Anda di halaman 1dari 2

TINJAUAN PUSTAKA

Penilaian Status Gizi

Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan
pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia (Suryati 2008).
Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang diperoleh dengan
menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu populasi atau individu yang
memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih.Sedangkan status gizi adalah keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture (keadaan gizi)
dalam bentuk variabel tertentu. Hal mendasar yang perlu diingat bahwa setiap metode penilaian
status gizi punyai kelebihan dan kelemaban masing-masing. Dengan menyadari kelebihan
kelemahan tiap-tiap metode, maka dalam menentukan diagnosis suatu penyakit digunakan
beberapa jenis metode. Penggunaan satu metode akan memberikan hasil yang kurang
komprehensif tentang suatu keadaan (Supariasa 2002).
Penilaian status gizi terbagi menjadi dua yaitu secara langsung dan secara tidak langsung.
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian
yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak
langsung dapat dibagi tiga yaitu survei konsumsi pangan, statistik vital dan faktor ekologi
(Supariasa 2001).

Survei Konsumsi Pangan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Penggunaan pengumpulan data
konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada
masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan
kekurangan zat gizi (Kusharto dan Sadiyah 2008).
Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka survei konsumsi pangan menghasilkan dua
jenis data konsumsi, yaitu bersifat kualitatif dan kuantatif. Metode yang bersifat kualitatif
biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan
dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh
bahan makanan tersebut. Metode-metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif
antara lain metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon
dan metode pendaftaran makanan (food list) (Supariasa 2002).
Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang
dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi
Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga
(URT), Daftar Konversi Mentah-Masak (DKMM) dan Daftar Penyerapan Minyak. Metode-
metode untuk pengukuran konsumsi secara kuantitatif antara lain metode recall 24 jam,
perkiraan makanan (estimated food records), penimbangan makanan (food weighing), metode
food account, metode inventaris (inventory method), pencatatan (household food records).
Beberapa metode pengukuran seperti metode recall 24 jam dan metode riwayat makan (dietary
history) bahkan dapat menghasilkan data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif (Supariasa
2002).

Food Weighing

Food weighing adalah salah satu metode penimbangan makanan. Pada metode
penimbangan makanan ini responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan
yang dikonsumsi responden selama satu hari. Food weighing mempunyai ketelitian yang lebih
tinggi dibanding metode-metode lain karena banyaknya makanan yang dikonsumsi sehari-hari
diketahui dengan cara menimbang (Kusharto dan Sadiyah 2008).
Prinsip dari food weighing adalah semua makanan yang akan dikonsumsi pada waktu
makan pagi, siang, dan malam serta makanan selingan antara dua waktu makan ditimbang dalam
keadaan mentah (AP). Juga ditimbang dan dicatat makanan segar yang siap santap serta makanan
pemberian. Selain itu dilakukan inventory terhadap pangan yang tahan lama seperti gula, garam,
merica, kopi, dan sebagainya pada waktu sebelum masak pagi dan setelah makan malam atau
keesokan harinya. Setiap selesai makan ditimbang semua makanan yang tidak dimakan, yang
meliputi makanan sisa dalam piring, sisa makanan yang masih dapat dilakukan untuk waktu
makan selanjutnya, yang diberikan pada ternak dan yang diberikan pada orang lain. Makanan
yang dibawa ke luar rumah oleh anggota keluarga misalnya untuk bekal sekolah dan yang
dimakan oleh tamu juga ditimbang dan dicatat untuk menghitung konsumsi aktual (Kusharto dan
Sadiyah 2008).
Adapun beberapa kelebihan dan kekurangan dalam metode food weighing. Kelebihan
metode food weighing antara lain data yang diperoleh lebih akurat atau teliti. Sedangkan
kekurangan metode penimbangan yaitu memerlukan waktu dan cukup mahal karena perlu
peralatan, bila penimbangan dilakukan dalam periode yang cukup lama, maka responden dapat
merubah kebiasaan makan mereka, tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil serta
emerlukan kerjasama yang baik dengan responden (Supariasa 2002).

Kusharto CM, Sadiyah NY. 2008. Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Supariasa. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID) : EGC.
Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta(ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suryati. 2008. Hubungan Status Gizi dengan Kebiasaan Makan. Jakarta(ID): FKM Universitas
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai