Anda di halaman 1dari 35

BAB III

PERENCANAAN JARINGAN DRAINASE PERKOTAAN

3.1 Layout Jaringan Drainase


Dari tujuan yang ingin dicapai pada perencanaan jaringan drainase daerah
perumahan Artha Graha maka perlu dipersiapkan layout dari rencana jaringan
drainase yang ada. Layout jaringan drainase digunakan untuk menentukan letak
saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier. Dibawah ini adalah layout dari
jaringan drainase pada daerah perumahan Artha Graha.

G3
P1

G5
G6
S1Kn
G4
P2

II S2Kr S2Kn

III S3Kr S3Kn

S6
IV S4Kr S4Kn

G2 S7
V S5Kr

S11 Keterangan :
S8

Rumah Penduduk
S10

Jalan

I
S9

Kontur

G1 Saluran Primer
S12
Saluran Sekunder
S13
Saluran Tersier
Arah aliran air
Gorong - Gorong

Kolam Resapan

Gambar 3.1 Layout jaringan drainase komplek perumahan Artha Graha, TDM
(Global Mapper, 2016)
3.2 Analisa Debit Hujan Rancangan
3.2.1 Pemilihan Data Hujan

III-1
Untuk menentukan debit rencana, dapat digunakan beberapa metode atau
cara. Metode yang digunakan sangat tergantung dari data yang tersedia, data
data tersebut dapat berupa data debit sungai atau data curah hujan.
Lokasi saluran drainase direncanakan pada komplek perumahan Artha
Graha. Perencanaan saluran drainase ini menggunakan data curah hujan dari
stasiun yang berpengaruh pada daerah tersebut yaitu Sta. Lasiana

Tabel 3.1 Data curah hujan bulanan Sta. Lasiana

Tahu Bulan Total


n
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1997 310 708 183 3 12 2 2 0 0 0 57 191 1468


1998 441 173 84 132 28 4 39 0 0 59 158 307 1425
1999 408 787 489 84 0 0 0 0 0 34 186 157 2145
2000 572 598 492 113 65 0 0 0 0 0 144 186 2170
2001 296 344 104 29 0 48 9 0 0 3 416 278 1527
2002 175 627 159 86 0 0 0 0 43 0 75 133 1298
2003 367 685 402 77 3 24 0 0 0 65 40 722 2385
2004 35 511 316 0 80 1 0 0 0 44 72 219 1278
2005 218 144 284 51 0 0 0 0 0 167 151 284 1299
2006 543 266 553 178 11 20 0 0 0 0 11 161 1743
Sumber : BMKG Lasiana Unit : mm

Tabel 3.2 Data curah hujan maksimum Sta. Lasiana

Tahu Bulan Max


n
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1997 89 92 40 3 11 1 1 0 0 0 33 52 92
1998 98 35 24 60 25 3 33 0 0 36 37 61 98
1999 76 134 256 23 0 0 0 0 0 19 47 53 256
2000 125 80 122 33 19 0 0 0 0 0 44 123 125
2001 128 79 21 19 0 36 7 0 0 2 90 56 128
2002 38 98 32 75 0 0 0 0 43 0 22 53 98
2003 158 203 65 56 3 13 0 0 0 37 13 128 203
2004 7 111 55 0 51 1 0 0 0 25 39 62 111
2005 58 57 65 22 0 0 0 0 0 79 44 41 79
2006 62 98 193 126 9 13 0 0 0 0 5 34 193
Sumber : BMKG Lasiana Unit : mm

III-2
3.2.2 Perhitungan Uji Konsistensi
Data curah hujan akan memiliki kecenderungan untuk menuju suatu titik
tertentu yang biasa disebut dengan pola atau trend. Data yang menunjukan
adanya perubahan pola atau trend tidak disarankan untuk digunakan. Analisa
hidrologi harus mengikuti trend, dan jika terdapat perubahan harus dilakukan
koreksi. Untuk melakukan pengecekan pola atau trend tersebut dilakukan dengan
menggunakan teknik kurva massa ganda yang berdasarkan prinsip setiap
pencatatan data yang berasal dari populasi yang sekandung akan konsisten,
sedangkan yang tidak sekandung akan tidak konsisten, dan akan menimbulkan
penyimpangan arah/trend. Perubahan pola atau trend bisa disebabkan
diantaranya oleh :
a. Perpindahan lokasi stasiun pengukur hujan.
b. Perubahan ekosistem terhadap iklim secara drastis, misalnya karena
kebakaran.
c. Kesalahan ekosistem observasi pada sekumpulan data akibat posisi
atau cara pemasangan alat ukur yang tidak baik.
Prinsip dasar metode kurva massa ganda antara lain: sejumlah stasiun
tertentu dalam wilayah iklim yang sama diseleksi sebagai stasiun dasar
(pembanding). Rata-rata aritmetik dari semua stasiun dasar dihitung untuk setiap
metode yang sama. Hujan rata-rata tersebut ditambahkan (diakumulasikan) mulai
dari periode awal pengamatan. Demikian pula halnya dengan data stasiun utama
yang akan dicek pola atau trendnya. Kemudian diplot titik-titik akumulasi rerata
stasiun utama dan stasiun dasar sebagai kurva massa ganda. Pada kurva massa
ganda, titik-titik yang tergambar selalu berdeviasi sekitar garis rata-rata, dan
hamper merupakan garis lurus. Kalau ada penyimpangan yang terlalu jauh dari
garis lurus tersebut maka mulai dari titik ini selanjutnya pengamatan dari stasiun
yang ditinjau akan tidak akurat dengan kata lain data hujan curah hujan telah
mengalami perubahan trend. Dalam pengujian uji konsistensi kali ini hanya
digunakan data hujan dari Sta. Lasiana tanpa melakukan perbandingan dengan
Sta. lainnya.

Tabel 3.3 Uji konsistensi data hujan Sta. Lasiana


No Tahun Data Hujan Tahunan Rerata Komulatif Konsistensi

III-3
BMKG Lasiana Stasiun
Rerata
Oesapa Kom (1)

1 1997 1468 1468 1468 1468


2 1998 1425 1425 2893 2893
3 1999 2145 2145 5038 5038
4 2000 2170 2170 7208 7208
5 2001 1527 1527 8735 8735
6 2002 1298 1298 10033 10033
7 2003 2385 2385 12418 12418
8 2004 1278 1278 13696 13696
9 2005 1299 1299 14995 14995
10 2006 1743 1743 16738 16738
Sumber : Hasil perhitungan

Uji konsistensi Data Hujan Sta. Lasiana

18000
16000 R = 1
14000
12000
10000
Kom. Stasiun 8000
6000
4000
2000
0
0 5000 10000 15000 20000

Kom. Rerata Stasiun

Gambar 3.2 Grafik uji konsistensi data hujan Sta. Lasiana

3.2.3 Pemilihan Distribusi Hujan Rancangan


Untuk melakukan pemilihan distribusi hujan rancangan digunakan
parameter pengujian distribusi statistik dan logaritma. Parameter statistik
digunakan untuk distribusi gumbel dan normal sedangkan parameter logaritma
digunakan untuk metode Log Normal dan Log Pearson III.

Tabel 3.4 Parameter uji distribusi statistik

III-4
No Tahun R(Xi) (Xi - Xr) (Xi -Xr)2 (Xi -Xr)3 (Xi -Xr)4

1 1997 92 -46,3 2143,69 -99252,8 4595406,8

2 1998 98 -40,3 1624,09 -65450,8 2637668,3


191913643,
3 1999 256 117,7 13853,29 1630532,2
8
4 2000 125 -13,3 176,89 -2352,6 31290,1

5 2001 128 -10,3 106,09 -1092,7 11255,1

6 2002 98 -40,3 1624,09 -65450,8 2637668,3

7 2003 203 64,7 4186,09 270840,0 17523349,5

8 2004 111 -27,3 745,29 -20346,4 555457,2

9 2005 79 -59,3 3516,49 -208527,9 12365701,9

10 2006 193 54,7 2992,09 163667,3 8952602,6

241224043,
Jumlah 1383
0 30968 1602565 6
Xr 138,30
Standar Deviasi (SD)
58,66
Koefisien Skewness (CS)
1,103
Koefisien Kurtois (CK)
2,037
Koefisien Variasi (CV)
138,3
Sumber : Hasil perhitungan

Tabel 3.5 Parameter uji distribusi logaritma

(Log Xi - (Log Xi - (Log Xi - (Log Xi -


No Tahun R(Xi) Log Xi
Log Xr) Log Xr)2 Log Xr)3 Log Xr)4

1 1997 92 1,964 -0,146 0,021 -0,003 0,000


2 1998 98 1,991 -0,118 0,014 -0,002 0,000
3 1999 256 2,408 0,299 0,089 0,027 0,008
4 2000 125 2,097 -0,013 0,000 0,000 0,000
5 2001 128 2,107 -0,002 0,000 0,000 0,000
6 2002 98 1,991 -0,118 0,014 -0,002 0,000

III-5
7 2003 203 2,307 0,198 0,039 0,008 0,002
8 2004 111 2,045 -0,064 0,004 0,000 0,000
9 2005 79 1,898 -0,212 0,045 -0,010 0,002
10 2006 193 2,286 0,176 0,031 0,005 0,001

Jumlah 1383 21,095 0 0,258 0,024 0,013


Xr 138,3 2,109
Standar Deviasi (SD) 0,169
Koefisien Skewness
0,68
(CS)
Koefisien Kurtois (CK) 1,626
Koefisien Variasi (CV) 0,080
Sumber : Hasil perhitungan

Tabel 3.6 Hasil hitungan parameter dispersi

Hasil Dispersi
No. Dispersi
Parameter Statistik Parameter Logaritma

1. Standar Deviasi (SD) 58,66 0,169


2. Koefisien Skewness (CS) 1,10 0,680
3. Koefisien Kurtois (CK) 2,04 1,626
4. Koefisien Variasi (CV) 138,30 0,080
Sumber : Hasil Perhitungan

3.2.4 Perhitungan Curah Hujan Rancangan


3.2.4.1 Curah Hujan Rencana Metode Gumbel

Untuk menghitung curah hujan rencana dengan Metode Gumbel Tipe I


pada tabel 3.8 digunakan persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut :

Sd
Xt = X + ( Y Y n )
Sn T

Sd =
( Xi X )
n1

Xt = Nilai hujan rencana dengan data ukur T tahun ( mm )


X = Nilai rata rata hujan ( mm )
S = Deviasi standar ( simpangan baku )

III-6
YT = Nilai reduksi variasi ( reduced variate ) dari variable yang
diharapkan terjadi pada periode ulang T tahun, seperti dituliskan
pada tabel 2.4
Yn = Nilai rata rata dari reduksi variasi ( reduced mean ) nilainya
tergantung dari jumlah data ( n ), seperti yang ditunjukan pada
Tabel 2.2
Sn = Deviasi standar dari reduksi cariasi ( reduced standart deviation )
nilainya tergantung dari jumlah data ( n ), seperti yang ditunjukan
pada Tabel 2.3

Tabel 3.7 Perhitungan curah hujan rencana metode Gumbel

Xi T Xr Xt
No. Tahun Xi Xr (X Xr)2 Sx Yn Sn YT K
(mm
) tahun (mm) (mm)

1 1997 92 -46,3 2143,69 2 138,3 58,66 0,50 0,95 0,37 -0,14 130,3
2 1998 98 -40,3 1624,09
13853,2
3 1999 256 117,7 9 5 138,3 58,66 0,50 0,95 1,50 1,06 200,4
4 2000 125 -13,3 176,89
5 2001 128 -10,3 106,09 10 138,3 58,66 0,50 0,95 2,25 1,85 246,7
6 2002 98 -40,3 1624,09
7 2003 203 64,7 4186,09 25 138,3 58,66 0,50 0,95 3,20 2,85 305,3
8 2004 111 -27,3 745,29
9 2005 79 -59,3 3516,49 50 138,3 58,66 0,50 0,95 3,90 3,59 348,7
10 2006 193 54,7 2992,09
100 138,3 58,66 0,50 0,95 4,60 4,32 391,9
Jumlah 1383 30968,1
Rata - rata (Xr) 138,3
Standar Deviasi (SD)
58,659
Sumber : Hasil perhitungan

III-7
Grafik Hujan Rancangan
450
400
350
300
250
Hujan Rancangan 200
150
100
50
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Kala Ulang

Gambar 3.3 Grafik curah hujan rancangan metode Gumbel

3.2.4.2 Metode Distribusi Normal


Distribusi normal banyak digunakan dalam analisis hidrologi, misal dalam
analisis frekuensi curah hujan, analisis statistik dari distribuqi rata-rata curah hujan
tahunan, debit rata-rata tahunan dan sebagainya. Distribusi normal atau kurva
normal disebut pula distribusi Gauss.

Tabel 3.8 Curah hujan maksimum Metode Normal


Tr Xt
No. Tahu K Sd Xr
mm
n
1 2 0,000 58,659 138,300 138,300
2 5 0,840 58,659 138,300 187,574
3 10 1,280 58,659 138,300 213,384
4 25 1,708 58,659 138,300 238,490
5 50 2,050 58,659 138,300 258,551
6 100 2,330 58,659 138,300 274,976
. Sumber : Hasil Perhitungan

3.2.4.3 Metode Distribusi Log Normal


Metode Log Normal apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik
akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai
model matematik dengan persamaan sebagai berikut :
X T = X + Kt . S
Dimana :

III-8
XT = besarnya curah hujan yang mungkin terjadi dengan periode ulang
X tahun.
X = curah hujan rata-rata (mm)
S = standar Deviasi data hujan maksimum tahunan
Kt = standard Variable untuk periode ulang t tahun yang besarnya
diberikan pada Tabel 2.6

Tabel 3.9 Curah hujan maksimum Metode Log Normal

T
No Xr SD K Log Xt Xt
Tahun

1 2 2,109 0,169 0,00 2,109 128,665


2 5 2,109 0,169 0,84 2,252 178,499
3 10 2,109 0,169 1,28 2,326 211,888
4 25 2,109 0,169 1,71 2,399 250,350
5 50 2,109 0,169 2,05 2,456 286,045
6 100 2,109 0,169 2,33 2,504 319,025
Sumber : Hasil Perhitungan

Metode Distribusi Log Pearson III


3.2.4.4
Metode Log Pearson III apabila digambarkan pada kertas peluang
logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan
sebagai model matematik dengan persamaan sebagai berikut :
Y =Y + k . S
Dimana :
Y = nilai logaritmik dari X atau log X
X = data curah hujan
Y = rata-rata hitung (lebih baik rata-rata geometrik) nilai Y
S = deviasi standar nilai Y
K = karakteristik distribusi peluang Log-Pearson tipe III ( Tabel 2.5 )

Tabel 3.10 Curah parameter Log Pearson III

No Tahu Xi Pr Log Xi - (Log Xi - (Log Xi -


Log Xi
. n mm % LogXr LogXr)2 LogXr)3

1 1997 92 9,091 1,964 -0,146 0,021 -0,003


2 1998 98 18,182 1,991 -0,118 0,014 -0,002
3 1999 256 27,273 2,408 0,299 0,089 0,027

III-9
4 2000 125 36,364 2,097 -0,013 0,000 0,000
5 2001 128 45,455 2,107 -0,002 0,000 0,000
6 2002 98 54,545 1,991 -0,118 0,014 -0,002
7 2003 203 63,636 2,307 0,198 0,039 0,008
8 2004 111 72,727 2,045 -0,064 0,004 0,000
9 2005 79 81,818 1,898 -0,212 0,045 -0,010
10 2006 193 90,909 2,286 0,176 0,031 0,005
Jumlah
0,000 0,258 0,024
21,095
Rata - Rata (Xr)
2,109
Standar Deviasi (SD)
0,169
CS
0,680
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 3.11 Curah hujan maksimum Log Pearson III

Pr Tr Xt
No. G Sd Log Xr Log Xt
(%) Tahun mm

1 50 2 -0,113 0,169 2,109 2,090 123,143


2 20 5 0,792 0,169 2,109 2,244 175,192
3 10 10 1,332 0,169 2,109 2,335 216,225
4 4 25 1,961 0,169 2,109 2,441 276,329
5 2 50 2,397 0,169 2,109 2,515 327,501
6 1 100 2,810 0,169 2,109 2,585 384,657
Sumber : Hasil Perhitungan

III-10
1000

R = 0.85
100

Curah hujan (Xi)

10

1
1 10 100

Probabilitas (%)

Gambar 3.4 Grafik hubungan probalitas dan curah hujan

3.2.4.5 Hasil Perhitungan Curah Hujan Maksimum dan Pemilihan


Jenis Sebaran
Dalam ilmu statistik dikenal beberapa jenis distribusi. Dalam kajian ini
digunakan beberapa jenis distribusi yang kemudian dipilih salah satu distribusi
yang memenuhi syarat. Distribusi tersebut diantaranya adalah:
a. Distribusi Normal (Gauss)
b. Distribusi Gumbel
c. Distribusi Log Normal dan
d. Distribusi Log Pearson III
Dari hasil dispersi pada Tabel 3.4 dan 3.5 kemudian dibandingkan dengan
dispersi persyaratan yang kemudian digunakan untuk memilih jenis sebaran yang
dipakai. Jenis distribusi yang dipakai dapat dilihat pada Tabel 3.12

Tabel 3.12 Hasil perhitungan curah hujan rencana

Tr Xt
No
Tahun Normal Gumbel Log Normal Log Pearson

III-11
1 2 138,300 130,350 128,665 123,143
2 5 187,574 200,363 178,499 175,192
3 10 213,384 246,711 211,888 216,225
4 25 238,490 305,290 250,350 276,329
5 50 258,551 348,740 286,045 327,501
6 100 274,976 391,870 319,025 384,657
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 3.13 Syarat penggunaan jenis sebaran

No
Jenis Distribusi Syarat Hasil Keterangan
.
C Tidak
CK 3 =
K 2,04 Memenuhi
1. Normal
C Tidak
CS 0 =
S 1,10 Memenuhi
C 0,08 Tidak
CV =
V 0 Memenuhi
2. Log - Normal 2
CS ~ 3CV + CV 0,247 C 0,68 Tidak
=
= 1 S 0 Memenuhi
C
CS 1,1396 = Memenuhi
S 1,10
3. Gumbel
C
CK 5,4002 = Memenuhi
K 2,04
C 0,68
CS 0 = Memenuhi
Log - Pearson Tipe S 0
4.
III C 0,08 Tidak
CV 0,05 =
V 0 Memenuhi
Sumber : Hasil Perhitungan

Dari tabel pengujian metode diatas dapat dilihat bahwa yang paling
mendekati adalah metode Gumbel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
metode untuk perhitungan curah hujan rancangan adalah metode Gumbel.

3.2.4.6 Uji kecocokan distribusi dengan metode Chi-Square dan


Smirnov Kolmogorov
Uji kecocokan distribusi dilakukan untuk mengetahui jenis sebaran yang
paling sesuai dengan data hujan. Uji sebaran dilakukan dengan uji keselarasan
distribusi yang dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi
peluang yang telah dipilih, dapat mewakili dari distribusi statistik sample data yang
dianalisis (Soemarto,1999).
Ada dua jenis uji keselarasan (Goodness of fit test), yaitu uji keselarasan Chi
Square dan Smirnov Kolmogorof.

1. Uji keselarasan sebaran dengan metode Chi-Square

III-12
Untuk menguji keselarasan sebaran Metode Gumbel Tipe I, digunakan uji
sebaran Chi Kuadrat (Chi Square Test) (Soewarno, 1995). Digunakan
Persamaan 2.19 dan Persamaan 2.20 Bab II sebagai berkut :

Nilai Chi-Square (X2)


Rumus :
N
( Of Ef )2
X 2=
i=1 Ef
Jumlah kelas (K)
Rumus :
K=1+3,322 log n dimana : n = banyak data
K=1+3,322 log 10
K=4,322 4

Derajat kebebasan (DK)


Rumus :
DK =K(P+1)
DK =4(1+1)
DK =2
Expected Frequency (Ef)
Rumus :
n
Ei=
K
10
Ei= =2,5
4
Jangkauan kelas (x)
Rumus :
X X min
x= max
K
25679
x= =44,25
4

Nilai X2cr dicari pada Tabel 2.8 dengan menggunakan nilai DK = 2 dan
Derajat Kepercayaan 5%, lalu dibandingkan dengan nilai X 2 hasil
perhitungan yang dapat dilihat pada Tabel 3.9. Syarat yang harus dipenuhi
yaitu X2 hitungan < X2cr (Soewarno, 1995).

Tabel 3.14 Uji keselarasan sebaran Chi-Square

Batas Kelas OF EF (OF - EF)2 (OF - EF)2/EF

79 <X< 123,25 5 2,5 6,25 2,5

III-13
123,2
<X< 167,50 2 2,5 0,25 0,1
5
167,5
<X< 211,75 2 2,5 0,25 0,1
0
211,7
<X< 256,00 1 2,5 2,25 0,9
5

Jumlah 10 10 3,60
Sumber : Hasil perhitungan

Derajat kepercayaan () : 5%
X2 hitungan : 3,60
X2cr tabel : 5,991
Dari hasil yang ada dapat dilihat bahwa nilai X 2 < X2cr. Hal ini menunjukan
bahwa pemilihan metode Gumbel memenuhi syarat.

2. Uji keselarasan sebaran metode Smirnov Kolmogorov


Uji keselarasan Smirnov Kolmogorov, sering juga uji kecocokan non
parametrik (non parametric test), karena pengujian tidak menggunakan
fungsi distribusi tertentu. Hasil perhitungan uji keselarasan sebaran dengan
Smirnov Kolmogorov untuk Metode Gumbel Tipe I dapat dilihat pada Tabel
3.10.

Tabel 3.15 Uji keselarasan sebaran Smirnov Kolmogorov


P(x) = m/
X m P(x<1) Ft =(X-Xr)/SD P'(x) P'(x<1) D
(n+1)
(4) = nilai 1 -
(1) (2) (3) (5) (6) (7) = nilai 1 - (6) (8) = (7) - (4)
(3)

256 1 0,0909 0,9091 2,01 0,0222 0,9778 0,0687


203 2 0,1818 0,8182 1,103 0,1357 0,8643 0,0461

193 3 0,2727 0,7273 0,933 0,1762 0,8238 0,0965


128 4 0,3636 0,6364 -0,176 0,5714 0,4286 0,2078

125 5 0,4545 0,5455 -0,227 0,591 0,409 0,1365


111 6 0,5455 0,4545 -0,465 0,6808 0,3192 0,1353

98 7 0,6364 0,3636 -0,687 0,7549 0,2451 0,1185


98 8 0,7273 0,2727 -0,687 0,7549 0,2451 0,0276

92 9 0,8182 0,1818 -0,789 0,7852 0,2148 0,0330


79 10 0,9091 0,0909 -1,011 0,8438 0,1562 0,0653
max 0,208
Rata - rata (Xr) 138,3

III-14
Standar Deviasi (SD) 58,659
Sumber : Hasil perhitungan

Derajat kepercayaan () : 5%
max hitungan : 0,208 m : 4
cr (n :10) tabel 2.9 : 0,410
Dari hasil yang ada dapat dilihat bahwa nilai max < cr. Hal ini menunjukan
bahwa pemilihan metode Gumbel memenuhi syarat.

3.3 Analisa Debit Banjir Rancangan


3.3.1 Penentuan Batas DAS
DAS adalah suatu bentang alam yang dibatasi oleh pemisah alami berupa
puncak puncak gunung dan punggung punggung bukit. Bentang alam tersebut
menerima dan menyimpan curah hujan yang jatuh di atasnya dan kemudian
mengaturnya secara langsung dan tidak langsung beserta muatan sedimen dan
bahan bahan lainnya ke sungai utama beserta anak anak sungai yang
bersangkutan yang akhirnya bermuara ke danau atau ke laut.

III-15
60 m

61 m

60 m

61 m

Keterangan :

Batas DAS

Kontur

Jalan

Saluran Primer

Saluran Sekunder

Saluran Tersier

Gorong - Gorong

63 m Kolam Resapan

Gambar 3.5 Batas DAS perumahan Artha Graha TDM

Adapun cara yang dapat dilakukan untuk menentukan batas DAS, yaitu :
1. Pada peta topografi, carilah sungai dan arah aliranya.
2. Akan terlihat pola kontur yang mengikuti kemiringan permukaan tanah.
3. Kontur yang mempunyai arah ke hulu pada sungai menunjukkan posisi
lembah, sedangkan kontur yang mempunyai arah sebaliknya (arah ke hilir)
adalah punggung.
4. Tentukanlah titik outlet untuk DAS dimaksud, dimulai dari titik outlet, tariklah
garis yang menghubungkan punggung pembatas.
Pada daerah perencanaan drainase yaitu pada perumahan Artha Graha
didapati luas DAS sebesar 50729,4662 m2 atau sebesar 5,07 Ha.

3.3.2 Perhitungan Waktu Konsentrasi

III-16
Untuk menghitung waktu konsentrasi terlebih dahulu harus ditentukan
kemiringan lahan dan panjang limpasan yang ada. Berikut adalah tahapan
perhitungan waktu konsentrasi :

3.3.2.1 Data kemiringan lahan dan Saluran


Data kemiringan lahan dan saluran dicari mengunakan software AUTOCAD
2009 dengan membuat perbandingan antar kontur yang ditinjau

Tabel 3.16 Kemiringan lahan

No Luas areal Elevasi Panjang lahan (Lt) Kemiringan (S)


Petak
. (Ha) Awal Akhir m %
1. I 0,400 62,03 61,30 188,72 0,3868
2. II 0,364 61,20 60,07 144,97 0,7794
3. III 0,357 61,34 59,82 115,05 1,3212
4. IV 0,356 61,51 59,63 115,86 1,6226
3. V 0,384 61,62 59,64 118,19 1,6752
Sumber : Hasil perhitungan

Tabel 3.17 Kemiringan lahan saluran drainase

No Panjang Elevasi Kemiringan (S)


Nama saluran
. saluran Awal Akhir (%)
Primer 1 76,1331 60,07 59,63 0,578
1.
Primer 2 75,1128 59,68 59,63 0,067
Sekunder 1 102,0346 61,18 60,07 1,091
Sekunder 2 Kiri 102,8756 61,2 59,85 1,312
Sekunder 2 Kanan 102,9831 61,21 59,82 1,350
Sekunder 3 Kiri 103,7109 61,34 59,63 1,649
Sekunder 3 Kanan 103,818 61,36 59,63 1,666
Sekunder 4 Kiri 104,9353 61,51 59,64 1,782
Sekunder 4 Kanan 105,0429 61,52 59,64 1,790
Sekunder 5 Kiri 106,0638 61,62 59,68 1,829
2. Sekunder 6 36 61,20 61,18 0,048
Sekunder 7 34,6637 61,34 61,21 0,375
Sekunder 8 35,3731 61,51 61,36 0,424
Sekunder 9 37,0938 61,62 61,52 0,270
Sekunder 10 105,0925 61,57 61,3 0,257
Sekunder 11 36,8399 61,82 61,3 1,412
Sekunder 12 111,4124 62,03 61,82 0,188
Sekunder 13 37,9736 62,03 61,57 1,211
Sumber : Hasil perhitungan

III-17
3.3.2.2 Koefisien Pengaliran (C)
Koefisien ini menggambarkan keadaan permukaan DAS yang
menunjukan ada tidaknya tanaman yang dapat menyerap air kedalam tanah.
Kofisien pengaliran merupakan perbandingan komponen berikut :

Volume air yang berhasil mencapai muara DAS


C=
Volume hujan yang jatuh diatas DAS

Pada DAS yang akan direncanakan ini terdiri dari berbagai penggunaan
lahan dengan koefisien yang berbeda-beda, sehingga penentuan nilai C dengan
persamaan berikut :

A 1 C 1+ A 1 C 1+ + A n C n
CW =
A 1+ A 2+ An
Dimana :
CW = Koefisien pengaliran gabungan
A1,A2,An = Bagian luar DAS sebanyak n buah dengan tata guna lahan yang
berbeda

Tabel 3.18 Koefisien pengaliran

Petak I Petak II Petak III Petak IV Petak V


Tata guna Lua Lua Lua Lua Lua
No
lahan s C s C s C s C s C
(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)

1. Perumahan 0,40 0,5 0,24 0,5 0,29 0,5 0,27 0,5 0,38 0,5
0,1
2. Lahan kosong 0,00 0,13 0,15 0,07 0,15 0,08 0,15 0,00 0,15
5
3. Jalan aspal 0,10 0,7 0,10 0,7 0,07 0,7 0,07 0,7 0,09 0,7
0,5 0,44 0,47 0,46 0,53
Jumlah 0,50 0,46 0,42 0,42 0,47
4 5 2 2 7
Sumber : Hasil perhitungan
3.3.2.3 Perhitungan Waktu Konsentrasi (Tc)
Waktu konsentrasi, (Tc) adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan
air hujan dari titik terjauh menuju suatu titik tertentu ditinjau pada daerah
pengaliran. Harga Tc ditentukan dengan menggunakan rumus seperti berikut ini:
T c =T o +T d
Dengan metode Rasional, waktu konsentrasi To dapat pula didekati dengan
Rumus Kirpich sebagai berikut :

III-18
0,167
2 n
(
T o= 3,28 L
3 S )
T d=L/60. V

Di mana :
Tc = Waktu konsentrasi durasi hujan (menit)
Td = Waktu pengaliran dalam saluran (menit)
To = Waktu pengaliran pada permukaan saluran (menit)
L = Panjang saluran (m)
n = Angka kekasaran lahan
S = Kemiringan lahan
V = Kecepatan aliran air dalam saluran (m/dt)

Sebagai contoh dibawah ini akan dijelaskan alur perhitungan waktu


konsentrasi (Tc) pada saluran Primer 1 dan Sekunder 1 :
a. Waktu konsentrasi saluran Primer 1
Data awal
Lt = 144,97 m n = 0,4 (Padang rumput)
Ls = 76,133 m Vawal = 0,45 m/det
St = 0,008
Menghitung To
2 n 0,167
3(
T o= 3,28 <
S ) 0,167
2 0,4
(
T o= 3,28 144,97
3 )
0,00 8
T o= 3,367 menit
Menghitung Td
T d=Ls /60.V
T d=76,133 /600,45
T d= 2,820 menit

Menghitung Tc
T c =T o +T d
T c =3,367+2,820
T c = 6,817 menit

b. Waktu konsentrasi saluran Sekunder 1


Data awal
Lt = 144,97 m n = 0,4 (Padang rumput)

III-19
Ls = 102,035 m Vawal = 0,45 m/det
St = 0,008
Menghitung To
0,167
2 n
(
T o= 3,28 <
3 S )
2 0,4 0,167
(
T o= 3,28 144,97
3 0,00 8 )
T o= 3,367 menit
Menghitung Td
T d=Ls /60.V
T d=102,035 /600,45
T d= 3,779 menit

Menghitung Tc
T c =T o +T d
T c =3,367+3,779
T c = 7,146 menit

Tabel 3.19 Waktu konsentrasi (Tc)

Nama Aliran Permukaan Aliran Dalam Saluran Tc


N Lt To Ls V Td
o Saluran St n ( m/dt ( menit ( menit
(m) menit (m)
) ) )
0,00 0, 76,13
Primer 1 144,97 3,3671 0,45 2,8197 6,187
8 4 3
1
0,01 0, 75,11
Primer 2 118,19 3,0528 0,45 2,782 5,835
7 4 3
2 0,00 0, 102,0
Sekunder 1 144,97 3,3671 0,45 3,7791 7,146
8 4 3
0,01 0, 102,8
Sekunder 2 Kiri 101,97 3,0375 0,45 3,8102 6,848
3 4 8
Sekunder 2 0,01 0, 102,9
115,05 3,0999 0,45 3,8142 6,914
Kanan 3 4 8
0,01 0, 103,7
Sekunder 3 Kiri 102,92 3,0049 0,45 3,8411 6,846
5 4 1
Sekunder 3 0,01 0, 103,8
115,86 3,0508 0,45 3,8451 6,896
Kanan 6 4 2
0,01 0, 104,9
Sekunder 4 Kiri 103,81 2,9872 0,45 3,8865 6,874
7 4 4
Sekunder 4 0,01 0, 105,0
118,19 3,0528 0,45 3,8905 6,943
Kanan 7 4 4
0,01 0, 106,0
Sekunder 5 Kiri 105,09 2,9825 0,45 3,9283 6,911
8 4 6
0,01 0,
Sekunder 6 70,89 2,891 36,00 0,45 1,3333 4,224
2 4
Sekunder 7 79,13 0,01 0, 2,981 34,66 0,45 1,2838 4,265
0 4 4

III-20
0,01 0, 35,37
Sekunder 8 77,48 2,8525 0,45 1,3101 4,163
6 4 3
0,00 0, 37,09
Sekunder 9 98,23 3,3453 0,45 1,3738 4,719
4 4 4
0,00 0, 105,0
Sekunder 10 188,72 3,7307 0,45 3,8923 7,623
4 4 9
0,00 0,
Sekunder 11 102,45 3,2126 36,84 0,45 1,3644 4,577
7 4
0,00 0,
Sekunder 12 127,74 3,3353 111,41 0,45 4,1264 7,462
7 4
0,00 0, 37,97
Sekunder 13 95,44 3,2872 0,45 1,4064 4,694
5 4 4
Sumber : Hasil perhitungan

3.3.3 Perhitungan Intensitas Hujan


Metode ini diperkenalkan oleh Dr. Mononobe yang dijabarkan sebagai
berikut :
Rumus :
R 2/ 3

( )( )
I = 24
24
24
t
Di mana:
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = Lamanya waktu konsentrasi (jam)
R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
Pada perencanaan saluran pada daerah perumahan Artha Graha,
direncanakan periode ulang untuk saluran primer adalah 10 tahun dan untuk
saluran sekunder adalah 5 tahun. Sebagai contoh dibawah ini akan dijelaskan alur
perhitungan intensitas curah hujan (I) pada saluran Primer 1 dan Sekunder 1 :
a. Intensitas curah hujan saluran Primer 1
Data awal
R24 (10 Tahun) = 246,711 mm (diambil dari metode Gumbel)
Tc = 6,187 menit
Tc = 0,103 jam

Menghitung intensitas hujan (I)


R24 24 2/ 3
I=
24 ( )( )
t
2/ 3
246,711 24
I=
24( 0,103 )( )
I = 388,960 mm/jam

b. Intensitas curah hujan saluran Sekunder 1


Data awal
R24 (5 Tahun) = 200,363 mm (diambil dari metode Gumbel)

III-21
Tc = 7,146 menit
Tc = 0,119 jam

Menghitung intensitas hujan (I)


R 24 2/ 3
I = 24
24 ( )( )
t
2 /3
200,363 24
I=
24( )(
0,119 )
I = 286,945 mm/jam

Tabel 3.20 Perhitungan intensitas curah hujan

R24 Tc Tc I
No Nama Saluran
(25 Th) Menit Jam mm/jam
Primer 1 246,711 6,187 0,103 388,960
1.
Primer 2 246,711 5,835 0,097 404,454
Sekunder 1 200,363 7,146 0,119 286,945
Sekunder 2 Kiri 200,363 6,848 0,114 295,222
Sekunder 2 Kanan 200,363 6,914 0,115 293,330
Sekunder 3 Kiri 200,363 6,846 0,114 295,272
Sekunder 3 Kanan 200,363 6,896 0,115 293,846
Sekunder 4 Kiri 200,363 6,874 0,115 294,479
Sekunder 4 Kanan 200,363 6,943 0,116 292,508
Sekunder 5 Kiri 200,363 6,911 0,115 293,425
2.
Sekunder 6 200,363 4,224 0,070 407,388
Sekunder 7 200,363 4,265 0,071 404,803
Sekunder 8 200,363 4,163 0,069 411,404
Sekunder 9 200,363 4,719 0,079 378,387
Sekunder 10 200,363 7,623 0,127 274,850
Sekunder 11 200,363 4,577 0,076 386,180
Sekunder 12 200,363 7,462 0,124 278,797
Sekunder 13 200,363 4,694 0,078 379,761
Sumber : Hasil perhitungan

3.3.4 Perhitungan Debit Banjir Rancangan

III-22
Metode yang dipakai dalam perhitungan debit banjir rancangan adalah
metode rasional. Pada perhitungan debit rancangan yang diperhitungkan adalah
debit banjir akibat curah hujan tanpa melihat debit air kotor/limbah pemukiman
yang disebabkan oleh penduduk perumahan Artha Graha. Tabel 3.16 menunjukan
debit banjir rancangan akibat curah hujan maksimum.

C .I . A
Qr= =0,278.C . I . A
3,6

Q = Debit maksimum (m3/dtk)


C = Koefisien pengaliran
I = Intensitas hujan selama t jam (mm/jam)
A = Luas Daerah Aliran ( DAS ) sampai 100 km 2

Sebagai contoh dibawah ini akan dijelaskan alur perhitungan Q Air Hujan pada
saluran Primer 1 dan Sekunder 1 :
a. QAir Hujan saluran Primer 1
Data awal
C = 0,445
I = 388,960 mm/jam
A = 0,883 Ha

Perhitun

gan QAir Hujan
Qr=0,278.C . I . A (Luasan daerah km2)
Qr=0,00278.C . I . A (Luasan daerah Ha)

Qr=0,00278.C . I . A
Qr=( 0,00278 ) ( 0,445 )( 388,960 )( 0,883)
Qr= 0,425 m3/det

b. QAir Hujan saluran Sekunder 1


Data awal
C = 0,445
I = 388,960 mm/jam

III-23
A = 0,883 Ha

Perhitungan QAir Hujan


Qr=0,278.C . I . A (Luasan daerah km2)
Qr=0,00278.C . I . A (Luasan daerah Ha)

Qr=0,00278.C . I . A
Qr=( 0,00278 ) ( 0,445 )( 286,945 )(0,460)
Qr= 0,163 m3/det

Tabel 3.21 Perhitungan debit banjir rancangan

I A Qair Hujan
No Nama Saluran C
mm/jam Ha m3/det
Primer 1 0,445 388,960 0,883 0,425
1.
Primer 2 0,537 404,454 0,894 0,540
Sekunder 1 0,445 286,945 0,460 0,163
Sekunder 2 Kiri 0,445 295,222 0,460 0,168
Sekunder 2 Kanan 0,472 293,330 0,423 0,163
Sekunder 3 Kiri 0,472 295,272 0,423 0,164
Sekunder 3 Kanan 0,462 293,846 0,421 0,159
Sekunder 4 Kiri 0,462 294,479 0,421 0,159
Sekunder 4 Kanan 0,537 292,508 0,472 0,206
Sekunder 5 Kiri 0,537 293,425 0,472 0,207
2.
Sekunder 6 0,445 407,388 0,460 0,232
Sekunder 7 0,472 404,803 0,423 0,225
Sekunder 8 0,462 411,404 0,421 0,223
Sekunder 9 0,537 378,387 0,472 0,267
Sekunder 10 0,540 274,850 0,501 0,207
Sekunder 11 0,540 386,180 0,501 0,291
Sekunder 12 0,540 278,797 0,501 0,210
Sekunder 13 0,540 379,761 0,501 0,286
Sumber : Hasil perhitungan

3.4 Perhitungan Limbah Pemukiman


3.4.1 Debit Limbah Pemukiman

III-24
Debit air limbah pemukiman adalah semua cairan yang dibuang, baik yang
mengandung kotoran manusia maupun yang mengandung sisa-sisa proses
industri.
Pada perhitungan limbah pemukiman jumlah penduduk perumahan Artha
Graha di asumsikan per rumah dihuni oleh 5 orang dengan pemakaian air bersih
150 L/orang/hari. Faktor puncak (FP) adalah 2,5 dan persentase air limbah adalah
80% dari penggunaan air bersih.

Tabel 3.22 Perhitungan limbah pemukiman


Jumlah Persen
Jumlah Q Air
N konsumsi Air Q Air kotor
Nama Saluran Penduduk Fp kotor
o air limbah
Jiwa L/Org/Hari % L/hari m3/det
Primer 1 0 150 2,5 80% 0 0
1.
Primer 2 0 150 2,5 80% 0 0
Sekunder 1 20 150 2,5 80% 6000 0,0000694
Sekunder 2 Kiri 30 150 2,5 80% 9000 0,0001042
1050
Sekunder 2 Kanan 35 150 2,5 80% 0,0001215
0
1050
Sekunder 3 Kiri 35 150 2,5 80% 0,0001215
0
1050
Sekunder 3 Kanan 35 150 2,5 80% 0,0001215
0
1200
Sekunder 4 Kiri 40 150 2,5 80% 0,0001389
0
1200
Sekunder 4 Kanan 40 150 2,5 80% 0,0001389
0
2. 1350
Sekunder 5 Kiri 45 150 2,5 80% 0,0001563
0
Sekunder 6 0 150 2,5 80% 0 0
Sekunder 7 0 150 2,5 80% 0 0
Sekunder 8 0 150 2,5 80% 0 0
Sekunder 9 0 150 2,5 80% 0 0
1200
Sekunder 10 40 150 2,5 80% 0,0001389
0
Sekunder 11 0 150 2,5 80% 0 0
1200
Sekunder 12 40 150 2,5 80% 0,0001389
0
Sekunder 13 0 150 2,5 80% 0 0
Sumber : Hasil perhitungan

III-25
3.4.2 Debit Total Saluran Drainase
3.4.2.1 Debit Rencana Saluran
Debit rencana sangat penting dalam perencanaan sistem drainase, apabila
dalam menentukan debit rencana, maka sistem drainase yang digunakan tidak
akan berfungsi dengan semestnya. Debit aliran adalah yang akan digunakan
untuk menghitung dimensi saluran, didapat dari debit yang berasal dari limpasan
air hujan dan debit air buangan limbah rumah tangga dengan rumus :

QTotal = QAir hujan + QAir Kotor

Keterangan :
QTotal = Debit air hujan + debit air kotor (m3/det)
QAir hujan = Debit air hujan atau limpasan (m3/det)
QAir Kotor = Debit air limbah pemukiman (m3/det)

Tabel 3.23 Perhitungan debit rencana


Debit air hujan Debit air kotor Debit rencana
N
Nama Saluran QAir Hujan QAir Kotor QR
o
m3/detik m3/detik 3
m /detik
Primer 1 0,4251 0 0,425
1.
Primer 2 0,5401 0 0,540
Sekunder 1 0,1633 0,00006944 0,163
Sekunder 2 Kiri 0,1680 0,00010417 0,168
Sekunder 2 Kanan 0,1630 0,00012153 0,163
Sekunder 3 Kiri 0,1641 0,00012153 0,164
Sekunder 3 Kanan 0,1591 0,00012153 0,159
Sekunder 4 Kiri 0,1594 0,00013889 0,160
Sekunder 4 Kanan 0,2065 0,00013889 0,207
Sekunder 5 Kiri 0,2071 0,00015625 0,207
2.
Sekunder 6 0,2318 0 0,232
Sekunder 7 0,2250 0 0,225
Sekunder 8 0,2227 0 0,223
Sekunder 9 0,2671 0 0,267
Sekunder 10 0,2068 0,00013889 0,207
Sekunder 11 0,2906 0 0,291
Sekunder 12 0,2098 0,00013889 0,210
Sekunder 13 0,2858 0 0,286
Sumber : Hasil perhitungan

3.4.2.2 Debit Rencana Total

III-26
Pada setiap saluran drainase menerima debit air hujan dan air buangan
dari daerah yang dilayani. Ada beberapa saluran yang selain menerima debit
rencanajuga menerima debit air hasil tampungan dari saluran sebelumnya. Dalam
perhitungan diasumsikan debit air dari saluran sebelumnya tiba secara bersamaan
pada saluran yang ditinjau. Pada perhitungan pada tabel 3.19 dibuat juga alur
debit rencana.
Tabel 3.24 Perhitungan debit rencana total
Debit Debit
N Simbo rencana Total
Nama Saluran Arah Aliran
o l QR QR_Total
m3/detik m3/detik
P1 0,425
S12S11 +
1,096
S10S7S2KnP1
Primer 1 P1 0,395
S6S1P1
S2KrP1 0,168
S3KrP1 0,164
1.
P2 0,540 2,048
S13S5KrP2 0,493
Primer 2 P2 S9S4KnP2 0,474
S8S3KnP2 0,382
S4KrP2 0,160
Sekunder 1 S1 S6S1 0,395 0,395
Sekunder 2 Kiri S2Kr S2Kr 0,168 0,168
Sekunder 2
S2Kn 1,096 1,096
Kanan S12S11 + S10S7S2Kn
Sekunder 3 Kiri S3Kr S3Kr 0,164 0,164
Sekunder 3
S3Kn 0,382 0,382
Kanan S8S3Kn
Sekunder 4 Kiri S4Kr S4Kr 0,160 0,160
Sekunder 4
S4Kn 0,474 0,474
Kanan S9S4Kn
2. Sekunder 5 Kiri S5 Kr S13S5Kr 0,493 0,493
Sekunder 6 S6 S6 0,232 0,232
Sekunder 7 S7 S12S11 + S10S7 0,932 0,932
Sekunder 8 S8 S8 0,223 0,223
Sekunder 9 S9 S9 0,267 0,267
Sekunder 10 S10 S10 0,207 0,207
Sekunder 11 S11 S12S11 0,501 0,501
Sekunder 12 S12 S12 0,210 0,210
Sekunder 13 S13 S13 0,286 0,286
Sumber : Hasil perhitungan

III-27
3.5 Perhitungan Kapasitas Saluran
Menurut Haryono (1999), kapasitas rencana saluran dihitung dengan
menggunakan rumus Manning, yang merupakan dasar dalam menentukan
dimensi saluran, yaitu sebagai berikut:

Q=V . A
1 2/ 3 1 /2
V = R So
n
Dimana :
Q = debit saluran (m3/det)
V = kecepatan aliran (m/det)
A = luas penampang basah (m2)
R = jari-jari hidrolis = A/P
P = panjang penampang basah (m)
n = koefisien kekasaran manning
S = kemiringan dasar saluran

Sebagai contoh dibawah ini akan dijelaskan alur perhitungan kapasitas


saluran :
a. Perhitungan kapasitas saluran Primer 1
Data awal
Q rencana = 2,248 m3/det
V = 1,5 m/det(kecepatan izin saluran beton)
n = 0,015 (angka kekasaran manning)

Luas Penampang (A)


Q 2,248
A= rencana = =1,499 m2
V 1,5
Diasumsikan nilai b = h maka dengan demikian bisa langsung
ditentukan dimensi dari saluran Primer 1 yaitu :
b=h= 1,499
b=h=1,224 m

Panjang penampang basah (P) dan Jari-jari hidrolis (R)


Karena saluran berbentuk persegi dan tanpa penutup maka panjang
penampang basah (P) dapat dihitung menggunakan rumus :
P=b+(2h)
P=1,224+ ( 21,224 )=3,673 m

III-28
Sedangakan untuk jari-jari hidrolis (R) dipakai rumus :
A 1,499
R= = =0,408 m
P 3,673

Kemiringan dasar saluran (S)


2
Qn
S=( ) AR 2/3
2
2,2480,015
S=(
1,4990,408 )
=0,002
2 /3

Tinggi jagaan (w)


Diasumsikan tinggi jagaan = 25% x h maka nilai tinggi jagaan adalah
25% x 1,224 = 0,306 m.

Tinggi total (H)


Tinggi total =w+h
= 0,306 + 1,224 = 1,53 m

Kontrol Kapasitas (Q)


2 1
1
Q= A R 3 S 2
n
2 1
1
Q= .1,499 . 0,408 3 . 0,002 2
0,015
Q= 2,248 m3/det ( Sama)

Tabel 3.25 Perhitungan kapasitas saluran


Dimensi Saluran
Q rencana V
No A h b
Saluran n
. ( m/dt
( m3/dt ) ( m2 ) (m) (m)
)
1 Primer 1 2,248 1,5 1,499 1,224 1,224 0,015
2 Primer 2 2,048 1,5 1,366 1,169 1,169 0,015
3 Sekunder 1 0,395 1,5 0,263 0,513 0,513 0,015
4 Sekunder 2 Kiri 0,168 1,5 0,112 0,335 0,335 0,015

III-29
5 Sekunder 2 Kanan 1,096 1,5 0,730 0,855 0,855 0,015
6 Sekunder 3 Kiri 0,164 1,5 0,109 0,331 0,331 0,015
7 Sekunder 3 Kanan 0,382 1,5 0,255 0,505 0,505 0,015
8 Sekunder 4 Kiri 0,160 1,5 0,106 0,326 0,326 0,015
9 Sekunder 4 Kanan 0,474 1,5 0,316 0,562 0,562 0,015
10 Sekunder 5 Kiri 0,493 1,5 0,329 0,573 0,573 0,015
11 Sekunder 6 0,232 1,5 0,155 0,393 0,393 0,015
12 Sekunder 7 0,932 1,5 0,622 0,788 0,788 0,015
13 Sekunder 8 0,223 1,5 0,148 0,385 0,385 0,015
14 Sekunder 9 0,267 1,5 0,178 0,422 0,422 0,015
15 Sekunder 10 0,207 1,5 0,138 0,371 0,371 0,015
16 Sekunder 11 0,501 1,5 0,334 0,578 0,578 0,015
17 Sekunder 12 0,210 1,5 0,140 0,374 0,374 0,015
18 Sekunder 13 0,286 1,5 0,191 0,436 0,436 0,015
Sumber : Hasil perhitungan

Lanjutan perhitungan kapasitas saluran

P R w w+h Q saluran
S Kontrol S
(m) (m) (m) (m) ( m3/dt )
3,673 0,408 0,002 0,002 0,306 1,530 2,248
3,506 0,390 0,002 0,002 0,292 1,461 2,048
1,540 0,171 0,005 0,005 0,128 0,642 0,395
1,004 0,112 0,009 0,009 0,084 0,418 0,168
2,564 0,285 0,003 0,003 0,214 1,068 1,096
0,993 0,110 0,010 0,010 0,083 0,414 0,164
1,514 0,168 0,005 0,005 0,126 0,631 0,382
0,978 0,109 0,010 0,010 0,082 0,408 0,160
1,686 0,187 0,005 0,005 0,140 0,702 0,474
1,720 0,191 0,005 0,005 0,143 0,717 0,493
1,179 0,131 0,008 0,008 0,098 0,491 0,232
2,365 0,263 0,003 0,003 0,197 0,986 0,932
1,156 0,128 0,008 0,008 0,096 0,482 0,223
1,266 0,141 0,007 0,007 0,105 0,527 0,267
1,114 0,124 0,008 0,008 0,093 0,464 0,207
1,733 0,193 0,005 0,005 0,144 0,722 0,501
1,122 0,125 0,008 0,008 0,094 0,468 0,210
1,309 0,145 0,007 0,007 0,109 0,546 0,286
Sumber : Hasil perhitungan

III-30
3.6 Analisis Hidrolika
Banyaknya debit air hujan yang ada dalam suatu kawasan harus segera
dialirkan agar tidak menimbulkan genangan air. Untuk dapat mengalirkannya
diperlukan saluran yang dapat menampung dan mengalirkan air tesebut ke tempat
penampungan. Penampungan tersebut dapat berupa sungai atau kolam retensi.
Kapasitas pengaliran dari saluran tergantung pada bentuk, kemiringan dan
kekasaran saluran. Sehingga penentuan kapasitas tampung harus berdasarkan
atas besarnya debit air hujan.

3.6.1 Perhitungan Dimensi Saluran


Direncanakan penampang yang dipakai untuk saluran pada perumahan
Artha Graha adalah persegi yaitu B = H. Perhitungan dimensi saluran
menggunakan rumus berikut:
Q=V . A
1 2/ 3 1 /2
V = R So
n
Dimana :
Q = debit saluran (m3/det)
V = kecepatan aliran (m/det)
A = luas penampang basah (m2)
R = jari-jari hidrolis = A/P
P = panjang penampang basah (m)
n = koefisien kekasaran manning
S = kemiringan dasar saluran

Sebagai contoh dibawah ini akan dijelaskan alur perhitungan dimensi


saluran :
a. Perhitungan kapasitas saluran Primer 1
Data awal
Q rencana = 2,248 m3/det
V = 1,5 m/det(kecepatan izin saluran beton)
n = 0,015 (angka kekasaran manning)

Luas Penampang (A)


Untuk menentukan luasan dari dimensi saluran nilai B dan H saluran
ditentukan menggunakan trial and error . Diasumsikan nilai b = h = 1,3
m.

III-31
2
A=1,3 x 1,3=1,69 m

Panjang penampang basah (P) dan Jari-jari hidrolis (R)


Karena saluran berbentuk persegi dan tanpa penutup maka panjang
penampang basah (P) dapat dihitung menggunakan rumus :
P=b+(2h)
P=1,3+ ( 21,3 )=3,90 m

Sedangakan untuk jari-jari hidrolis (R) dipakai rumus :


A 1,69
R= = =0,43 m
P 3,90

Kemiringan dasar saluran (S)


2
Vn
S=( )R 2/ 3
2
1,50,015
S=(
0,430 ) =0,002
2 /3

Tinggi jagaan (w)


Diasumsikan tinggi jagaan = 25% x h maka nilai tinggi jagaan adalah
25% x 1,3 = 0,325 m.
Tinggi total (H)
Tinggi total =w+h
= 0,325 + 1,3 = 1,625 m

Kontrol Kapasitas (Q)


2 1
1
Q= A R 3 S 2
n
2 1
1
Q= .1,69 . 0,43 3 . 0,002 2
0,015
Q= 2,535 m3/det > QKapasitas = 2,248 m3/det

Perhitungan lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.21 dibawah ini :

Tabel 3.26 Perhitungan dimensi saluran


Dimensi Saluran n
Q rencana V
h b A
No. Saluran
( m/dt
( m3/dt ) (m) (m) ( m2 )
)
1 Primer 1 2,248 1,5 1,30 1,30 1,69 0,015

III-32
2 Primer 2 2,048 1,5 1,20 1,20 1,44 0,015
3 Sekunder 1 0,395 1,5 0,55 0,55 0,30 0,015
4 Sekunder 2 Kiri 0,168 1,5 0,35 0,35 0,12 0,015
5 Sekunder 2 Kanan 1,096 1,5 0,90 0,90 0,81 0,015
6 Sekunder 3 Kiri 0,164 1,5 0,35 0,35 0,12 0,015
7 Sekunder 3 Kanan 0,382 1,5 0,55 0,55 0,30 0,015
8 Sekunder 4 Kiri 0,160 1,5 0,35 0,35 0,12 0,015
9 Sekunder 4 Kanan 0,474 1,5 0,60 0,60 0,36 0,015
10 Sekunder 5 Kiri 0,493 1,5 0,60 0,60 0,36 0,015
11 Sekunder 6 0,232 1,5 0,45 0,45 0,20 0,015
12 Sekunder 7 0,932 1,5 0,80 0,80 0,64 0,015
13 Sekunder 8 0,223 1,5 0,45 0,45 0,20 0,015
14 Sekunder 9 0,267 1,5 0,45 0,45 0,20 0,015
15 Sekunder 10 0,207 1,5 0,45 0,45 0,20 0,015
16 Sekunder 11 0,501 1,5 0,60 0,60 0,36 0,015
17 Sekunder 12 0,210 1,5 0,45 0,45 0,20 0,015
18 Sekunder 13 0,286 1,5 0,45 0,45 0,20 0,015
Sumber : Hasil perhitungan

Lanjutan perhitungan kapasitas saluran

P R W w+h Q saluran
S Kontrol
3
(m) (m) (m) (m) ( m /dt )
3,90 0,43 0,002 0,325 1,625 2,535 OK
3,60 0,40 0,002 0,300 1,500 2,160 OK
1,65 0,18 0,005 0,138 0,688 0,454 OK
1,05 0,12 0,009 0,088 0,438 0,184 OK
2,70 0,30 0,003 0,225 1,125 1,215 OK
1,05 0,12 0,009 0,088 0,438 0,184 OK
1,65 0,18 0,005 0,138 0,688 0,454 OK
1,05 0,12 0,009 0,088 0,438 0,184 OK
1,80 0,20 0,004 0,150 0,750 0,540 OK
1,80 0,20 0,004 0,150 0,750 0,540 OK
1,35 0,15 0,006 0,113 0,563 0,304 OK
2,40 0,27 0,003 0,200 1,000 0,960 OK
1,35 0,15 0,006 0,113 0,563 0,304 OK

III-33
1,35 0,15 0,006 0,113 0,563 0,304 OK
1,35 0,15 0,006 0,113 0,563 0,304 OK
1,80 0,20 0,004 0,150 0,750 0,540 OK
1,35 0,15 0,006 0,113 0,563 0,304 OK
1,35 0,15 0,006 0,113 0,563 0,304 OK
Sumber : Hasil perhitungan

3.6.2 Perhitungan Bangunan Pelengkap


Pada perhitungan bangunan pelengkap yang dipakai adalah gorong-gorong
berbentuk persegi. Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk
membawa aliran air (dari saluran irigasi atau saluran pembuang) melewati bawah
jalan atau jalan kereta api. Gorong-gorong mempunyai potongan melintang yang
lebih kecil daripada luas basah saluran hulu maupun hilir. Sebagian dari potongan
melintang mungkin berada di atas. Dalam hal ini gorong-gorong berfungsi sebagai
saluran terbuka dengan aliran bebas.

Sebagai contoh dibawah ini akan dijelaskan alur perhitungan dimensi


saluran :
a. Perhitungan dimensi gorong-gorong G1
Data awal
Q = 2,248 m3/det
V = 1,5 m/det

Mercari luas awal (A)


Q 2,248
A= = =1,499 m2
V 1,5

Estimasi dimensi gorong-gorong


Dicoba dengan mengunakan dimensi b = h = 1,30 m
Maka luas Abaru = b x h = 1,69 m2.

Mencari kecepatan gorong-gorong baru


Q 2,248
V= = =1,3 m/det
A 1,69

Kontrol V gorong-gorong
Vawal Vbaru
1,5 m/det 1,3 m/det

III-34
Tabel 3.27 perhitungan gorong-gorong
Kode Q V Dimensi Vgorong P R
No. gorong Kontrol
m3/dt A b h Abaru M m
-gorong m/dt m/dt
1. G1 2,248 1,5 1,499 1,30 1,30 1,69 1,3 Aman 5,20 0,33
2. G2 2,048 1,5 1,366 1,20 1,20 1,44 1,4 Aman 4,80 0,30
3. G3 0,563 1,5 0,375 0,70 0,70 0,49 1,1 Aman 2,80 0,18
4. G4 0,967 1,5 0,645 0,90 0,90 0,81 1,2 Aman 3,60 0,23
5. G5 0,707 1,5 0,472 0,70 0,70 0,49 1,4 Aman 2,80 0,18
6. G6 0,286 1,5 0,191 0,50 0,50 0,25 1,1 Aman 2,00 0,13
Sumber : Hasil perhitungan

III-35

Anda mungkin juga menyukai