METODOLOGI 6
VI - 1
DOKUMEN USULAN TEKNIS
VI - 2
DOKUMEN USULAN TEKNIS
a). Peta topografi / peta rupa bumi digital wilayah studi dan
sekitarnya dengan skala 1 : 50.000 atau 1: 25.000
b). Data citra satelit terbaru yang ada, mencakup kawasan
wilayah studi dan sekitarnya
c). Peta administratif desa, kecamatan, dan kabupaten / kota
d). Peta rencana umum tata ruang wilayah kabupaten / kota
yang berlaku
e). Peta geologi regional dan geologi struktur
f). Peta tata guna lahan
g). dan lain sebagainya yang nantinya diperlukan.
.
e. Pembuatan Rencana Kerja
VI - 3
DOKUMEN USULAN TEKNIS
VI - 4
DOKUMEN USULAN TEKNIS
VI - 5
DOKUMEN USULAN TEKNIS
VI - 6
DOKUMEN USULAN TEKNIS
VI - 7
DOKUMEN USULAN TEKNIS
VI - 8
DOKUMEN USULAN TEKNIS
Data-data curah hujan yang diperoleh pada suatu lokasi studi kadang kala
tidak lengkap, berasal lebih dari satu stasiun pengamat hujan dan bahkan
tidak ada sama sekali. Untuk itu perlu dilakukan analisa agar data yang
digunakan mewakili karakteristik daerah pekerjaan yang bersangkutan.
1). Uji Konsistensi Data Hujan
Pada dasarnya metode pengujian tersebut merupakan
pembandingan data stasiun yang bersangkutan dengan data stasiun
lain di sekitarnya. Hal ini dilakukan dengan asumsi perubahan
meteorologi tidak akan menyebabkan perubahan kemiringan garis
hubungan antara data stasiun tersebut dengan data stasiun
disekitarnya, karena stasiun-stasiun lainnya pun akan ikut
terpengaruh kondisi yang sama. Konsistensi data-data hujan bagi
masing-masing stasiun dasar (stasiun yang akan digunakan untuk
menguji) harus diuji terlebih dahulu dan yang menunjukkan catatan
yang tak konsisten harus dibuang sebelum dipergunakan. Jika tidak
ada stasiun yang bisa dijadikan stasiun dasar, atau tidak terdapat
catatan historis mengenai perubahan data, maka analisa awal
terhadap data adalah menghapus data-data yang dianggap
meragukan. Konsistensi data hujan dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut.
a). Cara Regresi / Korelasi
b). Cara Masa Ganda
2). Memperkirakan Data Curah Hujan yang Hilang
Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin
kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang
hilang. Data tersebut akan dicari dengan metode perbandingan
normal yang memberi rumus sebagai berikut.
dimana :
Px : data hujan yang hilang,
Rx : curah hujan tahunan rata-rata pada stasiun dimana data
yang hilang dihitung,
ri : curah hujan harian pada stasiun ke-i pada tahun yang
hilang,
Ri : curah hujan tahunan rata-rata pada stasiun ke-i, dan
n : banyaknya stasiun yang datanya tidak hilang pada tahun
tersebut.
3). Hujan Wilayah
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan rancangan
pemanfaatan air adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang
VI - 9
DOKUMEN USULAN TEKNIS
dimana :
Ri = besarnya curah hujan (mm), dan
N = jumlah pos pengamatan.
b). Cara Poligon Thiessen
Jika titik-titik di daerah pengamatan di dalam daerah itu tidak
tersebar merata, maka cara perhitungan curah hujan dilakukan
dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap pengamatan.
VI - 10
DOKUMEN USULAN TEKNIS
R3
A3
R1 A1
A2
R2
dimana :
= Curah hujan rata-rata Regional
Ri = Curah hujan rata-rata pada bagian-bagian Ai
Ai = Luas bagian antara garis isohyet
Cara ini adalah cara rasional yang terbaik jika garis-garis
isohyet dapat digambar secara teliti.
VI - 11
DOKUMEN USULAN TEKNIS
S1
110 mm
A1
110 mm 100 mm
90 mm
S2
A2
100 mm
S4 A4
S3
95 mm
A3
90 mm
95 mm
X =
Keterangan :
X = Nilai yang diharapkan terjadi untuk kala ulang
tertentu (mm)
= Nilai rata-rata hitung data X (mm)
K = Faktor frekuensi
==
VI - 12
DOKUMEN USULAN TEKNIS
=
Yn = Nilai rata-rata dari reduksi data, nilainya
tergantung dari jumlah data (n) dan dapat dilihat
pada Tabel 6.1.
Sn = Reduced Standar Deviation yang nilainya
tergantung dari jumlah data (n) dan dapat dilihat
pada Tabel 6.2.
S = Simpangan baku
=
n = Jumlah data
CS = koefisien kepencengan
= 1,1396
CK = koefisien kurtosis
= 5,4002
n Yn n Yn n yn n Yn
0,551 0,567
10 0,4952 34 0,5396 58 82
5 2
0,551 0,557
11 0,4996 35 0,5402 59 83
8 4
0,552 0,557
12 0,5035 36 0,5410 60 84
1 6
0,552 0,557
13 0,5070 37 0,5418 61 85
4 8
0,552 0,558
14 0,5100 38 0,5424 62 86
7 0
0,553 0,558
15 0,5128 39 0,5430 63 87
0 1
0,553 0,558
16 0,5157 40 0,5436 64 88
3 3
0,553 0,558
17 0,5181 41 0,5442 65 89
5 5
0,553 0,558
18 0,5202 42 0,5448 66 90
8 6
0,558
19 0,5220 43 0,5453 67 0,554 91
7
0,554 0,558
20 0,5236 44 0,5458 68 92
3 9
0,554 0,559
21 0,5252 45 0,5463 69 93
5 1
VI - 13
DOKUMEN USULAN TEKNIS
n Yn n Yn n yn n Yn
0,554 0,559
22 0,5268 46 0,5468 70 94
8 2
0,559
23 0,5283 47 0,5473 71 0,555 95
3
0,555 0,559
24 0,5296 48 0,5477 72 96
2 5
0,555 0,559
25 0,5309 49 0,5481 73 97
5 6
0,555 0,559
26 0,5320 50 0,5485 74 98
7 8
0,555 0,559
27 0,5332 51 0,5489 75 99
9 9
0,556 10 0,560
28 0,5343 52 0,5493 76
1 0 0
0,556
29 0,5353 53 0,5497 77
3
0,556
30 0,5362 54 0,5501 78
5
0,556
31 0,5371 55 0,5504 79
7
0,556
32 0,5380 56 0,5508 80
9
0,557
33 0,5388 57 0,5511 81
0
1,169
10 0,9496 33 1,1226 56 79 1,193
6
1,170 1,193
11 0,9676 34 1,1255 57 80
8 8
1,172 1,194
12 0,9833 35 1,1286 58 81
1 5
1,173 1,195
13 0,9971 36 1,1313 59 82
4 3
1,174 1,195
14 1,0095 37 1,1339 60 83
7 9
1,175 1,196
15 1,0206 38 1,1363 61 84
9 7
1,197
16 1,0316 39 1,1388 62 1,177 85
3
1,178 1,198
17 1,0411 40 1,1413 63 86
2 7
1,179 1,198
18 1,0493 41 1,1436 64 87
3 7
1,180 1,199
19 1,0565 42 1,1458 65 88
3 4
1,181 1,200
20 1,0628 43 1,148 66 89
4 1
1,182 1,200
21 1,0696 44 1,1499 67 90
4 7
1,183 1,201
22 1,0754 45 1,1519 68 91
4 3
1,184
23 1,0811 46 1,1538 69 92 1,202
4
VI - 14
DOKUMEN USULAN TEKNIS
1,185 1,202
24 1,0864 47 1,1557 70 93
4 6
1,185 1,203
25 1,0915 48 1,1574 71 94
4 2
1,187 1,203
26 1,0861 49 1,159 72 95
3 8
1,188 1,204
27 1,1004 50 1,1607 73 96
1 4
1,204
28 1,1047 51 1,1623 74 1,189 97
9
1,189 1,205
29 1,1086 52 1,1638 75 98
8 5
1,190
30 1,1124 53 1,1658 76 99 1,206
6
1,191 10 1,206
31 1,1159 54 1,1667 77
5 0 5
1,192
32 1,1193 55 1,1681 78
3
Log Xt =
Keterangan :
Xt = Besarnya curah hujan dengan periode t (mm)
= Rata-rata nilai logaritma data x hasil
pengamatan (mm)
S = Standar Deviasi nilai logaritma data x hasil
pengamatan
=
CS = koefisien kepencengan
=
CK = koefisien kurtosis
=
Tabel 6.3. Nilai Negatif Koefisien Kemencengan/Skewness Coefficient
(CS) pada Distribusi Log - Pearson Tipe III
Waktu Balik (Tahun)
Koe
1.0 1.0 1.1 1.2 1.6 2.5 10 20 10
f. 2 5 10 20 25 50
1 5 1 5 67 0 0 0 00
VI - 15
DOKUMEN USULAN TEKNIS
Peluang (%)
Cs
99 95 90 80 60 50 40 20 10 5 4 2 1 0.5 0.1
VI - 16
DOKUMEN USULAN TEKNIS
A =
X0 =
Keterangan :
= rata-rata nilai logaritma data X hasil
pengamatan
= deviasi standar logaritma nilai X hasil
pengamatan
Y = nilai variabel reduksi Gumbel (lihat Tabel 6.4.)
VI - 17
DOKUMEN USULAN TEKNIS
2hitung =
keterangan :
hitung = Parameter chi-kuadrat terhitung
OF = Frekuensi pengamatan (Observed Frequency)
EF = Frekuensi teoritis (Expected Frequency)
Harga curah hujan harian maksimum Xt diplot dengan harga
probabilitas Weibull (Soetopo, 1996:12) :
Sn (x) =
Keterangan :
Sn (x) = Probabilitas (%)
n = Nomor urut data dari seri yang telah diurutkan
N = Jumlah total data
Hitung harga cr dengan menentukan taraf signifikan
5% dan dengan derajat kebebasan yang dihitung dengan
menggunakan persamaan :
Dk = K - (P + 1)
keterangan :
Dk = Derajat kebebasan
P = Parameter yang terikat dalam agihan frekuensi
K = Jumlah kelas distribusi
= 1 + (3.322 . log n)
Tabel 6.5. Nilai Kritis untuk Distribusi Chi-Kuadrat (uji satu sisi)
VI - 18
DOKUMEN USULAN TEKNIS
Derajat Kepercayaan
Dk 0.05 0.02 0.00
0,995 0,99 0.975 0.950 0.01
0 5 5
VI - 19
DOKUMEN USULAN TEKNIS
3 3 9 2 2
maks =
Keterangan :
maks = Selisih terbesar antara peluang empiris dengan
teoritis
Pe = Peluang empiris, dengan menggunakan persamaan
dari Weibull:
P =
m = nomor urut kejadian, atau peringkat kejadian
N = jumlah data pengamatan
PT = peluang teoritis dari hasil penggambaran data
pada kertas distribusi (persamaan distribusinya)
secara grafis, atau menggunakan fasilitas
perhitungan peluang menurut wilayah luas
dibawah kurva normal pada Tabel. 2.8.
Nilai kritis dari uji ini ditentukan terhadap nilai 0 pada Tabel.
5.6.
VI - 20
DOKUMEN USULAN TEKNIS
I =
Dimana :
I = Intensitas Hujan (mm/jam)
t = Lamanya Hujan
a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan
yang terjadi di DAS.
a =
b =
b). Rumus Sherman (1905)
Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan
yang lamanya lebih dari 2 jam.
VI - 21
DOKUMEN USULAN TEKNIS
I =
Dimana :
I = Intensitas Hujan (mm/jam)
t = Lamanya Hujan (jam)
n = Konstanta
log a =
n =
c). Rumus Ishiguro (1953)
I =
Dimana :
I = Intensitas Hujan (mm/jam)
t = Lamanya Hujan
a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan
yang terjadi di DAS.
a =
b =
I =
Dimana :
VI - 22
DOKUMEN USULAN TEKNIS
b. Debit Rancangan
Untuk mendapatkan kapasitas saluran drainasi, terlebih dahulu harus
dihitung jumlah air hujan dan jumlah air kotor atau buangan yang akan
dibuang melalui saluran drainasi tersebut. Debit rancangan adalah debit
air hujan ditambah debit air kotor.
1). Debit Akibat Curah Hujan
Metode yang digunakan untuk menghitung debit air hujan pada
saluran-saluran drainasi dalam studi ini adalah Metode Rasional
(Subarkah, 1980:48). Rumus ini banyak digunakan untuk sungai-
sungai biasa dengan daerah pengaliran yang luas dan juga untuk
perencanaan drainasi daerah pengaliran yang sempit. Bentuk umum
persamaan ini adalah sebagai berikut :
Q = 0,278 . C . I . A
Dimana :
Q = debit banjir maksimum (m3/dt).
C = koefisien pengaliran.
I = intensitas hujan rerata selama waktu tiba banjir
(mm/jam).
A = luas daerah pengaliran (km2).
0,278 = faktor konversi.
Adapun arti dari rumus ini adalah jika terjadi curah hujan selama 1
jam dengan intensitas I mm/jam dalam daerah seluas 1 km2, maka
besarnya debit banjir adalah 0,278 m3/det. Dimana debit banjir
tersebut akan melimpas merata selama 1 jam.
Metode Rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa hujan
yang terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh
daerah selama paling sedikit sama dengan waktu konsentrasi (t c).
Jika asumsi ini terpenuhi maka curah hujan dan aliran permukaan
tersebut dapat digambarkan dalam grafik di bawah ini. Pada gambar
d tersebut menunjukkan bahwa hujan dengan intensitas seragam
dan merata di seluruh daerah berdurasi sama dengan waktu
konsentrasi. Jika hujan yang terjadi lamanya kurang dari tc. Maka
debit puncak yang terjadi lebih kecil dari Q q, karena seluruh daerah
tidak dapat memberikan konstribusi aliran secara bersama-sama
pada titik kontrol (outlet). Sebaliknya jika hujan yang terjadi lebih
VI - 23
DOKUMEN USULAN TEKNIS
lama dari tc, maka debit puncak aliran permukaan akan tetap sama
dengan Qp.
VI - 24
DOKUMEN USULAN TEKNIS
Dimana :
Cm = Koefisien pengaliran rata-rata
C1,C2,.,Cn = Koefisien pengaliran yang sesuai kondisi
permukaan.
A1,A2,,An = Luas daerah pengaliran yang disesuaikan
kondisi permukaan.
Daerah pengaliran (cachment area) adalah daerah tempat curah
hujan mengalir menuju saluran. Biasanya ditentukan berdasarkan
perkiraan dengan pedoman garis kontur. Luas daerah dihitung di
atas peta topografi dengan menggunakan planimeter. Jika tersedia
foto udara, penentuan luas daerah aliran akan lebih mudah dan
teliti.
Luas lahan yang didrainese dimaksudkan sebagai bidang lahan yang
akan didrainasi oleh saluran drainasi. Jika suatu lahan dilayani oleh
beberapa saluran maka lahan yang ada harus dibagi bagi sesuai
dengan arah aliran air menuju saluran yang bersangkutan.
Pembagian luas lahan juga didasarkan pada kemiringan permukaan
tanah dari peta topografi dan diusahakan agar setiap bagian luas
mempunyai luasan yang hampir sama agar dimensi saluran tidak
terlalu bervariasi.
Rerumputan
Tanah pasir, slope 2% 0,05 - 0,10
Tanah pasir, slope 2% - 7% 0,10 - 0,15
Tanah pasir, slope 7% 0,15 - 0,20
Tanah gemuk, slope 2% 0,13 - 0,17
Tanah gemuk, slope 2% - 7% 0,18 - 0,22
VI - 25
DOKUMEN USULAN TEKNIS
Qak =
Dimana :
Qak = debit air kotor (l/dt/km2)
Pn = jumlah penduduk
A = luas daerah (km2)
q = jumlah air buangan (l/orang/hari)
Jumlah air buangan didapat dari prosentase air terbuang dari
kebutuhan air tiap penduduk. Perusahaan-perusahaan industri baik
industri besar maupun industri kecil pasti menghasilkan air kotor
(air sisa industri). Perhitungan debit air kotor untuk perusahaan
sama dengan perhitungan air buangan untuk tiap penduduk.
VI - 26
DOKUMEN USULAN TEKNIS
VI - 27
DOKUMEN USULAN TEKNIS
Dimana :
Y1, Y2 = kedalaman air pada potongan melintang
Z1, Z2 = elevasi pada saluran utama
V1, V2 = kecepatan rata-rata (jumlah total debit)
1, 2 = koefisien tinggi kecepatan
g = percepatan gravitasi
he = kehilangan energi
Kehilangan energi antara dua potongan melintang diakibatkan oleh
kehilangan energi akibat gesekan dan ekspansi maupun kontraksi.
Persamaan kehilangan tinggi energi dituliskan sebagai berikut :
VI - 28
DOKUMEN USULAN TEKNIS
Dimana :
L = jarak sepanjang bentang yang ditinjau
= kemiringan gesekan (friction slope) antara dua potongan
melintang
C = koefisien ekspansi atau kontraksi
Dimana :
Llob, Lch, Lrob = jarak sepanjang potongan melintang pada aliran yang
ditinjau di pinggir kiri sungai/left overbank (lob),
saluran utama/main channel (ch), dan pinggir kanan
sungai/right overbank (rob).
lob , ,
ch rob = jarak sepanjang potongan melintang pada aliran yang
ditinjau di pinggir kiri sungai (lob), saluran utama
(ch), dan pinggir kanan sungai (rob).
1). Pembagian Potongan Melintang (Cross Sections)
Penentuan penyaluran total aliran dan koefisien kecepatan untuk
potongan melintang membutuhkan pembagian aliran menjadi
beberapa satuan sehingga kecepatan didistribusikan secara merata.
Pendekatan yang digunakan pada HEC-RAS adalah membagi
daerah aliran pada pinggir saluran atau sungai dengan
menggunakan masukan nilai n pada potongan melintang dimana
nilai n berubah sebagai dasar pembagian. Penyaluran/aliran
dihitung di dalam tiap sub bagian dari bentuk persamaan Manning
berikut ini:
Dimana :
K = penyaluran untuk suatu sub bagian
n = koefisien kekasaran Manning untuk sub bagian
A = luas daerah aliran pada sub bagian
R = jari-jari hidraulik pada sub bagian
VI - 29
DOKUMEN USULAN TEKNIS
VI - 30
DOKUMEN USULAN TEKNIS
Dimana :
At = jumlah total luas daerah aliran pada potongan
melintang
Alob, Ach, Arob = luas daerah pada tiap sub bagian penampang
saluran
Kt = jumlah total penyaluran pada potongan
melintang
Klob, Kch, Krob = penyaluran pada sub bagian penampang
saluran
3). Perhitungan Kehilangan Energi Akibat Gesekan
Kehilangan energi akibat gesekan yang diperhitungkan pada HEC-
RAS adalah produk dari Sf dan L (persamaan 3-2). Kemiringan
gesekan Sf pada tiap bagian potongan melintang dihitung dari
persamaan Manning sebagai berikut:
VI - 31
DOKUMEN USULAN TEKNIS
Sistem drainase lingkungan akan terdiri atas; saluran primer, sekunder dan tersier. Hal
ini adalah ketentuan umum yang berlaku di Indonesia dan banyak negara lain. Untuk
menyiapkan desain jaringan drainase tersier, sekunder dan primer, maka perlu lebih jauh
memperhatikan terhadap perencanaan saluran tersier yang sering direncanakan dan
dibangun sebagai saluran drainase di sisi jalan.
VI - 32
DOKUMEN USULAN TEKNIS
dimana :
(Dn)T = modulus drainase dalam n hari berturut-turut untuk periode ulang T
tahun (l / dt / ha).
n = Jumlah hari limpasan (hari).
(Rn)T = Curah hujan rencana dalam n hari berturut-turut untuk periode
ulang T tahun (mm / hari).
ln = Jumlah air selama n hari.
En = Evaporasi untuk n hari (mm / hari).
Sn = Kapasitas genangan air di permukiman yang diijinkan (mm / hari).
Pn = Perkolasi untuk n hari (mm / hari).
6.1.1. Rumus dan Kriteria Hidrolis
Besar kapasitas saluran drainasi dihitung berdasarkan kondisi steady flow
menggunakan rumus Manning (Ven.Te Chow, 1989) :
Q = VxA
V = 1 / n x R2 / 3 x S 1 / 2
Dimana :
Q = debit air (m3 / dt)
VI - 33
DOKUMEN USULAN TEKNIS
a. Rumus Aliran
Untuk perencanaan potongan saluran pembuang, aliran dianggap sebagai
aliran tetap dan untuk itu diterapkan rumus Strickler (Manning).
v = k.R2 / 3.I1 / 2
dimana :
v = kecepatan aliran, m / dt
k = koefisien kekasaran strickler, m 1 / 3 / dt
R = jari-jari hidrolis, m
I = kemiringan energi
b. Koefisien Kekasaran Strickler
Koefisien Strickler k bergantung kepada sejumlah faktor, yakni :
1). Kekasaran dasar dan talut saluran
2). Lebatnya vegetasi
3). Panjang batang vegetasi
4). Ketidak teratruan dan trase, dan
5). Jari-jari hidrolis dan dalamnya saluran.
Karena saluran pembuang tidak selalu terisi air, vegetasi akan mudah
sekali tumbuh disitu dan banyak mengurangi harga k. Penyiangan yang
VI - 34
DOKUMEN USULAN TEKNIS
Untuk jaringan pembuangan intern, air akan dihitung sebagai bebas sedimen.
Untuk aliran pembuang silang, asal air harus diperiksa. Jika air itu berasal dari
VI - 35
DOKUMEN USULAN TEKNIS
Batas atas kecepatan atas yang diizinkan adalah kecepatan yang tidak
menyebabkan erosi untuk jenis tanah tertentu pada saluran dan dapat dihitung
berdasar gaya seret. Batas atas kecepatan yang diizinkan atau yang tidak
menyebabkan erosi, untuk saluran drainase lurus dengan kemiringan kecil serta
kedalaman aliran lebih kecil dari 0,90 m menurut U.S Bereau of Reclamation
(Fortier dan Scobey 1925) sebagai berikut :
VI - 36
DOKUMEN USULAN TEKNIS
Batas bawah kecepatan air dalam saluran pembuang disesuaikan dengan data
kandungan sedimen, sedemikian sehingga tidak terjadi akumulasi pengendapan
yang dapat menyebabkan pendangkalan dan menghalangi aliran yang
memungkinkan terjadinya efek pembendungan. Batas kecepatan bawah 0,3 m /
det dapat menghindari pengendapan. Beberapa faktor yang dapat
dipertimbangan adalah :
a. Keliling basah yang lebih besar akan memperbesar infiltrasi
b. Makin besar lebar penampang saluran akan memperbesar pembebasan
tanah, tetapi dapat mengurangi perubahan kedalaman air
c. Makin lambat kecepatan air dalam saluran tanpa terjadi pengendapan
akan memperbesar kapasitas peresapan / infiltrasi
d. Hubungan antara data sedimen dan kecepatan rencana dapat didekati
dengan cara perencanaan saluran kantong lumpur / sand trap saluran
pembuang tanpa lindungan terhadap banjir.
Metode penghitungan ini hanya boleh diterapkan untuk debit-debit sampai 30
m3 / dt saja. Bila diperkirakan akan terjadi debit lebih besar, maka debit puncak
dari daerah-daerah nonsawah dan debit pembuang sawah yang terjadi secara
bersamaan harus dipelajari secara bersamasama dengan kemungkinan
pengurangan debit puncak dan pengaruh banjir sementara yang mungkin juga
terjadi.
Muka air rencana pada titik pertemuan antara dua saluran pembuang sebaiknya
diambil sebagai berikut :
a. Evaluasi muka air yang sesuai dengan banjir dengan priode ulang 5 kali
per tahun untuk sungai.
VI - 37
DOKUMEN USULAN TEKNIS
b. Muka air rencana untuk saluran pembuangan intern yang tingkatnya lebih
tinggi lagi.
c. Mean muka air laut (MSL) untuk laut.
6.1.4. Potongan Melintang Saluran Pembuang
a. Geometri
Potongan melintang saluran pembuang direncana relatif lebih dalam
daripada saluran irigasi dengan alasan sebagai berikut :
1). Untuk mengurangi biaya pelaksanaan dan pembebasan tanah
2). Variasi tingggi muka air lebih besar, perubahan-perubahan pada
debit pembuangan dapat diterima untuk jaringan pembuang
permukaan
3). Saluran pembuang yang dalam akan memiliki aliran yang lebih
stabil pada debit-debit rendah, sedangkan saluran pembuang yang
lebih besar akan menunjukkan aliran yang berbelok-belok.
Perbandingan kedalam lebar dasar air (n = b / h) untuk saluran pembuang
sekunder diambil antara 1 dan 3. Untuk saluran pembuang yang lebih
besar, nilai banding ini harus paling tidak 3. Untuk saluran pembuang
skunder dan primer, lebar dasar minimum diambil 0,60 m.
b. Kemiringan Talut Saluran Pembuang
Pertimbangan-pertimbangan untuk kemiringan talut sebuah saluran
pembuang buatan mirip dengan pertimbangan untuk saluran irigasi.
Harga-harga kemiringan minimum talut untuk saluran pembuang pada
berbagai bahan tanah diambildari Tabel 6.11.
1. D 1,0 1,0
2. 1,0 D < 2,0 1,5
3. D > 2,0 2,0
1. Q5 3 x lebar dasar*)
VI - 38
DOKUMEN USULAN TEKNIS
Jika diperlukan jari-jari yang lebih kecil, jari- jari tersebut boleh
dikurangi sampai 3 x lebar dasar dengan cara memberi pasangan bagian
luar lengkungan saluran.
d. Tinggi Jagaan
Karena debit pembuang rencana akan terjadi dengan periode ulang rata-
rata 5 tahun, maka tinggi muka air rencana maksimum diambil sama
dengan tinggi muka tanah. Galian tambahan tidak lagi diperlukan.
Apabila jaringan pembuang utama juga mengalirkan air hujan buangan
dari daerah-daerah bukan sawah dan harus memberikan perlindungan
penuh terhadap banjir, maka tinggi jagaan akan diambil 0,4 - 0,1 m (lihat
Gambar 6.8.).
VI - 39
DOKUMEN USULAN TEKNIS
Tabel 6.13. Hubungan Jenis Bahan Dengan Kecepatan Aliran Air Beda
Kecepatan Aliran Air Yang
No. Jenis Bahan
Diijinkan
V = (1 / n) R2 / 3 x S1 / 2
Dimana :
V = kecepatan aliran
N = Koefisien kekasaran menurut manning
R = jari-jari hidraulis
S = Kemiringan saluran
Untuk daerah aliran sungai yang menjadi sistim saluran primer di wilayah
Kecamatan Marangkayu terdapat beberapat aliran sungai. Mengingat kondisi
wilayah Kecamatan Marangkayu yang relatif datar sehingga saluran drainase
sekunder yang ada kebanyakan dari saluran drainase jalan yang masuk ke
saluran drainase primer. Untuk itu perlu dilakukan normalisasi saluran drainase
VI - 40
DOKUMEN USULAN TEKNIS
sekunder dan saluran drainase tersier di sesuaikan dengan luas catchment area
dari kawasan permukiman yang ada.
Untuk Saluran Sekunder di sarankan dimensi saluran drainasenya sebagai
berikut
6.1.6. Bangunan-bangunan Sistem Drainase dan Pelengkapnya
a. Bangunan Sistem Saluran Drainase
Bangunan dalam sistem drainase adalah bangunan struktur dan bangunan
non struktur.
1). Bangunan Struktur
Bangunan struktur adalah bangunan pasangan disertai dengan
perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu. Contoh bangunan
struktur adalah :
a). Bangunan rumah pompa
b). Bangunan tembok penahan tanah
c). Bangunan terjunan yang cukup tinggi
d). Bangunan jembatan
2). Bangunan Non struktur
Bangunan non struktur adalah bangunan pasangan atau tanpa
pasangan, tidak disertai dengan perhitungan-perhitungan kekuatan
tertentu yang biasanya berbentuk siap pasang. Contoh bangunan
non struktur adala :
a). Pasangan (saluran Cecil tertutup, tembok talud saluran,
manhole / bak control ususran Cecil, street inlet).
b). Tanpa pasangan : saluran tanah dan saluran tanah berlapis
rumput.
b. Bangunan Pelengkap Saluran
Bangunan pelengkap saluran drainase diperlukan untuk melengkapi suatu
sisem saluran untuk fungsi-fungsi tertentu. Adapun bangunan-bangunan
pelengkap sistem drainase antara lain :
1). Catch Basin / Watershed
Bangunan dimana air masuk ke dalam sistem saluran tertutup dan
air mengalir bebas di atas permukaan tanah menuju match basin.
Catch basin dibuat pada tiap persimpangan jalan, pada tepat-tempat
yang rendah, tempat parkir.
2). Inlet
Apabila terdapat saluran terbuka dimana pembuangannya akan
dimasukkan ke dalam saluran tertutup yang lebih besar, maka
dibuat suatu konstruksi khusus inlet. Inlet harus diberi saringan agar
sampah tidak asuk ke dalam saluran tertutup.
3). Headwall
VI - 41
DOKUMEN USULAN TEKNIS
VI - 42
DOKUMEN USULAN TEKNIS
VI - 43
DOKUMEN USULAN TEKNIS
VI - 44
DOKUMEN USULAN TEKNIS
VI - 45
DOKUMEN USULAN TEKNIS
VI - 46
DOKUMEN USULAN TEKNIS
VI - 47
DOKUMEN USULAN TEKNIS
VI - 48
DOKUMEN USULAN TEKNIS
perhitungan volume pekerjaan dan estimasi biaya pembangunannya. Jenis dan volume
laporan yang disusun konsultan akan dibahas tersendiri pada Bab XII pada bagian lain
dari Dokumen Usulan Teknis ini.
VI - 49