEKNIS

3 3 9 2 2

Sumber : Bonnier, 1980

b). Uji Smirnov-Kolmogorof


Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof, sering disebut juga uji
kecocokan non parametrik, karena pengujiannya tidak
menggunakan fungsi distribusi tertentu. Uji ini digunakan
untuk menguji simpangan/selisih terbesar antara peluang
pengamatan (empiris) dengan peluang teoritis, atau dalam
bentuk persamaan dapat di tulis seperti berikut:

maks =
Keterangan :
maks = Selisih terbesar antara peluang empiris dengan
teoritis
Pe = Peluang empiris, dengan menggunakan persamaan
dari Weibull:

P =
m = nomor urut kejadian, atau peringkat kejadian
N = jumlah data pengamatan
PT = peluang teoritis dari hasil penggambaran data
pada kertas distribusi (persamaan distribusinya)
secara grafis, atau menggunakan fasilitas
perhitungan peluang menurut wilayah luas
dibawah kurva normal pada Tabel. 2.8.
Nilai kritis dari uji ini ditentukan terhadap nilai 0 pada Tabel.
5.6.

Tabel 6.6. Nilai Kritis 0 untuk Uji Smirnov-Kolmogorof



N
0.20 0.10 0.05 0.01

5 0,45 0,51 0,56 0,67


10 0,32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,3 0,34 0,4
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,24 0,29
35 0,18 0,2 0,23 0,27

40 0,17 0,19 0,21 0,25

VI - 20
DOKUMEN USULAN TEKNIS

45 0,16 0,18 0,2 0,24


50 0,15 0,17 0,19 0,23

1,07 1,22 1,36 1,63


N > 50
N0,5 N0,5 N0,5 N0,5
Sumber : Bonnier, 1980

6). Analisis Intensitas Hujan


Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan
luas waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan
berlangsung, intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar
periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Hubungan antara
intensitas, lama hujan dan frekuensi hujan biasanya dinyatakan
dalam lengkung Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF = Intensity-
Frequency Curve). Diperlukan data hujan jangka pendek, misalnya
5 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman untuk
membentuk lengkung IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat
diperoleh dari pos penakar hujan otomatis. Selanjutnya, berdasarkan
data hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat dibuat
dengan salah satu dari beberapa persamaan berikut :
a). Rumus Talbot (1881)
Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan
tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang terukur.

I =
Dimana :
I = Intensitas Hujan (mm/jam)
t = Lamanya Hujan
a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan
yang terjadi di DAS.

a =

b =
b). Rumus Sherman (1905)
Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan
yang lamanya lebih dari 2 jam.

VI - 21
DOKUMEN USULAN TEKNIS

I =
Dimana :
I = Intensitas Hujan (mm/jam)
t = Lamanya Hujan (jam)
n = Konstanta

log a =

n =
c). Rumus Ishiguro (1953)

I =
Dimana :
I = Intensitas Hujan (mm/jam)
t = Lamanya Hujan
a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan
yang terjadi di DAS.

a =

b =

Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada


hanya data hujan harian, maka intensitas hujan dapat dihitung
dengan rumus Mononobe.
Untuk menentukan besarnya intensitas hujan tiap jam
digunakan rumus Mononobe sebagai berikut :

I =
Dimana :

VI - 22
DOKUMEN USULAN TEKNIS

I = Intensitas Hujan (mm/jam)


t = Lamanya Hujan (jam)
R24 = Curah Hujan Maksimum Harian (Selama 24 jam)
( mm )

b. Debit Rancangan
Untuk mendapatkan kapasitas saluran drainasi, terlebih dahulu harus
dihitung jumlah air hujan dan jumlah air kotor atau buangan yang akan
dibuang melalui saluran drainasi tersebut. Debit rancangan adalah debit
air hujan ditambah debit air kotor.
1). Debit Akibat Curah Hujan
Metode yang digunakan untuk menghitung debit air hujan pada
saluran-saluran drainasi dalam studi ini adalah Metode Rasional
(Subarkah, 1980:48). Rumus ini banyak digunakan untuk sungai-
sungai biasa dengan daerah pengaliran yang luas dan juga untuk
perencanaan drainasi daerah pengaliran yang sempit. Bentuk umum
persamaan ini adalah sebagai berikut :
Q = 0,278 . C . I . A
Dimana :
Q = debit banjir maksimum (m3/dt).
C = koefisien pengaliran.
I = intensitas hujan rerata selama waktu tiba banjir
(mm/jam).
A = luas daerah pengaliran (km2).
0,278 = faktor konversi.

Adapun arti dari rumus ini adalah jika terjadi curah hujan selama 1
jam dengan intensitas I mm/jam dalam daerah seluas 1 km2, maka
besarnya debit banjir adalah 0,278 m3/det. Dimana debit banjir
tersebut akan melimpas merata selama 1 jam.
Metode Rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa hujan
yang terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh
daerah selama paling sedikit sama dengan waktu konsentrasi (t c).
Jika asumsi ini terpenuhi maka curah hujan dan aliran permukaan
tersebut dapat digambarkan dalam grafik di bawah ini. Pada gambar
d tersebut menunjukkan bahwa hujan dengan intensitas seragam
dan merata di seluruh daerah berdurasi sama dengan waktu
konsentrasi. Jika hujan yang terjadi lamanya kurang dari tc. Maka
debit puncak yang terjadi lebih kecil dari Q q, karena seluruh daerah
tidak dapat memberikan konstribusi aliran secara bersama-sama
pada titik kontrol (outlet). Sebaliknya jika hujan yang terjadi lebih

VI - 23
DOKUMEN USULAN TEKNIS

lama dari tc, maka debit puncak aliran permukaan akan tetap sama
dengan Qp.

Gambar 6.1. Hubungan curah hujan dengan aliran


permukaan untuk durasi hujan yang berbeda

Koefisien aliran permukaan (Cl). Koefisien C didefinisikan sebagai


nisbah antara puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan.
Faktor ini merupakan variabel yang paling menentukan hasil
perhitungan debit banjir. Pemilihan harga C yang tepat memerlukan
pengalaman hidrologi yang luas. Faktor utama yang mempengaruhi
C adalah laju infiltrasi tanah atau prosentase lahan kedap air,
kemiringan lahan. tanaman penutup tanah, dan intensitas hujan.
Permukaan kedap air, seperti perkerasan aspal dan atap bangunan,
akan menghasilkan aliran hampir 100% setelah permukaan menjadi
basah, seberapa pun kemiringannya.
Koefisien limpasan juga tergantung pada sifat dan kondisi tanah.
Laju infiltrasi menurun pada hujan yang terus menerus dan juga
dipengaruhi oleh kondisi kejenuhan air sebelumnya. Faktor lain
yang mempengaruhi nilai C adalah air tanah. derajat kepadatan
tanah. porositas tanah, dan simpanan depresi.
Koefisien pengaliran merupakan perbandingan antara jumlah air
yang mengalir di suatu daerah akibat turunnya hujan dengan jumlah
air hujan yang turun di daerah tersebut. Besarnya koefisien
pengaliran berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan pengaruh
pemanfaatan lahan dan aliran sungai. Koefisien pengaliran pada
suatu daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor penting (Subarkah,
1980:51), yaitu :
a). Keadaan hujan.
b). Luas dan bentuk daerah pengaliran.
c). Kemiringan daerah pengaliran dan kemiringan dasar
sungai.
d). Daya infiltrasi dan daya perkolasi tanah.
e). Kebasahan tanah.
f). Suhu udara, angin dan evaporasi.
g). Letak daerah aliran terhadap arah angin.
h). Daya tampung palung sungai dan daerah sekitarnya.

VI - 24
DOKUMEN USULAN TEKNIS

Penentuan nilai koefisien pengaliran suatu daerah yang terdiri dari


beberapa jenis tata guna lahan dilakukan dengan mengambil angka
rata-rata koefisien pengaliran dari setiap tata guna lahan dengan
menghitung bobot masing-masing bagian sesuai dengan luas daerah
yang diwakilinya. Adapun cara perhitungannya dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Suhardjono, 1984 : 23)

Dimana :
Cm = Koefisien pengaliran rata-rata
C1,C2,.,Cn = Koefisien pengaliran yang sesuai kondisi
permukaan.
A1,A2,,An = Luas daerah pengaliran yang disesuaikan
kondisi permukaan.
Daerah pengaliran (cachment area) adalah daerah tempat curah
hujan mengalir menuju saluran. Biasanya ditentukan berdasarkan
perkiraan dengan pedoman garis kontur. Luas daerah dihitung di
atas peta topografi dengan menggunakan planimeter. Jika tersedia
foto udara, penentuan luas daerah aliran akan lebih mudah dan
teliti.
Luas lahan yang didrainese dimaksudkan sebagai bidang lahan yang
akan didrainasi oleh saluran drainasi. Jika suatu lahan dilayani oleh
beberapa saluran maka lahan yang ada harus dibagi bagi sesuai
dengan arah aliran air menuju saluran yang bersangkutan.
Pembagian luas lahan juga didasarkan pada kemiringan permukaan
tanah dari peta topografi dan diusahakan agar setiap bagian luas
mempunyai luasan yang hampir sama agar dimensi saluran tidak
terlalu bervariasi.

Tabel 6.7. Koefisien Pengaliran Berdasarkan Jenis


Permukaan Dan Tata Guna Lahan

Jenis Permukaan/Tata Guna Lahan Koefisien Pengaliran

Rerumputan
Tanah pasir, slope 2% 0,05 - 0,10
Tanah pasir, slope 2% - 7% 0,10 - 0,15
Tanah pasir, slope 7% 0,15 - 0,20
Tanah gemuk, slope 2% 0,13 - 0,17
Tanah gemuk, slope 2% - 7% 0,18 - 0,22

VI - 25
DOKUMEN USULAN TEKNIS

Jenis Permukaan/Tata Guna Lahan Koefisien Pengaliran


Tanah gemuk, slope 7% 0,25 - 0,35
Perkantoran
Pusat kota 0,75 - 0,95
Daerah pinggiran 0,50 - 0,70
Perumahan
Kepadatan 20 rumah/ha 0,50 - 0,60
Kepadatan 20-60 rumah/ha 0,60 - 0,80
Kepadatan 60 rumah/ha 0,70 - 0,90
Perindustrian
Industri ringan 0,50 - 0,60
Industri berat 0,60 - 0,90
Pertanian 0,45 - 0,55
Perkebunan 0,20 - 0,30
Pertamanan, kuburan 0,10 - 0,25
Tempat bermain 0,20 - 0,35
Jalan
Beraspal 0,70 - 0,95
Beton 0,80 - 0,95
Batu 0,70 - 0,85
Daerah yang tidak dikerjakan 0,10 - 0,30

Sumber : Iman Subarkah, 1980 : 55

2). Debit Kotor Akibat Pemukiman Penduduk


Debit air kotor berasal dari air buangan hasil aktivitas penduduk
yang berasal dari lingkungan rumah tangga atau industri.
Untuk memperkirakan jumlah air harus diketahui kebutuhan air
rata-rata dan jumlah penduduk kota. Dalam perencanaan ini, debit
air kotor berasal dari perhitungan air kotor per penduduk dan air
kotor sisa industri.
Perhitungan air buangan tiap penduduk didapat dari :

Qak =
Dimana :
Qak = debit air kotor (l/dt/km2)
Pn = jumlah penduduk
A = luas daerah (km2)
q = jumlah air buangan (l/orang/hari)
Jumlah air buangan didapat dari prosentase air terbuang dari
kebutuhan air tiap penduduk. Perusahaan-perusahaan industri baik
industri besar maupun industri kecil pasti menghasilkan air kotor
(air sisa industri). Perhitungan debit air kotor untuk perusahaan
sama dengan perhitungan air buangan untuk tiap penduduk.

VI - 26
DOKUMEN USULAN TEKNIS

6.2.3. Analisa Proyeksi Pertumbuhan Penduduk


Jumlah penduduk pada daerah studi pada awal perencanaan dimulai dan pada
tahun-tahun yang akan datang harus diperhitungkan untuk menghitung air
buangan. Untuk memproyeksikan jumlah penduduk pada tahun-tahun yang
akan datang digunakan :
a. Pertumbuhan Eksponensial
Analisa pertumbuhan penduduk dengan metode Pertumbuhan
Eksponensial menggunakan persamaan sbb. :
P = Po x em
Dimana :
Pn : jumlah penduduk pada tahun ke-n
Po : jumlah penduduk pada awal tahun
r : angka pertumbuhan penduduk
n : interval waktu (tahun)
e : bilangan logaritma (2,71828)
b. Metode Geometrik
Rumus dasar metode geometrik yaitu :
Pn = Po (1 + r)n
Dimana
Pn : jumlah penduduk pada tahun ke-n
Po : jumlah penduduk pada awal tahun
r : angka pertumbuhan penduduk
n : interval waktu (tahun)

6.2.4. Analisa Hidrometri


Analisa hidrometri yang dilakukan pada pekerjaan ini akan menggunakan
bantuan perangkat lunak (software) HEC-RAS. Perangkat lunak HEC-RAS
merupakan program yang digunakan untuk perhitungan analisis hidraulik satu
dimensi. Analisis hidraulik yang dapat dilakukan tersebut adalah perhitungan
profil permukaan air pada aliran tunak (steady flow). HEC-RAS didesain untuk
melakukan perhitungan pada jaringan saluran alami maupun saluran buatan.

VI - 27
DOKUMEN USULAN TEKNIS

Gambar 6.2. Gambar Program HEC-RAS

Kunci utama pemodelan pada HEC-RAS adalah penggunaan representasi data


geometri dan perhitungan geometri serta perhitungan hidraulik berulang. Dasar
prosedur perhitungan yang digunakan adalah didasarkan pada pemecahan
persamaan kekekalan energi satu dimensi. Kehilangan energi dievaluasi dengan
gesekan (persamaan Manning) dan kontraksi maupun ekspansi. Persamaan
momentum digunakan pada situasi dimana profil permukaan air berubah secara
cepat. Situasi ini mengikutkan perhitungan daerah aliran yang bercampur,
perhitungan strukutur hidraulik, dan mengevaluasi profil pada sungai yang
berhubungan atau bercabang.
a. Persamaan Dasar untuk Perhitungan Profil
Profil permukaan air dihitung dari suatu potongan melintang saluran ke
potongan selanjutnya dengan memecahkan persamaan kekekalan energi
dengan prosedur interaktif yang disebut Metode Tahapan Standar
(Standard Step Method). Persamaan kekekalan energi ditulis sebagai
berikut:

Dimana :
Y1, Y2 = kedalaman air pada potongan melintang
Z1, Z2 = elevasi pada saluran utama
V1, V2 = kecepatan rata-rata (jumlah total debit)
1, 2 = koefisien tinggi kecepatan
g = percepatan gravitasi
he = kehilangan energi
Kehilangan energi antara dua potongan melintang diakibatkan oleh
kehilangan energi akibat gesekan dan ekspansi maupun kontraksi.
Persamaan kehilangan tinggi energi dituliskan sebagai berikut :

VI - 28
DOKUMEN USULAN TEKNIS

Dimana :
L = jarak sepanjang bentang yang ditinjau
= kemiringan gesekan (friction slope) antara dua potongan
melintang
C = koefisien ekspansi atau kontraksi

Jarak sepanjang bentang yang ditinjau, L, dihitung dengan persamaan :

Dimana :
Llob, Lch, Lrob = jarak sepanjang potongan melintang pada aliran yang
ditinjau di pinggir kiri sungai/left overbank (lob),
saluran utama/main channel (ch), dan pinggir kanan
sungai/right overbank (rob).
lob , ,
ch rob = jarak sepanjang potongan melintang pada aliran yang
ditinjau di pinggir kiri sungai (lob), saluran utama
(ch), dan pinggir kanan sungai (rob).
1). Pembagian Potongan Melintang (Cross Sections)
Penentuan penyaluran total aliran dan koefisien kecepatan untuk
potongan melintang membutuhkan pembagian aliran menjadi
beberapa satuan sehingga kecepatan didistribusikan secara merata.
Pendekatan yang digunakan pada HEC-RAS adalah membagi
daerah aliran pada pinggir saluran atau sungai dengan
menggunakan masukan nilai n pada potongan melintang dimana
nilai n berubah sebagai dasar pembagian. Penyaluran/aliran
dihitung di dalam tiap sub bagian dari bentuk persamaan Manning
berikut ini:

Dimana :
K = penyaluran untuk suatu sub bagian
n = koefisien kekasaran Manning untuk sub bagian
A = luas daerah aliran pada sub bagian
R = jari-jari hidraulik pada sub bagian

VI - 29
DOKUMEN USULAN TEKNIS

Gambar 6.3. Menu Editing Data Geometri Saluran

Program akan menjumlahkan tambahan penyaluran pada pinggir


saluran utuk mendapatkan penyaluran pada sebelah kiri dan kanan
pinggir sungai. Penyaluran saluran utama dihitung dengan cara
biasa sebagai satu bagian penyaluran. Jumlah total penyaluran dapat
diperoleh dengan menjumlahkan tiga sub bagian penyaluran, yaitu:
sub bagian kiri pinggir sungai, saluran utama, dan sub bagian kanan
pinggir sungai.
2). Perhitungan Nilai Rata-Rata Tinggi Energi Kinetik
Perangkat lunak HEC-RAS adalah program perhitungan profil
permukaan air satu dimensi, oleh karenanya hanya satu permukaan
air dan satu tinggi energi rata-rata yang dihitung pada tiap potongan
melintang. Jika suatu nilai permukaan air diketahui, rata-rata tinggi
energi didapatkan dengan menghitung tinggi energi aliran dari tiga
sub bagian pada potongan melintang (left overbank, main channel,
dan right overbank).
Untuk menghitung rata-rata energi kinetik diperlukan perhitungan
koefisien tinggi kecepatan alpa (). Alpha dihitung dengan cara
sebagai berikut :

VI - 30
DOKUMEN USULAN TEKNIS

Dalam bentuk umumnya:

Koefisien kecepatan, , dihitung berdasarkan pada penyaluran di


tiga bagian aliran. Persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk
penyaluran dan daerah luasannya seperti pada persamaan di bawah
ini:

Dimana :
At = jumlah total luas daerah aliran pada potongan
melintang
Alob, Ach, Arob = luas daerah pada tiap sub bagian penampang
saluran
Kt = jumlah total penyaluran pada potongan
melintang
Klob, Kch, Krob = penyaluran pada sub bagian penampang
saluran
3). Perhitungan Kehilangan Energi Akibat Gesekan
Kehilangan energi akibat gesekan yang diperhitungkan pada HEC-
RAS adalah produk dari Sf dan L (persamaan 3-2). Kemiringan
gesekan Sf pada tiap bagian potongan melintang dihitung dari
persamaan Manning sebagai berikut:

Bentuk alternatif persamaan-persamaan kemiringan Sf pada HEC-


RAS adalah :
a). Persamaan Penyaluran Rata-rata :

b). Persamaan Kemiringan Gesekan Rata-rata :

VI - 31
DOKUMEN USULAN TEKNIS

c). Persamaan Kemiringan Gesekan Rata-rata Geometri :

d). Persamaan Kemiringan Gesekan Rata-rata Harmonik :

Persamaan tersebut diatas adalah persamaan standar yang


digunakan oleh program. Persamaan ini secara otomatis digunakan
kecuali jika persamaan yang berbeda diinginkan. Program juga
menyediakan pilihan untuk memilih persamaan secara otomatis
sesuai dengan daerah aliran dan tipe profil yang ditinjau.
4). Perhitungan Kehilangan Energi Akibat Kontraksi Dan
Ekspansi
Kehilangan energi akibat kontraksi dan ekspansi pada HEC-RAS
dihitung dengan persamaan berikut ini :

Dimana : C = koefisien ekspansi atau kontraksi


Program akan mengasumsikan kontraksi terjadi jika tinggi
kecepatan di hilir lebih besar dari pada tinggi kecepatan di hulu.
Sebaliknya, ekspansi terjadi jika tinggi kecepatan di hulu lebih
besar dari pada tinggi kecepatan di hilir.

6.3. TAHAP PERENCANAAN DETAIL DESAIN

Sistem drainase lingkungan akan terdiri atas; saluran primer, sekunder dan tersier. Hal
ini adalah ketentuan umum yang berlaku di Indonesia dan banyak negara lain. Untuk
menyiapkan desain jaringan drainase tersier, sekunder dan primer, maka perlu lebih jauh
memperhatikan terhadap perencanaan saluran tersier yang sering direncanakan dan
dibangun sebagai saluran drainase di sisi jalan.

VI - 32
DOKUMEN USULAN TEKNIS

Gambar 6.4. Tipikal Sistem Jaringan Drainase

6.3.1. Modulus Drainase (Drainage Module)


Pada rencana pengelolaan lingkungan permukiman, hal yang terpenting adalah
menyiapkan saluran drainase untuk pengeringan genangan yang terjadi
sepanjang waktu, terutama pada saat terjadi pasang maupun hujan lebat.
Perhitungan modulus drainase dilakukan dengan analisa statistik untuk
memperkirakan besarnya curah hujan selama waktu tertentu.
Besarnya modulus drainase (Dn) diperoleh dengan rumus :

(Dn)T = (Rn)T +(In-En) - Sn - Pn

dimana :
(Dn)T = modulus drainase dalam n hari berturut-turut untuk periode ulang T
tahun (l / dt / ha).
n = Jumlah hari limpasan (hari).
(Rn)T = Curah hujan rencana dalam n hari berturut-turut untuk periode
ulang T tahun (mm / hari).
ln = Jumlah air selama n hari.
En = Evaporasi untuk n hari (mm / hari).
Sn = Kapasitas genangan air di permukiman yang diijinkan (mm / hari).
Pn = Perkolasi untuk n hari (mm / hari).
6.1.1. Rumus dan Kriteria Hidrolis
Besar kapasitas saluran drainasi dihitung berdasarkan kondisi steady flow
menggunakan rumus Manning (Ven.Te Chow, 1989) :
Q = VxA
V = 1 / n x R2 / 3 x S 1 / 2
Dimana :
Q = debit air (m3 / dt)

VI - 33
DOKUMEN USULAN TEKNIS

V = kecepatan aliran (m / dt)


A = luas penampang basah (m2)
n = koefisien kekasaran Manning
R = jari-jari hidrolis (m)
S = Kemiringan dasar saluran

Tabel 6.8. Nilai Koefisien Kekasaran Manning (n)


No. Tipe Saluran n

A. Saluran Tertutup Terisi Sebagian


1. Gorong-gorong dari beton lurus dan bebas kikisan 0,010 - 0,013
2. Gorong-gorong dengan belokan dan sambungan 0,011 - 0,014
3. Saluran pembuang lurus dari beton 0,013 - 0,017
4. Pasangan bata dilapisi dengan semen 0,011 - 0,014
5. Pasangan batu kali disemen 0,015 - 0,017
B. Saluran Dilapis Atau Disemen
1. Pasangan bata disemen 0,012 - 0,018
2. Beton dipoles 1,013 - 0,016
3. Pasangan batu kali disePasangan batu kosong 0,017 - 0,030
4. Pasangan bata disemen 0,023 - 0,035

Sumber : Ven Te Chow, 1985

a. Rumus Aliran
Untuk perencanaan potongan saluran pembuang, aliran dianggap sebagai
aliran tetap dan untuk itu diterapkan rumus Strickler (Manning).
v = k.R2 / 3.I1 / 2
dimana :
v = kecepatan aliran, m / dt
k = koefisien kekasaran strickler, m 1 / 3 / dt
R = jari-jari hidrolis, m
I = kemiringan energi
b. Koefisien Kekasaran Strickler
Koefisien Strickler k bergantung kepada sejumlah faktor, yakni :
1). Kekasaran dasar dan talut saluran
2). Lebatnya vegetasi
3). Panjang batang vegetasi
4). Ketidak teratruan dan trase, dan
5). Jari-jari hidrolis dan dalamnya saluran.

Karena saluran pembuang tidak selalu terisi air, vegetasi akan mudah
sekali tumbuh disitu dan banyak mengurangi harga k. Penyiangan yang

VI - 34
DOKUMEN USULAN TEKNIS

teratur akan memperkecil harga pengurangan ini. Harga-harga k pada


Tabel 6.9. yang dipakai untuk merencanakan saluran pembuang,
mengandaikan bahwa vegetasi dipotong secara teratur.
Tabel 6.9. Koefisien kekasaran Strickler untuk saluran
pembuang

Jaringan pembuang utama km1 / 3 / dt

H*) > 1,5 m 30


h 1,5 m 25

Untuk saluran-saluran alamiah tidak ada harga umum k yang dapat


diberikan. Cara terbaik untuk memperkirakan harga itu ialah
membandingkan saluran -saluran alamiah tersebut dengan harga-harga K
dijelaskan didalam keputusan yang relevan.
6.1.2. Kecepatan Maksimum Yang di Izinkan
Penentuan kecepatan maksimum yang di izinkan untuk saluran pembuang
dengan bahan kohesif mirip dengan yang diambil untuk saluran irigasi.
Vmaks = vbx A x B x C x D
Faktor D ditambahkan apabila dipakai banjir rencana dengan priode ulang yang
tinggi.Dianggap bahwa kelangkaan terjadinya banjir dengan priode ulang diatas
10 tahun menyebabkan terjadinya sedikit kerusakan akibat erosi. Ini
dinyatakan dengan menerima Vmaks yang lebih tinggi untuk keadaan semacam
ini; lihat Gambar 6.7. untuk harga-harga D. D sama dengan 1 untuk priode
ulang dibawah 10 tahun.

Gambar 6.5. Koefesien koreksi untuk berbagai priode ulang D

Untuk jaringan pembuangan intern, air akan dihitung sebagai bebas sedimen.
Untuk aliran pembuang silang, asal air harus diperiksa. Jika air itu berasal dari

VI - 35
DOKUMEN USULAN TEKNIS

daerah-daerah yang berpembuang alamiah, maka konsentrasi sedimen dapat


diambil 3.000 ppm. Air dihitung sebagai bebas sedimen, apabila air pembuang
silang berasal dari daerah persawahan. Untuk konstruksi pada tanah-tanah
nonkohesif, kecepatan dasar yang di izinkan adalah 0,6 m / dt.
Apabila dikehendaki saluran pembuang juga direncanakan mempunyai fungsi
untuk menunjang pemeliharaan lingkungan dan cadangan air tanah maka
kecepatan saluran pembuang pada daerah yang memerlukan konservasi
lingkungan tersebut dapat dikurangi. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar
waktu dan tekanan infiltrasi dan sehingga akan menambah kapasitas peresapan
air kedalam tanah, namun perlu dipertimbangkan adanya perubahan demensi
saluran yang lebih besar akibat pengurangan kecepatan ini.
6.1.3. Tinggi Muka Air
Tinggi muka air saluran pembuang di jaringan intern bergantung kepada fungsi
saluran. Pada jaringan tersier, saluran tanah membuang airnya langsung
kesaluran pembuangan (kuarter dan tersier) dan tinggi muka air pembuang
rencana mungkin sama dengan tinggi permukaan air tanah.
Jaringan pembuang primer menerima air buangan dari permukiman tersier
dilokasi yang tepat. Tinggi muka air rencana di jaringan utama ditentukan
dengan muka air yang diperlukan di ujung saluran pembuang tersier. Tinggi
muka air di jaringan pembuang primer yang berfungsi untuk pembuang air dari
permukiman dan mungkin daerah-daerah bukan permukiman (sawah dsb.)
dihitung sebagai berikut :
a. Untuk pengaliran debit rencana, tinggi muka air mungkin naik sampai
sama dengan tinggi permukaan tanah.
b. Untuk pengaliran debit puncak, pembuang air dari sawah dianggap nol;
harga-harga tinggi muka air yang diambil. Konsep dasar perencanaan
saluran pembawa tidak menghendaki adanya pengendapan di saluran.
Sedangkan pada perencanaan saluran drainase diusahakan agar air cepat
dapat dibuang sehingga tidak menyebabkan penggenangan yang dapat
mengganggu permukiman penduduk.

Sejalan dengan menguatnya aspek lingkungan maka saluran


pembuang dapat direncanakan dengan kecepatan yang tidak terlalu
tinggi dengan tujuan agar terjadi infiltrasi yang besar sebelum
mengalir kembali ke sungai. Hal ini dimaksudkan untuk membantu
kwalitas lingkungan yang lebih hijau, memperbesar cadangan air
tanah dan mengurangi debit air di saluran pembuang.

Batas atas kecepatan atas yang diizinkan adalah kecepatan yang tidak
menyebabkan erosi untuk jenis tanah tertentu pada saluran dan dapat dihitung
berdasar gaya seret. Batas atas kecepatan yang diizinkan atau yang tidak
menyebabkan erosi, untuk saluran drainase lurus dengan kemiringan kecil serta
kedalaman aliran lebih kecil dari 0,90 m menurut U.S Bereau of Reclamation
(Fortier dan Scobey 1925) sebagai berikut :

VI - 36
DOKUMEN USULAN TEKNIS

Tabel 6.10. Kecepatan Maksimum Yang di Izinkan


V m / det (air
V m / det
yg
No. Material N (air
mengangkut
bersih)
lanau koloid)

1. Pasir halus, non kolloidal 0,020 0,457 0,762


2. Lempung kepasiran, non kolloidal 0,020 0,533 0,762
3. Silt loam, non kolloidal 0,020 0,610 0,914
4. Lumpur Alluvial, non kolloidal 0,020 0,610 1,067
5. Ordinary ferm loam 0,020 0,762 1,067
6. Abu vulkanis 0,020 0,762 1,067
7. Lempung kaku sangat kolloidal 0,025 1,143 1,524
8. Lumpur alluvial, kolloidal 0,025 1,143 1,524
9. Lempung keras 0,025 1,829 1,829
10. Kerikil halus 0,020 0,762 1,524
11. Graded silt to cobbles when colloidal 0,030 1,143 1,524
12. Graded silt to cobbles when colloidal 0,030 1,219 1,676
13. Kerikil kasar, non colloidal 0,025 1,219 1,829
14. Cobbles and shingles 0,035 1,524 1,678

Sumber : Pedoman Perencanaan Saluran Terbuka, Pusat Penelitian dan Pengembangan


Pengairan Dep. PU, 1986.

Batas bawah kecepatan air dalam saluran pembuang disesuaikan dengan data
kandungan sedimen, sedemikian sehingga tidak terjadi akumulasi pengendapan
yang dapat menyebabkan pendangkalan dan menghalangi aliran yang
memungkinkan terjadinya efek pembendungan. Batas kecepatan bawah 0,3 m /
det dapat menghindari pengendapan. Beberapa faktor yang dapat
dipertimbangan adalah :
a. Keliling basah yang lebih besar akan memperbesar infiltrasi
b. Makin besar lebar penampang saluran akan memperbesar pembebasan
tanah, tetapi dapat mengurangi perubahan kedalaman air
c. Makin lambat kecepatan air dalam saluran tanpa terjadi pengendapan
akan memperbesar kapasitas peresapan / infiltrasi
d. Hubungan antara data sedimen dan kecepatan rencana dapat didekati
dengan cara perencanaan saluran kantong lumpur / sand trap saluran
pembuang tanpa lindungan terhadap banjir.
Metode penghitungan ini hanya boleh diterapkan untuk debit-debit sampai 30
m3 / dt saja. Bila diperkirakan akan terjadi debit lebih besar, maka debit puncak
dari daerah-daerah nonsawah dan debit pembuang sawah yang terjadi secara
bersamaan harus dipelajari secara bersamasama dengan kemungkinan
pengurangan debit puncak dan pengaruh banjir sementara yang mungkin juga
terjadi.
Muka air rencana pada titik pertemuan antara dua saluran pembuang sebaiknya
diambil sebagai berikut :
a. Evaluasi muka air yang sesuai dengan banjir dengan priode ulang 5 kali
per tahun untuk sungai.

VI - 37
DOKUMEN USULAN TEKNIS

b. Muka air rencana untuk saluran pembuangan intern yang tingkatnya lebih
tinggi lagi.
c. Mean muka air laut (MSL) untuk laut.
6.1.4. Potongan Melintang Saluran Pembuang
a. Geometri
Potongan melintang saluran pembuang direncana relatif lebih dalam
daripada saluran irigasi dengan alasan sebagai berikut :
1). Untuk mengurangi biaya pelaksanaan dan pembebasan tanah
2). Variasi tingggi muka air lebih besar, perubahan-perubahan pada
debit pembuangan dapat diterima untuk jaringan pembuang
permukaan
3). Saluran pembuang yang dalam akan memiliki aliran yang lebih
stabil pada debit-debit rendah, sedangkan saluran pembuang yang
lebih besar akan menunjukkan aliran yang berbelok-belok.
Perbandingan kedalam lebar dasar air (n = b / h) untuk saluran pembuang
sekunder diambil antara 1 dan 3. Untuk saluran pembuang yang lebih
besar, nilai banding ini harus paling tidak 3. Untuk saluran pembuang
skunder dan primer, lebar dasar minimum diambil 0,60 m.
b. Kemiringan Talut Saluran Pembuang
Pertimbangan-pertimbangan untuk kemiringan talut sebuah saluran
pembuang buatan mirip dengan pertimbangan untuk saluran irigasi.
Harga-harga kemiringan minimum talut untuk saluran pembuang pada
berbagai bahan tanah diambildari Tabel 6.11.

Tabel 6.11. Kemiringan Talut Minimum Untuk Saluran Pembuang


Tanah
Kedalaman galian, D Kemiringan Minimum
No.
(m) Talut

1. D 1,0 1,0
2. 1,0 D < 2,0 1,5
3. D > 2,0 2,0

Mungkin diperlukan kemiringan talut yang lebih landai jika diperkirakan


akan terjadi aliran rembesan yang besar kedalam saluran.
c. Lengkung Saluran Pembuang
Jari-jari minimum lengkung sebagai yang diukur dalam as untuk saluran
pembuang buatan adalah sebagai berikut :

Tabel 6.12. Jari-Jari Lengkung Untuk Saluran Pembuang Tanah


No. Q rencana (m3 / dt) Jari-jari minimum (m)

1. Q5 3 x lebar dasar*)

VI - 38
DOKUMEN USULAN TEKNIS

2. 5 < Q 5,7 4 x lebar dasar


3. 7,5 < Q 10 5 x lebar dasar
4. <Q 15 6 x lebar dasar
5. Q >15 7 x lebar dasar

Jika diperlukan jari-jari yang lebih kecil, jari- jari tersebut boleh
dikurangi sampai 3 x lebar dasar dengan cara memberi pasangan bagian
luar lengkungan saluran.
d. Tinggi Jagaan
Karena debit pembuang rencana akan terjadi dengan periode ulang rata-
rata 5 tahun, maka tinggi muka air rencana maksimum diambil sama
dengan tinggi muka tanah. Galian tambahan tidak lagi diperlukan.
Apabila jaringan pembuang utama juga mengalirkan air hujan buangan
dari daerah-daerah bukan sawah dan harus memberikan perlindungan
penuh terhadap banjir, maka tinggi jagaan akan diambil 0,4 - 0,1 m (lihat
Gambar 6.8.).

Gambar 6.6. Tinggi jagaan untuk saluran pembuang


(dari USBR)

Untuk keperluan drainase, tinggi tanggul dihilir bendung didesain


menggunakan Q 20 atau Q25 th. Jika ternyata resiko jika terjadi banjir di
hilir juga tinggi maka dapat dipertimbangkan debit banjir yang sama
dengan debit banjir rencana untuk bendungnya.
6.1.5. Perhitungan Dimensi Saluran
Dalam menentukan kriteria dimensi awal saluran drainase serta jenis material
apa yang digunakan pada suatu daerah, besarnya debit aliran yang masuk
maupun elevasi lahan merupakan salah satu faktor penting yang harus
diperhatikan. Sebab dengan mengetahui besarnya debit yang mengalir kita akan

VI - 39
DOKUMEN USULAN TEKNIS

dapat memperkirakan besarnya dimensi saluran minimum yang dibutuhkan air


agar tidak melimpas. Dan dengan mengetahui kemiringan dari nilai elevasi
yang ada, kita dapat memperkirakan besarnya kecepatan air yang melimpas
sehingga kita dapat memilih jenis material yang tepat bagi saluran tersebut.
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hubungan antara jenis bahan yang
baik digunakan dengan kecepatan aliran air berbeda-beda.

Tabel 6.13. Hubungan Jenis Bahan Dengan Kecepatan Aliran Air Beda
Kecepatan Aliran Air Yang
No. Jenis Bahan
Diijinkan

1. Pasir halus 0,45


2. Lempung kepasiran 0,50
3. Lanau Aluvial 0,60
4. Kerikil Halus 0,75
5. Lempung Kokoh 0,75
6. Lempung Padat 1,10
7. Kerikil Kasar 1,20
8. Batu-batu besar 1,50
9. Pasangan Batu Beton 1,50
10. Beton Bertulang 1,50

Untuk menghitung dimensi saluran kita gunakan :


F=Q / V
Dimana :
F = Luas Penampang basah (m3)
Q = Debit (m3 / dt)
V = Kecepatan aliran
Kecepatan aliran dapat dihitung dengan rumus Manning :

V = (1 / n) R2 / 3 x S1 / 2

Dimana :
V = kecepatan aliran
N = Koefisien kekasaran menurut manning
R = jari-jari hidraulis
S = Kemiringan saluran
Untuk daerah aliran sungai yang menjadi sistim saluran primer di wilayah
Kecamatan Marangkayu terdapat beberapat aliran sungai. Mengingat kondisi
wilayah Kecamatan Marangkayu yang relatif datar sehingga saluran drainase
sekunder yang ada kebanyakan dari saluran drainase jalan yang masuk ke
saluran drainase primer. Untuk itu perlu dilakukan normalisasi saluran drainase

VI - 40
DOKUMEN USULAN TEKNIS

sekunder dan saluran drainase tersier di sesuaikan dengan luas catchment area
dari kawasan permukiman yang ada.
Untuk Saluran Sekunder di sarankan dimensi saluran drainasenya sebagai
berikut
6.1.6. Bangunan-bangunan Sistem Drainase dan Pelengkapnya
a. Bangunan Sistem Saluran Drainase
Bangunan dalam sistem drainase adalah bangunan struktur dan bangunan
non struktur.
1). Bangunan Struktur
Bangunan struktur adalah bangunan pasangan disertai dengan
perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu. Contoh bangunan
struktur adalah :
a). Bangunan rumah pompa
b). Bangunan tembok penahan tanah
c). Bangunan terjunan yang cukup tinggi
d). Bangunan jembatan
2). Bangunan Non struktur
Bangunan non struktur adalah bangunan pasangan atau tanpa
pasangan, tidak disertai dengan perhitungan-perhitungan kekuatan
tertentu yang biasanya berbentuk siap pasang. Contoh bangunan
non struktur adala :
a). Pasangan (saluran Cecil tertutup, tembok talud saluran,
manhole / bak control ususran Cecil, street inlet).
b). Tanpa pasangan : saluran tanah dan saluran tanah berlapis
rumput.
b. Bangunan Pelengkap Saluran
Bangunan pelengkap saluran drainase diperlukan untuk melengkapi suatu
sisem saluran untuk fungsi-fungsi tertentu. Adapun bangunan-bangunan
pelengkap sistem drainase antara lain :
1). Catch Basin / Watershed
Bangunan dimana air masuk ke dalam sistem saluran tertutup dan
air mengalir bebas di atas permukaan tanah menuju match basin.
Catch basin dibuat pada tiap persimpangan jalan, pada tepat-tempat
yang rendah, tempat parkir.

2). Inlet
Apabila terdapat saluran terbuka dimana pembuangannya akan
dimasukkan ke dalam saluran tertutup yang lebih besar, maka
dibuat suatu konstruksi khusus inlet. Inlet harus diberi saringan agar
sampah tidak asuk ke dalam saluran tertutup.
3). Headwall

VI - 41
DOKUMEN USULAN TEKNIS

Headwall adalah konstruksi khusus pada outlet saluran tertutup dan


ujung gorong-gorong yang dimaksudkan untuk melindungi dari
longsor dan erosi
4). Shipon
Shipon dibuat bilamana ada persilangan dengan sungai. Shipon
dibangun bawah dari penampang sungai, karena tertanam di dalam
tanah maka pada waktu pembuangannya harus dibuat secara kuat
sehingga tidak terjadi keretakan ataupun kerusakan konstruksi.
Sebaiknya dalam merencanakan drainase dihindarkan perencanaan
dengan menggunakan shipon, dan sebaiknya saluran yang debitnya
lebih tinggi tetap untuk dibuat shipon dan saluran drainasenya yang
dibuat saluran terbuka atau gorong-gorong.
5). Manhole
Untuk keperluan pemeliharaan sistem saluran drainase tertutup di
setiap saluran diberi manhole pertemuan, perubaan dimensi,
perubahan bentuk selokan pada setiap jarak 10-25 m. Lubang
manhole dibuat sekecil mungkin supaya ekonomis, cukup, asal
dapat dimasuki oleh orang dewasa. Biasanya lubang manhole
berdiameter 60cm dengan tutup dari besi tulang.
6). Gorong-gorong
7). Bangunan terjun
8). Bangunan got miring
6.1.7. Pemilihan Penampang Saluran Drainase
Ada empat jenis penampang (profile) standard yang umumnya dipakai untuk
desain jaringan tersier perkotaan, disajikan pada gambar tipical berikut :

Gambar 6.7. Tipikal Penampang Saluran Drainase Tersier

6.1.8. Pemilihan Jenis Konstruksi Drainase


Konsep drainase yang ramah lingkungan (green infrastructure) diterapkan pada

VI - 42
DOKUMEN USULAN TEKNIS

beberapa jenis konstruksi drainase tersier / lokal, sebagai berikut :


a. Drainase Tanpa Perkerasan
Secara umum drainase jalan menggunakan curb yang cenderung
mengakibatkan terakumulasinya aliran air dengan volume besar dan
kecepatan aliran yang relatif tinggi. Dalam kaitannya dengan drainase
yang ramah lingkungan, desain drainase tanpa curb diharapkan dapat
lebih mempertinggi kemungkinan terjadinya infiltrasi air ke dalam tanah.
Berm atau cek dam dapat dibangun pada arah melintang saluran untuk
mempertinggi proses infiltrasi.

Gambar 6.8. Tipikal Drainase Tanpa Perkerasan

1). Kriteria desain drainase tanpa perkerasan


a). Kemiringan longitudinal < 4 %, direkomendasikan antara 1-2
%
b). Baik digunakan pada tanah yang memiliki kapasitas infiltrasi
tinggi.
c). Penampang saluran berbentuk trapesium, kemiringan lereng
antara (1:1,5) hinga (1:3); Luas penampang basah minimum
0,5 m2. Untuk bentuk trapesium dengan kemiringan lereng
(1:1,5), lebar dasar saluran adalah sekitar 0,4 m
d). Untuk kompleks perumahan, saluran didesain untuk
menampung debit perode ulang 5 tahun.
e). Dapat digunakan dengan baik pada permukiman dengan
kepadatan rendah, dan sulit diaplikasikan untuk permukiman
dengan kepadatan tinggi.
f). Perbedaan antara elevasi dasar saluran dengan elevasi muka
air tanah sebaiknya lebih dari 60 cm.
g). Luas maksimum daerah tangkapan hujan sekitar 2 Ha.
2). Kelebihan / Keuntungan drainase tanpa perkerasan
a). Merupakan kombinasi antara sistem untuk meminimalisir
kuantitas aliran permukaan sekaligus meningkatkan kualitas
runoff.
b). Biaya konstruksi lebih murah dibandingkan dengan saluran
dengan perkerasan.
c). Mengurangi kecepatan aliran permukaan.
3). Kekurangan / Keterbatasan drainase tanpa perkerasan

VI - 43
DOKUMEN USULAN TEKNIS

a). Biaya pemeliharaan lebih tinggi dibandingkan dengan struktur


saluran dengan perkerasan.
b). Tidak dapat digunakan untuk area dengan kemiringan lahan
yang curam.
c). Memungkinkan terjadinya erosi dasar.

b. Drainase Dengan Perkerasan


Drainase dapat dibuat menggunakan perkerasan (batu kali, beton dll) atau
tanpa perkerasan. Drainase di komplek permukiman banyak dibuat
bersamaan dengan drainase jalan.

Gambar 6.9. Tipikal Drainase Dengan


Perkerasan

1). Kriteria Desain


a). Baik digunakan pada tanah yang mudah tererosi.
b). Pada lahan yang terbatas, dapat digunakan penampang saluran
berbentuk persegi.
c). Dapat digunakan dengan baik pada permukiman dengan
kepadatan tinggi dan pada lahan dengan kemiringan yang
terjal.
2). Kelebihan / Keuntungan
a). Biaya pemeliharaan lebih murah dibandingkan dengan saluran
tanpa perkerasan.
b). Tidak memerlukan lahan yang luas dibandingkan dengan
saluran tanpa perkerasan.
3). Kekurangan / Keterbatasan
a). Biaya konstruksi lebih mahal dibandingkan dengan saluran
dengan tanpa perkerasan
b). Kecepatan aliran tinggi, tidak memungkinkan adanya
infiltrasi dari saluran, debit akumulasi runoff tinggi.
c. Drainase Swale
Perbedaan antara drainase swale dan konvensional (tradisional) terdapat
pada penggunaan media penyaring polutan. Struktur swale dilengkapi
dengam media penyaring untuk mengurangi kadar polutan dari air
limpasan hujan, sehingga air yang mengalir setelah melalui struktur swale
diharapkan memiliki kualitas air yang lebih baik.

VI - 44
DOKUMEN USULAN TEKNIS

Berdasarkan karakteristik genangan air struktur swale terbagi menjadi dua


tipe yaitu Drainase Swale Sistem Kering dan Sistem Tergenang :
1). Drainase Swale Sistem Kering.
Struktur ini adalah berupa drainase yang diberi vegetasi (rumput)
serta lapisan penyaring di dasar saluran untuk mencegah lapisan
tanah terbawa oleh aliran air. Karena kondisinya yang hampir selalu
kering, struktur ini baik untuk digunakan di daerah permukiman.

Gambar 6.10. Tipikal Drainase Swale Sistem


Kering

2). Drainase Swale Sistem Tergenang


Struktur ini adalah berupa drainase dengan vegetasi (rumput) pada
daerah rawa atau daerah yang memiliki elevasi muka air tanah yang
tinggi. Jika muka air tinggi, struktur ini tergenang oleh air
sedangkan jika muka air rendah, struktur ini kering.

Gambar 6.11. Tipikal Drainase Swale Sistem


Tergenang

3). Kriteria Desain


a). Kemiringan longitudinal < 4 %
b). Kemiringan lereng (1:2) atau lebih landai, direkomendasikan
(1:4)
c). Lebar dasar saluran 0,5-2,5 m
d). Didesain untuk menampung debit periode ulang 25 tahun
dengan freeboard sekitar 15 cm
e). Dapat digunakan dengan baik pada permukiman dengan
kepadatan tinggi
f). Luas maksimum daerah tangkapan hujan sekitar 2,5 Ha
4). Kelebihan / Keuntungan
a). Merupakan kombinasi antara system untuk meminimalisir
kuantitas aliran permukaan sekaligus meningkatkan kualitas
runoff.

VI - 45
DOKUMEN USULAN TEKNIS

b). Biaya konstruksi lebih murah dibandingkan dengan saluran


struktur perkerasan
c). Mengurangi kecepatan aliran permukaan.
5). Kekurangan / Keterbatasan
a). Biaya pemeliharaan lebih tinggi dibandingkan dengan saluran
struktur perkerasan.
b). Tidak dapat digunakan untuk area dengan kemiringan lahan
yang curam.
c). Memungkinkan terjadinya akumulasi sedimen
d). Memungkinkan timbulnya bau yang tidak sedap serta
berkembangnya nyamuk (jika air selalu
menggenang).
d. Parit Infiltrasi
Secara umum struktur ini adalah berupa parit yang diisi oleh agregat batu
sehingga memungkinkan penyerapan limpasan air hujan melalui dinding
dan dasar parit. Parit infiltrasi didesain dengan lapisan filter dan
kemudian diisi oleh batu kerikil sehingga parit ini dapat berfungsi sebagai
reservoir bawah tanah yang dapat menampung beban air limpasan hujan
sesuai rencana. Air limpasan hujan yang tertampung dalam parit ini
diharapkan berangsur-angsur akan menyerap ke dalam tanah.

Gambar 6.12. Tipikal Parit


Infiltrasi

Sistem ini memerlukan struktur pencegah sedimen, sehingga sedimen


yang mengalir bersama air limpasan hujan dapat tertahan dan tidak ikut
masuk ke dalam parit. Struktur tambahan seperti saringan, atau struktur
penahan sedimen lainnya perlu di desain bersamaan dengan parit
infiltrasi.
1). Kriteria Desain
a). Luas maksimum daerah tangkapan hujan sekitar 2,5 Ha.
Tingkat infiltrasi tanah harus lebih besar dari 1,5 cm / jam.
b). Kedalaman parit antara 1-2,5 m diisi dengan agregat batu
berdiameter 4-7 cm.

VI - 46
DOKUMEN USULAN TEKNIS

c). Memerlukan adanya struktur pencegah sedimen dan sumur


pengamatan perkolasi

2). Kelebihan / Keuntungan


a). Mengurangi kecepatan aliran permukaan dan dapat
menambah volume air tanah.
b). Dapat diaplikasikan pada daerah yang tidak terlalu luas
dengan jenis tanah yang relatif lolos air (porous)
c). Dapat digunakan untuk permukiman daerah padat maupun
tidak padat.
3). Kekurangan / Keterbatasan
a). Kemungkinan terjadinya aliran polutan ke dalam air tanah,
karena itu tidak dipakai untuk sistem tercampur.
b). Potensi penyumbatan tinggi, sehingga sebaiknya tidak
digunakan di daerah dengan jenis tanah yang relatif halus
(lempung, lanau)
c). Tidak dapat digunakan di daerah komersial.
d). Memerlukan penyelidikan geoteknik sebelum diaplikasikan.
6.1.9. Penerapan Drainase Tersier Terhadap Morfologi Lokasi
Kemungkinan penerapan drainase tersier terhadap morfologi lokasi adalah
sebagai berikut :

Tabel 6.14. Penerapan Drainase Tersier Terhadap Morfologi Lokasi


Drainas Drainase
Drainase
e Swale
Drainase Dengan Parit
No. Morfologi Lokasi Swale Sistem
Tanpa Perkeras Infiltrasi
Sistem Tergenan
an
Kering g

Daerah Dataran / Pantai


(slope 0 - 5 %) X (m.a.t.
Kepadatan penduduk xx 0 xx xx tinggi)
1.
rendah (< 150 jiwa / ha)
Kepadatan penduduk 0 XX 0 0 X (m.a.t.
tinggi (>= 150 jiwa / ha) tinggi)
Daerah Aliran Sungai (slope
5 - 15 %)
x (Cek x (Cek
Kepadatan penduduk 0 0 xx
DAM) DAM)
2. rendah (< 150 jiwa / ha)
Kepadatan penduduk xx 0 xx
0 0
tinggi (>= 150 jiwa / ha)
3 Daerah Berbukit
Daerah Berbukit (slope > 15
%)
0 xx 0 0 xx
Kepadatan penduduk
3.
rendah (< 150 jiwa / ha)
0 xx 0 0 xx
Kepadatan penduduk
tinggi (>= 150 jiwa / ha)

VI - 47
DOKUMEN USULAN TEKNIS

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan drainase permukaan


antara lain :
a. Plot rute jalan pada peta topografi
Plot rute ini untuk mengetahui gambaran / kondisi topografi sepanjang
trase jalan yang akan direncakanan sehingga dapat membantu dalam
menentukan bentuk dan kemiringan yang akan mempengaruhi pola aliran.
b. Inventarisasi data bangunan drainase
Data ini digunakan untuk perencanaan sistem drainase jalan tidak
menggangu sistem drainase yang sudah ada.
c. Panjang segmen saluran
Dalam menentukan panjang segmen saluran berdasarkan pada kemiringan
rute jalan dan ada tidaknya tempat buangan air seperti sungai, waduk dan
lain-lain.
d. Luas daerah layanan
Digunakan untuk memperkirakan daya tampung terhadap curah hujan
atau untuk memperkirakan volume limpasan permukaan yang akan
ditampung saluran. Luasan ini meliputi luas setengah badan jalan, luas
bahu jalan dan luas daerah disekitarnya untuk daerah perkotaan kurang
lebih 10 m sedang untuk luar kota tergantung topografi daerah tersebut.
e. Koefisien pengaliran
Angka ini dipengaruhi oleh kondisi tata guna lahan pada daerah layanan.
Koefisien pengaliran akan mempengaruhi debit yang mengalir sehingga
dapat diperkirakan daya tampung saluran. Oleh karena itu diperlukan peta
topografi dan survey lapangan.
f. Faktor limpasan
Merupakan factor / angka yang dikalikan dengan koefisien runoff,
biasanya dengan tujuan supaya kinerja saluran tidak melebihi
kapasitasnya akibat daerah pengaliran yang terlalu luas.
g. Waktu konsentrasi
Yaitu waktu terpanjang yang diperlukan untuk seluruh daerah layanan
dalam menyalurkan aliran air secara simultan (runoff) setelah melewati
titik-titik tertentu.
h. Analisa hidrologi dan debit aliran air
Menganalisa data curah hujan harian maksimum dalam satu tahun
(diperoleh dari BMG) dengan periode ulang sesuai dengan
peruntukannya (saluran drainase diambil 5 tahun) untuk mengetahui
intensitas curah hujan supaya dapat menghitung debit aliran air.

6.4. TAHAP PELAPORAN DISKUSI / PRESENTASI

Hasil dari keseluruhan pekerjaan Perencanaan Peningkatan Saluran Drainase


Jl.H.Masdar Kec.Sangatta Utara akan dituangkan dalam bentuk laporan termasuk

VI - 48
DOKUMEN USULAN TEKNIS

perhitungan volume pekerjaan dan estimasi biaya pembangunannya. Jenis dan volume
laporan yang disusun konsultan akan dibahas tersendiri pada Bab XII pada bagian lain
dari Dokumen Usulan Teknis ini.

VI - 49

Anda mungkin juga menyukai