Anda di halaman 1dari 12

TUGAS GEODESY

SATELLITE A
Resume Paper Satellite Altimetri, Satellite
Synthetic Aperture Radar (SAR), The Challenging
Mini-Satellite Paylod (CHAMP)

Dosen : Mukhamad Nur Cahyadi ST, M.Sc. D.sc


Udiana Wahyu Deviantari ST, MT

Nama : Lilik Widiastuti (3513100009)


ARUS GEOSTROPIK PERMUKAAN MUSIMAN DI PERAIRAN ARAFURA-TIMOR
SEASONAL SURFACE GEOSTROPHIC CURRENT IN ARAFURA-TIMOR WATERS

Fachry Ramadyan1* dan Ivonne M. Radjawane1


1Program Studi Oseanografi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian,
Institut Teknologi Bandung, Bandung; *Email: fachryramadyan@yahoo.com `

Sirkulasi arus permukaan di perairan Arafura-Timor dipengaruhi oleh siklus angin


muson barat laut dan tenggara yang berubah secara periodik tiap tahunnya. Hal ini
menyebabkan perubahan musiman dalam parameter oseanografi diantaranya densitas, suhu
dan salinitas yang juga dipengaruhi oleh aliran air sungai (Gordon dan Fine, 1996). Akibat
perubahan kekuatan dan arah dari angin musiman yang berhembus mengakibatkan perubahan
tinggi muka air laut di Teluk Carpentaria dan dampaknya menyebabkan aliran massa air ke
barat dari Laut Arafura mempengaruhi arus Holloway. Kajian tentang dinamika arus
permukaan akibat perbedaan tinggi muka air di perairan Arafura-Timor belum banyak
dilakukan. Masumoto et al. (2004) memodelkan rata-rata sirkulasi arus permukaan total
dalam selang waktu tahun 1950-1999 dengan menggunakan simulasi model OGCMs. Hasil
dari penelitian menunjukkan sirkulasi arus permukaan di Laut Timor bergerak ke arah barat
daya menuju Samudra Hindia. Penelitian ini menghasilkan arus permukaan dengan gaya
pembangkit oleh angin dan perbedaan tinggi muka laut.
Data yang digunakan diperoleh dari SSALTO/DUACS (Data Unification and Altimeter
Combination System) yang didistribusi oleh AVISO (Validation and Interpretation of Satellite
Oceanograpic Data) berupa data topografi dinamik absolut (absolute dynamic topography
atau disingkat ADT) dan kecepatan geostropik absolut. Domain daerah kajian meliputi daerah
perairan Arafura-Timor dengan koordinat 50 LS 15LS dan 124 141BT selama tahun
2002-2011. Pada AVISO, topografi dinamik rata-rata atau mean dynamic topogprahy (MDT)
diperoleh dengan merata-ratakan topografi dinamik dari tahun 1993-1999. Perhitungan
topografi dinamik absolut sebagai berikut:
ADT = MDT+SLA ............... (1)
dimana, ADT = topografi dinamik absolute (m), MDT = topografi dinamik rata-rata
(m), SLA = anomali tinggi muka laut (tinggi muka laut terhadap MSS) (m).
Mean Sea Surface (MSS) secara geometri dianggap ekuivalen dengan undulasi geoid di
hitung berdasarkan data altimetri yang dirata-ratakan dalam jangka waktu beberapa tahun.
Selanjutnya kecepatan arus geostropik absolut diperoleh dari perhitungan menggunakan data
topografi dinamik absolut (Stewart, 2008).
dimana, Us = kecepatan arus geostropik permukaan arah x (m/detik), Vs =kecepatan
arus geostropik permukaan arah y (m/detik), = topografi dinamik absolut (m), g = gravitasi
(m/detik2), f = parameter Coriolis.
Data angin bersifat harian. Data topografi dinamik absolut dan perhitungan kecepatan
geostropik absolut serta data kecepatan angin yang diperoleh dihitung berdasarkan perata-
rataan bulan dan musim mengikuti pembagian musim yang berlaku.
Dinamika musim barat laut 2002-2011 (a) arah angin permukaan dinyatakan dengan
garis sedangkan panah merah merupakan rerata kecepatan angin antara 45 m/detik (b)
topografi dinamik absolut, L merupakan daerah dengan slope muka air laut rendah dan H
merupkan daerah slope muka air laut tinggi. Ketinggian topografi dinamik absolut Laut Arafura
mencapai 1 1,1 m dan di Laut Timor antara 0,9 1 m seperti ditunjukkan oleh (c) arus
geostropik permukaan dinyatakan dengan panah hitam sedangkan arah reratanya dinyatakan
dengan panah merah dengan rata-rata kecepatan 0,1 m/detik .
Gambar a menunjukkan angin permukaan pada Musim Tenggara dalam tahun 2002-
2011 bergerak dari arah tenggara menuju barat laut dengan rerata kecepatan angin antara 5-6
m/detik. Akibatnya di Laut Arafura dan Laut Timor terbentuk daerah slope muka air rendah
dengan ketinggian relatif sama dan di Laut Banda lebih rendah lagi, sedangkan di Laut Timor
ketinggian muka air laut sedikit lebih tinggi dibanding di Laut Arafura. Daerah perairan di
antara Laut Arafura dan Laut Timor terbentuk daerah konvergensi (slope muka air laut tinggi)
dibanding sekitarnya. Daerah slope muka air tinggi didimbolak H dan rendah disimbolkan L
(Gambar b). Arus geostropik permukaan berge-rak dari slope tinggi (H) ke slope lebih rendah
(L) dan dibelokkan berlawanan jarum jam. Pada musim ini arus geostropik permukaan
bergerak dengan arah yang bervariasi (Gambar c). Saat Musim Tenggara arus di Laut Timor
didominasi arus berkecepatan tinggi dari Laut Banda karena ketinggian muka laut di Laut
Banda dan sekitarnya lebih rendah akibat upwelling dan semakin rendah ke arah barat.
Akibatnya arus geostropik per-mukaan di Laut Banda dan sekitarnya akan dibelokkan ke arah
selatan menuju Laut Timor. perbedaan kedalaman antara Laut Timor dan Laut Arafura
menyebabkan arus dari Laut Flores dan Laut Banda yang bergerak ke timur akan membentur
Paparan Sahul yang sangat dangkal.

Ketinggian topografi dinamik absolut di laut Arafura antara 0,8 0,87 m dan di Laut Timor
antara 0,9 0,91 m.

KESIMPULAN
Dinamika arus geostropik permu-kaan di perairan Arafura-Timor terjadi karena perubahan
topografi dinamik absolut (tinggi muka laut) akibat perubahan angin muson tiap musimnya.
Perbedaan ketinggian topografi dinamik absolut antara Laut Arafura dan Laut Timor saat Musim
Barat Laut dan Musim Tenggara antara 0,05-0,06 m. Arus geostropik permukaan di Laut Arafura
bergerak dengan rata-rata kecepatan 0,2 m/detik dan di Laut Timor 0,3 m/detik.
PERBANDINGAN KLASIFIKASI BERBASIS OBYEK DAN KLASIFIKASI
BERBASIS PIKSEL PADA DATA CITRA SATELIT SYNTHETIC APERTURE
RADAR UNTUK PEMETAAN LAHAN
(COMPARISON OF OBJECT BASED AND PIXEL BASED CLASSIFICATION ON
SYNTHETIC APERTURE RADAR SATELLITE IMAGE DATA FOR LAND
MAPPING)
Ahmad Sutanto*,**)1, Bambang Trisakti**) dan Aniati Murni Arimurthy*)
*) Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
**) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Jakarta, Indonesia
1e-mail: sutanto_ahmad@yahoo.com
Diterima 30 April 2014; Disetujui 23 Mei 2014

RADAR merupakan sistem penginderaan jauh sensor aktif gelombang mikro yang
dapat dipakai pada hampir semua kondisi cuaca. Hasil riset internasional European Space
Agency (ESA) menunjukkan bahwa citra ALOS PALSAR terbukti mampu mendeteksi land
use sawah yang luasan arealnya sempit dan bentuk lahannya yang bervariasi menurut
galangan pada salah satu daerah pusat produksi padi di Provinsi Jawa Barat (Raimadoya, et.
al 2000). Saat ini banyak penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan teknik/ algoritma
untuk ekstraksi informasi dan klasifikasi data citra satelit Synthetic Aperture Radar (SAR).
Secara garis besar teknik klasifikasi tersebut dibagi menjadi dua yaitu teknik klasifikasi
berbasis piksel dan teknik klasifikasi berorientasi obyek. Teknik klasifikasi berbasis piksel
pada intinya adalah mengklasifikasi tiap piksel citra menjadi beberapa kelas penutup lahan
berdasarkan fitur-fitur yang dimiliki piksel tersebut. Teknik klasifikasi berorientasi obyek
pada intinya mengklasifikasi citra berdasarkan segmen-segmen obyek hasil segmentasi
menjadi kelas-kelas penutup lahan yang sesuai dengan karakteristik obyek (Li et al., 2008).
Pada penelitian ini dilakukan kajian teknik klasifikasi berorientasi obyek pada citra SAR,
yaitu menerapkan teknik klasifikasi berorientasi obyek menggunakan SRM dan SVM pada
data citra SAR (ALOS PALSAR) full polarimetric. Kemudian melakukan perbandingan hasil
klasifikasi menggunakan teknik klasifikasi berorientasi obyek dan teknik klasifikasi berbasis
piksel dengan cara mengevaluasi tingkat akurasi kedua teknik tersebut terhadap data citra
satelit resolusi sangat tinggi.
Secara umum tahapan pengolahan data citra PALSAR dibagi menjadi empat bagian
yaitu (a) ekstraksi fitur berupa dekomposisi target, dekomposisi citra, dan tekstur, (b)
klasifikasi berbasis obyek, (c) klasifikasi berbasis piksel dan (d) evaluasi akurasi. Pada citra
dekomposisi Freeman-Durden, surface scattering menampilkan besarnya energi pantulan
yang rendah yang terjadi pada obyek-obyek permukaan bumi yang datar, seperti: tubuh air
dan lapangan rumput. Penempatan rough surface pada band biru mengakibatkan obyek-
obyek tersebut berwarna hitam kebiruan. Double bounce menampilkan besarnya energi
pantulan yang tinggi, sehingga penempatan pada band merah menjadikan obyek-obyek
bangunan tinggi yang tersebar di beberapa tempat, terutama di sekitar jalan-jalan besar
berwarna kemerahan. Sedangkan volume scattering (canopy layer) pada band hijau
menampilkan energi pantulan menengah (menunjukkan terjadinya scatter berulang), yang
umumnya terdapat pada daerah permukiman dan vegetasi. terutama di sekitar jalan-jalan
besar berwarna kemerahan. Sedangkan volume scattering (canopy layer) pada band hijau
menampilkan energi pantulan menengah (menunjukkan terjadinya scatter berulang), yang
umumnya terdapat pada daerah permukiman dan vegetasi. terutama di sekitar jalan-jalan
besar berwarna kemerahan. Sedangkan volume scattering (canopy layer) pada band hijau
menampilkan energi pantulan menengah (menunjukkan terjadinya scatter berulang), yang
umumnya terdapat pada daerah permukiman dan vegetasi. Nilai Region Pixel Minimum yang
berbeda, memperlihatkan bahwa segmentasi dengan region piksel minimum 3 dan 5
menghasilkan jumlah poligon segmen yang banyak dan terlalu detil, sehingga mengakibatkan
obyek yang sama terdiri dari poligon-poligon segmen dalam berbagai ukuran. Dalam proses
klasifikasi meng-gunakan classifier SVM digunakan fitur-fitur dekomposisi target dan
dekomposisi Freeman-Durden yang diturunkan dari citra PALSAR. Tingkat akurasi hasil
klasifikasi berbasis obyek dan berbasis piksel untuk seluruh skenario klasifikasi dievaluasi
dengan metode confusion matrix, dengan menghitung Kappa Coefficient, Overall Accuracy,
User Accuracy dan Producer Accuracy. Perbandingan overall accuracy untuk kedua jenis
klasifikasi pada semua skenario diperlihatkan pada Gambar 3-3, dimana hasil evaluasi
memperlihatkan bahwa skenario 5C merupakan skenario klasifikasi terbaik yang
menghasilkan overall accuracy sebesar 73.6% untuk hasil klasifikasi berbasis obyek dan
overall accuracy sebesar 62.6% untuk hasil klasifikasi berbasis piksel. Fitur yang digunakan
adalah tiga fitur dekomposisi Freeman-Durden (RGB), Entropy, Alpha Angle, Anisotrophy
dan NDPI. Perbedaan antara hasil kedua jenis klasifikasi terlihat dengan jelas, pada hasil
object-oriented classification sebaran kelas penutup lahan terlihat lebih homogen karena
piksel-piksel sudah dikelompokkan dalam region-region segmen, sedangkan pada hasil pixel-
based classification sebaran kelas penutup lahan masih bercampur karena klasifikasi
didasarkan pada klasifikasi per piksel bukan per obyek yang terdapat pada citra.
NDPI = [HV-HH] / [HH+HV]
Nielsen and Nock (2004) mendefinisikan fungsi pengurutan (sort function) f sebagai
berikut: (2-2)

dimana pa dan pa adalah nilai-nilai piksel yang berdekatan pada kanal a. Nielsen and
Nock (2004) juga memodelkan predikat penggabungan (merging predicate) sebagai berikut:

= nilai rata-rata kanal a pada region R


= himpunan region-region dengan R piksel
Parameter SRM untuk semua citra = 1/(6 | I |2 )
g= 256 (lihat referensi Nock, Nielsen, 2004)
0 1 (lihat referensi Nock, Nielsen 2004)

KESIMPULAN
Pemberian variasi filter kurang berpengaruh pada peningkatan akurasi hasil klasifikasi
berbasis obyek, tapi berpengaruh cukup signifikan pada klasifikasi berbasis piksel. Hal ini
karena pada proses klasifikasi berbasis obyek telah dilakukan proses segmentasi yang
menyatukan piksel-piksel yang homogen sehingga pemberian-pemberian filter kurang
berpengaruh. Pada klasifikasi berbasis piksel, filter akan mengurangi speckle noise yang
meningkatkan homogenitas piksel, sehingga meningkatkan akurasi hasil klasifikasi. Tingkat
akurasi klasifikasi berbasis obyek lebih baik dari pada klasifikasi berbasis piksel untuk
seluruh skenario klasifikasi. Akurasi keseluruhan (Overall accuracy) mencapai 73,61% untuk
hasil klasifikasi berbasis obyek dan 62,55% untuk klasifikasi berbasis piksel, dimana jumlah
fitur yang optimal dalam percobaan klasifikasi data citra SAR dengan menggunakan SVM
yaitu 7 fitur yang terdiri dari 3 fitur dekomposisi Freeman (R,G,B), Entropy, Alpha Angle,
Anisotrophy dan NDPI.
Identification of Night-Time F- Region Currents from CHAMP
Satellite Observations over Equatorial Africa

Adero Awuor Ochieng, Paul Baki1, Peter Kotze and Collins Mito

Department of Technical and Applied Physics, Technical University of Kenya, P.O Box
52428-00200, Nairobi, Kenya South Africa National Space Agency (SANSA), P.O Box 32,
Hermanus 7200, South Africa 3Department of Physics, University of Nairobi, P. O. Box
30197, Nairobi, Kenya
Email: aderoconstant@gmail.com (Received Jan 2013; Published March 2013)

Ionosfer merupakan lapisan atmosfer atas di Bumi yang terdapat ion dan elektron
dalam jumlah yang cukup untuk berpengaruh pada propagasi gelombang radio, sifatnya
konduktor listrik dan membantu arus ionosfer. Ionosfer dibagi menjadi dua layer yakni,
daerah-E terletak di ketinggian sekitar 90 km s/d 160 km dan daerah-F yang terletak
diatasnya. Host ionosfer dibagi menjadi tiga yaitu, direct conductivity, hall conductivity dan
pedersen conductivity. Dari ketiganya, Pedersen conductivity penting saat malam hari,
bergantung pada hasil ionisasi, frekuensi tumbukan dan bervariasi baik dengan ketinggian
dan komponen zona angin. Kemampuan daerah-F untuk membawa arus tergantung pada rasio
kecil E untuk daerah-F terintegerasi tinggi Pedersen conductivity. Umumnya, arus daerah-F
lemah dan sulit ditemukan karena terhalang beberapa gangguan. Paper ini menyajikan hasil
dari pengamatan malam arus daerah-F dari pengukuran in situ CHAMP dari vektor medan
magnet menggunakan komponen magnet Y arah timur.
The Challenging Mini-satellite Payload (CHAMP) diluncurkan pada tanggal 15 Juli
2000 dengan ketinggian awal 450 km, dekat kutub orbit dengan kemiringan 87,3. Dalam
penelitian ini menggunakan magnemometer fluxgate dari CHAMP untuk mengukur medan
magnet. Hanya data malam (20.00 s/d 05.00 UT)c yang dipilih untuk menghindari efek
daerah-E. Data medan magnet dicatat oleh CHAMP yang meliputi sumber medan magnet
seperti inti Bumi, kerak Bumi, ionosfer, magnetosfer, arus ganda magnetosfer-ionosfer.
Sumber medan magnet dihitung menggunakan variasi FORTRAN berdasarkan software dan
sample medan (IGRF10, Crustal field model, cubic spline fit). Untuk menghilangkan efek
arus cincin menggunakan cubic spline fit residu X, Y, Z sebagai fungsi lintang, dan dikurangi
dari residual yang diperoleh dari pengolahan data sebelumnya sehingga memberikan efek
medan eksternal yang dihasilkan dari daerah-F. Fenomena ini dominan sebelum tengah
malam dan telah diamati pada semua musim,equinox. Pasca tengah malam juga diamati pada
semua musim, kecuali dalam titik balik matahari musim panas. Belahan bumi utara lebih
magnetik dibandingkan belahan bumi selatan, hanya tiga kasus yang teridentifikasi. Tanda
magnetik aneh muncul pada kedua sisi daerah yang dibatasi dengan anomali Appleton
diamati. Tanda-tanda hampir simetris pada lintang -28, bujur -10,28 dan lintang 28, bujur
-11,04. Tanda-tanda ini terjadi hanya setelah matahari terbenam, dimana 20 LT. Tanda-tanda
sering terjadi pada periode setelah matahari terbenam antara 20 LT - 22 LT (lazimnya
disebelah timur meridian). Tidak ada perebdaan yang signifikan dalam dalam besarnya residu
selama rentang longitudinal. Namun, nilai yang lebih tinggi dari residu dicatat pada bujur
35.56, 39.47 dan 39.50 pada barat meridian. Ionosfer dominan komponen arus daerah-F
adalah dinamo daerah-F, medan grafitasi bumi dan gradient tekanan plasma ionosfer.
1
= + { i [ (i + e) ] } B2

Dimana adalah conductivity tensor, E adalah medan listrik, n adalah massa jenis elektron,
mi adalah massa ion, g adalah kecepatan gravitasi, k adalah konstanta Boltzmann, Te dan Ti
adalah elektron dan temperatur ion, dab B adalah besar medan magnet ambien B. Persamaan
diatas menunjukkan arus karena dinamo daerah-F, kedua gravitasi didorong arus, dan ketiga
plasma didorong arus. Untuk perkiraan kepadatan kasar massa jenis arus menggunakan
lembar pendekatan tak terbatas.
0
= 2 jz

Dimana jz adalah massa jenis arus, 0 kerentanan ruang bebas dan B signal magnetik

yang dihasilkan dari arus yang mengalir dalam arah z. Dari hasil penelitian, defleksi puncak
ke puncak umumnya kurang dari 1 nT kecuali musim panas matahari balik di mana kita
mendapatkan sisa magnetik lebih 2.5 nT sesuai dengan kepadatan arus tinggi yang
terintegrasi lebih dari 4,5 mA / m menurut persamaan . Residual magnetik Y yang diamati
umumnya memiliki tanda positif yang sesuai dengan medan magnet menunjukkan utara. Ini
menandakan arah barat arus yang mengalir di bawah orbit satelit. Residual diucapkan dalam
periode waktu setempat 2000-2400 dapat dikaitkan dengan rotasi super rendah lintang
termosfer bahwa hasil di timur - barat aliran zonal rata-rata sekitar 150 m / s sekitar 440 km
ketinggian. Panas matahari dan peningkatan angin zonal dari termosfer dapat menjelaskan
angin kencang yang dialami pada periode setelah matahari terbenam. Efek dari fenomena ini
adalah medan listrik ke arah timur besar yang signifikan di daerah-F dimana rekombinasi
lambat. Khatulistiwa daerah-F naik tinggi disertai terjal gradien kerapatan elektron di bawah
mengikuti matahari terbenam, karena rekombinasi dan elektrodinamika efek kimia yang
terkait dengan peningkatan medan listrik ke arah timur . Hal ini menyebabkan curam gradien
kerapatan plasma di sisi bawah tidak stabil untuk tumbukan.
KESIMPULAN
Dalam penelitian ini menemukan persamaan arus spasial ke wilayah ekuator dekat
dibatasi oleh anomali Appleton baik di sektor sebelum tengah malam dan setelah tengah
malam. Studi pada arus F-daerah adalah awal dari pemahaman tentang depletions plasma,
scintillations ionosfer, pra-reversal tambahan dll dan karena itu masih perlu banyak
penelitian. X dan Z komponen dari lapangan, yang tertutup dalam suara, perlu banyak
penyaringan untuk benar-benar menentukan residu. Kepadatan arus rata-rata menggunakan Y-
komponen umumnya kurang dari 4.8 mA / m.

Anda mungkin juga menyukai