Anda di halaman 1dari 37

PERCOBAAN II

PENGOLAHAN DIGITAL SINYAL WAKTU KONTINYU

2.1 Tujuan
1. Mempelajari hubungan dalam domain waktu antara sinyal waktu kontinyu
xa(t) dan sinyal waktu diskrit x[1] yang dibangkitkan oleh sampling
periodik xa(t).
2. Menginvestigasi hubungan antara frekuensi sinyal sinusoidal xa(t) dengan
perioda sampling.
3. Menginvestigasi hubungan antara Continuous Time Fourier Transform
(CTFT) pada sinya waktu kontinyu band terbatas (limited) dan Discrete
Time Fourier Transform (DTFT) dari sinyal diskrit.
4. Mendesain Filter Low-pass Analog.

2.2 Peralatan
1. Program MATLAB 2012 ke atas.

2.3 Dasar Teori


2.3.1 Pendahuluan
Pada sinyal kontinyu, independent variable terjadi terus-menerus dan
kemudian sinyal dinyatakan sebagai sebuah kesatuan nilai dari independent
variable. Sebaliknya, sinyal diskrit hanya menyatakan waktu diskrit dan
mengakibatkan independent variable hanya merupakan himpunan nilai diskrit.
Fungsi sinyal dinyatakan sebagai x dengan menyertakan variabel dalam tanda (.).
Untuk membedakan antara sinyal waktu kontinyu dengan sinyal waktu diskrit
digunakan simbol t untuk menyatakan variabel kontinyu dan simbol n untuk
menyatakan variabel diskrit. Sebagai contoh sinyal waktu kontinyu dinyatakan
dengan fungsi x(t) dan sinyal waktu diskrit dinyatakan dengan fungsi x(n).
2.3.2 Sinyal Waktu Kontinyu
Suatu sinyal x(t) dikatakan sebagai sinyal waktu kontinyu atau sinyal
analog ketika memiliki nilai riil pada keseluruhan rentang waktu t yang
ditempatinya. Berikut ini ditunjukkan dua contoh sederhana pada sinyal kontinyu
yang memiliki fungsi step dan fungsi ramp. Sebuah fungsi step dapat diwakili
dengan suatu bentuk persamaan matematis yaitu:

{
u(t)= 1, t 0 .................................................(2.1)
0, t< 0
Di sini fungsi step memiliki arti bahwa amplitudo pada u(t) bernilai nol
pada t < 0 dan bernilai satu untuk semua t 0.

Gambar 2.1 (a) Fungsi Step, (b) Fungsi Ramp

Untuk suatu sinyal waktu kontinyu x(t), hasil kali x(t)*u(t) sebanding
dengan x(t) untuk t>0 dan sebanding dengan nol untuk t<0. Perkalian pada
sinyal x(t) dengan sinyal u(t) mengeliminasi suatu nilai non-zero (bukan nol)
pada x(t) untuk nilai t<0. Fungsi ramp r(t) didefinisikan secara matematis sebagai:

{
r (t)= t , t 0 .............................................(2.2)
0,t <0
Untuk t> 0, slope (kemiringan) pada r(t) adalah senilai 1. Sehingga pada
kasus ini r(t) merupakan unit slope, yang mana merupakan alasan bagi r(t) untuk
dapat disebut sebagai unit ramp function. Jika ada variabel K sedemikian hingga
membentuk Kr(t), maka slope yang dimilikinya adalah K untuk t > 0.

2.3.3 Transformasi Sinyal


Asumsikan ga(t) adalah sinyal waktu kontinyu yang di-sample secara
kontinyu pada t=nT menghasilkan sekuen g[n], yaitu:
g [ n ] =ga ( nT ) , <n< ........................................(2.3)
Dengan T adalah perioda sampling. Kebalikannya dari T disebut dengan
frekuensi sampling (FT), yaitu 1/T. Representasi domain frekuensi dari ga(t)
diperoleh dari transformasi Fourier waktu kontinyu Ga(j), yaitu:

Ga ( j)= g a ( t ) e j t dt ...................................(2.4)

Dimana representasi domain frekuensi dari g[n] diperoleh dengan

e
transformasi Fourier Diskrit G( j) .

e

G( j)= g a (t ) e j t dt .............................(2.5)
n=

e
Relasi antara Ga(j) dengan G( j) , diberikan oleh :

e

1
G( j)= G a ( j jk T )|=/T ...............(2.6)
T n=


1 2 k
Ga j ( T )
jk T =
T

k=
(
Ga j
T
j
T ) .....................(2.7)

1
T

k=

Atau dapat dinyatakan sebagai:


e

1
G( j)= Ga ( j jk T ) .....................(2.8)
T k=

2.3.4 Teorema Sampling


Asumsikan ga(t) adalah sinyal band-limited dengan Ga(j) = 0 untuk ||
>m. Kemudian ga(t) dihitung dengan men-sample-nya pada ga(nt), n =
0,1,2,3,4,5, ...... jika,
2
T >m dengan T = ................................(2.9)
T
Dengan mengetahui {g[n]} = {ga(nT)}, kita dapat memulihkan ga(t)
dengan membangkitkan deret impulse gp(t), yaitu:


g p ( t )=g a ( t ) p (t) = g a ( nT ) ( tnT ) .....................(2.10)
n=

dan melewatkan gp(t) ke Filter low-pass ideal Hr(j) dengan gain T dan
frekuensi cutoff c> m danc< T- m, sehingga:
m<c < (T - m)......................................(2.11)
Frekuensi tertinggi m yang terkandung dalam ga(t) disebut dengan
Frekuensi Nyquist, yang dinyatakan sebagai:
T > 2 m..............................................(2.12)
Dan 2 m disebut dengan Nyquist rate. Jika sampling rate lebih besar dari
Nyquist rate maka disebut dengan Over-sampling, dan jika sebaliknya disebut
dengan Under-sampling. Jika sampling rate sama dengan Nyquist rate maka
disebut dengan Critical-sampling.

2.3.5 Proses Filterisasi


Response impulse Hr(t) dari Filter low-pass ideal secara sederhana
diperoleh dengan inverse transformasi Fourier dari response frekuensinya Hr(j),
yaitu:

H r ( j )=
{ T , C
0, C
..........................(2.13)

Maka,

1
hr ( t )=
2
H r ( j ) e j t dt ...........................(2.14)

c
T sin c t

2 c
e j t d =
T t / 2
t .......................(2.15)

Dan deretan impulse diperoleh dengan:



g p ( t )= g [n]( tnT ) ..........................(2.16)
n=

Selanjutnya, output Filter lowpass ideal ^ga ( t ) diketahui dengan
mengkonvolusi gp(t) dengan response impulse hr(t).

^ga ( t ) = g[n]. hr . (tnT ) .............................(2.17)
n=

Substitusi persamaan 2.12 ke dalam persamaan 2.15 dan asumsikan c =


T/2 = /T, maka akan diperoleh:
( tnT )
sin [ ]
T
^ga ( t ) = g[n] .......................(2.18)
n= ( tnT )
T

2.3.6 Spesifikasi Filter


Spesifikasi filter biasanya dinyatakan dalam bentuk respon magnitude.
Sebagai contoh, magnitude |Ha(j)| dari Filter Low-pass Analog ditunjukan pada
Gambar 2.2. Dalam pass-band, dinyatakan dengan 0<<p, magnitude-nya
adalah:
1 p |H a ( j )| 1+ untuk p ........(2.19)
Atau dengan kata lain, magnitude mendekati 1 dengan error . Dalam
stop-band dinyatakan dengan s || , magnitude-nya:
|H a ( j )| s s || ............................(2.20)
Frekuensi p dan s masing-masing disebut dengan pass-band edge
frequency dan stop-band edge frequency. Batas toleransi maksimum dalam pass-
band dan stop-band disebut dengan ripples.

Gambar 2.2 Spesifikasi Respon Magnitude Filter Low-pass Analog


2.4 Langkah Percobaan
2.4.1 Sampling Sinyal Sinusoidal
Percobaan ini akan menginvestigasi sampling sinyal sinusoidal waktu
diskrit xa(t) di beberapa sampling rate.
1. Buatlah script Matlab berikut dan simpan hasilnya dengan nama P2_1.
%ProgramP2_1
%Ilustrasidalamprosessamplingdomainwaktu
clf;
t=0:0.0005:1;
f=13;
xa=cos(2*pi*f*t);
subplot(2,1,1)
plot(t,xa);grid
xlabel('Time,msec');ylabel('Amplitude');
title('Continuoustimesignalx_{a}(t)');
axis([011.21.2])
subplot(2,1,2);
T=0.1;
n=0:T:1;
xs=cos(2*pi*f*n);
k=0:length(n)1;
stem(k,xs);grid
xlabel('Timeindexn');ylabel('Amplitude');
title('Discretetimesignalx[n]');
axis([0(length(n)1)1.21.2])
Kode Program 2.1 Coding Matlab percobaan P2_1.

2. Jalankan program P2_1 untuk menghasilkan sinyal waktu kontinyu dan


sinyal versi tersampel.
3. Dari script diatas, berapakah frekuensi (Hz) sinyal sinusoidal dan
berapakah periode sampling (detik).
4. Jalan program P2_1 untuk 4 (empat) nilai periode sampling baru, masing-
masing 2 (dua) lebih rendah dan 2 (dua) lainnya lebih tinggi dari periode
sampling di script. Amati hasilnya dan jelaskan.
5. Ulangi program P2_1 dengan merubah frekuensi sinyal menjadi 3Hz dan
7Hz. Amati dan jelaskan hasil yang diperoleh.

2.4.2 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu


Pada percobaan ini, kita akan membangkitkan sinyal kontinyu equivalen
ya(t) dari sinyal diskrit yang dihasilkan oleh program P2_1 untuk menginvestigasi
hubungan antara frekuensi sinyal sinusoidal xa(t) dengan periode sampling. Untuk
menghasilkan sinyal rekonstruksi ya(t), sinyal x[n] dilewatkan melalui filter low-
pass menggunakan persamaan:
j
H r ( ) e j t dt T
c
sin( c t )
hr(t) =
1
=
2
e jt =
T t / 2
, - t
2
c

....................................................................................................(2.21)
1. Buat script Matlab dan simpan dengan nama P2_2.
%ProgramP2_2
%Ilustrasiefekaliasingdalamdomain
clf;
T=0.1;f=13;
n=(0:T:1)';
xs=cos(2*pi*f*n);
t=linspace(0.5,1.5,500)';
ya=sinc((1/T)*t(:,ones(size(n)))
(1/T)*n(:,ones(size(t)))')*xs;
plot(n,xs,'o',t,ya);grid;
xlabel('Time,msec');ylabel('Amplitude');
title('Reconstructedcontinuoustimesignal
y_{a}(t)');
axis([011.21.2]);
Kode Program 2.2 Coding Matlab percobaan P2_2.

2. Jalankan program P2_2 untuk membangkitkan sinyal waktu diskrit x[n]


dan sinyal kontinyu equivalennya ya(t), dan menampilkannya bersama-
sama.
3. Berapa range t dan nilai peningkatan waktu dalam script P2_2? Berapa
range t pada gambar / grafik yang dikeluarkan oleh simulasi? Selanjutnya
ubahlah range t, dan jalankan kembali program P2_2. Jelaskan hasil
rekonstruksi sinyal yang dihasilkan.
4. Kembalikan range sinyal t ke kondisi semula. Selanjutnya, ubahlah
frekuensi sinyal sinusoidal menjadi 3Hz dan 7Hz. Apakah terdapat
perbedaan antara sinyal diskrit equivalen dengan yang dihasilkan pada
langkah 1. Jika tidak, jelaskan.

2.4.3 Effect of Sampling in the Frequency Domain


Percobaan ini akan meneliti hubungan antara Continuous Time Fourier
Transform (CTFT) pada sinyal waktu kontinyu band terbatas (limited) dan
Discrete Time Fourier Transform (DTFT) dari sinyal diskrit. Dalam hal untuk
mengkonversi sinyal waktu kontinyu xa(t) menjadi sinyal waktu diskrit equivalen
x[n], diperlukan xa(t) harus band limited dalam domain frekuensi. Untuk
mengilustrasikan efek sampling dalam domain frekuensi, percobaan ini
menggunakan sinyal waktu kontinyu eksponensial dengan CTFT yang band
limited.
1. Buat script Matlab dan simpan dengan nama P2_3.
%ProgramP2_3
%Ilustrasiefekaliasingdalamdomainfrekuensi
clf;
t=0:0.005:10;
xa=2*t.*exp(t);
subplot(2,2,1)
plot(t,xa);grid
xlabel('Time,msec');ylabel('Amplitude');
title('Continuoustimesignalx_{a}(t)');
subplot(2,2,2)
wa=0:10/511:10;
ha=freqs(2,[121],wa);
plot(wa/(2*pi),abs(ha));grid;
xlabel('Frequency,kHz');ylabel('Amplitude');
title('|X_{a}(j\Omega)|');
axis([05/pi02]);
subplot(2,2,3)
T=1;
n=0:T:10;
xs=2*n.*exp(n);
k=0:length(n)1;
stem(k,xs);grid;
xlabel('Timeindexn');ylabel('Amplitude');
title('Discretetimesignalx[n]');
subplot(2,2,4)
wd=0:pi/255:pi;
hd=freqz(xs,1,wd);
plot(wd/(T*pi),T*abs(hd));grid;
xlabel('Frequency,kHz');ylabel('Amplitude');
title('|X(e^{j\omega})|');
axis([01/T02])

Kode Program 2.3 Coding Matlab percobaan P2_3.


2. Jalankan program P2_3 untuk membangkitkan dan menampilkan sinyal
waktu diskrit dan sinyal kontinyu equivalennya, dan kaitan dengan
transformasi Fourier. Apakah tampak ada efek aliasing?
3. Ulangi jalankan program P2_3 dengan meningkatkan periode sampling
menjadi 1.5. Apakah terjadi efek aliasing?
2

4. Modifikasi program P2_3 untuk kasus xa(t) = e t dan ulangi


pertanyaan 2 dan 3.
2.4.4 Desain Filter Low-pass Analog
Tahap pertama dalam mendesain filter adalah menentukan orde filter (N)
dan frekuensi cut-off (c). Parameter ini dihitung menggunakan fungsi Matlab
buttord untuk filter Butterworth, cheb1ord untuk filter Chebyshev Type 1,
cheb2ord untuk type 2, dan ellipord untuk filter elliptic. c adalah frekuensi
cut-off 3 dB untuk filter Butterworth, pass-band edge untuk filter Chebyshev Type
1, stop-band edge untuk filter Chebyshev Type 2, dan pass-band edge untuk filter
elliptic.
1. Buat script Matlab dan simpan dengan nama P2_4.
%ProgramP2_4
%Disainfilterlowpassanalog
clf;
Fp=3500;Fs=4500;
Wp=2*pi*Fp;Ws=2*pi*Fs;
[N,Wn]=buttord(Wp,Ws,0.5,30,'s');
[b,a]=butter(N,Wn,'s');
wa=0:(3*Ws)/511:3*Ws;
h=freqs(b,a,wa);
plot(wa/(2*pi),20*log10(abs(h)));grid
xlabel('Frequency,Hz');ylabel('Gain,dB');
title('Gainresponse');
axis([03*Fs605]);
Kode Program 2.4 Coding Matlab percobaan P2_4.

2. Perhatikan script diatas, berapakah pass-band ripple (Rp) dalam dB dan


minimum stop-band attenuation (Rs) dalam dB. Berapakah frekuensi
pass-band dan stop-band edge (Hz)?
3. Jalankan program P2_4 dan perhatikan display grafik yang dihasilkan.
Apakah filter yang dirancang sudah memenuhi spesifikasi? Berapakah
orde filter (N) dan frekuensi cut-off (Hz) dari filter yang telah dirancang?
2.5 Data Hasil Percobaan
2.5.1 Sampling Sinyal Sinusoidal P2_1
A. Data Hasil Sampling F = 13 Hz T = 0.1 s

Gambar 2.3 Sampling Sinyal Sinusoidal T = 0.1 s

B. Data Hasil Sampling F = 13 Hz T = 0.05 s

Gambar 2.4 Sampling Sinyal Sinusoidal T = 0.05 s

C. Data Hasil Sampling F = 13 Hz T = 0.01 s

Gambar 2.5 Sampling Sinyal Sinusoidal T = 0.01 s


D. Data Hasil Sampling F = 13 Hz T = 0.2 s

Gambar 2.6 Sampling Sinyal Sinusoidal T = 0.2 s

E. Data Hasil Sampling F = 13 Hz T = 0.5 s

Gambar 2.7 Sampling Sinyal Sinusoidal T = 0.5 s

F. Data Hasil Sampling F = 3 Hz T = 0.1 s

Gambar 2.8 Sampling Sinyal Sinusoidal F = 3 Hz


G. Data Hasil Sampling F = 7 Hz T = 0.1 s

Gambar 2.9 Sampling Sinyal Sinusoidal F = 7 Hz

2.5.2 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu


A. Data Hasil Range T = 0.1 s dan F = 13 Hz

Gambar 2.10 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu T = 0.1 s dan F = 13 Hz

B. Data Hasil Range T = 0.2 s dan F = 13 Hz

Gambar 2.11 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu T = 0.2 s dan F= 13 Hz


C. Data Hasil Range T = 0.5 s dan F = 13 Hz

Gambar 2.12 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu T = 0.5 s dan F = 13 Hz

D. Data Hasil Range T = 0.1 s dan F = 3 Hz

Gambar 2.13 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu T = 0.1 s dan F = 3 Hz

E. Data Hasil Range T = 0.1 s dan F = 7 Hz

Gambar 2.14 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu T = 0.1 s dan F = 7 Hz


2.5.3 Effect of Sampling in the Frequency Domain P2_3
A. Data Hasil Sampling T = 1.0 s

Gambar 2.15 Effect of Sampling in the Frequency Domain T = 1.0 s

B. Data Hasil Sampling T = 1.5 s

Gambar 2.16 Effect of Sampling in the Frequency Domain T = 1.5 s


2
C. Data Hasil Sampling xa(t) = e t dengan T = 1.0 s

2
Gambar 2.17 Effect of Sampling in the Frequency Domain xa(t) = e t T = 1.0 s

D. Data Hasil Sampling xa(t) = e t dengan T = 1.5 s

2
Gambar 2.18 Effect of Sampling in the Frequency Domain xa(t) = e t T = 1.5 s
2.5.4 Desain Filter Lowpass Analog P2_4

Gambar 2.19 Desain Filter Low-pass Analog

Tabel 2.1 Desain Filter Low-pass Analog


N =
18
Wn =
2.3338e+04
Wp =
2.1991e+04

Ws =
2.8274e+04
2.6 Analisa Data
2.6.1 Sampling Sinyal Sinusoidal P2_1
Proses sampling dilakukan dengan men-sampling sinyal analog dalam
perioda waktu tertentu disebut dengan perioda pencacahan (Ts). Kebalikan dari

1
perioda pencacahan adalah frekuensi sampling (Fs) yaitu Fs= . Semakin
Ts
tinggi frekuensi sampling, atau semakin kecil perioda sampling maka sinyal hasil
sampling akan semakin menyerupai sinyal analog asli. Sinyal hasil sampling
sering disebut dengan istilah Pulse Amplitude Modulation (PAM). Namun,
semakin tinggi frekuensi sampling membawa konsekuensi pada harga keseluruhan
pada proses pencacahan semakin tinggi sebaliknya, menggunakan frekuensi
sampling rendah akan menurunkan harga proses pencacahan tetapi mengandung
konseskuensi pada represensitasi sinyal PAM yang kurang dapat mewakili sinyal
analog aslinya. Karena itu secara alami akan muncul pertanyaan berupa jumlah
frekuensi minimal yang dapat digunakan agar hasil pengkodean digital nantinya
dapat dikendalikan ke bentuk dari sinyal analog. Hal tersebut sesuai dengan
Teorema Nyquist, dimana frekuensi sampling harus minimal 2 kali frekuensi
tertinggi (bukan bandwidth) yang dikandung oleh sinyal asli.

A. Sampling Sinyal F = 13Hz T = 0.1 s

Gambar 2.20 Sampling Sinyal Sinusoidal T= 0.1 s


Dari gambar diatas maka didapat nilai dari frekuensi sampling adalah:
Fs seharusnya = 2 x Fa
= 2 x 13
= 26 Hz
1 1
Fs= = =10 Hz
Ts 0,1
Berdasarkan teori dimana frekuensi sampling harus minimal 2 kali
frekuensi tertinggi yang dikandung sinyal asli. Data diatas menunjukkan
Frekuensi sampling (Fs) sebesar 10 Hz dimana belum mencapai lebih dari atau
sama dengan dua kali frekuensi sinyal asli yaitu 26 Hz sehingga hasil sampling
dari sinyal tersebut belum menyerupai sinyal analognya.

B. Sampling Sinyal F = 13Hz T = 0.05 s

Gambar 2.21 Sampling Sinyal Sinusiodal T = 0,05 s

Dari gambar diatas maka didapat nilai dari frekuensi sampling adalah:
Fs seharusnya = 2 x Fa
= 2 x 13
= 26 Hz
1 1 100
Fs= = = =20 Hz
Ts 0,05 5
Berdasarkan teori dimana frekuensi sampling harus minimal 2 kali
frekuensi tertinggi yang dikandung sinyal asli. Data diatas menunjukkan
Frekuensi sampling (Fs) sebesar 20 Hz dimana belum mencapai lebih dari atau
sama dengan dua kali frekuensi sinyal asli yaitu 26 Hz sehingga hasil sampling
dari sinyal tersebut belum menyerupai sinyal analognya.
C. Sampling Sinyal F = 13Hz T = 0.01 s

Gambar 2.22 Sampling Sinyal Sinusiodal T = 0,01 s

Dari gambar diatas maka didapat nilai dari frekuensi sampling adalah:
Fs seharusnya = 2 x Fa
= 2 x 13
= 26 Hz
1 1 1000
Fs= = = =100 Hz
Ts 0,01 10
Berdasarkan teori dimana frekuensi sampling harus minimal 2 kali
frekuensi tertinggi yang dikandung sinyal asli. Data diatas menunjukkan
Frekuensi sampling (Fs) sebesar 100 Hz dimana sudah mencapai lebih dari atau
sama dengan dua kali frekuensi sinyal asli yaitu 26 Hz sehingga hasil sampling
dari sinyal tersebut sudah menyerupai sinyal analognya.

D. Sampling Sinyal F = 13Hz T= 0.2 s

Gambar 2.23 Sampling Sinyal Sinusiodal T = 0.2 s

Dari gambar diatas maka didapat nilai dari frekuensi sampling adalah:
Fs seharusnya = 2 x Fa
= 2 x 13
= 26 Hz
1 1 100
Fs= = = =5 Hz
Ts 0,2 20
Berdasarkan teori dimana frekuensi sampling harus minimal 2 kali
frekuensi tertinggi yang dikandung sinyal asli. Data diatas menunjukkan
Frekuensi sampling (Fs) sebesar 5 Hz dimana belum mencapai lebih dari atau
sama dengan dua kali frekuensi sinyal asli yaitu 26 Hz sehingga hasil sampling
dari sinyal tersebut belum menyerupai sinyal analognya.

E. Sampling Sinyal F = 13Hz T = 0.5 s

Gambar 2.24 Sampling Sinyal Sinusiodal T = 0.5 s

Dari gambar diatas maka didapat nilai dari frekuensi sampling adalah:
Fs seharusnya = 2 x Fa
= 2 x 13
= 26 Hz
1 1 10
Fs= = = =2 Hz
Ts 0,5 5
Berdasarkan teori dimana frekuensi sampling harus minimal 2 kali
frekuensi tertinggi yang dikandung sinyal asli. Data diatas menunjukkan
Frekuensi sampling (Fs) sebesar 2 Hz dimana belum mencapai lebih dari atau
sama dengan dua kali frekuensi sinyal asli yaitu 26 Hz sehingga hasil sampling
dari sinyal tersebut belum menyerupai sinyal analognya.
F. Sampling F = 3 Hz T = 0.1 s

Gambar 2.25 Sampling Sinyal Sinusiodal F = 3 Hz

Dari gambar diatas maka didapat nilai dari frekuensi sampling adalah:
Fs seharusnya = 2 x Fa
=2x3
= 6 Hz
1 1 10
Fs= = = =10 Hz
Ts 0,1 1
1 1
T = = =0,33 s
F 3
Berdasarkan teori dimana frekuensi sampling harus minimal 2 kali
frekuensi tertinggi yang dikandung sinyal asli. Sehingga data diatas menunjukkan
Frekuensi sampling (Fs) sebesar 10 Hz dimana sudah mencapai lebih dari atau
sama dengan dua kali frekuensi sinyal asli yaitu 6 Hz. Dan juga semakin tinggi
frekuensi sampling, atau semakin kecil perioda sampling maka sinyal hasil
sampling akan semakin menyerupai sinyal analog asli.

G. Sampling Sinyal F = 7 Hz T = 0.1 S


Gambar 2.26 Sampling Sinyal Sinusiodal F = 7 Hz

Dari gambar diatas maka didapat nilai dari frekuensi sampling adalah:
Fs seharusnya = 2 x Fa
=2x7
= 14 Hz
1 1 10
Fs= = = =10 Hz
Ts 0,1 1
Berdasarkan teori dimana frekuensi sampling harus minimal 2 kali
frekuensi tertinggi yang dikandung sinyal asli. Data diatas menunjukkan
Frekuensi sampling (Fs) sebesar 10 Hz dimana belum mencapai lebih dari atau
sama dengan dua kali frekuensi sinyal asli yaitu 14 Hz sehingga hasil sampling
dari sinyal tersebut belum menyerupai sinyal analognya.

H. Analisa Perbandingan Berdasarkan Perbedaan Besar Frekuensi (F=13 Hz,


F=3 Hz dan F=7 Hz)
Berikut ini adalah gambar dari hasil percobaan dengan frekuensi yang
berbeda (F=13 Hz, F=3 Hz, F=7 Hz).

(a) (b)
(c)
Gambar 2.27 Sinyal Sampling dengan (a) F =13 Hz, (b) F = 3 Hz, dan (c) F = 7 Hz.

Dilihat dari Gambar 2.27, terdapat tiga gambar dimana Gambar 2.27 (a)
merupakan hasil percobaan sampling sinyal dengan frekuensi 13 Hz, Gambar 2.27
(b) merupakan hasil percobaan sampling sinyal dengan frekuensi 3 Hz, dan
Gambar 2.27 (c) merupakan hasil percobaan sampling sinyal dengan frekuensi 7
Hz.
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa sinyal hasil sampling yang
paling baik didapatkan pada percobaan dengan frekuensi 3 Hz (Gambar 2.27 (b)).
Hal ini terjadi karena sesuai dengan teorema Nyquist dimana frekuensi sampling
harus lebih besar atau sama dengan dua kali frekuensi alsinya, yang pada Gambar
2.27 (b) frekuensi sampling sudah lebih tinggi dari pada frekuensi asli dari sinyal
analog yang di-sampling yakni frekuensi sinyal analog sebesar 3 Hz dan frekuensi
sampling-nya sebesar 10 Hz. Untuk Gambar 2.27 (a) dan Gambar 2.27 (c),
masing-masing percobaan memiliki nilai F = 13 Hz, Fs = 10hz dan F=7 Hz, Fs =
10 Hz. Dimana besar nilai frekuensi sampling-nya belum memenuhi teorema
Nyquist sehingga sinyal hasil sampling-nya tidak menggambarkan sinyal analog
aslinya.
2.6.2 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu P2_2
Aliasing adalah fenomena bergesernya frekuensi tinggi gelombang seismik
menjadi lebih rendah yang diakibatkan pemilihan interval sampling yang terlalu
besar (kasar). Aliasing dapat menghasilkan efek dipping yang semu. Secara
spasial aliasing dapat menyisakan artifact (noise) setelah proses migrasi atau
dikenal migration artifact. Efek aliasing terjadi karena frekuensi sinyal
maksimum Fmax lebih besar dari frekuensi sampel (Fs). Untuk menghindari efek
aliasing maka frekuensi sample Fs harus dua kali lebih besar daripada frekuensi
sinyal maksimum Fmax. Apabila aliasing terjadi maka tidak dapat mengetahui
frekuensi sinyal yang sebenarnya. (Frekuensi aliasing = frekuensi pencuplikan
frekuensi sinyal).

A. Range T = 0,1 s dan F = 13 Hz

Gambar 2.28 Pengaruh Aliasing dalam Domain Range T = 0,1 s dan F = 13 Hz

Dalam keadaan diatas diketahui T = 0,1 s dan f = 13 Hz sehingga akan


terjadi perubahan atau pergeseran amplitudo saat perubahan waktu sebesar 0,1 s.
Misalnya 0,1 detik pertama akan membuat amplitudo bergeser dari 1 V menjadi
0,3 V. Perubahan tersebut juga terjadi lagi saat waktu berjalan menjadi 0,2 s dan
membuat amplitudo sebesar 0,8 V begitu seterusnya sesuai perubahan waktu dan
pola akan tetap sama.
B. Range T= 0,2 s dan F = 13 Hz

Gambar 2.29 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Range T = 0,2 s dan F = 13 Hz

Dalam keadaan diatas diketahui T = 0,2 s dan F = 13Hz, sehingga akan


terjadi perubahan atau pergeseran amplitudo saat perubahan waktu sebesar 0,2 s.
Misalnya 0,2 detik pertama akan membuat amplitudo bergeser dari 1V menjadi
0,8V. Perubahan tersebut juga terjadi lagi saat waktu berjalan menjadi 0,2s dan
membuat amplitudo sebesar 0,4V begitu seterusnya sesuai perubahan waktu dan
pola akan tetap sama.

C. Range T= 0,5 s dan F = 13 Hz

Gambar 2.30 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Range T = 0,5 s dan F = 13 Hz

Dalam keadaan diatas diketahui T = 0,5 s dan F = 13Hz, sehingga akan


terjadi perubahan atau pergeseran amplitudo saat perubahan waktu sebesar 0,5 s.
Misalnya 0,5 detik pertama akan membuat amplitudo bergeser dari 1V menjadi
1V. Perubahan tersebut juga terjadi lagi saat waktu berjalan menjadi 0,5s dan
membuat amplitudo sebesar 1V begitu seterusnya sesuai perubahan waktu dan
pola akan tetap sama.

D. Range T = 0.1s dan F = 3 Hz

Gambar 2.31 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Range T = 0,1 s dan F = 3 Hz

Dalam keadaan diatas diketahui T = 0,1 s dan F = 3 Hz sehingga akan


terjadi perubahan atau pergeseran amplitudo saat perubahan waktu sebesar 0,1 s.
Misalnya 0,1 detik pertama akan membuat amplitudo bergeser dari 1 V menjadi
0,3 V. Perubahan tersebut juga terjadi lagi saat waktu berjalan menjadi 0,2 s dan
membuat amplitudo sebesar 0,8 V begitu seterusnya sesuai perubahan waktu dan
pola akan tetap sama.

E. Range T = 0.1 s dan F = 7 Hz

Gambar 2.32 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Range T = 0,1 s dan F = 7 Hz


Dalam keadaan pada gambar diatas diketahui T = 0,1 s dan F = 7 Hz
sehingga akan terjadi perubahan atau pergeseran amplitudo saat perubahan waktu
sebesar 0,1 s. Misalnya 0,1 detik pertama akan membuat amplitudo bergeser dari
1 V menjadi 0,3 V. Perubahan tersebut juga terjadi lagi saat waktu berjalan
menjadi 0,2 s dan membuat amplitudo sebesar 0,8 V begitu seterusnya sesuai
perubahan waktu dan pola akan tetap sama.

F. Perbandingan antara periode yang sama dengan frekuensi yang berbeda.

(a) (b) (c)


Gambar 2.33 (a) Range T = 0,1s dan F =13Hz, (b) Range T = 0,1s dan F = 3 Hz, (c) Range
T = 0,1s dan F = 7Hz

Berdasarkan data di atas dengan range perioda yang sama tapi dengan
frekuensi yang berbeda beda. Mempunyai hasil penggambaran sinyal yang
sama. Sehingga didapatkan frekuensi aliasing masing masing ferkuensi adalah :
Pada frekuensi 13 Hz :
Frekuensi Aliasing= Frekuensi Sampling Frekuensi Sinyal
10 13 3 Hz
Pada frekuensi 7 Hz :
Frekuensi Aliasing= Frekuensi Sampling Frekuensi Sinyal
10 7 3 Hz
Pada frekuensi 3 Hz :
Frekuensi Aliasing= Frekuensi Sampling Frekuensi Sinyal
10 3 7 Hz
Sehingga didapatkan gambaran yang sama pada setiap frekuensi tersebut.

2.6.3 Effect of Sampling in the Frequency Domain P2_3


Proses ini mengubah representasi sinyal yang tadinya berupa sinyal
kontinyu menjadi sinyal diskrit. Dapat juga diibaratkan sebagai sebuah saklar
on/off yang membuka dan menutup setiap perioda tertentu. Proses sampling
dilakukan dengan men-sampling sinyal analog dalam periode waktu tertentu
disebut dengan periode pencacahan (Ts). Kebalikan dari periode pencacahan

1
adalah frekuensi sampling (Fs) yaitu Fs= . Semakin tinggi frekuensi
Ts
sampling, atau semakin kecil perioda sampling maka sinyal hasil sampling akan
semakin menyerupai sinyal analog asli. Sinyal hasil sampling sering kali disebut
juga istilah Pulse Amplitude Modulation (PAM). Namun, semakin tinggi frekuensi
sampling membawa konsekuensi pada harga keseluruhan pada proses pencacahan
semakin tinggi sebaliknya, menggunakan frekuensi sampling rendah akan
menurunkan harga proses pencacahan tetapi mengandung konsekuensi pada
representasi sinyal PAM yang kurang dapat mewakili sinyal analog asli. Karena
itu secara alami akan muncul pertanyaan, berapa frekuensi terendah yang dapat
digunakan agar hasil pengkodean digital nantinya dapat dikendalikan ke bentuk
dari sinyal analog. Hal tersebut sesuai dengan Teorema Nyquist yang berbunyi
sebagai berikut Frekuensi sampling harus minimal 2 kali frekuensi tertinggi
(bukan bandwidth) yang dikandung oleh sinyal asli.
A. Sampling T = 1.0 s

Gambar 2.34 Effect of Sampling in the Frequency Domain T = 1,0s


Pada hasil percobaan di atas dengan perioda T = 1,0 s. Sehingga apabila
dilakukan perhitungan matematis akan diperoleh hasil sebagai berikut:
1 1
Fs= = =1 Hz
Ts 1

(a) (b)
Gambar 2.35 (a) Sinyal Asli, (b) Sinyal Hasil Sampling

Data diatas menunjukkan sampling antara sinyal asli menjadi sinyal


sampling dengan T = 1,0s

(c) (d)
Gambar 2.36 (c) Perubahan dari Sinyal Waktu Kontinyu menjadi Sinyal Waktu Diskrit, (d)
Perubahan dari Sinyal Waktu Diskrit menjadi Sinyal Waktu Kontinyu

Dari data di atas diperoleh hasil yaitu proses perubahan sinyal akibat
adanya variable frekuensi. Di mana Fs = 1Hz sesuai dengan proses perhitungan di
atas.
Gambar 2.37 Pengaruh Variable Frekuensi

B. Sampling T = 1.5s

Gambar 2.38 Effect of Sampling in the Frequency Domain T = 1,5s

Pada hasil percobaan di atas dengan perioda T = 1,5 s. Sehingga apabila


dilakukan perhitungan matematis akan diperoleh hasil sebagai berikut:
1 1
Fs= = =0,67 Hz
Ts 1,5

(a) (b)
Gambar 2.39 (a) Sinyal Asli, (b) Sinyal Hasil Sampling
Data diatas menunjukkan sampling antara sinyal asli menjadi sinyal
sampling dengan T= 1,5.

(c) (d)
Gambar 2.40 (c) Perubahan dari Sinyal Waktu Kontinyu menjadi Sinyal Waktu Diskrit, (d)
Perubahan dari Sinyal Waktu Diskrit menjadi Sinyal Waktu Kontinyu

Dari data di atas diperoleh hasil yaitu proses perubahan sinyal akibat
adanya variabel frekuensi. Di mana T = 1,5 sesuai dengan proses
perhitungan di atas.

Gambar 2.41 Pengaruh Variabel Frekuensi


2
C. Sampling xa(t) = e t dengan T = 1.0 s

2
Gambar 2.42 Effect of Sampling in the Frequency Domain xa(t) = e t Dengan T=1.0 s
2
Pada hasil percobaan di atas dengan periode T = 1,0 dan x a(t) = e t
Sehingga apabila dilakukan perhitungan matematis akan diperoleh hasil sebagai
berikut:
1 1
Fs= = =1 Hz
Ts 1
Dalam hal ini akan dibandingkan antara Effect of Sampling in the
2

Frequency T=1.0 dan Effect of Sampling in the Frequency Domain xa(t) = e t


dengan T=1.0.

Gambar 2.43 Perbandingan Effect of Sampling in the Frequency T=1.0 dan Effect
2
of Sampling in the Frequency Domain xa(t) = e t dengan T=1.0.

Dari data di atas hanya diperoleh perubahan yang terjadi pada hasil sinyal
2
asli disebabkan karena adanya nilai xa(t) = e t . Sedangkan, untuk data hasil
sampling dan data Perubahan dari Sinyal Waktu Kontinyu menjadi Sinyal Waktu
Diskrit atau sebaliknya diperoleh hasil yang sama karena nilai T yang tetap.

D. Sampling xa(t) = e t dengan T=1.5s


2
Gambar 2.44 Effect of Sampling in the Frequency Domain xa(t) = e t T = 1.5

Pada hasil percobaan di atas dengan perioda T = 1,5 dan x a(t) = e t


Sehingga apabila dilakukan perhitungan matematis akan diperoleh hasil sebagai
berikut:
1 1
Fs= = =0,67 Hz
Ts 1,5
Dalam hal ini akan dibandingkan antara Effect of Sampling in the
Frequency T=1.5s dan Effect of Sampling in the Frequency Domain xa(t) =
2

e t dengan T=1.5s.

Gambar 2.45 Perbandingan Effect of Sampling in the Frequency T=1.5 dan Effect of
2
Sampling in the Frequency Domain xa(t) = e t dengan T = 1.5

Dari data di atas hanya diperoleh perubahan yang terjadi pada hasil sinyal
2

asli disebabkan karena adanya nilai xa(t) = e t . Sedangkan, untuk data hasil
sampling dan data Perubahan dari Sinyal Waktu Kontinyu menjadi Sinyal Waktu
Diskrit atau sebaliknya diperoleh hasil yang sama karena nilai T yang tetap.

2.6.4 Desain Filter Lowpass Analog P2_4


Filter adalah rangkaian pemilih frekuensi agar dapat melewatkan frekuensi
yang diinginkan dan menahan (couple) atau membuang (by pass) frekuensi
lainnya. Low-Pass Filter (LPF) adalah sebuah rangkaian yang tegangan
keluarannya tetap dari DC naik sampai ke suatu frekuensi cut-off fc. Bersama
naiknya frekuensi di atas fc, tegangan keluarannya diperlemah (turun). Low-Pass
Filter adalah jenis filter yang melewatkan frekuensi rendah serta meredam atau
menahan frekuensi tinggi.
Gambar 2.46 Desain Low-pass Filter Analog

Filter ini memiliki ordo N, dimana N adalah integer dan jika N semakin
besar maka respon filter mendekati respon filter ideal. Ordo filter ini ditentukan
oleh jumlah komponen penyimpan energi. Dari hasil di atas hanya terdapat N=18
dimana ordo N dapat dicari dengan menggunakan software Matlab dengan hasil
sebagai berikut:
Tabel 2.2 Mencari Nilai Orde (N), Frekuensi Cut-Off (Wn), Frekuensi Passband Low-Pass Filter
(Wp), Frekuensi Stopband Low-Pass Filter (Ws).
N =
18
Wn =
2.3338e+04
Wp =
2.1991e+04

Ws =
2.8274e+04

Dimana:
N = Jumlah ordo dari Low Pass Filter.
Wp = Frekuensi Passband Low-Pass Filter
Ws = Frekuensi Stopband Low-Pass Filter
Wn = Frekuensi Cut-Off
Dimana perbadingan antara frekuensi redaman yang diinginkan dengan
frekuensi cut off harus sama dengan satu. Seperti persamaan berikut:

=1
c
Dimana :
: Frekuensi redaman yang diinginkan
c : Frekuensi cut off 10 dB
1
| HN(J)|2= 1N = -10N log(10) dB = -10 dB/dec
1+10
Jadi setelah frekuensi cut off-nya, Filter Butterworth ini memiliki respon
meredam mendekati 10N dB/ dekade.
2.7 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1. Semakin tinggi frekuensi sampling, atau semakin kecil perioda sampling
maka sinyal hasil sampling akan semakin menyerupai sinyal analog asli.
2. Dengan range perioda yang sama sebesar dan frekuensi yang berbeda
beda. Mempunyai hasil penggambaran sinyal yang sangat indentik atau
sama tanpa adanya perbedaaan.
3. Effect of Sampling in the Frequency Domain mengakibatkan perubahan
yang terjadi pada hasil sinyal asli disebabkan karena adanya nilai xa(t) =
2

e t . Sedangkan, untuk data hasil sampling dan data perubahan dari


sinyal waktu kontinyu menjadi sinyal waktu diskrit atau sebaliknya,
diperoleh hasil yang sama karena nilai T yang tetap.
4. Filter Low-pass Analog ini memiliki ordo N, (N Integer) dan jika N
semakin besar maka respon filter mendekati respon filter ideal. Ordo filter
ini ditentukan oleh jumlah komponen penyimpan energi.

Anda mungkin juga menyukai