Anda di halaman 1dari 8

1.

Stratigrafi
1. Pegunungan Selatan Bagian Barat
Penamaan satuan litostratigrafi Pegunungan Selatan telah banyak dikemukakan
oleh beberapa peneliti yang membedakan stratigrafi wilayah bagian barat
(Parangtritis Wonosari) dan wilayah bagian timur (Wonosari Pacitan). Urutan
stratigrafi Pegunungan Selatan bagian barat telah diteliti antara lain oleh Bothe
(1929), van Bemmelen (1949), Sumarso dan Ismoyowati (1975), Sartono (1964),
Nahrowi, dkk (1978) dan Suyoto (1992) serta Wartono dan Surono dengan
perubahan (1994) (Tabel 3.1).
Tabel 3.1. Tatanan Stratigrafi Pegunungan Selatan dari beberapa penulis.
.

Secara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut

penamaan litostratifrafi menurut Wartono dan Surono dengan perubahan (1994)


adalah :
1. Formasi Wungkal-Gamping
Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Wungkal dan G. Gamping, keduanya di
Perbukitan Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan
ini di bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau
serta lensa batugamping. Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal
pasiran dan lensa batugamping. Formasi ini tersebar di Perbukitan Jiwo,
antara lain di G. Wungkal, Desa Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai ketebalan
sekitar 120 meter (Bronto dan Hartono, 2001).
Di bagian bawah, Formasi Wungkal-Gamping mengandung fosil foraminifera
besar, yaitu Assilina sp., Nummulites javanus VERBEEK, Nummulites
bagelensisVERBEEK dan Discocyclina javana VERBEEK. Kelompok fosil
tersebut menunjukkan umur Eosen Tengah bagian bawah sampai tengah.
Sementara itu bagian atas formasi ini mengandung asosiasi fosil foraminifera
kecil yang menunjukkan umur Eosen Akhir. Jadi umur Formasi Wungkal-
Gamping ini adalah Eosen Tengah sampai dengan Eosen Akhir (Sumarso dan
Ismoyowati, 1975).
Sebagian dari satuan batuan ini semula merupakan endapan laut dangkal
yang kaya akan fosil. Karena pengaruh gaya berat di lereng bawah laut,
formasi ini kemudian meluncur ke bawah dan diendapkan kembali di laut
dalam sehingga merupakanexotic faunal assemblage (Rahardjo, 1980).
Formasi ini tersebar luas di Perbukitan Jiwo dan K. Oyo di utara G. Gede,
menindih secara tidak selaras batuan metamorf serta diterobos oleh Diorit
Pendul dan di atasnya, secara tidak selaras, ditutupi oleh batuan sedimen
klastika gunungapi (volcaniclastic sediments) yang dikelompokkan ke dalam
Formasi Kebo-Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi
Sambipitu.
2. Formasi Kebo-Butak
Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Kebo dan G. Butak yang terletak di lereng
dan kaki utara gawir Baturagung. Litologi penyusun formasi ini di bagian
bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan
aglomerat. Bagian atasnya berupa perselingan batupasir dan batulempung
dengan sisipan tipis tuf asam. Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas
lempeng andesit-basal dan di bagian atasnya dijumpai breksi andesit.
Pada Formasi Kebo-Butak, Sumarso dan Ismoyowati (1975) menemukan
fosilGloborotalia opima BOLLI, Globorotalia
angulisuturalis BOLLI, Globorotalia kuqleriBOLLI, Globorotalia siakensis LE
ROY, Globigerina binaiensis KOCH, Globigerinoides primordius BLOW
dan
BANNER, Globigerinoides trilobus REUSS. Kumpulan fosil tersebut
menunjukkan umur Oligosen Akhir Miosen Awal. Lingkungan
pengendapannya adalah laut terbuka yang dipengaruhi oleh arus turbid.
Formasi ini tersebar di kaki utara Pegunungan Baturagung, sebelah selatan
Klaten dan diduga menindih secara tidak selaras Formasi Wungkal-Gamping
serta tertindih selaras oleh Formasi Semilir. Ketebalan dari formasi ini lebih
dari 650 meter.
3. Formasi Semilir
Formasi ini berlokasi tipe di G. Semilir, sebelah selatan Klaten. Litologi
penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan
serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi dari andesit hingga
dasit. Di bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di K. Opak, Dusun Watuadeg,
Desa Jogotirto, Kec. Berbah, Kab. Sleman, terdapat andesit basal sebagai
aliran lava bantal (Bronto dan Hartono, 2001). Penyebaran lateral Formasi
Semilir ini memanjang dari ujung barat Pegunungan Selatan, yaitu di daerah
Pleret-Imogiri, di sebelah barat G. Sudimoro, Piyungan-Prambanan, di bagian
tengah pada G. Baturagung dan sekitarnya, hingga ujung timur pada tinggian
G. Gajahmungkur, Wonogiri. Ketebalan formasi ini diperkirakan lebih dari 460
meter.
Pada umumnya, formasi ini miskin akan fosil. Namun, Sumarso dan
Ismoyowati (1975) menemukan fosil Globigerina tripartita KOCH pada bagian
bawah formasi dan Orbulina pada bagian atasnya. Sedangkan pada bagian
tengah formasi ditemukan Globigerinoides primordius BLOW
dan
BANNER, Globoquadrina altispira CUSHMAN
dan
JARVIS, Globigerina praebulloides BLOW
dan Globorotalia siakensis LE
ROY. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa umur formasi
ini adalah Miosen Awal-Miosen Tengah bagian bawah.
Formasi Semilir ini menindih secara selaras Formasi Kebo-Butak, namun
secara setempat tidak selaras (van Bemmelen, 1949). Formasi ini menjemari
dengan Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu, namun tertindih secara
tidak selaras oleh Formasi Oyo (Surono, dkk., 1992). Dengan melimpahnya tuf
dan batuapung dalam volume yang sangat besar, maka secara vulkanologi
Formasi Semilir ini dihasilkan oleh letusan gunungapi yang sangat besar dan
merusak, biasanya berasosiasi dengan pembentukan kaldera letusan (Bronto
dan hartono, 2001).
4. Formasi Nglanggran
Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa
Semilir. Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan
aliran lava andesit-basal dan lava andesit. Breksi gunungapi dan aglomerat
yang mendominasi formasi ini umumnya tidak berlapis. Kepingannya terdiri
dari andesit dan sedikit basal, berukuran 2 50 cm. Di bagian tengah formasi
ini, yaitu pada breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang
membentuk lensa atau berupa kepingan. Secara setempat, formasi ini disisipi
oleh batupasir gunungapi epiklastika dan tuf yang berlapis baik.
Pada umumnya Formasi Nglanggran ini juga miskin akan fosil. Sudarminto
(1982, dalam Bronto dan Hartono (2001)) menemukan fosil
foraminifera Globigerina praebulloides BLOW, Globigerinoides
primordius BLOW dan BANNER,Globigerinoides
sacculifer BRADY, Globoquadrina
dehiscens CHAPMANN, PARR dan COLLINS pada sisipan batulempung yang
menunjukkan umur Miosen Awal. Sedangkan Saleh (1977, dalam Bronto dan
Hartono (2001)) menemukan fosil foraminifera Globorotalia
praemenardiii CUSHMAN dan ELLISOR, Globorotalia
archeomenardii BOLLI, Orbulina
suturalis BRONNIMANN, Orbulina
universa DORBIGNY dan Globigerinoides
trilobus REUSS pada sisipan batupasir yang menunjukkan umur Miosen
Tengah bagian bawah. Sehingga disimpulkan bahwa umur formasi ini adalah
Miosen Awal-Miosen Tengah bagian bawah.
Formasi ini juga tersebar luas dan memanjang dari Parangtritis di sebelah
barat hingga tinggian G. Panggung di sebelah timur. Ketebalan formasi ini di
dekat Nglipar sekitar 530 meter. Formasi ini menjemari dengan Formasi
Semilir dan Formasi Sambipitu dan secara tidak selaras ditindih oleh Formasi
Oyo dan Formasi Wonosari. Dengan banyaknya fragmen andesit dan batuan
beku luar berlubang serta mengalami oksidasi kuat berwarna merah bata
maka diperkirakan lingkungan asal batuan gunungapi ini adalah darat hingga
laut dangkal. Sementara itu, dengan ditemukannya fragmen batugamping
terumbu, maka lingkungan pengendapan Formasi Nglanggran ini diperkirakan
di dalam laut.
5. Formasi Sambipitu
Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya Yogyakarta-
Patuk-Wonosari kilometer 27,8. Secara lateral, penyebaran formasi ini sejajar
di sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki selatan Subzona Baturagung,
namun menyempit dan kemudian menghilang di sebelah timur. Ketebalan
Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter.
Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar,
kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling
dengan serpih, batulanau dan batulempung. Pada bagian bawah kelompok
batuan ini tidak mengandung bahan karbonat. Namun di bagian atasnya,
terutama batupasir, mengandung bahan karbonat. Formasi Sambipitu
mempunyai kedudukan menjemari dan selaras di atas Formasi Nglanggran.
Fosil yang ditemukan pada formasi ini diantaranya Lepidocyclina
verbeekiNEWTON dan HOLLAND, Lepidocyclina
ferreroi PROVALE, Lepidocyclina sumatrensis BRADY, Cycloclypeus
comunis MARTIN, Miogypsina polymorphaRUTTEN dan Miogypsina
thecideaeformis RUTTEN yang menunjukkan umur Miosen Tengah (Bothe,
1929). Namun Suyoto dan Santoso (1986, dalam Bronto dan Hartono, 2001)
menentukan umur formasi ini mulai akhir Miosen Bawah sampai awal Miosen
Tengah. Kandungan fosil bentoniknya menunjukkan adanya percampuran
antara endapan lingkungan laut dangkal dan laut dalam. Dengan hanya
tersusun oleh batupasir tuf serta meningkatnya kandungan karbonat di dalam
Formasi Sambipitu ini diperkirakan sebagai fase penurunan dari kegiatan
gunungapi di Pegunungan Selatan pada waktu itu (Bronto dan Hartono, 2001).
6. Formasi Oyo
Lokasi tipe formasi ini berada di K. Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian
bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur
dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan.
Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang
dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit membulat. Formasi
Oyo tersebar luas di sepanjang K. Oyo. Ketebalan formasi ini lebih dari 140
meter dan kedudukannya menindih secara tidak selaras di atas Formasi
Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta menjemari dengan
Formasi Oyo.
Formasi Oyo umumnya berlapis baik. Sedangkan fosil yang dijumpai antara
lainCycloclypeus annulatus MARTIN, Lepidocyclina
rutteni VLERK, Lepidocyclina ferreroi PROVALE, Miogypsina
polymorpha RUTTEN dan Miogypsina thecideaeformis RUTTEN yang
menunjukkan umur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir (Bothe, 1929).
Lingkungan pengendapannya pada laut dangkal (zona neritik) yang
dipengaruhi kegiatan gunungapi.
7. Formasi Wonosari
Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi Punung
yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan
keduanya sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-
Punung. Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya,
membentuk bentang alam Subzona Wonosari dan topografi karts Subzona
Gunung Sewu. Ketebalan formasi ini diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan
stratigrafinya di bagian bawah menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di
bagian atas menjemari dengan Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh
batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping
terumbu. Sedangkan sebagai sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat
di bagian timur.
Berdasarkan kandungan fosil foraminifera besar dan kecil yang melimpah,
diantaranya Lepidocyclina sp. dan Miogypsina sp., ditentukan umur formasi ini
adalah Miosen Tengah hingga Pliosen. Lingkungan pengendapannya adalah
laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah selatan (Surono dkk,
1992).
8. Formasi Kepek
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di
sebelah barat Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu K. Rambatan
sebelah barat Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah
napal dan batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.
Formasi Kepek umumnya berlapis baik dengan kemiringan kurang dari
10o dan kaya akan fosil foraminifera kecil. Fosil yang terkandung di
antaranya Globorotalia plesiotumida BLOW dan BANNER, Globorotalia
merotumida, Globoquadrina dehiscens CHAPMAN, PARR dan
COLLINS,Amphistegina sp., Textularia sp., Cibicides sp., Cassidulina
sp. dan Virgulina sp.Berdasarkan kandungan fosil tersebut, maka umur
Formasi Kepek adalah Miosen Akhir hingga Pliosen. Formasi Kepek
menjemari dengan bagian atas dari Formasi Wonosari-Punung. Lingkungan
pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) (Samodra, 1984, dalam
Bronto dan Hartono, 2001).
9. Endapan Permukaan
Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua
yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan lepas
sampai padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal. Surono dkk. (1992)
membagi endapan ini menjadi Formasi Baturetno (Qb), Aluvium Tua (Qt) dan
Aluvium (Qa). Sumber bahan rombakan berasal dari batuan Pra-Tersier
Perbukitan Jiwo, batuan Tersier Pegunungan Selatan dan batuan G. Merapi.
Endapan aluvium ini membentuk Dataran Yogyakarta-Surakarta dan dataran
di sekeliling Bayat. Satuan Lempung Hitam, secara tidak selaras menutupi
satuan di bawahnya. Tersusun oleh litologi lempung hitam, konglomerat, dan
pasir, dengan ketebalan satuan 10 m. Penyebarannya dari Ngawen, Semin,
sampai Selatan Wonogiri. Di Baturetno, satuan ini menunjukan ciri endapan
danau, pada Kala Pleistosen. Ciri lain yaitu: terdapat secara setempat laterit
(warna merah kecoklatan) merupakan endapan terarosa, yang umumnya
menempati uvala pada morfologi karst.
10. Pegunungan Selatan Bagian Timur
Zona Pegunungan Selatan di Jawa Timur pada umumnya merupakan blok yang
terangkat dan miring ke arah selatan. Batas utaranya ditandai escarpment yang
cukup kompleks. Lebar maksimum Pegunungan Selatan ini 55 km di sebelah
selatan Surakarta, sedangkan sebelah selatan Blitar hanya 25 km. Diantara
Parangtritis dan Pacitan merupakan tipe karts (kapur) yang disebut Pegunungan
Seribu atau Gunung Sewu, dengan luas kurang lebih 1400 km 2 (Lehmann. 1939).
Sedangkan antara Pacitan dan Popoh selain tersusun oleh batugamping (limestone)
juga tersusun oleh batuan hasil aktifitas vulkanis berkomposisi asam-basa antara
lain granit, andesit dan dasit (Van Bemmelen,1949).
Sementara formasi Kabuh yang dijumpai di antara Madiun-Nganjuk berada pada
geomorfologi dataran-bergelombang lemah yang merupakan sedimentasi bentukan
channel (transisi).
Stratigrafi Pegunungan Selatan di Jawa Timur, telah diteliti oleh Sartono (1964)
dengan daerah telitian di daerah Punung dan sekitarnya- Pacitan. Susunan
litostratigrafinya sebagaiberikut (dari tua ke muda): Kelompok Formasi Besole,
Formasi Jaten, Formasi Nampol, Formasi Punung.
1. Formasi Besole
merupakan satuan batuan tertua yang tersingkap di daerah ini. Sartono
(1964), pencetus nama Formasi Besole menyebutkan bahwa satuan ini
tersusun oleh dasit, tonalit, tuf dasitan, serta andesit, dimana satuan ini
diendapkan di lingkungan darat.
Nahrowi dkk (1978), dengan menggunakan satuan batuan bernama
Formasi Besole, menyebutkan bahwa formasi ini tersusun oleh
perulangan breksi volkanik, batupasir, tuf, dan lava bantal, diendapkan
dengan mekanisme turbidangit, pada lingkungan laut dalam.
Samodaria dkk (1989 & 1991) membagi satuan yang bernama Formasi
Besole ini menjadi dua satuan yaitu Formasi Arjosari yang terdiri dari
perselingan batupasir dan breksi, yang diendapkan pada lingkungan laut
dangkal, dan Formasi Mandalika yang tersusun oleh perselingan breksi,
batupasir, serta lava bantal diendapkan pada lingkungan laut dalam.
Terlepas dari perbedaan litologi, dan lingkungan pengendapan pada
satuan yang bernama Formasi Besole ini, mempunyai penyebaran
menempati morfologi terjal, dan berbukit-bukit. Oleh Sartono (1964),
satuan ini merupakan bagian dari kelompok batuanOld Andesit (van
Bemmelen, 1949), seperti halnya yang terdapat di Kulon Progo. Jadi
secara umum Formasi Besole tersusun oleh satuan batuan volkanik
(intrusi), lava dan volkanoklastik (breksi, sisipan batupasir tufan).
Djohor, 1993 meneliti singkapan di K.Grindulu (Pacitan-Tegalombo)
menyimpulkan urutan Formasi Besole yang tersingkap di daerah tersebut
adalah sebagaiberikut: bagian bawah terdiri dari breksi volkanik
(pyroclastic), batupasir tufan (greywacke), sisipan crystal tuf, dan
dibeberapa tempat dijumpai intrusi (korok dasit). Bagian tengah tersusun
oleh lava dasitik, tuf dasitik, breksi volkanik, batupasir volkanik, dan
sisipan lava basaltik dengann kekar-kekar kolom, dibe-berapa tempat
dijumpai intrusi korok berkomposisi basaltis, dan dasitik. Bagian atas
didominasi oleh batn volkanoklastik (perulangan konglomerat, batupasir
tufan, tuf, dengan sisipan breksi dan batulempung). Didapat intrusi
berupa volcanic neck berkomposisi andesitik. Juga dijumpai sisipan tipis
batulempung gampingan yang mengandung foraminifera planktonik serta
bongkah batu-gamping berukuran mencapai 1 m didalam tubuh tuf.
Secara tidak selaras di atasnya terdapat Formasi Jaten.
1. Formasi Jaten
Dengan lokasi tipenya K.Jaten Donorojo, Pacitan (Sartono 1964),
tersusun oleh konglomerat, batupasir kuarsa, batulempung (mengandung
fosilGastrophoda, Pelecypoda, Coral, Bryozoa, Foraminifera), dengan
sisipan tipis lignit. Ketebalan satuan ini mencapai 20-150 m. Diendapkan
pada lingkungan transisi neritik tepi pada Kala Miosen Tengah (N9
N10)
2. Formasi Wuni
Dengan lokasi tipenya K.Wuni (anak Sungai S Basoka) Punung,
Pacitan (Sartono, 1964), tersusun oleh breksi, aglomerat, batupasir tufan,
lanau, dan batugamping. Berdasarkan fauna koral satuan ini berumur
Miosen Bawah (Te.5 Tf.1), berdasarkan hadirnya Globorotalia
siakensis, Globigerinoides trilobus & Globigerina praebuloides berumur
Miosen Tengah (N9-N12) (Tim Lemigas). Ketebalan Formasi Wuni = 150
-200 m. Satuan ini terletak selaras menutupi Formasi Jaten, dan selaras
di bawah Formasi Nampol
1. Formasi Nampol
Tersingkap baik di K.Nampol, Kec Punung, Pacitan (Sartono,1964), dengann
susunan batuan sebagai berikut: bagian bawah terdiri dari konglomerat,
batupasir tufan, dan bagian atas: terdiri dari perselingan batulanau, batupasir
tufan, dan sisipan serpih karbonan dan lapisan lignit. Diendapkan pada Kala
Miosen Awal (Sartono,1964) atau Nahrowi (1979), Pringgoprawiro (1985),
Samodaria & Gafoer (1990) menghitungnya berumuri Miosen Awal Miosen
Tengah. Ketiga formasi (Jaten, Wuni, Nampol) berhu-bungan jari-jemari dengan
bagian bawah Formasi Punung.
1. Formasi Punung
dengan lokasi tipenya di daerah Punung, Pacitan, tersusun oleh dua litofasies
yaitu: fasies klastika dan fasies kar-bonat (Sartono, 1964). Fasies karbonat,
tersusun oleh batu-gamping terumbu, batugamping bioklastik, batugamping
pasiran, napal, dimana satuan ini merupakan endapan sistim karbonat paparan.
Ketebalan fasies ini 200-300 m, berumur Miosen Tengah-Atas (N9-N16).
Sedangkan fasies klastika tersusun oleh perselingan batupasir tufan, batupasir
gampingan, lanau dan serpih. Ketebalan satuan ini 76 -230 m. Berdasarkan
kandungan fosil foram menunjukan umur Miosen Tengah (N15), diendapkan
pada lingkungan nertitik tepi. Hubungan dengan fasies karbonat adalah menjari,
dan kedua satuan fasies ini menutupi secara tidak selaras Formasi Nampol
(Sartono, 1964). Sedangkan menurut Nahrowi (1979), Pringgoprawiro (1985)
Formasi Punung menutui secara tidak selaras Formasi Besole, dengan saling
menjari dengan Formasi Jaten, Wuni, dan Nampol.
2. Endapan Tersier
Di daerah Pegunungan Selatan bagian Timur, endapan yang paling muda
adalah endapan terarosa dan endapan sungai yang secara tidak selaras
menutupi seri endapan Tersier

Gb.2.2. Stratigrafi Jalur Pegunungan Selatan menurut beberapa peneliti (Samodro, 1990)
1. Tektonik
1. Pegunungan Selatan Bagian Barat
Struktur geologi di daerah Pegunungan Selatan bagian barat berupa perlapisan
homoklin, sesar, kekar dan lipatan. Perlapisan homoklin terdapat pada bentang alam
Subzona Baturagung mulai dari Formasi Kebo-Butak di sebelah utara hingga
Formasi Sambipitu dan Formasi Oyo di sebelah selatan. Perlapisan tersebut
mempunyai jurus lebih kurang berarah barat-timur dan miring ke selatan. Kemiringan
perlapisan menurun secara berangsur dari sebelah utara (20 0 350) ke sebelah
selatan (50 150). Bahkan pada Subzona Wonosari, perlapisan batuan yang
termasuk Formasi Oyo dan Formasi Wonosari mempunyai kemiringan sangat kecil
(kurang dari 50) atau bahkan datar sama sekali. Pada Formasi Semilir di sebelah
barat, antara Prambanan-Patuk, perlapisan batuan secara umum miring ke arah
baratdaya. Sementara itu, di sebelah timur, pada tanjakan Sambeng dan Dusun
Jentir, perlapisan batuan miring ke arah timur. Perbedaan jurus dan kemiringan
batuan ini mungkin disebabkan oleh sesar blok (anthithetic fault blocks; Bemmelen,
1949) atau sebab lain, misalnya pengkubahan (updoming) yang berpusat di
Perbukitan Jiwo atau merupakan kemiringan asli (original dip) dari bentang alam
kerucut gunungapi dan lingkungan sedimentasi Zaman Tersier (Bronto dan Hartono,
2001).
Struktur sesar pada umumnya berupa sesar turun dengan pola anthithetic fault
blocks (van Bemmelen,1949). Sesar utama berarah baratlaut-tenggara dan
setempat berarah timurlaut-baratdaya. Di kaki selatan dan kaki timur Pegunungan
Baturagung dijumpai sesar geser mengkiri. Sesar ini berarah hampir utara-selatan
dan memotong lipatan yang berarah timurlaut-baratdaya. Bronto dkk. (1998, dalam
Bronto dan Hartono, 2001) menginterpretasikan tanda-tanda sesar di sebelah
selatan (K. Ngalang dan K. Putat) serta di sebelah timur (Dusun Jentir, tanjakan
Sambeng) sebagai bagian dari longsoran besar (mega
slumping) batuan gunungapi tipe Mt. St. Helens.Di sebelah barat K. Opak diduga
dikontrol oleh sesar bawah permukaan yang berarah timurlaut-baratdaya dengan
blok barat relatif turun terhadap blok barat.
Struktur lipatan banyak terdapat di sebelah utara G. Panggung berupa sinklin dan
antiklin. Tinggian batuan gunung berapi ini dengan tinggian G. Gajahmungkur di
sebelah timurlautnya diantarai oleh sinklin yang berarah tenggara-baratlaut. Struktur
sinklin juga dijumpai di sebelah selatan, yaitu pada Formasi Kepek, dengan arah
timurlaut-baratdaya
1. Pegunungan Selatan Bagian Timur
Struktur geologi di daerah Pegunungan Selatan bagian timur berupa perlapisan
homoklin, sesar, kekar dan lipatan. Struktur utama yang berkembang di Daerah
Pegunungan Selatan Bagian Timur ini terutama adalah sesar yang berkembang di
sepanjang Sungai Grindulu dan kemungkinan besar struktur inilah yang
menimbulkan banyak dijumpai mineralisasi di daerah ini.

Anda mungkin juga menyukai