Kabupaten Bogor
2005 - 2025
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengisyaratkan bahwa penyusunan rencana tata ruang
dilakukan harus mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, yang disusun secara berjenjang
mulai dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten serta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRW Kabupaten serta RTRW Kota), yang pada akhirnya, rencana tata
ruang tersebut ditetapkan dengan peraturan daerahnya masing-masing.
Kegiatan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor pada tahun 2007 merupakan landasan bagi
fasilitasi penyusunan Raperda RTRW Kabupaten Bogor. Penyusunan RTRW tersebut ditujukan agar kegiatan pembangunan
di Kabupaten Bogor memiliki dasar dan panduan yang menetapkan peluang serta batasan bagi kegiatan pembangunan.
Hal ini terkait dengan adanya isu dan permasalahan utama Kabupaten Bogor yang meliputi :
1. Masih terbatasnya akses infrastruktur dalam menunjang pengembangan kawasan perdesaan sebagai kawasan pengembangan
ekonomi (rural development), termasuk kurangnya akses transportasi sebagai sarana penghubung antar sentra kegiatan;
2. Rendahnya perhatian terhadap keberadaan kawasan strategis perbatasan yang seharusnya menjadi fokus perhatian (rencana tata
ruang yang tidak adaptif untuk merespons perkembangan kabupaten/kota tetangga) baik segi sosial, ekonomi dan ekologi.
3. Lemahnya keterkaitan fungsional khususnya kota-kota prioritas dengan hinterland-nya karena kurangnya dukungan infrastruktur
(transportasi, jalan, listrik dan telekomunikasi serta prasarana pengairan)
4. Berkembangnya sektor modern diperkotaan, telah pula mempengaruhi terhadap terjadinya perubahan struktur sosial ekonomi
masyarakat yang berakhir pada berubahnya struktur ruang yang ada.
Dalam upaya menghadapi tantangan era globalisasi di masa depan, diharapkan Kabupaten Bogor mampu memanfaatkan peluang
melalui penerapan prinsip kemandirian lokal. Prinsip ini diyakini akan mampu menggali potensi dan warna lokal secara optimal
dan kemudian dapat memanfaatkannya sebagai identitas Kabupaten Bogor agar dapat bersaing dalam kegiatan pembangunan di
bidang sosial ekonomi dan budaya. Secara umum dapat diartikan bahwa dengan memanfaatkan potensi lokal, diharapkan akan dapat
berkembang lebih cepat.
Pengembangan wilayah merupakan suatu upaya untuk mendorong perkembangan wilayah secara mendasar, guna meningkatkan
kualitas hidup masyarakat dan lingkungan hidup yang berkesinambungan. RTRW Kabupaten Bogor diharapkan akan mewujudkan
keterpaduan antara daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan dengan pengembangan perekonomian
wilayah yang produktif, efektif, dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah, yang pada akhirnya tercipta kesejahteraan masyarakat
yang berkeadilan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Namun di dalam pelaksanaannya, RTRW Kabupaten Bogor kurang dipedomani dalam pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan
ruang maupun pengendalian pemanfaatan ruangnya. Hal ini seringkali menimbulkan permasalahan lingkungan, seperti pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana sehingga menimbulkan dampak masalah transportasi, bencana banjir, slum area/squatter, degradasi
lingkungan, ketidakteraturan pemanfaatan ruang. Permasalahan tersebut tidak hanya terjadi pada wilayah yang bersangkutan, namun
terjadi dalam lingkup antar wilayah perbatasan yaitu tidak sesuainya pemanfaatan ruang antar wilayah-wilayah perbatasan tersebut.
Oleh karena itu, RTRW yang telah disusun harus memiliki kekuatan hukum. Pemerintah daerah yang memiliki kewenangan
menyusun Perda RTRW harus dapat menyusun Materi Raperda dengan lengkap dan jelas serta mencakup aspek-aspek yang perlu
diatur terutama yang dikhawatirkan akan menimbulkan konflik dalam pemanfaatan ruang.
Sebagai satu rangkaian kegiatan dalam Rencana Tata Ruang Kabupaten Bogor, pada tahun 2005 telah disusun Revisi Rencana Tata
Ruang Kabupaten Bogor. Sebagai tindak lanjut, maka pada tahun anggaran 2007, dilakukan penyempurnaan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Bogor, indikasi program, serta sistem kelembagaan operasionalisasi penataan ruang Kabupaten Bogor sebagai
materi teknis Raperda serta tersosialisasikannya dan disepakatinya materi teknis Raperda Kabupaten Bogor. Materi Teknis Raperda
RTRW Kabupaten Bogor nantinya menjadi lampiran dari Perda tentang RTRW Kabupaten Bogor.
Materi teknis Raperda yang dihasilkan tersebut merupakan wadah integrasi dari kebijakan dan peraturan yang sudah ada, yang
diharapkan dapat menjadi alat pengendali atau acuan yang memiliki kekuatan hukum bagi Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi
dan Pemerintah Pusat serta masyarakat luas untuk terselenggaranya pembangunan wilayah di Kabupaten Bogor yang terkoordinasi
serta pemanfaatan ruang yang selaras dengan rencana tata ruangnya.
Tujuan penataan ruang Kabupaten Bogor, antara lain bertujuan untuk mewujudkan :
a. terselenggaranya pemanfaatan ruang wilayah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sesuai dengan kemampuan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang selektif, efektif dan efisien, melalui pemberian BCR yang rendah pada kawasan
yang memiliki nilai konservasi;
b. meningkatkan kualitas lingkungan pada kawasan lindung sebagai kawasan konservasi air dan tanah, melalui program rehabilitasi
lahan, dengan kegiatan vegetatif dan sipil teknis serta kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak dapat mengganggu fungsi kawasan;
c. tercapainya pembangunan infrastruktur yang dapat mendorong perkembangan wilayah dan perekonomian masyarakat khususnya
pada daerah-daerah tertinggal dan terisolasi guna menekan migrasi dari desa ke kota dengan pengembangan desa desa potensial;
d. pembangunan dan pengembangan perkotaan berhirarkis yang dibentuk oleh sistem jaringan antara kegiatan perdesaan dan perkotaan
internal Kabupaten Bogor dan eksternal Jabodetabekjur; dan
e. terwujudnya rencana tata ruang yang lebih rinci sebagai arahan pengendalian, pengawasan, dan pelaksanaan pembangunan dalam
mewujudkan sistem kota-kota.
Gambar 1.1
Peta Wilayah Kajian
11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);
12. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Nagara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3479);
13. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Republik Indonesia
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480);
14. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3481);
15. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
16. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 3881);
17. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);
18. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
19. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 94,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1226);
20. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
21. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
22. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
23. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
24. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);
25. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4548);
26. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
27. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan-bahan Galian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1980 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3174);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3226);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985
Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3294);
31. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373);
32. Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta
Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3660);
33. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3747);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
36. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4489);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4532);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
43. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Republik Negara Indonesia Nomor 4737);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Republik Negara Indonesia Nomor 4833);
45. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
46. Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 2000 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Nasional;
47. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006;
48. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan
Cianjur ;
49. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah;
50. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata
Ruang di Daerah;
51. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi;
52. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana
Tata Ruang Daerah;
53. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib
Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
54. Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 1456.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst;
55. Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 1457.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Lingkungan
di Bidang Pertambangan dan Energi;
56. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang
Penataan Ruang;
57. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2004 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
58. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana
Tata Ruang Daerah;
59. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Lingkungan Geologi (Lembaran Daerah Propinsi
Jawa Barat Tahun 2002 Nomor 2 Seri E);
60. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat (Lembaran
Daerah Propinsi Jawa Barat Tahun 2003 Nomor 2 Seri E);
61. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2005 tentang Sempadan Sumber Air (Lembaran Daerah Propinsi Jawa Barat
Tahun 2005 Nomor 2 Seri E);
62. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (Lembaran Daerah Propinsi
Jawa Barat Tahun 2006 Nomor 1 Seri E);
63. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pembentukan Kecamatan (Lembaran Daerah Kabupaten Bogor
Tahun 2004 Nomor 127);
64. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2004 tentang Recana Strategis Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2003 2008
(Lembaran Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2004 Nomor 148); dan
65. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pembentukan Kecamatan (Lembaran Daerah Kabupaten Bogor
Tahun 2004 Nomor 127.
Bab I Pendahuluan
Bab ini menguraikan latar belakang, landasan hukum, ruang lingkup wilayah, serta sistematika pembahasan.
Bab III Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Bogor
Bab ini menjelaskan tentang kebijakan dan strategi pengembangan sesuai dengan potensi, masalah dan prospek wilayah
Kabupaten Bogor.
Pada bab ini dijelaskan mengenai hak, kewajiban dan peranserta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
2.1. Potensi, Masalah, dan Prospek Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor
2,2,1 Potensi, Masalah, dan Prospek Sumber Daya Alam
2.2.1.1 Sumberdaya Alam
1. Potensi :
Secara geografis Kabupaten Bogor terletak diantara 618"0" - 647"10" Lintang Selatan dan 10623"45" - 10713"30" Bujur Timur, yang
berdekatan dengan Ibukota Negara sebagai pusat pemerintahan, jasa dan perdagangan dengan aktifitas pembangunan yang cukup
tinggi, dengan batasan wilayah sebagai berikut :
Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Bogor secara administratif dapat dilihat pada
Tabel 2,1
Luas Wilayah Per Kecamatan di Kabupaten Bogor
NO KECAMATAN LUAS (Ha) NO KECAMATAN LUAS (Ha)
Jenis tanah di wilayah Kabupaten Bogor memiliki jenis tanah yang cukup subur untuk kegiatan pertanian, perkebunan, dan
kehutanan, yang terdiri dari 22 jenis tanah (Tabel 2.2,), yang meliputi jenis tanah Asosiasi Latosol/Merah, Latosol/Coklat
Kemerahan dan Laterit Air .
Tabel 2.2
Jenis Tanah di Kabupaten Bogor
Luas
No Jenis Tanah
Ha %
1) Andosol Coklat Kekuningan 2,992,197 1,00
2) Asosiasi Aluvial Coklat Kelabu dan Aluvial Coklat Kekelabuan 14,106,697 4,71
3) Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat 9,620,353 3,22
4) Asosiasi Latosol Coklat dan Latosol Coklat Kekuningan 11,459,777 3,83
5) Asosiasi Latosol Coklat dan Regosol Kelabu 17,623,374 5,89
6) Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat 26,270,316 8,78
7) Asosiasi Latosol Merah, Latosol Coklat Kemerahan dan Laterit Air Tanah 60,439,627 20,20
8) Asosiasi Podsolik Kuning dan Hidromorf Kelabu 1,008,500 0,34
9) Asosiasi Podsolik Kuning dan Regosol 897,197 0,30
10) Kompleks Grumusol, Regosol dan Mediteran 17,395,718 5,81
11) Kompleks Latosol Merah Kekuningan, Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol 20,078,172 6,71
12) Kompleks Latosol Merah Kekuningan, Latosol Coklat, Podsolik Merah 16,770,767 5,61
Kekuningan
13) Kompleks Podsolik Merah Kekuningan, Podsolik Kuning dan Regosol 8,506,440 2,84
14) Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol 5,058,594 1,69
15) Kompleks Resina, Litosol Batukapur dan Brown Forest Soil 2,660,600 0,89
16) Latosol Coklat 22,796,304 7,62
17) Latosol Coklat Kekuningan 5,728,560 1,91
18) Latosol Coklat Kemerahan 2,059 0,00
19) Latosol Coklat Tua Kemerahan 18,900,089 6,32
20) Podsolik Kuning 4,686,069 1,57
21) Podsolik Merah 6,206,286 2,07
22) Podsolik Merah Kekuningan 22,569,752 7,54
23) Tidak ada data 3,423,451 1,14
Total 298,838,304 100,00
Sumber : Hasil Pemetaan Kesesuaian Lahan, Bappeda Tahun 2007
Gambar 2..2
Peta Penyebaran Jenis Tanah di Kabupaten Bogor
Iklim wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat basah di bagian selatan dan iklim tropis basah di bagian utara, dengan
rata-rata curah hujan tahunan 2,500 - 5,000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara dan sebagian kecil wilayah timur curah hujan
kurang dari 2,500 mm/tahun, Suhu rata-rata di wilayah Kabupaten Bogor adalah 20 - 30C, dengan rata-rata tahunan sebesar 25C,
Suhu rata-rata di masing-masing Wilayah Pengembangan Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 2.3,
Tabel 2.3
Suhu Rata-rata di Kabupaten Bogor
1 Rata-rata 25 0C 25 0C 25 0C 27 0C
2 Minimal 20 0C 17 0C 20 0C 22 0C
3 Maksimal 30 0C 32 0C 30 0C 32 0C
Curah Hujan di Wilayah Kabupaten Bogor dapat di lihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3
Peta Rata-Rata Curah Hujan Tahunan di Kabupaten Bogor
2. Masalah :
Kabupaten Bogor merupakan wilayah daratan dengan tipe morfologi wilayah yang bervariasi, dari dataran yang relatif rendah di
bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan, sehingga membentuk bentangan lereng yang menghadap ke utara,
Klasifikasi keadaan morfologi wilayah serta prosentasenya terhadap luas seluruh wilayah Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut
:
Dataran rendah (15 - 100 m dpl,) sekitar 29,28 %, merupakan kategori ekologi hilir
Dataran bergelombang (100 - 500 m dpl,) sekitar 42,62 %, merupakan kategori ekologi tengah
Pegunungan (500 - 1,000 m dpl,) sekitar 19,53 %, merupakan kategori ekologi hulu
Pegunungan tinggi (1,000 - 2,000 m dpl,) sekitar 8,43 %, merupakan kategori ekologi hulu
Puncak-puncak gunung (2,000 - 2,500 m dpl,) sekitar 0,22 %, merupakan kategori ekologi hulu
Dengan kondisi ekologi dan morfologi yang ada tersebut, wilayah Kabupaten Bogor sebagian besar berfungsi lindung (non
budidaya dan budidaya terbatas), sehingga wilayah yang dapat terbangun terbatas untuk kegiatan budidaya hanya wilayah
dataran rendah bagian utara,
Masalah yang terdapat di Kabupaten Bogor adalah dengan kondisi morfologi sebagian besar berupa dataran tinggi, perbukitan
dan pegunungan dengan batuan penyusunnya didominasi oleh hasil letusan Gunung, terdiri dari andesit, tufa, dan basalt,
Gabungan batu tersebut termasuk dalam sifat jenis batuan relatif lulus air dimana kemampuannya meresapkan air hujan tergolong
besar, Jenis pelapukan batuan ini relatif rawan terhadap gerakan tanah bila mendapatkan siraman curah hujan yang tinggi,
Selanjutnya, jenis tanah penutup didominasi oleh material vulkanik lepas agak peka dan sangat peka terhadap erosi, antara lain
Latosal, Aluvial, Regosol, Podsolik dan Andosol.
Memperhatikan kepada kondisi fisik dasar daerah perbukitan dan pegunungan yang ada, secara alami (sebelum/tanpa rekayasa)
kawasan ini memiliki kerentanan lingkungan (Environmental fragility) yang relatif tinggi dan dapat menimbulkan bahaya geologi,
antara lain :
Bahaya gerakan tanah terutama terjadi pada lahan dengan lereng yang curam, sifat batuan dan tanah pelapukan buruk, dan
curah hujan tinggi,
Bahaya letusan Gunung api Gede yang terklasifikasi dalam gunung api aktif tipe A, Letusan Gunung api Gede terjadi, pada
tahun 1747 dan terakhir meletus pada tahun 1955,
Dalam konteks aliran sungai Kabupaten Bogor merupakan daerah hulu, khususnya Kawasan Puncak terletak di dalam daerah
aliran sungai (DAS), DAS Ciliwung Ds (5 sub DAS seluas 26,286 Ha), DAS Cisadane Ds (2 sub DAS dengan luas 30,625 Ha), DAS
Citarum Hulu (mencakup 3 sub DAS dengan luas 27,920 Ha), dan DAS Kali Angke (16,250 Ha), Aliran air dari lereng utara Gn,
Gede membentuk tiga air terjun di Cibeureum,
BENCANA LONGSOR 2007
Bencana alam (longsor) 2007 di wilayah Babakanmadang dan Puncak, yang disebabkan oleh
Cikundul dan Cidengdeng dan bermuara di Sungai
tingginya curah hujan. Puncak hujan terjadi pada siklus tahunan (5 tahun) dengan intensitas Citarum, Aliran air dari lereng selatan bermuara di
hujan mencapai 254 mm/hari pada tanggal 4 Februari 2007, hal tersebut yang mendorong Sungai Cimandiri, dan dari lereng barat laut aliran air
terjadinya banjir dan longsor.
Curah hujan yang tinggi > 200 mm/hari yang terjadi dalam waktu singkat (< 1 jam) hanya bepotensi menuju ke Sungai Cisarua dan Cinaraga yang
terjadinya erosi, tapi curah hujan dengan intensitas tingi (245 mm/hr) dan berlengsung lama (> 6 jam) kemudian mengalir ke Sungai Ciliwung dan Kali
berpotensi longsor. Faktor pendorong terjadinya bencana :
Pemanfaatan lahan pada daerah bencana pada umumnya penggunaan lahan budidaya
Angke, Sungai Ciliwung yang
pertanian semusim khususnya wilayah pedesaan di Kec Babakanmadang daan permukiman bermuara di DKI, berhulu di Gunung Talaga sekitar
serta villa yang menempati lereng > 40 %,.
FAKTOR FISIOLOGI karakteristik basin : (geometris, fisik karakteristik sungai : daya
Desa Tugu Selatan sampai Kecamatan Bogor Timur
dukung sungai, kemampuan sungai menampung air). Adanya penyempitan pada DAS hilir. Kota Bogor, Ketinggian daerah aliran sungai ini antara
Bentuk batuan (MORFOLOGI LAHAN) yang rentan terhadap kejenuhan air, Bentuk 200 1000 meter, Sungai ini terdiri atas 10 anak sungai,
tutupan lahan (vegetasi) yang mendorong air masuk kedalam tanah secara berlebihan.
antara lain Citamiang, Cimegamendung atau Cikoneng,
Luas wilayah SubDas Ciliwung memiliki luas 38.260 ha meliputi : Cisarua, Cibogo,Cijulang, Cisukabirus, Ciesek dan
- Bagian Hulu (Kab Bogor) 14.876 ha
- Bagian Tengah (Kota Bogor, Kab Bogor dan Depok) 13.360 ha
Ciseuseupan, Selama meluncur dari atas ke bawah,
- Bagian Hilir (Kota Jakarta) 9.624 ha. sungai ini melewati tanah podsol bertekstur halus dan
kasar, Di DAS nya, sungai ini meluncur di tanah
Sub DAS Ciliwung berkemiringan antara 2 40 derajat, membentuk
Tengah kedalaman sungai antara 30 60 cm, Keberadaan DAS
Hulu Hilir
Peruntukan Lahan (Kota Bogor, Kab Bogor ,
(Kota Jakarta)
tersebut dimusim hujan memberikan kontribusi yang
Depok)
cukup besar terhadap banjir di DKI Jakarta dan
(Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%) Tanggerang.
Hutan 5.075 34,12 - 0 - 0
Sawah 907 6,10 2.117 15,39 - 0
Perkebunan 2.781 18,69 - 0 - 0
Lahan Kering 2.230 14,99 6.756 49,10 - 0
Pemukiman 1.838 12,36 3.602 26,18 9.624 100,00
Lain-lain 2.045 13,75 1.285 9,34 - 0
Jumlah 14.876 100,00 13.760 100,00 9.624 100,00
Gambar 2.4
Peta Klasifikasi Morfologi dan Ekologi Kabupaten Bogor
Gambar 2.5
Peta Kerentanan Tanah Kabupaten Bogor
3. Prospek :
Kabupaten Bogor, sebagai salah satu hinterland Kota Jakarta merupakan kawasan yang dipandang strategis bagi investasi. Kegiatan
investasi yang berkembang saat ini perumahan, industri, peternakan, pertambangan dengan sektor perumahan yang paling
banyak diminati oleh investor.
Pemanfaatan lahan pada periode 1994-2000 meliputi industri, perumahan seluas 29,145,416 ha, perumahan paling besar terdapat di
Kecamatan Babakan Madang (13,2%), Kecamatan Sukamakmur (13,0%), Kecamatan Tenjo (11,2%), Kecamatan Gunung Putri (7%),
dan Kecamatan Cileungsi (6%). Lokasi penyebaran pemanfaatan lahan dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Pemanfaatan lahan untuk agrowisata dan industri seluas 929,6 ha atau (2,3 %), lokasi penyebarannya paling luas terdapat di
Kecamatan Citeureup seluas 1715,7 ha (39 %) dan seterusnya seluas (22 %), Cigombong seluas 744,16 ha (17,06 %) dan Babakan
Madang seluas 490,78 ha atau 11,25 %, Sedangkan pemanfaatan untuk industri terbesar seluas 3 14,9 ha (30,34 %) terdapat di
Kecamatan Citeureup, dan di Klapanunggal seluas 162,84 ha atau (15%), di Cileungsi seluas 105,17 atau (10 %), Babakan Madang
seluas 63,62 ha atau (6,13 %), dan selebihnya <10 ha di Caringin dan Kemang, pem yang lainnya yang ada diperuntukan untuk
pemakaman, sirkuit, gelanggang olah raga, tower, pusat pengolahan Iimbah industri, pertanian, kehutanan dan TPST,
Gambar 2.6
Peta Daerah Peka Erosi Kabupaten Bogor
Gambar 2.7
Peta Daerah Aliran Sungai Kabupaten Bogor
Gambar 2..8
Peta Penyebaran Pemanfaatan lahan periode 1994 2000 di Kabupaten Bogor
JENIS PEKERJAAN
ANGGOTA KELUARGA
2. Masalah kependudukan :
Kualitas sumberdaya manusia Kabupaten Bogor berdasarkan tingkat pendidikannya tergolong rendah. Sebagian besar
penduduk Kabupaten Bogor hanya mengenyam pendidikan hingga Sekolah Dasar, yaitu 63% lusus SD, 23% lulus SMP, 13%
lulus SMA, PT kurang dari 1%. Hanya 35 % penduduk usia sekolah yang bersekolah dan Hanya 12,96 % yang lulus wajib
belajar 9 tahun. Kondisi ini hampir terjadi di seluruh wilayah, Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini berimplikasi pada
lambatnya perkembangan wilayah ini. Tenaga kerja dengan kualitas rendah tidak dapat terserap oleh peluang kerja yang ada
yang berkisar pada kegiatan industri yang membutuhkan persyaratan skil yang memadai. Sementara kegiatan ekonomi adalan
yaitu pertanian, belum mampu mendukung pertumbuhan penduduk yang tinggi karena kegiatan pertanian masih dilakukan
dengan cara-cara konvensional yaitu mengandalkan lahan yang luas.
Surplus tenaga kerja dengan kualitas rendah ini, bisa terserap pada kegiatan ekonomi informal seperti supir angkutan, tukang
ojeg, pedagang asongan, pedagang kecil dan buruh. Kegiatan ekonomi informal tersebut umumya terdapat di luar Kabupaten
Bogor yaitu Kota Bogor dan Jakarta. Sehingga terjadi pergerakan tenaga kerja dengan kualitas rendah dari Kabupaten Bogor ke
wilayah lainnya untuk mengisi pasar kerja di sektor informal. Nilai ekonomi yang dihasilkan dari kegiatan informal juga tidak
terlalu besar, sehingga terjadinya pola mobilitas yang tinggi belum dapat berimplikasi pada peningkatan ekonomi Kabupaten
Bogor secara signifikan, hal tersebut berdampak kepada besarnya tingkat pengangguran terbuka mencapai 204.858 jiwa, dan
angka kemiskinan sebesar 1.157.391 jiwa (27,46 %) tahun 2006 dari total penduduk Kabupaten Bogor.
Sebagai akibat dari tidak tertampung dalam sector-sektor yang berkembang diperkotaan (sector modern), dan rendahnya
penyerapan tenaga kerja disektor pertanian yang hanya menyerap 155,497 jiwa yang bekerja disektor pertanian atau 3,7 % dari
total penduduk.
2. Masalah :
Wilayah Kabupaten Bogor yang sebagian besar wilayahnya termasuk dalam fungsi kawasan
lindung, yang sangat keterkaitan serta membentuk satu kesatuan sistem dengan
Kabupaten/Kota lain di Wilayah Jabodetabekjur, sehingga memerlukan perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang terpadu,
Melihat fungsi dan peranan Kabupaten Bogor sebagai Kawasan Lindung, dan konservasi sangat
membatasi pola pembangunan/pengembangan wilayah, pola pemanfaatan ruang dan pengendalian ruang wilayah Kabupaten
Bogor yang harus mempertimbangkan segala aktivitas ruang dan ekonomi wilayahnya berorientasi konservasi,
Posisi geografis Kabupaten Bogor yang banyak berbatasan dengan Provinsi/Kabupaten/Kota lain disis lain memiliki nilai positif
bagi perkembangan ekonomi khususnya bagi tercapainya kesejahteraan masyarakat, Tapi disisi lain penhgembangan ekonomi
melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang dimilkinya menjadi tantangan bagi kelestarian lingkungan (sesuai fungsi peranan dan
letak geografis sebagai daerah penyangga kelestarian air)
3. Prospek :
Rencana pengembangan sistem kota-kota di Kabupaten Bogor adalah :
1. Menata dan mengarahkan perkembangan pusat-pusat kegiatan di bagian utara dan tengah,
2. Mengembangkan secara terbatas pusat-pusat kegiatan di bagian selatan,
3. Menata dan mendukung keserasian perkembangan kegiatan pembangunan antar wilayah, Sasaran dari rencana pengembangan
tersebut adalah berkembangnya Pusat Kegiatan Lokal di sekitar wilayah perbatasan khususnya yang berbatasan dengan
wilayah DKI Jakarta berdasarkan kecenderungan perkembangannya sudah meluas sampai ke wilayah perbatasan,
pengembangan PusatPusat Pertumbuhan sebagai Pusat kegiatan lokal yang diintegrasikan dengan rencana pengembangan
infrastruktur wilayah Khususnya untuk wilayah Cibinong, Cileungsi dan Parung panjang mengingat tingginya intensitas
kegiatan perkotaan di wilayah tersebut,
2. Masalah :
Berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan tahun 1998 dan tahun 2003, diketahui adanya peningkatan luasan permukiman sebesar
4,197 Ha dan tanah kosong seluas 16,703 Ha peningkatan luasan permukiman juga dibarengi dengan peningkatan luasan kebun
campuran seluas 28,973 Ha, Peningkatan luas permukiman / perumahan sebagian besar menggunakan lahan semak/belukar
seluas 1,015 Ha, sawah irigasi seluas 1,028 Ha, kebun campuran seluas 552,6 Ha, sawah tadah hujan seluas 676 Ha, perkebunan 712
Ha, hutan/vegetasi lebat 126 Ha dan badan air 242 Ha,
Tutupan lahan yang mengalami penurunan pada kurun waktu 5 tahun terakhir (1998-2003) adalah sawah irigasi, sawah tadah
hujan, semak belukar, perkebunan, hutan/vegetasi lebat dan badan air, Sawah irigasi berkurang seluas 12,367 Ha, sawah tadah
hujan seluas 3,401 Ha, perkebunan seluas 2,071 Ha, hutan seluas 2,312 Ha dan badan-badan air seluas 707 Ha,
Jika dilihat dan topologi wilayah, pada wilayah yang telah berkembang, tutupan lahan yang berubah menjadi permukiman/tanah
kosong sekitar 34% berasal dan sawah irigasi (1,030 Ha); 32% berasal dan semak/belukar dan kebun campuran (974 Ha), Pada
wilayah ini hanya sebagian kecil (3%) wilayah hutan/vegetasi lebat yang berubah menjadi permukiman, Luas badan air dan sawah
tadah hujan yang berubah menjadi tanah kosong/permukiman berturut-turut seluas 305 Ha (10%) dan 284 Ha (9%),
Pada wilayah perkotaan, penggunaan lahan permukiman berasal dari l;ahan semak/belukar seluas 3,061 Ha (29%), kebun
campuran 1,863 Ha (17,6%), sawah tadah hujan 1,793 Ha (17%), perkebunan 1,658 Ha (16%) dan sawah irigasi 1,345 Ha (13%),
hutan/vegetasi lebat 720 Ha (6,8%) dan badan air 124 Ha (1,2%).
Pada wilayah yang telah berkembang perubahan menjadi tanah kosong/permukiman terluas ada di Kecamatan Cileungsi, Tutupan
yang berubah terluas berasal dan sawah irigasi (724 Ha), disusul oleh badan-badan air (275 Ha), semak/belukar (208 Ha),
perkebunan (198 Ha), kebun campuran (150 Ha) dan sawah tadah hujan (150 Ha),
tanah kosong/ permukiman banyak ditemukan di Kecamatan Parung panjang (1,275 Ha), berasal dari lahan sawah tadah hujan
seluas (564 Ha), perkebunan (444 Ha) dan semak/belukar (203 Ha), Di Kecamatan Klapanunggal konversi lahan menjadi
permukiman mencapai (342 Ha) dan semak/belukar (164 Ha), di Kecamatan Cariu perubahan tutupan lahan dari hutan/vegetasi
lebat menjadi permukiman seluas 186 Ha,
3. Prospek :
Adanya kebijakan RTRW Provinsi Jawa Barat yang terkait terhadap pola ruang Kabupaten Bogor, yaitu :
a. Dalam arahan rencana pengembangan kawasan andalan di Jawa Barat, Kabupaten Bogor diklasifikasikan sebagai Kawasan
Andalan Bogor Depok Bekasi (Bodebek) dengan kegiatan utama industri, pariwisata, jasa, dan sumberdaya manusia; dan
Kawasan Andalan Bogor Puncak Cianjur (Bopunjur) dengan kegiatan utama agribisnis dan pariwisata;
b. Dalam arahan pola tata ruang kawasan lindung : a), menetapkan kawasan lindung sebesar 45% dari luas seluruh luas wilayah
Kabupaten Bogor yang meliputi kawasan yang berfungsi lindung di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan; b),
mempertahankan kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidroorologis untuk menjamin ketersediaan
sumber daya air; dan c), mengendalikan pemanfaatan ruang di luar kawasan hutan sehingga tetap berfungsi lindung,
c. Arahan pemanfaatan ruang sebagai kawasan hutan lindung (Gunung Halimun-Salak, Gunung Gede-Pangrango dan
sekitarnya) pada bagian Timur dan Barat wilayah Kabupaten Bogor dan sekitarnya;
d. Dalam pengembangan infrastruktur transportasi darat diarahkan melalui peningkatan jalur Bogor - Sukabumi - Cianjur
e. Pemanfaatan ruang pada Kabupaten Bogor sebagai salah satu kawasan rawan bencana lingkungan di wilayah Kabupaten
Bogor, meliputi:
1) Mengurangi resiko gangguan dan ancaman langsung maupun tidak langsung
2) Menyelenggarakan tindakan preventif dalam penanganan bencana lingkungan berdasarkan siklus bencana melalui upaya
mitigasi bencana, pengawasan terhadap pelaksanaan rencana tata ruang, kesiapsiagaan masyarakat yang berada di
kawasan rawan bencana, tanggap darurat, pemulihan dan pembangunan kembali pasca bencana,
3) Menyiapkan peta bencana lingkungan yang perlu dijadikan acuan dalam pengembangan wilayah kabupaten,
4) Melakukan penelitian dengan tingkat kedalaman yang lebih rinci dalam penetapan kawasan rawan bencana lingkungan
dan wilayah pengaruhnya,
5) Pengendalian perkembangan pusat-pusat permukiman dan kawasan budidaya di wilayah Bogor dari bencana banjir,
gerakan tanah atau longsor,
Gambar 2.9
Peta Tutupan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 1998
Gambar 2.10
Peta Tutupan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 2003
ketersediaan sumberdaya alam, Kabupaten Bogor berpotensi sebagai penyedia air bersih bagi wilayah hilirnya, sebagai penyedia
hasil pertanian, penyedia tenaga kerja dll, Namun demikian permasalahan yang timbul seiring dengan peluang yang dihadapinya
antara lain:
a. Transportasi Darat :
Kondisi jalan sebagai salah satu prasarana transportasi mempunyai peran yang sangat
penting dan strategis dalam mendukung kelancaran mobilitas masyarakat, Jalan yang ada di
Kabupaten Bogor terdiri atas Jalan Nasional sepanjang 121,497 km (5 ruas), jalan provinsi
129,989 km (5 ruas), jalan Kabupaten yang bernomor ruas 1,506,565 Km (371 ruas), jalan
kabupaten yang tidak bernomor ruas 100,044 Km (62 ruas) dan jalan desa, Jalan Kabupaten
bernomor ruas dengan kondisi rusak adalah sekitar 38,39 %, kondisi sedang 18,22 % dan
kondisi baik 43,39%, Total panjang jalan Nasional, jalan propinsi dan jalan kabupaten yang
melintasi Kabupaten Bogor adalah 1,858,085 Km,
Tabel 2.5
Data Kondisi Jalan Kabupaten Berdasarkan Fungsi Jalan
Kondisi Jalan Kabupaten Bogor Akhir Tahun 2006
Panjang Jalan (Km) Jumlah Total
Fungsi Jalan
Rusak Rusak Jumlah
Baik Sedang Panjang
Ringan Berat Ruas
Bernomor Ruas 825,275 209,450 129,400 342,440 371 1,506,565
Kolektor I 21,300 9,100 5,350 7,950 8 43,700
Kolektor II 105,500 28,600 21,500 46,400 32 202,000
Lokal I 457,740 111,000 74,900 206,930 180 850,570
Lokal II 181,350 41,150 19,350 67,860 105 309,710
Lokal III 31,300 5,100 5,900 12,200 24 54,500
Lokal Sekunder 28,085 14,500 2,400 1,100 22 46,085
Tidak Bernomor Ruas 93,194 200,000 - 6,650 62 100,044
JUMLAH 918,469 409,450 129,400 349,090 433 1,606,609
Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor, Tahun 2006 diolah
Kondisi Jaringan irigasi Di Kabupatan Bogor (berdasarkan bidang kewenangan/lingkup penanganan) diklasifikasikan
sebagai berikut :
- Jaringan Irigasi Pemerintah : 32 Daerah Irigasi seluas 11,588 H, dengan kondisi :
(1). Baik : 8 DI
(2). Sedang : 8 DI
(3). Rusak Ringan : 12 DI
(4). Rusak Berat : 4 DI
- Jaringan Irigasi Perdesaan : 794 Daerah Irigasi, Seluas 41,261 Ha, dengan kondisi :
(1). Baik : 173 DI
(2). Sedang : 256 DI
(3). Rusak Ringan : 156 DI
(4). Rusak Berat : 209 DI
Air Permukaan :
Prediksi potensi suatu sumberdaya air umumnya dilakukan berdasarkan luas daerah
tangkapan air (catchment area) dari sumber air tersebut, Untuk sungai, daerah tangkapan air
dimana aliran permukaan akan mengalir ke sungai tersebut disebut Daerah Aliran Sungai
(DAS),
Kebutuhan air bersih Kabupaten Bogor (domestik dan perkotaan) dihitung
berdasarkan kriteria (FIDEP, 1993) dimana untuk jumlah penduduk di atas 1 juta jiwa
kebutuhan airnya 250 liter/kapita/hari, sedangkan untuk jumlah penduduk di bawah 1 juta
jiwa kebutuhan airnya 150 liter/kapita/hari,
Sampai dengan saat PDAM memiliki sebanyak 6 Cabang di Kabupaten Bogor,
dengan Jumlah pelanggan sebanyak 43,575 SL dan kapasitas produksi 2,098,5 l/dt
- Sistem Produksi :
- 11 Pengolahan Lengkap (1,180 l/dt)
- 10 Sumber Mata Air (789,5 l/dt)
- Instalasi Sumur Bor (129 l/dt)
- Cakupan Daerah pelayanan sebanyak 25 Kecamatan dari 40 Kecamatan
Tabel 2.6
Instalasi Produksi dan Kapasitas Air PDAM
KAPASITAS TERPAKAI
KAPASITAS RATA-2 SISA
(LT/DT)
KAPASITAS,
No, INSTALASI PRODUKSI TERPASANG BULAN KAPASITAS
TERPASANG
(L/DT) JAN PEB MAR APR (L/DT) (L/DT)
I, Instalasi Pengolahan Air (IPA)
1 Legong 430 331 309 316 318 425 6
2 Citayam 160 110 110 111 109 147 13
3 Jonggol 6 5,8 5,1 5,5 5 7 (- 1)
4 Setwalpres Jonggol 10 8 8 9 8 11 (- 1)
5 Cibinong 200 133 133 134 131 177 23
6 Kedung Halang 70 68 66 57 56 82 (- 12)
7 Cibungbulang 30 25 25 26 26 34 (- 4)
8 Leuwiliang 20 17 18 20 21 25 (- 5)
9 Parung Panjang Kebasiran 100 62 57 55 54 76 24
10 Sawangan 10 9 9 9 10 12 (- 2)
11 Gunung Putri 100 78 72 63 61 91 9
12 Bukit Golf 50 40 40 34 41 52 (- 2)
13 Ciampea 5 4 4 1 6 5 0
Air Tanah :
Air bawah tanah di Kabupaten Bogor terdapat dalam cekungan-cekungan air bawah tanah, Potensi sumber mata air yang
tercatat sebanyak 63 titik mata air,
Mata Air berjumlah 96 buah sementara Situ/Danau berjumlah 93 situ, mengairi 496,28 Ha areal pertanian, dengan kondisi :
- Berfungsi, sebanyak : 39 buah
- Kurang berfungsi, sebanyak : 40 buah
- Tidak berfungsi, sebanyak : 8 buah
- Alih fungsi, sebanyak : 6 buah
Penanganan infrastruktur pengairan sampai saat ini masih bertujuan untuk mempertahankan keandalan fungsi jaringan
irigasi dan pemanfaatan sumber air (penyediaan air yang cukup serta pengamanan areal produksi dan permukiman dari bahaya
banjir dan kekeringan),
Tabel 2.7
Sumber Sampah Timbulan dan Pengangkutannya
3) Luas dan lokasi Tempat Pembuangan Akhir di Kabupaten Bogor seperti terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.8
Luas dan Sistem TPA,
2. Masalah :
Masih rendahnya cakupan pelayanan prasarana dasar masyarakat, dimana tingkat kerusakan prasarana yang ada semakin
tinggi, Terbatasnya akses infrastruktur dalam menunjang pengembangan kawasan perdesaan sebagai kawasan pengembangan
ekonomi (rural development), termasuk kurangnya akses transportasi sebagai sarana penghubung antar sentra kegiatan, seperti
terminal, perparkiran, halte, dan pangkalan angkutan umum serta kurangnya jumlah trayek dibandingkan dengan konsentrasi
kegiatan ekonomi atau permukiman,
Transportasi darat : berkenaan dengan kondisi jalan, perlu adanya peningkatan panjang jalan mantap (kondisi baik dan
sedang) pada ruas-ruas jalan Kabupaten dari 61,61 % menjadi 73,28 %, Kondisi tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan
aksesibilitas masyarakat pada wilayah-wilayah perbatasan, kawasan-kawasan tertinggal, kawasan unggulan, desa-desa pusat
pertumbuhan dan kawasan Ibukota Kabupaten Bogor,
Selain kondisi kerusakan jalan yang masih signifikan, pada prasarana transportasi jalan, masalah kuantitas jalan, dimensi
jalan serta masalah geometrik dan struktur jalan belum optimal, Berdasarkan hasil kajian Penyusunan Rencana Induk Hirarkhi
Jalan (Bappeda Kabupaten Bogor, Tahun 2006), panjang ideal jalan adalah 3,680,60 Km, sehingga kekurangan jalan adalah 1,832,515
Km atau 49,79 % dari kebutuhan ideal,
Dari segi dimensi, menurut PP No, 34 Tahun 2006 tentang Jalan, ruang milik jalan untuk jalan kecil minimal 11 meter yang
terdiri dari lebar lajur 5,5 meter, bahu jalan 2 meter, saluran tepi 0,75 meter, Sementara jalan di Kabupaten Bogor masih banyak
yang memiliki lebar > 4 meter, Masalah geometrik pun masih jauh dari ideal dimana sebagian besar jalan kabupaten tidak ideal
baik alignment horizontal maupun alignment vertical, Sedangkan dari faktor struktur, kapasitas pembebanan/tonase jalan kelas III
seharusnya mampu melayani tekanan gandar sampai dengan 8 ton, sedangkan kondisi eksisting jalan di Kabupaten Bogor rata-rata
hanya mampu dilalui oleh beban sebesar 3,5-4 ton,
Permasalahan yang dihadapi kaitannya dalam pelayanan transportasi darat antara lain:
a. Belum terealisasikannya rencana pembangunan terminal pada Masing masing wilayah pengembangan yang telah ditetapkan
dalam RTRW, baru 1 (satu) terminal Cileungsi yang sudah operasional,
b. Pengembangan infrastruktur wilayah masih terkendala kepada pembebasan lahan,
c. Pengembangan jaringan jalan pada ruas-ruas yang berfungsi regional belum banyak perubahan yang berarti,
khususnya pada ruas jalan yang menghubungkan wilayah barat dengan Kabupaten Tangerang, juga di wilayah
timur pada ruas jalan Babakan madang Tanjungsari,
Tabel 2.9 memperlihatkan wilayah-wilayah yang mempunyai potensi pengembangan pertanian lahan basah, Potensi
produksi pertanian lahan basah berdasarkian LQ >1 sebagian besar terdapat dengan sebaran lahan cukup luas di kecamatan
Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Caringin, Jonggol, Sukamakmur dan Cariu, pada wilayah ini
umumnya tersedia jaringan irigasi baik teknis maupun pedesaan disamping karekateristik lahannya yang cukup sesuai untuk
tanaman padi sawah,
2) Permasalahan
Pemanfaatan lahan untuk tanaman padi sawah di daerah ini memiliki sedikit hambatan karena adanya kerikil/batuan
pada permukaan tanah (stoniness), Pemanfaatan lahan untuk persawahan di dataran banjir dan dataran aluvial seperti yang ada
di kecamatan Tenjo, Parung Panjang, Jasinga, Cigudeg, dan Leuwiliang, Jonggol, Ciseeng meiliki hambatan adanya ancaman
banjir akibat meluapnya air sungai, Rendahnya produktivitas dan kualitas hasil pertanian, disebabkan belum meratanya
penerapan teknologi, kualitas SDM serta kurangnya minat generasi muda untuk terjun dalam usaha tani , dukungan sarana dan
prasarana pertanian yang belum memadai,disamping kekurangan modal, tingginya biaya operasional usaha pertanian,
Sedangkan disisi lain, terdapat keterbatasan lahan yang dimiliki petani (rata-rata 2500 m2 per keluarga),
3) Prospek :
Dengan melihat komoditi pertanian cukup potensil, perlu adanya usaha peningkatan keterampilan usaha tani yang
bukan saja mampu menghasilkan komoditas berkualitas dan bernilai tinggi, tapi juga mampu menghasilkan produk olahan
lanjutan yang memiliki nilai tambah, Selain itu perlu juga dikembangkan pasar lokal yang telah ada yang selama ini menjadi
outlet hasil pertanian, menjadi pusat pengumpul hasil pertanian dan sarana transaksi antara produsen dengan pedagang yang
terdekat dengan sentra produksi hasil pertanian tersebut,
Tabel 2.9
Potensi dan Produktifitas Padi di kabupaten Bogor
Padi Sawah Padi Gogo Total
NO KECAMATAN L,Panen Ha Produksi Ton L,Panen Ha Produksi Ton L,Panen Ha Produksi Ton
1 Tenjo 2,394,31 12,894,13 657,00 1,710,69 3,051,31 14,604,81
2 Parungpanjang 2,744,04 14,243,61 284,00 740,77 3,028,04 14,984,37
3 Jasinga 2,064,76 10,913,18 311,00 810,64 2,375,76 11,723,82
4 Cigudeg 4,471,56 24,133,39 47,00 123,16 4,518,56 24,256,55
5 Sukajaya 4,018,07 21,597,39 138,00 368,79 4,156,07 21,966,18
6 Nanggung 1,410,45 7,321,75 15,00 36,18 1,425,45 7,357,92
7 Rumpin 3,530,94 18,268,01 207,00 526,88 3,737,94 18,794,89
8 Leuwiliang 1,981,17 10,779,04 - - 1,981,17 10,779,04
9 Leuwisadeng 1,254,80 6,847,60 - - 1,254,80 6,847,60
10 Cibungbulang 3,090,89 16,766,10 - - 3,090,89 16,766,10
11 Pamijahan 6,253,85 34,139,41 - - 6,253,85 34,139,41
12 Ciampea 3,143,74 16,896,20 - - 3,143,74 16,896,20
13 Tenjolaya 1,711,18 9,132,73 - - 1,711,18 9,132,73
14 Gunungsindur 303,61 1,584,03 - - 303,61 1,584,03
15 Parung 638,93 3,370,49 - - 638,93 3,370,49
16 Ciseeng 911,80 4,747,63 - - 911,80 4,747,63
17 Bojonggede 268,06 1,408,61 - - 268,06 1,408,61
18 Tajurhalang 161,41 850,53 - - 161,41 850,53
19 Kemang 658,15 3,469,03 18,00 43,75 676,15 3,512,78
20 Rancabungur 499,62 2,626,82 9,00 21,59 508,62 2,648,41
21 Dramaga 1,269,22 6,722,71 - - 1,269,22 6,722,71
22 Ciomas 1,091,47 5,876,50 - - 1,091,47 5,876,50
23 Tamansari 1,136,63 6,126,39 58,00 144,05 1,194,63 6,270,44
24 Cijeruk 1,365,30 7,175,26 58,00 144,85 1,423,30 7,320,11
25 Cigombong 1,159,69 6,101,46 58,00 144,48 1,217,69 6,245,94
26 Caringin 2,642,20 13,988,55 25,00 61,38 2,667,20 14,049,93
27 Ciawi 1,274,02 6,799,69 - - 1,274,02 6,799,69
28 Megamendung 1,103,96 5,756,28 - - 1,103,96 5,756,28
29 Cisarua 333,40 1,780,20 - - 333,40 1,780,20
30 Sukaraja 359,34 1,913,18 - - 359,34 1,913,18
b. Tanaman Perkebunan
1) Potensi
Pengembangan pertanian tanaman perkebunan yang ada di Kabupaten Bogor disajikan di Tabel 2.10 Potensi
pengembangan tanaman perkebunan yang meliputi perkebunan besar swasta negara (PBSN) cukup luas mencapai 21,490 ha,
dengan komoditi unggulan Teh, Kelapa sawit, Pemanfaatan lahan umumnya merupakan daerah perbukitan denudasional
berbatuan tuf vulkanik masam dengan topopografi bergelombang hingga berbukit, tanahnya bertekstur halus, kedalaman solum >
100 cm, KTK sedang (17-24 me/100g), dan pH 6,1-6,6,
2) Permasalahan
Pengembangan untuk komoditi perkebunan termasuk kedalam kelas kesesuaian lahan sesuai bersyarat (S3) untuk
penggunaan lahan tanaman perkebunan, mempunyai faktor pembatas kesuburan tanah dan topografi, Sifat tanah masam,unsur
hara rendah, Untuk penggunaan bagi tanaman perkebunan, lahan tersebut mempunyai faktor pembatas topografi, Hambatan
faktor topografi ini dapat mengancam kerusakan tanah karena erosi,
3) Prospek
Wilayah yang memiliki nilai LQ> 1 terdapat pada wilayah Kecamatan Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, Ciawi,
Tanjungsari dan Rumpin,
Tabel 2.10
Potensi Pengembangan Tanaman Perkebunan
Tabel 2.11
Kegiatan Ekonomi Berdasarkan Hasil Produksi
Di Kabupaten Bogor Tahun 2006
Kacang Kacang
Padi Jagung Kedelai Tanah Sayuran Buah Perkebunan
No Kecamatan Total
Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml
(ton) LQ (ton) LQ (ton) LQ (ton) LQ (ton) LQ (ton) LQ (ton) LQ
1 Nanggung 10,458 1,43 34 0,25 2 0,70 43 1,19 575 1,85 173 0,13 0 0,00 14,054
2 Leuwiliang 17,186 0,95 0 0,00 0 0,00 37 0,41 202 0,26 1,163 0,36 1,321 7,97 34,773
3 Leuwisadeng 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 107 8,43 461 8,61 5 1,83 573
4 Pamijahan 37,310 1,62 0 0,00 0 0,00 13 0,11 1,073 1,10 174 0,04 528 2,51 44,159
5 Cibungbulang 17,900 1,19 0 0,00 0 0,00 60 0,81 1,045 1,63 103 0,04 22 0,16 28,922
6 Ciampea 29,003 0,88 81 0,13 0 0,00 60 0,37 127 0,09 158 0,03 0 0,00 63,089
7 Tenjolaya 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 386 4,15 0 0,00 0 0,00 386
8 Dramaga 6,717 1,01 319 2,61 1 0,39 9 0,28 2,147 7,63 451 0,38 26 0,43 12,696
9 Ciomas 5,850 1,41 0 0,00 0 0,00 53 2,59 81 0,46 9 0,01 0 0,00 7,946
10 Tamansari 6,626 0,94 1,139 8,78 7 2,57 137 3,96 160 0,54 2 0,00 0 0,00 13,472
11 Cijeruk 10,993 1,25 1,645 10,17 0 0,00 90 2,08 71 0,19 0 0,00 35 0,44 16,798
12 Cigombong 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 85 4,15 0 0,00 0 0,00 85
13 Caringin 14,327 1,12 0 0,00 0 0,00 55 0,87 3,381 6,20 363 0,16 0 0,00 24,610
14 Ciawi 6,647 1,20 0 0,00 0 0,00 32 1,17 175 0,75 83 0,08 1,390 27,52 10,594
15 Cisarua 2,262 0,74 206 3,63 7 5,87 23 1,52 2,659 20,38 174 0,32 0 0,00 5,890
16 Megamendung 5,141 0,67 937 6,63 48 16,17 93 2,47 417 1,28 355 0,26 0 0,00 14,672
17 Sukaraja 3,446 0,13 71 0,15 0 0,00 18 0,14 266 0,24 1,746 0,38 0 0,00 49,353
18 Babakan Madang 2,481 0,40 106 0,94 0 0,00 19 0,63 2 0,01 0 0,00 0 0,00 11,770
19 Sukamakmur 24,002 1,41 6 0,02 0 0,00 35 0,42 138 0,19 337 0,11 28 0,18 32,723
20 Cariu 59,688 1,76 217 0,35 0 0,00 85 0,51 201 0,14 3,255 0,54 1 0,00 65,054
21 Tanjungsari 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 116 0,91 5,247 9,79 375 13,71 5,738
22 Jonggol 40,447 1,78 107 0,25 0 0,00 45 0,40 612 0,63 251 0,06 0 0,00 43,639
23 Cileungsi 4,031 1,11 152 2,26 0 0,00 112 6,23 76 0,49 464 0,71 2 0,06 6,992
Kacang Kacang
Padi Jagung Kedelai Tanah Sayuran Buah Perkebunan
No Kecamatan Total
Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml
(ton) LQ (ton) LQ (ton) LQ (ton) LQ (ton) LQ (ton) LQ (ton) LQ
24 Klapanunggal 5,065 1,70 56 1,02 0 0,00 8 0,55 50 0,40 137 0,26 0 0,00 5,701
25 Gunung Putri 864 0,52 3 0,10 0 0,00 32 3,90 35 0,50 483 1,62 6 0,39 3,192
26 Citeureup 2,681 0,50 0 0,00 0 0,00 13 0,49 284 1,24 690 0,72 25 0,51 10,303
27 Cibinong 1,055 0,14 539 3,85 0 0,00 44 1,18 0 0,00 17 0,01 0 0,00 14,523
28 Bojonggede 2,383 0,96 0 0,00 0 0,00 77 6,26 20 0,19 45 0,10 0 0,00 4,782
29 Tajurhalang 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 16 5,27 100 7,81 21 #### 137
30 Kemang 4,525 0,72 0 0,00 41 16,76 126 4,05 145 0,54 0 0,00 1 0,02 12,090
31 Rancabungur 4,263 0,83 791 8,30 17 8,49 80 3,14 62 0,28 209 0,23 0 0,00 9,896
32 Parung 3,558 0,80 0 0,00 2 1,15 59 2,68 17 0,09 128 0,16 3 0,07 8,570
33 Ciseeng 8,923 1,00 620 3,76 21 6,06 177 4,02 0 0,00 25 0,02 8 0,10 17,126
34 Gunung Sindur 3,314 0,52 725 6,15 1 0,40 220 6,99 124 0,46 77 0,07 0 0,00 12,244
35 Rumpin 20,175 1,65 295 1,31 9 1,90 44 0,73 257 0,49 263 0,12 345 3,09 23,441
36 Cigudeg 23,674 1,53 0 0,00 2 0,33 37 0,48 1,233 1,87 898 0,32 0 0,00 29,716
37 Sukajaya 19,902 1,38 0 0,00 0 0,00 8 0,11 978 1,60 15 0,01 0 0,00 27,553
38 Jasinga 19,823 0,43 160 0,19 12 0,67 82 0,36 729 0,37 63,201 7,60 4 0,01 89,025
39 Tenjo 13,155 1,46 165 0,99 6 1,72 34 0,77 50 0,13 14 0,01 0 0,00 17,232
40 Parung Panjang 15,739 0,40 0 0,00 0 0,00 176 0,90 1,163 0,69 0 0,00 0 0,00 76,216
Total 453,614 8,374 176 2,236 19,265 81,271 4,146 869,735
Sumber: Hasil Analisa, 2006
c. Peternakan
1. Potensi :
Di sektor peternakan, Kabupaten Bogor juga memiliki potensi yang cukup besar, Dilihat dari segi populasi, jenis ternak
besar yang jumlahnya paling banyak adalah kerbau, ternak kecil adalah domba dan jenis unggas adalah ayam pedaging, potensi
peternakan di Kabupaten Bogor seperti diuraikan dibawah ini,
Tabel 2.12
Keragaan Populasi Hewan Ternak (ekor)
NO Hewan Ternak Popluasi
1 Sapi perah 1,674
2 Sapi Potong 704
3 Kerbau 12,100
4 Kambing 28,572
5 Domba 61,924
6 Ayam Buras 360,635
7 Ayam petelur 841,580
8 Ayam Pedaging 10,027,164
9 Itik 21,010
Sumber : Dinas Peternakan Kab, Bogor, Tahun 2005
a. Ternak Besar
Sapi Perah
Populasi ternak sapi perah di Kabupaten Bogor terdapat di Kecamatan Leuwiliang, Ciampea, Cibungbulang, Pamijahan, Cisarua
dan Ciawi, Sentra peternakan di kabupaten Bogor terdapat di Kecamatan Cibungbulang dan Cisarua, dengan populasi sekitar
sapi perah 962 ekor atau sekitar 54,04 % dari total populasi tahun 2000,
Pada tahun 1998 populasi sapi perah di Kecamatan Cibungbulang sempat mencapai angka tertinggi sebesar 1,040 ekor atau
sebesar 69,19% dari total populasi,
Sapi Potong
Populasi ternak sapi potong di Kabupaten Bogor banyak terdapat di Jasinga, Parung Panjang, Cigudeg, Rumpin, Cibungbulang,
dan Pamijahan, Dari sepuluh wilayah yang ada, Kecamatan Rumpin memiliki populasi sapi potong terbesar yaitu 418 ekor atau
sekitar 81,48 % dari total populasi tahun 2000, Perkembangan populasi ternak sapi potong Pada tahun 1997 di Kecamatan Rumpin
sempat mencapai angka tertinggi sebesar 726 ekor atau sebesar 87,15% dari total populasi,
b. Ternak Kecil
Kambing
Populasi ternak kecil terdapat di semua Kabupaten Bogor, Wilayah kecamatan dengan populasi terbanyak meliputi Citeureup,
Sukaraja, Babakanmadang, Jonggol, Cariu, Pamijahan, Jasinga, dan Cigudeg,
Peluang perkembangan populasi ternak kecil Kabupaten Bogor terdapat pada wilayah Kecamatan Cariu dan Babakanmadang,,
Tabel 2.13
Populasi Ternak Kecil Kabupaten Bogor
Popoulasi (Tahun 2007)
No Kecamatan Popoulasi (Tahun 2007)
Kambing Domba No Kecamatan
Kambing Domba
1 Cibinong 3,770 1,609
21 Nanggung 1,873 5,496
2 Gunung Putri 3,790 4,022
22 Cigudeg 4,345 11,209
3 Citeureup 8,437 7,922
23 Tenjo 2,683 1,674
4 Sukaraja 1,716 6,608
24 Ciawi 1,149 4,354
5 Babakan Madang 8,686 4,015
25 Cisarua 3,968 6,281
6 Jonggol 4,372 12,153
26 Megamendung 1,870 5,661
7 Cileungsi 3,630 5,274
27 Caringin 2,180 5,276
8 Cariu 3,023 22,736
28 Cijeruk 2,356 6,332
9 Sukamakmur 5,999 7,656
29 Ciomas 899 4,325
10 Parung 1,543 1,498
30 Dramaga 476 3,223
11 Gunung Sindur 5,413 1,970
31 Tamansari 701 2,018
12 Kemang 874 2,064
32 Klapanunggal 4,357 4,267
13 Bojonggede 3,592 2,851
33 Ciseeng 1,851 3,707
14 Leuwiliang 2,013 4,352
34 Rancabungur 1,967 6,963
15 Ciampea 1,553 5,017
35 Sukajaya 2,836 8,804
16 Cibungbulang 1,526 5,539
36 Tanjungsari 1,641 9,912
17 Pamijahan 3,357 10,220
37 Tajurhalang 4,102 3,004
18 Rumpin 6,121 6,305
38 Cigombong 2,393 5,327
19 Jasinga 5,438 4,917
39 Leuwisadeng 1,345 2,458
20 Parungpanjang 1,349 1,630
40 Tenjolaya 1,061 1,818
JUMLAH 120,255 220,467
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan, 2007
c. Ternak Unggas
Potensi populasi ternak ayam di Kabupaten Bogor tersebar hampir di seluruh wilayah, dengan populasi terbanyak terdapat
di wilayah Kecamatan Rumpin, Gunungsindur,
Permasalahan pengembangan usaha peternakan ayam yang dihadapi saat ini adanya tekanan lingkungan seiring dengan
pesatnya perkembangan kegiatan perkotaan (perumahan dan industri) yang mendesak kegiatan usaha ternak ayam yang sudah
ada agak terganggu,
Permasalahan yang dihadapi khususnya iuntuk pengembangan usaha ternak ayam, belum terintegrasinya kegiatan ini
dengan kegiatan pertanian lainnya sebagai bagian dari kegiatan perdesaan,
Peluang pengembangan peternakan ayam bagi terwujudnya usaha ternak yang didukung oleh lingkungannya dapat
dikembangkan pada lokasi/wilayah yang asaat ini berpotensi dan didukung oleh lingkungannya antara lain pada wilayah
Kecamatan Parungpanjang, Rumpin, Jonggol, Cariu dan Sukamakmur,
Tabel 2.14
Perkembangan Populasi Ternak Ayam di Kabupaten Bogor
PETELUR PEDAGING
No Kecamatan
2002 2003 2004 2005 2006 2002 2003 2004 2005 2006
1 Cibinong 81,500 40,000 74,000 69,500 78,000 82,500 91,500 154,800 133,928 86,070
3 Citeureup - 36,000 - - - 9,000 11,000 12,000 9,661 6,086
4 Sukaraja - - - - - 91,000 91,000 49,000 40,945 94,763
Babakan
5 Madang 36,000 41,590 44,000 44,000 40,000 40,000 40,000 34,030 7,923 39,123
6 Jonggol 46,000 60,590 85,000 113,200 100,000 18,000 96,000 114,500 160,867 95,633
7 Cileungsi 35,750 41,340 42,000 28,000 31,500 28,000 85,000 103,000 17,482 7,825
8 Cariu 16,000 21,590 45,000 65,000 40,000 85,500 26,000 292,000 447,635 209,523
9 Sukamakmur - - - - - 18,000 20,000 48,500 21,827 13,041
10 Parung 467,600 219,090 104,900 213,000 278,000 54,200 179,000 304,000 244,726 195,613
11 Gunung Sindur 1,130,400 1,620,590 1,346,000 951,000 959,000 446,500 573,623 555,800 999,018 980,672
12 Kemang 221,500 220,090 218,000 370,600 197,900 230,700 131,000 285,000 726,586 239,952
13 Bojonggede 231,625 160,590 363,950 155,000 - 680,000 313,000 678,074 1,052,461 311,242
PETELUR PEDAGING
No Kecamatan
2002 2003 2004 2005 2006 2002 2003 2004 2005 2006
14 Leuwiliang 10,000 16,301 - - - 393,500 580,000 312,000 358,571 194,743
15 Ciampea 4,640 4,970 - - - 143,650 410,000 98,000 210,406 246,907
16 Cibungbulang - - 50,000 40,000 40,000 383,500 480,500 282,000 320,774 362,536
17 Pamijahan - - - - - 131,350 375,000 148,500 236,043 858,088
18 Rumpin 592,080 516,590 642,000 620,000 565,000 449,000 461,700 349,000 357,261 132,147
19 Jasinga 86,000 95,590 70,000 50,000 60,000 24,000 34,000 159,000 122,631 95,633
20 Parungpanjang 107,407 123,601 78,800 78,000 75,000 295,001 295,000 244,000 232,993 185,180
21 Nanggung - - - - 2,500 222,000 113,000 115,000 66,494 192,133
22 Cigudeg 40,500 39,590 75,000 90,000 140,000 55,000 63,000 79,000 75,966 72,159
23 Tenjo 46,000 48,090 45,054 72,000 71,000 15,000 55,000 99,000 39,207 69,551
24 Ciawi - - - - - 229,000 72,000 260,000 205,186 301,678
25 Cisarua 30,500 40,820 - - - 24,800 25,000 61,000 57,456 40,861
26 Megamendung 70,000 45,590 40,000 40,000 40,000 194,750 83,500 161,500 199,103 178,225
27 Caringin - - - 10,000 3,000 108,000 342,000 522,500 312,942 259,078
28 Cijeruk - - - - 15,000 834,000 596,000 376,000 418,057 208,654
30 Dramaga 25,800 33,190 - 2,500 3,500 125,000 203,000 408,500 278,617 329,499
31 Tamansari 60,000 69,850 63,000 5,000 30,000 117,000 20,000 122,000 33,993 43,469
32 Klapanunggal - - - - - 51,250 52,700 93,000 60,932 47,382
33 Ciseeng - 40,590 52,400 36,000 37,300 259,500 75,000 368,100 479,790 340,801
34 Rancabungur - - - - - 53,907 60,000 82,000 351,178 304,286
35 Sukajaya - - - - - - - 10,000 8,792 25,212
36 Tanjungsari 12,000 652,042
37 Tajurhalang 195,000 430,348
38 Cigombong - 113,021
39 Leuwisadeng 9,000 259,948
JUMLAH 3,376,302 3,581,432 3,439,104 3,055,300 3,022,700 5,902,608 6,070,608 7,028,804 8,294,000 8,257,900
2. Masalah :
Permasalahan dalam usaha ternak kecil adalah; penyediaan bibit ternak yang masih rendah, kualitas pakan yang rendah,
serta sistem perkandangan yang kurang memadai untuk berkembangnya ternak Kambing/Domba,
Sedangkan permasalahan pada ternak jenis unggas adalah ; belum optimalnya program vaksinasi ternak, cara
pemeliharaan yang masih tradisional, dan kualitas pakan rendah,
3. Prospek :
Usaha yang diperlukan dalam pengembangan peternakan meliputi; penyuluhan yang intensif tentang teknik budidaya
ternak dan unggas serta pencarian bibit ternak yang baik, sehingga dapat menghasilkan produksi ternak yang lebih baik pula,
d. Perikanan
1.Ikan Air Tawar
Potensi perikanan Kabupaten Bogor yang meliputi ikan air deras, keramba, air tenang (kolam), dengan produksi terbanyak
sampai tahun 2006 terdapat pada wilayah Kecamatan , Wilayah-wilayah kecamatan sentra produksi perikanan sawah antara lain
Ciampea, Pamijahan, Ciungbulang, Leuwiliang, dan Jasinga, Produksi Perikanan sawah di wilayah Kecamatan Ciampea yaitu
sebesar 105 ton dan di wilayah Kecamatan Pamijahan sempat mencapai angka tertinggi yaitu sebesar 133 ton,
Tabel 2.15
Produksi Perikanan Sawah di Kabupaten Bogor
2.Ikan Hias
Berdasarkan Tabel di bawah terlihat bahwa ada dua wilayah kecamatan penghasil ikan hias yaitu Ciampea dan
Cibungbulang, Pada tahun 2005 produksi ikan hias di wilayah Kecamatan Ciampea mencapai 24,691 ekor (95,66%) lebih tinggi
dibanding Cibungbulang yang hanya 847 ekor (3,28% dari total ikan hias),
Tabel 2.16
Produksi Ikan Hiasdi Kabupaten Bogor
TAHUN 2005
NO KECAMATAN MAS LELE GURAME IKAN HIAS
(Ton) (Ton) (Ton) ( RE )
1 Cibinong 38,50 23,10 15,40 3,288,00
2 Gunung Putri 1,80 2,70 4,50 -
3 Citeureup 16,50 9,90 6,60 -
4 Sukaraja 62,50 41,70 34,75 70,00
5 Babakan Madang 4,00 2,40 1,60 -
6 Jonggol 9,75 - 29,25 -
7 Cileungsi 10,50 - 3,50 -
8 Cariu 12,60 - 5,40 8,00
9 Sukamakmur 7,50 2,50 - -
10 Parung - 213,20 319,80 -
11 Gunung Sindur - 786,80 337,20 -
12 Kemang 68,75 68,75 137,50 49,00
13 Bojonggede 23,00 32,20 36,80 5,00
14 Leuwiliang 46,80 40,95 29,25 4,00
15 Ciampea 73,35 40,75 48,90 142,00
16 Cibungbulang 221,40 123,00 147,60 7,578,00
17 Pamijahan 399,00 159,60 239,40 11,00
18 Rumpin 8,25 9,90 13,20 -
19 Jasinga 1,35 1,05 0,75 -
20 Parungpanjang 1,20 0,80 - -
21 Nanggung 13,50 - 4,50 -
22 Cigudeg 31,85 - 17,15 -
23 Tenjo 2,00 - - -
24 Ciawi 12,60 5,25 3,15 -
TAHUN 2005
NO KECAMATAN MAS LELE GURAME IKAN HIAS
(Ton) (Ton) (Ton) ( RE )
25 Cisarua 2,10 0,30 0,60 -
26 Megamendung 0,60 0,90 0,50 -
27 Caringin 57,60 9,60 28,80 84,00
28 Cijeruk 19,80 8,25 4,95 502,00
29 Ciomas 29,70 16,50 19,80 42,310,00
30 Dramaga 96,30 32,10 85,60 11,402,00
31 Tamansari 3,30 2,20 5,50 -
32 Klapanunggal 87,25 29,25 - 6,831,00
33 Ciseeng - 375,60 250,40 -
34 Rancabungur 20,60 51,50 30,90 35,00
35 Sukajaya 35,10 - 18,90 -
36 Tanjungsari 9,10 - 3,90 -
37 Tajurhalang 35,00 49,00 56,00 56,00
38 Cigombong 108,60 45,25 27,15 -
39 Leuwisadeng 8,80 5,50 7,70 -
40 Tenjolaya 213,75 118,75 142,50 148,00
JUMLAH 1,794,30 2,309,25 2,119,40 72,524,00
2. Pariwisata
1) Potensi :
Potensi pariwisata di Kabupaten Bogor memiliki beragam bentuk obyek wisata yang tersebar
diseluruh wilayah Kabupaten Bogor meliputi objek wisata alam, budaya maupun kegiatan wisata
lainnya, Lokasi penyebaran objek wisata di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada tabel berikut.
Gambar 2.11
Peta Kawasan Hutan Kabupaten Bogor
1) Hutan Produksi
Merujuk pada UU No, 41 Tahun 1999 yang dimaksud dengan hutan produksi adalah kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan, Berdasarkan hasil analisis citra landsar TM 7 (perekaman 16 Mei
1999) kondisi vegetasi hutan pada kawasan hutan produksi, menunjukkan bahwa 8,67 % dari luas kawasan hutan
produksi 25.912,29 Ha atau merupakan kawasan hutan bervegetasi hutan (berhutan).
2) Hutan Lindung
Berdasarkan UU No, 41 Tahun 1999 yang dimaksud dengan hutan lindung adalah kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah, Merujuk peta Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Bogor hasil analisis citra landsar TM 7 (perekaman 16 Mei 1999) kondisi vegetasi hutan pada kawasan
hutan lindung.
Luas kawasan hutan lindung seluas 58.134,73 Ha atau 19,45 % merupakan kawasan hutan bervegetasi hutan
(berhutan), dengan kondisi vegetasi termasuk kelas hutan lebat, Dengan demikian kondisi hutan lindung di Kabupaten
Bogor Wilayah Barat ini termasuk masih baik,
Tabel 2.18
Data luas masing-masing DAS dan Wilayah administrasi
NO DAS/SUB DAS LUAS (Ha)
1 Cisadane 124.013
a. Cisadane Hulu 85.426
b. Cisadane Tengah 19.565
c. Cisadane Hilir 19.022
2 Ciliwung 28.636
a. Ciliwung Hulu 14.876
b. Ciliwung Tengah 13.76
3 Kali Bekasi 41.173
4 Citarum Hilir/Cibeet 85.196
5 Cidurian 44.454
Cidurian Hulu 34.784
6 Ciujung/Ciujung Hulu 9.67
7 Cimanceuri/Cimanceuri Hulu 22.498
Pada umumnya aliran sungai dari DAS yang berda di Kabupaten Bogor memiliki pola aliran denritik dibagian tengah
dan radial di hulunya dengan tingkat kerapatan drainase sedang hingga rendah,
b. Air Permukaan
Sumberdaya air permukaan dalam Kabupaten Bogor terdiri dari air sungai dan air genangan/situ/danau, baik alam
maupun buatan,
Sungai-sungai yang ada, pada umumnya mempunyai hulu di bagian selatan, yaitu pada bagian tubuh pegunungan
seperti di sekitar Gunung Salak, Gunung Gede-Pangranggo dan Gunung Halimun, Karakteristik aliran sungai secara umum
mengalir sepanjang tahun, pada waktu musim hujan mempunyai debit yang besar dan mengakibatkan banjir setempat, Pada
waktu musim kemarau, di beberapa alur sungai menunjukkan kecenderungan kondisi surut minimum,
Berdasarkan hasil analisis ketersediaan air, pada umumnya sungai-sungai di wilayah ini mempunyai debit minimum
pada bulan Agustus dan maksimum di bulan januari di sepanjang tahunnya, Debit minimum bervariasi dari 0,610 7,658
m3/det dan maksimum 23,320 261,790 m3/det, Sungai Cisadane, Cidurian, Ciujung, dan Cimanceuri adalah merupakan
sungai utama yang masih cukup potensial untuk dikembangkan dan dimanfaatkan, Dari hasil Studi Potensi Sumberdaya Air dan
Pemanfaatannya Tahun 1998, sungai-sungai tersebut mempunyai potensi debit andalan dengan peluang 80 % rata-rata dimusim
kemarau bervariasi antara 1,06 8,73 m3/det, dan rata-rata tahunan bervariasi antara 2,22 12,91 m3/det, Untuk
pengembangan pemanfaatan air sungai ke depan pengelolaan dan pengendalian daerah hulu perlu mendapat perhatian
terutama pengendalian konversi perubahan penggunaan lahan, Hal ini mengingat ratio antara debit aliran maksimum dan
minimum sudah mendekati tahap kritis,
Kondisi fisik sungai-sungai di DAS dan Sub DAS di bagian selatan umumnya memiliki beda tinggi antara dasar
sungai dengan lahan disekitar berkisar antara 3,0 5,0 m, sehingga aliran sungai berpotensi untuk meluap disekitarnya, baik
akibat banjir maupun arus balik akibat pembendungan, Sedangkan untuk bagian utara-barat (Cimanceuri dan Cidurian Hilir)
beda tinggi anatara dasar sungai dan lahan bantaran disekitarnya umumnya > 5 m , sehingga umumnya menyulitkan untuk
pengambilan langsung, maupun pembendungan,
Di Bagian hulu dari Sungai Cidurian sudah dikembangkan daerah-daerah irigasi seluas 22,959 Ha untuk irigasi desa
dan 1,381 Ha irigasi pemerintah memanfaatkan adanya Bendung Cidurian dan Bendung Karacak di sungai Cianten serta ada
pula pengambilan bebas (free intake), Daerah irigasi ini tersebar di Kecamatan Jasinga, Cigudeg, Sukajaya, Parung Panjang,
Nanggung, dan Tenjo untuk Cabang Dinas Jasinga, Kecamatan Rumpin, Ciampea, Cibungbulang, Leuwiliang dan Pamijahan
untuk Cabang Dinas Leuwiliang, Irigasi desa umumnya berfungsi sebagai suplesi yang memanfaatkan sungai Cikaniki,
Cianten, Ciapus, Ciampea dan Cidurian, Pemanfaatan air dengan pengambilan air sungai secara langsung untuk air minum
umumnya dilakukan oleh masyarakat secara sporadis di beberapa tempat seperti Sungai Cikaniki, cianten, Ciampea dan
Ciapus, Secara umum kualitas air permukaan di Kabupaten Bogor masih cukup baik, dalam artian belum ada pencemaran
oleh industri yang menguatirkan,
Berdasarkan hasil studi Preliminary Stydy on Ciliwung Cisadane Flood Control Project, 2001 di Kabupaten Bogor
terdapat lokasi yang berpotensi untuk pembuatan waduk yaitu Waduk Sodong dan Waduk Parung Badak, Waduk ini
berfungsi sebagai pengendali banjir maupun irigasi, Rencana waduk Sodong berlokasi di Sungai Cikaniki Kecamatan
Leuwiliang, anak sungai Cisadane dengan potensi genangan 3,069 km2 dan volume 24,027 juta m3, Sedangkan Waduk Parung
Badak berada di bagian Hulu Sungai Cisadane di Kecamatan Rancabungur, dengan potensi genangan 2,75 km2 dan volume
40,069 juta m3,
c. Danau / Situ,
Disamping sungai-sungai alam yang berada dalam Kabupaten Bogor, bentuk sumber air permukaan lain yang ada di
wilayah studi berupa Situ atau danau, baik Situ alam maupun buatan, Berdasarkan studi sebelumnya yang pernah dilakukan
oleh Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane, Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan
Umum pada Tahun 1998, hasil inventarisasi menunjukkan bahwa dalam Wilayah Kabupaten Bogor (termasuk Depok)
terdapat 122 (seratus dua puluh dua) unit Situ, yang tersebar dalam wilayah Kecamatan Parung Panjang, Jasinga, Cigudeg,
Nanggung, Leuwiliang, Ciampea, Rumpin, Parung, Bojonggede, Semplak, Cisarua, Cibinong, Beji, Pancoran Mas, Sukmajaya,
Cimanggis, Gunung Putri, Cileungsi, Kedung Halang, Citeurep, Cijeruk, dan Jonggol, Dari jumlah tersebut 68 % dapat
dikatakan sudah rusak, Sedangkan untuk Kabupaten Bogor, sesuai dengan data pada Tabel 2,31 terdapat 45 (empat puluh
lima) unit Situ, yang tersebar dalam tujuh kecamatan dengan luasan berkisar antara 0,50 15,33 Ha,
Secara garis besar penyebab kerusakan situ di wilayah JABOTABEK adalah :
- Kerusakan yang disebabkan oleh perubahan tataguna lahan
- Kerusakan akibat kondisi hidrologis
- Seperti sedimentasi dan berkurangnya debit aliran yang masuk
- Ketidakjelasan pola pengelolaan
- Kurangnya kesadaran masyarakat
Dari segi topografi wilayah masih ada beberapa lokasi yang memungkinkan memungkinkan untuk di kembangkan
situ-situ buatan yang dapat dimanfaatkan sebagai tampungan air baku, resapan air, maupun pengendali banjir (Retarding
Basin),
d. Air Tanah
Air tanah merupakan sumber alam yang potensinya, menyangkut kuantitas dan kualitasnya, tergantung pada kondisi
lingkungan tempat proses pengimbuhan (groundwater recharge), pengaliran (groundwater flow), dan pelepasan air bawah
tanah (groundwater discharge) berlangsung pada suatu wadah yang disebut cekungan air bawah tanah,
Mengacu pada peta hidrogeologi Kabupaten Bogor yang telah dipetakan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan dan
Departeman Pekerjaan Umum, maka kondisi air tanah di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar (2.9Peta Potensi Air
Tanah),
Berdasarkan peta potensi air tanah skala 1 : 100,000 tersebut Kabupaten Bogor terlihat mempunyai wilayah air tanah
langka cukup luas, hal ini dikarenakan potensi air tanah kurang dari 5 liter/detik dikelompokan pada wilayah air tanah
langka,
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, air tanah di Kabupaten Bogor dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 2.12
Peta Air Tanah Kabupaten Bogor
Dari hasil pendugaan geolistrik dan dibandingkan dengan kondisi geologi dan hidrogeologi setempat didapat korelasi
antara batuan dan tahanan jenis yang dijelaskan berurutan dari atas ke bawah sebagai berikut :
Pada lapisan paling atas adalah lapisan yang mempunyai (nilai tahanan jenis 5,8-49 m), Lapisan ini sebagai lapisan
tanah penutup yang merupakan bagian dari endapan danau (nilai tehanan jenis 20-49 m), yang umumnya halus hingga
kasar, ketebalan maksimum 1,60 meter,
Dibawahnya ada kelompok lapisan yang mempunyai nilai tahanan jenis dari 2,6-27 m, Kelompok lapisan ini
ditafsirkan sebagai saling silang antara lempung dan lempung pasiran yang didalamnya terdapat lensa-lensa pasir dengan
ketebalan maksimum 5 m, Kelompok ini termasuk kedalam endapan danau dengan ketebalan dari 7 hingga 45 meter,
Dibawahnya lagi diketemukan lapisan yang mempunyai jenis dari 22,5 - 160 m, Lapisan ini ditafsirkan sebagai
lapisan breksi tufaan yang merupakan bagian dari endapan gunungapi, Lapisan ini tersebar secara merata dilokasi tapak
proyek dengan ketebalan dari 10 hingga 150 m yang menebal ke arah selatan,
Dibawahnya lagi diketemukan lapisan yang mempunyai nilai tahanan jenis antara 4,4 -13,5 m, Lapisan ini ditafsirkan
sebagai lapisan pasir tufaan yang merupakan bagian dari satuan gunungapi, Sebaran dari lapisan ini merata dilokasi tapak
dengan ketebalan 80 hingga 90 m dengan menebal kearah selatan,
Paling bawah adalah lapisan dengan nilai tahanan jenis antara 1,4 - 2,9 m, Lapisan ini ditafsirkan sebagai lapisan pasir
tufaan yang merupakan bagian dari satuan gunung api, Sebaran dari lapisan ini merata dilokasi tapak dengan ketebalan 80
hingga 90 m dengan menebal kearah selatan,
Dari urutan stratigrafi tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dapat bertindak sebagai akuifer yang
potensial adalah:
- Lapisan breksi tufaan diperkirakan bisa bertindak sebagai lapisan akuifer dengan dimensi yang cukup tebal dan
potensinya cukup baik,
- Lapisan breksi tufaan yang berada diantara dua lapisan yang relatif kedap air bisa memberikan kondisi airtanah yang
dikandungnya bersifat tertekan.
Permasalahan
Pemanfaatan sumberdaya air Kabupaten Bogor dihadapkan kepada penggunaan air untuk kepentingan AMDK, menjadi lebih
besar dari pada pemanfaatan/penggunaan air untuk kepentingan kelanjutan bahan baku pertanian. Hal ini dapat dilihat
ketidak mantapannya air sungai, yang dicirikan dengan cepatnya kering sungai-sungai yang ada, semakin sulitnya
penyediaan air bersih melalui pembangunan IPLT
A. Mata Air
Jumlah mata air di wilayah Kabupaten Bogor yang sudah terdata (diketahui) sekitar 80 mata air besar, sedang dan kecil,
tersebar pada beberapa wilayah kecamatan pada kawasan kaki gunung Salak dan gunung pangrango.
Tabel 2. 19
Jumlah mata air di wilayah Kabupaten Bogor
Gambar 2.13
Peta Lokasi sebaran mata air
Sejalan dengan hal tersebut tentunya membutuhkaan sejumlah bahan galian bangunan yang memadai, dan selalu
meningkat kebutuhannya, Demikian juga daerah Kabupaten Bogor yang secara geografis terletak di selatan Ibukota negara
yang bertindak sebagai penyangga berbagai kegiatan pembangunan di ibukota Jakarta dan sekitarnya, Oleh karena itu
keberadaan bahan galian bangunan di wilayah Kabupaten Bogor menjadi komoditas vital yang diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan kegiatan pembangunan, baik di wilayah Bogor sendiri maupun di seputar Jakarta,
1) Batu Belah
Batu Gunung sebagian besar terbentuk dari batuan terobosan ( intrusi ) seperti andesit, basalt, dan dasit, Namun
ada pula berasal dari hasil kegiatan vulkanik seperti lava dan komponen-komponen breksi vulkanik,
Potensi Batu belah di Kabupaten Bogor cukup besar dengan luas penyebaran 42,250,1434 ha terdiri dari 220,75 ha
untuk luas batuan intrusi dan 42,250,144 ha untuk batuan lava,
Lokasi dan deskripsi dari bahan galian tersebut adalah sebagai berikut :
Kecamatan Rumpin
Sebaran meliputi komplek Gunung Manceuri diantaranya G, Nyungcung, G,Maloko, G, Eundeur dan G, Suling, G,
Punyuh, G, Pangangkang, G, Kasing dan G, Dongkal, yang berasal dari batuan beku instrusi dan aliran lava lebih baik jika
dibandingkan dengan batu andesit yang berasal dari komponen-komponen breksi volkanik, Tanah breksi volkanik
tebalnya sekitar 2 7 m, dan beberapa tempat komponennya terdapat relatif sedikit tertanam dalam masa dasar pasir
tufaan, sehingga dapat mengurangi nilai ekonominya,
Kecamatan Cigudeg
Sebaran batu belah di daerah ini merupakan bagian dari komplek Gunung Manceuri yang meliputi G, Sudamanik,
G, Tenjoleat, Pasir Rahong dan G, Tala Sigelap, Diperkirakan jumlah cadangan sebesar 51 juta m3,
Sedangkan batu belah yang berada di G, Rahong dan sekitarnya berupa lava andesit, warna bervariasi dari abu-abu
sampai kehitman, bertekstur porfiritik, sebagian terdapat rongga-rongga halus, kelulusan kecil, penggalian sukar,
Cadangan yang ada di Gunung Rahong sebesar 7 juta m3 dan Gunung Sigelap sebesar 102 juta m3, Kualitas cukup baik
sebagai bahan bangunan, alas jalan maupun bangunan teknik sipil lainnya, Secara keseluruhan cadangan yang ada di
Kecamatan Cigudeg adalah sekitar 228 m3,
Kecamatan Leuwiliang
Sebaran meliputi sekitar di Gunung Sodong, S, Citempuan bagian Utara dan Selatan dan G, Galuga, Batu belah ini
merupakan hasil intrusi basalt dan diperkirakan ada 2 (dua) lapisan basalt yang dipisahkan oleh lapisan tufa, Di Cadas
Gantung tebal lapisan diperkirakan 10 sampai 15 meter, sedangkan tempat-tempat lain lebih tipis, Perhitungan cadangan
perkiraan Gunung Sodong: 2,576,780 m3 , Bila berat jenis rata-rata basalt adalah 2,88, maka cadangan basalt ini (lapisan atas
dan bawah) adalah 7,369,590 metrik ton, Mutu basalt ini memenuhi syarat untuk bahan bangunan, khususnya sebagai
pengeras jalan,
Perkiraan cadangan untuk Kecamatan Leuwiliang diperkirakan 119,5 juta m3 ,
Sebagai kendala endapan fosfat guano ini menjadi tidak ekonomis disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : Cara
terdapat endapan tersebut di dalam gua-gua batugamping yang tersebar diberbagai tempat dengan cadangan kecil,
penggaliannya di dalam gua sulit dilakukan dan pada umumnya kadar P2O5 kebanyakan rendah,
5) Bentonit
Lokasi endapan bentonit di daerah penyelidikan, meliputi Kecamatan Jasinga dengan potensi diperkirakan sebesar
983,500 ton, sedangkan di Kecamatan Nanggung yang tersebar di desa Nanggung, desa Curug Bitung, desa Bantakaret,
desa Cisarua, desa Malasari yang kesemuanya terletak di Kecamatan Nanggung dengan luas lahan 212,015 m2 dan
cadangan diperkirakan puluhan ribu ton,
6) Zeolit
Endapan zeolit di daerah Kabupaten Bogor terdapat di desa Nanggung Kecamatan Nanggung, Endapan zeolit
tersebut membentuk morfologi perbukitan bergelombang, dalam batuan formasi Bojongmanik, Mineral Zeolit dalam
endapan ini terutama jenis klipnotibolit dan sedikit mordenit, sedang minerl lainnya terdiri dari kuarsa, kristobalit dan
plagioklas, Luas sebaran yang diketahui adalah 287,558 m2 dengan perkiraan cadangan jutaan ton,
7) Batubara
Daerah yang mengindikasikan terdapatnya batubara adalah diantara Kec, Nanggung dan Kecamatan Cigudeg
yaitu di desa Pekapuran antara sungai Cikaniki dan Sungai Cidurian, Pada daerah-daerah yang terindikasi mempunyai
lapisan batubara, Indiskasi cadangan secara hipotetik diperkirakan 111,911 ton,
Batubara muda berupa Lignit ditemukan di sekitar kampung Babakan Rajeg, S, Cilampeong (Batok), S, Cilalay
(Singabraja) dan pasirmadang, Tebal lapisan antara 30-60 cm terkadang menerus atau membaji kemiringan lapisan hampir
mendatar sekitar 5-10 dan pada umunya berada 1-1,5 m di bawah permukaan, ditemukan lebih dari 1 lapisan, luas
sebaran 22,9252 ha,
8) Timbal
Timbal yang terdapat di Kabupaten Bogor tersebar di sekitar Gunung Limbung Kecamatan Jasinga dengan potensi
cadangan sebesar 3,500,000 ton dan di Gunung Gede yang termasuk Kecamatan Jasinga dan Cigudeg mempunyai potensi
cadangan sebesar 1,460,935 ton dan saat ini eksplorasi lanjutan sedang berlanjut, Sedangkan yang ada di Gn, Mas Kenyala
potensinya adalah indikasi terunjuk yang terdapat pada urat kuarsa pada granit-granodiorit dan tufa,
Tabel 2.20
Potensi Sumber Daya Mineral Di Wilayah Kabupaten Bogor
b. Permasalahan
Kegiatan penambangan di Kabupaten Bogor baik langsung maupun tidak langsung mendorong kegiatan usaha di
bidang pertambangan dapat memberikan manfaat secara sosial ekonomi bagi masyarakat dalam hal penyediaan lapangan
kerja.
Kegiatan penambangan khususnya Galian C (pasir) yang paling banyak diusahakan di wilayah Kjabupaten Bogor,
yang secara perlahan tapi pasti akan berpengaruh terhadap timbulnya kerusakan atau ketidakseimbangan lingkungan fisik
sekitarnya, khususnya penambangan galian pasir yang menghasilkan produk berbentuk lubang penambangan yang besar
dengan radius dapat mencapai ratusan meter akan menyebabkan bentuk draw down yang yang menurun secara luas juga,
sehingga berdampak secara umum kepada penurunan muka air tanah.
Prakiraan dampak lain yang mungkin dapat terjadi adalah berupa dampak lokal disekitar lokasi tambang, yaitu berupa
longsoran tebing. Longsoran tebing ini hanya dapat terjadi jika terjadi ketidak seimbangan beban masa akibat gravitasi bumi.
Oleh karena itu faktor kesalahan teknis penambangan merupakan faktor utama terjadinya longsor. Dengan demikian longsor
dilokasi tambang masih dapat dihindari dengan menerapkan teknik penambangan yang sesuai standar.
Di Kecamatan Cileungsi, proses penambangan pasir yang menggunakan sistem sedot dapat melahirkan adanya lobang besar
seperti kawah atau telaga yang luas dan dalam. Diperkirakan sistem tersebut dapat mempengaruhi kedalaman air tanah (water
table). Pada kondisi dimana tidak terjadi penambangan sumur-sumur penduduk di sekitar lokasi penambangan memiliki
kedalaman sekitar 12 meter. Penambangan pasir dengan sistem sedot diperkirakan akan menghasilkan kawah besar dengan
kedalaman hingga 40-50 meter. Adanya kawah tersebut diperkirakan akan mengakibatkan turunnya permukaan air tanah
(water table). Dengan demikian adanya penambangan pasir tersebut diperkirakan dapat mengakibatkan surutnya air sumur,
bahkan kering. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka harus dibuat sumur pantek atau jetpump dengan kedalaman lebih dari
40 meter sebagai pengganti bagi sumur-sumur biasa yang kering tersebut.
Gambar 2.14
Kondisi penambangan galian-C di Kecamatan Cileungsi.
c. Prospek :
Tahun 2005 menunjukan pemanfatan potensi sumber daya mineral didominan oleh bahan galian konstruksi seperti
andesit, pasir, trass, gamping, lempung dan felsdpar, dimana terdapat 127 perusahaan/penambang dengan luasan 9,553,745
Hektar, Sedangkan pemanfaatan mineral logam belum secara optimal hanya terdapat 1 (satu) perusahaan yang memanfaatkan
potensi bahan galian emas dan perak di wilayah Kecamatan Nanggung seluas 6,000 Hektar dengan produksi 2,500 s/d 3000
Kg/Tahun, Dengan melihat banyaknya usaha pertambangan saat ini, kaitannya dengan upaya peningkatan devisa bagi
daerah maka pengelolaan bahan tambang menjadi bahan setengah jadi melalui pembangunan Pabrik pengolahan, diharapkan
dapat memberikan nilai tambah baik secara sosial dan ekonomi,
6. Potensi Industri
a. Prasarana Industri dan Pergudangan
Potensi prasarana industri yang berkembang di Kabupaten Bogor masih terbatas, mengingat jenis usaha dan skala
industri yang dibangun masih bersifat aneka industri, Untuk industri kecil, sangat didominasi dengan kegiatan home industri,
antara lain industri makanan kecil (kerupuk, emping), usaha pembuatan tas, pengrajin besi bekas dan usaha sampingan
lainnya,
Potensi pengembangan industri di Kabupaten Bogor pada umumnya tersebar, menempati koridor-koridor jalan utama
yang membentuk kluster,
1) Kluster Ciampea
Potensi prasarana industri dan pergudangan di Kluster Ciampea belum sepenuhnya optimal pembangunannya,
Jenis prasarana industri di kluster ini terdiri atas industri kecil (home indutri) dan industri menengah,
Secara rinci jenis industri adalah sebagai berikut :
- Industri kecil (home industri) terdiri atas industri kerajinan bambu, kerjainan kayu, makanan dan batu bata yang
tersebar di Kecamatan Ciampea, Cibungbulang, Leuwiliang dan Kecamatan Pamijahan
- Industri menengah terdiri atas industri pengolahan keramik, pengolahan batu kapur, pengolahan kayu, teh dan
pengolahan kompos yang terdapat di Kecamatan Ciampea, Cibungbulang dan Kecamatan Leuwiliang
2) Kluster Jasinga
Potensi prasarana industri dan pergudangan di Kluster Jasinga terdiri atas industri kecil (home indutri) dan
industri menengah, Secara rinci jenis industri adalah sebagai berikut :
- Industri kecil (home industri) terdiri atas industri kerajinan bambu, kerjainan kayu, makanan dan batu bata yang
tersebar di Kecamatan Sukajaya dan Kecamatan Nanggung
-Industri menengah terdiri atas industri pengolahan keramik, pengolahan kayu, air mineral, pabrik cat, bahan galian
dan garment terdapat di Kecamatan Jasinga, Nanggung dan Kecamatan Cigudeg
3) Kluster Parung Panjang
Potensi prasarana industri dan pergudangan di Kluster Parung Panjang terdiri atas industri kecil (home indutri)
dan industri menengah, Secara rinci jenis industri adalah sebagai berikut :
- Industri kecil (home industri) terdiri atas industri kerajinan bambu, Meubel, perbengkelan, makanan, minuman dan
batu bata yang tersebar di Kecamatan Tenjo, Rumpin, Gunungputri dan Kecamatan Parung Panjang
-Industri menengah terdiri atas industri pengolahan kaolin, pengolahan keramik, bahan galian dan gespe terdapat di
Kecamatan Parung Panjang dan Rumpin
4) Kluster Cileungsi
Potensi prasarana industri dan pergudangan di Kluster Parung Panjang terdiri atas industri kecil (home indutri)
dan industri menengah, Secara rinci jenis industri adalah sebagai berikut :
- Industri kecil (home industri) terdiri atas industri kerajinan perlengkapan automotif, Meubel, perbengkelan, makanan,
minuman Cileungsi, dan Gunungputri
-Industri menengah terdiri atas industri Karoseri mobil, pengolahan keramik, tekstil, garment, baja, dll terdapat di
Kecamatan Klapanunggal, Gunungputri, Cileungsi dan Jonggol,
5) Kluster Cibinong
Dilihat kondisi dan hasil analisis yang dilakukan, Kabupaten Bogor mempunyai potensi pengembangan prasarana
industri pergudangan untuk :
- Usaha skala industri yang berkembang bersifat aneka industri dan didominasi oleh kegiatan home industri,
- Industri yang cukup berkembang antara lain pengolahan produk perkebunan, peternakan, perikanan dan konveksi
garmen serta bahan bangunan,
Tabel 2.21
Potensi Prasarana Industri dan Pergudangan Di Kabupaten Bogor
No P r a s a r a n a In d u s t r i K lu s t e r I K lu s t e r II K lu s t e r I II
1 K e r a j in a n T a n g a n C ib u n g b u la n g , S u k a ja y a , N a n g g u n g T e n jo , P a ru n g P a n ja n g
2 P e n g o la h a n M a k a n a n C ia m p e a S u k a ja y a , N a n g g u n g T e n j o , R u m p in
3 P e n g o la h a n K e r a m ik C ia m p e a J a s in g a , N a n g g u n g R u m p in
4 B a tu B ata L e u w ilia n g J a s in g a , N a n g g u n g R u m p in
5 B atu K apu r C ia m p e a - -
6 G a rm e n t - J a s in g a -
7 P e n g o la h a n K a o lin - - P a ru n g P a n ja n g
8 Teh L e u w ilia n g - -
9 P a b r ik C a t - J a s in g a -
10 P e n g o la h a n K a y u L e u w ilia n g S u k a ja y a , N a n g g u n g -
Sumber : Hasil Analisis
b. Potensi
Pertumbuhan sektor industri di Kabupaten Bogor cukup pesat, Sektor tersebut saat ini masih menjadi penyumbang
PDRB terbesar, Selain itu, adanya kawasan-kawasan industri di wilayah Botabek, juga perlu mendapat perhatian, Cukup
tingginya tingkat investasi di bidang industri di beberapa Kecamatan, terlihat dari perkembangan dan pertumbuhan Industri
pada Kawasan Peruntukkan Industri yang mempunyai luas 4,952 Ha terletak di Kecamatan Cileungsi, Kecamatan Cibinong,
Kecamatan Citeureup, Kecamatan Parung Panjang,
Tabel 2.22
Luas Lahan Industri di Kabupaten Bogor
Tabel 2.23
Jumlah Industri di Kabupaten Bogor
Jumlah Unit Usaha
No, Jenis Industri
2001 2002 2003 2004 2005
1 Industri Menengah dan Besar 349 388 464 508 553
2 Industri Kecil 876 1180 1207 1671 1943
JUMLAH 1225 1568 1671 1822 1943
Sumber : Buku State Of Environment Report (SoER), 2006
c. Masalah :
Belum terbentuknya pola kawasan industri yang baik di Kabupaten Bogor, Hal ini mengakibatkan tidak
terakomodasinya kegiatan industri di Kabupaten Bogor,
d. Prospek :
Kabupaten Bogor, sebagai salah satu hinterland di bagian Selatan Kota Jakarta merupakan suatu kawasan yang banyak
menarik minat investor untuk menanamkan modalnya berusaha di bidang-bidang perumahan, industri, peternakan,
pertanian, dan lain-lain, Dengan melihat tingginya minat investasi industri di Kabupaten Bogor dan terbatasnya lahan
kawasan industri, maka perlu dibangun kawasan baru di luar kawasan industri yang sudah ada,
2,2,7 Potensi, Masalah, dan Prospek Arahan Tata Guna Tanah, Tata Guna Air, dan Tata Guna Udara
1. Potensi :
Pemukiman di pedesaan dan perkotaan memiliki prospek berkembang, karena adanya kebijakan umum pemerintah
Kabupaten Bogor, berupa :
a. Pemenuhan perumahan diprioritaskan bagi kelompok ekonomi lemah yang diarahkan untuk mengurangi jumlah perumahan
kumuh yang kurang sehat;
b. Penataan permukiman yang fungsional dan harmonisasi tata letak yang berdimensi jangka panjang serta berwawasan
lingkungan;
c. Pemenuhan sarana dan prasarana dasar permukiman meliputi perbaikan lingkungan, peningkatan jalan lingkungan, terminal
dan drainase lingkungan/sanitasi,
Berdasarkan Review terhadap RTRW Jawa Barat, maka Kabupaten Bogor sebagai bagian dari wilayah Bodebek-Jur
merupakan wilayah yang harus didorong pembangunannya, namun demikian hendaknya tetap dalam visi untuk mempertahankan
kawasan lindung dan yang berfungsi lindung dan mempertahankan sumber-sumber air dan daerah resapannya untuk menjaga
ketersediaan air sepanjang tahun,
Selanjutnya, berdasarkan Kebijakan Penetapan Kawasan Lindung, maka Kabupaten Bogor mengemban beberapa fungsi
lindung, yaitu :
a. Kawasan Resapan Air diarahkan tersebar di sebagian wilayah Kabupaten Bogor khususnya pada wilayah selatan;
b. Kawasan suaka alam taman nasional Halimun Salak dan Gede Pangrango yang sebagian kawasan merupakan daerah rawan
longsor yang harus dimanfaatkan sebagai kawasan berfungsi lindung,
2. Masalah :
Dalam implementasi, masyarakat tidak tahu tentang arahan kebijakan tata guna tanah, air dan udara termasuk dalam
batasan melakukan kegiatan,
3. Prospek :
adanya rencana pengembangan infrastruktur khususnya yang apat menghubungkan Tol Jagorfawi dengan Parung
(alternatif menuju Serang Banten), serta rencana pengembangan jalkan yang menghubungkan Sentul dengan Sukamakmur-
Tanjungsari sebagai alternatif Puncak menuju Bandung, Serta rencana pembangunan Sport Center (pengganti senayan)
memungkinkan Kabupaten Bogor untuk dapat lebih berkembang lagi,
Kabupaten Bogor berdasarkan Arahan Pemanfaatan Ruang Provinsi Jawa Barat Tahun 2002 diarahkan Fungsi Wilayahnya
sebagai Pusat pengembangan pertanian, industri pengolahan pertambangan dan pariwisata alam, Rencana Fasilitas/Sarana dan
Infrastruktur /Prasarana yang akan dikembangkan adalah sbb :
(KAPEKSI), dan Kawasan Pengembangan Utama (KAPUT), Pengembangan kawasan ekonomi ini terutama ditujukan untuk
meningkatan nilai ekonomi melalui pengkuatan struktur ekonomi wilayah.
-
Untuk mewujudkan visi di atas, maka dirumuskan misi, Misi memiliki pengertian sebagai suatu mandat yang harus
dilaksanakan oleh instansi pemerintah agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik (LAN RI, 2000:11), Sehingga
dapat dirumuskan misi Pemerintah Kabupaten Bogor sebagai berikut :
1. Mewujudkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas
- Terwujudnya masyarakat yang berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan falsafah Pancasila yaitu beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
- Meningkatnya tingkat pendidikan formal dan derajat kesehatan masyarakat;
- Terwujudnya sumberdaya manusia yang berdaya saing yang ditunjukkan dengan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi
dan keterampilan.
2. Mewujudkan Perekonomian Yang Tangguh
- Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di sektor industri dan didukumg oleh
pertanian yang tangguh, sehingga tercapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan;
- Terbangunnya jaringan infrastruktur perhubungan yang andal dan terintegrasi, serta efisiensi dan efektivitas dalam
pemanfaatan potensi sumber daya air, energi, listrik dan telematika maupun sumber daya ekonomi lainnya.
- Terjaminnya ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat
- Meningkatnya kemampuan daya beli dan pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten Bogor
3. Mewujudkan Kabupaten Bogor yang Asri Dan Lestari
- Meningkatnya kesadaran dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam serta pelestarian fungsi lingkungan
hidup yang berkelanjutan;
- Terwujudnya pemanfaatan ruang yang serasi dengan ekosistemnya serta mampu mewadahi perkembangan wilayah dan
aktifitas perekonomian masyarakat.
4. Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik
- Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam penetapan kebijakan yang didukung oleh kondisi politik yang demokratis;
- Meningkatnya profesionalisme aparatur, efisiensi birokrasi dan akuntabilitas pemerintah daerah yang bermuara kepada
peningkatan pelayanan publik, sehingga terwujud pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa dan bertanggungjawab.
Sesuai dengan potensi, masalah dan prospek pengembangan wilayah Kabupaten Bogor, maka diperlukan strategi penataan ruang
dalam jangka waktu 20 (dua puluh tahun). Kebijakan penataan ruang Kabupaten Bogor meliputi Kebijakan Pengembangan struktur ruang dan
pola ruang, sedangkan strategi penataan ruangnya meliputi strategi pengembangan daerah, rencana struktur dan pola ruang, penataan
kawasan perdesaan dan perkotaan, rencana kawasan strategis, penataan sistem pusat pemukiman pedesaan dan perkotaan, serta penataan
sistem prasarana wilayah.
Strategi penataan ruang wilayah Kabupaten Bogor dapat dijabarkan kedalam strategi pengembangan Kabupaten Bogor berdasarkan
Tinjauan Makro (berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah JABODETABEKPUNJUR dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat),
Strategi Pengembangan Kabupaten Bogor, Struktur Ruang, Pola Ruang, Penataan Sistem Prasarana Wilayah, Pengendalian Banjir,
Penataan Kawasan Perdesaan dan Perkotaan, Kawasan Strategis, Penataan Wilayah Bopunjur, Penataan Ruang Darat; Ruang Air
dan Ruang Udara termasuk Ruang Didalam Bumi sebagai satu kesatuan.
3.3.2. Strategi Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
Kebijakan dan Srategi pengembangan wilayah Jawa Barat yang harus diakomodir dalam strategi pengembangan wilayah
Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut :
1. Mempertahankan kawasan lindung dan yang berfungsi lindung khususnya pada wilayah yang memiliki sifat khas mampu
memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air (fungsi hidrologis), pencegahan
banjir, erosi dan sedimentasi.
2. Mengidentifikasi dan melakukan penelitian lokasi secara pasti bagi kawasan-kawasan lainnya yang berfungsi lindung yang
meliputi :
8. Meningkatkan peran pariwisata dalam skala yang lebih luas dengan melakukan integrasi pariwisata di wilayah Kabupaten Bogor,
yaitu :
a. Pemanfaatan dan peningkatan pemanfaatan kawasan pariwisata yang telah berkembang, dengan penekanan pada kegiatan
yang memperhatikan kelestarian lingkungan.
b. Pengembangan kawasan-kawasan pariwisata baru terutama di wilayah bagian barat dan wilayah bagian timur sesuai dengan
potensi sumber daya alam yang ada yang didukung dengan kelengkapan infrastruktur.
9. Penetapan lokasi pertambangan dan pemantauan kawasan pengusahaan penggalian bahan galian dan mengurangi dampak
lingkungan sebagai akibat penggalian bahan galian.
10. Pengembangan sistem Perkotaan dan Pusat-pusat Pemukiman, meliputi :
a. Pengembangan kota-kota yang dapat menjadi pusat pertumbuhan wilayah di Bagian Barat (Leuwiliang, Jasinga, Dramaga, dan
Tenjo) dan di Bagian Timur (Jonggol, Cariu, Cileungsi dan Citeureup).
b. Melanjutkan pengembangan Kota Cibinong sebagai pusat administrasi pemerintahan.
c. Pengembangan pusat-pusat pemukiman yang akan menampung kebutuhan internal yang tumbuh maupun dari luar wilayah.
d. Pengendalian pusat-pusat pemukiman yang berkembang.
e. Pengembangan dan peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana kota yang meliputi jalan, air bersih, listrik, perumahan, dan
persampahan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar kota.
11. Strategi pengelolaan kawasan Perdesaaan adalah meliputi :
a. Pengendalian pemukiman pedesaaan tidak berubah menjadi pemukiman perkotaan dengan tujuan agar lahan pertanian yang
produktif tetap dapat dipertahankan serta konservasi air dapat terjaga dengan baik.
b. Pengembangan Kegiatan industri kecil, agro industri melalui pembangunan Desa Pusat Pertumbuhan yang dilengkapi dengan
fasilitas penunjangnya.
c. Pengembagan desa wisata, bagian dari pengembangan budaya dan kearifan lokal.
d. Pengembangan kawasan pertanian lahan basah, lahan kering, tanaman tahunan, hutan produksi, peternakan, perikanan,
pariwisata, pertambangan dan kawasan permukiman perdesaan.
12. Mendukung fungsi hidrologis wilayah sehingga keberadaan situ/danau alam/danau buatan dan pembangunan waduk/setu yang
dapat berfungsi sebagai pengendali banjir.
13. Mempertahankan sumber-sumber air dan daerah resapannya dalam rangka menjaga ketersediaan air sepanjang tahun.
14. Melakukan pengembangan ekonomi yang difokuskan pada pengembangan Sentra-sentra Produksi, Kawasan Pengembangan
Utama Komoditi (KAPUK), Kawasan Pengembangan Ekonomi Terintegrasi (KAPEKSI) dan Kawasan Pengembangan Utama
(KAPUT).
Pengembangan struktur tata ruang wilayah Kabupaten Bogor di masa mendatang akan menunjukkan pola intensifikasi dan
ekstensifikasi (Wilayah Bogor Barat dan Wilayah Bogor Timur). Dalam pola intensifikasi, pengembangan tata ruang adalah pada
intensitas pemanfaatan ruang yang sudah ada dan relatif tidak banyak mengubah bentuk pemanfaatan ruang yang sudah ada.
Sementara dalam pola ekstensifikasi, pengembangan tata ruang adalah pada pengubahan bentuk pemanfaatan ruang atau
memperkenalkan bentuk pemanfaatan baru.
Arahan struktur ruang Wilayah Kabupaten Bogor harus dapat dijadikan pedoman, yaitu :
1. Merumuskan kebijakan pokok pemenfataan ruang
2. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan Wilayah Pengembangan (WP), Daerah Pusat
Pertumbuhan (DPP) serta keserasian antar sektor pembangunan.
3. Memantapkan fungsi lindung, terutama berkenaan dengan hutan lindung, sempadan sungai, maupun daerah resapan air (recharge
area).
8. Pengembangan dan Penertiban kawasan pertambangan baik wilayah yang sedang maupun yang akan segera dilakukan kegiatan
pertambangan dengan memperhatikan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan sehingga tidak mengganggu kelestarian
lingkungan.
Sistem jaringan jalan di Kabupaten Bogor memanfaatkan sistem jaringan jalan primer yang ada dan rencana Pengem-
bangan/pembangunan jalan baru. Ruas jalan kabupaten di Kabupaten Bogor adalah ruas jalan yang menghubungkan kota-kota
Kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor. Fungsi dan peran jalan kabupaten merupakan aksesibilitas sekaligus sebagai urat nadi
perekonomian wilayah Kabupaten Bogor secara internal.
4. Penyuluhan kepada masyarakat untuk menjaga sumber air dan memanfaatkan air bersih.
5. Disetiap desa dibentuk lembaga untuk mengelola SPAH atau SABSAH.
3.5.4 Sampah
1. Berdasarkan pertimbangan kondisi fisik dan ekonomi maka TPA yang ada saat ini baru ada empat yaitu : TPA Pondok Rajeg
(Cibinong), TPS Galuga (Pamijahan) dan TPA Waru (Parung), dan TPA Sukasirna (Jonggol). Untuk TPA Pondok Rajeg perlu
dilakukan relokasi karena :
a. Daya tampung sangat terbatas
b. Berada pada daerah yang memiliki kemiringan lahan cukup tinggi sehingga dikhawatirkan longsor dan tidak bisa
dikembangkan sistim sanitary landfill
c. Intrusi leachate dikhwatirkan dapat mencemari air tanah pada kawasan permukiman di bawahnya
Secara bertahap lokasi yang perlu ditangani adalah:
a. Wilayah Tengah dan Timur yang meliputi Kecamatan Perkotaan Cibinong, Babakanmadang, Sukaraja, Bojonggede, Citeureup,
Ciawi, Parung, Ciomas, pelayanan secara terpusat. di Lokasi TPA Desa Nambo, direncanakan untuk dikembangkan daya
tampungnya untuk mendukung kebutuhan tempat sampah regional.
b. Wilayah Barat yang meliputi Kecamatan Ciampea, Leuwiliang, Gunungsindur dan Parungpanjang dialokasikan pada TPA
Parungpanjang (Desa Dago dan Gorowong) serta TPA Cigudeg (Desa Wates).
2. Pada Kawasan DAS dilakukan penyuluhan kepada masyarakat agar tidak membuang sampah ke sungai
Dalam pengelolaan sampah secara umum harus harus memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut
1. Aspek Teknis Operasional
Dalam teknis operasional pengelolaan Persampahan, yang perlu diperhatikan adalah:
a) Komposisi dan Karakteristik sampah
b) Komposisi dan karakteristik persampahan dapat dipergunakan untuk menentukan teknologi yang tepat untuk mengolah
sampah.
c) Sumber Sampah
d) Identifikasi sumber-sumber sampah dapat digunakan dalam merencanakan pola operasi pengelolaan Persampahan.
e) Pola Operasi
f) Pola operasi pengelolaan persampahan dimulai sumber persampahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan
pemanfaatan serta pembuangan akhir.
2. Aspek Institusi
Pengelolaan Persampahan kota dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, BUMN/BUMD, swasta dan masyarakat.
3. Aspek Pembiayaan
Pengelolaan persampahan dalam aspek pembiayaan meliputi:
a. Sumber Dana (APBN, APBD, LOAN, GRANT/HIBAH, Masyarakat dan sebagainya)
b. Biaya investasi, operasi dan pemeliharaan
c. Retribusi.
5. Meningkatkan sarana dan prasarana Tempat Pemasaran ternak dan Ikan guna meningkatkan pelayanan terhadap pengguna Pasar
ternak dan ikan yang akan berpengaruh pada peningkatan pendapatan daerah.
6. Mengendalikan usaha perikanan khususnya di wilayah penyebarannya dengan memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya
dan lingkungan.
3.11. Strategi Penataan Ruang Darat, Ruang Air dan Ruang Udara termasuk Ruang di Dalam
Bumi sebagai Satu Kesatuan.
Strategi penataan ruang darat, ruang udara, dan ruang dalam bumi dilakukan guna mewujudkan tertib pengaturan dalam
persediaan, penguasaan dan pemanfaatan atas tanah, air, udara dan sumber daya alam penting lainnya sebagai sumber daya publik
secara adil.
Arahan penataan ruang darat dilakukan melalui upaya pelestarian lingkungan termasuk didalamnya adalah upaya
melestarikan sumber daya air, sumber daya hutan dan suaka alam. Strategi yang dilakukan adalah dengan melakukan perencanaan
pemanfaatan, pengelolaan dan pengawasan yang terpadu bagi kegiatan pertanian, pertambangan, industri dan kegiatan permukiman.
Karakter perkembangan dan pengembangan pemanfaatan ruang yang ada dan yang direncanakan diwilayah Kabupaten
Bogor, sebagai kawasan yang tumbuh ditandai oleh pergeseran pemanfaatan lahan atau alih fungsi lahan. Perlindungan terhadap
ruang darat harus dilakukan dengan tujuan pelestarian lingkungan hidup. Perlindungan atas ruang darat meliputi penggunaan ruang
darat yang mengacu pada rencana pemanfaatan ruang darat untuk kawasan lindung.
Penataan ruang udara dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan ruang udara yang meliputi Telekomunikasi, jalur
penerbangan dan ketersediaan udara bersih (oksigen), dengan mempertahankan ruang terbuka hijau untuk mempertahankan kualitas
udara.
Arahan pemanfaatan sumber daya alam dilakukan melalui upaya pelestarian ekosistem sumber daya alam, strategi yang
dilakukan adalah melakukan pengaturan kegiatan konservasi hutan, perlindungan air tanah, pengaturan wisata air, penyediaan sarana
prasarana dan pengaturan batas wilayah.
Strategi ruang dalam bumi dilakukan melalui pembatasan kelayakan wilayah di Kabupaten Bogor untuk dijadikan daerah
pertambangan dan galian. Selain itu pengaturan pengolahan sumber daya dalam bumi diatur sesuai dengan pemeliharaan
keberlangsungan lingkungan hidup. Untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan penatagunaan sumber daya alam yang mencakup
bentang alam bukit dan perbukitan serta penambangan pasir bagi pengembangan dan keperluan lainnya perlu dilakukan kegiatan
inventarisasi bentang alam bukit dan perbukitan, inventarisasi zona-zona layak tambang, dan menyusun pedoman teknis
penatagunaannya.
Pembangunan daerah Kabupaten Bogor ditekankan pada upaya untuk mempertahankan daya dukung lingkungannya,
sehingga tercapai keseimbangan dan kelestarian lingkungannya. Pada periode mendatang, Kabupaten Bogor dihadapkan pada
tantangan bagaimana melakukan pengembangan sektor-sektor ekonomi unggulan yang dapat memberi nilai tambah kepada
masyarakat lokal yang masih bertumpu pada sumberdaya alam yaitu melalui pengembangan sektor pertanian dalam arti luas
(pengembangan masyarakat agraris), disamping sektor ekonomi utama (industri) sektor pertanian yang saat ini memberikan kontribusi
relatif rendah terhadap PDRB (9,2%) dari total PDRB Kabupaten Bogor tahun 2005, ada harapan berkembang seperti sektor perikanan
darat yang menggambarkan adanya peningkatan dan agrobisnis lainya merupakan sektor ekonomi yang potensial untuk berkembang
di Kabupaten Bogor pada masa mendatang.
Secara umum, struktur ruang wilayah Kabupaten Bogor menggambarkan rencana sistem pusat pelayanan permukiman
perdesaan dan perkotaan serta sistem perwilayahan pengembangan. Rencana struktur ruang wilayah di Kabupaten Bogor merupakan
bentuk/gambaran sistem pelayanan berhirarki, yang bertujuan untuk menciptakan pemerataan pelayanan serta mendorong
pertumbuhan kawasan perdesaan dan perkotaan di wilayah Kabupaten Bogor.
Selanjutnya dalam konteks Kawasan Jabodetabek-Punjur ada 3 (tiga) fungsi utama Wilayah Kabupaten Bogor, yaitu:
1. Sebagai mitra wilayah bagi DKI Jakarta, dalam pengembangan permukiman perkotaan perdesaan dari kawasan Jadebotabek-
Punjur.
2. Sebagai wilayah konservasi, berkenaan dengan posisi geografisnya di bagian hulu dalam tata air untuk Kawasan Jabodetabek-
Punjur.
3. Sebagai wilayah sentra produksi pertanian (khususnya tanaman pangan dan holtikultura) sehubungan dengan perkembangan dan
keunggulan yang telah ada.
Sebagai bagian dari kawasan Jadebotabe-Punjur, maka secara regional pengembangan tata ruang Kabupaten Bogor juga harus
mempertimbangkan keberadaan rencana tata ruang di atasnya (RTRW Nasional, Propinsi Jawa Barat dan Jadebotabek-Punjur) maupun
rencana tata ruang wilayah sekitarnya yang berbatasan langsung. Dalam hal ini RTRW Kota Bogor dan Jadebotabek-Punjur serta perlu
adanya sinkronisasi rencana tata ruang Kabupaten Bogor dengan rencana tata ruang wilayah sekitarnya (Kota Bogor, Kota Depok,
Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi dan Jakarta). Selanjutnya keterkaitan Kabupaten Bogor dengan wilayah
sekitarnya dapat dilihat dari aspek fisik dasar pemanfaatan ruang yang ada, aksesibilitas dan fungsi pengembangan. Antisipasi saling
keterkaitan dan saling pengaruh dari wilayah sekitarnya yang berbatasan langsung akan dijadikan dasar dalam perumusan struktur
tata ruang Wilayah Kabupaten Bogor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1
Keterkaitan Ruang dengan Wilayah Sekitar
Keterkaitan Ruang
Pemanfaatan
Dengan Wilayah Fisik Dasar Aksesibilitas Fungsi Pengembangan
Ruang
Sekitar
Utara Bagian hilir Wilayah - Permukiman perdesaan dan Jalan Tol Jakarta Bogor Permukiman perkotaan
Kabupaten Bogor perkotaan Jalan Arteri Industri
Tangerang Hamparan dataran - Pertanian lahan basah/sawah Jalan Kolektor Perdagangan dan jasa
DKI Jakarta Batas fisik sebagain kecil irigasi teknis Jalan KRL Bogor - Jakarta Core Metropolitan
anak-anak sungai - Pertanian lahan kering Rangkasbitung - Merak Jadebotabek
- Jasa perdagangan
- Kawasan industri
Timur Hamparan dataran dan - Permukiman perdesaan Jalan kolektor Primer I: Permukiman
Purwakarta, Cianjur perbukitan-bergunung - Pertanian lahan koridor ruas jalan Trans Pariwisata
pada bagian selatan basah/sawah irigasi teknis Yogi dan Jalan Raya Puncak Perdagangan dan jasa
- Pertanian lahan kering
- Pariwisata
- Kawasan industri
Selatan Kompleks Gunung - Kawasan lindung Jalan arteri Pariwisata
Kabupaten Sukabumi Gede/Pangrango, Salak, Pertanian lembah sungai Jalan Raya Sukabumi Kawasan lindung
Halimun Pertanian
Sungai
Barat Kompleks Gn. Halimun Kawasan lindung Jalan kolektor Primer I: ruas Wilyah perbatasan dgn
Kabupaten Lebak Sungai Cidurian Hutan produksi jalan batas Kabupaten Propinsi Banten
Perkebunan/Pertanian lahan Lebak/ Jasinga Pertanian
kering Leuwiliang Ciampea - Perkebunan
Pertanian lahan basah (bagian Kota Bogor Hutan produksi
hilir) Permukiman perkotaan
(Maja)
Sumber: Hasil Analisis, 2005 dan RTRW Kabupaten Bogor
b. Keterkaiatan antar kegiatan atau kawasan fungsional yang akan dikembangkan tersebut sehinga membentuk struktur tata
ruang wilayah yang diinginkan
Struktur tata ruang Kabupaten Bogor merupakan bentukan dari berbagai elemen-elemen kegiatan fungsional utama yang akan
dikembangkan di Kabupaten Bogor serta pengembangan pola jaringan jalan yang terdapat di kawasan perencanaan. Deskripsi
struktur ruang Kabupaten Bogor terbentuk berdasarkan pola ekologi dan pola keterkaitan antar kota-kota (inter-urban linkage) yang
menjadi simpul-simpul pelayanan, perkembangan tata ruang serta sistem kota-kota dan jangkauan pelayanannya. (ditampilkan dalam
Peta 4-1).
Pengembangan struktur tata ruang Kabupaten Bogor di masa mendatang akan menunjukkan pola intensifikasi dan
ektensifikasi. Dalam pola intensifikasi, pengembangan tata ruang adalah pada intesitas pemanfaatan ruang yang sudah ada dan
"relatif" tidak banyak mengubah bentuk pemanfaatan ruang yang suda ada. Sementara dalam pola ektensifikasi, pengembangan tata
ruang adalah pada pengubahan bentuk pemanfaatan ruang atau memperkenalkan bentuk pemanfataan baru. Pola intesifikasi
diarahkan pada pengembangan koridor-koridor yang ada saat ini, sedangkan pola ektensifikasi diarahkan pada klaster-klaster
pengembangan yang relatif belum dimanfaatkan untuk kawasan budidaya.
Pengembangan konsepsi struktur tata ruang Kabupaten Bogor pada masa yang akan datang didasarkan pada beberapa
pertimbangan pola pemanfaatan ruang atau penggunaan lahan eksisting yang menunjukkan pola sebaran lokasi kegiatan utama di
Kabupaten Bogor (pertanian, perkebunan, kawasan hutan, pertambangan, permukiman, perdagangan dan jasa, pemerintahan,
industri) serta keterkaitannya satu sama lain yang membentuk tata ruang wilayah yang cenderung pada pola konsentrik dengan
pusatnya adalah kota-kota Kecamatan.
Pada dasarnya arahan struktur ruang Kabupaten Bogor ini merupakan pedoman untuk :
a. Perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang
b. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar Klaster Pengembangan (KP) serta keserasian antar
sektor pembangunan di Kabupaten Bogor
c. Memantapkan fungsi lindung yang terletak di Kabupaten Bogor, terutama berkenaan dengan hutan lindung, sempadan sungai
maupun daerah peresapan (recharge area)
d. Mengoptimalkan pemanfaatan ruang wilayah sesuai dengan potensi dan daya dukung, sehingga bentuk-bentuk kegiatan yang
memanfaatkan ruang akan seimbang sesuai dengan daya dukung ruang tersebut
e. Penataan ruang untuk seluruh Kecamatan di Kabupaten Bogor
Adapun kegiatan yang diperlukan didalam pengembangan pertanian diwilayah perdesaan antara lain :
1. Penyediaan sarana produksi Pertanian, perikananpeternakan dan kehutanan.
2. Pengembangan sarana dan prasarana pendukung Industri rumah tangga untuk kepentingan bagi kegiatan pertanian.
3. Pengembangan industri pengolahan hasil pertanian.
4. Pengembangan sarana dan prasarana untuk menunjang penyaluran hasil pertanian dan agrowisata.
Pengembangan kegiatan pertanian,perikanan, peternakan dan kehutanan dialokasikan pada daerah budidaya pedesaan,
sedangkan kegiatan lainnya berlokasi dipusat pertumbuhan atau pusat pelayanan yang merupakan konsentrasi permukiman
dicerminkan dalam satu titik lokasi dan daerah belakangnya.
Pembagian wilayah pembangunan Kabupaten Bogor terbagi kedalam sistem pembangunan sebagai berikut :
1. Wilayah Pengembangan Barat meliputi : Kecamatan Jasinga, Nanggung, Sukajaya, Tenjo, Parungpanjang, Cigudeg, Leuwisadeng,
Leuwiliang, Pamijahan, Tenjolaya, Dramaga, Ciampea, Rumpin dan Cibungbulang.
2. Wilayah Pegembangan Tengah meliputi : Kecamatan Cibinong, Bojonggede, Tajurhalang, Parung, Gunungsindur, Ciseeng,
Kemang, Rancabungur, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombong, Caringin, Ciawi, Megamendung, Cisarua, Babakanmadang dan
Sukaraja.
3. Wilayah Pengembangan Timur meliputi : Kecamatan Gunungputri, Tanjungsari, Klapanunggal, Cileungsi, Jonggol, Cariu,
Sukamakmur dan Citeureup.
Fungsi dan Peran Perwilayahan Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini:
Tabel 4.3
Pengembangan Fungsi Wilayah dan Pusat Pertumbuhan di
Kabupaten Bogor Tahun 2005 -2025
Gambar 4.1
Peta Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Bogor
pemanfaatan ruang untuk transmisi listrik, melalui pengembangan jaringan listrik tenaga tinggi dan distribusi listrik.pengaturan
jaringan komunikasi selular dikembangkan pada penggunaan bangunan Base Transceiver Station (BTS) bersama.
Gambar 4.2.
Peta Rasio Elektrivikasi Per Kecamatan pada Tahun 2006
Tabel 4.5
Estimasi ketersediaan air permukaan tahunan untuk masing-masing DAS
No. DAS / Sub DAS Luas (Ha) Volume Air (juta m3)/tahun
1. Cisadane: 124.013 1775
2. Ciliwung: 28.636 410
3. Kali Bekasi: 41.173 590
4. Citarum Hilir: 85.196 1220
5. Cidurian: 44.454 635
6 Ciujung: 9.670 175
7. Cimanceuri: 22.498 245
Sumber : Hasil perhitungan
Tabel 4.6
Kapasitas Debit Sungai di Kabupaten Bogor
Debit (L/detik)
No Sungai Keterangan
Maksimum Minimum
1. Ciliwung 23.778 1.935 138 Sungai belum terdapat alat pengukur debit
2. Cibeureum 645 402
3. Cuhideung 626 235
4. Cisasah 395 228
5. Cipamingpis 994 121
6. Cihoe 4.683 52
7. Cibeet 4.254 377
8. Ciomas 8.048 131
9. Ciluar 12.707 168
10. Citeureup 4.611 451
11. Cikeas 5.815 392
12. Cijati 408 135
13. Cibeuteung 2.661 2.436
14. Angke 8.291 75,9
15. Pasanggrahan 2.285 354
16. Ciaten 11.514 212
17. Cigamea 8.268 449
18. Cidurian 20.437 7.246
19. Cibodas 39.727 1.474
20. Cisadane 2.896 218
21. Citempuan 2.397 1.362
Sumber : Sensus Daerah Kabupaten Bogor dan data pelanggan PLN Kabupaten Bogor Tahun 2006, diolah
TABEL 4.7
KEBUTUHAN PRASARANA PERSAMPAHAN
JUMLAH PENDUDUK KEBUTUHAN PRASARANA PERSAMPAHAN (UNIT)
NO. KECAMATAN TAHUN (JIWA) TRANSFER DEPO TRUK SAMPAH KONTAINER KERETA SAMPAH
2006 2011 2025 2006 2011 2025 2006 2011 2025 2006 2011 2025 2006 2011 2025
1 Cibinong 273,596 371,806 770,754 4 10 20 9 23 45 9 23 45 39 97 194
2 Gunung Putri 226,596 368,031 901,209 3 8 16 7 19 37 7 19 37 31 82 164
3 Citeureup 190,558 224,262 382,169 2 5 10 5 12 28 5 12 28 22 49 100
4 Sukaraja 156,369 154,723 173,009 2 5 10 6 13 27 6 13 27 24 54 118
5 Babakan Madang 91,433 103,768 165,916 6 13 26 1 3 10 1 3 10 6 13 42
6 Jonggol 113,769 116,134 144,977 1 1 4 1 4 11 1 4 11 6 15 38
7 Cileungsi 179,142 189,934 262,803 3 7 14 6 16 33 6 16 33 25 67 157
8 Cariu 48,445 47,016 34,857 1 1 4 1 3 9 1 3 9 5 12 38
9 Sukamakmur 74,936 73,174 75,062 0 0 3 0 1 5 0 1 5 1 3 22
10 Parung 92,620 94,484 117,715 2 4 8 4 11 22 4 11 22 17 44 88
PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR Halaman IV -18
Tabel 4.8
Pemanfaatan Ruang Kabupaten Bogor
PEMANFAATAN RUANG
Lindung
Luar Hutan Permukiman Permukiman
Hutan Hutan Kawasan Hutan Produksi Lahan Lahan Tanaman Permukiman Perkotaan Perkotaan Zona Kawasan
NO KECAMATAN Konservasi Lindung Hutan Produksi Terbatas Basah Kering Perkebunan Tahunan Perdesaan Padat Sedang Industri Industri Waduk
1 BABAKANMADANG 379.62 2,191.67 3,106.54 227.93 709.90 - 1,020.27 9,13 95.22 121.36 2.43 4,294.36 - 135.83 -
2 BOJONGGEDE - - - - - - - - - - 2,935.77 - - - -
3 CARINGIN 4,019.91 - 2,165.85 - - 1,208.44 209.92 92.20 792.94 924.15 - 1,223.35 - - -
4 CARIU - - 4,523.36 1,149.55 - 2,700.10 894.09 163.11 579.84 1,493.52 - 1,268.36 - 114.73
5 CIAMPEA - - - 19.44 - 1,653.83 4.17 12.80 534.61 - 1,146.91 -
6 CIAWI 1,930.28 - 2,021.24 - - 310.35 312.64 730.74 1.40 324.84 - 1,120.24 - - -
7 CIBINONG - - - - - - - - - 4,417.10 1.49 28.82 76.88 -
8 CIBUNGBULANG - - - 138.70 - 1,908.01 - - 73.53 225.76 - 1,178.43 -
9 CIGOMBONG 860.68 - 1,014.60 - - 563.27 87.66 - 1,611.82 221.49 - 1,013.36 - - -
10 CIGUDEG 650.16 - 7,495.95 5,573.66 1,251.12 1,656.57 5,039.03 1,713.94 1,114.29 709.33 - 1,111.00 -
11 CIJERUK 865.58 - 2,358.08 - - 1,846.68 146.59 - 1,887.30 55.64 - 656.70 - - -
12 CILEUNGSI - - - - - 119.71 - - - 414.24 4,744.73 940.41 312.97 376.04 -
13 CIOMAS - - - - - 336.37 - - - 37.37 - 1,247.20 - -
14 CISARUA 1,109.28 2,514.49 2,578.33 - - - 905.63 1,068.60 68.06 387.48 - 1,180.96 - - -
15 CISEENG - - - - - 1,113.68 - - - 1,007.65 1,903.32 - - - -
16 CITEUREUP - - 3,887.57 - 328.60 2,270.01 938.05 1.46 652.57 574.51 1,353.40 246.34 423.58 -
17 DRAMAGA - - - - - 1,050.85 0.03 - - 237.22 - 1,136.57 - - -
18 GUNUNGPUTRI - - - - - 19.96 - - - - 4,455.20 - 1,074.57 1.35 -
PEMANFAATAN RUANG
Lindung
Luar Hutan Permukiman Permukiman
Hutan Hutan Kawasan Hutan Produksi Lahan Lahan Tanaman Permukiman Perkotaan Perkotaan Zona Kawasan
NO KECAMATAN Konservasi Lindung Hutan Produksi Terbatas Basah Kering Perkebunan Tahunan Perdesaan Padat Sedang Industri Industri Waduk
19 GUNUNGSINDUR - - - - - 350.10 - - 173.49 102.75 3,514.14 46.30 691.93 - -
20 JASINGA 888.59 - 2,561.81 1,496.50 40.59 1,511.85 723.78 2,319.61 4,281.31 2,300.14 - 776.79 99.63 - -
21 JONGGOL - - 3,351.60 - 803.78 2,763.18 2,329.10 - 14.76 1,085.66 - 3,596.44 203.83 - 4.15
22 KEMANG - - - - - 88.59 - 613.59 - 32.54 2,473.10 0.15 - - -
23 KLAPANUNGGAL - - 1,819.14 1,209.79 2,854.72 939.77 366.78 - 1,625.50 969.51 967.32 247.16 93.60 327.15 -
24 LEUWILIANG 3,314.35 - 2,277.16 32.22 - 1,657.67 392.55 - 1,644.11 238.40 - 1,805.85 18.89 - -
25 LEUWISADENG - 1,556.18 154.52 - 1,585.58 555.48 3.37 50.40 288.70 - 792.33 - - -
26 MEGAMENDUNG 497.61 2,463.46 2,077.19 46.49 - 1,311.52 437.51 110.67 664.57 - 783.29 - - -
27 NANGGUNG 9,794.97 - 4,083.94 449.66 177.61 1,223.00 2.02 1,029.73 2,627.53 48.85 - - - - 70.55
28 PAMIJAHAN 5,285.23 - 1,660.73 - - 3,464.43 18.20 - 1,287.44 1,097.01 - 956.55 - - -
29 PARUNG - - - - - 353.80 - - - 443.52 1,723.74 - - - -
30 PARUNGPANJANG - - - 1,462.78 - 119.36 177.93 - 933.91 1,462.69 - 2,373.56 492.09 - -
31 RANCABUNGUR - - - - - 703.59 123.26 346.68 - 580.62 65.49 554.40 - - -
32 RUMPIN - - 2,305.83 1,798.49 - 5,500.78 1,100.54 166.66 1,313.23 1,206.27 38.19 2,289.63 - - -
33 SUKAJAYA 10,004.55 - 3,296.47 8.63 18.65 1,690.02 31.27 340.73 3,264.51 496.17 - - - - 429.96
34 SUKAMAKMUR - 1,542.40 8,001.08 1,757.36 3,477.71 661.30 6,743.30 681.44 1,509.47 1,835.65 - 511.40 - - 84.10
35 SUKARAJA - 32.58 853.19 0.63 - - 387.21 - - 758.79 1,853.71 1,418.20 - - -
36 TAJURHALANG - - - - - - - - - 2,922.65 - - - -
37 TAMANSARI 1,022.74 - 987.44 - - 644.46 - - 617.01 1,324.18 - 512.70 - - -
38 TANJUNGSARI - - 5,136.86 3,290.88 4,760.10 2,587.27 2,259.85 217.51 1,719.21 441.31 - 1,060.61 - - -
39 TENJO - - 2,915.84 - 626.45 471.18 - 287.38 1,697.41 - 2,155.37 - - -
40 TENJOLAYA 1,911.88 - 341.17 - - 1,495.73 - - 559.54 584.70 - - - - -
Gambar 4.3
Peta Pola Ruang Wilayah KabupatenBogor
Untuk mengetahui sebaran kawasan hutan lindung di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada tabel 4.11
Tabel 4.11
Sebaran Kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Bogor
Tabel 4.12
Penyebaran dan Debit Mata Air di Kabupaten Bogor
b. Kawasan Karst.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.1456 K/20/MEM 2000 tentang Pedoman
Pengelolaan Kawasan Karst, maka Kawasan Karst adalah kawasan batu kapur yang ditandai oleh adanya cekungan /lareng
terjal, tonjolan bukit berbatu kapur tak beraturan, bergua dan mempunyai sistem aliran air bahwa tanah.
Kawasan bukit kapur (karst) di Kabupaten Bogor tersebar di wilayah Kecamatan Klapanunggal, dan Ciampea, kawasan
tersebut pada umumnya sudah dieksploitasi. Sedangkan kawasan karst Ciseeng saat ini digunakan untuk rekreasi air panas.
Untuk mengamankan kawasan bukit kapur (karst) diperlukan adanya pengendalian secara ketat agar ekosistem lingkungan
dapat terjaga dan lestari.
6) Garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan dengan kedalaman maksimum > 20 (duapuluh)
meter, ditetapkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter, dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
Kawasan ini terletak di sepanjang kiri-kanan sungai-sungai yang merupakan bagian dari DAS Ciliwung dan DAS
Cisadane.
Pada kawasan DAS, disyaratkan bahwa dari hulu sampai hilir minimal 30% harus dihijaukan.
b. Kawasan Sempadan Mata Air dan Waduk/ Embung
Sumber mata air yang tersebar di Kabupaten Bogor sangat prioritas dijaga kelestariannya, untuk itu kawasan sekitar
mata air harus dilindungi. Disamping itu ada beberapa waduk /embung yang kawasan sempadannya perlu dilindungi dari
kegiatan budidaya yang merusak kelestariannya.
c. Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau privat dan ruang terbuka hijau publik. Ruang terbuka hijau
menyebar pada kawasan perkotaan dan dialokasikan minimal 30 ( tiga puluh ) % dari luas kawasan yang teriri dari 10% ruang
tebuka hijau privat dan 20% ruang terbuka hijau publik.
Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa yang termasuk kawasan ruang terbuka
hijau adalah taman kota, taman pemakaman umum, jalur hijau sepanjang jalan, sungai dan pantai. Selain itu berdasarkan
Permendagri No. 1 tahun 2007 termasuk dalam kawasan ruang terbuka hijau adalah taman kota, taman wisata alam, taman
rekreasi, taman lingkungan perumahan dan pemukiman, taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial, lapangan
upacara, parkir terbuka, lahan pertanian diperkotaan, jalur dibawah SUTT, jalur pengaman jalan, median jalan, jalur pipa gas,
pedestrian dan daerah penyangga lapangan udara.
3. Kawasan Pelestarian Alam
Kawasan pelestarian alam yang dapat ditetapkan di Kabupaten Bogor meliputi Kawasan Taman Wisata Alam dan
merupakan kawasan yang memiliki daya tarik pemandangan alam dan sekaligus dapat dijadikan sebagai sarana rekreasi/wisata
tanpa mengganggu kawasan konservasi. Kawasan Taman Wisata Alam di Kabupaten Bogor meliputi :
a. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, di Kecamatan Cisarua, Megamendung dan Caringin;
b. Taman Nasional Gunung Salak, di Kecamatan Cigombong, Cijeruk, Tamansari, Tenjolaya, dan Pamijahan; dan
c. Taman Nasional Gunung Halimun, di Kecamatan Leuwiliang, Nanggung dan Sukajaya.
d. Taman Wisata Alam Talaga Warna, Kecamatan Cisarua;
e. Taman Wisata Alam Gunung Pancar, Kecamatan Babakan Madang; dan
f. Taman Wisata Alam Gunung Salak Endah, Kecamatan Pamijahan.
Tabel 4.13
Sebaran Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi tetap di Kabupaten Bogor
2. Kawasan Pertanian
Kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan. Di wilayah Kabupaten Bogor, kawasan pertanian meliputi kawasan
pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan pertanian tanaman tahunan/perkebunan.
a. Kawasan Pertanian Lahan Basah
Kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan lahan basah di mana pengairannya dapat diperoleh secara alamiah
maupun teknis ( dalam hal ini yang dimaksud adalah sawah ). Kriteria pertanian lahan basah adalah : Bulan kering < 3 bulan, C.H >
1500 mm, Drainase terhambat, Tekstur SCL, Si, CL, pH 5,5 - 7.0, Hara tersedia sedang tinggi, Kawasan yang secara teknis dapat
digunakan untuk pertanian lahan basah. Secara ruang apabila digunakan untuk kegiatan pertanian lahan basah dapat memberikan
manfaat :
meningkatkan produksi pangan
meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektoral
meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumberdaya alam untuk pertanian pangan
meningkatkan pendapatan petani dan penyediaan lapangan kerja
Tabel 4.14. Lokasi Pertanian Lahan Basah (Sawah) Beririgasi di Kabupaten Bogor
NO KECAMATAN LUAS (HA)
1 KECAMATAN CARINGIN 1,208.44
2 KECAMATAN CARIU 2,700.10
3 KECAMATAN CIAMPEA 1,653.83
4 KECAMATAN CIAWI 310.35
5 KECAMATAN CIBUNGBULANG 1,908.01
6 KECAMATAN CIGOMBONG 563.27
7 KECAMATAN CIGUDEG 1,656.57
8 KECAMATAN CIJERUK 1,846.68
9 KECAMATAN CILEUNGSI 119.71
10 KECAMATAN CIOMAS 336.37
11 KECAMATAN CISEENG 1,113.68
12 KECAMATAN DRAMAGA 1,050.85
13 KECAMATAN GUNUNGPUTRI 19.96
14 KECAMATAN GUNUNGSINDUR 350.10
15 KECAMATAN JASINGA 1,511.85
16 KECAMATAN JONGGOL 2,763.18
17 KECAMATAN KEMANG 88.59
18 KECAMATAN KLAPANUNGGAL 939.77
19 KECAMATAN LEUWILIANG 1,657.67
20 KECAMATAN LEUWISADENG 1,585.58
21 KECAMATAN NANGGUNG 1,223.00
22 KECAMATAN PAMIJAHAN 3,464.43
23 KECAMATAN PARUNG 353.80
24 KECAMATAN PARUNGPANJANG 119.36
25 KECAMATAN RANCABUNGUR 703.59
26 KECAMATAN RUMPIN 5,500.78
27 KECAMATAN SUKAJAYA 1,690.02
28 KECAMATAN SUKAMAKMUR 661.30
29 KECAMATAN TAMANSARI 644.46
30 KECAMATAN TANJUNGSARI 2,587.27
31 KECAMATAN TENJO 626.45
32 KECAMATAN TENJOLAYA 1,495.73
JUMLAH 42,454.72
PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR Halaman IV -32
Sebaran lokasi rencana pengembangan perkebunan di wilayah Kabupaten Bogor dapat dilihat pada tabel 4.15
Tabel 4.15
Lokasi dan Luas Areal Perkebunan di Kabupaten Bogor
NO KECAMATAN LUAS (HA)
1 KECAMATAN BABAKANMADANG 9.13
2 KECAMATAN CARINGIN 92.20
3 KECAMATAN CARIU 163.11
4 KECAMATAN CIAWI 730.74
5 KECAMATAN CIGUDEG 1,713.94
6 KECAMATAN CISARUA 1,068.60
7 KECAMATAN CITEUREUP 938.05
8 KECAMATAN JASINGA 2,319.61
9 KECAMATAN KEMANG 613.59
10 KECAMATAN LEUWISADENG 3.37
11 KECAMATAN MEGAMENDUNG 437.51
12 KECAMATAN NANGGUNG 1,029.73
13 KECAMATAN RANCABUNGUR 346.68
14 KECAMATAN RUMPIN 166.66
15 KECAMATAN SUKAJAYA 340.73
16 KECAMATAN SUKAMAKMUR 681.44
17 KECAMATAN TANJUNGSARI 217.51
JUMLAH 10,872.60
3. Kawasan Perikanan
Pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Bogor terdiri atas perikanan darat. Sentra perikanan darat di Kabupaten
Bogor tersebar di Kecamatan Pamijahan dan Ciseeng, saat ini telah berkembang dan dilengkapi dengan pasar ikan dan fasilitas
penunjang lainnya. Untuk mengamankan dan mengoptimalkan fungsi kawasan perikanan diperlukan adanya upaya pengendalian
pemanfaatan ruang secara ketat terhadap berbagai bentuk kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan.
4. Kawasan Pertambangan
Kabupaten Bogor mempunyai sumberdaya non logam terdiri dari : batu gunung, sirtu, batu gamping, tras, lempung,
bentonit, zeolit, fosfat, pasir gunung, pasir kuarsa dan tanah urug. Setiap jenis bahan galian tersebut secara terperinci dapat
diuraikan sebagai berikut (Gambar 4.4Peta Lokasi Sumberdaya Mineral ).
Kriteria kawasan pertambangan adalah Kawasan yang memiliki deposit yang secara lingkungan dan ekonomis layak
tambang, Kawasan yang apabila dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan memiliki manfaat bagi masyarakat, Di luar Kawasan
Lindung, Tidak berada pada sawah yang beririgasi.
Batu gunung sebagian besar terbentuk dari batuan terobosan seperti andesit, basalt, dasit, magmatit dan diorit kuarsa.
Lokasi dan deskripsi dari bahan galian tersebut adalah sebagai berikut :
Kecamatan Rumpin
Sebaran meliputi komplek Gunung Manceuri di Kecamatan Rumpin yang terdiri atas batu gunung dari batuan beku
instrusif basalt dan aliran lava serta komponen breksi volkanik.
Potensi batu gunung saat ini cadangan yang ada diperkirakan 610 m3, yang telah banyak diusahakan oleh beberapa
perusahaan yang memegang SIPD.
Kecamatan Cigudeg
Sebaran batu gunung di Kecamatan Cigudeg merupakan bagian dari komplek Gunung Manceuri yang meliputi Gunung
Sudamanik, Gunung Tenjoleat, Pasir Rahong dan Gunung Tala Sigelap. Diperkirakan jumlah Cadangan yang ada di Gunung
Rahong sebesar 7 juta m dan Gunung Sigelap sebesar 102 juta m , Kualitas cukup baik sebagai bahan bangunan, alas jalan maupun
3 3
Gambar 4.4
Peta Lokasi Sumberdaya Mineral
Kecamatan Leuwiliang
Sebaran meliputi sekitar di Gunung Sodong, S. Citempuan bagian Utara dan Selatan dan G. Galuga. cadangan perkiran
Gunung Sodong : 2.576.780 m3 .Perkiraan cadangan batu gunung di Kecamatan Leuwiliang diperkirakan 119.5 juta m3 (tereka).
Kecamatan Parung Panjang
Sebaran meliputi Gunung Dago dan Gunung Salak. Batu gunung di daerah ini berupa lava andesit, berwarna abu-abu
sampai kehitaman, bertekstur porfiritik, sebagian berongga-rongga dengan kelulusan kecil. Penggalian sukar. Cadangan yang ada
di Kecamatan Parung Panjang adalah sekitar 41 juta m3 .
Batu gamping terdapat di dalam Formasi Klapanunggal dan Anggota Formasi Bojongmanik di bagian bawah.
Batu Gamping Formasi Bojongmanik
Sebaran batuan yang cukup luas terdapat di Kecamatan Ciampea dengan potensi diperkirakan sebesar 150 juta m3, sedangkan secara
setempat-setempat dan tidak begitu luas, tersebar antara lain;
Kecamatan Leuwiliang meliputi daerah sekitar Gunung Jambu, Gunung Sodong, Gunung Cibodas.
Kecamatan Cigudeg sekitar Desa Sukamaju
Kecamatan Rumpin terdapat di Desa Cipinang dan Desa Cibodas.
Kecamatan Parung Panjang terdapat di Desa Jagabaya dan Desa Lumpang.
Potensi Batubara yang terdapat di Kabupaten Bogor tersebar di Kecamatan Nanggung. Singkapan batubara yang ditemui
berupa lapisan-lapisan tipis yang berasosiasi dengan batupasir dan terdapat sebagai sisipan sisipan tipis selang-seling dengan
batulempung berwarna abu-abu tua, tertanam dalam massa karbonan. Berdasarkan pengamatan secara makroskopis (litotipe)
batubara tersebut termasuk ke dalam jenis vitrain dan clarain. Batubara yang terdapat di Kabupaten Bogor belum dimanfaatkan.
Wilayah lyang mengindikasikan tersingkapnya batubara diantaranya Sungai Cikaniki dan Sungai Cidurian daerah Pekapuran
Kecamatan Cigudeg.
Mineral Logam
Potensi mineral ini terdapat pada kawasan Gunung Pongkor Kecamatan Nanggung, merupakan sebagian daerah
konsesi PT. Aneka Tambang Unit Pertambangan Gunung Pongkor yang saat ini beroperasi. Cadangan bijih emas adalah
sekitar 6.000.000 ton dengan kadar Au = 14,3 gr/ton, Ag = 152,97 gr/ton. Daerah lain yang memiliki potensi indikasi
terunjuk adalah di Ciberang, Desa Cisarua Kecamatan Cigudeg dengan kadar Au = 50,5 gr/ton, Ag = 28 gr/ton.
Sedangkan mineral ikutan yang cukup berpotensi antara lain kalkopirit, galena dan sfale tersebar di Gunung Gede
Kecamatan Jasinga dengan kadar Zn 4,6%, Pb = 2,6% dan Cu = 0,3%, pirit dan arsenopirit tersebar di Gunung Pongkor
Nanggung dengan kadar Au = 2 - 123 ppm dan Ag < 1880 ppm, serta logam dasar lainnya di Sungai Cibarengkok
dan Sungai Cibuluh Kecamatan Cigudeg dengan kadar AU = 730-3850 ppm, Au = 0,037 - 11 ppm.
Potensi mineral Timbal tersebar disekitar :
Gunung Limbung dengan potensi cadangan tereka sebesar 3.500.000 ton dengan kadar Cu = 0,1 gr/ton, Zn = 4,12%, Pb= 0,9%
dan Au <1 gr/ton.
Gunung Gede Kecamatan Jasinga dan Cigudeg mempunyai potensi cadangan tereka sebesar 1.450.935 ton dengan kadar Cu =
0,37gr/ton, Au < 1gr/ton, Pb = 2,4% dan Zn = 4,6%.
di sekitar Gunung Mas Kenyala dengan potensi indikasi terunjuk yang terdapat pada urat kuarsa pada granit-granodiorit dan
tufa.
5. Kawasan Permukiman
Relatif terbatasnya kemampuan masyarakat di wilayah perdesaan dalam memperbaiki lingkungan permukiman,
menyebabkan sebagian kondisi fisik dan lingkungan permukiman belum memenuhi persyaratan kualitas sosial maupun kesehatan.
Kondisi tersebut kemudian diperburuk dengan masih belum meratanya distribusi prasarana dasar yang dibutuhkan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan permukiman di perdesaan.
Kepadatan yang tinggi pada suatu lingkungan permukiman akan menumbuhkan lingkungan permukiman yang kumuh dan
tidak layak, timbulnya permukiman-permukiman baru yang tidak teratur serta kurangnya dukungan prasarana dasar untuk
permukiman. Akibatnya, timbul gejala turunnya kesehatan penduduk, kerawanan sosial dsb. Masalah-masalah yang timbul di
lingkungan permukiman ini harus segera diatasi, khususnya pada kota-kota Kecamatan, seperti: Kota Cibinong, Leuwiliang,
Cileungsi, Klapanunggal, Gunungputri, Ciomas, Ciawi, dan Bojonggede.
Mengingat permasalahan permukiman di Kabupaten Wilayah Bogor semakin mendesak untuk segera diselesaikan, perlu
dilakukan langkah-langkah tindakan sebagai berikut:
a. Permukiman di Perkotaan
Program intensifikasi permukiman perkotaan, seperti land readjustment (panataan ruang permukiman) dan peremajaan
permukiman (melalui pemugaran permukiman, pembangunan rusun dsb)
Program pembentukan kota baru, khususnya untuk kota-kota ibukota Kecamatan yang memiliki potensi kuat untuk
dikembangkan sebagai pusat-pusat pertumbuhan baru, untuk menekan laju urbanisasi, disamping sebagai upaya
pemerataan jumlah penduduk
Program penyediaan infrastruktur perkotaan (PJM P3KT, KIP dsb)
Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemernitahan, pelayanan sosial dan kegiatan
ekonomi.
Kawasan perkotaan ditetapkan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria sebagai berikut:
Wilayah dengan fungsi pemanfaatan ruang sebagai kawasan perkotaan, baik yang telah ada mapun yang akan ditetapkan
pengembangannya, yang mempunyai kepadatan penduduk tertentu, kelengkapan jenis fasilitas perkotaan dan sarana
prasarana transportasi
Wilayah yang merupakan satu kesatuan wilayah perkembangan kota dan atau direncanakan sebagai kesatuan wilayah
pengembangan perkotaan
Wilayah yang memiliki kemudahan untuk penyediaan infrastruktur perkotaan dengan membentuk kesatuan sistem
kawasan dengan kawasan perkotaan yang ada
Wilayah yang mempunyai jarak tertentu dari kawasan perkotaan lainnya yang ada
Wilayah yang mempunyai jenis dan besaran kegiatan utama budidaya bukan pertanian
Wilayah yang mempunyai daya dukung lingkungan yang memungkinkan untuk pengembangan fungsi perkotaan
Wilayah yang terletak di atas tanah yang bukan merupakan kawasan beririgasi teknis dan bukan kawasan rawan bencana
Wilayah yang dapat mendorong kegiatan ekonomi sesuai dengan fungsi dan peranannya
Dengan definisi tersebut, arahan pengelolaan kawasan perkoaan yang paling mendasar adalah adanya penataan ruang
yang jelas, dan secara luas akan mengarah kepada beberapa hal sebagai berikut:
PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR Halaman IV -39
Penataan ruang kawasan perkotaan mencakup tiga hal, yaitu perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian. Ketiganya harus
dilaksanakan secara bersamaan sebagai suatu kesatuan utuh penataan ruang perkotaan
Perencanaan tata ruang kawasan perkotaan disesuaikan dengan kedudukan dan fungsi kawasan perkotaan dalam wilayah
Penyusunan rencana tata ruang kawasan perkotaan berpedoman pada aspek pengelolaan secara terpadu berbagai
sumberdaya, fungsi dan estetika lingkungan, serta kualitas ruang yang dikembangkan atas dasar kemitraan antara
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat secara menyeluruh
Perencanaan tata ruang kawasan perkotaan mempunyai kedalaman rencana yang berbeda menurut besaran kota. Perbedaan
tersebut adalah sbb:
o Strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan raung kawasan perkotaan besar dan kota sedang
o Pemanfaatan ruang secara rinci untuk kota kecil
Penyusunan rencana tata ruang kawasan perkotaan diselenggrakan untuk mencapai keserasian pengembangan kawasan
perkotaan secara administratif dan fungsional dengan pengembangan wilayah sekitarnya serta daya dukung dan daya
tampung lingkungan
Penyusunan rencana tata ruang kawasan perkotaan diselenggarakan dengan tetap memperhatikan hak-hak yang melekat
pada penduduk
Penyusunan rencana tata ruang perkotaan mencakup penyusunan rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang, yang
mencakup tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumberdaya alam lainnya.
b. Permukiman di Perdesaan
Program perbaikan lingkungan permukiman untuk meningkatkan kualitas fisik permukiman di perdesaan
Program penataan ruang permukiman perdesaan, agar upaya pengembangan lahan untuk fungsi permukiman dengan
pengembangan fungsi-fungsi lainnya dapat dilakukan secara proposional
Program penyediaan prasarana dan sarana dasar untuk permukiman perdesaan.
Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk didalamnya pengelolaan
sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Pengembangan kawasan perdesaan dilakukan dengan dasar pertimbangan ekonomi keruangan dan lingkungan.
Pertimbangan ekonomi keruangan dalam hal ini adalah menciptakan keseimbangan perkembangan kawasan perdesaan dengan
kawasan perkotaan, dalam struktur perekonomian. Kawasan perdesaan akan dikembangkan sebagai kawasan ekonomi berbasis
pada kegiatan pertanian.
Dengan pertimbangan tersebut di atas, maka arahan pengelolaan kawasan perdesaan adalah sbb:
Kegiatan yang dikembangkan pada kawasan perdesaan adalah kegiatan pertanian dalam pengertian luas
Kegiatan budidaya lain yang berkaitan dengan pengembangan pertanian, seperti industri pengolahan hasil pertanian, dapat
dilaksanakan pada kawasan ini
Fungsi kegiatan pelayanan perkotaan dikembangkan pada pusat-pusat permukiman perdesaan potensial, sebgai daerah
penyangga antara perdesaan dengan perkotaan
Pola permukiman perdesaan dikembangkan dengan sedapat mungkin adanya satu pusat permukiman perdesaan untuk
setiap kawasan tertentu, yang menjadi pusat kegiatan ekonomi, sosial dan pemerintahan
c. Kawasan Industri
Upaya pengembangan kawasan industri di Kabupaten Bogor diarahkan pada kegiatan yang berskala regional,
mengingat adanya potensi sumberdaya yang cukup banyak. Klaster Gunungsindur, Cibinong, Ciawi diarahkan
pengembangannya untuk industri kecil dan sedang, sperti: industri kerajinan, home industry dsb. Sementara itu, Klaster
Klapanunggal, Cariu dan Gunungputri lebih diarahkan pada pengembangan sektor industri berbasis teknologi/manufaktur,
seperti: industri elektronika, industri transportasi, industri kimia, industri pengolahan hasil tambang. Yang perlu mendapat
dalam pengembangan sektor industri adalah permasalahan yang timbul sebagai dampak aktivitas industri terhadap lingkungan
sekitar terutama masalah pencemaranm lingkungan. Aktivitas industri boleh dilaksanakan selama tidak mengganggu
lingkungan sekitar.
1) Tujuan Pengembangan Kawasan Industri
Kawasan industri didefinisikan sebagai area tempat berkonsentrasinya aktifitas-aktifitas manufakturing atau industri
yang didukung oleh prasarana, fasilitas dan berbagai unsur pendukung lainnya yang tersedia dan ditangani oleh perusahaan
kawasan industri (Keppres No. 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri). Kawasan industri ditujukan sebagai instrumen yang
melayani alokasi industri sesuai dengan arahan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang disusun.
Tujuan dibentuknya kawasan industri adalah sbb:
Percepatan pertumbuhan industri wilayah
Menyediakan fasilitas bagi kegiatan industri
Merangsang aglomerasi industri
Membangun industri yang ramah lingkungan yang berkelanjutan
Walaupun secara kelembagaan, kawasan industri disadari sebagai alat publik, namun tidak ada partisipasi
realistik dari sektor publik/pemerintah yang menjadikan kawasan industri sebagai target dari investasi komersil.
b. Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, khususnya pasal 22 butir 4
c. Keppres No. 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri, khususnya pasal 17, pasal 5 ayat 3, pasal 7
d. Keppres No. 33 Tahun 1990 tentang Pembangunan Tanah bagi Pembangunan Kawasan Industri, khususnya pasal 7
e. Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 291/M/SK/10/1989 tentang Tata Cara Perizinan dan Standar Teknis Kawasan
Industri
Tipologi industri :
a. Tipologi industri berdasarkan Klasifikasi Komoditi Indonesia (KKI) adalah:
Industri makanan, minuman dan tembakau
Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit
Industri kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya
Industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan penerbitan
Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batubara, karet dan plastik
Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara
Industri logam dasar
Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya
Industri pengolahan lainnya
b. Tipologi industri berdasarkan skala kegiatannya adalah:
Industri rumah tangga
Industri kecil
Industri menengah
Industri sedang
Industri besar
c. Tipologi industri berdasarkan bentuk pengelolaannya adalah:
Kompleks industri (industrial complex)
Kawasan industri (industrial estate)
Lahan peruntukan industri
Kawasan Berikat
Permukiman Industri Kecil
Sentra Industri Kecil
Sarana Usaha Industri Kecil
Konsep Keruangan
Pendekatan ruang kegiatan industri dalam arti ekonomi yang didekati dengan prinsip ekonomi regional adalah berupa:
a. Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) yaitu suatu konsepsi pengembangan industri berdasarkan pendekatan
spasial (kewilayahan) dimana dalam konteks pembangunan industri, seluruh wilayah negara RI dibagi dalam satuan-
satuan WPPI. Untuk seluruh Indonesia terdapat 6 WPPI.
b. Zona Industri (ZI) yaitu suatu wilayah bagian dari WPPI yang mempunyai potensi menjadi wilayah yang dapat
mendinamisasi pembangunan ekonomi daerah (regional) oleh berkembangnya kegitan industri sebagai penggerak utama
tumbuhnya kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Terdapat 52 zona industri yang tersebar di 6 WPPI yang ada.
Pendekatan ruang kegiatan secara fisik pada dasarnya adalah berupa kawasan industri, yaitu berupa
bentangan alam yang secara fisik didominasi oleh kegiatan industri. Ada beberapa bentuk ruang kegiatan industri
ini, yaitu kawasan industri, kawasan berikat, kompleks industri, lahan peruntukan industri, kantong industri, lokasi
industri kecil
Kriteria Teknis dan Spasial
Untuk mendukung pengembangan kawasan industri (lahan peruntukan industri) dalam rangka
pemanfaatan ruang RTRW Kabupaten, kriteria-kriteria teknis yang perlu diperhatikan terutama yang menyangkut
ukuran kapling, tenaga kerja, energi listrik, kebutuhan air dan telekomunikasi. Kriteria tersebut dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Khusus untuk Kawasan Industri yang dikelola oleh suatu Badan, berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.
291/M/SK/10/1989, kriteria teknis untuk Kawasan Industri adalah sebagai berikut:
a. Mencadangkan tanah kawasan industri dengan komposisi:
Kapling-kapling industri seluas maksimum 70% dari luas kawasan (BCR sebagai Perda setempat)
Ruang terbuka hijau dan daerah penyangga minimum 105 dari luas kawasan
Prasarana dan sarana penunjang teknis seluas 20% dari luas kawasan:
- Kapling saluran drainase: 8 14%
- Fasilitas penunjang : 6 12%
Tabel 4.16
Kriteria Teknis Pengembangan Kawasan Industri
c. Prasarana dan sarana penunjang teknis lainnya yang dapat disediakan adalah kantin, poliklinik, sarana ibadah, rumah
penginapan sementara (mess transito), pusat kesegaran jasmani (fitness centre), halte angkutan umum, areal penampungan
sementara limbah padat, pagar kawasan industri, pencadangan tanah untuk perkantoran bank, pos dan pelayanan
telekomunikasi dan pos keamanan
Sedangkan standar teknis untuk perusahaan indsutri pengolahan yang berada dalam kawasan industri adalah:
a. Wajib melengkapi kapling industrinya dengan sarana pengendalian limbah cair, limbah gas, limbah debu, kebisingan dan
bau yang mengganggu, yang dikeluarkan oleh kegiatan industrinya
b. Beban pengelolaan air limbah dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut:
- Perusahaan Kawasan Industri meningkatkan kemampuan unit pengelolaan air limbah
- Memasang unit pengelolaan limbah pendahuluan (pre treatment plant) tersendiri apabila limbahnya melampaui batas
kemampuan pengelolaan unit pengelolaan limbah pusat
c. Perusahaan industri yang berada dalam Kawasan Industri tidak diperkenankan mengambil air tanah untuk kegiatan
industrinya
Kriteria spasial dalam pengembangan Kawasan Industri antara lain:
a. Pembangunan kawasan industri tidak dilakukan pada kawasan pertanian, kawasan hutan produksi dan kawasan lindung
b. Pembangunan kawasan industri pada lokasi yang memiliki aksesibilitas yang baik
c. Pembangunan kawasan industri pada lokasi yang mudah memperoleh sumber air baku
Kriteria teknis dan kriteria lokasi industri menurut bentuk pengelolaannya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut
Tabel 4-17
Kriteria Lokasi Industri
Bentuk Pengelolaan
Kriteria Industrial Industrial Estat Lahan Peruntukan Kawasan Berikat Permukiman Sentra Industri Sarana Usaha
Complex Industri Industrial Kecil Kecil Industri Kecil
Jarak dari Di luar kota Maksimal 16 Km Daerah pinggiran Daerah pinggiran kota Tak tentu Tak tentu Di dalam
Pusat Kota kota dengan aksesibilitas tinggi industri Estat
ke pelabuhan/air port
Jarak Terhadap Terpisah dari Minimal 2 Km Minimal 3 Km Terpisah dari permukiman Relatif berbaur Relatif berbaur Di dalam
Permukiman permukiman dengan permukiman dengan permukiman industrial estat
Jaringan Jalan Di sekitar jalan Di sekitar jalan Di sekitar jalan Di sekitar jalan regional Dapat dijangkau Dapat dijangkau Di dalam
regional regional regional jalan tol jalan tol industrial estat
Fasilitas dan Minimal tersedia Dalam radius Dalam radius Dalam radius pelayanan Minmal terlayani Minimal tersedia Di dalam
Prasarana sumber air pelayanan listrik, pelayanan listrik, air listrik, air bersih, telkom, listrik sumber air sumber air bersih industrial estat
air bersih, bersih, telkom, perbankan dan sistem bersih
telkom, perbankan dan transportasi terutama
perbankan dan sistem transportasi pelabuhan/air port dan
sistem cargo terminal
transportasi
Kualitas Air Terlayani sungai Terlayani sungai Terlayani sungai Terlayani sungai Golongan Terlayani sungai Terlayani sungai Di dalam
Sungai Golongan C, D, Golongan C, D, Golongan C, D, E C, D, E Golongan C, D, E Golongan C, D, E industrial estat
E E
Peruntukan Budidaya Non Budidaya Non Budidaya Non Budidaya Non Pertanian Dapat berbaur Dapat berbaur antara Di dalam
Lahan Pertanian Pertanian Pertanian antara lain dgn lain dgn permukiman industrial estat
permukiman dan dan pertanian
pertanian
Orientasi Lokasi bahan Aksesibilitas dan Infrastruktur Aksesibiltas ke pelabuhan Tenaga kerja
Lokasi baku tenaga kerja
Sumber: Depertemen Perindustrian
Tabel 4. 18
Standar Teknis Kawasan Industri
Bentuk Pengelolaan
Kriteria Industrial Complex Industrial Estat Lahan Peruntukan Kawasan Permukiman Sentra Industri Kecil Sarana Usaha Industri
Industri Berikat Industrial Kecil Kecil
Luas lahan per Unit usaha Minimum 4,5 Ha 0,1-4,5 Ha Maksimum 3 Ha 0,1 4,5 Ha Maksimum 100 m2 Tak tentu Maksimum 100 m2
Air bersih Minimum 12 lt/dt/ha 1 12 lt/dt/ha Maksimum 8 lt/dt/ha 1 12 lt/dt/ha Maksimum 6 lt/dt/ha Maksimum 6 lt/dt/ha Maksimum 6 lt/dt/ha
Jumlah Tenaga Kerja 80 jiwa/ha 30 jiwa/ha 80 jiwa/ha 80 jiwa/ha 300-500 jiwa/ha 300-500 jiwa/ha 300-500 jiwa/ha
Kualitas limbah industri Golongan 1 Golongan 1 Golongan 2 Golongan 1 Golongan 2 Golongan 2 Golongan 2
Building Coverage 40% 60% 60% 60% 60% 60% Di dalam industrial estat
Berikut ini adalah arahan pengembangan sektor industri untuk masing-masing klaster di Kabupaten Bogor:
(a) Klaster Cibinong lebih diarahkan pada pengembangan industri kecil dan kerajinan. Potensi industri kecil dan industri kerajinan
yang telah berkembang di klaster ini meliputi: industri pangan, industri sandang (garment) dan kulit (tas jaket), industri barang
dari logam, industri kayu dan bambu, industri bunga kering serta aneka industri lainnya. Selain itu, Klaster Cibinong berpotensi
besar untuk pengembangan agroindustry, namun perlu dilakukan upaya untuk mempercepat pengembangan agroindustry.
(b) Klaster Gunungsindur perkembangan industrinya lebih diarahkan pada industri kecil dan kerajinan. Potensi industri kecil dan
industri kerajinan yang telah berkembang di klaster ini meliputi: industri pangan (keripik pisang), industri sandang, industri
bahan galian, industri kayu dan bambu. Industri kerajinan yang ada perlu lebih dikembangkan untuk mendukung
pengembangan sektor pariwisata.
(c) Klaster Cileungsi/Klapanunggal/Jonggol diarahkan pada kelompok industri manufaktur, industri besar, industri sedang dan
industri kecil. Industri kecil yang telah berkembang.. Sedangkan untuk pengembangan industri berbasis teknologi, seperti:
industri elektronika, industri kimia, industri kendaran bermotor diarahkan pada kawasan industri (Industrial Techno Park) yang
direncanakan akan dibangun di Desa Sukajadi seluas 300 Ha yang terletak pada koridor Cariu Tol Purwakarta. Sedangkan
untuk kegiatan industri yang berlokasi didekat permukiman hanya untuk jenis industri kecil non polutif terutama di Kecamatan
Cileungsi dan Kecamatan Ciomas.
(d) Kawasan industri di Kabupaten Bogor tersebar hampir diseluruh wilayah Kecamatan . Jenis industri yang dikembangkan
adalah hasil pertanian dan kehutanan, aneka industri, industri logam, industri mesin dan kimia. Selain industri pengolahan juga
dikembangkan industri rumah tangga (Home Industry).
Untuk mengamankan kawasan industri agar tidak berdampak terhadap lingkungan dibutuhkan adanya pengendalian dan
pengawasan secara ketat terhadap aktivitas terutama yang dapat mengganggu kualitas lingkungan (buangan limbah industri).
d. Pariwisata
Kegiatan pariwisata adalah kegiatan yang memanfaatkan keindahan alam dan panorama, nilai budaya yang bernilai tinggi,
bangunan peninggalan budaya dan atau mempunyai nilai sejarah yang tinggi.
Kriteria parawisata adalah :
Kegiatan yang secara teknis dapat digunakan untuk pariwisata serta tidak mengganggu kelestarian budaya dan lingkungan;
Kegiatan pariwisata dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah;
Memiliki keindahan alam dan panorama, serta karakteristik masyarakat dengan kebudayaan yang bernilai tinggi sebagai daya
tarik wisatawan;
Merupakan peninggalan budaya yang mempunyai nilai sejarah (bangunan dan prasasti);
Tersedia lahan yang memadai sesuai dengan karakteristik kegiatannya;
Tersedia sarana dan prasarana;
Berada di kawasan yang mempunyai kepadatan penduduk/pemukiman rendah, Lanskap yang memenuhi aspek estetika dan
fungsional.
Pengembangan pariwisata di Kabupaten Bogor akan terkait dengan jumlah kunjungan wisatawan ke objek-objek wisata
yang terdapat di wilayah ini. Pada umumnya prasarana yang tersedia saat ini terbatas pada ketersediaan fasilitas umum untuk
melayani pengunjung ke objek wisata setempat.
Pengembangan sarana penunjang saat ini belum berkembang secara optimal. Hal ini terkait dengan terbatasnya jumlah
pengunjung yang menetap atau menginap dan minimnya objek wisata kawasan yang dapat menarik jumlah pengunjung dalam
jumlah besar. Pengembangan sarana diprioritaskan pada peningkatan sarana transportasi ke objek-objek wisata di Kabupaten
Bogor.
Rencana pengembangan kawasan pariwisata di Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut :
1) Kawasan Pariwisata Pamijahan, meliputi objek dan daya tarik Curug Ciganea, Curug Ngumpet, Curug Seribu, Kawah Ratu, Air
Panas GSE. Selain air terjun terdapat objek wisata bumi perkemahan G. Bunder di Desa G. Bunder.
2) Kawasan pariwisata Gunung Salak Endah di Kecamatan Pamijahan, Cibungbulang dan Ciampea, serta Taman Nasional Gunung
Halimun di Kecamatan Nanggung
3) Obyek wisata Goa Gundawang di Kecamatan Cigudeg (desa Cigudeg) Parungpanjang (Desa Lumpang dan Desa Dago), Jasinga
(Desa Koleang).
4) Kawasan perkebunan teh Cinten/Puraseda, Batutulis Ciaruteun, Napaktilas Goa Gundawang, Arung Jeram sungai Cianten, Situ
Cibaju.
5) Kawasan pariwisata Puncak, meliputi objek wisata Taman Safari, Curug Cilember, Gunung Mas (kebun the)
6) Kawasan wisata Lido, (wisata air)
Dalam upaya pengembangan kawasan pariwisata di Kabupaten Bogor, aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu :
1) Dari segi teknis empat unsur utama pengembangan parawisata dari aspek teknis yakni: unsur tourist attraction (objek wisata)
dalam arti luas, unsur fasilitas wisata (hotel-hotel, losmen, toko, kantor pos, dan kemudahan-kemudahan lainnya), unsur
aksesibilitas yang menghubungkan tempat tinggal wisatawan menuju objek wisata dan fasilitas wisata tersebut, unsur
pengorganisasian.
2) Dari segi non teknis; aspek non teknis mempunyai pengaruh besar dalam pengembangan wisata, karena melibatkan berbagai
instansi dan masyarakat diluar jajaran parawisata, oleh kerena itu pengembangan parawisata tidak hanya tergantung pada
aspek teknis tetapi juga tergantung pada aspek non teknis
Pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Bogor adalah meningkatkan arus kunjungan wisatawan baik wisatawan
nusantara maupun manca negara melalui pengembangan dan peningkatan dari segi teknis dan non teknis. Pengembangan dari segi
teknis adalah meningkatkan daya tarik objek wisata melalui peningkatan aksesibilitas, pengembangan kegiatan dengan ciri khas
kawasan. Dari segi non teknis adalah meningkatkan kerjasama dengan masyarakat, swasta maupun lembaga-lembaga.
Pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Bogor diprioritaskan pada :
1) Pengembangan didasarkan pada aspek kebudayaan secara luas
2) Meningkatan sarana dan prasarana akomodasi wisata pada kawasan-kawasan pariwisata
3) Meningkatkan sarana dan prasarana penunjang objek dan daya tarik yang sedang dan belum berkembang
Rencana pengembangan jalan baru dilakukan melalui pembangunan, peningkatan dan penetapan ruas jalan, terdiri dari :
a. Pengembangan jaringan jalan Nasional :
1. Jalan tol Sholeh Iskandar - Bojong Gede Antasari Depok;
2. Jalan tol Jagorawi Cikampek (Jakarta Outer Ring Road/JORR II);
3. Jalan tol Ciawi Sukabumi;
4. Jalan tol Jasinga Tenjo;
5. Bukaan jalan tol lingkar luar Bogor (Bogor Outer Ring Road);
6. Bukaan jalan tol kawasan Sport Center dan Wisata Gunung Geulis;
7. Jalan raya Jakarta Bogor Sukabumi;
8. Jalan Dramaga Leuwiliang Jasinga; dan
9. Jalan raya Puncak.
b. Pengembangan jaringan jalan provinsi (kolektor 2), yang merupakan jalan tembus antar wilayah kabupaten/kota perbatasan,
meliputi ruas :
1. Citeureup Babakan Madang Sukamakmur Cipanas (Kabupaten Cianjur);
2. Babakan Madang Sukamakmur Tanjungsari Cariu Kabupaten Kerawang (tol Cikampek);
3. Gunung Putri Bojong Kulur - Kota Bekasi
4. Dramaga Tenjolaya Tamansari Cijeruk Cigombong Kabupaten Sukabumi;
5. Leuwiliang Kabupaten Sukabumi;
Rencana pengembangan jaringan transportasi tahun 2005 sampai 2025 di Kabupaten Bogor, meliputi pengembangan sarana dan
prasarana transportasi yang diarahkan untuk melengkapi melalui pembangunan baru maupun peningkatan kualitas (perkerasan dan
geometrik) jalan sesuai dengan fungsinya. Pengembangan jaringan transportasi diupayakan kepada penekanan untuk mengurangi
tingkat kemacetan dan tingginya permintaan pergerakan orang pengguna jalan darat, yitu dengan pemanfaatan jalur Kereta Api
Perkotaan.
Rencana pembangunan sarana dan prasaranan transportasi kedepan di Kabupaten Bogor antara lain:
1. Jaringan jalan
a. Pembangunan jalan arteri Tol jagorawi Tegar Beriman - Parung
Rencana pengembangan jalan diupayakan memenuhi persyaratan jalan sesuai peranannya dengan kriteria, sebagai berikut :
1. Jalan Kolektor Primer
a. Kecepatan rencana minimal 40 km/jam
b. Lebar jalan minimal 7 meter
c. Kapasitas sama dengan atau lebih besar daripada volume lalu-lintas rata-rata
d. Jalan masuk dibatasi, direncanakan sehingga tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan
e. Tidak terputus walaupun masuk kota
2. Jalan Lokal Primer
a. Kecepatan rencana minimal 20 km/jam
b. Lebar minimal 6 meter
c. Tidak terputus walaupun melalui desa
3. Jalan Arteri Sekunder
a. Kecepatan rencana minimal 50 km/jam
b. Lebar badan jalan minimal 8 meter
c. Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu-lintas rata-rata
d. Lalu-lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu-lintas lambat
e. Persimpangan dengan pengaturan tertentu, tidak mengurangi kecepatan dan kapasitas jalan
4. Jalan Kolektor Sekunder
a. Kecepatan rencana minimal 30 km/jam
b. Lebar jalan minimal 7 meter
5. Jalan Lokal Sekunder
a. Kecepatan rencana minimal 20 km/jam
b. Lebar badan jalan minimal 5 meter
Untuk mengantisipasi kondisi jaringan transportasi di Kabupaten Bogor yang relatif kurang baik, maka diperlukan adanya
peningkatan atau rehabilitasi jalan agar roda perekonomian wilayah dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal, terutama pada
daerah-daerah Kecamatan perdesaan yang merupakan sentra produksi pertanian.
Pada sisi lain pengelolaan pengembangan jalan penghubung utama di bagian barat (poros selatan utara) yang menghubungkan
wilayah Bogor barat dengan Kabupaten Tangerang akan memberikan dampak positif bagi pengembangan wilayah Kabupaten Bogor
khususnya wilayah Bogor Barat.
Peraturan zonasi untuk jaringan jalur kereta api disusun dengan memperhatikan :
pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jaringan jalur kereta api dilakukan dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi yang
kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi;
kketentuan pelarangan pemanfaatan ruang pengawasan jalur kereta api yang dapat mengganggu kepentingan operasi dan
keselamatan transportasi perkeretaapian;
pembatasan pemanfaatan ruang yang peka terhadap dampak lingkungan akibat lalu lintas kereta api di sepanjang jalur kereta api;
pembatasan jumlah perlintasan sebidang antara jaringan jalur kereta api dan jalan; dan
penetapan garis sempadan bangunan di sisi jaringan jalur kereta api dengan memperhatikan dampak lingkungan dan kebutuhan
pengembangan jaringan jalur kereta api.
Gambar 4.5
Peta Rencana Jaringan Jalan Kabupaten Bogor
Adapun rencana Pembangunan dan Peningkatan Jalan di Kabupaten Bogor ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 4.19
Ruas Jalan yang Perlu di Tingkatkan di Kabupaten Bogor
Panjang
No. Koridor Penanganan Jalan Tambahan Panjang Jalan Periode (Tahun)
Jalan (km)
1 Cigombong-Tamansari-Pamijahan-Sukaraksa-Bunar 58.79 21.99 2010 - 2011
2 Citeureup-Klapanunggal-Sukajaya-Sukamakmur 16.20 0.00 2012
3 Citeureup-Babakan Madang 10.60 0.00 2012
4 Gunung Sindur-Parung-Jampang-Parung 13.00 0.00 2010 - 2011
5 Bojong Gede - Kemang 8,7 FO 500 m 2 x 10m 2009
6 Tegar Beriman-Bojonggede 4,8 jalur cepat+jembatan bentang 100 2009
m 2x10 m dan under pass PDAM
7 Frontage Road Toll Depok - BORR 4.00 0.00 2011-2012
8 Parung Panjang-Bunar 28.95 Propinsi 2012
9 Cisarua-Cigombong 25.32 6.85 2013 -2014
10 Gunung Putri-Cikahuripan-Setusari 14.10 4.60 2013
11 Cigudeg-Bayuasih-Ciseeng 23.62 3.46 2014 -2016
12 Bojonggede-Cilebut-Kota Bogor 8.00 0.00 2017
13 Citeureup-Cileungsi 23.33 0.00 2013 -2016
14 Sentul-Kandang Roda 3.90 3.16 2014
15 Tamansari-Ciomas-Bubulak 12.18 2.23 2017
16 Cariu-Cileungsi 44.58 0.00 2015 -2016
17 Ciputat-Parung-Bogor 23.74 0.00 2017
18 Bts.Tangerang-Parung 11.73 0.00 2017
19 Lingkar Laladon 3.28 3.28 2013-2014
20 Lingkar Leuwiliang 2.59 2.59 2015-2016
21 Cariu-Gn. Batu-Sukamakmur-Babakan Madang 41.16 12.46 2018 - 2019
22 Sukajaya-Jonggol 17.80 0.00 2019 -2020
Panjang
No. Koridor Penanganan Jalan Tambahan Panjang Jalan Periode (Tahun)
Jalan (km)
23 Cipayung-Katulampa-Babakan Madang 13.09 5.29 2018
24 Pamijahan-Leuwiliang 4.50 0.00 2021 -2022
Panjang Jalan
No.
Koridor Penanganan Jalan (km) Tambahan Panjang Jalan Periode (Tahun)
25 Leuwiliang-Ciseeng 16.94 0.00 2020 -2021
26 Parung panjang-Rumpin-Ciseeng 21.10 0.00 2020
27 Tenjo-Parung Panjang 15.50 0.00 2021
28 Jasinga-Tenjo 18.60 0.00 2022
29 Ciseeng-Parung 9.90 0.00 2018 -2019
30 Jasinga-Sukajaya 17.20 0.00 2022
31 Ciseeng-Ciampea 14.68 0.48 2021
32 Parung Panjang-Gunung Sindur 11.68 2.28 2021
33 Sukaharja-Bts.Cianjur 8.00 8.00 2022
34 Dramarga-Jasinga 47.86 0.00 2018 -2020
35 Cibubur-Cileungsi 9.44 0.00 2022
Sumber: Hasil Analisis, 2006
Gambar 4.6
Peta Rencana Pengembangan Terminal
Sebagai langkah preventif perlu dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bogor mulai saat ini untuk melindungi
keberlangsungan keberadaan sumber air tanah dan air permukaan yang ada.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di daerah rawan kekeringan yang tidak memiliki potensi mata air, dikembangkan
pemanfaatan air hujan. Pemanfaatan air hujan dapat dilakukan dengan membangun Sistem Penampungan Air Hujan (PAH) di
kawasan perkotaan, dan Sistem Akuifer Buatan dan Simpanan Air Hujan (SABSAH) di kawasan pedesaan. Jika dikembangkan
Sistem PAH dan Sistem ABSAH, maka diperlukan beberapa bangunan sebagai kolam penampung.
Rencana pengembangan sistem Penampungan Air Hujan (PAH) di kawasan perkotaan, dan sistem Akuifer Buatan dan
Simpanan Air Hujan (ABSAH) dikembangkan pada lokasi-lokasi sebagai berikut:
Tabel : 4.20
Lokasi Rencana Pengembangan sistem PAH dan SABSAH
2) Pelayanan Depok II
3) Pelayanan Depok III
4) Pelayanan Depok IV
5) Pelayanan V Leuwiliang
6) Pelayanan VI Ciomas
7) Pelayanan VII Kedung Halang
8) Pelayanan VIII Parung panjang
9) Pelayanan IX Cileungsi
10) Pelayanan X Ciawi
11) Pelayanan XI Cibinong
5. Rencana Pelayanan Air Minum PDAM Kab. Bogor (Tdk termasuk Depok,& Kota Bogor)
Rencana pelayanan air bersih Tahun 2010 dengan proyeksi jumlah penduduk sekitar 4.253.311 jiwa, dibutuhkan Sl. Sebanyak
85.000 unit, dengan Cakupan pelayanan sebesar 12%, Kapasitas . terpasang 1803.5 l/det (1433.5 l/det + 370 l/det)
6. Rencana Sistem Pengairan Dan Pengendali Banjir
Pengembangan prasarana sumberdaya air diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan air baku dengan mengoptimalkan
pemanfaatan sumber air permukaan dan sumber air tanah serta pengendalian daya rusak air.
7. Air Baku
Pembangunan prasarana sumber daya air melalui upaya penyediaan air baku (kebutuhan air domestik, industri dan air
pertanian) melalui pemanfaatan dan pengembangan sumber air permukaan (sungai, waduk,embung) maupun sumber air bawah
permukaan. Rencana pengembangan prasarana sumber air permukaan untuk air baku, dikembangkan di lokasi Sungai Ciliwung
di ( Kecamatan Megamendung, Cisarua.) dan Sungai Cidurian di Kecamatan Nanggung serta Sungai Cijurai di Kecamatan
Sukamakmur.
Pengembangan prasarana sumber air tanah untuk air baku dengan melakukan penurapan mata air dan membangun sumur
bor, pencegahan pencemaran pada Cekungan Air Tanah (CAT). Pengembangan waduk, dam dan embung ditetapkan meliputi :
Waduk Cijurei, Waduk Cidurian dan Waduk Gadog.
8. Sarana Irigasi
Prasarana pengairan direncanakan sesuai dengan kebutuhan peningkatan sawah dari irigasi non teknis atau setengah teknis
menjadi irigasi teknis. Di samping itu direncanakan pula pada beberapa lokasi pemindahan sawah yang sebelumnya menempati
lahan dengan fungsi lindung mutlak yang dipindahkan ke lahan tanaman semusim.
Rencana Pengembangan Sistem Air Bersih
Rencana pegnembangan sistem air bersih ini adalah untuk menjadikan semua kecamatan memiliki sistem air bersih pada tahun
2025 dan pengembangan sistem perdesaan untuk desa-desa yang memungkinkan untuk dikembangkan melalui sistem perpipaan.
Usulan rencana pengembangan tersebut didasarkan pada :
1. Penilaian kebutuhan penyediaan air bersih dalam tiap kecamatan/desa;
2. Perkiraan biaya pelaksanaan sistem tersebut;
3. Prioritas penanganan terutama untuk desa rawan air dan desa yang belum memiliki sistem air bersih;
4. Prioritas penanganan sistem perpipaan oleh PDAM;
5. Ibukota kecamatan yang belum memiliki sistem air bersih.
Pengembangan PDAM
Dalam upaya meningkatkan pelayanan, PDAM Kabupaten Bogor merencanakan akan meningkatkan rencana pengembangan
pelayanan ke beberapa kecamatan, yaitu :
1. Wilayah Bogor yang berada di Bagian Timur, direncanakan di Kecamatan Gunung Putri dan Kecamatan Cileungsi;
2. Wilayah Bogor yang berada di Bagian Tengah, pengembangan wilayah pelayanan di Kecamatan Cibinong dan Bojonggede dan
Bukit Sentul;
3. Wilayah Bogor yang berada di Bagian Barat, pengembangan wilayah pelayanan diarahkan ke Kecamatan Ciampea dan Ciomas;
Tabel 4.21
Rencana Pengembangan PDAM
-41 perusahaan belum mengelola dengan baik hanya menyimpan dalam drum, dalam karung dan disimpan
dibelakang pabrik.
Pengelolaan limbah yang tidak memenuhi syarat akan menyebabkan terjadinya pencemaran air dan tanah
Mahalnya biaya penanganan limbah B3 menjadi kendala utama industri-industri untuk mengirimkan limbah B3 ke
PT. PPLI
Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 1999 Jo Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, telah dilakukan pemantauan ke kegiatan industri penghasil B3.
Di Kabupaten Bogor terdapat 95 perusahaan penghasil limbah B3 dengan sistem pengolahan yang berbeda-beda,
seperti yang terdapat pada tabel 4.22. sedangkan untuk jenis-jenis industri yang menghasilkan limbah B3 dapat
dilihat pada tabel 4.23
Untuk lebih jelasnya industri-industri penghasil limbah disajikan pada tabel di bawah ini
Tabel 4.22
Sistem Pengelolaan Limbah B3
No. Sistem Pengelolaan Jumlah Perusahaan
1. Dikirim ke PT. PPLI 33
2. Dijual ke Teknotama 1
3. Kerjasama dengan Pihak ke III 7
4. Kerjasama dengan PMI 2
5. Diambil suplier 2
6. Didaur ulang 1
7. Dibakar di Incenerator 4
8. Disimpan dalam karung 12
9. Disimpan dalam drum 16
10. Disimpan dalam bak kedap air 1
11. Disimpan dibelakang pabrik 12
12. Tidak dikelola 3
Jumlah 95
Sumber : DTRLH, Tahun 2007
PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR Halaman IV -71
Khusus untuk limbah industri yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), tempat pengelolaan
sampah dialokasikan di Desa Nambo Kecamatan Klapanunggal. Sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya
diarahkan untuk meminimalkan pencemaran udara, tanah dan sumberdaya air serta meningkatkan kualitas
lingkungan.
3. Rencana Pengembangan Persampahan
Kriteria penentuan lokasi TPA sampah menyangkut aspek teknis, ekonomis, lingkungan, serta sosial, yaitu meliputi
kriteria regional, kriteria penyisih, dan kriteria penetapan.
Kriteria regional meliputi :
1. Kondisi Geologi Tidak dibenarkan berlokasi di atas suatu holocene fault atau berdekatan dengan daerah yang mempunyai
sifat bahaya geologi yang dapat merusak fasilitas TPA. Daerah yang dianggap tidak layak adalah daerah formasi batu pasir,
batu gamping, atau dolomit berongga dan batuan berkekar lainnya (jointed rocks).
2. Kondisi Hidrogeologi Lokasi TPA tidak boleh terletak di tempat yang mempunyai muka air kurang dari 3 meter, tidak boleh
mempunyai kelulusan tanah lebih besar dari 10 cm/det serta harus berjarak lebih dari 100 meter terhadap sumber air minum
di hilir aliran.
3. Lereng Lokasi TPA tidak boleh terletak pada bukit dengan lereng tidak stabil dan akan dinilai layak apabila terletak di
daerah landai yang agak tinggi, bekas tambang terbuka dengan kemiringan 0-20%. Tidak layak di daerah dengan depresi
yang berair, lembah rendah dan tempat yang berdekatan dengan air permukaan dengan kemiringan alami lebih besar dari
20%.
4. Tata Guna Tanah TPA yang digunakan untuk sampah organik tidak boleh terletak di radius 3.000 meter dari landasan
lapangan terbang untuk pesawat turbo jet dan 1.500 meter untuk landasan pesawat lain, karena akan menarik kehadiran
burung. Selain itu, tidak boleh terletak di wilayah peruntukan bagi lokasi sarana dan daerah lindung perikanan, satwa liar,
dan pelestarian tanaman.
5. Daerah Banjir Lokasi TPA sebaiknya berada di daerah banjir dengan daur 25 tahun.
Kriteria penyisih dilakukan dengan mengikuti Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA (SNI T-11-1991-03), yang melakukan
pembobotan berdasarkan kesesuaian iklim, utilitas yang tersedia, lingkungan biologis, kondisi tanah, hidrogeologis, dan tata
guna lahan. Kriteria penetapan merupakan kriteria berkaitan dengan kewenangan instansi terkait untuk menetapkan lokasi
terpilih sesuai dengan kebijakan dan ketentuan setempat yang berlaku.
Secara bertahap lokasi yang perlu ditangani adalah:
a. Wilayah Tengah dan Timur yang meliputi Kecamatan Perkotaan Cibinong, Babakanmadang, Sukaraja, Bojonggede,
Citeureup, Ciawi, Parung, Ciomas, pelayanan secara terpusat. di Lokasi TPA Desa Nambo, direncanakan untuk
dikembangkan daya tampungnya untuk mendukung kebutuhan tempat sampah regional.
b. Wilayah Barat yang meliputi Kecamatan Ciampea, Leuwiliang, Gunungsindur dan Parungpanjang dialokasikan pada TPA
Parungpanjang (Desa Dago dan Gorowong) serta TPA Cigudeg (Desa Wates).
Kebutuhan sarana pengembangan dan pengelolaan sampah di Kabupaten Bogor hingga tahun 2025 disajikan pada
tabel 4.21.
Tabel 4.21
Kebutuhan prasarana persampahan sampai dengan tahun 2025
Jumlah 4,311,137 4,586,057 6,138,430 49 112 256 96 243 615 96 243 615 411 1,004 2446
Sumber Hasil Analisis Tahun 2007
Dalam pengelolaan sampah secara umum harus harus memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
a. Aspek Teknis Operasional
Dalam teknis operasional pengelolaan Persampahan, yang perlu diperhatikan adalah:
1) Komposisi dan karakteristik persampahan dapat dipergunakan untuk menentukan teknologi yang tepat untuk mengolah
sampah.
2) Sumber Sampah
3) Identifikasi sumber-sumber sampah dapat digunakan dalam merencanakan pola operasi pengelolaan Persampahan.
4) Pola Operasi
5) Pola operasi pengelolaan persampahan dimulai sumber persampahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan
pemanfaatan serta pembuangan akhir.
b. Aspek Institusi
Pengelolaan Persampahan kota dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, BUMN/BUMD, swasta dan
masyarakat.
c. Aspek Pembiayaan
Pengelolaan persampahan dalam aspek pembiayaan meliputi:
1) Sumber Dana (APBN, APBD, LOAN, GRANT/HIBAH, Masyarakat dan sebagainya)
2) Biaya investasi, operasi dan pemeliharaan
3) Retribusi.
d. Aspek Peran Serta Masyarakat dan Kemitraan
Dalam perencanaan dan pemrograman pengelolaan persampahan, aspek peran serta masyarakat adalah dalam bentuk
pentahapan dan proporsi kerjasama.
e. Aspek Peraturan Perundangan
Peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan persampahan memuat tentang pembagian tugas, wewenang
dan tanggung jawab penyelenggaraan pengelolaan persampahan yang meliputi: pengaturan, pembinaan, perencanaan,
konstruksi, pengawasan, pengoperasian, dan pemeliharaan, monitoring dan evaluasi serta pembangunan.
5. Fasilitas Pemakaman
Rencana pengembangan tempat pemakaman umum (TPU) maupun tempat pemakaman bukan umum (TPBU) untuk memenuhi
kebutuhan penyediaan lahan makam bagi masyarakat, dilakukan melalui :
a. pengembangan tempat pemakaman umum (TPU) skala lokal dialokasikan pada setiap kecamatan.
PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR Halaman IV -77
b. pengembangan tempat pemakaman umum (TPU) skala regional dialokasikan pada 3 (tiga) wilayah, yaitu :
1. Wilayah Barat di Kecamatan Parungpanjang;
2. Wilayah Tengah di Kecamatan Pondok Rajeg;
3. Wilayah Timur di Kecamatan Cileungsi;
c. Pengembangan tempat pemakaman bukan umum skala regional di Kecamatan Tanjungsari, Cariu, Jonggol;
d. Tempat pemakaman bukan umum skala lokal dialokasikan pada :
1. Kecamatan Gunung Sindur;
2. Kecamatan Tajurhalang;
3. Kecamatan Cibinong;
4. Kecamatan Cijeruk;
e. taman makam pahlawan di Kecamatan Cibinong.
6. Fasilitas Perdagangan
Rencana pengembangan sarana dan prasarana perdagangan dilakukan sesuai prediksi tingkat perkembangan penduduk dan
ekonomi wilayah di Kabupaten Bogor , meliputi :
a. peningkatkan/penataan pasar daerah dan pasar desa, serta kawasan perdagangan lainnya;
b. pembangunan pasar regional/induk di Kecamatan Ciawi dan Kecamatan Parung;
c. pembangunan pusat perbelanjaan pada pusat kota;
e. pembangunan kawasan pergudangan di Kecamatan Citeureup, dan Cileungsi.
Luas hutan diKabupaten Bogor adalah 58.134,73 Ha. Sebagian besar kawasan ini merupakan hutan rakyat dan sebagian
merupakan kawasan hutan yang dikelola oleh Perhutani dan secara fisik sebagian merupakan ladang/ tegalan.
Secara fisik kawasan ini memiliki karakteristik bentuk wilayah bervariasi antara berombak hingga berbukit dan bergunung,
jenis tanah umumnya latosol dan kambisol, dengan kemampuan meresapkan air cukup baik, dan curah hujan cukup tinggi>2000
mm/tahun.
Fungsi ekologis kawasan ini perlu dilestarikan agar kemampuan untuk meresapkan air hujan dapat dijaga dan ditingkatkan.
Untuk itu pemanfaatan lahan dikawasan ini perlu dilaksanakan dengan pengendalian ketat dengan mempertahankan tutupan
lahan secara optimal.
Adapun arahan pengelolaan pemanfaatan lahan di kawasan resapan air ini antara lain:
1) Di kawasan hutan produksi tetap, perlu dibarengi dengan tanaman konservasi berupa tanaman leguminosa seperti kaliandra,
lamtoro, dan gliricidae yang ditanam secara strip croping, yaitu membentuk barisan tanaman (pagar) mengikuti kontur tanah
dengan jarak antar barisan 4-5 meter.
2) Di kawasan non hutan, dengan kemiringan lahan >40% diarahkan untuk pengembangan hutan rakyat, dengan jenis tanaman
penghasil kayu bangunan, seperti sonokeling dan mahoni. Sedangkan tanaman pinus tidak direkomendasikan, karena
daunnya mengandung lignin, sehingga serasahnya sulit terdekomposisi, sehingga dengan demikian kurang mampu
memperbaiki sifat fisik tanah dan meningkatkan kapasitas peresapan air. Tanaman sela berupa tanaman buah-buahan, cengkih
dan kopi dapat ditanam dengan tingkat kepadatan populasi lebih rendah dibanding tanaman kayu-kayuan.
Tiap 3-4 baris tanaman kayu-kayuan dapat di tanam tanaman sela yang membentuk barisan sejajar kontur (strip croping).
Untuk menjaga agar tidak terjadi erosi dan meningkatkan kesuburan tanah, maka di bawah pohon-pohon ini dapat
dibudidayakan rumput-rumputan (rumput gajah, rumput setaria, rumput Meksiko, dan lain-lain) untuk penyediaan hijauan
pakan ternak (HPT) yang dapat ditanam secara strip croping. Adanya rumput ini maka aliran permukaan (run off) akan
tertahan dan lumpur erosi dapat diendapkan di muka barisan tanaman rumput, sehingga secara berangsur-angsur akan
membentuk guludan dan terrasering.
3) Di kawasan non hutan, dengan kemiringan lahan >25% diarahkan untuk pengembangan kebun campuran (talun kebun),
yaitu suatu sistem pertanian hutan tradisional dimana dalam sebidang tanah ditanami berbagai macam tanaman yang diatur
secara spasial dan temporal. Tanaman buah-buahan seperti: cengkih, kopi, alpukat, dan durian dibudidayakan bersama
berbagai tanaman kayu-kayuan dan tanaman pangan lainnya. Jenis tanaman kayu-kayuan yang dikembangkan merupakan
kelompok kayu tidak keras dan cepat besar seperti sengon, kaliandra, turi, dan lain-lain. Jenis kayu ini memiliki nilai
ekonomis sebagai sumber kayu bakar, papan cor, dan bahan peti kemas. Di bawah tanaman buah-buahan dan kayu-kayuan
dapat dikembangkan jenis tanaman yang tahan naungan dan merupakan sumber bahan makanan, seperti garut, gembili, huwi,
iles-iles, gadung, dan lain-lain. Tanaman kayu-kayuan ditanam dengan melakukan rotasi, sehingga sifat fisik dan kimia tanah
tetap dapat dilestarikan.
4) Di kawasan non hutan dengan kemiringan lahan 9-25% diarahkan untuk pengembangan pertanian perkebunan buah-
buahan, antara lain: alpukat, durian, rambutan, dan lain-lain. Untuk menjaga agar tidak terjadi erosi dan meningkatkan
kesuburan tanah, maka perlu tindakan konservasi berupa penanaman rumput hijauan pakan ternak (HPT) yang ditanam
secara strip croping membentuk pagar menurut kantur. Teknik penanaman ini akan dapat mencegah aliran permukaaan dan
erosi, sehingga secara lambat laun akan terbentuk terras bangku secara alami.
5) Di kawasan non hutan dengan kemiringan lahan datar (<9%), diarahkan untuk pengembangan pertanian tanaman semusim
dataran tinggi, yaitu: sayur-sayuran antara lain: bawang daun, kentang, wortel, kacang merah, tomat, dan lain-lain. Meskipun
lahan ini relatif datar, namun dengan curah hujan yang tinggi, maka perlu tindakan konservasi berupa penanaman tanaman
rumput hijauan pakan ternak secara strip croping dan tanaman tahunan yang cepat besar seperti lamtoro sebagai tanam
penaung.
6) Merubah status kepemilikan hutan rakyat menjadi hutan negara dengan membeli lahan hutan yang dikuasai rakyat.
7) Melakukan pengendalian terhadap meluasnya hutan rakyat.
8) Pada beberapa kawasan hutan yang memungkinkan agar dibuat kegiatan wisata alam dan wisata ilmu pengetahuan serta tidak
diperbolehkan adanya kegiatan/ bangunan selain usaha untuk memelihara dan meningkatkan fungsi lindung.
9) Tidak diperbolehkan adanya alih fungsi lahan.
b. Kawasan Karst.
Kawasan Karst yang terletak diKecamatan Klapanunggal, ciapea dan Ciseeng dimana diantaranya terdapat obyek wisata
Air panas merupakan kawasan yang tidak boleh dilakukan penambangan dan ditetapkan sebagai kawasan konservasi.
Agar kawasan Karst tidak menjadi lebih terganggu ekosistemnya, maka arahan pengelolaan Kawasan Karst di Kabupaten
Bogor sebagai berikut :
1) Mengembalikan fungsi kawasan sebagai kawasan penyimpan cadangan air tanah dengan melakukan reboisasi dan
mengembangkan penggunaan lahan dikawasan ini adalah ekosistem hutan lindung.
2) Merubah fungsi lahan dari pertanian menjadi kawasan lindung.
3) Melakukan exploitasi potensi ekonomi yang ada secara terbatas.
4) Mengembalikan kawasan karst sebagai obyek wisata alam yang khas bernilai ekologi.
5) Permukiman perdesaan yang sudah ada dikawasan ini diupayakan tidak berkembang dengan memberikan insentif dan
disinsentif.
PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR Halaman IV -80
itu hutan kota juga berfungsi untuk memperbaiki dan menjaga iklim mikro,nilai estetika dan meresapkan air serta menciptakan
keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota.
Pengembangan Ruang Terbuka Hijau seluas 30%, dikembangkan melalui penerapan Ruang Terbuka Hijau Publik 20% terdiri
atas alokasi ruang taman, fasos, jalur hijau yang dikembangkan oleh perumahan-perumahan (developer) serta RTH Prifat 10 % yang
dikembangkan dalam area rumah tinggal (pekarangan). Untuk mencapai luasan RTH 30% ditentukan alokasi pembangian lahan
dalam perumahan-perumahan yang dikembangkan oleh developer antara lain:
1. Alokasi Fasos seluas 20%
2. Alokasi Jaringan jalan & drainase 20&
3. Lahan efektif (efektif kapling) 60 %
Langkah-langkah pengamanan untuk melindungi kawasan ruang terbuka hijau diantaranya adalah :
1) Tidak diijinkan atau membiarkan adanya daerah gundul serta menutup daerah gundul dengan pepohonan atau rumput.
2) Dilarang melakukan penebangan pohon tanpa ijin pada instansi atau pejabat yang berwenang.
3) Melakukan penguatan pada tebing dengan tanaman keras yang bermanfaat.
4) Kegiatan perkotaan yang diijinkan dikawasan terbuka hijau adalah kegiatan yang menunjang fungsi kawasan.
a. Di kawasan hutan produksi perlu dibarengi dengan tanaman konservasi berupa tanaman leguminosa seperti kaliandra, lamtoro,
dan gliricidae yang ditanam secara strip croping, yaitu membentuk barisan tanaman (pagar) mengikuti kontur tanah dengan jarak
antar barisan 4-5 meter.
b. Untuk kawasan non hutan perlu dihindarkan dari kegiatan budidaya tanaman semusim secara monokultur, melainkan diarahkan
untuk pengembangan hutan rakyat, dengan jenis tanaman penghasil kayu bangunan, seperti jati dan mahoni, serta tanaman sela
berupa tanaman buah-buahan, cengkeh dan kopi. Pada kawasan hutan, untuk menjaga agar tidak terjadi erosi dan meningkatkan
kesuburan tanah, maka perlu dikembangkan tanaman sela berupa lamtoro yang ditanaman secara strip croping yang membentuk
pagar mengikuti kontur dan dilengkapi bangunan konservasi tanah berupa teraserring.
c. Bagi kawasan rawan banjir, pengelolaan berupa upaya penanggulangan dampak banjir yang dilakukan dengan pembangunan
tanggul sungai. Selain itu pengendalian pembangunan permukiman perlu dilakukan. Untuk daerah-daerah yang masih kosong perlu
dihijaukan dengan tanaman yang memiliki sifat menahan banjir, seperti bambu dan rumput gajah.
Agar Kabupaten siap menghadapi bencana alam yang mungkin terjadi, maka perlu adanya mitigasi bencana. Tujuan utama
mitigasi bencana adalah untuk mereduksi kerugian dan korban yang diakibatkan adanya bencana alam.
Mitigasi bencana dapat dilakukan dengan penyediaan perangkat lunak (software ) dan perangkat keras ( hardware ). Perangkat
lunak yang dimaksud antara lain penyediaan perangkat hukum yang mengatur pengelolaan kawasan rawan bencana, sedangkan
perangkat keras yang dimaksud adalah penyediaan peralatan yang mampu mendeteksi akan adanya bencana alam dan
mereduksidampakyang diakibatkan adanya bencana alam.
Beberapa cara mitigasi bencana alam yang dapat dilaksanakan antara lain dengan penyediaan :
a. Perangkat/peralatan untuk mendeteksi adanya gejala bencana alam.
b. Sistim informasi bahaya bencana alam.
c. Perencanaan yang berbasisi pada keselamatan dari bahaya bencana alam.
d. Sosialisasi atau peringatan dini terhadap bahaya bencana alam.
e. Penanganan saat terjadi bencana dan pada pasca terjadinya bencana alam.
parstisipatif yang melibatkan masyarakat sekitar hutan yang dijadikan sebagai obyek pembangunan kehutanan, sehingga
dengan demikian diharapkan kawasan hutan akan menjadi basis ekonomi rakyat sekitar hutan. Untuk itu penanaman tanaman
sela yang memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat seperti (cengkeh, nangka, melinjo, rambutan, durian, dll) dapat
dikembangkan. Selain itu di kawasan hutan di Kabupaten Bogor juga cocok untuk pengembangan APIARI (Perlebahan) untuk
menghasilkan madu.
Untuk meningkatkan pengayaan vegetasi dan tutupan lahan, maka pada areal-areal yang masih gundul atau bervegetasi
jarang akan dilakukan program reboisasi dengan jenis tanaman kayu hutan mahoni dan tanaman buah lainnya Diharapkan
dengan pengelolaan hutan bersama masyarakat ini maka kegiatan perambahan hutan dapat dikendalikan.
2. Rencana Pengelolaan Kawasan Pertanian
a. Arahan pengelolaan untuk kawasan pertanian lahan basah beririgasi diarahkan untuk mempertahankan kawasan
pertanian agar tidak terjadi alih fungsi lahan dan meningkatkan produktivitasnya melalui rehabilitasi sarana/jaringan irigasi
dan jalan usaha tani, sehingga dapat mendorong peningkatan Indek Pertanaman (IP) dari IP-200 menjadi IP-300, dengan
pola tanam padi-padi-palawija.
b. Sedangkan untuk kawasan pertanian lahan basah tadah hujan, arahan pengembangannya ditujukan untuk
mempertahankan agar tidak terjadi alih fungsi lahan menjadi non pertanian. Untuk itu perlu pengendalian ketat terhadap
perijinan untuk peruntukan lain. Selain pengendalian terhadap alih fungsi lahan, pengembangan kawasan ini diarahkan
untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan input teknologi irigasi pompanisasi baik air permukaan maupun tanah
dangkal, guna meningkatkan indek pertanaman IP-200 menjadi IP-300, dengan pola tanam padi-palawija-bera menjadi padi-
padi-palawija / hortikultura.
c. Arahan pengelolaan kawasan pertanian lahan kering ditujukan untuk budidaya tanaman pangan lahan kering (ladang)
seperti jagung, kedelai, dan sayuran (kacang panjang, kacang hijau, bayam, cabe, dll).
d. Sedangkan untuk arahan pengelolaan kawasan pertanian tanaman tahunan/perkebunan, arahan pemanfaatan kawasan ini
ditujukan untuk menjaga agar kelestarian lahan dapat dipertahankan dan produktivitas lahan dapat ditingkatkan melalui
pola pemanfaatan Kebun Campuran (Talun Kebun), dengan mengkombinasikan tanaman kayu-kayuan, buah-buahan, dan
tumpangsari dengan tanaman pangan.
3. Rencana Pengelolaan Kawasan Perikanan
Arahan pengelolaan kawasan perikanan dimaksudkan untuk pengembangan perikanan. Guna mengoptimalkan
pengembangan kawasan ini, maka perlu pembinaan terhadap sumber daya manusia perikanan terutama para petani ikan,
misalnya bantuan. Dan khususnya di Kecacamatan Pamijahan dan Ciseeng perlu dikembangkan fasilitas penunjang lainnya
guna meningkatkan nilai tambah bagi produk perikanan yang dihasilkan oleh kawasan ini.
PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR Halaman IV -84
Agar terjadi suatu keseimbangan, maka kawasan perdesaan harus dikembangkan sebagai satu kesatuan pengembangan
dengan kawasan perkotaan (urban-rural linkages) secara dinamis.
Oleh karena itu struktur ruang Kabupaten Bogor disusun berdasarkan pada tata jenjang Kawasan Agropolitan yaitu tata
jenjang pusat pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat serta pemanfaatannya di kawasan produksi pertanian dan
sekitarnya serta pemanfaatan ruangnya.
Kawasan Agropolitan juga diartikan sebagai sistem fungsional desa-desa yang ditunjukkan dengan adanya hirarkhi
keruangan desa yakni adanya Desa Pusat Pertumbuhan (pusat agropolitan dan desa-desa disekitarnya yang membentuk kawasan
agropolitan). Kawasan tersebut terkait dengan sistem pusat-pusat permukiman Nasional, sistem pusat-pusat permukiman Provinsi
dan sistem pusat-pusat permukiman Kabupaten.
Kebijakan peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur untuk mendukung pendapatan petani dengan sasaran
pengembangansarana dan prasarana dasar yang mampu memberikan dampak posistif bagi produktifitas petani harus dilakukan.
Oleh karena itu dalam kebijakan kegiatan pokok diprioritaskan pada kegiatan antara lain :
1. Memperbaiki aksesibilitas terutama melalui perbaikan kualitas dan kapasitas jalan.
2. Meningkatkan modal sosial yang ada dalam masyarakat.
3. Mendorong tumbuhnya pusat kegiatan ekonomi baru dengan memperhatikan produk andalan daerah.
4. Meningkatkan akses masyarakat dan usaha kecil dan menengah kepada permodalan, pasar, informasi dan teknologi.
5. Meningkatkanketerkaitan kegiatan ekonomi di wilayah tertinggal dengan pusat-pusat pertumbuhan.
6. Mengembangkan kerjasama dan keterkaitan kegiatan ekonomi antar daerah dalam kegiatan ekonomi lokal.
7. Penguatan dan penataan kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat.
Gambar 4.7
Konsepsi Pengembangan Kawasan Agropolitan
(yang ada bulatan penghasil bahan baku)
Pengembangan komoditas pertanian diarahkan melalui pendekatan pembangunan sistem dan usaha agrobisnis.
Pengembangan sistem agrobisnis dapat diartikan sebagai cara pandang dengan menekankan pada tiga hal, yaitu :
1. Melalui pembangunan agrobisnis, pendekatan pembangunan pertanian ditingkatkan dari pendekatan produksi kependekatan
yang berdasarkan bisnis.
2. Pembangunan pertanian bukan semata merupakan sektoral, namun juga terkait oleh agroindustri hulu, agroindustri hilir dan
lembaga jasa penunjang.
3. Pembangunan pertanian bukan sebagai pembangunan parsial pengembangan komoditas, melainkan sangat terkait dengan
pengembangan wilayah.
Kecamatan Leuwiliang direncanakan untuk ditetapkan sebagai Kawasan Agropolitan, yang memiliki fungsi dalam kawasan
agropolitan sebagai pusat perdagangan dan transportasi pertanian, penyedia jasa pendukung pertanian, pasar konsumen produk non
pertanian, pusat industri pertanian dan penyedia pekerjaan non pertanian.
Pengembangan pariwisata diarahkan melalui pendekatan pemanfaatan ruang yang terbatas dengan menekankan pada :
1. Membatasi pemanfaatan lahan yang berlebihan dengan penerapan BCR rendah, diarahkan pada pembangunan secara vertikal
(bangunan tinggi)
2. Pengembangan budidaya pertanian/kehutanan pada areal lahan yang memiliki topografi > 25 %
3. Pengembangan fasilitas pendukung wisata (hotel dan objek lainnya) yang terkait dengan pengembangan wilayah.
Kecamatan Cisarua direncanakan untuk ditetapkan sebagai Pusat pengembangan Kawasan Pariwisata Puncak sebagai pusat
pelayanan jasa pariwisata, penyedia jasa pendukung pariwisata, pasar konsumen produk pertanian,.
Kecamatan Cileungsi direncanakan untuk ditetapkan sebagai Pusat Kawasan Pengembangan Industri yang memiliki fungsi
sebagai pusat penyedia jasa dan pelayanan, pasar konsumen produk industri.
Kecamatan Cigudeg direncanakan untuk ditetapkan sebagai Pusat Kawasan Pengembangan Tambang yang memiliki fungsi sebagai
pusat penyedia jasa dan pelayanan, serta pengolahan hasil tambang.
Kecamatan Sukaraja, Ciomas, Ciawi, Kemang dan Cibinong direncanakan untuk ditetapkan sebagai Kawasan Prioritas perbatasan
yang memiliki fungsi sebagai pusat penyedia jasa dan pelayanan, serta pengolahan hasil tambang.
2. KAPUK ternak hewan dengan pusat pengembangannya di Kecamatan Cisarua dan Leuwiliang serta wilayah pengembangan
utama komiditi meliputi sentra-sentra produksi hewan ternak di Kabupaten Bogor.
Sedangkan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terintegrasi (KAPEKSI) di Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut :
1. Kota Cibinong, Leuwiliang dan Cileungsi direncanakan untuk dijadikan sebagai sub pusat industri pengolahan. Jenis industri
olahan produk pertanian.
2. Kecamatan Cisarua direncanakan untuk dijadikan sebagai sub pusat pengembangan pariwisata. Sub pusat tersebut akan
melayani dua wilayah yaitu wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur.
Jenis pengembangan pariwisata yang dikembangkan adalah wisata alam dengan fasilitas hotel dan restoran dipusatkan di
Kecamatan Cisarua. Cakupan kawasan wisata meliputi kawasan wisata sekitar kawasan Gunungpancar, .
Sehubungan dengan pengembangan pada kawasan ekonomi potensial, maka upaya-upaya yang dilakukan untuk mencapai
tujuan tersebut adalah :
1. Menciptakan pusat-pusat produksi bagi Sumber Daya Alam yang menjadi sektor unggulan. Memberikan kemudahan dalam
penyediaan prasarana, sarana dan pemasaran dalam pengembangan sumber daya alam yang tersedia pada kawasan secara
optimal.
2. Pengembangan program-program menyeluruh dan terpadu baik bagi sumber daya manusia, sumber daya alam maupun sumber
daya buatan guna menciptakan keseimbangan ekologis.
3. Melakukan pembinaan kepada masyarakat melalui pengembangan keanekaragaman pengolahan hasil panen, pengenalan ilmu
pengetahuan dan teknologi secara inovatif dan sarana pemasaran yang dilakukan sehubungan dengan produksi yang diciptakan.
4. Melakukan pendekatan kepada swasta secara personal agar dapat berpartisipasi dalam menunjang peningkatan pemasaran yang
pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas.
Zona berpotensi longsor pa da daerah Zona berpotensi longsor pada daerah Zona Berpotensi longsor pada
lereng gunung, lereng pegunungan, kaki gunung, kaki pegunungan, kaki daerah dataran tinggi, dataran
lereng bukit, lereng perbukitan, dengan bukit, kaki perbukitan, dengan dataran rendah, dataran tebing
kemiringan lereng di atas 30 %, dengan kemiringan lereng 16% sampai dengan sungai, lembah sungai, dengan
ketinggian di atas 1000 mdpl. 30 %, dengan ketinggian: 500 m dpl kemiringan lereng 15%, dengan
sampai dengan 1000 m dpl. ketinggian 0 mdpl sampai dengan
500 mdpl.
beragam. Daerah pegunungan pada wilayah ini mempunyai dampak yaitu (titik) (M3)
DAS CILIWUNG HULU 3.883 19.415.000 1.941.500 - 0,10 x 100 cm atau 5m3 air
rentannya terhadap erosi dan longsor. Kondisi umum wilayah Kabupaten Bogor (CISARUA, resapan.
MEGAMENDUNG,
potensial untuk terjadinya Longsor, hal ini didukung oleh keadaan alam dan CIAWI)
DAS CILIWUNG 3.602 180.000 3.240.000 -1 sumur = 1,5 m3 / jam / 200 m2
iklimnya antara lain, curah hujan tergolong tinggi rata-rata 3500 4000 TENGAH tutup
an dengan asumsi intensitas hujan 6
mm/th, kemiringan lereng > 40 %, batuan penyusun umumnya batu pasir tufaan jam
maka alam akan berproses untuk mencapai keseimbangan baru. Dalam rangka 13 71,28 712.800 1.425.600 -Menambah kapasitas tampung
dengan
mencapai keseimbangan baru ini akan terjadi berbagai macam proses, baik Pengerukan maks 1 meter.
PERMASALAHAN
Bencana longsor dan banjir dibagian hilir terjadi dengan puncak hujan
tinggi dengan intensitas hujan mencapai 254 mm/hari pada tanggal 4 Februari
2007. Hal ini yang mendorong terjadinya banjir dan longsor.
Curah hujan tinggi > 200 mm/hari yang terjadi dalam waktu singkat (< 1 jam) LAHAN KRITIS DI LUAR KAWASAN HUTAN
hanya bepotensi terjadinya erosi, tapi curah hujan dengan intensitas tingi (245 DAS/ Lahan Kritis (Ha) Jumlah
No (%)
mm/hr) dan berlengsung lama (> 6 jam) berpotensi longsor Sub DAS Perkebunan Pengembang Masyarakat (ha)
I. SECARA VEGETATIF
Kriteria dan penetapan kawasan bencana longsor mengacu pada Permen PU nomor 22/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor.
Untuk menunjang tujuan tersebut, maka upaya yang akan dilakukan antara lain :
1) Menciptakan infrastruktur yang khusus di daerah rawan bencana sehingga nilai investasi yang telah ditanam tidak terlalu sia-
sia dan daerah tersebut dapat berkembang sesuai dengan sumber daya yang dimiliki.
2) Menciptakan peraturan zonasi, peraturan bangunan, membatasi kebebasan membangun pada daerah-daerah yang dianggap
rawan bencana secara optimal.
3) Mempertimbangkan kestabilan lereng dalam perencanaan, perancangan, dan pengembangan lokasi bangunan.
4) Pengendalian pemanfaatan lahan garapan pada daerah-daerah perbukitan dan pegunungan.
5) Mempertahankan dan merevitalisasi kawasan mangrove / bakau sebagai barier area untuk mitigasi.
6) Menyediakan ruang untuk evakuasi berupa ruang terbuka hijau
7) Tidak mencetak pertanian lahan basah (sawah) pada kawasan terjal.
8) Menyusun rencana zonasi yang meliputi peraturan zonasi dan peta zonasi.
Tipologi kawasan rawan bencana longsor di Kabupaten Bogor termasuk dalam tipologi kawasan rawan bencana zona
A,B dan C. Zona A berada pada 3 tingkat kerawanan yaitu:
1) Tingkat Kerawanan Tinggi meliputi Kecamatan Cigudeg dan sebagian Kecamatan Sukamakmur.
2) Tingkat Kerawanan Sedang mliputi Kecamatan Cisarua, Megamendung dan Babakanmadang.
3) Tingkat Kerawanan Rendah meliputi Kecamatan Citeureup, Tanjungsari, Tanasari dan Ciawi.
Arahan pengelolaan kawasan bencana longsor di Kabupaten Bogor mengacu pada peraturan zonasi untuk zona
berpotensi longsor.
Tabel 4.23
Acuan dalam Penyusunan Peraturan Zonasi untuk Zona Berpotensi longsor
Kriteria dan penetapan kawasan rawan letusan gunung berapi longsor mengacu pada Permen PU nomor
21/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi
Sebagian Kabupaten Bogor yaitu berada pada zona kawasan rawan letusan gunung berapi type C. Arahan pengelolaan
kawasan rawan letusan gunung berapi di Kabupaten Bogor diarahkan dengan pendekatan konsep penyesuaian lingkungan yaitu
upaya untuk menyesuaikan dengan kondisi alam dengan lebih menekankan pada upaya rekayasa kondisi alam yang ada. Untuk
kawasan rawan letusan gunung berapi tipologi C, penggunaan ruang diutamakan sebagai kawasan lindung, sehingga mutlak
dilindungi. Namun pada kawasan rawan letusan gunung berapi di kawasan perdesaan masih dapat dimanfaatkan sebagai
kawasan budi daya terbatas, seperti kegiatan kehutanan dan pariwisata (kawasan puncak gunung berapi).
c. Reboisasi lahan kritis didalam kawasan hutan lindung, yang bertujuan untuk mengendalikan besarnya erosi dan sedimentasi
pada Kali Ngasinan.
d. Pengendalian ketersediaan, alokasi dan distribusi air baku untuk irigasi, industri, permukiman dan keperluan lainnya.
e. Pembangunan dan rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana pengairan.
f. Peningkatan kualitas sumber daya manusia disegala strata baik masyarakat maupun aparatur pemerintah.
g. Pengendalian banjir sepanjang Sungai Ciliwung yang berfungsi untuk mencegah daya rusak air.
Kawasan perlindungan setempat sekitar sempadan sungai di kawasan permukiman, garis sempadan sungai ditetapkan
sekurang-kurangnya 10 meter. Sempadan tersebut diupayakan untuk memberikan ruang terhadap tata hijau di stren kali
terutama Kali Ngasinan yang berada di wilayah Kota Cibinong.
2. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terpadu
Penentuan TPA terpadu di Kabupaten Bogor harus didasari atas kesepakatan bersama antar wilayah dan lokasi tersebut
harus jauh dari permukiman penduduk. Oleh karena itu maka di area sekitar TPA diupayakan untuk dibudidayakan tanaman
pepohonan yang berfungsi sebagai greenbelt dan upaya membatasi kawasan terbangun.
3. Kawasan Lindung Prioritas dan Pertambangan Skala Regional
Kawasan lindung prioritas merupakan kawasan yang diutamakan dalam upaya mengembangkan dan membudidayakan
tanaman keras.
Kawasan yang diprioritaskan dalam upaya memulihkan kembali hutan lindung di Kabupaten Bogor terdapat di kawasan
gunung Gede Pangrango.
Selain kawasan tersebut upaya melestarikan kawasan konservasi disemua wilayah Kabupaten Bogor harus ditindak
lanjuti, untuk mengantisipasi terjadinya banjir dan tanah longsor terutama di Kecamatan Babakanmadang, dan Sukamakmur.
Kawasan pertambangan skala regional dalam luasan dan jenis tertentu merupakan kewenangan provinsi untuk
mengaturnya dalam rangka penanganan yang berkelanjutan. Pertambangan skala regional diperlukan upaya penanganan yang
berkelanjutan seperti eksploitasi kawasan gunung kapur (kawasan Karst) yang berpotensi meresapkan air tanah.
4.6 Rencana Kebijakan Penataan Ruang Darat, dan Ruang Udara Termasuk Ruang di Dalam
Bumi Sebagai Satu Kesatuan.
4.6.1 Penataan Ruang Darat.
Karakter perkembangan dan pengembangan pemanfaatan ruang yang ada dan yang direncanakan diwilayah Kabupaten
Bogor,sebagai kawasan yang tumbuh ditandai oleh pergeseran pemanfaatan lahan atau alih fungsi lahan. Perlindungan terhadap ruang
darat harus dilakukan dengan tujuan pelestarian lingkungan hidup. Perlindungan atas ruang darat meliputi penggunaan ruang darat
yang mengacu pada rencana pemanfaatan ruang darat untuk kawasan lindung.
Untuk pemanfaatan ruang yang ada diadalm bumi, telah diatur sesuai ketentuan yang diamanatkan dalam peraturan
perundang-undangan tentang galian tambang kelas A ( tambang strategis ) serta tentang minyak dan gas bumi.
Sedangkan pemanfaatan ruang darat untuk kepentingan umum, telah diatur dalam peraturan Presiden Republik Indonesia yang
menyebutkan bahwa semua pemanfaatan ruangnya harus tercantum dalam dokuman rencana tata ruang.
r. Menjabarkan petunjuk Bupati berkenaan dengan pelaksanaan fungsi dan kewajiban koordinasi penyelenggaraan panataan
ruang Kabupaten;
s. Menyampaikan laporan pelaksanaan tugas BPKRD secara berkala kepada Bupati.
2. Susunan keanggotaan BKPRD adalah sebagai berikut;
Penanggungjawab : Bupati/Walikota
Ketua : Wakil Bupati/Walikota
Ketua Harian : Sekretaris Daerah
Sekretaris : Kepala Bappeda
Anggota : Kepala Dinas terkait
Agar BKPRD dapat menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien maka perlu dibentuk kelompok-kelompok kerja yang
ditetapkan dengan SK Bupati. Menurut SK Mendagri Nomor 147 Tahun 2004 (Pasal 15 dan 16) kelompok kerja yang perlu dibentuk
adalah :
a. Kelompok Kerja (Pokja) Perencanaan Tata Ruang Kabupaten
1) Susunan Keanggotaan
Ketua : Kepala Bidang pada Bappeda yang mengurusi tata ruang
Wakil Ketua : Kepala Bagian Hukum
Sekretaris : Kepala Sub Bidang di Bappeda yang mengurusi tata ruang.
Anggota : Disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan yang terkait dengan fungsi penyusunan RTRW, Rencana Detil Tata
Ruang, dan Rencana Teknik Ruang.
2. Kewajiban masyarakat
a. Berperanserta didalam memelihara ketentuan penggunaan dan ketentuan teknis yang berlaku pada bangunan/lahan yang
dikuasainya;
b. Berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam penyusunan Rencana Tata Ruang, pemanfaatan dan pengendalian Pemanfaatan
Ruang.
BAB V
PEMANFAATAN RUANG,
Kegiatan pemanfaatan ruang yang meliputi program, kegiatan dan tahapan pelaksanaannya. Kegiatan pemanfaatan ruang ini mencakup
pengembangan struktur tata ruang, pengembangan pola tata ruang, peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
3. Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Limbah/Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPAL/IPLT) di perkotaan (Cibinong,
Citeureup, Cileungsi dan Gunungputri)
5.3 Program Pengembangan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup
Untuk meningkatkan daya dukung alamiah dan buatan menjaga keseimbangan daya tampung lingkungan Kabupaten Bogor,
program pengembangan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup adalah :
1. Pengendalian kualitas lingkungan.
2. Efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam.
3. Pengembangan daya dukung lingkungan buatan.
Program-program tersebut dijabarkan melalui:
1. Program pengendalian kualitas lingkungan kegiatannya adalah :
a. Pengendalian pencemaran lingkungan terutama pada DAS Ciliwung dan DAS Kalibekasi..
b. Penegakan hukum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
2. Program efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam kegiatannya adalah:
a. Penerapan produksi ramah lingkungan terutama pada DAS Ciliwung, Cisadane,
b. Pengembangan energi alternatif terutama pada DAS Ciliwung, Cisadane,
c. Penerapan hemat energi terutama pada DAS Ciliwung, Cisadane,
Tabel 5.1
Tahapan Pengembangan Sistem Kota-kota
Tabel 5.2
Tahapan Pengembangan Transportasi
b. Infrastruktur Sumberdaya Air dan Irigasi Tahapan pengembangan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi adalah seperti
dijelaskan dalam tabel
Tabel 5.3
Tahapan Pengembangan Sumber Daya Air
Tabel 5.4
Tahapan Pengembangan Sumber Daya Air
RENCANA PENANGANAN
I. SECARA VEGETATIF
DAS CILIWUNG TENGAH 3.602 180.000 3.240.000 -1 sumur = 1,5 m3 / jam / 200
m2 tutupan dengan asumsi
intensitas hujan 6 jam
b. Prasarana Perhubungan
Rencana pembangunan dan peningkatan jalan dan jembatan pada tahun 2006 sampai 2015 di Kabupaten Bogor adalah sebagai
berikut:
a) Peningkatan Jalan
b) Pembangunan Jalan
c) Pembangunan Terminal dan Sarana Angkutan Umum
PELAKSANAAN
INSTANSI
KEBIJAKAN PROGRAM KEGIATAN LOKASI 2005- 2011- 2016- 2021- SUMBER PELAKSANA
2010 2015 2020 2025
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1.Menyusun dan Meninjau 1.Peningkatan Peran - Meningkatkan Peran Asosiasi Perencana Kab. Bogor APBD II Bappeda
Kembali RTRW melalui Serta Masyarakat Dalam dalam Perencanaan Tata Ruang
Pendekatan Partisipatif Perencanaan Tata - Meningkatkan Peran Perguruan Tinggi Kab. Bogor APBD II Bappeda
Ruang dan Kelembagaan Masyarakat Lainnya
dalam Perencanaan Tata Ruang
- Membentuk Unit Pengaduan Masyarakat Kab. Bogor APBD II Bappeda
dalam Perencanaan Tata Ruang
2.Peningkatan Kerjasama - Rapat Koordinasi Antar Bappeda Provinsi Kab. Bogor APBD II Bappeda
Propinsi dengan Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota dalam
Perencanaan Tata
Ruang
2. Meninjau Produk RTRW 1.Peningkatan - Menyusun Data Base untuk Keperluan Kab. Bogor APBD II Bappeda
untuk ketersediaan data dan Perencanaan Tata Ruang
Mengakomodir Dinamika informasi
Perkembangan Faktor 2.Peninjauan kembali - Evaluasi RTRW Kab. Bogor APBD II Bappeda
Eksternal dan Internal RTRW
3.Peningkatan koordinasi - Rapat Koordinasi dalam rangka Kab. Bogor APBD I Bappeda
perencanaan tata Sosialisasi & Evaluasi RTRW dengan APBD II
ruang antar wilayah Wilayah Perbatasan
- Melakukan Koordinasi dengan Kab. Bogor APBD II Bappeda
Pemerintah Pusat
4.Penataan kembali - Menyusun Pedoman Perencanaan Kab. Bogor APBD II Bappeda
kedudukan RTRW Pembangunan Daerah
dengan dokumen - Menetapkan Peraturan Perundang- Kab. Bogor APBD II Bappeda
perencanaan lainnya Undangan tentang Kedudukan dan
Fungsi Dokumen Perencanaan
Pembangunan Daerah
5.Pengembangan sistem - Meningkatkan Peran Sistem Informasi Kab. Bogor APBD II Bappeda
informasi perencanaan Manajemen dalam Perencanaan Ruang
tata ruang - Meningkatkan Sistem Informasi Kab. Bogor APBD II Bappeda
Perencanaan Ruang berbasis GIS dan
E-Goverment
3. Menindaklanjuti Penyusunan Petunjuk - Menyusun Kriteria Lokasi dan Standar Wilayah APBD II Bappeda
RTRW Kabupaten Operasional Teknis Pemanfaatan Ruang Kabupaten
Bogor dengan - Melegalisasikan Petunjuk Operasional APBD II Bappeda
Penyusunan dalam Peraturan Bupati
Petunjuk
Operasional
PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR Halaman V -16
Subid Tata Ruang & Lingkungan Hidup - BAPPEDA
RTRW Kabupaten Bogor 2007 - 2025
PELAKSANAAN
INSTANSI
KEBIJAKAN PROGRAM KEGIATAN LOKASI 2005- 2011- 2016- 2021- SUMBER
PELAKSANA
2010 2015 2020 2025
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Mengembangkan 1. Penataan - Pengembangan Pusat Perkantoran Kota Cibinong APBN Bappeda
Sistem Kota-kota Wilayah dan Jasa Perdagangan Cibinong (Kec. Babakanmadang, APBD I SKPD Terkait
yang sesuai dengan Cibinong Raya Bojonggede, Citeureup, dan APBD II
daya dukung dan Kec. Tajurhalang) Investasi
daya tampung - Pembangunan Terminal Regional Cibinong (koridor kandang APBN Bappeda
lingkungan hidup Tipe B roda sentul) APBD I Dishub
serta fungsi APBD II DBMP
kegiatan Investasi
dominannya - Pembangunan Terminal Terpadu Bojonggede APBN Bappeda
APBD I Dishub
APBD II DBMP
Investasi
- Terminal Pariwisata 1. Ciawi APBN Bappeda
2. Tamansari APBD I Dishub
3. Pamijahan APBD II DBMP
Investasi Disbudpar
- Terminal Angkutan Umum Tipe C 1. Parung APBN Bappeda
2. Cigombong APBD I Dishub
3. Ciawi APBD II DBMP
4. Cariu Investasi
5. Jasinga
- Pembangunan Terminal Terpadu 1. Gorowong (Prg. Panjang) APBN Bappeda
Tipe Regional 2. Nambo (Klapanunggal) APBD I Dishub
3. Wates (Cigudeg) APBD II DBMP
Investasi
- Pembangunan Rumah Susun Kec. Cibinong APBN Bappeda
Kec. Citeureup APBD I DCK
APBD II DTRLH
Investasi
- Peningkatan Kapasitas Pelayanan Kec. Cibinong, APBN DCK
Air Bersih Kawasan Perkotaan Kec. Babakanmadang, APBD I PDAM
Kec. Citeureup, dan APBD II BPMKS
Kec. Bojonggede Investasi
PELAKSANAAN
INSTANSI
KEBIJAKAN PROGRAM KEGIATAN LOKASI 2005- 2011- 2016- 2021- SUMBER
PELAKSANA
2010 2015 2020 2025
4. Menindaklanjuti RTRW Penataan Ruang - Penyusunan Rencana Umum RUTR : APBD I Bappeda
dengan Rencana Kawasan Tata Ruang (RUTR) Kecamatan - Cigombong DTRLH
Terperinci, Detail dan - Leuwisadeng
Teknis - Tajur halang
- Tanjungsari
- Cijeruk
- Tenjolaya
- Bojonggede
- Ciampea
- Cariu
- Parungpanjang
- Gunungsindur
- Tenjo
- Legalisasi Penyusunan RUTR RUTR : APBD II Bappeda
(Peraturan Bupati) - Bojonggede DTRLH
- Caringin Bagian Hukum
- Jonggol
- Citeureup
- B. Madang
- Ciseeng
- Legalisasi Dalam Peraturan RUTR : APBD II Bappeda
Bupati - Megamendung DTRLH
- Cisarua Bagian Hukum
- Ciomas
- Kemang
- Pamijahan
- Jasinga
3. Penataan Pusat - Pembangunan Terminal Tipe C Ciawi APBN Bappeda
Pertumbuhan APBD I Dishub
Ciawi APBD II DBMP
Investasi
- Pembangunan Terminal Wisata Ciawi APBN Bappeda
APBD I Dishub
APBD II DBMP
Investasi Disbudpar
- Pembangunan Terminal Ciawi APBN Bappeda
Agrobisnis APBD I Dishub
APBD II DBMP
Investasi Disperindag
- Penigkatan Kapasitas Pelayanan 13 Desa di Kec. Ciawi APBN DCK
Air APBD I PDAM
Bersih APBD II
Investasi
PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR Halaman V -19
Subid Tata Ruang & Lingkungan Hidup - BAPPEDA
RTRW Kabupaten Bogor 2007 - 2025
PELAKSANAAN
INSTANSI
KEBIJAKAN PROGRAM KEGIATAN LOKASI 2005- 2011- 2016- 2021- SUMBER
PELAKSANA
2010 2015 2020 2025
1 2 3 4 5 6 7 8
- Pembangunan Pasar Induk Ciawi APBN Disperindag
APBD I PD. Pasar
APBD II
Investasi
PELAKSANAAN
INSTANSI
KEBIJAKAN PROGRAM KEGIATAN LOKASI 2005- 2011- 2016- 2021- SUMBER
PELAKSANA
2010 2015 2020 2025
- Pembangunan Pusat Kec. Jasinga APBN Bappeda
Perdagangan/ APBD I Disperindag
Peningkatan Kapasitas Pelayanan APBD II Distanhut
Pasar Investasi
- Peningkatan Kapasitas pelayanan Kec. Jasinga APBD II Bappeda
Kesehatan dari Puskesmas Badan RSD
menjadi
RS Pembantu
7. Penataan Pusat - Penigkatan kapasitas pelayanan 11 Desa KEc. APBN PDAM
Pertumbuhan air Parungpanjang APBD I DCK
Parungpanjang bersih APBD II BPMKS
Investasi
- Pembangunan terminal tipe C Kec. Parungpanjang APBN Dishub
APBD I DBMP
APBD II
Investasi
PELAKSANAAN
INSTANSI
KEBIJAKAN PROGRAM KEGIATAN LOKASI 2005- 2011- 2016- 2021- SUMBER
PELAKSANA
2010 2015 2020 2025
1 2 3 4 5 6 7 8
- Pembangunan terminal tipe C Kec. Cigombong APBN Bappeda
APBD I Dishub
APBD II DBMP
Investasi
- Pembangunan Kawasan Industri APBN Disperindag
Pertanian dan Bahan Baku Lokal APBD I Distanhut
APBD II
Investasi
10. Penataan Pusat - Penigkatan kapasitas pelayanan 9 Desa APBN PDAM
Pertumbuhan air di Kec. Babakanmadang APBD I DCK
Babakan bersih APBD II BPMKS
Madang Investasi
2. Pengembangan 1. Peningkatan - Peningkatan ruas jalan antar Cilodong/Batas Depok- APBN Bappeda
Infrastruktur kapasitas pusat Bogor APBD I DBMP
wilayah sistem jaringan Wilayah (regional) APBD II
a. Meningkatkan tingkat jalan Arteri Investasi
pelayanan Ciawi - Benda APBN Bappeda
infrastruktur untuk APBD I DBMP
mendukung APBD II
pertumbuhan pusat Investasi
pertumbuhan dan 2. Pembangunan - Peningkatan ruas jalan antar Barengkok-Lebakwangi APBN Bappeda
kawasan andalan dan peningkatan pusat APBD I DBMP
sistem jaringan Wilayah dengan pusat APBD II
jalan kolektor pertumbuhan Investasi
Lebakwangi-Rumpin APBN Bappeda
APBD I DBMP
APBD II
Investasi
Putat Nutug-Jampang APBN Bappeda
APBD I DBMP
APBD II
Investasi
Jampang-Cibinong APBN Bappeda
APBD I DBMP
APBD II
Investasi
Parungpanjang- APBN Bappeda
Gunungsindur APBD I DBMP
APBD II
Investasi
PELAKSANAAN
INSTANSI
KEBIJAKAN PROGRAM KEGIATAN LOKASI 2005- 2011- 2016- 2021- SUMBER
PELAKSANA
2010 2015 2020 2025
1 2 3 4 5 6 7 8
Gunungputri Klapanuggal APBN Bappeda
APBD I DBMP
APBD II
Investasi
Klapanunggal Cipeucang APBN Bappeda
APBD I DBMP
APBD II
Investasi
Citaringgul-Sukamantri APBN Bappeda
APBD I DBMP
APBD II
Investasi
Sukamantri-Sukamakmur APBN Bappeda
APBD I DBMP
APBD II
Investasi
Sukamakmur-Tanjungsari APBN Bappeda
APBD I DBMP
APBD II
Investasi
Sukamakmur- Dayeuh APBN Bappeda
APBD I DBMP
APBD II
Investasi
Dayeuh-Jonggol APBN Bappeda
APBD I DBMP
APBD II
Investasi
Sukamakmur-Tanjungsari APBN Bappeda
APBD I DBMP
APBD II
Investasi
Babakanmadang- APBN Bappeda
Megamendung APBD I DBMP
APBD II
Investasi
3. Pembangunan - Pembangunan Jalan Tol Tol (Bogor ring road) APBN Bappeda
Jalan Tol APBD I DBMP
APBD II BPJT
Investasi
PELAKSANAAN
INSTANSI
KEBIJAKAN PROGRAM KEGIATAN LOKASI 2005- 2011- 2016- 2021- SUMBER
PELAKSANA
2010 2015 2020 2025
1 2 3 4 5 6 7 8
Tol Jasinga (Bunar) APBN Bappeda
Tigaraksa (Tangerang) APBD I DBMP
APBD II BPJT
Investasi
Jl. Tembus Tol Jagorawi Investasi
Gununggeulis - Gadog
PELAKSANAAN
INSTANSI
KEBIJAKAN PROGRAM KEGIATAN LOKASI 2005- 2011- 2016- 2021- SUMBER
PELAKSANA
2010 2015 2020 2025
1 2 3 4 5 6 7 8
- Rehabilitasi dan peningkatan 426 Daerah Irigasi APBN Bappeda
jaringan irigasi APBD I DBMP
APBD II
Investasi
d. Meningktakan Pengembangan - Pengembangan dan APBN Bappeda
ketersediaan energi prasarana energi pemanfaatan sumber energi APBD I Distamb
dan jaringan kebutuhan lokal dan regional APBD II
telekomunikasi Investasi
- Peningkatan pembangkit listrik APBN Bappeda
tenaga air (PLTA) dan APBD I Distamb
pembangkit listrik tenaga APBD II
matahari (PLTM) Investasi
Pengembangan - Pengembangan stasiun kendali Cibinong APBN Bappeda
fasilitas Satelit Domestik (SKSD) APBD I Dishub
telekomunikasi APBD II
Investasi
- Pengembangan jaringan Seluruh wilayah Kab. Bogor APBN Bappeda
Telekomunikasi APBD I Dishub
APBD II
Investasi
PELAKSANAAN
INSTANSI
KEBIJAKAN PROGRAM KEGIATAN LOKASI 2005- 2011- 2016- 2021- SUMBER
PELAKSANA
2010 2015 2020 2025
1 2 3 4 5 6 7 8
e. Meningkatkan Pengembangan - Fasilitasi dan stimulasi Pada kawasan kumuh APBN Bappeda
Ketersediaan Prasarana pembangunan perumahan/rumah perkotaan : APBD I DCK
Infrastruktur Perumahan dan masyarakat kurang mampu Kec. Citeureup, Ciawi, APBD II BPMKS
Permukiman Permukiman Ciomas, Sukaraja, Investasi
Cibinong, Gunungputri,
Jasinga, Leuwiliang, dan
Kec. Ciampea
Lingkungan Sehat Penyediaan sarana air bersih dan Wilayah Kantung APBN Bappeda
Perumahan sanitasi dasar bagi nasyarakat Kemiskinan APBD I DCK
miskin APBD II BPMKS
Investasi
BAB VI PENGENDALIAN
6.1 Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Dalam pasal 35 UU No.26 tahun 2007
disebutkan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disinsentif, serta pengenaan sangsi.
Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang termasuk tata guna
tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya yang berada pada kawasan lindung, kawasan budidaya,
kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan yang direncanakan dapat terwujud.
Strategi untuk pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan, meliputi :
1. membatasi perkembangan kegiatan budi daya terbangun di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian
bencana dan potensi kerugian akibat bencana;
2. mengembangkan kawasan perkotaan dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara vertikal dan kompak;
3. mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan; dan
4. membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan
sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya.
Arahan pengendalian pemanfaatan ruang, terdiri atas :
indikasi arahan peraturan zonasi;
arahan perizinan;
arahan pemberian insentif dan disinsentif; dan
arahan sanksi.
PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR Halaman VI -1
Subid Tata Ruang & Lingkungan Hidup - BAPPEDA
RTRW Kabupaten Bogor 2007 - 2025
ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air
dan/atau pemanfaatan air;
pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi; dan
penetapan lebar sempadan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau kota disusun dengan memperhatikan:
pemanfaatan ruang untuk kegiatan rekreasi;
pendirian bangunan dibatasi hanya untuk bangunan penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya; dan
ketentuan pelarangan pendirian bangunan permanen selain yang dimaksud pada huruf b.
5) Peraturan zonasi untuk kawasan suaka alam, suaka alam laut dan perairan lainnya disusun dengan memperhatikan :
pemanfaatan ruang untuk kegiatan wisata alam;
pembatasan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam;
ketentuan pelarangan pemanfaatan biota yang dilindungi peraturan perundang-undangan;
ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengurangi daya dukung dan daya tampung lingkungan; dan
ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat merubah bentang alam dan ekosistem.
6) Peraturan zonasi untuk suaka margasatwa, suaka margasatwa laut, cagar alam, dan cagar alam laut disusun dengan
memperhatikan :
pemanfaatan ruang untuk penelitian, pendidikan, dan wisata alam;
ketentuan pelarangan kegiatan selain yang dimaksud pada huruf a;
pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c; dan
ketentuan pelarangan terhadap penanaman flora dan pelepasan satwa yang bukan merupakan flora dan satwa
endemik kawasan.
7) Peraturan zonasi untuk taman nasional dan taman nasional laut disusun dengan memperhatikan :
pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam;
pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budidaya hanya diizinkan bagi penduduk asli di zona penyangga
dengan luasan tetap, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di bawah pengawasan ketat;
ketentuan pelarangan kegiatan budi daya di zona inti; dan
ketentuan pelarangan kegiatan budi daya yang berpotensi mengurangi tutupan vegetasi atau terumbu karang di
zona penyangga.
8) Peraturan zonasi untuk taman wisata alam dan taman wisata alam laut disusun dengan memperhatikan :
pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa mengubah bentang alam;
ketentuan pelarangan kegiatan selain yang dimaksud pada huruf a;
pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan
ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c.
9) Peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan disusun dengan memperhatikan :
pemanfaatan untuk penelitian, pendidikan, dan pariwisata; dan
ketentuan pelarangan kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan.
10) Peraturan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor dan kawasan rawan gelombang pasang disusun dengan
memperhatikan :
pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana;
penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; dan
pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum.
11) Untuk kawasan rawan banjir, peraturan zonasi disusun dengan memperhatikan:
penetapan batas dataran banjir;
pemanfaatan dataran banjir bagi ruang terbuka hijau dan pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan rendah;
dan
ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bagi kegiatan permukiman dan fasilitas umum penting lainnya.
12) Peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan plasma nutfah disusun dengan memperhatikan:
pemanfaatan untuk wisata alam tanpa mengubah bentang alam;
pelestarian flora, fauna, dan ekosistem unik kawasan; dan
pembatasan pemanfaatan sumber daya alam.
13) Peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana alam geologi disusun dengan memperhatikan :
pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana;
penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; dan
pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum.
14) Peraturan zonasi untuk kawasan imbuhan air tanah disusun dengan memperhatikan :
pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budi daya tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi
dalam menahan limpasan air hujan;
penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada; dan
penerapan prinsip zero delta Q policy terhadap setiap kegiatan budi daya terbangun yang diajukan izinnya.
15) Peraturan zonasi untuk kawasan sempadan mata air disusun dengan memperhatikan :
pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau; dan
pelarangan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap mata air.
6.1.2 Perizinan
1. Kegiatan usaha pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, izin pemanfaatan ruang dibatalkan oleh
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
2. Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar batal demi hukum.
3. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar, kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang
dibatalkan oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya.
4. Kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin pemanfaatan ruang dapat dimintakan penggantian yang layak kepada
instansi pemberi izin.
5. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang, dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang.
6. Prosedur perolehan izin pemanfaatan ruang dan tata cara penggantian yang layak diatur dengan peraturan pemerintah.
7. Ketentuan perizinan diatur oleh pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Arahan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana
struktur dan pola ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya.
Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pemberian izin pemanfaatan ruang yang berdampak besar dan penting dikoordinasikan oleh Menteri.
Tabel 5.1
Insentif Dan Disinsentif Pada Kawasan Rawan Bencana Longsor
KEGIATAN INSENTIF DISINSENTIF
Pembangunan pariwisata yang mendukung Bila intensitas kegiatan melebihi daya dukung
kelestarian alam/ lingkungan & upaya lingkungan/tanah, atau jenis aktifitasnya akan
pencegahan longsor dengan rekayasa mengganggu lingkungan disinsentif berupa:
teknis dalam penguatan lereng dan sistem pembebanan pajak yang tinggi, pengenaan
drainase yang tepat, diberikan kemudahan retribusi yang tinggi, pembatasan pelayanan
dalam perizinan, keringanan pajak & umum.
retribusi, subsidi sarpras pelayanan umum.
PARIWISATA
Penghargaan & kemudahan Bila intensitas kegiatan melebihi daya dukung
pengembangan pariwisata yang mendukung lingkungan/tanah,atau berubah fungsi atau
kelestarian alam/lingkungan & upaya jenis aktifitasnya akan mengganggu
pencegahan longsor dengan rekayasa lingkungan, maka diberlakukan disinsentif
teknis penguatan leteng, diberikan diberikan berupa: pembebanan pajak yang tinggi,
kemudahan dalam perizinan, keringanan pengenaan retribusi yang tinggi, pembatasan
pajak & retribusi, subsidi sarana prasarana pelayanan umum, penghentian kegiatan, atau
pelayanan umum. penutupan lokasi.
PARIWISATA CAGAR ALAM
Bagi masyarakat/LSM/swasta yang Apabila masyarakat melakukan pene bangan
melakukan upaya pencegahan long sor pohon asli tanpa alasan yang kuat, atau
seperti mempertahankan pohon asli (native menanam pohon yang tidak tepat sehingga
tree), diberikan insentif berupa penyediaan menyebabkan longsor, diberikan disinsentif
sarana prasara-na pengelolaan lingkungan berupa tidak tersedianya sarana prasarana
serta pengadaan sarana prasarana penge lolaan lingkungan atau sarana
pelayanan umum, dan/atau kompensasi prasarana pelayanan umum, atau akses ja lan.
PELESTARIAN ALAM/ LINGKUNGAN berupa penyediaan fasos/fasek.
Bagi pengusaha atau rakyat yang Apabila pengusaha/ masyarakat menanam
menanam jenis pohon yang peraakarnya pohon yang tidak tepat sehingga
dapat mengikat tanah (johar, bungur, menyebabkan longsor, diberikan disinsentif
banyan, mahoni, renghas, jati, kosambi, berupa tidak tersedianya sarana prasarana
sonokeling, tayuman, trengguli, pilang, dan pengeolaan lingkungan atau sarana
asem jawa), diberikan subsidi dari pemda prasarana pelayanan umum, atau akses jalan.
/swasta berupa bibit unggul serta
KONSERVASI TANAH SAMBIL penyuluhan/bimbingan teknis tata cara budi
BERPRODUKSI daya tanaman tersebut.
Pengusaha yang menanam jenis pohon Apabila pengusaha tidak menanam jenis
yang perakarnya dapat mengikat tanah pohon yang dianjurkan dan tidak ada upaya
dan memperkuat lereng, diberikan insentif memperkuat lereng, diberikan disinsentif
berupa kemudahan perizinan, keringanan berupa : pengenaan pajak dan retribusi yang
pajak, perbaikan prasarana transportasi tinggi, pembatasan penyediaan prasarana
untuk kelancaran pengangkutan hasil transportasi, memperketat perizinan,
produksi. pembebanan penyediaan sarana prasarana.
HUTAN PRODUKSI
Pengusaha yang membangun hutan kota Bila intensitas kegiatan melebihi daya dukung
dan/atau ruang terbuka hijau sesuai dengan lingkungan/tanah, atau ber-ubah fungsi,
kriteria lokasi dan kriteria/persyaratan teknis, atau jenis aktifitasnya akan mengganggu
& melakukan rekayasa teknis untuk lingkungan disinsentif berupa : pembebanan
penguatan lereng, dikenakan keringanan pajak yang tinggi, pengenaan retribusi yang
pajak & retribusi, subsidi penyediaan tinggi, pembatasan pelayanan umum.
sarana prasarana lingkungan dan
pelayanan umum & subsidi prasarana
transportasi.
Hutan Kota & RTH
Penanaman pohon yang perakarannya Apabila masyarakat tidak menanam jenis
dapat memperkuat lereng (johar, bungur, pohon yang dianjurkan, dan tidak ada upaya
banyan, mahoni, renghas, jati, kosambi, penguatan lereng, maka diberikan disinsentif
tayuman, sonokeling, tayuman, trengguli, berupa : pengenaan pajak & retribusi yang
pilang, dan asem jawa), diberikan subsidi tinggi, pembatasan penyediaan prasarana
dari pemda/swasta berupa bibit unggul transportasi, memperketat perizinan,
serta penyuluhan /bimbingan teknis tata ketidaktersediaan sarana prasarana
cara budi daya tanaman tersebut. pengelolaan lingkungan, pembebanan
HUTAN RAKYAT penyediaan sarana prasarana.
Petani yang melakukan usahatani nya dg Apabila tidak memilih jenis dan pola ta nam
memilih jenis tanaman & pola tanam & yang sesuai, menjaga kestabilan lereng
sistem drainase yg tepat, dan menjaga dengan mengikuti kontur, maka diberikan
kestabilan lereng dg mengikuti kontur, pembatasan sarana prasarana pelayanan
diberikan subsidi dari pemda/swasta umum dan transportasi.
berupa bibit unggul & saprotan lainnya, Penggunaan ruang yang tidak sesuai dg
serta penyuluhan /bimbingan teknis tata peruntukan ruangnya diberikan disinsentif
cara budi daya tanaman tersebut. berupa: pengenaan pajak yg tinggi,
PERTANIAN TANAMAN PANGAN memperketat perizinan& pengawasan yang
ketat.
PETERNAKAN
Pertanian padi sawah dengan pola tanam Apabila tidak mengikuti pola tanam yg tepat,
yang tepat, dan menjaga kestabilan lereng tidak menjaga kestabilan lereng dengan
dengan te rasering mengikuti kontur, diberi terasering sesuai kontur, maka diberikan
kan subsidi dari pemda/swasta berupa disinsentif berupa: ketidak tersediaan bibit
bibit unggul & saprotan lainnya, serta dan saprotan lainnya: pembatasan penyedian
penyuluhan/bim-bingan teknis tatacara sarana prasarana pelayanan umum,
budidaya tanaman tersebut. keterbatasan prasarana transportasi, dan
pengawas an yang ketat.
TRANSPORTASI
INDUSTRI
Arahan pemberian insentif dan disinsentif merupakan acuan bagi pemerintah dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.
Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan indikasi arahan peraturan
zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini. Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau
dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional dilakukan oleh Pemerintah kepada
pemerintah daerah dan kepada masyarakat. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang sesuai
dengan kewenangannya.
Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dikoordinasikan oleh Menteri.
BAB VII ,
PENGAWASAN PENATAAN RUANG
7.1 Pengawasan Pemanfaatan Ruang
7.1.1 Pengawasan Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan Lindung
Upaya pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan lindung di Kabupaten Bogor, merupakan upaya pengawasan dan
penertiban terhadap kawasan-kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung.
1. Pengawasan: bentuk pengawasan berupa usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang di kawasan lindung dengan arahan
pengelolaan kegiatan kawasan lindung yang ditetapkan dalam rencana tata ruang, dimana pengelolaan kegiatan tersebut mencakup
fungsi dasar kawasan maupun fungsi tambahan yang dapat dikembangkan.
a. Pelaporan: berupa kegiatan memberi informasi secara obyektif mengenai kondisi pemanfaatan ruang pada tiap jenis kawasan
lindung yang ada baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai, mencakup:
1) Kondisi dan luasan kawasan lindung yang telah ditetapkan.
2) Perubahan kondisi fungsi dasar kawasan lindung yang telah ditetapkan untuk tiap jenis kawasan lindung yang ada, beserta
luasan perubahan tersebut.
3) Jenis kegiatan tambahan yang ada di tiap jenis kawasan lindung yang ada, luasannya, serta dampaknya terhadap perubahan
yang ditimbulkannya. Misalnya: pengembangan kawasan wisata kasrt serta yang ditimbulkan nantinya, antara lain:
munculnya tempat penginapan beserta kelengkapannya di kawasan tersebut.
b. Pemantauan: usaha atau perbuatan mengamati, mengawasi dan memeriksa dengan cermat besarnya dampak yang ditimbulkan
berdasarkan perubahan yang terjadi pada kawasan lindung yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, sehingga dapat
diupayakan kegiatan-kegiatan yang dapat membatasi terjadinya perubahan kualitas lingkungan lebih lanjut. Misalnya: kegiatan
pemantauan pada kawasan lindung suaka alam yaitu mengamati dan mengawasi luasan kawasan yang berkembang menjadi
penginapan, sehingga dapat diputuskan apakah dampak dari perkembangan tersebut perlu segera dibatasi.
c. Evaluasi: usaha untuk menilai kemajuan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan kesesuaiannya dengan rencana tata
ruang baik dampak positif maupun dampak negatif yang ditimbulkan. Misalnya: dampaknegatif yang ditimbulkan dengan
adanya penambahan fungsi kegiatan wisata pada kawasan lindung suaka alam merupakan masukan/pertimbangan dalam
menentukan upaya penertiban yang sesuai.
d. Penertiban: usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang di kawasan lindung yang direncanakan dapat
terwujud,sesuai dengan kegiatan pengawasan yang telah dilakukan.
e. Sanksi administratif, dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang di kawasan lindung yang berakibat terhambatnya
program-program pengelolaan kegiatan di kawasan lindung tersebut. Misalnya: pengembangan kegiatan fungsi tambahan pada
kawasan lindung yang tidak sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dapat dikenakan saksi berupa pencabutan ijin
pengembangan.
f. Sanksi perdata, dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang di kawasan lindung yang berakibat terganggunya kepentingan
pihak pengelola kawasan lindung tersebut, baik itu pemerintah, masyarakat maupun pihak swasta.
g. Sanksi pidana, dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang di kawasan lindung yang berakibat pada menurunnya kualitas
lingkungan atau fungsi dasar kawasan lindung. Misalnya: pelaku kegiatan pencurian kayu di hutan yang ditetapkan sebagai
kawasan lindung dapat mengakibatkan seseorang atau sekelompok orang dikenakan sanksi pidana.
kawasan pertanian lahan basah (sawah) menjadi kawasan terbangun (perumahan) mencapai luasan yang cukup besar, maka
upaya pemantauannya yaitu dengan pencetakan sawah baru pada lokasi lain.
3) Evaluasi: usaha untuk menilai kemajuan pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya dan kesesuaiannya dengan rencana tata
ruang baik dampak positif maupun dampak negatif yang ditimbulkan. Misalnya: apabila terjadinya perubahan fungsi kawasan
pertanian lahan basah (sawah) menjadi perumahan mempunyai luasan yang cukup besar dan mendominasi, maka diperlukan
evaluasi penyesuaian fungsi kawasan tersebut menjadi kawasan perumahan.
b. Penertiban: usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang di kawasan budidaya yang direncanakan dapat terwujud.
1) Sanksi administratif,dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang di kawasan budidaya yang berakibat terhambatnya
program-program pengelolaan kegiatan di kawasan budidaya tersebut. Misalnya: pembatalan ijin pengembangankawasan
perumahan yang dibangun oleh developer pada kawasan yang rencana pemanfaatan ruangnya bukan untuk kawasan
perumahan (kawasan terbangun).
2) Sanksi perdata, dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang di kawasan budidaya yang berakibat terganggunya
kepentingan seseorang, kelompok orang atau badan hukum. Misalnya: pengembangan kegiatan industri pada satu kawasan
menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga pengelola dikenakan sanksi berupa pemulihan kondisi
lingkungan tersebut atau pembiayaan terhadap kerugian yang dialami oleh penduduk.
3) Sanksi pidana,dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang di kawasan budidaya yang berakibat pada menurunnya
kualitas tata ruang dan lingkungan kawasan budidaya.
a) Kondisi dan jenis kegiatan utama di kawasan perdesaan yang telah ditetapkan (kawasan perdesaan identik dengan
kegiatan utama di sektor pertanian).
b) Pola kawasan permukiman penduduk yang direncanakan pada kawasan perdesaan.
c) Perubahan kondisi dan jenis kegiatan utama yang terjadi di kawasan perdesaan, misalnya: terjadi pergeseran kegiatan
perekonomian dari sektor pertanian ke sektor industri.
d) Perubahan pola kawasan permukiman penduduk yang terjadi pada kawasan perdesaan, misalnya: adanya perkembangan
kawasan perumahan baru berupa perumahan yang dibangun oleh pengembang (developer) padakawasan ini. Masing-
masing perubahan tersebut harus diketahui luasannya.
2) Pemantauan: usaha atau perbuatan mengamati,mengawasi dan memeriksa dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan
lingkungan pada kawasan perdesaan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Misalnya:
a) Apabila kegiatan baru di kawasan perdesaan berupa kegiatan industri yang membawa dampak positif bagi perekonomian
penduduk, maka kegiatan baru tersebut dapat terus dikembangkan. Apabila industri tersebut menimbulkan pencemaran
yang mengganggu penduduk, maka dalam perpanjangan ijin selanjutnya tidak dilanjutkan.
b) Apabila pertumbuhan perumahan yang dibangun oleh developer sangat pesat, sedangkan kawasan perdesaan tersebut
merupakan daerah basis pertanian yang sangat diperlukan dalamlingkup regional, maka perkembangan perumahan yang
dibangun oleh developer tersebut harus dibatasi (tidak mengijinkan pembangunan perumahan pada lahan pertanian
sawah).
3) Evaluasi: usaha untuk menilai kemajuan pemanfaatan ruang pada kawasan perdesaan dan kesesuaiannya dengan rencana tata
ruang baik dampak positif maupun dampak negatif yang ditimbulkan. Misalnya: apabila pada kawasan perdesaan tersebut
perubahan fungsi kawasan yang terjadi mempunyai luasan yang cukup besar dan membawa dampak positif bagi
penduduknya, maka diperlukan penyesuaian fungsi kawasan menjadi kawasan yang mengarah pada kegiatan perkotaan atau
kawasan pinggiran.
a. Penertiban: usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang di kawasan perdesaan yang direncanakan dapat
terwujud.
3. Sanksi pidana, dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan yang berakibat pada menurunnya
kualitas tata ruang dan lingkungan kawasan perkotaan.
fungsi lahan di kawasan lindung yang mempunyai kelerengan lebih dari 40 % menjadi lahan perkebunan, beserta luasan lahan
yang berubah fungsi tersebut.
Adapun kegiatan yang diperlukan dalam tindakan pelaporan ini adalah:
Penyiapan arahan kebijaksanaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya,
Penyiapan peta kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan strategis,
Mengecek kesesuaian dan ketidaksesuaian antara pemanfaatan ruang di kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan
perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan strategis dengan arahan kebijaksanaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna
udara dan tata guna sumber daya alam lainnya,
Membuat daftar dampak-dampak yang ditimbulkan dan yang berpengaruh terhadap tata guna tanah, tata guna air, tata guna
udara dan tata guna sumber daya alam lainnya.
b. Pemantauan: usaha atau perbuatan mengamati, mengawasi dan memeriksa dengan cermat tata guna tanah, tata guna air, tata guna
udara dan tata guna sumber daya alam lainnya yang menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem dan kualitas lingkungan akibat
pemanfaatan ruang pada kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan strategis
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Misalnya: dengan adanya perubahan fungsi lahan pada kawasan lindung menjadi
lahan perkebunan tersebut, maka dampaknya dapat meningkatkan perekonomian penduduk dari hasil perkebunan yang diperoleh.
Tetapi harus ditinjau juga mengenai dampak negatif yang ditimbulkan terhadap tata guna tanahnya, antara lain: dapat
menyebabkan kondisi lahan yang kritis/rawan terhadap erosi, kurangnya penyerapan air permukaan, dsb. Apabila dampak-
dampak yang berpengaruh terhadap tata guna tanah dan air pada kawasan tersebut dapat diatasi dengan metode tertentu (secara
teknis atau vegetatif), sehingga tidak terjadi kerugian/masalah lebih lanjut, maka pemanfaatan ruang tersebut dapat diteruskan.
Apabila dampak negatif yang ditimbulkan lebih besar dan dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem dan fungsi ekologis
lingkungan di kawasan tersebut, maka pengembangan lahan perkebunan harus dibatasi secara ketat.
Adapun kegiatan yang diperlukan dalam tindakan pemantauan ini adalah:
Berdasarkan pelaporan ditetapkan lokasi kawasan-kawasan yang mempunyai masalah dan berpengaruh terhadap tata guna
tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya yang direncanakan sehingga perlu dipantau,
Menetapkan besaran dampak yang ditimbulkan,
Mencari pemecahan masalah dari masing-masing dampak yang ditimbulkan tersebut.
c. Evaluasi: usaha untuk menilai kesesuaian tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya
pada kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan strategis dengan rencana tata
ruang baik dampak positif maupun dampak negatif yang ditimbulkan. Misalnya: apabila perubahan fungsi lahan pada kawasan
lindung menjadi lahan perkebunan memberikan dampak negatif terhadap tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata
PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR Halaman VII -8
Subid Tata Ruang & Lingkungan Hidup - BAPPEDA
RTRW Kabupaten Bogor 2007 - 2025
guna sumber daya alam lainnya, maka fungsi kawasan sebagai kawasan lindung harus tetap dipertahankan dan diperlukan
pengendalian secara ketat.
Adapun kegiatan yang diperlukan dalam tindakan evaluasi ini adalah:
Menetapkan rencana tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya,
Menetapkan penyesuaian fungsi kawasan, pemanfaatan ruang maupun rencana tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara
dan tata guna sumber daya alam lainnya berdasarkan kegiatan pelaporan dan pemantauan yang telah dilakukan.
Jenis-jenis kegiatan pengawasan pemanfaatan ruang termasuk terhadap tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan
tata guna sumber daya alam lainnya di kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan
strategis antara lain yaitu:
a. Pada kawasan lindung:
Pemberian larangan melakukan berbagai usaha dan/atau kegiatan, kecuali yang tidak mengganggu fungsi alam, tidak
mengubah bentang alam dan ekosistem alami.
Pengaturan berbagai usaha dan/atau kegiatan yang tetap dapat mempertahankan fungsi lindung.
Pencegahan berkembangnya berbagai usaha dan/atau kegiatan yang mengganggu fungsi lindung kawasan.
Pengawasan kegiatan penelitian eksplorasi mineral dan air tanah, serta kegiatan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana
alam agar pelaksanaan kegiatannya tetap mempertahankan fungsi lindung kawasan.
Penegakan peraturan yang mewajibkan dilaksanakannya kegiatan perlindungan terhadap lingkungan hidup dan rehabilitasi
daerah bekas penambangan pada kawasan lindung yang dilakukan kegiatan penambangan bahan galian.
b. Pada kawasan budidaya
Penegakan prosedur perijinan dalam mendirikan bangunan untuk menjamin bangunan yang akan dibangun telah sesuai
dengan peruntukan ruang dan kegiatan yang direncanakan.
Dalam pemberian ijin mendirikan bangunan, pemerintah daerah memperhatikan prosedur dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Pada kawasan perdesaan
Penegakan prosedur perijinan dalam mendirikan bangunan untuk menjamin bangunan yang akan dibangun telah sesuai
dengan peruntukan ruang dan kegiatan yang direncanakan.
Dalam pemberian ijin mendirikan bangunan, pemerintah daerah memperhatikan prosedur dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
d. Pada kawasan perkotaan
Penegakan prosedur perijinan dalam mendirikan bangunan untuk menjamin bangunan yang akan dibangun telah sesuai
dengan peruntukan ruang dan kegiatan yang direncanakan.
Dalam pemberian ijin mendirikan bangunan, pemerintah daerah memperhatikan prosedur dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
e. Pada kawasan strategis
Menegakkan prosedur perijinan dalam mendirikan bangunan untuk menjamin pelaksanaan kegiatan telah sesuai dengan
peruntukan ruang dan kegiatan yang direncanakan.
Pemberian ijin mendirikan bangunan dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1. Tahap gagasan/ide
Pada tahapan ini investor/masyarakat/pemerintah memberi suatu studi kelayakan seperti pra feasibility study, feasibility
study dan feasibility ekonomi.
2. Tahap pemberian ijin lokasi
Pada tahap ini terdapat 5 kegiatan yang berkaitan dengan permasalahan lokasi yaitu:
Persetujuan prinsip percadangan tanah.
Persetujuan penguasaan peruntukan ruang.
Persetujuan pembebasan peruntukan ruang.
Persetujuan ruang.
Persetujuan tetangga sekitar.
3. Tahap kegiatan pembangunan
Pada tahap ini ditekankan pada pada pengarahan, pengaturan dan pengendalian proses fisik pembangunan kawasan
lindung, kawasan budidaya dan kawasan strategis yang terdapat pada wilayah perencanaan.
4. Tahap kegiatan berusaha
Pada tahap ini diutamakan untuk mengontrol kegiatan-kegiatan berusaha/usaha yang diisyaratkan sehingga tercapai
pertumbuhan ekonomi wilayah yang diharapkan.
5. Tahap perubahan pembangunan
Pada tahap ini merupakan upaya penyesuaian fungsi-fungsi kawasan sesuai dengan perkembangan yang terjadi serta
dampak-dampak yang ditimbulkannya
TABEL 5.2
Tupoksi Dari Perkembangan Daerah Yang Terkait Secara Erat Dengan Penataan Ruang
NO LEMBAGA TUPOKSI UTAMA DLM PENATAAN RUANG
1 Sekretariat Daerah Penetapan RTR menjadi Perda (Bag.Hukum)
Penyusunan program, pengendalian dan pelaporan pembangunan (Bag. Administrasi Pembangunan)
Perijinan pertambangan, investasi dan reklame (Bag.Perekonomian)
2 BAPPEDA Penyusunan dan perencanaan program-program pembangunan, koordinasi pembangunan ,pendataan dan
analisa pelaksanaan pembangunan, penyusunan rencana, kordinasi dibidang pengairan, perhubungan dan
pariwisata, tata ruang dan tata guna tanah serta sumber alam dan lingkungan hidup.
3 Dinas Permukiman dan Prasarana Perencanaan , pelaksanaan , pengawasan, pengendalian tata ruang, tata bangunan, perumahan dan
Wilayah permukiman, pertamanan, air bersih dan penyehatan lingkungan. pemantauan dan evaluasi perkembangan
tata ruang, Perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan jalan dan jembatan, funsi dan status jalan dan jembatan
4 Dinas Kehutanan, Pertanian dan Perencanaan, pelaksanaan pemetaan tata ruang pendayagunaan sumber daya alam dan pengembangan
Urusan Ketahanan Pangan lahan.
Pengawasan eksploitasi hutan, pelaksanaan penghijauan dan konservasi tanah dan air, pemantauan,
pemberian ijin Hak Pemungutan Hutan Produksi, Ijin Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan dan Hutan
Lindung, inventarisasi hutan.
5 Dinas Pengairan Perencanaan, pelaksanaan pembangunan perbaikan dan peningkatanjaringan utama irigasi beserta
bangunan pelengkapnya. Perijinan perubahan, pembongkaran prasarana irigasi, pengelolaan sumberdaya
air. Pengendalian banjir dan daerah kekeringan. Pengelolaan sungai dan air permukaan serta sumber-
sumber air.
7 Dinas Perindustrian dan Perijinan jenis industri dan perdagangan, pengawasan dan pengendalian penanaman modal
Perdagangan
8 Dinas Kebersihan dan Pertamanan Pengelolaan TPS dan TPA (sampah)
PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR Halaman VII -17
Subid Tata Ruang & Lingkungan Hidup - BAPPEDA
7.2
RTRW Kabupaten Bogor 2007 - 2025
Kantor Pertanahan merupakan lembaga yang sangat terkait dan erat hubungannya dengan penataan ruang mengingat fungsi
dan perannya dalam pengendalian hak atas tanah.
Disamping lembaga yang sangat terkait dengan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang tersebut pemerintah
Kabupaten Bogor perlu membentuk BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH (BKPRD) Kabupaten Bogor yang
ditetapkan oleh Bupati, dengan tugas tugas sebagai berikut ;
a. Membahas, merumuskan dan menyusun alternatif kebijaksanaan, serta saran pemecahan masalah untuk selanjutnya diputuskan
oleh Bupati dalam rangka penataan ruang di wilayah Kabupaten, dengan memperhatikan Kebijaksanaan Penataan Ruang Nasional
dan Provinsi.
b. Melakukan koordinasi dalam pengaturan dan pembinaan serta mensinkronisasikan seluruh kegiatan di bidang penataan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten.
c. Melakukan konsultasi dengan Pemerintah Propinsi dan Pusat di bidang penataan ruang dan perumusan pengendalian pelaksanaan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten.
d. Termasuk di dalam kegiatan Tim ini adalah kegiatan kegiatan Badan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Daerah ( BP4D), serta Tim Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum dan fasilitas Sosial Perumahan kepada Pemerintah
Daerah.
e. Mengadakan pertemuan minimal setiap 3 (tiga) bulan sekali.
f. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas Tim Kepada Bupati.
g. Menyiapkan laporan Bupati tentang perkembangan kegiatan penataan ruang wilayah kepada Gubernur Jawa Timur setiap 4
(empat) bulan sekali dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri cq. Dirjen Pembangunan Daerah.
Ketua : Kepala Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor
Wakil Ketua : Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Bogor
Sekretaris : Kepala Bidang Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup
Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor
Anggota : 1. Ir. Rizal Wasal
2. Didi Supriadi, ST
3. Riana Herdiana, ST
4. Drs. Ade Jaya Munadi, SH, MH
5. R. Irwan Purnawan, SH, MH
6. Farid Maruf, SH, MH
7. Edy Mulyadi, ST
8. Ir. Sussy Rahayu,MSi
9. Ir. Suryanto Putra
10. Ir. Sukiswanto, MT
11. Doni Ramdani, SH
12. Ajat R. Jatnika, ST
13. Drs. Mahfudin
14. Endah Nurmayati, ST
15. Yosef Kurniawan, ST
16. Rahmat Mulyana, ST
Anggota : Disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan yang terkait dengan fungsi pengawasan, penertiban, dan
perizinan pemanfaatan ruang.
2) Tugas Pokok POKJA Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang Kabupaten:
a) Memberikan masukan kepada BPKRD Kabupaten dalam rangka perumusan kebijakan pemanfaatan dan
pengendalian ruang Kabupaten;
b) Mengkoordinasikan Pengawasan (pemantauan, evaluasi, dan pelaporan) terhadap rencana tata ruang Kabupaten;
c) Mengkoordinasikan penertiban perizinan pemanfaatan ruang Kabupaten;
d) Menginventarisasi dan mengkaji masalah-masalah yang timbul dalam pemanfaatan dan pengendalian ruang serta
memberikan alternatif pemecahannya;
e) Melaporkan kegiatan kepada BPKRD Kabupaten serta menyampaikan usulan pemecahan/kebijakan untuk dibahas
dalam Sidang Pleno BPKRD Kabupaten.
BAB VIII
Hak, kewajiban dan peran masyarakat
8.1. Hak dan Kewajiban Masyarakat
Berdasarkan PP nomor 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta
Masyarakat dalam Penataan Ruang, ditentukan bahwa:
1. Masyarakat adalah orang seorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, adat atau badan hukum;
2. Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah
masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang;
3. Hak atas ruang adalah hak-hak yang diberikan atas pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara;
4. Penataan ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak.
Untuk mewujudkan hak masyarakat, guna mengetahui rencana tata ruang, maka rencana tata ruang tersebut wajib dijadikan
undang-undang dan dimuat dalam Lembaran Negara untuk RTRWN dan kawasan tertentu; Lembaran Daerah untuk RTRWP;
Lembaran Daerah untuk RTRW Kabupaten/Kota. Setelah itu, pemerintah berkewajiban mengumumkan/menyebarluaskan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan pada tempat-tempat yang memungkinkan masyarakat mengetahui dengan mudah.
Hak masyarakat tersebut, termasuk pula di dalamnya mengenai pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang,
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau pun kaidah yang berlaku, atau manfaat lingkungan yang
timbul akibat pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang. Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan,
menyebarkan informasi dan memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang ketentuan peraturan perundang-undangan atau
kaidah yang berlaku. Selain itu, berlaku pula ketentuan sebagai berikut:
1. Hak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian terhadap perubahan status semula yang dimiliki oleh masyarakat sebagai
akibat pelaksanaan rencana tata ruang diselenggarakan dengan cara musyawarah antara pihak yang berkepentingan.
2. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka
penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bila ditinjau berdasarkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masyarakat, maka dalam kegiatan penataan ruang,
masyarakat wajib untuk:
1. Berperan serta dalam memelihara kualitas ruang;
2. Berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan menaati rencana tata ruang
yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan kewajiban masyarakat tersebut dilakukan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan
aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Bogor dapat berbentuk :
1. pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan peraturan perundang-undangan, agama, adat atau kebiasaan yang
berlaku;
2. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan
dan perdesaan;
3. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
4. konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas;
5. perubahan atau konvensi pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor;
6. pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang; dan atau
7. kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan.
Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Bogor dapat berbentuk:
1. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Bogor, termasuk pemberian informasi atau laporan pelaksanaan
pemanfaatan ruang; dan atau
2. bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan
ruang.
Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang kawasan di wilayah Kabupaten Bogor dapat berbentuk:
1. pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan peraturan perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang
berlaku;
2. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan;
3. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana rinci tata ruang kawasan,
4. konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain untuk tercapainya pemanfaatan ruang kawasan yang
berkualitas;
5. perubahan atau konvensi pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana rinci tata ruang kawasan;
6. pemberian usulan dalam penentuan lokasi dan bantuan teknik dalam pemanfaatan ruang; dan atau
7. kegiatan menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan kawasan.
Peran serta mayarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang kawasan di wilayah Kabupaten Bogor dapat berbentuk:
1. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang kawasan di wilayah Kabupaten Bogor, termasuk pemberian informasi atau laporan
pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan; dan atau
2. bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban dalam kegiataan pemanfaatan ruang kawasan dan peningkatan kualitas
pemanfaatan ruang kawasan.
Tata cara peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Bogor, dilaksanakan dengan
pemberian saran pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, masukan; terhadap informasi tentang arah pengembangan, potensi
dan masalah serta rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten. Peran serta masyarakat tersebut disampaikan secara lisan atau
tertulis kepada Bupati dan dilakukan secara tertib serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peran serta masyarakat tersebut, akan terus dibina oleh pemerintah dengan:
1. Masyarakat dapat memperoleh informasi penataan ruang dan rencana tata ruang secara mudah dan cepat, melalui media cetak,
media elektronik atau forum pertemuan;
2. Masyarakat dapat memprakarsai upaya peningkatan tata laksana hak dan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang melalui
penyuluhan, bimbingan, pendidikan, atau pelatihan untuk tercapainya tujuan penataan ruang;
3. Pemerintah menyelenggarakan pembinaan untuk menumbuhkan serta mengembangkan kesadaran memberdayakan dan
meningkatkan tanggung jawab masyarakat dalam penataan ruang dengan cara:
a. memberikan dan menyelenggarakan penyuluhan, bimbingan, dorongan, pengayoman, pelayanan, bantuan teknik, bantuan
hukum, pendidikan dan atau pelatihan;
b. Menyebarluaskan semua informasi mengenai proses penataan ruang kepada masyarakat secara terbuka;
c. Mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata ruang kepada masyarakat;
d. Menghormati hak yang dimiliki masyarakat;
e. Memberikan penggantian yang layak kepada masyarakat atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
f. Melindungi hak masyarakat untuk berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, menikmati pemanfaatan ruang yang
berkualitas dan pertambahan nilai ruang akibat rencana tata ruang yang ditetapkan serta dalam menaati rencana tata ruang;
g. Memperhatikan dan menindaklanjuti saran, usul atau keberatan dari masyarakat dalam rangka peningkatan mutu penataan
ruang.
Secara umum, hak, kewajiban, dan peran serta masyarakat dapat dibina melalui pendekatan Partisipatoris. Pendekatan
Partisipatoris adalah salah satu pendekatan yang tepat untuk menyusun suatu bentuk perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dimana
kegiatan tersebut merupakan hasil dari suatu proses yang melibatkan peran serta masyarakat khususnya masyarakat yang berada di
lokasi perencanaan. Pendekatan Partisipatoris digunakan dengan dasar pemahaman bahwa masyarakat lebih memahami kebutuhan
dan permasalahannya serta harus diberdayakan agar mereka lebih mampu mengenali kebutuhan-kebutuhannya.
Dalam pendekatan Partisipatoris, masyarakat dipandang sebagai subjek dan bukan objek; praktisi berusaha menempatkan
posisi sebagai insider bukan outsider; lebih baik mendekati benar daripada benar-benar salah untuk menentukan parameter/kriteria
yang standar; masyarakatlah yang membuat model, diagram, pengurutan, memberi angka (nilai), mengkaji (menganalisis),
memberikan contoh, mengidentifikasi dan menyeleksi prioritas masalah, menyakikan hasil, mengkaji ulang dan merencanakan
kegiatan akses dan pemberdayaan dan partisipatoris masyarakat dalam menentukan indikator sosial (indikator evaluasi partisipatoris).
Beberapa prinsip penerapan pendekatan partisipatoris dalam proses hak, kewajiban, dan peran serta masyarakat dalam
penataan ruang Kabupaten Bogor, yaitu:
1. Prinsip pelibatan atau partisipasi masyarakat menjadi prioritas utama;
2. Prinsip keberpihakan kepada masyarakat luas;
3. Prinsip pemberdayaan melalui peningkatan kesetaraan dan keadilan hak asasi manusia;
4. Prinsip masyarakat sebagai pelaku, orang luar sebagai fasilitator;
5. Prinsip saling belajar dan menghargai perbedaan;
6. Prinsip triangulasi untuk mendapatkan informasi yang kedalamannya dapat diandalkan melalui proses check and re-check
informasi;
7. Prinsip mengoptimalkan hasil;
8. Prinsip orientasi praktis agar program sosialisasi dapat dikembangkan untuk bisa memecahkan masalah dan meningkatkan
kehidupan masyarakat;
9. Prinsip keberlanjutan dan selang waktu. Kepentingan-kepentingan dan masalah-masalah masyarakat tidaklah tetap, tetapi berubah
dan bergeser menurut waktu sesuai dengan berbagai perubahan dan perkembangan baru dalam masyarakat itu sendiri;
10. Prinsip belajar dari kesalahan;
11. Prinsip keterbukaan.
BABIX PENUTUP
Sesuai dengan tujuan dari penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor yaitu meningkatkan keseimbangan dan
keserasian perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor melalui pemanfaatan ruang kawasan secara serasi, seimbang serta
berkelanjutan, hal ini guna menjaga kualitas lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan fungsi dan tatanan pemanfaatan ruang
yang telah ditetapkan. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang diperlukan adanya petunjuk operasional
yang dapat memberikan kejelasan dalam pelaksanaan teknis, kelembagaan serta mekanisme atau prosedur pelaksanaan pemanfaatan ruang.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor juga diharapkan dapat menjawab tuntutan dan tantangan di masa yang akan datang
seiring dengan terjadinya paradigma baru pembangunan yang mengedepankan peranan masyarakat melalui prinsip-prinsip demokratisasi,
akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi. Dengan demikian, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor tidak lagi hanya melihat
kepentingan pemerintah, akan tetapi mengakomodasikan kepentingan masyarakat dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip tersebut
mulai dari proses perencanaan hingga pengendalian.