Anda di halaman 1dari 14

AKAD NIKAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih 3

Dosen Pengampu:
Mahmud Huda, M.S.I

Disusun Oleh:

Roudhatul Jannah 1115054


Tyas Marga Rena 1115072

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2017

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan adalah suatu ikatan yang dapat menyatukan dua
insan antara laki-laki dan wanita untuk hidup bersama. Pernikahan
yang dinyatakan sebagai sunnatullah ini merupakan kebutuhan
setiap naluri manusia yang dalam istilah agama disebut "Mitsaqan
Ghalizha" yaitu suatu perjanjian yang sangat kokoh dan luhur.
Untuk melaksanakan pernikahan, ada rukun dan syarat yang
harus dipenuhi. Karena rukun dan syarat menentukan suatu
perbuatan hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau
tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut
mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan
sesuatu yang harus diadakan.
Salah satu contoh yaitu tidak semua orang memiliki barang
yang ia butuhkan, sedangkan orang lain memiliki barang tersebut,
dengan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, maka akan
terjadi suatu transaksi. Begitu juga dengan pernikahan. Seseorang
tidak akan bisa langsung berhubungan dengan selain jenis tanpa
adanya hubungan pernikahan. Salah satu yang menjadi syarat
pernikahan adalah adanya kesepakatan yang ditujukan kepada
kedua mempelai. Kesepakatan tersebut timbul apabila kedua belah
pihak telah terikat satusama lain dalam suatu ijab dan qabul. Inilah
yang disebut dengan akad dalam islam. Akad tersebut digunakan
dalam melakukan suatu transaksi maupun kerjasama dengan orang
lain. Jadi, pada makalah ini akan mengulas tentang akad nikah serta
syarat-syaratnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan akad nikah?
2. Bagaimana shighat dalam akad nikah?
3. Apa saja syarat-syarat dalam akad nikah?
4. Bagaimana akad nikah via Teleconference?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian akad nikah;
2. Untuk mengetahui shighat dalam akad nikah;
3. Untuk mengetahui syarat-syarat dalam akad nikah
3

4. Untuk mengetahui akad nikah via Teleconference

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Akad
Dalam Al-Quran, ada dua istilah yang berkaitan dengan
perjanjian, yakni al-aqdu dan al-ahdu. Kata al-aqdu terdapat
dalam Al Quran:.






.
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad.
Hewan ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan
kepadamu, dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu
sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah
Menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia Kehendaki.1
Secara etimologi, akad (al-aqdu) berarti perikatan, perjanjian,
dan pemufakatan (al-ittifaq).2 Dikatakan ikatan karena memiliki
maksud menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan
mengikatkan salah satunya pada yang lainnya hingga keduanya
bersambung dan menjadi seutas tali yang satu. 3 Sedangkan
menurut Wahbah Az-zuhaily, yaitu:4
Artinya : Ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata
maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari dua
segi.

1 QS. al-Maidah (5):1

2 Faturrahman Djamil, Hukum Perjanjian Syariah, dalam Kompilasi Hukum Perikatan oleh
Mariam Darus Badrulzaman, et al., cet. 1, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), 247

3 Ghufron A. Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, cet. 1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002), 75

4 Wahbah Az-zuhaili, Al-Fiqh Al-Isla>mi wa Adillatuha, juz. IV, (Damaskus: Dar Al-Fikr,
1989), 80
4

Sedangkan al-ahdu secara etimologis berarti masa, pesan,


penyempurnaan, dan janji atau perjanjian.5 Kata al-ahdu terdapat
dalam Al Quran:







.

Artinya : Sebenarnya barangsiapa menepati janji dan bertakwa,


maka sungguh,
Allah Mencintai orang-orang yang bertakwa.6
Istilah al-aqdu dapat disamakan dengan istilah verbintenis
(perikatan) dalam KUHP, karena istilah akad lebih umum dan
mempunyai daya ikat kepada para pihak yang melakukan perikatan.
Sedangkan al-ahdu dapat disamakan dengan istilah
overeenkomst (perjanjian), yang dapat diartikan sebagai suatu
pernyataan dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak
mengerjakan sesuatu, dan tidak ada sangkut pautnya dengan
kemauan pihak lain. Janji ini hanya mengikat bagi orang yang
bersangkutan.7
Pengertian akad secara terminologi, yang dalam hal ini
dikemukakan oleh ulama fiqh, ditinjau dari dua segi yaitu:8
1. Pengertian Umum
Pengertian akad dalam arti umum hampir sama dengan pengertian
akad secara bahasa. Hal ini dikemukakan oleh ulama Syafiiyah,
Malikiyah dan Hanabilah, yaitu:
Artinya: Segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang
berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak,
pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan
keinginan dua orang seperti jualbeli, perwakilan, dan gadai.
2. Pengertian Khusus
Pengertian akad dalam arti khusus yang dikemukakan ulama fiqh
yaitu:

5 Faturrahman Djamil, Hukum Perjanjian Syariah, dalam 247

6 QS. Ali Imran (3): 76

7 Faturrahman Djamil, 247-248

8 Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 43-44


5

Artinya: Perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan


ketentuan
syara yang berdampak pada objeknya.
2. Shighat dalam akad nikah
Shighat akad adalah sesuatu yang disandarkan dari dua pihak
yang berakad dan menunjukkan atas apa yang dihati keduanya
tentang terjadinya suatu akad. Hal itu dapat diketahui melalui
ucapan, perbuatan, isyarat dan tulisan. 9 Shighat dalam akad
nikah yang dalam hal ini adalah Ijab dan Qabul disyaratkan harus
saling berhubungan diantara keduanya. Syarat-syaratnya
adalah:10
a. Qobul harus selaras dengan ijab.
Jika memang Ijab dan Qabul berbeda, semisal dalam
pengucapan mahar dan penyebutan maqud alayh, maka akad
tersebut tidak sah. Contoh: jika wali mengucapkan, saya
menikahkan putriku bernama Fulanah dengan maskawin 1000.
Lalu mempelai pria menjawab, saya menerima nikahnya dengan
maskawin 500, maka tidak sah akad tersebut. Tetapi ketentuan
diatas tidak akan berlaku jika apa yang diucapkan oleh mempelai
pria mengucapkan ucapan yang ashlah. Semisal kuterima
nikahnya dengan mahar 2000. Maka pernyataan tersebut sah
dengan syarat mempelai wanita menerimanya.
b. Akad harus terjadi pada satu tempat.
Jika salah satu dari orang yang akad meninggalkan tempat
sebelum ijab qabul selesai, maka akad tidak sah. Menurut Jumhur
Ulama, tidak disyaratkan bagi mempelai pria ketika menjawab
harus muttashil, tetapi diperbolehken bagi mempelai pria untuk
melambatkan walaupun diselingi waktu yang lama selama
Aqidayn masih dalam satu majlis dan tidak mengucapkan
sesuatu yang melenceng dari akad. Berbeda dengan Jumhur,
Ulama Syafiiyyah dan Malikyyah mensyaratkan Ijab dan Qabul

9 Ibid, 46

10 Dr. Ali Ahmad al Qolishi, Ahkam al-Usroh fi Syariati al-Islamiyyati juz 1, cet. 12
(Yaman: Maktabah al-Iklil al-Jadid, 2012), 67
6

harus muttasil. Tidak boleh dipisah, walaupun sebentar, kecuali


sesuatu pemisah yang memang berhubungan dengan
kemashlahatan akad. Seperti berbicara tentang mahar, maka hal
demikian bukanlah sesuatu yang bias merusak akad. Karena hal
tersebut bukanlah hal yang melencengkan tujuan. Ulama
Malikiyyah juga memperbolehkan berkata dengan lambat ketika
qabul dengan syarat hanya sebentar saja.
c. Ijab dan Qabul tidak boleh dibatasi. Maka tidak boleh akad nikah
dibatasi oleh waktu atau perjanjian. Semisal Aku akan
menikahimu selama satu minggu, Aku akan menikahimu ketika
aku lulus ujian. Karena nikah adalah akad Muawadhoh, 11 maka
tidak sah akad nikah dengan menggunakan taliq.
Metode shighat dalam akad dapat diungkapkan dengan
beberapa cara. Diantaranya :
1. Akad dengan lafad, Shighat dengan ucapan adalah shighat
akad yang paling sering digunakan karena mudah dan cepat
difahami.
a. Isi Lafad Ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah berpendapat
bahwa shighat akad dalam pernikahan boleh dengan lafad
apa saja. Seperti Menikahkan, Menjadikan dan lain-lain. Serta
diikuti dalam hati maksudnya adalah pernikahan.12
Sedangkan dipihak yang lain, Ulama Hanabilah dan
Syafiiyyah berpendapat bahwa shighat akad dalam
pernikahan tidak akan sah kecuali dengan menggunakan
lafad Inkah dan tazwij atau lafad yang semakna dengan itu.
b. Lafad Shighat dan kata kerja dalam shighat Para Ulama
sepakat bahwasannya fiil Madhi boleh digunakan dalam akad
karena merupakan kata kerja yang paling mendekati maksud
akad. Merekapun sepakat membolehkan penggunaan fiil
mudhori. Tentu saja dengan diiringi dengan niat bahwa akad
tersebut dilakukan seketika itu.13

11 Akad Muawadhoh adalah akad yang berlaku atas dasar timbal balik. Seperti Jual beli.

12 Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah ..., 47


7

2. Akad dengan perbuatan Dalam akad, terkadang tidak


menggunakan ucapan, tetapi cukup dengan saling meridhoi. Seperti
yang jama pada zaman sekarang. Dalam menetapkan hal ini Para
Ulama berbeda pendapat, yaitu;
a. Ulama Hanabilah dan Hanafiyyah diperbolehkan akad dengan
perbuatan terhadap barang yang sudah umum diketahui
manusia. Jika tidak umum, maka akad ini dianggap batal.14
b. Imam Maliki dan Imam Ahmad berpendapat boleh tetapi dengan
syarat harus jelas adanya kerelaan. Baik barang itu secara umum
atau tidak. Pengecualian dalam hal pernikahan.
c. Ulama Syafiiyyah, Syiah dan Dhahiriyyah berpendapat bahwa
akad tersebut tidak dibenarkan karena tidak ada petunjuk yang
kuat akan hal itu. Adapun kerelaan merupakan sesuatu yang
samar.15
3. Akad dengan Isyarat Bagi orang yang mampu berbicara,
tidak diperbolehkan menggunakan isyarat. Bagi yang tidak bisa
berbicara boleh menggunakan isyarat. Tetapi jika tulisannya bagus,
maka lebih baik menggunakan tulisan. Hal ini dibolehkan jika dia
memang cacat sudah sejak lahir. Kalau tidak sejak lahir, maka dia
harus berusaha untuk tidak menggunakan isyarat.16
4. Akad dengan tulisan. Pada dasarnya, akad harus
menggunakan ucapan. Tidak bisa membandingi akad dengan
menggunakan ucapan kecuali memang dalam keadaan darurat. 17
Dibolehkan akad menggunakan tulisan, baik bagi orang yang
mampu berbicara maupun tidak, dengan syarat tulisan harus jelas,
tampak dan dapat difahami oleh keduanya. Namun, jika kedua
orang yang akad hadir dan bisa berbicara, maka tidak boleh

13 Ibid,

14 Ibid, 49

15 Ibid,50

16 Ibid,51

17 Dr. Ali Ahmad al Qolishi, Ahkam al-Usroh fi Syariati ..., 65


8

menggunakan tulisan. Karena saksi harus mendengarkan perkataan


orang yang akad. Inilah pendapat Ulama Hanafiyyah. 18 Ulama
Syafiiyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa akad dengan
menggunakan tulisan itu sah jika kedua orang yang akad tidak
hadir. Jika hadir, maka akad menggunakan tulisan tidak sah. Sebab
tulisan tidak dibutuhkan.

3. Syarat-syarat dalam akad nikah


Untuk terjadinya akad yang mempunyai akibat-akibat hukum
pada suami istri haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:19
a. Kedua mempelai sudah tamyiz.
Bila salah satu pihak ada yang gila atau masih kecil dan belum
tamyiz, maka pernikahan tidak sah.
b. Ijab qabulnya dalam satu majlis/ adanya kesinambungan dalam ijab
dan qabul
Yaitu ketika mengucapkan ijab qabul tidak boleh diselingi
dengan kata-kata lain, atau menurut adat dianggap ada
penyelingan yang menghalangi peristiwa ijab dan qabul. Hal ini
diperkuat di dalam KHI Pasal 27 20 bahwa ijab dan qabul antara wali
dan calon mempelai pria harus jelas, beruntun dan tidak diselangi
waktu. Hal ini juga didukung oleh Syafii dan Hanbali, sementara
Maliki penyelingan yang sekedarnya, misalnya oleh khutbah nikah
yang pendek tidak apa-apa. Sedangkan mazhab Hanafi 21 tidak
mensyaratkan segera.
c. Hendaklah ucapan qabul tidak menyalahi ucapan ijab.

18 Ibid

19 Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah Jilid 6. (Bandung: PT. Almaarif, 1980). Hal. 53

20 Tim Redaksi FOKUSMEDIA. Kompilasi Hukum Islam. (Bandung: FOKUSMEDIA,


2007). Hal. 13.

21 Abdur Rahman al-Jaziri. Kitabul Fiqh alal Madzahib al-Arbaah Juz 4. (Beirut: Daarul
Fikr, 2003). Hal. 14.
9

d. Pihak-pihak yang melakukan aqad harus dapat mendengarkan


pernyataan masing-masingnya. Dikuatkan pula di dalam KHI Pasal
27 bahwa ijab dan qabul harus jelas sehingga dapat didengar.
4. Akad Nikah Via Teleconference
Studi banding yang dilakukan oleh beberapa kampus di
Indonesia tantang penerapan hukum syariah ke Mesir terkait
pelaksanaan akad nikah menggunakan media elektronik, yaitu
teleconference membuahkan hasil yang maksimal. Masalah sah
atau tidaknya nikah jarak jauh atau melalui media teleconference
sebenarnya sudah lama menjadi bahan pembicaraan serius. Ada
yang menyatakan boleh, ada juga yang menyatakan tidak boleh
(tidak sah pernikahannya).22 Studi banding tentang penerapan
hukum shariah ke Negara Mesir yang dipimpin oleh Direktur
Penerangan Agama Islam, Drs. H. Ahmad Jauhari menjelaskan
bahwa lembaga fatwa Mesir (Daar al-Ifta) telah memfatwakan
masalah pernikahan menggunakan media jarak jauh tersebut.
Menurut Lembaga Fatwa Mesir, pernikahan melalui media
teleconference atau nikah jarak jauh menggunakan teknologi
informasi itu tidak sah, karena tidak memenuhi persyaratan majelis
akad nikah yaitu satu majelis.23
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa banyak perbedaan
dikalangan ulama menyangkut hukum pernikahan malalui alat
komunikasi. Mengenai syah tidaknya akad nikah melalui teconfrence
adalah hampir sama sperti halnya akad nikah menggunakan wakil.
Akad ini mensyaratkan agar pihak yang terkait dengan nikah dapat
berada dalam satu tempat dimaksudkan agar mereka yang
melakukan ijab qobul dapat saling memendang satu sama lain,
mendengar dan memahami ucapan masing-masing.
Proses akad nikah melalui video adalah pertama, harus
diperhatikan terlebih dahulu pihak-pihak yang akan melakukan

22 Sidik M. Nasir, Tidak sah pernikahan gunakan media Teleconference (agama


dan pendidikan), dalam http://www.pelita.or.id/baca.php?id+97585, dikutip
dalam www.academia.edu

23 Digilib.uinsby.ac.id
10

nikah seperti saumi istri, wali, dan saksi-saksi. mereka harus saling
mengetahui dan mengenal satu sama lain. kedua, penentuan waktu
akad, yaitu harus ada penyesuaian waktu antara pihak calon suami
dan calon istri. Karena dengan letak geografis yang jauh, maka
dapat dipastikan pula waktu berbeda pula. ketiga, bahwa kita
melakukan komunikasi melalui video teleconference ada jeda waktu
umutk dapat tersambung dengan pihak yang dituju apabila
menggunakan video telefon.
Dalam kitab mughni yang dikutip oleh Syekh Kamil
Muhammad dikatakan: karena hukum yang berlaku dalam majlis
sama seperti yang berlaku pada pelaksanaan akad nikah. Adapun
dalil yang dijadikan sebagai landasan dalam hal ini adalah
disyaratkan serah terima dan juga hak pilih dalam berbagai
perjanjian jual beli. Sehingga dengan demikian, jika kedua mempelai
tersebut terpisah tempat, maka ijab dimaksudkan menjadi batal dan
tidak berarti. Demikian pula jika masing-masing dari keduanya sibuk
dengan suatu hal yang lain sehingga mengakibatkan terputusnya
waktu akad.
Ulama madzhab berbeda pendapat dalam mengartikan
bersatunya majlis akad nikah, apakah itu arti secara fisik (tempat)
atau arti akadnya itu sendiri (kesinambungan ijab dan qabul).
Madzhab hanafi dan syafii memandanng bahwa majlis akad
memeliki dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu unsur
tempat dan unsur akad itu sendiri. Kedua belah pihak yang berakad
harus berada pada satu tempat. Begitu juga akadnya harus
bersatu, tidak terputus atau terpisah antara keduanya.
Madzhab Hanabilah mendefinisikan bersatunya majlis akad
pada unsur akadnya itu sendiri, Artinya, antara ijab dan qabul harus
benar-benar ada kesinambungan meskipun kedua pihak tidak
berada pada satu ruangan. Kesinambungan antara ijab dan qabul
itulah yang lebih sesuai dengan kemudahan dan tujuan syariat.
Kesinambungan yang dimaksud adalah tidak ada perkataan atau
perbuatan lain yang membatasinya.
11

Madzhab Malikiyah dalam ijab dan qabul lebih banyak


membicarakan masalah kesinambungan akad nikah dan tidak
mengomentari apakah bersatunya akad nikh meliputi fisik atau akad
nikahnya sekaligus, atau secara fisik atau akadnya saja. tetapi yang
jelas, ijab dan qabul tidak boleh terlalu lama, selama hal itu masih
dilakukan.
Dengan demikian, persyaratan bersatunya majlis akad
menyangkut keharusan kesinambungan antara ijab dan qobul
(kesatuan akad), bukan menyangkut kesatuan tempat. Karena,
meskipun tempat upacara akad dilakukan dalam satu
tempat/ruangan yang sama, tetapi pengucapan ijab qobulnya
dilakuk an dalam dua waktu daan dalam upacara yang terpisah,
maka kesinambungan antara pelaksanaa ijab dan qobul tidak
terwujud. Oleh karena itu, maka akad nikahnya di anggap tidak
syah.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
12

Secara etimologi, akad (al-aqdu) berarti perikatan, perjanjian,


dan pemufakatan (al-ittifaq). menurut Wahbah Az-zuhaily adalah
Ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun
ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari dua segi.
Sedangkan al-ahdu secara etimologis berarti masa, pesan,
penyempurnaan, dan janji atau perjanjian. Pengertian akad
secara terminology, yang dalam hal ini dikemukakan oleh ulama
fiqh, ditinjau dari dua segi yaitu

1. Pengertian Umum Pengertian akad dalam arti umum hampir


sama dengan pengertian akad secara bahasa. Hal ini
dikemukakan oleh ulama Syafiiyah, Malikiyah dan Hanabilah,
yaitu: Segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang
berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak,
pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya
membutuhkan keinginan dua orang seperti jual-beli, perwakilan,
dan gadai.

2. Pengertian Khusus Pengertian akad dalam arti khusus yang


dikemukakan ulama fiqh yaitu: Perikatan yang ditetapkan dengan
ijab qabul berdasarkan ketentuan syara yang berdampak pada
objeknya. Syarat-syarat Shighat akad adalah:

1. Qobul harus selaras dengan ijab.

2. Akad harus terjadi pada satu tempat.

3. Ijab dan Qabul tidak boleh dibatasi. Metode shighat dalam


akad dapat diungkapkan dengan beberapa cara. Diantaranya :

1. Akad dengan lafad

2. Lafad dengan perbuatan

3. Akad dengan Isyarat

4. Akad dengan tulisan


13

Syarat-syarat dalam akad nikah:

1. Kedewasaan kedua belah pihak yang akan menikah (tamyiz)


2. Adanya kesinambungan dalam ijab dan qabul
3. Lafal qabul tidak jauh berbeda dengan ijab, kecuali apabila lafal qabul itu lebih baik
dan bermanfaat bagi pihak yang mengucapkan ijab.
4. Kedua belah pihak dapat saling mendengarkan ucapan satu sama lain.
Akad Nikah Via Teleconference
Pelaksanaan akad nikah yang dilakukan melalui video
teleconfrence adalah syah menurut hukum islam, karena
pelaksanaanya hampir sama seperti akad nikah melalui wakil. Akad
nikah ini merupakan masalah ijtihadiyah karena pelaksanaanya
tidak ada di Al-quran dan hadist.
Konsep dalam satu majlis dalam perkawinan adalah
menyangkut kesinambungan pengucapan ijab dan qobul atau
bersatunya akad dan bukan kesatuan ruangan.
Fungsi syahadat (saksi) dalam perkawinan adalah untuk
menyiarkan perkawinan dan juga sebagai alat bukti dalam hal yang
mungkin akan terjadinya pengingkaran, karena berapapun jumlah
jumlah saksi yang minimal dua orang, maka fungsi tetap satu,yaitu
untuk menyaksikan proses pelaksanaan satu akad nikah.
Proses pelaksanaan akad nikah menggunakan video
teleconfrence adalah pertama, harus diperhatikan dahulu pihak-
pihak yang melaksanakan akad nikah seperti calon suami istri, wali,
dan saksi. Serta mereka harus saling mengenal satu sama lain.
Kedua, harus dilakukan penentuan waktu akad nikah, dimana harus
ada penyesuaisn waktu antara pihak suami dan pihak istri. Ketiga,
harus diperhatikan bahwa ada jeda waktu unutk dapat tersambung
diantara pihak yang setuju saat menggunakan video teleconference.
14

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran Dan Terjemahannya

Dimisyq (al). Abu Abdillah Muhammad ibn Abdurrahman. 2011.


Rahmat al Ummat fi ikhtilafi al-Aimmah, Beirut: Dar El Fikr

Djamil, Faturrahman. 2001. Hukum Perjanjian Syariah, dalam


Kompilasi Hukum Perikatan oleh Mariam Darus Badrulzaman, et
al., cet. 1, Bandung: Citra Aditya Bakti

Masadi, Ghufron A. 1989. Fiqh Muamalah Kontekstual, cet. 1,


Jakarta: Raja
Grafindo Persada

Qolishi (al), Dr. Ali Ahmad. 2012. Ahkam al-Usroh fi Syariati al-
Islamiyyati juz 1, cet. 12. Yaman: Maktabah al-Iklil al-Jadid Rusyd,
Ibn. 2007. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid 2, terj.
Drs. Imam Ghazali Said, MA. Jakarta: Pustaka Amani

Syafei, Rachmat. 2001. Fiqh Muamalah. Bandung: Pustaka Setia


Zuhaili (al), Wahbah. 1989. Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuha, juz. IV,
Damaskus: Dar Al-Fikr

Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah. Penerjemah Moh. Tholib. Bandung:


PT. Almaarif, 1980.

www.academia.edu/Ahmad Nizar Fauzan, M. Adib


Basthomi/IAIDIBA Tambakberas Jombang

digilib.uinsby.ac.id

Anda mungkin juga menyukai