G3
P1
G5
G6
S1Kn
G4
P2
II S2Kr S2Kn
S6
IV S4Kr S4Kn
G2 S7
V S5Kr
S11 Keterangan :
S8
Rumah Penduduk
S10
Jalan
I
S9
Kontur
G1 Saluran Primer
S12
Saluran Sekunder
S13
Saluran Tersier
Arah aliran air
Gorong - Gorong
Kolam Resapan
Gambar 3.1 Layout jaringan drainase komplek perumahan Artha Graha, TDM
(Global Mapper, 2016)
3.2 Analisa Debit Hujan Rancangan
3.2.1 Pemilihan Data Hujan
III-1
Untuk menentukan debit rencana, dapat digunakan beberapa metode atau
cara. Metode yang digunakan sangat tergantung dari data yang tersedia, data
data tersebut dapat berupa data debit sungai atau data curah hujan.
Lokasi saluran drainase direncanakan pada komplek perumahan Artha
Graha. Perencanaan saluran drainase ini menggunakan data curah hujan dari
stasiun yang berpengaruh pada daerah tersebut yaitu Sta. Lasiana
1997 89 92 40 3 11 1 1 0 0 0 33 52 92
1998 98 35 24 60 25 3 33 0 0 36 37 61 98
1999 76 134 256 23 0 0 0 0 0 19 47 53 256
2000 125 80 122 33 19 0 0 0 0 0 44 123 125
2001 128 79 21 19 0 36 7 0 0 2 90 56 128
2002 38 98 32 75 0 0 0 0 43 0 22 53 98
2003 158 203 65 56 3 13 0 0 0 37 13 128 203
2004 7 111 55 0 51 1 0 0 0 25 39 62 111
2005 58 57 65 22 0 0 0 0 0 79 44 41 79
2006 62 98 193 126 9 13 0 0 0 0 5 34 193
Sumber : BMKG Lasiana Unit : mm
III-2
3.2.2 Perhitungan Uji Konsistensi
Data curah hujan akan memiliki kecenderungan untuk menuju suatu titik
tertentu yang biasa disebut dengan pola atau trend. Data yang menunjukan
adanya perubahan pola atau trend tidak disarankan untuk digunakan. Analisa
hidrologi harus mengikuti trend, dan jika terdapat perubahan harus dilakukan
koreksi. Untuk melakukan pengecekan pola atau trend tersebut dilakukan dengan
menggunakan teknik kurva massa ganda yang berdasarkan prinsip setiap
pencatatan data yang berasal dari populasi yang sekandung akan konsisten,
sedangkan yang tidak sekandung akan tidak konsisten, dan akan menimbulkan
penyimpangan arah/trend. Perubahan pola atau trend bisa disebabkan
diantaranya oleh :
a. Perpindahan lokasi stasiun pengukur hujan.
b. Perubahan ekosistem terhadap iklim secara drastis, misalnya karena
kebakaran.
c. Kesalahan ekosistem observasi pada sekumpulan data akibat posisi
atau cara pemasangan alat ukur yang tidak baik.
Prinsip dasar metode kurva massa ganda antara lain: sejumlah stasiun
tertentu dalam wilayah iklim yang sama diseleksi sebagai stasiun dasar
(pembanding). Rata-rata aritmetik dari semua stasiun dasar dihitung untuk setiap
metode yang sama. Hujan rata-rata tersebut ditambahkan (diakumulasikan) mulai
dari periode awal pengamatan. Demikian pula halnya dengan data stasiun utama
yang akan dicek pola atau trendnya. Kemudian diplot titik-titik akumulasi rerata
stasiun utama dan stasiun dasar sebagai kurva massa ganda. Pada kurva massa
ganda, titik-titik yang tergambar selalu berdeviasi sekitar garis rata-rata, dan
hamper merupakan garis lurus. Kalau ada penyimpangan yang terlalu jauh dari
garis lurus tersebut maka mulai dari titik ini selanjutnya pengamatan dari stasiun
yang ditinjau akan tidak akurat dengan kata lain data hujan curah hujan telah
mengalami perubahan trend. Dalam pengujian uji konsistensi kali ini hanya
digunakan data hujan dari Sta. Lasiana tanpa melakukan perbandingan dengan
Sta. lainnya.
III-3
BMKG Lasiana Stasiun
Rerata
Oesapa Kom (1)
18000
16000 R = 1
14000
12000
10000
Kom. Stasiun 8000
6000
4000
2000
0
0 5000 10000 15000 20000
III-4
No Tahun R(Xi) (Xi - Xr) (Xi -Xr)2 (Xi -Xr)3 (Xi -Xr)4
241224043,
Jumlah 1383
0 30968 1602565 6
Xr 138,30
Standar Deviasi (SD)
58,66
Koefisien Skewness (CS)
1,103
Koefisien Kurtois (CK)
2,037
Koefisien Variasi (CV)
138,3
Sumber : Hasil perhitungan
III-5
7 2003 203 2,307 0,198 0,039 0,008 0,002
8 2004 111 2,045 -0,064 0,004 0,000 0,000
9 2005 79 1,898 -0,212 0,045 -0,010 0,002
10 2006 193 2,286 0,176 0,031 0,005 0,001
Hasil Dispersi
No. Dispersi
Parameter Statistik Parameter Logaritma
Sd
Xt = X + ( Y Y n )
Sn T
Sd =
( Xi X )
n1
III-6
YT = Nilai reduksi variasi ( reduced variate ) dari variable yang
diharapkan terjadi pada periode ulang T tahun, seperti dituliskan
pada tabel 2.4
Yn = Nilai rata rata dari reduksi variasi ( reduced mean ) nilainya
tergantung dari jumlah data ( n ), seperti yang ditunjukan pada
Tabel 2.2
Sn = Deviasi standar dari reduksi cariasi ( reduced standart deviation )
nilainya tergantung dari jumlah data ( n ), seperti yang ditunjukan
pada Tabel 2.3
Xi T Xr Xt
No. Tahun Xi Xr (X Xr)2 Sx Yn Sn YT K
(mm
) tahun (mm) (mm)
1 1997 92 -46,3 2143,69 2 138,3 58,66 0,50 0,95 0,37 -0,14 130,3
2 1998 98 -40,3 1624,09
13853,2
3 1999 256 117,7 9 5 138,3 58,66 0,50 0,95 1,50 1,06 200,4
4 2000 125 -13,3 176,89
5 2001 128 -10,3 106,09 10 138,3 58,66 0,50 0,95 2,25 1,85 246,7
6 2002 98 -40,3 1624,09
7 2003 203 64,7 4186,09 25 138,3 58,66 0,50 0,95 3,20 2,85 305,3
8 2004 111 -27,3 745,29
9 2005 79 -59,3 3516,49 50 138,3 58,66 0,50 0,95 3,90 3,59 348,7
10 2006 193 54,7 2992,09
100 138,3 58,66 0,50 0,95 4,60 4,32 391,9
Jumlah 1383 30968,1
Rata - rata (Xr) 138,3
Standar Deviasi (SD)
58,659
Sumber : Hasil perhitungan
III-7
Grafik Hujan Rancangan
450
400
350
300
250
Hujan Rancangan 200
150
100
50
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Kala Ulang
III-8
XT = besarnya curah hujan yang mungkin terjadi dengan periode ulang
X tahun.
X = curah hujan rata-rata (mm)
S = standar Deviasi data hujan maksimum tahunan
Kt = standard Variable untuk periode ulang t tahun yang besarnya
diberikan pada Tabel 2.6
T
No Xr SD K Log Xt Xt
Tahun
III-9
4 2000 125 36,364 2,097 -0,013 0,000 0,000
5 2001 128 45,455 2,107 -0,002 0,000 0,000
6 2002 98 54,545 1,991 -0,118 0,014 -0,002
7 2003 203 63,636 2,307 0,198 0,039 0,008
8 2004 111 72,727 2,045 -0,064 0,004 0,000
9 2005 79 81,818 1,898 -0,212 0,045 -0,010
10 2006 193 90,909 2,286 0,176 0,031 0,005
Jumlah
0,000 0,258 0,024
21,095
Rata - Rata (Xr)
2,109
Standar Deviasi (SD)
0,169
CS
0,680
Sumber : Hasil Perhitungan
Pr Tr Xt
No. G Sd Log Xr Log Xt
(%) Tahun mm
III-10
1000
R = 0.85
100
10
1
1 10 100
Probabilitas (%)
Tr Xt
No
Tahun Normal Gumbel Log Normal Log Pearson
III-11
1 2 138,300 130,350 128,665 123,143
2 5 187,574 200,363 178,499 175,192
3 10 213,384 246,711 211,888 216,225
4 25 238,490 305,290 250,350 276,329
5 50 258,551 348,740 286,045 327,501
6 100 274,976 391,870 319,025 384,657
Sumber : Hasil Perhitungan
No
Jenis Distribusi Syarat Hasil Keterangan
.
C Tidak
CK 3 =
K 2,04 Memenuhi
1. Normal
C Tidak
CS 0 =
S 1,10 Memenuhi
C 0,08 Tidak
CV =
V 0 Memenuhi
2. Log - Normal 2
CS ~ 3CV + CV 0,247 C 0,68 Tidak
=
= 1 S 0 Memenuhi
C
CS 1,1396 = Memenuhi
S 1,10
3. Gumbel
C
CK 5,4002 = Memenuhi
K 2,04
C 0,68
CS 0 = Memenuhi
Log - Pearson Tipe S 0
4.
III C 0,08 Tidak
CV 0,05 =
V 0 Memenuhi
Sumber : Hasil Perhitungan
Dari tabel pengujian metode diatas dapat dilihat bahwa yang paling
mendekati adalah metode Gumbel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
metode untuk perhitungan curah hujan rancangan adalah metode Gumbel.
III-12
Untuk menguji keselarasan sebaran Metode Gumbel Tipe I, digunakan uji
sebaran Chi Kuadrat (Chi Square Test) (Soewarno, 1995). Digunakan
Persamaan 2.19 dan Persamaan 2.20 Bab II sebagai berkut :
Nilai X2cr dicari pada Tabel 2.8 dengan menggunakan nilai DK = 2 dan
Derajat Kepercayaan 5%, lalu dibandingkan dengan nilai X 2 hasil
perhitungan yang dapat dilihat pada Tabel 3.9. Syarat yang harus dipenuhi
yaitu X2 hitungan < X2cr (Soewarno, 1995).
III-13
123,2
<X< 167,50 2 2,5 0,25 0,1
5
167,5
<X< 211,75 2 2,5 0,25 0,1
0
211,7
<X< 256,00 1 2,5 2,25 0,9
5
Jumlah 10 10 3,60
Sumber : Hasil perhitungan
Derajat kepercayaan () : 5%
X2 hitungan : 3,60
X2cr tabel : 5,991
Dari hasil yang ada dapat dilihat bahwa nilai X 2 < X2cr. Hal ini menunjukan
bahwa pemilihan metode Gumbel memenuhi syarat.
III-14
Standar Deviasi (SD) 58,659
Sumber : Hasil perhitungan
Derajat kepercayaan () : 5%
max hitungan : 0,208 m : 4
cr (n :10) tabel 2.9 : 0,410
Dari hasil yang ada dapat dilihat bahwa nilai max < cr. Hal ini menunjukan
bahwa pemilihan metode Gumbel memenuhi syarat.
III-15
60 m
61 m
60 m
61 m
Keterangan :
Batas DAS
Kontur
Jalan
Saluran Primer
Saluran Sekunder
Saluran Tersier
Gorong - Gorong
63 m Kolam Resapan
Adapun cara yang dapat dilakukan untuk menentukan batas DAS, yaitu :
1. Pada peta topografi, carilah sungai dan arah aliranya.
2. Akan terlihat pola kontur yang mengikuti kemiringan permukaan tanah.
3. Kontur yang mempunyai arah ke hulu pada sungai menunjukkan posisi
lembah, sedangkan kontur yang mempunyai arah sebaliknya (arah ke hilir)
adalah punggung.
4. Tentukanlah titik outlet untuk DAS dimaksud, dimulai dari titik outlet, tariklah
garis yang menghubungkan punggung pembatas.
Pada daerah perencanaan drainase yaitu pada perumahan Artha Graha
didapati luas DAS sebesar 50729,4662 m2 atau sebesar 5,07 Ha.
III-16
Untuk menghitung waktu konsentrasi terlebih dahulu harus ditentukan
kemiringan lahan dan panjang limpasan yang ada. Berikut adalah tahapan
perhitungan waktu konsentrasi :
III-17
3.3.2.2 Koefisien Pengaliran (C)
Koefisien ini menggambarkan keadaan permukaan DAS yang
menunjukan ada tidaknya tanaman yang dapat menyerap air kedalam tanah.
Kofisien pengaliran merupakan perbandingan komponen berikut :
Pada DAS yang akan direncanakan ini terdiri dari berbagai penggunaan
lahan dengan koefisien yang berbeda-beda, sehingga penentuan nilai C dengan
persamaan berikut :
A 1 C 1+ A 1 C 1+ + A n C n
CW =
A 1+ A 2+ An
Dimana :
CW = Koefisien pengaliran gabungan
A1,A2,An = Bagian luar DAS sebanyak n buah dengan tata guna lahan yang
berbeda
1. Perumahan 0,40 0,5 0,24 0,5 0,29 0,5 0,27 0,5 0,38 0,5
0,1
2. Lahan kosong 0,00 0,13 0,15 0,07 0,15 0,08 0,15 0,00 0,15
5
3. Jalan aspal 0,10 0,7 0,10 0,7 0,07 0,7 0,07 0,7 0,09 0,7
0,5 0,44 0,47 0,46 0,53
Jumlah 0,50 0,46 0,42 0,42 0,47
4 5 2 2 7
Sumber : Hasil perhitungan
3.3.2.3 Perhitungan Waktu Konsentrasi (Tc)
Waktu konsentrasi, (Tc) adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan
air hujan dari titik terjauh menuju suatu titik tertentu ditinjau pada daerah
pengaliran. Harga Tc ditentukan dengan menggunakan rumus seperti berikut ini:
T c =T o +T d
Dengan metode Rasional, waktu konsentrasi To dapat pula didekati dengan
Rumus Kirpich sebagai berikut :
III-18
0,167
2 n
(
T o= 3,28 L
3 S )
T d=L/60. V
Di mana :
Tc = Waktu konsentrasi durasi hujan (menit)
Td = Waktu pengaliran dalam saluran (menit)
To = Waktu pengaliran pada permukaan saluran (menit)
L = Panjang saluran (m)
n = Angka kekasaran lahan
S = Kemiringan lahan
V = Kecepatan aliran air dalam saluran (m/dt)
Menghitung Tc
T c =T o +T d
T c =3,367+2,820
T c = 6,817 menit
III-19
Ls = 102,035 m Vawal = 0,45 m/det
St = 0,008
Menghitung To
0,167
2 n
(
T o= 3,28 <
3 S )
2 0,4 0,167
(
T o= 3,28 144,97
3 0,00 8 )
T o= 3,367 menit
Menghitung Td
T d=Ls /60.V
T d=102,035 /600,45
T d= 3,779 menit
Menghitung Tc
T c =T o +T d
T c =3,367+3,779
T c = 7,146 menit
III-20
0,01 0, 35,37
Sekunder 8 77,48 2,8525 0,45 1,3101 4,163
6 4 3
0,00 0, 37,09
Sekunder 9 98,23 3,3453 0,45 1,3738 4,719
4 4 4
0,00 0, 105,0
Sekunder 10 188,72 3,7307 0,45 3,8923 7,623
4 4 9
0,00 0,
Sekunder 11 102,45 3,2126 36,84 0,45 1,3644 4,577
7 4
0,00 0,
Sekunder 12 127,74 3,3353 111,41 0,45 4,1264 7,462
7 4
0,00 0, 37,97
Sekunder 13 95,44 3,2872 0,45 1,4064 4,694
5 4 4
Sumber : Hasil perhitungan
( )( )
I = 24
24
24
t
Di mana:
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = Lamanya waktu konsentrasi (jam)
R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
Pada perencanaan saluran pada daerah perumahan Artha Graha,
direncanakan periode ulang untuk saluran primer adalah 10 tahun dan untuk
saluran sekunder adalah 5 tahun. Sebagai contoh dibawah ini akan dijelaskan alur
perhitungan intensitas curah hujan (I) pada saluran Primer 1 dan Sekunder 1 :
a. Intensitas curah hujan saluran Primer 1
Data awal
R24 (10 Tahun) = 246,711 mm (diambil dari metode Gumbel)
Tc = 6,187 menit
Tc = 0,103 jam
III-21
Tc = 7,146 menit
Tc = 0,119 jam
R24 Tc Tc I
No Nama Saluran
(25 Th) Menit Jam mm/jam
Primer 1 246,711 6,187 0,103 388,960
1.
Primer 2 246,711 5,835 0,097 404,454
Sekunder 1 200,363 7,146 0,119 286,945
Sekunder 2 Kiri 200,363 6,848 0,114 295,222
Sekunder 2 Kanan 200,363 6,914 0,115 293,330
Sekunder 3 Kiri 200,363 6,846 0,114 295,272
Sekunder 3 Kanan 200,363 6,896 0,115 293,846
Sekunder 4 Kiri 200,363 6,874 0,115 294,479
Sekunder 4 Kanan 200,363 6,943 0,116 292,508
Sekunder 5 Kiri 200,363 6,911 0,115 293,425
2.
Sekunder 6 200,363 4,224 0,070 407,388
Sekunder 7 200,363 4,265 0,071 404,803
Sekunder 8 200,363 4,163 0,069 411,404
Sekunder 9 200,363 4,719 0,079 378,387
Sekunder 10 200,363 7,623 0,127 274,850
Sekunder 11 200,363 4,577 0,076 386,180
Sekunder 12 200,363 7,462 0,124 278,797
Sekunder 13 200,363 4,694 0,078 379,761
Sumber : Hasil perhitungan
III-22
Metode yang dipakai dalam perhitungan debit banjir rancangan adalah
metode rasional. Pada perhitungan debit rancangan yang diperhitungkan adalah
debit banjir akibat curah hujan tanpa melihat debit air kotor/limbah pemukiman
yang disebabkan oleh penduduk perumahan Artha Graha. Tabel 3.16 menunjukan
debit banjir rancangan akibat curah hujan maksimum.
C .I . A
Qr= =0,278.C . I . A
3,6
Sebagai contoh dibawah ini akan dijelaskan alur perhitungan Q Air Hujan pada
saluran Primer 1 dan Sekunder 1 :
a. QAir Hujan saluran Primer 1
Data awal
C = 0,445
I = 388,960 mm/jam
A = 0,883 Ha
Perhitun
gan QAir Hujan
Qr=0,278.C . I . A (Luasan daerah km2)
Qr=0,00278.C . I . A (Luasan daerah Ha)
Qr=0,00278.C . I . A
Qr=( 0,00278 ) ( 0,445 )( 388,960 )( 0,883)
Qr= 0,425 m3/det
III-23
A = 0,883 Ha
Qr=0,00278.C . I . A
Qr=( 0,00278 ) ( 0,445 )( 286,945 )(0,460)
Qr= 0,163 m3/det
I A Qair Hujan
No Nama Saluran C
mm/jam Ha m3/det
Primer 1 0,445 388,960 0,883 0,425
1.
Primer 2 0,537 404,454 0,894 0,540
Sekunder 1 0,445 286,945 0,460 0,163
Sekunder 2 Kiri 0,445 295,222 0,460 0,168
Sekunder 2 Kanan 0,472 293,330 0,423 0,163
Sekunder 3 Kiri 0,472 295,272 0,423 0,164
Sekunder 3 Kanan 0,462 293,846 0,421 0,159
Sekunder 4 Kiri 0,462 294,479 0,421 0,159
Sekunder 4 Kanan 0,537 292,508 0,472 0,206
Sekunder 5 Kiri 0,537 293,425 0,472 0,207
2.
Sekunder 6 0,445 407,388 0,460 0,232
Sekunder 7 0,472 404,803 0,423 0,225
Sekunder 8 0,462 411,404 0,421 0,223
Sekunder 9 0,537 378,387 0,472 0,267
Sekunder 10 0,540 274,850 0,501 0,207
Sekunder 11 0,540 386,180 0,501 0,291
Sekunder 12 0,540 278,797 0,501 0,210
Sekunder 13 0,540 379,761 0,501 0,286
Sumber : Hasil perhitungan
III-24
Debit air limbah pemukiman adalah semua cairan yang dibuang, baik yang
mengandung kotoran manusia maupun yang mengandung sisa-sisa proses
industri.
Pada perhitungan limbah pemukiman jumlah penduduk perumahan Artha
Graha di asumsikan per rumah dihuni oleh 5 orang dengan pemakaian air bersih
150 L/orang/hari. Faktor puncak (FP) adalah 2,5 dan persentase air limbah adalah
80% dari penggunaan air bersih.
III-25
3.4.2 Debit Total Saluran Drainase
3.4.2.1 Debit Rencana Saluran
Debit rencana sangat penting dalam perencanaan sistem drainase, apabila
dalam menentukan debit rencana, maka sistem drainase yang digunakan tidak
akan berfungsi dengan semestnya. Debit aliran adalah yang akan digunakan
untuk menghitung dimensi saluran, didapat dari debit yang berasal dari limpasan
air hujan dan debit air buangan limbah rumah tangga dengan rumus :
Keterangan :
QTotal = Debit air hujan + debit air kotor (m3/det)
QAir hujan = Debit air hujan atau limpasan (m3/det)
QAir Kotor = Debit air limbah pemukiman (m3/det)
III-26
Pada setiap saluran drainase menerima debit air hujan dan air buangan
dari daerah yang dilayani. Ada beberapa saluran yang selain menerima debit
rencanajuga menerima debit air hasil tampungan dari saluran sebelumnya. Dalam
perhitungan diasumsikan debit air dari saluran sebelumnya tiba secara bersamaan
pada saluran yang ditinjau. Pada perhitungan pada tabel 3.19 dibuat juga alur
debit rencana.
Tabel 3.24 Perhitungan debit rencana total
Debit Debit
N Simbo rencana Total
Nama Saluran Arah Aliran
o l QR QR_Total
m3/detik m3/detik
P1 0,425
S12S11 +
1,096
S10S7S2KnP1
Primer 1 P1 0,395
S6S1P1
S2KrP1 0,168
S3KrP1 0,164
1.
P2 0,540 2,048
S13S5KrP2 0,493
Primer 2 P2 S9S4KnP2 0,474
S8S3KnP2 0,382
S4KrP2 0,160
Sekunder 1 S1 S6S1 0,395 0,395
Sekunder 2 Kiri S2Kr S2Kr 0,168 0,168
Sekunder 2
S2Kn 1,096 1,096
Kanan S12S11 + S10S7S2Kn
Sekunder 3 Kiri S3Kr S3Kr 0,164 0,164
Sekunder 3
S3Kn 0,382 0,382
Kanan S8S3Kn
Sekunder 4 Kiri S4Kr S4Kr 0,160 0,160
Sekunder 4
S4Kn 0,474 0,474
Kanan S9S4Kn
2. Sekunder 5 Kiri S5 Kr S13S5Kr 0,493 0,493
Sekunder 6 S6 S6 0,232 0,232
Sekunder 7 S7 S12S11 + S10S7 0,932 0,932
Sekunder 8 S8 S8 0,223 0,223
Sekunder 9 S9 S9 0,267 0,267
Sekunder 10 S10 S10 0,207 0,207
Sekunder 11 S11 S12S11 0,501 0,501
Sekunder 12 S12 S12 0,210 0,210
Sekunder 13 S13 S13 0,286 0,286
Sumber : Hasil perhitungan
III-27
3.5 Perhitungan Kapasitas Saluran
Menurut Haryono (1999), kapasitas rencana saluran dihitung dengan
menggunakan rumus Manning, yang merupakan dasar dalam menentukan
dimensi saluran, yaitu sebagai berikut:
Q=V . A
1 2/ 3 1 /2
V = R So
n
Dimana :
Q = debit saluran (m3/det)
V = kecepatan aliran (m/det)
A = luas penampang basah (m2)
R = jari-jari hidrolis = A/P
P = panjang penampang basah (m)
n = koefisien kekasaran manning
S = kemiringan dasar saluran
III-28
Sedangakan untuk jari-jari hidrolis (R) dipakai rumus :
A 1,499
R= = =0,408 m
P 3,673
III-29
5 Sekunder 2 Kanan 1,096 1,5 0,730 0,855 0,855 0,015
6 Sekunder 3 Kiri 0,164 1,5 0,109 0,331 0,331 0,015
7 Sekunder 3 Kanan 0,382 1,5 0,255 0,505 0,505 0,015
8 Sekunder 4 Kiri 0,160 1,5 0,106 0,326 0,326 0,015
9 Sekunder 4 Kanan 0,474 1,5 0,316 0,562 0,562 0,015
10 Sekunder 5 Kiri 0,493 1,5 0,329 0,573 0,573 0,015
11 Sekunder 6 0,232 1,5 0,155 0,393 0,393 0,015
12 Sekunder 7 0,932 1,5 0,622 0,788 0,788 0,015
13 Sekunder 8 0,223 1,5 0,148 0,385 0,385 0,015
14 Sekunder 9 0,267 1,5 0,178 0,422 0,422 0,015
15 Sekunder 10 0,207 1,5 0,138 0,371 0,371 0,015
16 Sekunder 11 0,501 1,5 0,334 0,578 0,578 0,015
17 Sekunder 12 0,210 1,5 0,140 0,374 0,374 0,015
18 Sekunder 13 0,286 1,5 0,191 0,436 0,436 0,015
Sumber : Hasil perhitungan
P R w w+h Q saluran
S Kontrol S
(m) (m) (m) (m) ( m3/dt )
3,673 0,408 0,002 0,002 0,306 1,530 2,248
3,506 0,390 0,002 0,002 0,292 1,461 2,048
1,540 0,171 0,005 0,005 0,128 0,642 0,395
1,004 0,112 0,009 0,009 0,084 0,418 0,168
2,564 0,285 0,003 0,003 0,214 1,068 1,096
0,993 0,110 0,010 0,010 0,083 0,414 0,164
1,514 0,168 0,005 0,005 0,126 0,631 0,382
0,978 0,109 0,010 0,010 0,082 0,408 0,160
1,686 0,187 0,005 0,005 0,140 0,702 0,474
1,720 0,191 0,005 0,005 0,143 0,717 0,493
1,179 0,131 0,008 0,008 0,098 0,491 0,232
2,365 0,263 0,003 0,003 0,197 0,986 0,932
1,156 0,128 0,008 0,008 0,096 0,482 0,223
1,266 0,141 0,007 0,007 0,105 0,527 0,267
1,114 0,124 0,008 0,008 0,093 0,464 0,207
1,733 0,193 0,005 0,005 0,144 0,722 0,501
1,122 0,125 0,008 0,008 0,094 0,468 0,210
1,309 0,145 0,007 0,007 0,109 0,546 0,286
Sumber : Hasil perhitungan
III-30
3.6 Analisis Hidrolika
Banyaknya debit air hujan yang ada dalam suatu kawasan harus segera
dialirkan agar tidak menimbulkan genangan air. Untuk dapat mengalirkannya
diperlukan saluran yang dapat menampung dan mengalirkan air tesebut ke tempat
penampungan. Penampungan tersebut dapat berupa sungai atau kolam retensi.
Kapasitas pengaliran dari saluran tergantung pada bentuk, kemiringan dan
kekasaran saluran. Sehingga penentuan kapasitas tampung harus berdasarkan
atas besarnya debit air hujan.
III-31
2
A=1,3 x 1,3=1,69 m
Perhitungan lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.21 dibawah ini :
III-32
2 Primer 2 2,048 1,5 1,20 1,20 1,44 0,015
3 Sekunder 1 0,395 1,5 0,55 0,55 0,30 0,015
4 Sekunder 2 Kiri 0,168 1,5 0,35 0,35 0,12 0,015
5 Sekunder 2 Kanan 1,096 1,5 0,90 0,90 0,81 0,015
6 Sekunder 3 Kiri 0,164 1,5 0,35 0,35 0,12 0,015
7 Sekunder 3 Kanan 0,382 1,5 0,55 0,55 0,30 0,015
8 Sekunder 4 Kiri 0,160 1,5 0,35 0,35 0,12 0,015
9 Sekunder 4 Kanan 0,474 1,5 0,60 0,60 0,36 0,015
10 Sekunder 5 Kiri 0,493 1,5 0,60 0,60 0,36 0,015
11 Sekunder 6 0,232 1,5 0,45 0,45 0,20 0,015
12 Sekunder 7 0,932 1,5 0,80 0,80 0,64 0,015
13 Sekunder 8 0,223 1,5 0,45 0,45 0,20 0,015
14 Sekunder 9 0,267 1,5 0,45 0,45 0,20 0,015
15 Sekunder 10 0,207 1,5 0,45 0,45 0,20 0,015
16 Sekunder 11 0,501 1,5 0,60 0,60 0,36 0,015
17 Sekunder 12 0,210 1,5 0,45 0,45 0,20 0,015
18 Sekunder 13 0,286 1,5 0,45 0,45 0,20 0,015
Sumber : Hasil perhitungan
P R W w+h Q saluran
S Kontrol
3
(m) (m) (m) (m) ( m /dt )
3,90 0,43 0,002 0,325 1,625 2,535 OK
3,60 0,40 0,002 0,300 1,500 2,160 OK
1,65 0,18 0,005 0,138 0,688 0,454 OK
1,05 0,12 0,009 0,088 0,438 0,184 OK
2,70 0,30 0,003 0,225 1,125 1,215 OK
1,05 0,12 0,009 0,088 0,438 0,184 OK
1,65 0,18 0,005 0,138 0,688 0,454 OK
1,05 0,12 0,009 0,088 0,438 0,184 OK
1,80 0,20 0,004 0,150 0,750 0,540 OK
1,80 0,20 0,004 0,150 0,750 0,540 OK
1,35 0,15 0,006 0,113 0,563 0,304 OK
2,40 0,27 0,003 0,200 1,000 0,960 OK
1,35 0,15 0,006 0,113 0,563 0,304 OK
III-33
1,35 0,15 0,006 0,113 0,563 0,304 OK
1,35 0,15 0,006 0,113 0,563 0,304 OK
1,80 0,20 0,004 0,150 0,750 0,540 OK
1,35 0,15 0,006 0,113 0,563 0,304 OK
1,35 0,15 0,006 0,113 0,563 0,304 OK
Sumber : Hasil perhitungan
Kontrol V gorong-gorong
Vawal Vbaru
1,5 m/det 1,3 m/det
III-34
Tabel 3.27 perhitungan gorong-gorong
Kode Q V Dimensi Vgorong P R
No. gorong Kontrol
m3/dt A b h Abaru M m
-gorong m/dt m/dt
1. G1 2,248 1,5 1,499 1,30 1,30 1,69 1,3 Aman 5,20 0,33
2. G2 2,048 1,5 1,366 1,20 1,20 1,44 1,4 Aman 4,80 0,30
3. G3 0,563 1,5 0,375 0,70 0,70 0,49 1,1 Aman 2,80 0,18
4. G4 0,967 1,5 0,645 0,90 0,90 0,81 1,2 Aman 3,60 0,23
5. G5 0,707 1,5 0,472 0,70 0,70 0,49 1,4 Aman 2,80 0,18
6. G6 0,286 1,5 0,191 0,50 0,50 0,25 1,1 Aman 2,00 0,13
Sumber : Hasil perhitungan
III-35