Anda di halaman 1dari 21

ACARA III

EMULSI

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum Acara III Emulsi yaitu :
1. Menentukan tipe emulsi suatu bahan menggunakan sampel susu UHT,
susu murni, mayonaise, mentega, santan, cream dan margarin.

2. Mempelajari pengaruh pemanasan dan penambahan santan terhadap


kestabilan emulsi susu murni dan susu UHT.

B. Tinjauan Pustaka
Emulsi merupakan suatu sistem yang terdiri dari dua fase yang
tersusun oleh dua cairan yang tidak dapat bercampur dimana satu diantara
keduanya merupakan globula yang terdistribusi di cairan yang lain.
Banyak dari produk pangan merupakan campuran dari minyak dan air.
Pada emulsi minyak dalam air, globula minyak terdispersi di dalam air,
dan sebaliknya. Pembentukan dan stabilisasi pada emulsi disebabkan
karena adanya agen pengemulsi. Agen pengemulsi ini bekerja dengan
mereduksi tegangan antar permukaan (Lewis, 1987).
Emulsi dapat didefinisikan sebagai sistem bifase yang terdiri dari
dua cairan yang tidak dapat bercampur. Ada beberapa tipe emulsi yaitu
emulsi minyak dalam air, emulsi air di dalam minyak, emulsi berlipat, dan
mikroemulsi. Emulsi minyak dalam air terjadi jika molekul-molekul
minyak terdispersi dalam fase aqueous (air). Emulsi air dalam minyak
terjadi jika air dalam bentuk globula terdispersi dalam fase kontinyu
minyak. Emulsi berlipat merupakan emulsi yang kompleks. Dikatakan
kompleks karena, emulsi ini dapat tersusun oleh emulsi minyak dalam air
atau air dalam minyak yang terdispersi dalam cairan yang lain.
Mikroemulsi merupakan emulsi yang terdiri dari minyak, air, dan
surfaktan (Khan et al., 2011).
Stabilitas emulsi menunjukkan suatu kestabilan bahan, dimana
emulsi yang terdapat dalam bahan tidak memiliki kecenderungan untuk
membentuk suatu lapisan terpisah. Kestabilan emulsi dipengaruhi oleh
faktor mekanis, temperatur, dan proses pembentukan emulsi. Homogenitas
sistem emulsi dipengaruhi oleh teknik atau cara pencampuran yang
dilakukan, serta alat yang digunakan pada proses pembuatan emulsi.
Semakin kecil dan seragam bentuk droplet, maka emulsi akan semakin
stabil (Purwaningsih dkk., 2014).
Prinsip dari kestabilan emulsi adalah keseimbangan antara gaya tarik
menarik dan gaya tolak menolak yang terjadi antar partkel dalam sistem
emulsi. Kestabilan emulsi berhubungan dengan keseragaman ukuran
molekul fase pendispersi dan fase terdispersinya dengan konfigurasi yang
terbaik. Jika gaya tarik menarik dan tolak menolak antar fase dalam
sistem emulsi dapat dipertahankan tetap seimbang atau terkontrol dan jika
kerapatan antara dua fase tinggi, maka partikel- pertikel dalam sistem
emulsi dapat dipertahankan agar tidak bergabung sehingga stabilitas sistem
emulsi semakin baik ( Sarunggalo dkk, 2014).
Stabilitas emulsi merupakan hal yang penting untuk diketahui baik
untuk para akademisi maupun untuk para pelaku industri. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi, seperti ukuran droplet dan
sifat reologi. Ilmuwan lain mengemukakan bahwa stabilitas juga
dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan, waktu pembentukan, lapisan
interfacial yang kuat terhadap droplet minyak, proses agitasi, dan juga
penambahan surfaktan. Pada emulsi minyak dalam air, kestabilan emulsi
dapat dihitung secara matematis menggunakan rumus
air yang terpisah
stabilitas emulsi=1 x 100
kandungan air

Suhu juga mempengaruhi kestabilan emulsi. Viskositas emulsi meningkat


seiring dengan peningkatan suhu. Peningkatan temperatur mendorong
naiknya tegangan antar pemukaan antara minyak dan air. Penambahan
surfaktan berakibat terhadap naiknya viskositas dan stabilitas emulsi
(Liyana, et al., 2014).
Untuk membedakan jenis emulsi digunakan methylene blue.
Methylene blue ini bersifat larut dalam air. Jika air merupakan fase
kontinyu atau emulsi minyak dalam air maka methylene blue akan larut
secara merata pada sistem. Jika minyak merupakan fase kontinyu atau
emulsi air dalam minyak maka methylene blue akan berkumpul di
permukaan sistem tersebut (Khan et al., 2011).
Santan merupakan emulsi minyak dalam air yang diperoleh dengan
cara memeras daging buah kelapa segar yang telah dihaluskan. Emulsifier
merupakan molekul yang mengabsorbsi pada permukaan droplet yang baru
terbentuk selama homogenisasi dan membentuk membran protektif yang
menjaga droplet agar tidak terjadi agregasi. Stabilizer dalam hal ini
ditambahkan untuk menambah viskositas fase kontinyu emulsi sehingga
meningkatkan stabilitas emulsi dengan mencegah pergerakan droplet
emulsi (Sidik dkk., 2013).
Santan merupakan emulsi alami yang diperoleh dengan cara
mengekstrak daging kelapa baik dengan penambahan air maupun tidak.
Santan mudah mengalami kerusakan fisik berupa pemisahan emulsi
menjadi dua fase, yaitu fase kaya akan minyak dan fase kaya akan air.
Pemisahan emulsi tersebut umumnya terjadi dalam waktu 5-10 jam sejak
pembuatan santan. Hal ini disebabkan oleh kandungan air dan lemak yang
tinggi pada santan sehingga emulsi menjadi tidak stabil. Sifat ini
merupakan masalah utama pada industri pengolahan santan yang
menyebabkan penilaian konsumen terhadap produk menjadi rendah
(Kailaku dkk., 2012).
Margarin dimaksudkan sebagai pengganti mentega dengan bentuk,
bau, konsistensi rasa, dan nilai gizi yang hampir sama dengan mentega.
Margarin merupakan emulsi dengan tipe emulsi air dalam minyak, yaitu
fase air berada dalam fase minyak atau lemak. Margarin mengandung tidak
kurang dari 80 persen minyak. Lemak yang digunakan dapat berasal dari
lemak hewani atau nabati. Lemak hewani yang biasanya digunakan
biasanya lemak babi dan lemak sapi, sedangkan lemaka nabati yang
digunakan adalah minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak kedelai,
dan minyak biji kapas. Karena minyak nabati pada umumnya berbentuk
cair, maka harus dihidrogenasi dahulu menjadi lemak padat, yang berarti
margarin harus bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada
suhu rendah, dan segera mencair dalam mulut (Suseno dan Maria, 2000).
Mayonaise merupakan salah satu contoh emulsi minyak dalam air
yang dibuat dari minyak sayur (tidak kurang dari 65%) dan kuning telur
yang ditambah dengan mustard, garam, lada, cuka, dan/atau ekstrak
lemon. Mayonaise harus mengandung sedikitnya 78,5% lemak dan 6%
kuning telur murni. Kuning telur digunakan pada pembuatan mayonaise
untuk berperan sebagai pengemulsi karena mampu memberikan flavor,
sensasi rasa, dan warna yang diinginkan. Kemampuan mengemulsi kuning
telur disebabkan karena adanya fosfolipid, HDL, dan LDL. Kemampuan
mengemulsi yang baik yang dimiliki lipoprotein kuning telur berhubungan
dengan strukturnya yang sangat fleksibel serta daya tarik dan serap yang
kuat terhadap permukaan air dan minyak (Singla et al., 2013).

Susu merupakan emulsi lemak dalam air, lemaknya berbentuk


droplet, atau globula atau butir-butir dengan diameter antara 3 6 mikron,
bahkan ada yang sampai berukuran 10 mikron, tergantung jenis ternaknya.
Suatu contoh jenis sapi Jersey dan Guernsey menghasilkan globula lebih
besar dari sapi Holstein.Butir-butir lemak dilapisi oleh emulsifiere,
sehingga dapat larut dalam air (Koswara, 2009).
Susu adalah sebuah emulsi minyak di dalam air yang mengandung
lemak tetesan dan protein agregat. Sifat fungsional protein susu adalah
faktor penting untuk mempertimbangkan dalam formulasi persoalan-
persoalan baru produk makanan. Protein memberikan sifat fisik kimia
yang diinginkan sifat seperti air dan minyak memegang kapasitas,
viskositas, emulsification (emulsifikasi), gelation, pembentukan busa dan
whipping kapasitas untuk sistem makanan. Susu juga memiliki manfaat
gizi karena kekayaan di protein, mineral dan asam lemak penting yang
dianggap sangat berharga di nutrisi manusia (Kpodo et al, 2013).
Mentega merupakan suatu bahan pangan berlemak dalam bentuk
emulsi water in oil (W/O) dan ke dalamnya ditambahkan bahan-bahan non
lemak dalam jumlah kecil seperti, garam dapur, vitamin, zat warna dan
bahan pengawet (misalnya sodium benzoat). Lemak yang digunakan
biasanya adalah lemak hewani yang dicampur dengan sebagian air akan
membentuk emulsi yang tidak stabil, karena sistem emulsi ini akan pecah
dalam waktu singkat. Sistem emulsi ini bisa distabilkan dengan
penambahan emulsifying agent seperti, lesitin, monogliserida atau kuning
telur (Ketaren, 1986).

C. Metodologi
1. Alat
a. Gelas preparat
b. Cover glass
c. Mikroskop
d. Pipet tetes
e. Pipet volume
f. Propipet
g. Tabung reaksi
h. Rak tabung reaksi
i. Penjepit tabung
j. Water bath
2. Bahan
a. Larutan Methylen Blue
b. Susu Murni
c. Susu UHT
d. Santan
e. Margarin
f. Mentega
g. Krim
h. Mayonnaise
3. Cara Kerja (Flowchart)
a. Penentuan Tipe Emulsi

Susu Murni, Susu UHT, Santan, Krim, Mayonnaise, Mentega dan Margarin

Penetesan pada gelas preparat Pengolesan pada gelas preparat

Methylen Blue
Pemberian 1 tetes indikator

Penutupan dengan gelas penutup

Pengamatan dibawah mikroskop dan tipe


emulsi sampel
b. Penentuan Kestabilan Emulsi Susu Murni, Susu UHT, dan Campuran Susu
Santan

Bahan

Pemasukkan ke dalam tabung reaksi

Pendiaman selama 60 menit Pemanasan selama 60 menit

Pengamatan pemisahan yang terjadi setiap 15


menit

Penentuan kestabilan emulsi

D. Hasil dan Pembahasan

Tabel 3.1 Penentuan Tipe Emulsi


Kel Sampel Gambar Tipe Keterangan
Emulsi
1 Susu Oil in - Fase Pendispersi :
Murni Water Air
(O/W) - Fase Terdispersi :
minyak

Perbesaran : 4x10
2 Susu UHT Oil in - Fase Pendispersi :
Water Air
(O/W) - Fase Terdispersi :
minyak

Perbesaran : 4x10

Kel Sampel Gambar Tipe Keterangan


Emulsi
3 Santan Oil in - Fase Pendispersi : air
Water - Fase Terdispersi :
(O/W) minyak

Perbesaran : 10x10
4 Krim Water - Fase Pendispersi :
in Oil minyak
(W/O) - Fase Terdispersi :
Air

Perbesaran : 10x10
5 Margarin Water - Fase Pendispersi :
in Oil Minyak
(W/O) - Fase Terdispersi : air

Perbesaran : 4x10
6 Mentega Water - Fase Pendispersi :
in Oil Minyak
(W/O) - Fase Terdispersi : air
Perbesaran : 10x10
7 Mayonaise Oil in - Fase Pendispersi :
Water Air
(O/W) - Fase Terdispersi :
minyak

Perbesaran : 10x10

Kel Sampel Gambar Tipe Keterangan


Emulsi
8 Susu Oil in - Fase Pendispersi : air
Murni Water - Fase Terdispersi :
(O/W) minyak

Perbesaran : 10x10
9 Susu UHT Oil in - Fase Pendispersi : air
Water - Fase Terdispersi :
(O/W) minyak

Perbesaran : 10x10
10 Santan Oil in - Fase Pendispersi : air
Water - Fase Terdispersi :
(O/W) minyak

Perbesaran : 10x10
11 Krim Water - Fase Pendispersi :
in Oil Minyak
(W/O) - Fase Terdispersi : air
Perbesaran : 10x10
12 Margarin Water - Fase Pendispersi :
in Oil minyak
(W/O) - Fase Terdispersi : air

Perbesaran : 10x10

Kel Sampel Gambar Tipe Keterangan


Emulsi
13 Mentega Water - Fase Pendispersi :
in Oil minyak
(W/O) - Fase Terdispersi :
Air

Perbesaran : 10x10
14 Mayonaise Oil in - Fase Pendispersi : air
Water - Fase Terdispersi :
(O/W) minyak

Perbesaran : 10x10
Sumber: Laporan Sementara
Emulsi dapat didefinisikan sebagai sistem bifase yang terdiri dari dua
cairan yang tidak dapat bercampur. Salah satu cairan terdispersi secara baik
dan merata dalam bentuk globula di dalam cairan yang lain (fase kontinyu)
(Khan et al., 2011).Menurut Madaan et al. (2014) ada dua tipe emulsi yaitu
emulsi minyak dalam air (o/w) atau emulsi air dalam minyak (w/o). Emulsi
minyak dalam air merupakan emulsi dimana minyak merupakan fase
terdispersi dan air merupakan fase kontinyu. Emulsi minyak dalam air
terbentuk ketika kadar air melebihi 45% dari total berat dan terdapat
emulsifier hidrofilik. Sedangkan emulsi air dalam minyak yaitu emulsi
dimana minyak merupakan fase kontinyu dan air merupakan fase terdispersi.
Sedangkan menurut Khan et al. (2011) ada beberapa tipe emulsi yaitu emulsi
minyak dalam air, emulsi air di dalam minyak, emulsi berlipat, dan
mikroemulsi. Emulsi minyak dalam air terjadi jika molekul-molekul minyak
terdispersi dalam fase aqueous (air). Emulsi air dalam minyak terjadi jika air
dalam bentuk globula terdispersi dalam fase kontinyu minyak. Emulsi
berlipat merupakan emulsi yang kompleks. Dikatakan kompleks karena,
emulsi ini dapat tersusun oleh emulsi minyak dalam air atau air dalam minyak
yang terdispersi dalam cairan yang lain. Mikroemulsi merupakan emulsi yang
terdiri dari minyak, air, dan surfaktan (Raouf, 2012).
Fungsi methylene blue adalah untuk membedakan jenis emulsi.
Methylene blue ini bersifat larut dalam air. Jika air merupakan fase kontinyu
atau emulsi minyak dalam air maka methylene blue akan larut secara merata
pada sistem dan sebaliknya. Jika minyak merupakan fase kontinyu atau
emulsi air dalam minyak maka methylene blue akan berkumpul di permukaan
sistem tersebut (Khan et al., 2011).
Pada percobaan acara III emulsi ini menggunakan sampel susu murni,
susu UHT, santan, mayonnaise, krim, mentega dan margarin. Pada kelompok
1 dan 8 menggunakan sampel susu murni, setelah ditetesi methylen blue
dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x10.
Ditinjau dari fungsi methylen blue pada praktikum ini maka pada sampel susu
murni termasuk tipe oil in water (O/W). Sedangkan pada kelompok 2 dan 9,
menggunakan sampel susu UHT. Pada pengamatan mikroskop dengan
perbesaran 10 x 10 sampel ini didapat bahwa warna biru lebih dominan, yang
menunjukan bahwa fase pendispersinya adalah air, sedangkan terdapat
lingkaran bening yang merupakan fase terdispersi yang berupa minyak. Maka
pada sampel susu UHT termasuk dalam oil in water (O/W). Pada kelompok 3
dan 10 menggunakan sampel santan, dengan perbesaran mikroskop 10 x 10,
didapatkan fase pendispersi air, dan fase terdispersinya adalah minyak. Maka
pada sampel mayonnaise termasuk dalam oil in water (O/W).
Pada sampel krim yang dilakukan kelompok 4 dan 11 dengan
perbesaran 10 x 10, didapat bahwa lingkungannya adalah bening yang
merupakan fase pendispersinya adalah minyak. Sedangkan lingkarannya
berwarna biru, maka fase terdispersiny adalah air. Maka krim masuk dalam
water in oil (W/O). Pada margarin yang dilakukan oleh kelompok 5 dan 12
dengan perbesaran mikroskop 10 x 10, didapat bahwa lingkarannya berwarna
biru, dan lingkungannya adalah bening. Maka fase pendispersinya adalah
minyak dan fase terdispersinya adalah air, dan sampel ini termasuk dalam tipe
oil in water (O/W). Pada kelompok 6 dan 13 menggunakan sampel mentega,
yang menggunakan perbesaran 10 x 10, dan didapat bahwa fase
pendispersinya adalah minyak yang berwarna bening, dan fase terdispersinya
adalah air yang pada mikroskop berwarna biru. Maka pada sampel mentega
termasuk dalam water in oil (W/O). Dan pada sampel terakhir menggunakan
sampel mayonaise oleh kelompok 7 dan 14 dengan perbesaran mikroskop
adalah 10 x 10, didapat fase terdispersinya adalah minyak di mana warna
yang terlihat adalah bening, sedangkan fase pendispersinya adalah air yang
nampak berwarna biru pada mikroskop. Maka dapat diketahui bahwa
margarin termasuk dalam oil in water (O/W).
Menurut Koswara (2009), susu merupakan emulsi lemak dalam air,
lemaknya berbentuk droplet, atau globula atau butir-butir dengan diameter
antara 3 6 mikron, bahkan ada yang sampai berukuran 10 mikron,
tergantung jenis ternaknya. Maka hasil praktikum pada sampel susu murni
dan susu UHT telah sesuai dengan teori. Menurut Singla et al. (2013),
Mayonaise merupakan salah satu contoh emulsi minyak dalam air yang
dibuat dari minyak sayur (tidak kurang dari 65%) dan kuning telur yang
ditambah dengan mustard, garam, lada, cuka, dan/atau ekstrak lemon. Maka
hasil praktikum sampel mayonaise telah sesuai dengan teori. Menurut Suseno
dan Maria (2000), margarin merupakan emulsi dengan tipe emulsi air dalam
minyak, yaitu fase air berada dalam fase minyak atau lemak. Margarin
mengandung tidak kurang dari 80 persen minyak. Maka hasil praktikum
sampel margarin telah sesuai dengan teori. Menurut Ketaren (1986), mentega
merupakan suatu bahan pangan berlemak dalam bentuk emulsi water in oil
(W/O) dan ke dalamnya ditambahkan bahan-bahan non lemak dalam jumlah
kecil seperti, garam dapur, vitamin, zat warna dan bahan pengawet (misalnya
sodium benzoat). Jadi, hasil praktikum sampel mentega sesuai dengan teori.

Tabel 3.2 Penentuan Kestabilan Emulsi


Kel. Sampel Perlakuan Waktu (menit)
0 15 30 45 60
1 Susu murni Tanpa pemanasan - - + + +
5 ml Dengan pemanasan - - + + +
2 Susu UHT 5 Tanpa pemanasan - - - - -
ml Dengan pemanasan - - - - -
3 Santan 5 ml Tanpa pemanasan + ++ +++ +++ +++
Dengan pemanasan + +++ +++ +++ ++++
+
4 4 ml Susu Tanpa pemanasan - - - + +
UHT + 1 ml Dengan pemanasan - - - + +
Santan
5 4 ml susu Tanpa pemanasan - ++ ++ ++ ++
murni + 1 Dengan pemanasan - ++ ++ +++ +++
ml santan
6 4 ml santan Tanpa pemanasan - +++ +++ +++ ++++
+ 1 ml susu +
murni Dengan pemanasan - ++ ++ +++ +++
7 4 ml santan Tanpa pemanasan - ++ ++ +++ ++++
+ 1 ml UHT Dengan pemanasan - +++ +++ +++ ++++
8 5 ml Susu Tanpa pemanasan - - + + +
murni Dengan pemanasan - + + + +
9 5 ml susu Tanpa pemanasan - - - - -
UHT Dengan pemanasan - - - - -
10 5 ml santan Tanpa pemanasan - ++ ++ ++ ++
Dengan pemanasan - +++ +++ +++ ++++
11 4 ml susu Tanpa pemanasan - ++ ++ ++ ++
murni + 1 Dengan pemanasan - ++ ++ ++ ++
ml santan
12 1 ml susu Tanpa pemanasan - - +++ +++ +++
murni + 4 Dengan pemanasan - +++ +++ +++ +++
ml santan
13 4 ml susu Tanpa pemanasan - - + + +
UHT + 1 ml Dengan pemanasan - - + + +
santan
14 1 ml susu Tanpa pemanasan - - + ++ +++
UHT + 4 ml Dengan pemanasan - +++ +++ +++ +++
santan
Sumber: Laporan Sementara

Keterangan:
- : belum ada pemisahan
E. + : mulai terjadi pemisahan
F. ++ : intensitas pemisahan kecil
G. +++ : intensitas pemisahan sedang
H. ++++ : intensitas pemisahan besar
I. Prinsip dari kestabilan emulsi adalah keseimbangan antara gaya
tarik menarik dan gaya tolak menolak yang terjadi antar partkel dalam sistem
emulsi. Kestabilan emulsi berhubungan dengan keseragaman ukuran molekul
fase pendispersi dan fase terdispersinya dengan konfigurasi yang terbaik.
Jika gaya tarik menarik dan tolak menolak antar fase dalam sistem emulsi
dapat dipertahankan tetap seimbang atau terkontrol dan jika kerapatan antara
dua fase tinggi, maka partikel- pertikel dalam sistem emulsi dapat
dipertahankan agar tidak bergabung sehingga stabilitas sistem emulsi semakin
baik ( Sarunggalo dkk, 2014).
J. Pemanasan memiliki peranan dalam penentuan kestabilan emulsi.
Seperti yang dikemukakan oleh Liyana et al. (2014) bahwa,viskositas emulsi
akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu. Peningkatan temperatur
mendorong naiknya tegangan antar pemukaan antara minyak dan air sehingga
dapat menurunkan stabilitas emulsi.
K. Pada praktikum penentuan kestabilan emulsi digunakan sampel
susu murni dengan perbandingan (4:1), santan + susu murni (1:4), susu murni
(5ml), santan + susu UHT (4:1), santan + susu UHT (1:4), susu UHT (5ml),
dan santan (5ml). Pada sampel santan + susu murni (4:1) diperlakukan 2
perlakuan, yaitu tanpa pemanasan dan dengan pemanasan. Sampel tanpa
pemanasan didapat pada waktu 15 menit belum ada pemisahan dalam shift 2
tetapi pada shift 1 sudah terlihat intensitas pemisahan yang kecil, pada waktu
30 menit intensitas pemisahan sedang pada shift 1 dan 2, pada waktu 45
menit intensitas pemisahannya besar pada shift 1 dan intensitas sedang pada
shift 2, dan pada 60 menit intensitas pemisahannya besar pada shift 1 dan
intensitas tetap sedang pada shift 2. Sedangkan dengan pemanasan pada menit
ke 15 mulai terjadi pemisahan pada shift 1 dan pada shift 2 sudah tampak
intensitas pemisahan sedang, dan pada menit ke 30 intensitas pemisahannya
kecil, dan pada menit ke 45 intensitasnya sedang pada shift 1 dan intensitas
pada shift 2 juga sedang, dan pada menit ke 60 intensitas pemisahan sedang
dan intensitas sedang juga pada shift 2. Pada sampel santan + susu murni
(1:4), tanpa pemanasan didapat pada menit ke 15 terjadi intensitas kecil
pemisahan, pada menit 30 mulai terjadi pemisahan,dengan intesitas sedang
pada menit ke 45 intensitas pemisahan besar, dan pada menit ke 60 intensitas
pemisahannya masih sama dengan menit sebelumnya. Pada sampel dengan
pemanasan pada menit ke 15 mulai terjadi pemisahan, pada menit ke 30 mulai
terjadi pemisahan intensitas kecil, pada menit ke 45 intensitas pemisahannya
besar, dan pada menit 60 intensitasnya juga masih sama dengan menit
sebelumnya. Dari perbandingan kedua jenis sampel pada hasil praktikum
dapat dikatakan sudah sesuai teori di mana dengn penambahan santan maka
emulsi tersebut akan mudah berubah atau memisah. Dan dengan pemanasan
maka kestabilan emulsi akan tetap dan dapat dilihat dari hasil praktikum
sudah sesuai.
L. Pada sampel santan + susu UHT (4:1) tanpa pemanasan didapat
bahwa pada menit ke 15 intensitas pemisahannya kecil, sedangkan pada menit
ke 30 intensitas pemisahannya juga masih kecil, dan pada menit ke 45
intensitas pemisahannya sedang, serta pada menit ke 60 intensitas
pemisahannya besar. Sedangkan pada sampel dengan pemanasan pada menit
ke 15 terjadi pemisahan intensitas sedang. Pada menit ke 30 intensitas
pemisahannya sedang, hal ini juga sama pada menit ke 45 dan pada menit ke
60 meningkat intensitasnya menjadi besar. Pada sampel santan + susu murni
tanpa pemanasan pada menit ke 15 mulai terjadi pemisahan intensitas kecil,
sedangkan pada menit ke 30 intensitas pemisahannya sedang, pada menit ke
45 intensitas pemisahannya besar, dan pada menit ke 60 intensitas
pemisahannya juga besar. Pada sampel pemanasan didapat hasil yang sama
pada sampel tanpa pemanasan. Pada hasil pratikum ini sudah sesuai dengan
teori di mana dengan penambahan santan yang konsentrasi santan semakin
banyak maka makin mudah rusak.
M. Sedangan pada sampel susu murni, susu UHT, dan santan di dapat
bahwa pada santan mudah terjadi pemisahan dari waktu ke waktu, sedangkan
pada sampel susu murni dan susu UHT, sampel susu murni mudah mengalami
pemisahan antar fase dari pada susu UHT dikarenakan susu UHT telah
mengalami sterilisasi dan pemanasan dengan suhu yang menyebabkan
semakin susah untuk memisah.
N. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi, seperti
ukuran droplet, sifat reologi bahan, kecepatan pengadukan, waktu
pembentukan emulsi, lapisan interfacial yang kuat terhadap droplet minyak,
proses agitasi, penambahan surfaktan, dan suhu.Suhu dapat mempengaruhi
kestabilan emulsi. Viskositas emulsi akan meningkat seiring dengan
peningkatan suhu. Peningkatan temperatur mendorong naiknya tegangan
antar pemukaan antara minyak dan air sehingga dapat menurunkan stabilitas
emulsi. Penambahan surfaktan berakibat pada peningkatan stabilitas emulsi
selain juga meningkatkan viskositas bahan tersebut (Liyana, et al., 2014).
Ukuran droplet mempengaruhi stabilitas dari suatu emulsi jika bentuk droplet
semakin kecil dan seragam maka akan mengakibatkan emulsi akan semakin
stabil (Purwaningsih dkk., 2014).
O. Kesimpulan
P. Pada percobaan parktikum acara III dapat disimpulkan :
1. Susu UHT, susu murni, santan, dan mayonaise masuk dalam tipe emulsi
oil in water. Dengan fase pendispersi air dan fase terdispersi minyak.
Sampel margarin, mentega, dan krim masuk dalam tipe emulsi water in
oil. Dengan fase pendispersi minyak, dan fase terdispersinya adalah air.
2. Peningkatan temperatur mendorong naiknya tegangan antar pemukaan
antara minyak dan air sehingga dapat menurunkan stabilitas emulsi.
Penambahan santan mampu mempercepat intesitas pemisahan fase emulsi.
Q.
R.

S.
T. DAFTAR PUSTAKA

U. Kailaku, Sari Intan, Tatang Hidayat, dan Dondy A. Setiabudy. 2012.


Pengaruh Kondisi Homogenisasi Terhadap Karakteristik Fisik dan Mutu
Santan selama Penyimpanan. Jurnal Littri, Vol. 18, No. 1, Hal: 31.
V. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan
Pertama. Jakarta: UI-Press
W. Khan, Barkat Ali, Naveed Akhtar, Haji Muhammad Shoaib Khan, Khalid
Waseem, Tariq Mahmood, Akhtar Rasul, Muhammad Iqbal, dan Haroon
Khan. 2011. Basics of Pharmaceutical Emulsions:a Review. African Journal
of Pharmacy and Pharmacology, Vol. 5, No. 25, Hal: 2715-2721.
X. Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Susu. eBookPangan.
Y. Kpodo, F.M., Afoakwa, E.O., Amoa B.B., Saalia, F.K.S. dan Budu, A.S.
2013. Application of Multiple Component Constraint Mixture Design for
Studying The Effect of Ingredient Variations on The Chemical
Composition and Physico-Chemical Properties of Soy-Peanut-Cow Milk.
International Food Research Journal. Volume: 20. No: 2. Hal: 811-818.
Z. Lewis, M. J. 1987. Physical Properties of Foods and Food Processing
Systems. Chichester: Ellis Horwood.
AA. Liyana, M.S., Abdurahman H. Nour, Rizauddin D., Gimbun J., dan Nurdin
S. 2014. Stabilization and Characterization of Heavy Crude Oil in Water
(O/W) Emulsions. International Journal of Research in Engineering and
Technology, Vol. 03, Iss. 02, Hal: 489-493.
AB. Purwaningsih, Sri, Ella Salamah, dan Tika A. Budiarti. 2014. Formulasi
Skin Lotion dengan Penambahan Karagenan dan Antioksidan Alami dari
Rhizopora mucronata Lamk. Jurnal Akuatika, Vol. V, No. 1, Hal: 58.
AC. Sarunggallo, Zita Letviany., Harry Triely Uhi., Mathelda Kurniaty Roreng,
dan Aprida Pongsibidang. 2014. Sifat Organoleptik , Sifat Fisik, serta
Kadar Beta-karoten dan Alfa-tokoferol Emulsi Buah Merah (Pandanus
Conoideus). Jurnal Agritech Vol. 34 No. 2 Hal:177-183.
AD. Sidik, Suci L., Feti Fatimah, dan Meiske S. Sangi. 2013. Pengaruh
Penambahan Emulsifier dan Stabilizer Terhadap Kualitas Santan Kelapa.
Jurnal MIPA Unsrat Online, Vol. 2, No. 2, Hal: 79-80.
AE. Singla, N., P. Verma, G. Goshal, dan S. Basu. 2013. Steady State and Time
Dependent Rheological Behaviour of Mayonnaise (Egg and Eggless).
International Food Research Journal, Vol. 20, No. 4, Hal: 2009.
AF. Suseno, Thomas Indarto Putut dan Maria Margaretha Husodo. 2000.
Pengaruh Jenis dan Jumlah Lemak yang Ditambahkan Terhadap Sifat
Mentega Tempe. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi, Vol. 1, No. 2, Hal: 52-
53.
AG.
AH.
AI.
AJ.DRAFT II
AK. ACARA 3 EMULSI
AL.

AM.
AN.
AO. Kelompok 13:
1. Bela Karenggar (H0914011)
2. Dwi Tunjung R. (H0914026)
3. Kartika Nor Aini (H0914047)
4. M Rizki Herasmaya (H0914063)
5. Rian Anderson Manafe (H0914076)
6. Yufi Herawati (H0914095)
AP.
AQ. ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
AR. FAKULTAS PERTANIAN
AS. UNIVERSITAS SEBELAS MARET
AT.SURAKARTA
AU. 2016
AV.LAMPIRAN
AW.
AX.

Gambar 3.1 Sampel Santan

Gambar 3.2 Sampel Margarin

Gambar 3.3 Sampel Krim


AY.

Gambar 3.4 Penetesan Sampel pada Preparat

Gambar 3.5 Perlakuan Tanpa Pemanasan

Gambar 3.6 Perlakuan dengan Pemanasan

Anda mungkin juga menyukai