Anda di halaman 1dari 20

Laporan Kasus

HIFEMA et causa TRAUMA TUMPUL OKULI

Pembimbing:
dr. I Gede Eka Yudiasa, Sp.M

Penyusun:
Dimas Arya Pradana
030.11.078

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Mintohardjo
Periode 8 Mei 2017 10 Juni 2017
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta

1
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M
Usia : 16 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kebon Kacang 32/8 RT 07/04, Kel. Kebon Kacang, Tanah
Abang, Jakarta Pusat
Status : Belum menikah

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan pada tanggal 19 Mei 2017 pukul 11.30
WIB di Poli Mata RSAL dr. Mintohardjo.

A. Keluhan Utama
Mata kanan terasa seperti ada beleknya

B. Keluhan Tambahan
Mata kanan sempat buram sesaat, silau

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poli RSAL dr. Mintoharjo dengan keluhan mata kanan seperti
belekan sejak 16 hari SMRS. Pasien mengalami trauma tumpul pada mata kanan
yaitu terkena bola saat 16 hari SMRS. Pasien langsung mengeluh penglihatan sedikit
buram saat terkena bola dan pusing, namun hanya sebentar saja. Lalu pasien segera
berobat dan dikirim ke RSCM. Pasien mendapat obat tetes mata dan matanya terasa
sedikit silau dan seperti melihat pelangi saat melihat lampu. Saat ini pasien sudah
tidak mengeluh buram. Nyeri, mata berair, gatal, mata merah dan pusing disangkal
pasien.

2
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Pasien juga tidak memiliki
riwayat memakai kacamata dan baru pertama kali berobat ke dokter mata.

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Orang tua pasien memakai kacamata. Diabetes melitus dan hipertensi disangkal.

F. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah pernah berobat sebelumnya di RSCM dan diberikan obat tetes mata
namun pasien lupa nama obatnya dan tidak membawa obatnya.

G. Riwayat Kebiasaan
Pasien sehari-hari sekolah di pesantren. Jarang menggunakan hp maupun menonton
tv.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan, gizi cukup
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital: Tekanan darah: 120/80 mmHg suhu: 36,7c
Nadi: 80x/menit pernapasan: 16x/menit
Kepala : Normocephali
Mata : Lihat status oftalmologi
Telinga : Normotia, sekret -/-, serumen -/-
Hidung : Septum deviasi (-), sekret -/-, konka hiperemis -/-
Mulut : Tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis (-)
Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar
Thoraks : Paru: Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), Bising Usus (+) normal
Ekstremitas : Simetris, oedem (-)

B. Status Oftalmologi
3
OD (mata kanan) OS (mata kiri)
6/7 Visus 6/6
Ortoforia Kedudukan bola mata Ortoforia
Bola mata bergerak ke segala Pergerakan bola mata Bola mata bergerak ke segala
arah arah
Ptosis (-), lagoftalmus (-), Palpebra Ptosis (-), lagoftalmus (-),
blefaritis (-), hordeolum (-), blefaritis (-), hordeolum (-),
kalazion (-), ektropion (-), kalazion (-), ektropion (-),
entropion (-), oedem (-), entropion (-), oedem (-),
trikiasis (-), hematoma (-) trikiasis (-), hematoma (-)
Injeksi (-), sekret (-), Konjungtiva Injeksi (-), sekret (-),
pterigium(-),subkonjun pterigium(-),subkonjun
gtiva bleeding (-), gtiva bleeding (-),
pinguekula (-), folikel pinguekula (-), folikel
(-), papil (-), (-), papil (-),
jernih, kekeruhan setempat Kornea jernih, kekeruhan setempat
(-), neovaskular (-), ulkus (-), neovaskular (-), ulkus
kornea (-), perforasi (-), kornea (-), perforasi (-),
benda asing (-) benda asing (-)
Normal, hifema (+), hipopion COA Normal, hifema (-), hipopion
(-), flare (-). (-), flare (-).
Warna cokelat, kripti baik, Iris Warna cokelat, kripti baik,
atrofi (-) atrofi (-)
Tepi reguler, bulat, Pupil Tepi reguler, bulat,
refleks cahaya refleks cahaya
langsung +, refleks langsung +, refleks
cahaya tak langsung + cahaya tak langsung +
Keruh (-), shadow test Lensa Keruh (-), shadow test
(-) (-)
Tidak terlihat Vitreus humor Tidak terlihat
Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan
30 mmHg TIO 24 mmHg

IV. RESUME
Pasien datang ke Poli RSAL dr. Mintoharjo dengan keluhan mata kanan seperti
terdapat sekret sejak 16 hari SMRS. Pasien mengalami trauma tumpul pada OD yaitu
terkena bola saat 16 hari SMRS. Pasien langsung mengeluh penglihatan sedikit buram
4
saat terkena bola dan pusing, namun hanya sebentar saja. Lalu pasien segera berobat
dan dikirim ke RSCM. Pasien mendapat obat tetes mata dan terjadi fotofobia ringan
dan seperti melihat pelangi saat melihat lampu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
visus OD 6/7 tanpa koreksi dan OS 6/6 tanpa koreksi, COA OD terdapat hifema
minimal, dan TIO OD 30 mmHg dan OS 24 mmHg.

V. DIAGNOSIS KERJA
OD Hifema et causa trauma tumpul okuli

VI. DIAGNOSIS BANDING

Herpes simpleks keratitis

Manifestasi sickle cell disesase

Komplikasi glaukoma

Xanthogranuloma juvenil

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG TAMBAHAN


- Funduskopi

VIII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
1. Siklopegik
2. Kortikosteroid topikal (prednisolon asetat 1% 4x/hari)
3. Antifibrinolitik

VI. PROGNOSIS
ad vitam : ad bonam
ad sanationam : dubia ad bonam
ad fungsionam : ad bonam

5
BAB II
ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah di lakukan, dapat ditegakkan
diagnosis pada pasien yaitu OD hifema et causa trauma tumpul okuli. Diagnosis
6
ditegakkan atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis didapatkan
adanya riwayat trauma tumpul, mata seperti ada sekret, buram, penurunan visus minimal,
serta fotofobia ringan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya hifema pada OD namun
sudah mulai menipis atau menghilang, visus OD yang sedikit menurun tanpa koreksi,
serta peningkatan TIO ODS. Hal ini sangat sesuai dengan gejala-gejala yang ditimbulkan
oleh hifema. Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan
limbus, dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan
intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata.
Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-
arteri utama dan cabang-cabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan
siliar. Penglihatan seperti ada sekret mungkin disebabkan karena adanya hifema pada
bilik mata depan mata sehingga sedikit menghalangi penglihatan. Perdarahan pada bilik
mata depan mengakibatkan teraktivasinya mekanisme hemostasis dan fibrinolisis.
Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh darah, dan pembentukan fibrin
merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan
darah ini dapat meluas dari bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini
biasanya berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

7
A. DEFINISI
Hifema merupakan suatu kondisi dimana terdapat akumulasi darah di bilik mata
depan. Hal ini paling sering disebabkan oleh trauma tumpul kepada mata. Trauma ini
akan menginduksi robeknya pembuluh darah pada iris atau badan silier.1 Hifema dapat
juga disebabkan oleh trauma intraoperasi, pecahnya neovaskularisasi, adanya kanker, atau
kelainan vaskuler lain.1

B. EPIDEMIOLOGI
Menurut satu studi yang dilakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema, terutama
hifema traumatik, diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang populasi. 2 Anak-
anak dan remaja usia 10-20 tahun memiliki persentase penderita terbanyak, yaitu sebesar
70%.2Hifema lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita dengan perbandingan 3 :
1.1

C. ETIOLOGI
Hifema umumnya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata yang telah
dijelaskan sebelumnya.1,3 Trauma tumpul tersebut mengenai bagian bola mata yang
terekspos ke dunia luar tanpa perlindungan tulang orbita.1Oleh karena itu, benda-benda
yang cukup kecil seperti bola kecil, paintball, batu kerikil, atau peluru airgun merupakan
penyebab trauma tersering yang dapat menimbulkan hifema. Akan tetapi, hal ini tidak
menutupi kemungkinan objek yang lebih besar dibandingkan tulang orbita untuk
mengakibatkan trauma pada mata selama memiliki elastisitas yang cukup untuk
mengenai bagian yang terekspos tadi.1
Sebagian kecil hifema terjadi oleh karena hal selain trauma tumpul tersebut diatas.
Hifema dapat terjadi sebagai komplikasi post-operasi intraokuli. Selain itu, dapat pula
terjadihifema secara spontan, yangbiasanya dapat disebabkan oleh pecahnya
neovaskularisasi pada iris. Hifema spontan karena neovaskularisasi ini dapat ditemukan
pada pasien diabetes mellitus, sikatriks, uveitis, dan neoplasma okular seperti
retinoblastoma.1Dapat juga terjadi hifema karena anomali vaskuler dalam mata lain,
seperti yang terjadi pada juvenile xanthogranuloma. Bahkan, hifema idiopatik pun dapat
terjadi tanpa penyebab jelas, meskipun hal ini sangat jarang.1

D. KLASIFIKASI

8
Klasifikasi hifema dibedakan berdasarkan kepada onset perdarahannya, darah
yang terlihat, serta pengisian darah pada bilik mata depan. Berdasarkan onset perdarahan,
hifema diklasifikasikan menjadi :
1. Hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata
2. Hifema sekunder terjadi 2-5 hari setelah trauma pada mata
Sementara itu, berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi :
1. Makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang
2. Mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop
Dan apabila dibagi berdasarkan pemenuhan darah di bilik mata depan, hifema dibagi
menjadi1,4:
a. Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan, insidensi kasusnya 58%
b. Grade 2, darah mengisi 1/3 bilik mata depan, dengan insidensi kasus 20%
c. Grade 3, darah mengisi kurang dari seluruh bilik mata depan, insidensi
kasusnya 14%
d. Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal dengan total
hyphema,blackball atau 8-ball hyphema, insidensi kasusnya 8%
Umumnya grading inilah yang dijadikan salah satu patokan dalam menentukan
tatalaksana hifema. Pada sekitar 50% kasus, hifema masih berbentuk cairan sehingga
membentuk air fluid level, sementara 40% kasus membentuk clot dan menempel pada
iris. Sisa 10% dari kasus hifema membentuk clot berwarna gelap dan kontak dengan
endotelium.1Prognosis dari bentuk hifema yang ketiga cenderung lebih buruk
dibandingkan yang lainnya.1
Metode lain untuk menentukan grade hifema adalah dengan mengukur (dalam
millimeter) tinggi darah dari limbus inferior (arah jam 6). Metode ini membantu
memonitoring perkembangan penyembuhan ataupun kemungkinan berulangnya
perdarahan.1

9
Gradin
g Hifema

E. PATOFISIOLOGI
Hifema merupakan akumulasi darah pada bilik mata depan, sehingga perlu
diketahui terlebih dahulu mengenai anatomi mata, terutama yang berkaitan dengan bilik
mata depan, iris dan badan silier untuk memahami secara lebih jelas mengenai hifema.
Bilik mata depan merupakan suatu ruangan yang berisikan humor aquos, berada
di anterior kornea dan posterior iris.5 Humor aquos yang mengisi bilik mata depan berasal
dari epitel badan silier yang memproduksinya. Humor aquos ini akan mengalir melalui
bilik mata belakang, melewati pupil, kemudian ke bilik mata depan. Dari sini, humor
aquos kemudian akan masuk ke sudut bilik mata depan, yaitu sudut yang dibentuk oleh
jaringan korneosklera dengan pangkal iris, dan memasuki trabecular meshwork menuju
ke kanal schlemm. Dari sini humor aquos dilanjutkan ke vena sklera dan episklera.5
Iris sendiri diperdarahi oleh kompleks antara 2 arteri siliar posterior dan 7 arteri
siliar anterior. Arteri ini akan bergabung membentuk greater arterial circle of iris dan
kemudian memperdarahi iris dan badan silier.6

10
Perdarahan Iris dan Badan Siliar

Terdapat 2 mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya hifema. Mekanisme


pertama adalah mekanisme dimana kekuatan trauma menyebabkan kontusi sehingga
terjadi robekan pada pembuluh darah iris dan badan silier yang rentan rusak. Mekanisme
kedua adalah trauma tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler sesaat
sehingga menyebabkan ruptur pembuluh darah pada iris dan badan silier.4
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pembedahan juga dapat menyebabkan
hifema baik pada saat intraoperatif maupun postoperatif. Mekanisme terjadinya hifema
karena pembedahan dijelaskan sebagai berikut1:

a. Perdarahan intra operatif disebabkan oleh trauma pada badan siliar atau iris.
Dapat ditemukan pada iridektomi perifer, ekstraksi katarak, siklodialisis dan
prosedur filtrasi (iridektomi perifer laser khususnya YAG laser).

b. Hifema pada postoperatif awal karena dilatasi mendadak dari pembuluh darah
uvea yang mengalami trauma dari spasme sebelumnya, atau karena adanya
perdarahan konjungtiva yang masuk ke bilik mata depan karena adanya saluran
baru postoperasi.

c. Perdarahan pada masa post operatif lanjutan berasal dari neovaskularisasi


karena proses penyembuhan setelah insisi pada korneasklera. Neovaskularisasi ini
mudah rapuh karena trauma minor. Erosi kronis pada iris juga dapat menjadi
penyebab hifema.

11
Sementara itu, terjadinya hifema pada kasus tumor intraokular atau
neovaskularisasi berkaitan dengan kerapuhan pembuluh darah baru yang terbentuk
karena iskemia yang memicu peningkatan pembentukannya. Hifema pada kasus ini akan
muncul secara spontan tanpa perlu menunggu adanya trauma, karena pembuluh darah
baru tersebut dapat pecah sewaktu-waktu dengan iritasi minimal.

F. TANDA DAN GEJALA

Seperti yang kita ketahui, bilik mata depan merupakan salah satu media refraksi
pada mata. Oleh karena itu, apabila terdapat darah pada bilik mata depan, refraksi cahaya
dari dunia luar akan terganggu dan secara langusng ketajaman penglihatan seseorang pun
akan menurun. Tingkat penurunan ini tergantung pada banyaknya darah di dalam bola
mata. Penurunan dapat bersifat ringan hingga tingkat hand movement ataupun light
perception.1,7 Adanya darah yang mengisi bilik mata depan dapat meningkatkan tekanan
intraokular secara langsung karena adanya peningkatan volume cairan di dalam bilik
mata depan, sehingga menyebabkan kondisi glaukoma sekunder. Mekanisme lain
terjadinya glaukoma sekunder adalah karena adanya gumpalan darah, eritrosit, atau fibrin
yang menempel pada trabecular meshwork sehingga menghambat aliran masuk humor
aquos ke dalam saluran tersebut.1,7 Dapat juga terjadi trauma pada trabecular meshwork
ini berkaitan dengan trauma penyebab hifema sehingga terjadi peningkatan tekanan
intraokular akut.7 Gejala yang berkaitan dengan peningkatan tekanan intraokular, seperti
nyeri pada mata, nyeri kepala, atau fotofobia juga dapat muncul.

Menurut suatu studi, peningkatan tekanan intraokular (TIO) lebih dari 21 mmHg
terjadi pada 32% pasien dengan hifema.1Tekanan yang tinggi ini juga memiliki
keterkaitan grade hifema yang tinggi (3 atau 4). Pasien yang sebelumnya sudah memiliki
faktor predisposisi glaukoma akan semakin mudah mengalami glaukoma.1

Pengamatan TIO sangat penting untuk menentukan langkah tatalaksana lanjutan.


Selama fase akut hifema, seringkali ditemukan peningkatan TIO yang disebabkan oleh
mekanisme diatas. Peningkatan TIO akut ini dapat diikuti oleh periode TIO normal
ataupun di bawah normal setelah 24 jam pertama kejadian hingga hari ke-6. Fenomena
ini terjadi karena produksi humor aquos yang berkurang dan adanya uveitis. Hal ini juga

12
dapat meningkatkan kejadian perdarahan sekunder. Seiring dengan pulihnya badan siliar,
TIO akan kembali meningkat.1

Terdapat beberapa kondisi tertentu pada hifema yang tidak akan menyebabkan
peningkatan TIO kedua, seperti pada hifema lebih dari 75% bilik mata depan. Pada
kondisi ini, onset peningkatan TIO terjadi bersamaan dengan kemunculan hifema dan
akan bertahan sampai hifema mengalami resolusi. Apabila terdapat segmen di bagian
bilik mata depan yang tidak dapat diperbaiki atau terbentuknya sinekia anterior perifer,
atau peningkatan TIO yang terus berlanjut hingga melebihi hari ke-6, pasien akan
mengalami glaukoma.1,7

Dapat pula ditemukan ghost cell pada glaukoma karena komplikasi hifema dengan
perdarahan vitreus, dengan peningkatan TIO yang bertahan sekitar 2 minggu sampai 3
bulan setelah trauma. Ghost cells merupakan bentuk residu eritrosit yang kehilangan
hemoglobin di vitreus setelah terjadinya perdarahan.Hal ini disebabkan ghost cell yang
menghambat trabecular meshwork.1

Gejala penyerta lain yang dapat muncul pada hifema adalah kemunculan perdarahan
sekunder. Perdarahan sekunder mungkin disebabkan oleh lisis dan retraksibekuan dan
fibrin, yang berfungsi sebagai penyumbat pembuluh darah yang mengalami ruptur di
awal trauma. Perdarahan sekunder ini dapatmemicu oleh peningkatan TIO dan pewarnaan
kornea. Perdarahan sekunder terjadi pada 25% dari seluruh pasien hifema, dengan insiden
terjadinya perdarahan sekunder yang lebih tinggi pada hifema grade 3 dan 4.1

Perdarahan sekunder di bilik mata depan bisa dideteksi dengan melihat adanya
peningkatan jumlah darah secara nyata di bilik mata depan.Perdarahan sekunder
umumnya terjadi pada rentang waktu hari ke-2 hingga hari ke-7 setelah trauma, dengan
kemungkinan tersering terjadi pada hari ke-3 atau ke-4. Pada hifema grade 3 dan 4,
dimana darah dari hifema berwarna gelap, akan muncul darah berwarna cerah di bagian
perifer, tersering pada hari ke-4 hingga ke-6. Akan tetapi, hal ini belum tentu merupakan
perdarahan sekunder dapat juga merupakan hasil dari disolusi clotting awal.1

G. DIAGNOSIS

13
1 . Anamnesis
Pasien hifema umumnya akan datang dengan keluhan perdarahan atau adanya
darah pada bagian tengah mata. Keluhan tersebut dapat disertai dengan nyeri pada mata,
gangguan penglihatan,dan sensitif terhadap cahaya. Bila terdapat riwayat trauma, perlu
ditanyakan mekanisme kejadian, jenis objek yang mengenai mata, arah terjadinya
benturan, dan penggunaan pelindung mata saat kejadian. Riwayat penyakit mata perlu
ditanyakan, terutama mengenai penyakit yang memengaruhi tekanan intraokuler. Riwayat
tindakan pembedahan atau laser pada mata juga harus ditanyakan untuk mengetahui
kemungkinan hifema operatif. Riwayat penyakit lain seperti diabetes, hemoglobinopati,
atau sickle cell disease juga perlu untuk ditanyakan untuk menentukan etiologi dan
tatalaksana.1,7,8
2. Pemeriksaan Fisis dan Pemeriksaan Oftamologis
Pemeriksaan oftamologis dilakukan secara menyeluruh, meliputi pemeriksaan
visus, lapang pandang, gerakan bola mata, mata bagian anterior dan posterior,serta TIO.
Pemeriksaan dengan gonioskopi tidak dianjurkan karena meningkatkan risiko perdarahan
ulang. Pemeriksaan pada mata bagian anterior diharapkan bisa memberikan assesment
mengenai grading hifema.1,7,8
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan lebih untuk menemukan etiologi atau
menyingkirkan diagnosis banding. Yang akan dinilai meliputi kondisi mata bagian
posterior, adneksa mata, dan orbita. Pemeriksaan yang umum dilakukan berupa
ultrasonografi (USG) mata atau CT-scan untuk melihat adanya tumor intraokuler. Dapat
juga dilakukan angiografi pada iris untuk melihat adanya neovaskularisasi meskipun
sangat jarang dilakukan. Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan, kecuali
pemeriksaan darah untuk melihat adanya sickle cell disease.1,7

H. DIAGNOSIS BANDING

Beberapa diagnosis banding yang dapat memberikan gambaran seperti hifema adalah7:

1. Herpes simpleks keratitis

2. Manifestasi sickle cell disesase

14
3.Komplikasi glaukoma

4. Xanthogranuloma juvenil

I. KOMPLIKASI

Komplikasi dari hifema traumatik berkaitan erat dengan retensi darah di bilik
mata depan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain sinekia posterior, sinekia anterior
perifer, pewarnaan kornea (corneal bloodstaining), dan atrofi optik.Komplikasi lainnya
melibatkan kerusakan segmen posterior seperti ruptur koroid, ablasio retino, perdarahan
vitreus, dan dialisis zonular.1

1. Sinekia Posterior

Sinekia posterior atau adhesi iris terhadap lensa dapat terjadi pada pasien dengan hifema
traumatik karena efek dari terjadinya iritis atau iridosiklitis. Akan tetapi, komplikasi ini
jarang terjadi pada pasien yang mendapat tatalaksana dengan baik. Sinekia posterior lebih
banyak terjadi pada pasien hifema yang menjalani evakuasi lewat pembedahan.1

2. Sinekia Anterior Perifer

Sinekia anterior perifer, dimana iris menempel ke kornea, sering terjadi pada pasien
dengan hifema yang menetap pada periode yang panjang, biasanya mencapai 9 hari atau
lebih. Hal ini disebabkan oleh adanya iritis kronik akibat trauma awal atau adanya iritis
kimiawi karena adanya darah di bilik mata depan. Kemungkinan penyebab lainnya adalah
adanya bekuan di sudut bilik yang mengakibatkan fibrosis trabecular meshwork sehingga
menutup sudut tersebut.

3. Pewarnaan Kornea (Corneal Bloodstaining)

Pewarnaan kornea/corneal bloodstaining/hemosiderosis kornea terutama terjadi pada


pasien dengan hifema total dan terkait pula dengan peningkatan TIO. Kemungkinan
kemunculan komplikasi ini berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
integritas endotel seperti1:

a. Kondisi endotel kornea awal

15
b. Trauma bedah pada endotel

c. Banyaknya bekuan yang mengalami kontak dengan endotel

d. Peningkatan TIO berkepanjangan

Pewarnaan kornea lebih sering terjadi pada pasien dengan hifema total yang
bertahan selama minimal 6 hari berturut-turut, diikuti dengan peningkatan TIO lebih dari
25mmHg. Komplikasi ini lebih jarang terjadi pada hifema sebagian ataupun hifema
dengan TIO normal, meskipun masih dapat terjadi pada kondisi hifema pada pasien
dengan kerusakan endotel.1

Proses penyembuhan pewarnaan kornea membutuhkan waktu beberapa bulan.


Secara umum, pewarnaan kornea dimulai dari sentral dan kemudian menyebar ke bagian
perifer endotel kornea. Proses resolusi dari komplikasi ini merupakan kebalikan dari
proses inisiasi. Resolusi akan dimulai dari bagian perifer kemudian menuju ke tengah.1

corneal blood staining

4. Atrofi optik

Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan TIO, baik akut maupun kronik. Atrofi optik
nonglaukomatosa yang terjadi pada pasien hifema dapat disebabkan oleh trauma inisial
ataupun periode transien dari peningkatan TIO.1

J. TATALAKSANA

16
Hifema biasanya akan mengalami penyerapan secara spontan. 9 Umumnya hal ini
terjadi setelah 5-7 hari dari awal trauma.3 Oleh karena itu, tatalaksana hifema pada awal
lebih menitikberatkan kepada elevasi kepala,bed rest dengan rawat inap, patching, dan
monitoring peningkatan TIO serta adanya perdarahan sekunder. Dibawah akan dijelaskan
secara lebih lanjut mengenai hal tersebut.

1. Terapi Medikamentosa

Meskipun pada hifema Tujuan pemberian obat-obatan pada pasien hifema adalah untuk1,3:

a. Mengurangi angka perdarahan ulang

b. Menghilangkan hifema

c. Menangani lesi jaringan terkait

d. Mengurangi gejala sekunder dari hifema

Tatalaksana secara medika mentosa meliputi1,3,7:

1. Sikloplegik/midriatik untuk mengurangi rasa sakit dan risiko terjadinya sinekia


posterior. Pemberian sikloplegik dapat menstabilkan blood-aqueous barrier,
meningkatkan kenyamanan pasien, dan memfasilitasi evaluasi segmen posterior.
Tetapi ternyata atropin topikal tidak memiliki efek menguntungkan dalam
mengurangi kejadian perdarahan ulang, resorpsi darah, atau perbaikan visus.

2. Analgesik bila perlu, berupa asetaminophen atau codein, bergantung pada


tingkat nyeri yang dirasakan pasien

3. Kortikosteroid topical untuk mengurangi inflamasi dan mencegah


iritis/iridosiklitis

4. Agen antifibrinolitik seperti asam aminokaproat topical dan/atau oral serta


asam traneksamat oral untuk mengurangi risiko perdarahan ulang. Dosis untuk
asam aminokaproat adalah 50 mg/kgBB setiap 4 jam, maksimal 30 gram/hari
selama 5 hari. Dosis untuk asam traneksamat adalah 25 mg/kgBB, 3 kali sehari

17
selama 6 hari. Kontraindikasi pada gangguan clotting intravaskuler dan
kehamilan.

5. Tissueplasminogen activator untuk fibrinolisis clotting yang stagnan. Dosis tPA


adalah 10 mikrogram, diberikan injeksi intrakamera.

6. Terapi antiglaukoma jika dibutuhkan, seperti dengan pemberian asetazolamid


atau beta-blocker seperti timolol.

2. Terapi Non-medikamentosa

Selain dari elevasi kepala 30-450untuk membantu proses penyerapan darah,


sesungguhnya secarau mumbed rest, rawat inap, dan patching tidak perlu dilakukan.
Namun jika hifema terjadi pada pasien yang tidak kooperatif, pada penderita sickle cell
disease, atau terjadi perdarahan ulang, terapi-terapi non-medikamentosa di atas perlu
dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi berikut. 7 Monitoring TIO, pewarnaan
kornea, dan perdarahan sekunder perlu dilakukan secara berkala untuk mengetahui
kemunculan komplikasi dan pemberian penatalaksanaan sesuai.3

3. Tatalaksana Operatif

Indikasi untuk melakukan operasi pada pasien hifema adalah1,3,7:

a. Absorpsi darah secara spontan terlalu lambat

b. Terdapat kelainan penggumpalan darah yang dapat menjadi resiko perdarahan


sekunder, seperti hemoglobinopati atau sickle cell disease.

c. Peningkatan TIO tidak bisa diatasi dengan obat-obatan (>35 mmHg selama 7
hariatau>50 mmHg selama 5 hari) dan adanya kemungkinan corneal blood staining.3

Pembedahan yang dapat dilakukan adalah dengan parasentesis.5Langkahnya


adalah dengan membuat insisi pada kornea sepanjang 2 cm dari limbus ke arah kornea
sejajar permukaan iris. Kemudian dilakukan penekanan pada bibir luka sehingga
koagulum/darah pada bilik mata depan keluar. Bila tetap tidak keluar maka dapat
dibilas/dilakukan irigasi dengan garam fisiologis. Luka insisi ini tidak perlu dijahit.5

18
K. PROGNOSIS

Prognosis visus akhir pasien dengan hifema bergantung kepada tiga faktor utama,
yaitu kerusakan organ mata lain, apakah terjadi perdarahan sekunder, serta apakah terjadi
komplikasi layaknya glaukoma.1 Lebihdari 75% pasien dengan hifema memiliki visus
akhir>20/40.1 Besar hifema tidak memengaruhi prognosis hifema. Perdarahan berulang
sering dihubungkan dengan terjadinya peningkatan tekanan intraokuler, blood staining,
indikasioperasi, dan visus akhir yang buruk. Namun, sebenarnya penurunan visus pada
pasien hifema lebih dipengaruhi oleh kerusakan segmen posterior (terutama retina)
dibanding gangguan pada segmen anterior.1,7

DAFTAR PUSTAKA

19
1. Sheppard JD. Hyphema. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview.

2. Anonim. Traumatic hyphema. Diakses dari


http://www.uptodate.com/contents/traumatic-hyphema-epidemiology-anatomy-
and-pathophysiology.

3. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. General ophtalmology. 17th ed. USA :


McGraw-Hill. [e-book].

4. Anonim. Hyphema. Diakses dari http://cms.revoptom.com/handbook/sect4f.htm

5. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Ed.5. 2016. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.hal.268-269.

6. Swenson R. Basic human anatomy. Diakses dari


http://www.dartmouth.edu/~humananatomy/figures/chapter_46/46-10.HTM.

7. Irak-Dersu I. Hyphema glaucoma. Diakses dari


http://emedicine.medscape.com/article/1206635-overview.

8. Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan dasar mata. 2011. Jakarta : Badan
Penerbit FKUI. Halaman 99-107.

9. I Sidarta et al. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa
kedokteran. Ed.2. 2012. Jakarta : Sagung Seto. Hal. 266.

20

Anda mungkin juga menyukai