Anda di halaman 1dari 33

KEPERAWATAN TROPIS

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT MENULAR


SEKSUAL (HERPES, GONORE, DAN SIFILIS)

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

Zulfiani (C121 13 005)

Sarniyul Soma (C121 13 020)

Dwiyana Tulak (C121 13 029)

Hasrahwati (C121 13 042)

Andi Masnaini (C121 13 309)

Natalia Yesi Desri (C121 13 322)

Merry Rhistma (C121 13 502)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan,
rahmat, dan hidayah sehingga makalah pada mata kuliah keperawatan tropis berjudul Asuhan
Keperawatan Penyakit Menular Seksual (Herpes, Gonore, dan Sifilis) ini dapat kami selesaikan
tepat pada waktunya.

Selain itu, laporan ini dapat pula terselesaikan dengan baik karena adanya kesadaran akan
pentingnya materi ini bagi kehidupan serta dengan adanya bantuan dari berbagai pihak terutama
teman-teman dalam kelompok kami sendiri, dimana laporan ini diperoleh dari berbagai referensi.

Meskipun kami telah mengusahakan semaksimal mungkin dalam penyelesaian laporan


ini, tetapi kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan dalam laporan
ini.Untuk itu kami memohon maaf jika dalam penyelesaian laporan ini masih terdapat kesalahan-
kesalahan baik yang kami sadari maupun yang tidak disadari.

Saran dan kritik kami harapkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang telah membacanya. Amin

Makassar, 12 Februari 2016

Kelompok 4

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................................1

Daftar Isi..........................................................................................................................................2

Bab I Pendahuluan...........................................................................................................................3

A. Latar Belakang......................................................................................................................3

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................4

C. Tujuan...................................................................................................................................4

Bab II Isi..........................................................................................................................................5

A. Herpes Simplex.....................................................................................................................5

B. Gonore................................................................................................................................18

C. Sifilis...................................................................................................................................24

Bab III Kesimpulan dan Saran.......................................................................................................32

A. Kesimpulan.........................................................................................................................32

B. Saran...................................................................................................................................32

Daftar Pustaka................................................................................................................................33

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Williams & Hopper (2007) mengungkapkan bahwa penyakit menular seksual merupakan
infeksi yang dapat ditularkan melalui kontak intim dengan genitalia, mulut, ataupun rektum.
Beberapa penyakit menular seksual juga ditularkan melalui darah ataupun cairan tubuh.
Perlindungan terbaik bagi perawat untuk menghindari darah dan cairan tubuh pasien ialah
dengan mengikuti standar praktek dan mempertahankan kesehatan dan kebersihan kulitnya.

Secara fisik, penyakit menular seksual dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, luka pada
struktur genitourinaria, merusak organ tubuh lainnya, infestilitas, defek kelahiran, kerusakan
system saraf, perkembangan menjadi kanker, dan bahkan kematian pada penderita dan kadang-
kadang pada anak mereka. Beberapa contoh penyakit menular seksual adalah gonore, sifilis,
herpes, HIV/AIDS, chlamydia, dan trichomoniasis. Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab
penyakit menular seksual yaitu sex bebas dan tidak memakai perlindungan (contohnya: kondom)
selama hubungan seksual (Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher, 2011).

Secara psikologi dan sosial, penyakit ini dapat mempengaruhi hubungan individu, keluarga,
dan pasangan. Rasa bersalah untuk menyampaikan penyakit yang tidak bisa disembuhkan kepada
pasangan ataupun rasa dikihianati oleh pasangan karena terinfeksi merupakan konsekuensi
emosional dari penyakit menular seksual. Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan saat merawat
pasien yang menderita penyakit menular seksual dengan bersikap sopan, bersikap adil,
memperhatikan komunikasi dengan pasien serta memepertahankan postur tubuh dan kontak mata
(Williams & Hopper, 2007).

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari herpes, gonore, dan sifilis?


2. Apa saja etiologi dari herpes, gonore, dan sifilis?
3. Apa saja manifestasi klinis dari herpes, gonore, dan sifilis?
4. Bagaimana PKDM dari herpes, gonore, dan sifilis?
5. Apa saja komplikasi dari herpes, gonore, dan sifilis?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik herpes, gonore, dan sifilis?

3
7. Bagaimana penatalaksanaan herpes, gonore, dan sifilis?
8. Bagaimana asuhan keperawatan herpes, gonore, dan sifilis?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi herpes, gonore, dan sifilis.


2. Untuk mengetahui etiologi herpes, gonore, dan sifilis.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis herpes, gonore, dan sifilis.
4. Untuk mengetahui PKDM herpes, gonore, dan sifilis.
5. Untuk mengetahui komplikasi herpes, gonore, dan sifilis.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik herpes, gonore, dan sifilis.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan herpes, gonore, dan sifilis.
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan herpes, gonore, dan sifilis.

4
BAB II

ISI

A. Herpes Simplex

1. Definisi
Herpes simplex adalah infeksi virus menular yang disebabkan oleh Herpes simplex virus
(HSV). Terdapat dua tipe virus herpes simplex yang diketahui menyebabkan infeksi yakni
HSV tipe 1 (HSV-1) dan HSV tipe 2 (HSV-2). Herpes simplex merupakan penyakit yang biasa
ditemukan pada pria ataupun wanita, di Amerika Serikat dari 1-6 orang dengan usia 14 hingga
49 tahun diketahui menderita herpes simplex. Banyak kasus pada Harpes simplex disebabkan
oleh HSV-2, kurang lebih 50 juta orang di Amerika Serikat terinfeksi oleh virus herpes ini.
Herpes simplex tidak dapat disembuhkan sehingga presentase orang yang terinfeksi meningkat
seiring dengan usia. Kebanyakan penderita herpes simplex biasanya tidak mengetahui bahwa
mereka menderita penyakit ini, hal ini dikarenakan tidak terdapatnya tanda dan gejala dari
herpes simplex.
HSV disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan mukosa atau setiap
kerusakan dikulit. Virus ini selain menyebabkan infeksi yang aktif, dapat juga menetap hidup
dalam sel pejamu, menghasilkan infeksi laten yang pada suatu saat dapat mengalami
reaktivitas.

2. Etiologi
HSV-1 dan HSV-2 merupakan virus penyebab yang menginfeksi manusia pada penyakit
herpes. HSV-1 masuk melalui oral, biasanya menginfeksi pada daerah orofaring, menyebabkan
lesi atau lepuhan pada wajah, mulut dan bibir yang biasa disebut cold sores, terkadang HSV-1
ini juga dapat menginfeksi area genetalia bila melakukan oral seks. HSV-2 masuk melalui
genetalia dan merupakan penyebab tersering pada herpes genetalis, menimbulkan lesi yang
terutama terdapat didaerah genetalia. Kedua tipe virus ini dapat menginfeksi melalui oral,
genetalia dan kontak seksual melalui anal.

3. Manifestasi Klinis
a. Infeksi primer

5
Infeksi primer terjadi pada saat penderita baru pertama kali terinfeksi oleh HSV.
Infeksi primer biasanya timbul 2 hingga 7 hari setelah kontak dengan penderita herpes.
Tanda dan gejalanya diantaranya:
1) Lesi HSV pada awalnya berbentul papul-papul eritematosa kecil berkelompok yang
berkembang menjadi vesikel-vesikel berisi cairan jernih, menjadi pustule, dan
kemudian menjadi ulkus-ulkus
2) HSV-1: lesi atau lepuhan ditemukan pada daerah wajah, mulut dan bibir.

3) HSV-2: lepuhan atau lesi terdapat pada daerah genetalia. Pada wanita, lepuhan timbul
disekitar penis, glands dan batang penis. Kulit disekitarnya juga dapat terkena,
terutama pada bokong, paha, uretra, dan daerah perianal.
4) Dysuria, terasa nyeri pada saat berkemih bila bersentuhan dengan sores (lepuhan)
5) Demam, malese, anoreksia dan nyeri kepala
6) Pembengkakan pada kelenjar limfe
b. Fase nonprimer
Pada fase ini, penderita pernah terinfeksi oleh HSV tetapi tidak langsung
menimbulkan tanda dan gejala namun setelah beberapa saat tubuh sempat membentuk
antibodi.
c. Fase rekurens
Pada fase rekurens atau kambuhan biasanya orang yang telah terinfeksi akan
mengalami kekambuhan lima hingga 8 kali pertahun. Terkadang tanda dan gejala muncul
seperti pada infeksi primer, terasa panas, nyeri, dan gatal pada tempat lesi. Vesikel atau
ulkus rekuren bersifat menular.

d. Fase asimtomatik atau tidak diketahui


Fase ini biasanya tidak menunjukkan tanda dan gejala sehingga penderita tidak
menyadari telah terinfeksi oleh HSV. Banyak penderita mengetahui telah terinfeksi oleh
HSV pada saat mengalami fase rekurens atau kambuhan pada pemeriksaan fisik ataupun
pada saat pemeriksaan antibodi. Hampir 80% penularan HSV terjadi sewaktu
berlangsung pengeluaran virus secara asimtomatik.

6
7
4. Patofisiologi dan Masalah Keperawatan

Herpes simplex virus


(HSV)
Kontak langsung
kedalam membran
HSV-1 (Melalui HSV-2 (penularan
oral) secara seksual)

Virus masuk
kedalam tubuh

Menginvasi sel
pejamu

Bereplikasi Infeksi primer


dengan cepat di
Kerusakan Lesi berbentuk Rasa
Menghasilkan integritas macula/papula gatal &
banyak virion kulit
Pecah menjadi
Menghancurkan ulkus
sel pejamu

Virion akan Respon Genetalia


dilepaskan sistemik

Demam Pria: glans Wanita: vagina,


Menyebar penis, batang klitoris dll
melalui saluran
Hipertermi
Nyeri Wanita hamil
Limfedenopati

Jalan lahir

Gg, citra Wajah, mulut


tubuh dan bibir Resiko Infeksi
(penularan)

8
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya tahan
tubuh klien. Pada kondisi awal / saat proses peradangan, dapat terjadi peningkatan suhu
tubuh atau demam dan perubahan tanda-tanda vital yang lain. Pada pengkajian kulit,
ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri. Perhatikan mukosa mulut,
hidung, dan penglihatan klien.
Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon klien terhadap nyeri
akut secara fisiologis atau melalui respon perilaku. Secara fisiologis, terjadi
diaphoresis, peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan
tekanan darah; pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih, atau marah.
Lakukan pengukuran nyeri dengan menggunakan skala nyeri 0-10 untuk orang dewasa.
Untuk anak-anak, pilih skala yang sesuai dengan usia perkembangannya, bisa
menggunakan skala wajah untuk mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam
pemilihan.

b. Pemeriksaan Diagnostik
Virus herpes ini dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiak. Pada
keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi HSV. Pada percobaan tzanck dengan
pewarnaan geimsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi.

c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menentukan virus herpes simplex yang
ada di dalam tubuh. Pemeriksaan laboraturium terhadap virus herpes simplex sebagian
besar dilakukan hanya untuk yang terinfeksi HSV tipe 2. Sedangkan untuk mengetahui
apakah luka yang diderita penderita herpes simplex ini akibat virus HSV atau bukan,
maka tes yang lain perlu dilakukan. Tanda-tanda pada permukaan sel yang terindeksi
oleh virus herpes simplex akan diketahui dari hasil pemeriksaan laboraturium.
Pemeriksaan laboratorium ini juga bisa mengungkap perbedaan HSV-1 atau HSV-2.
Umumnya pemeriksaan laboratorium ini meliputi IgG dan IgM baik itu untuk HSV-1
maupun HSV-2.
1) Test tzank yang diwarnai dengan pengecatan gyemsa atau wright, akan terlihat sel
raksasa berinti banyak. Sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan ini umumnya
rendah. Tes Tzanck dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit atau kurang.

9
Caranya dengan membuka vesikel dan korek dengan lembut pada dasar vesikel
tersebut lalu letakkan pada gelas obyek kemudian biarkan mengering sambil
difiksasi dengan alkohol atau dipanaskan. Selanjutnya beri pewarnaan (5%
methylene blue, Wright, Giemsa) selama beberapa detik, cuci dan keringkan, beri
minyak emersi dan tutupi dengan gelas penutup. Jika positif terinfeksi hasilnya
berupa keratinosit yang multinuklear dan berukuran besar berwarna biru.
2) Identifikasi virus dengan PCR, mikroskop elektron, atau kultur
3) Tes serologi menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) spesifik
HSV tipe II dapat membedakan siapa yang telah terinfeksi dan siapa yang
berpotensi besar menularkan infeksi.

6. Pengobatan
Tujuan pengobatan herpes adalah untuk mencegah atau mempersingkat durasi outbreak,
biasanya dengan pemberian antiviral. Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan herpes.
Sebagai tambahan, pemberian terapi supresif (misalnya penggunaan harian obat antiviral)
untuk herpes dapat mengurangi kemungkinan terjadi penularan kepada pasangannya.
Beberapa obat antivirus telah terbukti efektif melawan infeksi HSV. Semua obat
tersebut menghambat sintesis DNA virus. Obat-obat ini dapat menghambat
perkembangbiakan HSV. Asiklovir, valasiklovir dan famsiklovir merupakan
obat yang efektif untuk infeksi HSV dalam bentuk topikal, intravena, dan oral yang
kesemuanya berguna untuk mengatasi infeksi primer.
a. Indikasi : Untuk mengobati Herpes Simplex Virus, herpes labialis, herpes zoster, HSV
encephalitis, neonatal HSV, mukokutan HSV pada pasien yang memiliki respon imun
yang diperlemah (immunocompromised), varicella-zoster.
b. Kontraindikasi: Hipersensitifitas pada acyclovir, valacyclovir, atau komponen lain dari
formula.

c. Dosis dan Aturan Pakai :


Pengobatan herpes simplex: 200 mg (400 mg pada pasien yang memiliki respon imun
yang diperlemah/immunocompromised atau bila ada gangguan absorbsi) 5 kali sehari,
selama 5 hari. Untuk anak dibawah 2 tahun diberikan setengah dosis dewasa. Diatas 2
tahun diberikan dosis dewasa.
Pencegahan herpes simplex kambuhan, 200 mg 4 kali sehari atau 400 mg 2 kali sehari,
dapat diturunkan menjadi 200 mg 2atau 3 kali sehari dan interupsi setiap 6-12 bulan.
Pencegahan herpes simplex pada pasien immunocompromised, 200-400 mg 4 kali

10
sehari. Anak dibawah 2 tahun setengah dosis dewasa. Diatas 2 tahun dosis sama dengan
dosis orang dewasa.
d. Efek Samping: Pada sistem saraf pusat dilaporakan terjadi malaise (perasaan tidak
nyaman), sakit kepala, mual atau muntah dan diare.

7. Pencegahan dan Mengurangi Resiko


Cara yang paling ampuh untuk menghidari transmisi penyakit infeksi menular,
termasuk di antaranya herpes.
1. Tidak melakukan hubungan seksual atau memiliki hubungan monogami jangka
panjang dengan pasangan yang telah di tes dan diketahui memiliki infeksi.
2. Penggunaan kondom lateks secara benar dan konsisten dapat mengurangi resiko
terinfeksi herpes genital. Hal ini karena kondom mampu melindungi area kelamin
pria maupun wanita dari kemungkinan kontak yang menyebabkan timbulnya gejala
herpes. Akan tetapi outbreak mungkin terjadi di area yang tidak tertutup kondom.
3. Orang dengan infeksi herpes yang bergejala, baik luka di kelamin maupun gejala lain,
sangat disarankan untuk tidak dulu berhubungan seks. Hal ini untuk mencegah
kemungkinan penularan. Sangat penting diingat bahwa orang dengan herpes yang
tidak menunjukkan gejala juga bisa menularkan infeksinya kepada pasangan seksnya.
Maka, sebagai pasangan seks, penting juga untuk selalu ingat menggunakan kondom
agar menurunkan risiko tertular herpes genital. Sebagai pasangan seks dari orang
yang terinfeksi herpes juga disarankan melakukan tes HSV berkala untuk mengetahui
statusnya.
4. Hindari penularan melalui ciuman, penggunaan handuk atau pisau cukur bersama bila
diketahui penderita telah diketahui terinfeksi HSV.
5. Jangan menyentuh atau menggosok lepuhan atau sores karena dapat menyebabkan
infeksi sekunder.
6. Cucilah tangan setiap kali sesudah menyentuh herpes.

11
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Anamnesis
1) Identitas Diri : Nama, Usia, Agama, Jenis Kelamin, Pekerjaan dll
2) Keluhan utama dan keluhan tambahan
3) Riwayat kesehatan
4) Siapa yang menjadi pasangan seksual (suami/istri, teman, pacar, wanita/pria
penjaja seks)
5) Kapan kontak seksual dilakukan
6) Jenis kelamin pasangan seksual
7) Cara melakukan hubungan seksual (genito-genital, orogenital, anogenital)
8) Penggunaan kondom (tidak pernah, jarang, sering)
9) Riwayat penggunaan obat

Pemeriksaan Fisik

1) Tanda-tanda Vital
2) Observasi area genetalia
3) Observasi tanda-tanda herpes : lepuhan-lepuhan (sores) pada bagian tubuh
4) Observasi pembengkakan kelenjar limfe

b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan inflamasi jaringan
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi pada kulit
3) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan akibat herpes
simplex

12
c. Implementasi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan Hasil
Nyeri b/d Tujuan : - Lakukan pengkajian - Untuk menentukan
inflamasi Setelah dilakukan nyeri (lokasi, intervensi
jaringan pengkajian selama karakteristik, durasi, selanjutnya yang
x24 jam, diharapkan frekuensi, kualitas, dan tepat
nyeri klien faktor presipitasi)
- Distraksi
berkurang, hilang
(pengalihan
- Ajarkan teknik
atau teradaptasi
perhatian) dapat
distraksi pada saat
menurunkan
nyeri muncul
Kriteria hasil :
stimulus internal
Klien mengatakan
nyeri berkurang
- Meningkatkan
- Ajarkan teknik
misalnya dari skala 3
intake oksigen
relaksasi napas dalam
ke 2
sehingga dapat
pada saat nyeri muncul
menurunkan nyeri
Klien mampu
mengontrol nyeri
- Manajemen
misalnya
- Lingkungan tenang
menggunakan teknik lingkungan:
akan menurunkan
distraksi lingkungan tenang,
stimulus nyeri
batasi pengungjung,
eksternal dan
Klien mengatakan dan istirahatkan pasien
pembatasan
merasa nyaman
pengungjung akan
membantu
Klien tampak rileks
meningkatkan
dan tidak gelisah
kondisi oksigen
ruangan yang
berkurang apabila

13
banyak
pengungjung yang
berada di ruangan.
- Lakukan manajemen Istirahat akan
sentuhan menurunkan
kebutuhan oksigen
jaringan perifer

- Manajemen
sentuhan pada saat
nyeri berupa
sentuhan dukungan
Kolaborasi psikologis dapat
- Berikan analgesik membantu
secara tepat menurunkan nyeri

- Pembrian
analgesik
membantu
mengurangi rasa
nyeri
Kerusakan Tujuan : - Anjurkan klien untuk - Mencegah
integritas kulit Setelah dilakukan tidak memegang area penyebaran herpes
b/d lesi lesi pengkajian selama lesi ke bagian tubuh
pada kulit x24 jam, diharapkan yang lain
integritas kulit klien
membaik - Monitor kulit akan - Kemerahan
adanya kemerahan merupakan salah
pada wajah, mulut, satu tanda
Kriteria hasil : bibir dan genitalia. inflamasi
Tidak ada lesi atau

14
lepuhan pada kulit

Papul-papul dikulit
berkurang
Gangguan citra Tujuan : - Ciptakan hubungan - Agar klien lebih
tubuh b/d Setelah dilakukan saling percaya terbuka dalam
perubahan pengkajian selama bersama klien mengungkapkan
penampilan x24 jam, diharapkan perasaaannya
akibat herpes gangguan citra tubuh
- Untuk mengetahui
simplex klien berkurang - Dorong klien untuk
gambaran diri
menyatakan
klien terhadap
Kriteria hasil : perasaannya, terutama
dirinya
Klien menunjukkan tentang cara ia
penerimaan pada merasakan, berpikir
penampilan atau memandang
dirinya
- Untuk mengurangi
Klien mampu
- Dorong klien untuk
kecemasan dan
mempertahankan
berbagi rasa, masalah,
sebagai dasar
interaksi sosial
kekhawatiran dan
menentukan
persepsinya
intervensi
selanjutnya

- Agar klien dapat


- Dorong klien dan
menjalankan
keluarga untuk
interaksi sosial
menerima keadaan
bersama keluarga
klien
dengan nyaman
tanpa merasa
rendah diri

d. Evaluasi

15
1) Klien mengatakan nyeri berkurang
2) Klien mampu mengontrol nyeri
3) Klien tampak rileks dan tenang
4) Papul di kulit berkurang
5) Klien menunjukkan penerimaan pada penampilan

B. Gonore

1. Definisi dan Etiologi

Menurut Price & Wilson (2005) kencing nanah atau Gonore adalah jenis penyakit infeksi
menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh kuman (bakteri). Invasi bakteri diplokokus gram-

16
negatif, Neisseria gonorrhoeae, yang pertama kali ditemukan dan diberi nama oleh ahli
dermatologi polanda, oleh Albert Neisseria. Bakteri ini dapat ditularkan melalui vagina, rectum,
oral, kontak dengan membran mukosa lainnya, ataupun kontak dengan darah dan cairan tubuh.
Gonore dapat menyebabkan bermacam-macam tanda dan gejala. Periode inkubasi bakteri ini 3-8
hari(Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher, 2011). Pada laki-laki dapat asimtomatik atau dapat
terjadi urethritis. Sedangkan pada wanita, dapat terjadi nyari pada tenggorokan, urethritis,
ataupun gejala menstruasi yang tidak normal seperti pendarahan diantara periode(Williams &
Hopper, 2007).Resiko penularan dari laki-laki kepada perempuan lebih tinggi dari pada
penularan perempuan kepada laki-laki yang disebabkan karena lebih luasnya selaput lendir yang
terpajan dan eksudat yang berdiam lama di vagina pada perempuan. Setelah infeksi oleh bakteri
Neisseria gonorrhoeae tidak timbul imunitas alami, sehingga infeksi dapat berjangkit lebih dari
satu kali (Price & Wilson, 2005).

2. Manifestasi Klinis

Adapun tanda dan gejala gonore menurut Price & Wilson (2005):

a. Keluarnya sekret purulen kuning kehijauan dari uretra pada pria dan ostium serviks
pada perempuan.
b. Pada laki-laki: uretritis, disuria, dan sering berkemih serta malaise.
c. Pada perempuan dimulai dengan sekret vagina. Infeksi yang menyebar ke endometrium
dan tuba fallopi menyebabkan nyeri panggul dan abdomen.
d. Saat buang air kecil akan terasa sakit atau perih dan jiga keluar can
kental berwarna kuning atau hijau pada vagina dan penis.
e. Infeksi di peri anus dan rektum menimbulkan rasa tidak nyaman dan Gonore pada pria

gatal ringan.

3. PKDM Gonore
Hubungan Seksual

Infeksi Bakteri N. Gonorrhoeae

17
Bakteri melekat & menghancurkan membran sel epitel di uretra

Peradangan saluran Bakteri mengeluarkan protein Stimulasi leukosit

Stimulus ke reseptor Stimulasi sel Ketidakmampuan melawan


sensrik (Nosireseptor) infeksi

Mengeluarkan IgE yg berkaitan dgn sel


Serabut saraf eferen Leukosit disaluran kemih

Melepaskan
Menuju medula Nanah disaluran kemih
spinalais
Memicu alergi
Melanjutkan ke kortex Nanah keluar bersama
serebri untuk dipersepsikan urin (Piuria)
GG.(gatal)
Urtikaria
INTEGRITAS
NYERI
ANSIETAS GG. ELIMINASI
URIN

4. Komplikasi Timbul reaksi infeksi berupa


Konversi panasdemam peradangan/imflamasi
pengeluaran prostaglandin
Menurut Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher(2011) pada laki-laki jarang berkembang
menjadi komplikasi karena HIPERTERMI
mencari perawatan lebih awal. Komplikasi yang dapat
Vasokonstriksi terjadi
pembuluh pada
darah
Peningkatan sel point Merangsang endotelium
laki-laki adalh prostatitis, striktur urethra, dan kemandulam dari orchitis ataupun epididimitis.
termoregulasi di hipotalamus hipotalamus
Sedangkan pada wanita dapat terjadi pelvic inflammatory diseases (PID), abses Bartholins,
kehamilan ectopic, dan infertilitas. Gonore pada wanita juga dapat menyebabkan disseminated
gonococcal infection (DIC) yang menyebabkan lesi pada kulit, demam, arthralgia, arthritis,
ataupun endokarditis. Bayi yang baru lahir dari ibu yang menderita gonore dapat mengalami
ophthalmia neonatorum, dimana terjadi inflamasi pada konjungtiva dan bagian dalam mata yang
dapat menyebabkan kebutaan (Williams & Hopper, 2007).

5. Pemeriksaan Diagnostik

18
Adapun pemeriksaan diagnostik gonore berdasarkan Price & Wilson (2005):

a. Pada pria
Ujung kemaluan merah, membengkak dan menonjol, di ujungnya bila dipijat akan
keluar nanah.
b. Pada wanita

Pemeriksaan serviks akan tampak berwarna merah, membengkak, tertutup oleh lendir
bernanah.

c. Ditemukan diplokokus gram-negatif intrasel pada apusan eksudat yang diambil dari
tempat infeksi.
d. Uji amplifikasi DNA dengan menggunakan metode reaksi berantai polimerase (PCR)
dan reaksi berantai ligase (LCR): pada wanita: digunakan sekret vagina atau serviks,
pada laki-laki: digunakan spesimen urin.

6. Penatalaksanaan
Pada umumnya terapi dengan preparat single dose lebih dipilih dalam pelaksanaan kasus
gonore dengan tujuan mengatasi masalah kepatuhan penderita dalam menjalani pengobatan.
Sebelummya antibiotik golongan quinolone seperti ciprofloxacin, ofloxacin, enoxacin diberikan
sebagai regimen single dose (Jawas & Murtiastutik, 2008).

7. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
Anamnesis
1) Identitas Diri : Nama, Usia, Agama, Jenis Kelamin, Pekerjaan dll
2) Keluhan utama dan keluhan tambahan
3) Riwayat kesehatan
4) Siapa yang menjadi pasangan seksual (suami/istri, teman, pacar, wanita/pria penjaja
seks)
5) Kapan kontak seksual dilakukan
6) Jenis kelamin pasangan seksual
7) Cara melakukan hubungan seksual (genito-genital, orogenital, anogenital)
8) Penggunaan kondom (tidak pernah, jarang, sering)
9) Riwayat penggunaan obat

Pemeriksaan Fisik

1) Tanda-tanda Vital
2) Observasi area genetalia
3) Observasi tanda-tanda gonore: secret purulen kunig kehijauan

19
4) Observasi pembengkakan kelenjar limfe

b. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada saluran kemih
2) Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
3) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan priuria
4) Ansietas berhubungan dengan persepsi penyakit

c. Intervensi keperawatan

Nyeri akut b.d. peradangan pada saluran kemih


Tujuan : dalam waktu x24 jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi.
Kriteria Hasil:
- Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi.
- Skala nyeri 0-4
- Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
- Pasien tidak gelisah
Intervensi Rasional
Catat lokasi, lamanya intensitas (skala 0- Membantu mengevaluasi tingkat nyeri yang
10) dan penyebaran. Perhatikan dialami pasien
tanda0tanda non verbal, conothnya
tekanan darah dan nadi yang tinggi,
gelisah, merintih.

20
Lakukan manajemen nyeri.
- Istirahatkan pasien pada saat nyeri -Istirahat secara fisiologis akan menurunkan
muncul. kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk
memenuhi metabolism basal.

-Meningkatkan intake oksigen sehingga akan


- Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam menurunkan nyeri sekunder dari iskemia
saat nyeri muncul. intestinal.

- Ajarkan tehnik distraksi pada saat -Distraksi (pengalihan pehatian) dapat


nyeri. menurunkan stimulus internal.

-Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa


- Lakukan manajemen sentuhan. sentuhan dan dukungan psikologis dapat
membantu menurunkan nyeri.

-Menambah pengetahuan dan informasi


kepada klien dan keluarga tentang cara
mengatasi nyeri dan perawatan gonore di
- Memberikan health education pada
rumah.
pasien dan keluarga (khususnya
pasangan) cara mengatasi nyeri dan
perawatan gonore di rumah.
Kolaborasi:
Berikan obat analgetik sesuai indikasi. Untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri.

Hipertermi b.d. reaksi inflamasi


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . X 24 jam klien menunjukkan
suhu tubuh dalam batas normal.
Kriteria Hasil:
- Suhu tubuh dalam rentang normal
- Nadi dan RR dalam rentang normal
- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
Intervensi Rasional
Monitor tanda-tanda vital. Tanda-tanda vital dapat memberikan
gambaran keadaan umum klien.
Kaji timbulnya demam. Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
Kompres hangat pasien pada lipat paha Membantu mengurangi demam dengan
dan aksila. vasodilatasi sehingga penguapan dapat
mempercepat penurunan suhu tubuh.

21
Gangguan eliminasi urine b.d. priuria
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .X 24 jam paaien dapat
mempertahankan pola eliminasi urin secara adekuat.
Kriteria Hasil:
- Klien dapat berkemih secara lancar
- Klien tidak kesulitan saat berkemih
- Pola eliminasi membaik, tidak menjadi tanda-tanda gangguan berkemih (seperti
priuria)
Intervensi Rasional
Awasi pemasukan dan pengeluaran dan Memberikan informasi tentang fungsi ginjal
karakteristik urin. dan adanya komplikasi.
Dorong peningkatan pemasukan cairan. Peningkatan hidrasi membilas bakteri dan
nanah.
Kolaborasi:
Awasi pemeriksaan laboratorium. Pengawasan terhadap disfungsi ginjal.

Ansietas b.d. persepsi penyakit


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama ..X 24 jam, diharapkan
kecemasan klien berkurang
Kriteria Hasil:
- Klien dapat memahami proses penyakit yang dialami
- Klien merasa rileks
- Klien dapat menerima diri apa adanya

Intervensi Rasional
Kaji tingkat kecemasan klien dan bina Mengidentifikasi tingkat kecemasan.
hubungan saling percaya.

Jika kecemasan klien karena Informasi yang akurat dapat menghilangkan


ketidakpahaman mengenai penyakit, kesalahpahaman klien.
jelaskan penyebab sifilis dan bagaimana
cara menghindari komplikasinya.

Berikan klien kesempatan untuk Berbagi kecemasan dapat mengurangi


mengunggkapkan perasaannya dan bersikap kecemasan klien
empati.

d. Evaluasi
1) Klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi.
2) Klien dapat beristirat dengan tenang

22
3) Klien dapat berkemih dengan lancar
4) Suhu dan nadi dalam rentang normal
5) Kecemasan klien berkurang

C. Sifilis

1. Definisi

Menurut Price (2005)Sifilis adalah infeksi yang sangat menular dan disebabkan olehbakteri
yang berbentuk spiral, yaituTreponema palladium. Sifilis hampir selalu ditularkan melalui
kontak seksual dengan pasangan yang infeksi. Namun, pada penularan neonatus,bakteri ini dapat
menembus sawar plasenta dan menginfeksi neonatus.Sifilis dapat disembuhkan pada tahap awal
infeksi, tetapi apabila dibiarkan penyakit ini dapat menjadi infeksi sistemik dan kronik. Orang
yang mempunyai resiko tinggi terkena sifilis juga beresiko tinggi terkena infeksi HIV karena lesi
(chancre) pada sifilis dapat menjadi transmisi HIV(Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher,
2011).

2. Etiologi

Disebabkan oleh Treponema palladiumyang termasuk dalam ordo Spirochaetales


familiSpirochaetaceae dan genus Treponema. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh melalui kulit

23
ataupun membran mukosa. Masa inkubasi bakteri ini 10 sampai 90 hari(Williams & Hopper,
2007).

3. Klasifikasi Sifilis
Adapun klasifikasi sifilis menurut Nuranif & Kusuma (2015) yaitu:
a. Sifilis kongenetal (transplasenta ibu ke janin)
1) Dini (sebelum 2 tahun)
2) Lanjut (sesudah 2 tahun)
3) Stigmata
b. Sifilis akuisita (didapat melalui hubungan seksual,
transfusi darah)
1) Stadium dini menular (dalam satu tahun sejak
infeksi), terdiri atas SI, SII, stadium rekuren, dan
stadium laten dini.
2) Stadium lanjut tak menular (setelah satu tahun sejak
infeksi), terdiri atas stadium laten lanjut dan SIII.
Bentuk lain adalah sifilis kardiovaskuler dan neuro
sifilis. Ada yang memasukannya kedalam S III atau S IV.

4. Manifestasi Klinis

Sifilis terbagi menjadi sifilis primer, sekunder, laten dan tersier berdasarkan lama waktu terpejan
bakteri menurut Nuranif & Kusuma(2015).

a. Sifilis Primer: Masa tunas 2-4 minggu. Menular melalui senggama dan setelah terpejan
bakteritimbul papul kecil soliter ditempat infasi dalam 10-90 hari. Dalam beberapa
minggu papul berkembang menjadi ulkus merah, indolen (tidak nyeri) dan berbatas tegas
yang disebut chancre (sangat menular) dan dipenuhi spirokaeta. Chancre pada pria (penis,
anus, dan rectum), pada wanita di vulva, perineum dan servis. Chancre ekstra genital di
rongga mulut, jari tangan, dan payudara. Chancre sembuh spontan dalam 4-6 minggu.
b. Sifilis sekuder : Timbul setelah 6-8 minggu sejak sifilis primer, gejala umumnya tidak
berat berupa anoreksia, turunnya berat badan, malaise, nyeri kepala, demam yang tidak
tinggi dan artralgia, tidak gatal, sering disertai limfadenetis generalisata, kelainan juga
terjadi pada telapak tangan dan kaki. Chancre pada pria
c. Sifilis laten: gejala dan tanda menghilang. Satu satunya manifestasi infeksi adalah
pemeriksaan serologis yang positif. Infeksi SSP asimtomatik umum terjadi.

24
d. Sifilis Tersier: guma (lesi granulomatosa yang keras) muncul setelah 3-10 tahun
diberbagai tempat, termasuk dikulit, dimana terjadi ulkus setelah ada kerusakan jaringan
kartilago dan jaringan ikat bawahnya.

Guma (lesi granulomatosa yang keras)

5. PKDM Sifilis

Sifilis akuisita Sifilis kogenital


Treponema palladium

Masuk ke dalam tubuh melalui kulit,


membrane mukosa, plasenta

Bakteri berkembang biak

Proses inflamasi ke semua jaringan

Bakteri berkembang biak di Reaksi jaringan membentuk


kelenjar getah bening infiltrat

Terjadi fibriosis: darah ke


Pengaktifan kompleks imun Hepar dan lien Jaringan kulit
otak berkurang
antibodi

Sistem Saraf Pusat


Terjadi fibriosis

Sumsum tulang belakang otak

Pembentukan bilirubin
Kelemahan dan Impotensi Tekanan Intrakranial terganggu

Disfungsi seksual Nyeri kepala, pusing, mual, Ikterik neonatus


penglihatan kabur

Pelepasan mediator kimia:


Nyeri
histamine, bradikinin, serotonin, Papul
prostaglandin

Vasokonstriksi pembuluh darah Ulkus pada lidah, tonsil,


Kerusakan integritas kulit 25
dan genitalia eksterna
Peningkatan sel point termoregulasi di
Ansietas
hipotalamus

Konversi panas

6. Komplikasi
Hipertermi

Komplikasi pada penyakit ini terjadi pada sifilis tersier. Guma dapat menyebabkan kerusakan
pada tulang, hati, ataupun kulit. Pada sifilis kardiovaskuler, aneurisma dapat menekan nervus
interkosta yang dapat menyebabkan nyeri. Kemungkinan rupture terjadi seiring dengan
membesarnya aneurisma. Jaringan parut pada katup aorta dapat menyebabkan ketidakefektifan
katup aorta dan menyebakan gagal jantung. Neurosyphilis dapat menyebabkan maslaah terkait
dengan saraf sensori sehingga dapat terjadi serangan nyeri yang tiba-tiba di beberapa bagian
tubuh. Selain itu, juga dapat terjadi penglihatan yang kabur, kesulitan berjalan, dan kehilangan
stabilitas sendi(Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher, 2011).

Sifilis dapat ditularkan pada bayi yang belum lahir dari ibu yang terkena sifilis dapat dapat
menyebabkan hepatosplenomegali dimana terjadi peningkatan bilirubin, kerusakan sel darah
merah, defek kelahiran, dan limpadenopati. Jika tidak terobati, sifilis selama kehamilan dapat
mnyebabakan lesi pada berbagai oragan dari bayi dan menyebabkan aborsi spontan dan kelahiran
premature(Williams & Hopper, 2007).

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji Serologik: (Uji nontreponema, uji treponema)
b. Pemeriksaan dengan mikroskop lapangan gelap
c. Uji antibodi flurosen langsung

8. Penatalaksanaan

Penisilin merupakan terapi utama, standar yang modus lain dari terapi dinilai, dan satu-satunya
terapi yang telah digunakan secara luas untuk neurosifilis, sifilis congenital, atau sifilis selama
kehamilan. Terapi empiris antibiotik harus komperehensif dan harus mencakup semua patogen
mungkin dalam konteks pengaturan klinis. Seperti penisilin G benzatin (Bicillin L-A) untuk

26
infeksi sifilis primer dan sekunder, penisilin G prokain untuk mengobati sifilis laten, doksisklin
(Doryx, Vibramycin) digunakan sebagai terapi alternative untuk menghambat pertumbuhan
bakteri, eritromisin (E. E. S., E-Mycin) untuk pengobatan infeksi staphylococcal dan
streptokokus, dan azitromisin (Zithromax) untuk mengobati ringan sampai sedang infeksi
mikroba.

Selain obat antibiotik, urikosurik juga digunakan untuk meningkatkan konsentrasi serum
antibiotic tertentu dan obat lain. Urikosurik yang digunakan biasanya adalah Probenesid yang
digunakan sebagai tambahan terhadap penisilin pada sifilis laten dan neurosifilis (Nuranif &
Kusuma, 2015).

9. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Anamnesis
1) Identitas Diri : Nama, Usia, Agama, Jenis Kelamin, Pekerjaan dll
2) Keluhan utama dan keluhan tambahan
3) Riwayat kesehatan
4) Siapa yang menjadi pasangan seksual (suami/istri, teman, pacar, wanita/pria penjaja
seks)
5) Kapan kontak seksual dilakukan
6) Jenis kelamin pasangan seksual
7) Cara melakukan hubungan seksual (genito-genital, orogenital, anogenital)
8) Penggunaan kondom (tidak pernah, jarang, sering)
9) Riwayat penggunaan obat

Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda Vital
2) Observasi area genetalia
3) Observasi tanda-tanda sifilis: chancre pada genitalia
4) Observasi pembengkakan kelenjar limfe
b. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
2) Hipertermi berhungan dengan infasi kuman
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan diagnosa sifilis
4) Ansietas berhubungan dengan persepsi tentang penyakit

c. Intervensi keperawatan

Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi


Tujuan: Setelah dilakukan intervensi selama .x24 jam klien melaporkan nyeri berkurang
dengan indikator skala 1-5 (sangat berat, berat, sedang, ringan, tidak ada)

27
Kriteria Hasil:
Klien merasakan nyeri berkurang dan dapat beristirahat serta bergerak dengan nyaman
Klien dapat mengetahui cara mengatasi nyeri secara mandiri
Intervensi Rasional
- Melakukan observasi Tanda-tanda vital tiap - Dengan mengobservasi TTV dapat
8 jam mengetahui perubahan keadaan klien.

- Mengkaji tingkat nyeri yang dirasakan - Untuk mengetahui tingkat nyeri yang
dengan klien. dirasakan klien sebagai indicator tindakan
selanjutnya.

- Mengajarkan klien teknik relaksasi nafas - Dengan mengajarkan teknik relaksasi


dalam. kepada klien, dapat mengurangi nyeri dan
mengajarkan klien mengatasi nyeri secara
mandiri.

- Menganjurkan perubahan posisi. - Dengan perubahan posisi, rasa nyeri


mungkin dapat berkurang.

- Berkolaborasi dengan dokter, pemberian - Analgesik dapat menghilangkan nyeri.


analgesik

- Memberikan health education pada pasien


- Menambah pengetahuan dan informasi
dan keluarga (khususnya pasangan) cara
kepada klien dan keluarga tentang cara
mengatasi nyeri dan perawatan sifilis di
mengatasi nyeri dan perawatan sifilis di
rumah.
rumah.

Hipertermi berhubungan dengan infasi kuman


Tujuan: Setelah dilakukan intervensi selama .x24 jam klien menunjukkan tanda-tanda
penurunan suhu tubuh (Suhu: 370C)
Kriteria Hasil:
Klien melaporkan suhu tubuh tidak terasa panas
Suhu dan nadi dalam keadaan normal
Wajah klien tampak tenang atau tidak meringis
Intervensi Rasional
- Kaji saat timbulnya demam. - Mengindentifikasi pola demam.

- Kaji tanda-tanda vital tiap 3 jam atau lebih - Acuan untuk mengetahui keadaan umum
sering. pasien.

28
- Kompres hangat pasien pada lipat paha dan - Membantu mengurangi demam.
aksila.

- Kenakan pakaian minimal. - Pakaian yang tipis akan membantu


mengurangi penguapan tubuh

- Berikan antibiotik sesuai dengan anjuran - Antibiotik diperlukan untuk mengatasi


dan evaluasi keefektifannya. Tinjau infeksi. Efek terapeutik maksimum yang
kembali semua obat-obatan yang diberikan. efektif dapat dicapai, jika sadar obat yang
Untuk menghindari efek merugikan akibat ada dalam darah telah konsisten dan dapat
interaksi obat. Jadwalkan pemberian obat dipertahankan. Risiko akibat interaksi obat-
dalam kadar darah yang konsisten. obatan yang diberikan meningkat dengan
adanya efek farmakoterapi berganda. Efek
samping akibat interaksi satu obat dengan
yang lainnya dapat mengurangi keefektifan
pengobatan dari salah satu obat atau
keduanya.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan diagnosa sifilis


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama ..X 24 jam, diharapkan tidak
terjadi gangguan pada integritas kulit
Kriteria Hasil:
Mempertahankan integritas kulit
Tidak ada lesi
Intervensi Rasional
- Anjurkan klien untuk tidak menekan lesi - Mencegah lesi bertambah parah

- Kolaborasi pemberian antibiotic - Antibiotik diperlukan untuk mengatasi


infeksi. Efek terapeutik maksimum yang
efektif dapat dicapai, jika sadar obat yang
ada dalam darah telah konsisten dan dapat
dipertahankan.

Ansietas berhubungan dengan persepsi tentang penyakit


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama ..X 24 jam, diharapkan
kecemasan klien berkurang
Kriteria Hasil:
Klien dapat memahami proses penyakit yang dialami
Klien merasa rileks

29
Klien dapat menerima diri apa adanya
Intervensi Rasional
- Kaji tingkat kecemasan klien dan bina - Mengidentifikasi tingkat kecemasan.
hubungan saling percaya.

- Jika kecemasan klien karena - Informasi yang akurat dapat


ketidakpahaman mengenai penyakit, menghilangkan kesalahpahaman klien.
jelaskan penyebab sifilis dan bagaimana
cara menghindari komplikasinya.

- Berbagi kecemasan dapat membantu pasien


- Memberikan klien kesempatan untuk
dalam mengurangi kecemasan.
mengunggkapkan perasaannya dan
bersikap empati

- Jelaskan semua prosedur dan perawatan. - Prosedur yang tidak familiar dapat
meningkatkan kecemasan.

d. Evaluasi
1) Klien melaporkan rasa nyeri berkurang
2) Klien dapat beristirahat dengan nyaman
3) Klien melaporkan suhu tubuh tidak terasa panas
4) Lesi berkurang
5) Kecemasan klien berkurang

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penyakit menular seksual merupakan infeksi yang dapat ditularkan melalui kontak intim
dengan genitalia, mulut, ataupun rektum.Beberapa penyakit menular seksual juga ditularkan
melalui darah ataupun cairan tubuh (Williams & Hopper, 2007). Secara fisik, penyakit menular
seksual dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, luka pada struktur genitourinaria, merusak
organ tubuh lainnya, infestilitas, defek kelahiran, kerusakan system saraf, perkembangan menjadi
kanker, dan bahkan kematian pada penderita dan kadang-kadang pada anak mereka. Beberapa
contoh penyakit menular seksual adalah gonore, sifilis, herpes, HIV/AIDS, chlamydia, dan

30
trichomoniasis. Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab penyakit menular seksual yaitu sex
bebas dan tidak memakai perlindungan (contohnya: kondom) selama hubungan seksual (Lewis,
Dirksen, Heitkemper, & Bucher, 2011).

B. Saran

Kami berharap kepada mahasiswa atau kelompok yang membahas kembali tentang materi ini
agar lebih aktif mencari jawaban dan berusaha menyelesaikan masalah-masalah yang
kemungkinan ditemukan dalam praktik keperawatan sehingga informasi yang kurang dari
makalah ini dapat ditambahkan.

DAFTAR PUSTAKA

American College of Nurse-Midwives. (2013). Genital Herpes. Journal of Midwifery & Women's
Health , 597-598.

CDC. (2014). Genital Herpes The Fact. USA: CDC.

CDC NPIN. (2014). Genital Herpes. USA: CDC.

Indonesian Genital Herpes. (2013). Herpes Kemaluan. Jakarta: Government of Western


Australia Department of Health.

Jawas, F. A., & Murtiastutik, D. (2008). Penderita Gonore di Divisi Penyakit Menular Seksual
Unit Rawat Jalan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya Tahun
2002-2006. Journal Unair , 217-228.

31
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2011). Medical-surgical nursing:
assessment and management of clinical problems (9th edition ed.). Saint Louis: Elsevier.

MMWR. (2010). Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines. USA: CDC.

Nuranif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

Patel, R., Alderson, S., Geretti, A., Nilsen, A., Foley, E., Lautenschlager, S., et al. (2013). 2010
European guideline for the management of genital herpes. UK: IUSTI / WHO European
STD guidelines Editorial Board.

Piay, J. (2014). Infeksi Herpes Genitalia. Jakarta: Angsamerah.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC.

U.S. Centers for Disease Control and Prevention. (2012). Genital Herpes The Fact. Washington
DC: OPA (Office of Population Affairs).

Usatine, R. P., & Tinitigan, R. (2010). Nongenital Herpes Simplex Virus. American Family
Physician , San Antonio, Texas.

Williiams, L. S., & Hopper, P. D. (2007). Understanding medical-surgical nursing. Philadelphia:


F. A. Davis Company.

32

Anda mungkin juga menyukai