Kelembagaan Petani
Kelembagaan Petani
4. Kelembagaan pertanian pada masyarakat pedesaan yang masih bersahaja terkait erat
dengan kegiatan ekonomi masyarakat tradional, Pada masyarakat desa yang kegiatan
ekonominya masih belum didominasi sistim ekonomi uang, menyebabkan masih kuatnya
kait-mengkait antara kegiatan ekonomi dan sosial. Sistim gotong royong dalam proses
produksi pertanian sistim bagi hasil sistim tebasan sistim borongan pengolahan
tanah dan pemanenan sistim buruh tani sistim tradisional lainnya yang terkait dengan
6. Peran lembaga Pertanian. Kelembagaan pertanian baik formal maupun informal belum
memberikan peranan yang berarti khususnya di daerah perdesaan, hal ini disebabkan :
Peran antar lembaga pendidikan dan pelatihan, balai, penelitian, dan penyuluhan belum
terkoordinasi dengan baik Fungsi dan keberadaan lembaga penyuluhan cenderung
terabaikan Koordinasi dan kinerja lembaga-lembaga keuangan perbankan perdesaan
masih rendah Koperasi perdesaan khususnya yang bergerak di sektor pertanian masih
belum berjalan optimum Keberadaan lembaga-lembaga tradisi di perdesaan belum
dimanfaatkan secara optimum
10. Lembaga-lembaga masyarakat yang tradisonal telah tumbuh dan terlembagakan untuk
mengatur berbagai aspek kehidupan kemasyarakatan Cara kebiasaan tata kelakuan
adat Lembaga modern umumnya mempunyai struktur yang jelas, tata nilai yang jelas
dan telah diformalkan, adanya proses yang pasti, adanya pemimpin yang resmi
11. Kelompok Sosial dan Organisasi Sosial Ibrahim (2003) mendefinisikan kelompok
sosial sebagai suatu sistim sosial yang terdiri dari sejumlah orang yang berinteraksi satu
sama lain dan terlibat dalam satu kegiatan bersama. Yang dimaksud interaksi di sini
adalah interaksi tatap muka, dimana mereka terlibat dalam ruang dan waktu
12. Definisi yang lebih luas mengenai kelompok sosial : kelompok sosial adalah sejumlah
orang yang mengadakan hubungan tatap muka secara berkala karena mempunyai tujuan
dan sikap bersama; hubungan-hubungan yang dilakukan diatur oleh norma-norma;
tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan kedudukan (status) dan peran (role) masing-
masing; dan antara orang-orang itu terdapat rasa ketergantungan satu sama lain
13. Organisasi Sosial (masyarakat) Organisasi adalah unit sosial (pengelompokan manusia)
yang sengaja dibentuk dan dibentuk kembali dengan penuh pertimbangan dalam rangka
mencapai tujuan tertentu, dengan ciri ciri sbb : adanya pembagian kerja, kekuasaan dan
tanggungjawab komunikasi adanya satu atau beberapa pusat kekuasaan yang berfungsi
untuk mengawasai usaha-usaha organisasi serta mengarahkan organisasi dalam mencapai
tujuan, ada pergantian tenaga (kaderisasi) bila ada individu yang tak mampu
menjalankan tugas-tugas organisasi.
14. Social Capital di Daerah Pedesaan Social capital mencakup institutions, relationships,
attitudes dan values yang mengarahkan dan menggerakan interaksi-interaksi antar orang
dan memberikan kontribusi terhadap pembangunan sosial dan ekonomi Menurut World
Bank (1998) social capital tidaklah sesederhana hanya sebagai penjumlahan dari institusi-
institusi yang dibentuk oleh masyarakat, tetapi juga merupakan perekat dan penguat yang
menyatukan mereka secara bersamasama Social capital terekspresikan dalam
hubunganhubungan antar personal, trust dan common sense tentang tanggung jawab
terhadap masyarakat, semua hal tersebut menjadikan masyarakat lebih dari sekedar
kumpulan individu-individu.
15. Contoh bentuk social capital yang ada di Indonesia adalah gotong royong : Tradisi
gotong royong memiliki aturan main yang disepakati bersama (norm) menghargai
prinsip timbal-balik dimana masingmasing pihak memberikan kontribusi dan dalam
waktu tertentu akan menerima kompensasi/reward ada saling kepercayaan antar pelaku
bahwa masing-masing akan mematuhi semua bentuk aturan main yang telah disepakati
(trust) serta kegiatan kerjasama tersebut diikat kuat oleh hubungan-hubungan spesifik
antara lain mencakup kekerabatan--kinship, pertetanggan-neighborship dan pertemanan--
friendship sehingga semakin menguatkan jaringan antar pelaku (network).
16. Tradisi gotong royong secara nyata telah melembaga dan mengakar kuat, ini diwujudkan
dalam berbagai aktivitas keseharian masyarakat Indonesia Secara umum aktivitas gotong
royong memiliki tema sentral sebagai mutual help antar anggota masyarakat yang mana
masing-masing pihak terlibat saling memberikan kontribusi dan sebagai reward-nya
mereka mendapatkan gain dari aktivitas yang dikerjasamakan Semangat timbal balik--
reciprocity melekat kuat sebagai penunjuk bahwa proses kerjasama berlangsung dengan
fair Aktivitas gotong royong dalam berbagai dimensinya memberikan implikasi semangat
dan value untuk saling memberikan jaminan/self-guarantying atas hak dan kelangsungan
hidup antar sesama warga masyarakat yang masih melekat cukup kuat di pedesaan
17. Subejo dan Iwamoto (2003) memberikan terminologi pada praktek gotong royong yang
dilembagakan sebagai tradisi oleh warga pedesaan sebagai institutionalized stabilizers
karena aktivitas tersebut memungkinkan proses keberlanjutan (sustainability) dan
menjamin stabilitas secara ekonomi dan sosial pada kehidupan rumah tangga di pedesaan.
18. Studi-studi yang terkait dengan social capital di pedesaan Indonesia dan secara khusus di
pedesaan Jawa umumnya masih dilakukan secara parsial dari setiap elemen sosial capital
Elemen-elemen dasar tersebut antara lain mencakup institusi lokal yang memiliki
fungsi pelayanan sosial, kelompok simpan pinjam berotasi/arisan, jaring pengaman
sosial tradisional lainya, sistim pewarisan yang seimbang, sistim penyakapan dan bagi
hasil serta pelayanan pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat
21. Asosiasi petani perkebunan, Asosiasi Petani Lada Indonesia (APLI) Asosiasi Petani
Cengkeh Indonesia (APCI) Asosiasi Petani Kelapa Indonesia (APKI) Asosiasi Petani
Tembakau Indonesia (APTI) Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) Asosiasi Petani
Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Asosiasi Petani Karet Indonesia (APKARINDO)
Asosiasi Petani Kapas Indonesia (ASPEKINDO) Asosiasi Petani Jambu Mete Indonesia
(APJMI) Asosiasi Petani Kopi Indonesia (APKI) Asosiasi Petani Teh Indonesia (APTEH)
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Badan Koordinasi Asosiasi Petani Tebu
Rakyat Indonesia (BKAPTRI) Masyarakat Perkelapaan Indonesia (MAPI) Gabungan
Induk Koperasi Perkebunan Nusantara (GIKPN) Gabungan asosiasi Petani Perkebunan
Indonesia (GAPERINDO) Masyarakat Rempah Indonesia (MARI).
Pentingnya Modal Sosial dan Modal Manusia dalam Kelembagaan Pertanian Modal
sosial fokus pada jaringan, yaitu hubungan antarindividu, saling percaya dan norma yang
mengatur jaringan kerjasama (Putnam, 1995). Jaringan kerjasama akan mefasilitasi
terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya saling percaya dan
memperkuat kerjasama (Fukuyama dalam Ruslan, 2007). Individu petani atau kelompok
petani yang memiliki jaringan komunikasi dan interaksi lebih luas dengan kelompok,
maupun kelembagaan lain yang terkait, akan lebih sering terjadi pertukaran informasi
sehingga mempunyai modal sosial tinggi dan mempunyai peluang untuk meningkatkan
produktivitas, pendapatan dan kesejahteraannya. Kemampuan memanfaatkan modal
sosial ini sangat ditentukan oleh kemampuan modal manusia (pengetahuan, motivasi, dan
sikap) sebagai proses mental dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan
produktivitas usahatani. Kemampuan komunikasi dan kerjasama adalah dua kompetensi
pada individu yang diakui berpotensi dalam membangun jaringan informasi dan
pengambilan keputusan secara kolektif. Modal manusia yang tinggi dalam kegiatan
usahatani akan meningkatkan interaksi, komunikasi, dan jaringan kerjasama sehingga
dapat mempengaruhi modal sosial. Modal sosial yang kuat akan memperkuat modal
manusia sehingga antara keduanya memiliki hubungan timbal balik. Modal sosial melalui
jaringan kerjasama dapat menberikan sarana untuk mengadopsi, mengambil manfaat dari
inovasi dan menciptakan modal ekonomi, memungkinkan kegiatan adopsi bertahan dan
berkelanjutan. Penyebaran informasi, peningkatan kapasitas petani atau kelompok,
pengelolaan usahatani dan adopsi inovasi perlu dilakukan melalui pendekatan berbasis
modal sosial. Kelembagaan tingkat mikro (kelembagaan tani) merupakan basis
berkembangnya modal sosial dari bawah, sehingga perlu diperkuat karena berpotensi
menjadi bahan bakar pembangunan sosial dan ekobnomi di pedesaan. Dalam
penyelenggaraan penyuluhan pertanian maka seorang penyuluh perlu memahami secara
baik mengenai afeksi petani sebagai landasan untuk memberikan keyakinan dan
kepercayaan kepada petani mengenai inovasi yang disampaikan dengan menggunakan
metode yang palng disukai petani.Selengkapnya.