Anda di halaman 1dari 85

PROYEK AKHIR

Analisa Performansi Steam Jet Ejector pada Gas


Removal System PLTP area Kamojang Menggunakan
Metode Computional Fluid Dynamics (CFD)

Ciptananda Citrahardhani
NRP.7811 040 025

Dosen Pembimbing:
Setyo Nugroho, S.T, M.T.
NIP. 198611132012121002

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PEMBANGKITAN


ENERGI
DEPARTEMEN TEKNIK MEKANIKA DAN ENERGI
POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2015

i
PROYEK AKHIR

Analisa Performansi Steam Jet Ejector pada Gas


Removal System PLTP area Kamojang Menggunakan
Metode Computional Fluid Dynamics (CFD)

Ciptananda Citrahardhani
NRP.7811 040 025

Dosen Pembimbing:
Setyo Nugroho, S.T, M.T.
NIP. 198611132012121002

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PEMBANGKITAN


ENERGI
DEPARTEMEN TEKNIK MEKANIKA DAN ENERGI
POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2015

iii
FINAL PROJECT

Computional Fluid Dynamic (CFD) Analysis of


Performance Steam Jet Ejector Gas Removal
System in Geothermal Power Plant

Ciptananda Citrahardhani
NRP.7811 040 025

Dosen Pembimbing:
Setyo Nugroho, S.T, M.T.
NIP. 198611132012121002

POWER PLANT TECHNOLOGY


MECHANICAL AND ENERGY ENGINEERING
DEPARTMENT
ELECTRONIC ENGINEERING POLYTECHNIC INSTITUTE
OF SURABAYA
SURABAYA
2015

v
HALAMAN PENGESAHAN

vii
ABSTRAK
Ejektor merupakan pengekstrak tingkat pertama NCG pada kondensor
dengan menggunakan prinsip kerja tabung venturi. Untuk mengetahui
aliran didalam ejektor dilakukan simulasi secara komputasional terhadap
ejector dengan software Fluent secara 3D sesuai dengan kondisi
operasionalnya. Motive steam masuk melalui nozzle konvergen
divergen sehingga kecepatannya semakin meningkat sehingga tekanan
disekiar nozzle tersebut menjadi rendah. Proses ekspansi terjadi akibat
tekanan disekitar nozzle tersebut yang lebih rendah dari suction
sehingga NCG masuk. Komparasi dilakukan juga pada sebuah simulasi
secara 2D untuk mengetahui perbedaan fenomena yang terjadi serta
aliran didalam ejektor. Perbedaan hasil simulasi disebabkan oleh bentuk
geometri serta arah aliran masuk dari NCG yang berbeda. Reverse flow
yang terjadi di bagian mixing chamber membuat tekanan statik di daerah
tersebut meningkat drastis. Variasi dilakukan pada letak outlet nozzle
untuk melihat efek dari kevakuman ejektor. Pada variasi ke 2 dengan
panjang extension 9 menyebabkan posisi outlet nozzle berada pada
mulut mixing chamber. Pada kondisi tersebut kevakuman maksimum
didapatkan dari variasi lainnya. Kemudian juga dilakukan juga variasi
pada tekanan inlet untuk melihat kevakuman maksimum yang bisa
didapatkan. Semakin besar tekanan inlet maka kevakuman ejektor akan
semakin besar yang artinya tekanan didalam sisi suction lebih rendah
dari variasi lainnya.

Kata Kunci: Ejektor, Computational Fluid Dynamic, aliran


kompresibel,

ix
ABSTRACT
The first stage e jector is used to extract the NCG on the condenser
using the working principle of the venturi tube. Computational
simulation of the ejector with FLUENT software in 3D according to the
operating conditions was conducted to determine the flow in the ejector.
Motive steam entering through the nozzle convergent - divergent with
increasing flow velocity so that the low pressure around the nozzle.
Comparison is done also in a 2D simulation to know the differences
occurring phenomena and flow inside ejector. Different simulation
results obtained between 2D and 3D simulation. Reverse flow which
occurs in the mixing chamber made the static pressure in the area has
increased dramatically. Then the variation performed on Exit Nozzle
Position to determine the changes of the flow of the NCG and the
vacuum level of the ejector. The second variations which 9 extension
length had the lowest static pressure which the NXP placed on inlet the
mixing chamber. Then also performed the variation in inlet pressure to
see the maximum vacuum that can be obtained. Increasing the pressure
of motive steam can make the vacuum pressure decrease. which means
the pressure in the suction side is lower than the other variation.

Keyword : Ejcetor, Computational Fluid Dynamic, Compressible flow

xi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT
yang telah memberikan kesempatan dan kemampuan untuk dapat
menyelesaikan proyek akhir yang berjudul
Analisa Performansi Steam Jet Ejector pada Gas Removal
System PLTP area Kamojang Menggunakan Metode Computional
Fluid Dynamics (CFD)
proyek akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat akademis
untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) di Politeknik
Elekronika Negeri Surabaya (PENS).
Dalam menyelesaikan proyek akhir ini penulis melaksanakan
berdasarkan teori-teori yang telah penulis peroleh dalam perkuliahan,
membaca literatur, dan bimbingan dari dosen pembimbing serta pihak
lain yang telah banyak memberikan semangat serta bantuannya.
Dalam penyusunan laporan proyek akhir ini, penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis
mengharapkan masukan dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca sekalian demi kesempurnaan laporan proyek akhir ini. Semoga
buku laporan yang kami tulis ini dapat memberikan manfaat terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan bagi semua pihak pada umumnya dan
bagi kami sendiri pada khususnya.

Surabaya, 9 Juli 2015

Penyusun

xiii
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah atas segala nikmat yang telah Allah SWT
limpahkan. Saya menyadari bahwa terwujudnya proyek akhir ini tidak
lepas dari bantuan, bimbingan, doa serta dukungan dari berbagai pihak.
Dengan segala kerendahan hati, keikhlasan dan ketulusan, saya ingin
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya
kepada :
1. Dr. Zainal Arief S.T, M.T selaku Direktur Politeknik Elektronika
Negeri Surabaya (PENS).
2. Ir. Joke Pratilastiarso, M.T. sebagai ketua Program Studi D4
Sistem Pembangkitan Energi PENS.
3. Fifi Hesty Sholihah, S.ST, M.T sebagai Koordinator Proyek Akhir
Sistem Pembangkittan Energi PENS
4. Setyo Nugroho S.T, M.T selaku pembimbing, yang menuntun dan
membimbing, serta memberikan banyak masukan kepada penulis.
5. Ibunda Sri Widayati, dan Ayahanda Hartanto selaku orang tua atas
kasih sayang, doa dukungan materil dan spiritual yang diberikan
selama ini.
6. Seluruh dosen pengajar Prodi Sistem Pembangkitan Energi yang
telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat mendukung
selama penyusunan skripsi ini.
7. Teman - teman kelas D4 SPE 2011, yang sudah saya anggap
keluarga kecil selama saya di Kampus, kenangan bersama kalian
takkan mungkin terlupakan. Semoga kita bisa sukses semua kelak.
Aamiin.
8. Udin, Henri, Adya, Dian, dan Firman, yang selalu menemani
pengerjaan simulasi CFD selama di lab karena memiliki jeins tugas
akhir yang sama.
9. Nanda, dan Khilmy selaku teman-teman asisten lab mekanika
fluida yang turut membantu.
10. Keluarga Suryatmadi selaku pemilik kos dan ayahanda dari sahabat
penulis, Adya, yang telah memfasilitasi akomodasi selama
pengerjaan Proyek Akhir dan selama kuliah di Surabaya

xv
11. Imaniar Nur Fajriany S. yang selalu mensupport, mendukung,
memberikan semangat, menemani, mengingatkan dalam
pengerjaan tugas akhir ini dan selalu menghibur saat mental mulai
jatuh.
12. Serta seluruh kalangan yang telah banyak membantu dan
memberikan semangat kepada penulis yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan yang lebih baik
untuk semuanya di kemudian hari. Dalam penyelesaian buku proyek
akhir ini, penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun. Namun demikian penulis berharap semoga buku ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua, Amiiin.

Surabaya, 9 Juli 2015

Penyusun

xvi
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................. ix
ABSTRACT ........................................................................................... xi
KATA PENGANTAR ......................................................................... xiii
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................. xv
DAFTAR ISI ....................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xxi
DAFTAR TABEL .............................................................................. xxiii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah ............................................................................. 2
1.4 Tujuan dan Manfaat ........................................................................ 3
1.5 Metodologi Proyek Akhir ............................................................... 3
1.5.1 Pengambikan data Penelitian ............................................ 3
1.5.2 Studi literatur .................................................................... 3
1.5.3 Simulasi CFD objek penelitian dan validasi ..................... 4
1.5.4 Variasi simulasi CFD........................................................ 4
1.5.5 Pengambilan data .............................................................. 4
1.5.6 Analisa .............................................................................. 4
1.5.7 Pembuatan buku laporan proyek akhir. ............................ 4
1.6 Sistematika Penulisan Laporan Proyek Akhir ................................ 4
BAB 2 Teori Penunjang Ejektor ............................................................. 7
2.1 Proses Operasi PLTP Unit IV Area Kamojang .............................. 7

xvii
2.2 Pengenalan Gas Removal System ................................................... 9
2.3 Pengenalan Ejektor ........................................................................ 13
2.4 Prinsip Kerja Ejektor ..................................................................... 14
2.5 Navier Stokes ................................................................................ 15
2.6 Computational Fluid Dynamic ...................................................... 16
2.7 Turbulensi ..................................................................................... 18
2.8 Model Realizable k-..................................................................... 18
2.8.1 Persamaan Transport Realizable k- ............................... 20
2.8.2 Pemodelan Viskositas Turbulen ...................................... 21
2.8.3 Efek Kompresibilitas ....................................................... 22
2.9 Persamaan Bernoulli ..................................................................... 23
2.10 Aliran Kompresibel ....................................................................... 24
2.11 Properties Stagnasi Isentropik ....................................................... 25
2.12 Literatur Penunjang ....................................................................... 26
BAB 3 METODE PENENLITIAN ...................................................... 31
3.1 Pengambilan Data Penelitian......................................................... 32
3.2 Pembuatan Geometri ..................................................................... 34
3.3 Proses Meshing.............................................................................. 35
3.4 Simulasi CFD (Fluent) .................................................................. 37
3.5 Variasi Projek Akhir...................................................................... 42
BAB IV Pembahasan dan Analisa ......................................................... 45
4.1 Kondisi Operasional ...................................................................... 45
4.2 Variasi Tekanan Inlet .................................................................... 49
4.3 Variasi Extension Nozzle .............................................................. 52
BAB IV Kesimpulan dan Saran ............................................................. 57
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 57

xviii
5.2 Saran ............................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 59
LAMPIRAN .......................................................................................... 61

xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Overview PLTP unit IV. Kamojang .................................. 7

Gambar 2.2 GRS PLTP PT PGE unit IV .............................................. 9

Gambar 2.3 Steam Jet Ejektor .............................................................. 13

Gambar 2.4 Flow Diagram Ejektor ...................................................... 14

Gambar 2.5 Diagram kecepatan dan tekanan pada ejektor .................. 15

Gambar 2.5 Penggambaran Prperti Stagnasi ........................................ 25

Gambar 2.6 Kontur bilangan Mach, pada variasi tekanan inlet ........... 27

Gambar 2.7 Distribusi tekanan statik ejektor variasi tekanan inlet ...... 28

Gambar 2.8 Kontur tekanan statik aliran didalam nozzle .................... 29

Gambar 3.1 Ejektor Pada Unit Operasi ................................................ 31

Gambar 3.2 Diagram Alir Metode Penelitian ...................................... 32

Gambar 3.2 Overview PLTP ................................................................ 33

Gambar 3.3 Geometri ejektor ............................................................... 34

Gambar 3.4 Geometri ejektor pada Design Modeler............................ 35

Gambar 3.5 Hasil meshing geometri .................................................... 36

Gambar 3.6 Metode local meshing yang digunakan ............................ 37

Gambar 3.7 Posisi extension pada ejektor ........................................... 44

Gambar 3.8 Posisi outlet nozzle ........................................................... 44

Gambar 4.1 Semburan Outlet Nozzle .................................................. 47

xxi
Gambar 4.2 Streamlin NCG..................................................................47

Gambar 4.3 Kontur tekanan didalam ejektor ........................................48

Gambar 4.4 Perbedaan simulasi 2D dan 3D .........................................48

Gambar 4.5 Kevakuman Ejektor ..........................................................49

Gambar 4.6 Garfik laju massa pada sisi inlet........................................50

Gambar 4.7 Grafik distribusi tekanan pada outlet nozzle .....................51

Gamabar 4.8 Semburan keluaran nozzle. .............................................52

Gambar 4.9 Grafik tekanan vakum pada variasi extensionnya .............53

Gambar 4.10 Distribusi tekanan pada mixing chamner ........................54

Gambar 4.11 Streamline aliran NCG ....................................................54

Gambar 4.12 Grafik laju massa variasi extension .................................55

xxii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kandungan-kandungan NCG .................................................10

Tabel 2.2 Kinerja Gas Removal System .................................................11

Tabel 2.3 Design operasi Gas Removal System .....................................12

Tabel 2.4 Komponen penyusun Gas Removal System ...........................12

Tabel 3.1 Letak Properti.........................................................................33

Tabel 3.2 Kualitas Mesh.........................................................................37

Tabel 3.3 Mixture Template ...................................................................38

Tabel 3.4 Kompressibilitas uap penarik .................................................39

Tabel 3.4 Data kondisi batass.................................................................40

Tabel 3.5 Kondisi batas ..........................................................................40

Tabel 3.6 Solution methods ....................................................................41

Tabel 3.7 Validasi data...........................................................................42

Tabel 3.8 Variasi tekanan inlet...............................................................43

Tabel 3.9 Variasi extension ejektor ........................................................43

Tabel 4.1 Perbandingan data ..................................................................46

xxiii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Listrik adalah suatu kebutuhan primer di jaman modern ini
sehingga ketersediaan pasokan listrik yang memadai sangat
mempengaruhi pertumbuhan perekonomian suatu negara. Banyak sekali
macam cara yang digunakan untuk menghasilkan energi listrik. Salah
satunya dengan mengkonversi energi panas bumi. Indonesia merupakan
negara kepulauan yang terletak pada ring of fire dengan cadangan
sumber energi panas bumi yang berlimpah yang dapat menyuplai hingga
27 Gwe.
Energi panas bumi menghasilkan uap panas bertekanan tinggi
yang mampu menggerakkan turbin yang tersambung ke rotor generator.
Sistem inilah yang disebut dengan Pembangkit Listrik Tenaga Panas
Bumi (PLTP). Pada PLTP sumber energi panas bumi secara umum, uap
dari perut bumi langsung digunakan untuk menggerakan turbin. Turbin
akan menggerakkan generator sehingga energi listrik dapat dihasilkan
dari konversi sumber energi panas bumi tersebut, sedangkan uap hasil
ekspansi turbin tersebut di kondensasi dan dikembalikan ke perut bumi
pada kondisi cair. Di area Kamojang terdapat salah satu PLTP yang
mampu memproduksi daya listrik berkisar lebih dari 60 MW dan
didistribusikan di daerah Jawa-Bali. Jenis uap yang terdapat di
Kamojang adalah jenis uap kering dengan kualitas uap mendekati 1.
Uap yang dihasilkan dari sumur produksi memiliki kandungan
zat-zat serta moisture yang berbeda tergantung dari sumurnya. Salah
satu karakteristik gas yang terkandung dalam sumber panas bumi, yaitu
Non Condensable Gas (NCG) atau gas yang tidak dapat terkondensasi,
didalam uap. Oleh sebab itu, pada waktu proses kondensasi uap keluar
turbin, NCG terkumpul dikondensor sehingga mengurangi kevakuman
kondensor dan mengakibatkan kinerja dari turbin menurun.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) unit IV milik PT.
Pertamina Geothermal Energy menggunakan Gas Removal System
(GRS) untuk mengekstraksi NCG tersebut dari kondensor. Desain GRS
bermacam-macam tergantung dari kandungan NCG dalam uap di sumur
panas bumi. Uap dari sumur panas bumi di Indonesia, rata-rata
mengandung NCG sekitar 1% sampai 2%. Di PLTP unit IV PT.
Pertamina Geothermal Energy menggunakan teknologi Hybrid. Yaitu
dengan menggabungkan Steam Jet Ejector sebagai tahap pertama

1
pengekstraksian dan dilanjutkan dengan perangkat Liquid Ring Vacuum
Pump (LRVP) sebagai pengekstraksian tahap keduanya.
Untuk menjaga kevakuman pada sistem, maka optimalisasi pada
GRS sebagai pengekstrak NCG harus ditingkatkan untuk menjaga
kinerja dari sistemnya sehingga perlu dikaji ulang tentang performasinya
khususnya pada Steam Jet Ejector. Inilah yang melatarbelakangi
diperlukannya analisis tentang performansi GRS pada PLTP area
Kamojang dengan kondisi yang ada sekarang. Alasan utamanya yaitu
untuk mendapatkan daya yang dibutuhkan GRS untuk menjaga
kevakuman kondensor sehingga performansi dari turbin dapat terjaga.
Tujuan dari pengerjaan tugas akhir ini adalah memberikan
panduan tentang kondisi terkini dari performansi GRS
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah
diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dikaji
pada perancangan ini, antara lain:
1. Bagaimana aliran yang terjadi didalam ejektor saat
disimulasikan?
2. Bagaimana kinerja dari ejektor dengan melakukan variasi
terhadap panjang extension dan tekanan inlet ejektor?
3. Apakah terjadi peningkatan performansi setelah dilakukan
variasi?
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang ditentukan untuk menghindari
kesalahpahaman dan mengarahkan pembahasan adalah :
1. Kondisi sistem yang diamati adalah tunak (steady state).
2. Komponen punyusun utama dalam sistem yang dianalsia adalah
steam jet ejector 65% duty cycle PLTP unit IV. area Kamojang
3. Analisa dilakukan dengan mensimulasikan ejektor menggunakan
CFD.
4. Tidak ada kebocoran dalam sistem.
5. Motive steam berupa uap air dan gas yang diekstraksi dari
kondensor (NCG) seluruhnya CO2
6. Analisa murni pada sisi mekanika dengan mengabaikan sisi
termodinamika ( Perpindahan panas dan massa)

2
1.4 Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang diharapkan dari proyek akhir simulasi CFD ejektor
adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan hasil simulasi CFD ejektor PLTP unit IV.
Kamojang.
2. Mengetahui pengaruh variasi panjang extension dan tekanan inlet
pada ejektor terhadap kevakuman ejektor tersebut.
3. Mengetahui kondisi optimum dari variasi yang dilakukan.
Dengan dilakukannya proyek akhir Analisa Performansi Steam
Jet Ejector pada Gas Removal System PLTP area Kamojang
Menggunakan Metode Computional Fluid Dynamics (CFD), penulis
dapat mengetahui karakteristik yang terjadi didalam ejektor dan kondisi
optimum operasi guna meningkatkan kinerja dari sistem
1.5 Metodologi Proyek Akhir
Dalam pengerjakan proyek akhir diperlukan suatu metodelogi
penelitian untuk mendapatkan hasil yang sesuai. Sehingga penulis
menyusun langkah-langkah pada proyek akhir Analisa Performansi
Steam Jet Ejector pada Gas Removal System PLTP area Kamojang
Menggunakan Metode Computional Fluid Dynamics (CFD) untuk
mempermudah dan memaksimalkan proyek akhir yang dilakukan.
1.5.1 Pengambikan data Penelitian
Data yang di ambil merupakan data operasi ejektor PLTP unit IV.
Kamojang. Pengambilan data dilakukan saat proses kerja praktek
berlangsung dengan cara meminta data yang tersimpan pada Central
Control Room. Data merupakan properti-properti dari GRS khususnya
pada bagian ejektor seperti geometri, tekanan, laju massa uap penarik,
temperatur. Data ini yang nantinya dipake untuk tahap mensimulasikan
CFD
1.5.2 Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan membaca jurnal, buku, laporan
tugas akhir maupun thesis yang berkaitan dengan penelitian. Kemudian
juga diskusi ke dosen pembimbing. Literatur berupa bahasan-bahasan
yang terkait dengan penelitian ini seperti pensimulasian ejektor pada
CFD, Compresibility, dll.

3
1.5.3 Simulasi CFD objek penelitian dan validasi
Pada tahap ini dilakukan proses pensimulasian ejektor dengan
CFD. Yaitu berupa penggambaran geometri ejektor, proses meshing
pada geometri, pengaturan kondisi batas simulasi, pengaturan
penyelesaian simulasi yang tepat. Kemudian hasil simulasi divalidasi
menggunakan data penelitan awal dan kondisi batas apakah telah sesuai.
1.5.4 Variasi simulasi CFD
Variasi dilakukan untuk melihat apakah ejektor mengalami
peningkatan performansi dari kondisi operasional. Tujuannya yaitu agar
ejektor dapat bekerja pada titik optimum saat beban/NCG kandungannya
berubah. Dilakukan 2 kali variasi pada tekanan uap penarik dan panjang
extension nozzle. Pengaturan simulasi sama dengan saat proses validasi
untuk memudahkan dalam proses iterasi dan pengambilan data.
1.5.5 Pengambilan data
Setelah semua proses simulasi dilakukan pengambilan data
dengan cara pembuatan grafik dan kontur aliran didalam ejektor.
Pengambilan data dilakukan pada laju massa dan tekanan pada bagian
inlet maupun outlet ejektor.
1.5.6 Analisa
Analisa dilakukan terhadap fenomena yang terjadi didalam
ejektor. Saat ejektor beroperasi seperti kondis operasional. Dilihat dari
kontur yang dihasilkan dari proses simulasi. Selain itu juga pada variasi
yang dilakukan pada untuk melihat fenomena lain yang terjadi.
1.5.7 Pembuatan buku laporan proyek akhir.
Pembuatan buku laporan penelitian ini bertujuan untuk
melaporkan hasil pengerjaan penelitian yang telah dilakukan. Selain itu,
dengan buku laporan penelitian dapat digunakan sebagai refrensi
penelitian yang akan dilakukan pada masa mendatang. Dan sebagai
masukan agar dapat dilakukan peninkatan performansi pada objek
penelitian
1.6 Sistematika Penulisan Laporan Proyek Akhir
Sistematika pembahasan dalam penyusunan laporan proyek akhir
ini adalah sebagai berikut :
Bab 1 : Pendahuluan

4
Berisi latar belakang pembuatan, tujuan, batasan masalah
yang dikerjakan dan sistematika pembahasan.
Bab 2 : Dasar Teori
Menjelaskan mengenai teori-teori dan referensi yang akan
dijadikan referensi perhitungan dan analisa dalam
mengerjakan penelitian.
Bab 3 : Metodelogi Penelitian
Menjelaskan dan membahas tentang tahapan-tahapan
dalam mensimulasikan ejektor. Metode-metode yang
diperlukan selama simulasi berlangsung. Selain hal itu,
diagram alir penelitian juga terdapat pada bab ini.
Bab 4 : Hasil dan Pembahasan
Pengolahan data hasil simulasi dalam bentuk grafik dan
kontur untuk memudahkan analisa. Analisa terhadap
variasi terhadap performanasi ejektor.
Bab 5 : Penutup
Berisi kesimpulan dari keseluruhan pengerjaan penelitian
ini dan saran-saran untuk memperbaiki kelemahan
kelemahan dalam simulasi agar nantinya bisa lebih baik
pada masa yang akan datang.

5
-Halaman ini sengaja dikosongkan-

6
BAB 2
Teori Penunjang Ejektor
2.1 Proses Operasi PLTP Unit IV Area Kamojang

Gambar 2.1 Overview PLTP unit IV. Kamojang (CCR PLTP)

PT Pertamina Geothermal Energy unit IV area Kamojang


merupakan salah satu pembangkit energi panas bumi yang ada di
Indonesia dengan energi yang dihasilkan sebesar 1 x 63MW. Sistem
pembangkitan panas bumi yang ada di PT Pertamina Geothermal
Energy, Kamojang unit IV ini pada dasarnya sama seperti sistem
pembangkitan panas bumi pada umumnya. Tenaga uap yang ada pada
reservoir (dalam perut bumi) dengan kondisi uap seperti yang
ditentukan (rata-rata aliran, kandungan gas, tekanan dan enthalpi) di
produksi di 4 cluster dengan 11 sumur produksi (production well). Dari
11 sumur produksi tesebut dapat dihasilkan suhu kurang lebih 180 oC
dan tekanan sekitar 10-11 bar.
Uap air yang dimiliki bumi merupakan energi panas yang berasal
dari magma yang memiliki temperatur lebih dari 1000C. Uap inilah
yang nantinya dibutuhkan turbin untuk memutar generator dan dari
generator tersebut terdapat arus eksitasi yang menghasilkan tegangan

7
listrik untuk disuplai. Sebelum uap masuk turbin, uap dialirkan terlebih
dahulu menuju Scrubber untuk memisahkan uap dari kandungan air dan
moisture yang terkandung. Dengan harapan uap yang telah melewati
tahap Scrubber akan benar-benar kering. Karena campuran pada uap
(moisture) dapat menyebabkan vibrasi, erosi dan pembentukan kerak
pada sudu dan nozzle turbin, sehingga perlu untuk dilakukan
pemisahaan antara uap dan air pada menurunkan kadar air (Scrubber).
Setelah kadar air diturunkan maka keluaran dari Scrubber adalah
uap kering yang bersih dan kemudian dikirim ke aliran ganda dan aliran
ganda tersebut masuk ke turbin. Rock muffler berfungsi untuk
membuang steam yang melebihi kapasitas yang sudah di tetapkan ke
udara. Uap yang telah ditetapkan kapasitasnya akan memutar turbin
serta generator yang akan menghasilkan listrik, uap yang sama akan
dikondensasikan melalui direct contact kondensor yang berada tepat di
bawah turbin. Kondensor berfungsi untuk mengkondensasi uap keluaran
dari turbin, kalor yang terdapat dalam uap akan dilepas ke atmosfir
melalui penarikan mekanis (melalui hotwell pump) pada cooling tower.
Sedangkan sebagian kecil steam lain digunakan untuk sistem ejeksi pada
ejektor, yang bekerja seperti prinsip spray pada spray obat nyamuk.
Steam yang masuk ke ejektor tersebut akan menyebabkan NCG yang
terdapat pada kondensor utama terhisap menuju Interkondensor melalui
ejektor tahap pertama.
Selain itu terdapat ejektor tingkat kedua yang berhubungan
dengan Afterkondensor dan sistem tersebut juga berperan dalam
pelepasan NCG. Prinsip kerja Interkondenser dan Afterkondenser pun
sama seperti Main kondensor. NCG kemudian dibawa ke Cooling tower
untuk dibuang ke udara. Cooling tower yang merupakan bak
penampungan air dalam jumlah yang sangat besar. Pengisian pertama
dari cooling tower dipenuhi dengan cara pemompaan dari sungai Cikaro.
Air dari Cikaro terlebih dahulu masuk ke dalam Raw water yang
kemudian akan di distribusikan utuk pelayanan pasokan normal dari
pemadaman kebakaran dan untuk mengisi cooling tower.
Gas yang tidak terkondensasi dalam kondensor harus diekstrak
dari kondenser dan dikompresi pada tekanan atmosfir dengan
menggunakan Steam Jet Ejector dan Liquid Ring Vacuum Pump.
Setelah melewati tahapan-tahapan pada Steam Jet Ejector dan
kondenser, gas-gas yang tidak terkondensasi itu harus dilepas ke
atmosfir melalui cerobong-cerobong dari kipas angin pada menara
pendingin. Auxiliary Cooling tower terdiri dari sistem pendingin yang

8
akan digunakan untuk membuang panas pada peralatan-peralatan;
compressor cooler, generator cooler, dan lube oil cooler.
2.2 Pengenalan Gas Removal System
Gas Removal Sistem (GRS) merupakan sebuah sistem yang
digunakan pada suatu Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
mempunyai peranan yang sangat penting yaitu menjaga kevakuman di
dalam kondensor. Caranya yaitu dengan mengkondensasikan gas-gas
yang tidak dapat di kondensasikan (Non Condensable Gas / NCG) di
dalam kondensor. Uap yang meninggalkan pemisah tidak murni tetapi
mengandung gas non-terkondensasi (NCG) (CO2, H2S, NH3, N2, CH4
dll) yang merupakan komponen alami dari cairan panas bumi. Jumlah
NCG yang terkandung dalam uap panas bumi memiliki dampak
signifikan terhadap kinerja pembangkit listrik dari pembangkit listrik
tenaga panas bumi (PLTP). Tergantung pada sumber daya, fraksi NCG
dapat bervariasi dari kurang dari 0,2% menjadi lebih dari 25% menurut
beratnya uap (Hall, 1996; Coury et al, 1996.). NCG akan mengakibatkan
akumulasi tekanan sehingga dapat meningkat. Jumlah NCG berbeda-
beda di tiap tempat dan dinyatakan dengan persentase berat uap yang
terdapat pada sumur uap. Pemilihan Gas Removal System bergantung
pada berat NCG dalam uap.

Gambar 2.2 Gas Removal System PLTP PT PGE unit IV Kamojang (CCR PLTP)

9
Masalah praktis yang disebabkan oleh peningkatan kadar NCG di
pembangkit listrik panas bumi adalah:
1. NCG mengurangi efisiensi perpindahan panas dari kondensor
dan meningkatkan tekanan operasi kondensor, yang
mengurangi output daya turbin.
2. NCGs mengandung energi spesifik yang lebih rendah
daripada steam.
3. Modal dan operasional biaya untuk menghilangkan gas
menggunakan listrik yang lebih tinggi dari pembangkit listrik
berbahan bakar fosil.
4. Gas asam seperti karbon dioksida dan hidrogen sulfida
sangat-larut dalam air dan dapat menyebabkan korosi di pipa
dan peralatan yang kontak dengan uap dan kondensat (Vorum
dan Fritzler, 2000).
Sistem penghapusan gas konvensional yang digunakan dalam
pembangkit listrik panas bumi:
1. Jet ejector, seperti ejector uap jet, yang cocok untuk arus
NCG rendah (<3%).
2. Pompa cincin cair vakum (LRVPs).
3. Roto-dinamis, seperti blower radial, kompresor sentrifugal,
yang terutama digunakan untuk arus besar NCG (> 3%).
4. Sistem Hybrid (kombinasi peralatan di atas).
Uap panas bumi diperkirakan mempunyai komposisi unsur-unsur
lain selain uap panas. Namun kandungannya sedikit sekali kurang dari
2% dari jumlah uap panas bumi yang tersedia. Kapasitasnya gas yang
terkandung juga setiap waktu berubah ubah meskipun relatif kecil.
Tabel 2.1 menyajikan jumlah kandungan yang terdapat dalam Non
Condensable Gas seperti berikut:
Tabel 2.1 Kandungan-kandungan NCG
Component % Wt of total NCG
CO2 : 94 98
H2S : 1,1 1,9
NH3 : 0,001-0,01
N2 : 0,6 3,8
CH2 : 0,02 0,9

10
Dimana Ratio design dari CO2 ke H2S yaitu 45 moles CO2 per moles
H2S
Gas Removal System memiliki spesifikasi minimum yang harus
dipenuhi agar sistem bekerja secara normal. Spesifikasi tersebut
diberikan oleh pabrikan untuk panduan penjalanan. Tabel 2.2
merupakan spesifikasi Gas Removal System sebagai batasan juga
bagaimana sistem beroperasi yang diambil dari buku banual operasi.
Tabel 2.2 Kinerja Gas Removal System
Condition Units Design Maximum
Description Nomal NCG Maximum NCG
Flow Flow
US Metric US Metric
Suction
Pressure Hg A & bara 44,7 0,151 4,97 0,168
o
Temperatur F & oC 89,2 31,8 91 32,8
NCG Flow lb/hr & kg/hr 16800 7620 19760 8960
Air Flow lb/hr & kg/hr 500 230 500 230
Discharge
Pressure psi A & bara 13,14 0,906 13,46 0,926
Morive Steam
Pressure psi A & bara 150 10,3 150 10,3
Maximum psi A & bara 175 12,1 175 12,1
Pressure
Motive Steam lb/hr & kg/hr 18260,2 8282,8 22755,6 10321,9
Flow
Condition Dry & Dry & Dry & Dry &
Sat. Sat. Sat. Sat.
NCG Content 1,70% 1,70% 2% 2%
Interface Units US Metric
o
Cooling Water F & oC 80 26,7
Temp.
Barometric psi A & bara 12,33 0,85
Pressure
Motor Voltages
Over 200kW V 6300 6300
200kW or less V 380 380
Economic Factors
Steam Cost $ per lb/hr 4,5
Power Cost $ per kW 100

11
Gas Removal System akan membantu kondensor dari steam
turbine generator. Gas Removal System dengan spesifikasi tersebut akan
mengekstrak dan menekan NCG dari kondensor sehingga dapat
disalurkan ke cooling tower untuk dilepaskan ke atmosfer. Ejektor
ditempatkan di luar terhubung langsung dengan kondenser, sedangkan
vacuum pump ditempatkan diluar. Gas Removal System PLTP PT
Pertamina Geothermal Energy unit IV mampu beroperasi dalam kondisi
seperti yang ditunjukan sesuai pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Design operasi Gas Removal System
2nd
NCG 25% 35% 65% Vacuum
Mode stage
Flow Jet Jet Jet pumps
jet
Design 100% 0 1 1 2 0
Max 118% 1 1 1 2 0
25% 25% 1 0 0 1 0
35% 35% 0 1 0 1 0
60% 60% 1 1 0 1 or 2 0
65% 65% 0 0 1 1 or 2 0
90% 90% 1 0 1 2 0
BU1D 100% 0 1 1 1 1
BU1M 118% 1 1 1 1 1
BU2D 100% 0 1 1 0 1
BU2M 118% 1 1 1 0 1
Gas Removal System memiliki beberapa komponen utama guna
mengekstrak Non Condensable Gas. Namun hanya 4 komponen yang
beroperasi saat ini yaitu ejektor tingkat pertama, interkondenser, Liquid
Ring Vacuum Pump, dan interseparator. Setiap komponen mempunyai
fungsi masing-masing dalam mengekstrak Non CondenSable Gas.
Tabel 2.4 Komponen penyusun Gas Removal System
Item Quantity Description Mark Nos
st
1. 3 1 stage ejector EJ-301A/B/C
st
2. 1 1 stage inter condenser CND-301
nd
3. 1 2 stage ejector (back-up) EJ-302
4. 1 2nd stage after condenser CND-302
5. 2 Liquid Ring Vacuum Pump P-303A/B
6. 2 Seal Water Separator SEP-303A/B

12
2.3 Pengenalan Ejektor
Ejektor banyak digunakan dalam proses industri dalam hal ini
untuk mengekstraksi gas yang tidak bisa dikondensasi dari kondensor
yang mengkondensasikan fluida, dalam hal ini fluida yang
dikondensasikan adalah steam/uap air. Uap panas bumi mengandung
gasgas yang tidak dapat terkondensasi di dalam kondensor sehingga
fungsi dari gas ejektor ini untuk mengeluarkan gas-gas tersebut dari
dalam kondensor, sebab bila misalnya gas-gas tersebut tidak
dikeluarkan, gas-gas yang tidak terkondensasi akan mengakibatkan
tekanan kondensor naik. Dimana untuk menghisap Non Condensable
Gas (NCG) tersebut dialirkan sejumlah uap pendorong (motive steam)
yang tidak dimasukkan kedalam turbin untuk mengalir dengan
kecepatan yang sangat tinggi sehingga gas yang tidak terkondensasi di
dalam kondensor akan terhisap kedalam aliran ejector. Ejektor memiliki
tiga bagian utama seperti diperlihatkan oleh Gambar 2.3 dibawah ini:

Gambar 2.3 Steam Jet Ejektor (Manual book ejector)

13
Motive Fluid Nozzle
Digunakan unutk meningkatkan kecepatan aliran uap pendorong (motive
steam) sehingga terjadi penurunan tekanan pada sisi ini dibandingkan
tekanan pada sisi inlet gas.
Converging Inlet Nozzle
Perbedaan tekanan pada keluaran motive fluid nozzle menyebabkan
fluida gas (NCG) mengalir dari kondensor. Fluida gas (NCG) tersebut
akan bercampur dengan uap pendorong.
Diverging outlet diffuser
Pada sisi ini percampuran fluida gas (NCG) da uap pendorong akan
berkurang kecepatannya sehingga terjadi peningkatan tekanan.
2.4 Prinsip Kerja Ejektor
Ejektor bekerja dengan menggunakan prinsip venturi. Uap
penarik (motive steam) yang berasal dari scrubber diekspansikan
melalui sebuah nozzel untuk mencapai suatu tekanan hisap pada bagian
mixing chamber dengan bagian suction yang terhubung ke kondensor
untuk mengekstraksi NCG.
Motive
Steam Ke Intercondensor
dari
Scrubber

NCG dari kondensor


Gambar 2.4 Flow Diagram Ejektor

Energi tekanan yang dimiliki uap kemudian diubah menjadi


energi kinetik (kecepatan). Ketika meninggalkan nozzel, uap akan
melewati ruang hisap dan memasuki bagian yang menyempit dari
difusser pada kecepatan supersonic. Pada bagian tersebut fluida penarik
mengalami kontak dengan dengan fluida yang akan dihisap yang berasal
dari kondensor, seperti gas yang tidak terkondensasi dan uap air yang
ikut terbawa. Uap dari bagian motive & NCG yang terhisap pada bagian
suction akan tercampur dan keluar pada bagian discharge yang
terhubung dengan interkondensor untuk kemudian dikondensasikan
kembali steam dari ejektor dan membuang NCG ke cooling tower.

14
Gambar 2.5 Diagram kecepatan dan tekanan pada ejektor

2.5 Navier Stokes


Untuk fluida Newtonian tegangan viskositasnya berbanding lurus
laju geser regangan. Pernah dijelaskan bahwa untuk aliran laminer
Newtonian 1 dimensi berbanding lurus dengan tegangan geser. Untuk
aliran 3 dimensi lebih sulit kondisinya. Teganagan dapat berupa gradien
kecepatan dan properti fluida pada koordinat rectangular. Tekanan
thermodinamika dihubungkan dengan densitas dan temperatur pada
persamaan keseimbangan energi pada themodinamika. Jika ekspresi ini
untuk tegangan dimasukkan ke dalam persamaan diferensial dari gerak
diperoleh persamaan yang disebut Navier Stokes. Persamaan ini
disederhanakan untuk digunakan dalam aliran inkompersibel dengan
viskositas konstan. Sehingga persamaannya menjadi berikut:

15

( + + + )

2.1
2 2 2
= + ( 2 + 2 + 2)


( + + + )

2.2
2 2 2
= + ( 2 + 2 + 2)


( + + + )

2.3
2 2 2
= + ( 2 + 2 + 2)

Bentuk persamaan Navier Stoke (setelah persamaan Bernoulli)


mungkin paling banyak digunakan dalam mekanika fluida dan paling
sering dipelajari. Dalam persamaan Navier stokes juga terdapat
persamaan kontinuitas yang membentuk beberapa set pasang persamaan
diferensial parsial untuk , , dan . Pada prinsipnya beberapa
persamaan tersebut menggambarkan banyak jenis aliran meskipun satu-
satunya batasan yaitu fluida berupa Newtonian dan inkompresibel.
Hingga saat ini CFD (fluent) telah dikembangkan analisa persamaan
Navier Stoke untuk kasus yang lebih kompleks. Pada prinsipnya
persamaan tersebut dapat diselesain tuntuk velocity field = + +

dan pressure field pada initial dan kondisi batas. Namun perlu
diingat juga , , dan dipengaruhi oleh , , dan .
2.6 Computational Fluid Dynamic
Computational Fluid Dynamic (CFD) merupakan cabang dari
mekanika fluida yang menggunakan metode numerik dan algoritma
untuk memecahkan dan menganalisis sebuah aliran fluida menggunkan
bantuan komputer. Komputer digunakan untuk melakukan perhitungan
untuk mensimulasi interkasi antar fluida kerja. CFD digunakan untuk
memprediksi aliran dari fluida, perpindahan massa dan panas, reaksi
kimia dan fenomena fluida lainnya. Untuk dapat memprediksi fenomena
tersebut. CFD memiliki persamaan persamaan mekanika fluida seperti
konservasi massa, momentum, energi dll. CFD digunakan di semua

16
tingkat proses engineering seperti studi konseptual desain baru, detail
pengembangan projek, optimasi dan penyelesaian, dan redesign. Analisa
CFD sebagai pelengkap dari eksperimen dan pengujian projek lainnya
dengan mengurangi total usaha dan biaya yang dibutuhkan untuk
eksperimen tersebut dan data akusisi.
CFD menyelesaikan sebuah benda uji yang disimulasikan
berdasarkan metode volume hingga dimana domain dari sebuah benda
uji didefinisikan menjadi sebuah set control volume. Persamaan yang
digunakan seperti konservasi massa, momentum energy, species dll.
Juga akan diselesaikan dengan set control volume tersebut.


+ . = . + 2.4

Terdapat beberapa tahapan yang dilakukan untuk mensimulasi


atau memperdiksi aliran dari fluida yang diamati yaitu:
Tentukan tujuan dari pemodelan fluida yang diamati. Sebagai
contoh tekanan, laju massa, konduktivitas panas dll. Untuk itu
diperlukan beberapa asumsi untuk memudahkan dalam
menganalisa
Identifikasi domain dari pemodelan. Pemodelan hanya pada
bagian yang diamati saja sehingga tidak perlu seluruhnya yang
dianalisa. Penentuan kondisi batas sebagai inisialisasi awal.
Buat pemodelan dengan membuat geometry model dan jenis
bahan yang digunakan solid atau fluida. Semakin rumit
pemodelan yang diamati maka proses akan semakin
membutuhkan waktu.
Proses meshing merupakan pembuatan contol volume yang
nantinya akan digunakan untuk proses CFD. Besar , kecil,
kerapatan, resolusi dari meshing akan sangat mempengaruhi
hasil simulasi. Tujuan dari proses meshing yaitu untuk
menangkap fenomena yang terjadi pada pemodelan hingga
pada bagian yang sulit diamati sekalipun.
Pengaturan pemodelan yang digunakan pada CFD. Sehingga
diperlukan beberapa propertis seperti penentuan pemodelan
aliran (turbulen, pembakaran, perubahan fasa, dll), metode
penyelesaian, jenis material yang digunakan, penentuan kondisi
batas, inisialisasi, dan control pada solver.

17
Proses iterasi sebagai tahapan penyelesaian CFD. Iterasi akan
berlangsung hingga hasil atau persamaan yang dihitung telah
konvergen. Yaitu keitka tidak ada perubahan antara variable
solusi dengan sebelumnya. Kemudian seluah konservasi
properti juga tidak berubah. Keakuratan konvergen dari proses
CFD dipengaruhi oleh :
Ketepatan dan keakuratan dari pemodelan
Asumsi yang digunakan
Kualitas dari proses meshing
Kesalahan numeric
Periksa hasil dari proses simulasi dengan menampilakan data
visual berupa gambar, grafik, vektor sesuai tools yang
digunakan. Lakukan analisa apakah proses iterasi yang
dilakukan telah sesuai dengan melihat fenomena yang terjadi
pada pemodelan.

2.7 Turbulensi
Aliran turbulen ditandai dengan fluktuasi pada kecepatan.
Fluktuasi ini mencampur jumlah properti yang diangkut seperti
momentum, energi, dan konsentrasi spesies, dan menyebabkan propertis
tersebut berfluktuasi juga. Karena fluktuasi ini terlalu kecil dan
frekuensi tinggi, propertis tersebut terlalu mahal untuk mensimulasikan
langsung dalam perhitungan teknik praktis. Sebaliknya dengan
memodifikasi persamaan yang digunakan dengan mengurangi resolusi-
resolusi kecil yang sulit di tangkap fenomenanya, menghasilkan sebuah
set persamaan komputasi yang lebih murah untuk diselesaikan. Namun
persamaan yang dimodifikasi tersebut ditambahkan beberapa variabel
baru dan model turbulensi yang dibutuhkan untuk menghitung variabel
tersebut.
2.8 Model Realizable k-
Model Realizable k- merupakan pengembangan dari model k-
standart dan memiliki 2 perbedaan penting yaitu:

Realizable k- memiliki formula baru untuk viskositas


turbulen

18
Persamaan transport baru untuk (dissipation rate) telah
diturunkan dari persamaan aslinya untuk fluktuasi mean-
square vorcity
Manfaat langsung dari model Realizable k- adalah kemampuan
dalam memprediksi propertis lebih akurat. Hal tersebut juga cenderung
memberikan kinerja lebih pada aliran secara rotasi, lapisan batas akibat
gradien tekanan, separasi dan resirkulasi. Untuk memahami persamaan
matematika di balik model Realizable k-, mempertimbangkan
penggabungan hubungan Boussinesq dan definisi eddy viskositas untuk
mendapatkan persamaan berikutnya untuk tegangan normal Reynold
dalam aliran inkompressibel:
2
2 = 2 2.5
3

2
= 2.6

Kedua model Realizable k- dan RNG k- menunjukkan


peningkatan besar pada model standart k- dimana aliran dapat dianalisa
pada kurva streamline, vortisitas, dan rotasinya. Karena pemodelan ini
relative baru, pemodelan Realizable k- tidak benar-benar konsisten
menghasilkan lebih baik dari RNG k-. Namun pada awal-awal
penelitian menunjukkan pemodelan Rk- memberikan performansi
terbaik dari pemodelan-pemodelan k- lainnya untuk validasi seperated
flow dan aliran yang lebih kompleks. Salah satu kelemahan standart k-
atau pemodelan k-. Terletak pada persamaan pemodelan untuk
dissipation rate ()
Realizable k- dimaksudkan untuk mengatassi kekuranagan
pemodelan k- biasa yang pada mulanya dengan mengadopsi:

Formula eddy-viscoxity baru termasuk variabel yang


diusulkan Reynold
Persamaan pemodelan baru untuk dissipation rate ()
berdasarkan persamaan dinamis dari mean-square vorcity
fluctuation

19
Salah satu batasan model Realizable k- adalah menghasilkan
viskositas turbulent non-physical dimana ketika domain komputasi
mengandung kedua zona aliran fulida secara rotasi dan stasioner
(multiple reference frames, rotating sliding meshes). Hal tersebut
disebabkan Realizable k- memiliki efek mean-rotation di dalam
pendefinisian viskositas turbulennya. Efek extra rotation telah diuji pada
sistem single rotating reference frame dan menunjukkan keunggulan
dibandingkan dengan standart k-. dapat juga diaplikasikan pada sistem
multiple reference frame namun dengan syarat tertentu.

2.8.1 Persamaan Transport Realizable k-


Persamaan tranport untuk k- dan realizable k- yaitu:


() + ( )

2.7
= [( + ) ] + +

+


() + ( )

2
= [( + ) ] + 1 2
+ 2.8

+ 1 3

+

Dimana:

1 = max [0.43, ] ; = ; = 2 2.9
+5

Pada persamaan diatas, merupakan turbulen energy kinetik


yang dibangkitkan karena gradien kecepatan rata-rata. adalah
turbulen energy kinetik yang dibangkitkan karena gaya angkat
(buoyancy). merepresentasikan kontribusi dari fluktuasi dilatasi

20
pada turbulen kompressibel ke dissipation rate (). 2 dan 1 adalah
konstanta. dan adalah Prandtl number turbulen untuk dan .
Dengan catatan persamaan diatas sama seperti pada model
standart k- dan model RNG k-, kecuali untuk model konstantanya.
Namun bentuk persamaan sangat berbeda dari model standart k-
maupun RNG k-. satu yang perlu diperhatikan adalah syarat-syarat
yang dibutuhkan pada persamaan tidak melibatkan produksi , yaitu
tidak mengandung nilai yang sama dengan model k- lainnya. Hal
tersebut dipercaya bahwa bentuk yang sekarang lebih baik dalam hal
energi tranfer. Fitur lain yang diinginkan adalah nilai destructionnya
tidak memiliki singularitas apapun, bilangan penyebutnya pernah hilang
bahkan jika hilang atau menjadi negatif. Fitur ini sesuai dengan
dengan model k- lama dimana memiliki singualaritas karena di
bilangan penyebut.
Model ini telah banyak divalidasi untuk berbagai jenis aliran.
Pada semua kasus kinerja dari model Realizable k- telah menjadi jauh
lebih baikdibandingkan standart k-. Yang terpenting model realizable
k- mampu menyelesaikan anomali atau fenomena aneh apa aliran jet
(kecepatan tinggi).
2.8.2 Pemodelan Viskositas Turbulen
Seperti pada model k-e lainnya, eddy viscosity dihitung dari:

2
= 2.10

Perbedaan antara model Realizable k-e dengan model standart


dan RNG k-e adalah pada tidak lagi konstan. diitung dari
persamaan :

1
=
2.11
0 + +

+ 2.12

= 2 2.13

21
=
2.14

Dimana
merupakan laju rata-rata rotation tensor dilihat dari
rotasi kerangka acuan dengan kecepatan angular . Sedangkan
konstanta model 0 dan dihitung dari:

0 = 4,04 ; = 6 cos 2.15

1
= cos 1 (6) ; = ; = ;
3 3
2.16
1
= ( + )
2

Dapat dilihat bahwa adalah fungsi dari mean strain dan


rotation rates, kecepatan angular dari rotasi sistem, dan properti
turbulen (k dan e). dapat digunakan untuk mengganti nilai standart
0,09 untuk inertial sublayer di keseimbangan lapisan batas. Dalam
ANSYS Fluent properti tidak tedapat dalam perhitungan .
Properti tersebut tidak sesuai dengan kasus sliding mesh atau multiple
reference frame. Konstanta model 2 , , dan telah dibuat untuk
memastikan bahwa pemodelan bekerja dengan baik untuk canonical
flow tertentu. Konstanta modelnya yaitu:
1 = 1,44 ; 2 = 1,9 ; = 1,0 ; = 1,2 2.17

2.8.3 Efek Kompresibilitas


Aliran dengan bilangan Mach tinggi, kompresibilitas
mempengaruhi turbulensi aliran melalui Dilatation dissipation
dimana normalnya diabaikan pada pemodelan inkompresibel.
Pengabaian propertis dilatation dissipation untuk memprediksi
penurunan pada spreading rate dengan meningkatnya bilangan Mach
untuk aliran kompresibel dan aliran dengan free shear layer lainnya.
Untuk memperhitungkan efek tersebut pada model k- di ANSYS
Fluent, dilatation dissipation sudah digabungkan pda persamaan k :
= 22 2.18

Dimana adalah bilangan Mach yaitu:

22

= 2 2.19

Dimana () yaitu kecepatan suara dari aliran.


Modifikasi pada kompresibilitas memberikan efek saat digunakan pada
ideal gas law.
2.9 Persamaan Bernoulli
Dibandingkan dengan aliran viscous. Persamaan momentum atau
Euler untuk aliran inkomperssibel dan inviscid sederhana secara
matematis, namun solusinya (yang berhubungan dengan konservasi
massa) pada nyatanya lebih sulit bahkan pada kebanyakan masalah
aliran paling dasar. Salah satu pendekatan dengan mengintegerasikan
persamaan Euler pada sepanjang streamline. Persamaan Bernoulli juga
bisa didapatkan dari penurunan persamaan control volume. Persamaan
Euler untuk aliran tunak pada sepanjang streamline yaitu:

1
= 2.20

Jika partikel fluida berpindah pada sepanjang streamline, ,


maka persamaan diatas menjadi :


+ + = 0 Sepanjang s 2.21

Integral Persamaan tersebut menjadi persamaan Bernoulli:

2
+ + = 2.22
2

Dengan batasan:
1. Aliran tunak (steady)
2. Aliran inkompressibel
3. Aliran tanpa gesekan
4. Disepanjang streamline yang sama

23
Persamaan Bernoulli mungkin paling banyak digunakan pada
fluid mekanik dan dianalisa karena merupakan persamaan aljabar
sederhana yang berhubungan dengan tekanan, kecepatan dan elevasi
fluida. Contohnya pada analisa gaya angkat pada sayap pesawat. Pada
aerodynamic gravitasi diabaikan karena kecepatan relatif tinggi (bagian
atas pesawat), tekanan menjadi relatif rendah, dimana saat kecepatan
rendah (bagian bawah sayap) tekanannya menjadi tinggi sehingga
memiliki gaya angkat (bergerak ke tekanan rendah). Namun persamaan
Bernoulli diatas hanya dapat digunakan saat aliran sesuai dengan 4
batasan diatas.
2.10 Aliran Kompresibel
Yaitu aliran dimana terjadi perubahan densitas dari fluida.
Konsekuensi dari kompressibilitas tidak hanya pada perubahan densitas
fluida. Perubahan densitas berarti telah terjadi kompressi atau expansi
yang signifikan pada fluida, sehingga properti dari fluida akan berubah
juga seperti temperatur, energi dalam, entropi, dll. Secara khusus
perubahan densitas membuat mekanisme pertukanan energi mekanikal
(energi potensial, energi kinetik, tekanan) dan secara thermodinamika.
Di dalam studi aliran kompressibel penting juga dibahas tentang
kecepatan suara yang dihasilkan oleh fluida yang mengalir tersebut.
Aliran dengan kecepatan dibawah kecepatan suaranya disebut
subsonic. Aliran dengan kecepatan yang melebihi kecepatan suaranya
disebut supersonic. Sehingga diperlukan properti yang menunjukkan
apakah aliran tersebut subsonic atau supersonic. Yaitu bilangan Mach
yaitu:


2.23

Dimana adalah kecepatan dari fluida dan adalah kecepatan


suara dari fluida. Aliran dengan M>1 merupakan supersonic dan aliran
M<1 merupakan subsonic sedangkan aliran dengan M<0,3 diasumsikan
masih berupa aliran inkompressibel. Kecepatan suara dipengaruhi
bagaimana hubungan antara tekanan dan densitas sesuai dengan
persamaan :

24

= ) 2.24

Persamaan diatas dapat digunakan pada berbagai medium seperti


solid, liquid dan gas. Sedangkan untuk ideal gas kecepatan suaranya
hanya dipengaruhi oleh temperatur saja sehingga persamaan yang
digunakan yaitu

= 2.25

2.11 Properties Stagnasi Isentropik


Dalam studi kasus aliran kompressibel, seperti penjelasan
sebelumnya seluruh properti statik ( , , , , , , ) mungkin berupa
selama proses mengalir. Sehingga dibutuhkan referensi kondisi untuk
menghubungkan kondisi selama porses berlangsung ditiap tingkat
keadaannya. Referensi kondisi tersebut didapatkan saat fluida memiliki
kecepatan = 0 (secara konsep). Kondisi tersebut disebut stagnasi dan
properti di tiap tingkat keadaannya (0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 ). Proses simple
yang dapat digunakan yaitu proses isentropik dimana tidak ada efek
gesekan, tidak ada perpindahan panas. Namun aktualnya mungkin aliran
tidak isentropik
Dalam aliran kompresibel hubungan properti stagnasi isentropik
didapatkan dengan cara memasukkan persamaan konservasi massa dan
momentum yang di diferensial secara control volume kemudian di
integralkan. Secara sistematik proses dapat dilihat pada Gambar 2.5

Gambar 2.5 Penggambaran Prperti Stagnasi

Setelah diilakukan penyederhanaan didapatkan persamaan untuk


mencari properti stagnasi dari aliran ideal gas yaitu:

25
0 1 2 /(1) 2.26
= [1 + ]
2

0 1 2 2.27
= 1+
2

0 1 2 1/(1) 2.28
= [1 + ]
2
Ratio dari properti stagnasi dengan properti statik pada aliran
kompresibel dapat diketahui jika bilangan Mach diketahui juga.
Persamaan konservasi massa dan momentum memng biasanya
digunakan untuk menghubungkan properti statik dengan properti
stagnasinya.
2.12 Literatur Penunjang
Terdapat sebuah literatur yang memiliki objek penelitian yang
sama pada projek akhir kali ini yaitu Ejektor 65% duty cycle pada GRS
PLTP unit IV. Kamojang. Namun dalam jurnal tersebut dilakukan
simulasi secara 2D menggunakan data operasional yang diambil pada
saat itu. Dalam jurnal tersebut juga disebutkan perubahan tekanan uap
penarik dan posisi outlet ejektor dapat mempengaruhi kevakuman
ejektor itu sendiri.
Proses mengalirnya gas CO2 dari bagian suction, dikarenakan
kondisi bagian suction ejector memiliki nilai tekanan statik yang lebih
tinggi dibanding bagian mixing chamber. Kondisi tekanan di bagian
suction yang lebih tinggi, mengakibatkan efek kompresi pada aliran
keluaran nozzle, sehingga mempengaruhi besarnya inti semburan aliran
yang keluar dari nozzle. Pada kondisi tekanan suction yang
dipertahankan sama untuk semua variasi, sebesar 0.11 Bara, peningkatan
tekanan inlet nozzle mengakibatkan inti aliran yang terbentuk semakin
besar. Hal ini dikarenakan, pengaruh under expanded kondisi aliran
keluaran nozzle, memiliki kecepatan yang semakin supersonik, dengan
kondisi fluktuasi tekanan statik yang lebih besar.

26
Gambar 2.6 Kontur bilangan Mach, pada variasi tekanan inlet

Gambar 2.6, memperlihatkan kontur bilangan Mach. Inti aliran


yang terbentuk ditunjukan dengan bentuk core di daerah keluaran
nozzle, yang bernilai bilangan Mach tinggi dengan warna aliran merah
kekuningan. Pengaruh lain dari kondisi besarnya tekanan suction yang
dipertahankan sama untuk semua variasi tekanan inlet nozzle, yaitu
mengakibatkan tekanan statik pada saat mulai terjadi pencampuran
berlangsung pada nilai tekanan yang relatif sama pada setiap variasi,
sehingga kenaikan tekanan statik aliran sepanjang bagian convergen
ejector berlangsung dengan kondisi yang hampir sama. Pada Gambar 2.7
terlihat, proses pencampuran aliran steam dengan gas CO2 di dalam
ejektor, berlangsung pada posisi antara 1250 sampai 3250.
Memasuki bagian throat ejektor, aliran dengan tekanan inlet
nozzle yang lebih tinggi, memiliki momentum aliran yang lebih besar
sehingga lebih mampu melewati efek perubahan geometri dari bagian
convergen ke bagian throat ejector. Oleh karenanya, kenaikan tekanan
pengaruh bagian convergen ejektor masih berlanjut di awal-awal daerah
throat ejector, dan menghasilkan tekanan statik yang lebih tinggi di
sepanjang throat ejector.

27
Gambar 2.7 Distribusi tekanan statik sepanjang axis ejektor pada variasi tekanan inlet

Pengaruh variasi tekanan inlet nozzle yang semakin tinggi,


mengakibatkan nilai tekanan statik aliran selama proses pencampuran di
bagian throat ejector lebih tinggi. Pada kondisi tersebut, aliran lebih
tahan terhadap fenomena chocking di daerah throat ejector. Oleh
karenanya, shock terjadi lebih terlambat dengan posisi lebih
downstream. Pada posisi tertentu di daerah throat ejector, aliran
campuran mengalami normal shock, dengan kondisi aliran campuran
yang tekanan inlet nozzle lebih tinggi, mengalami keterlambatan.
Terjadinya normal shock pada aliran, merubah kecepatan supersonik
aliran menjadi subsonik, yang pada saat bersamaan tekanan statik aliran
mengalami peningkatan drastis. Aliran yang nilai tekanan statiknya lebih
tinggi pada kondisi saat sebelum shock, memiliki kenaikan tekanan
statik lebih tinggi pada kondisi setelah shock. Selanjutnya aliran
memasuki subsonik diffuser, mengalami kenaikan tekanan statik sampai
kondisi di outlet ejector.
Perbedaan nilai tekanan statik aliran campuran, sebagai pengaruh
variasi tekanan inlet nozzle, tampak pada Gambar 2.8. Aliran dengan
tekanan inlet nozzle lebih tinggi, kontur tekanan statik di daerah throat
ejektor, warnanya lebih biru terang. Terlihat juga posisi terjadinya shock
yang ditunjukan perubahan warna drastis dari biru menjadi hijau
kekuningan di downstream throat ejector. Pada kondisi aliran dengan
tekanan inlet nozzle 9 Barg dan 10.4 Barg, shock aliran terjadi pada
posisi yang hampir sama, akan tetapi aliran dengan tekanan inlet nozzle
10.4 Barg menghasilkan tekanan outlet ejektor yang lebih tinggi. Hal ini
lebih dikarenakan pengaruh besarnya momentum aliran, yaitu pada
aliran dengan tekanan inlet nozzle lebih tinggi memiliki laju aliran
massa steam yang lebih besar, sehingga momentum alirannya lebih
besar.

28
Gambar 2.8 Kontur tekanan statik aliran didalam nozzle. Perubahan CBP sebagai
pengaruh variasi tekanan inlet nozzle

29
-Halaman ini sengaja dikosongkan-

30
BAB 3
METODE PENENLITIAN
Penelitian dilakukan untuk melihat fenomena yang terjadi pada
aliran uap penarik (motive steam) dan NCG serta performansi dari
ejektor yang ditunjukkan dengan kevakuman pada sisi suction ejektor.
Objek penelitian merupakan sebuah ejektor pada Gas Removal System
PLTP unit IV Kamojang. Diperlukan simulasi komputasi secara efisien
untuk menjalankan ejektor dengan menggunakan data operasi yang ada.
Dalam dunia industri hal tersebut sering digunakan sebagai opsi untuk
mengetahui kinerja dari komponen yang diamati tanpa perlu
menghentikan sistem yang berjalan. Sehingga penghematan dari segi
biaya dan waktu dapat dilakukan.

Objek Penelitian

Gambar 3.1 Ejektor Pada Unit Operasi (PLTP)

Untuk itu diperlukan software yang dapat digunakan untuk


simulasi komponen tersebut. Proses simulasi ini dilakukan
menggunakan software ANSYS Workbench 14.5. Seluruh proses
dikerjakan didalam software tersebut. ANSYS mnyediakan berbagai
fitur yang dibutuhan selama proses simulasi seperti:
Proses penggambaran geometri ejektor menggunakan Design
Modeler
Proses Meshing fluida didalam ejektor
Simulasi Fluent
Post Processing menggunakan Result untuk mendapatkan hasil
simlasi

31
Pada projek akhir kali dilakukan simulasi secara 3D pada ejektor
untuk mengetahui aliran yang terjadi didalam ejektor. Menggunakan
data operasi yang diambil pada di PLTP unit IV. Kamojang sebagai
data awal simulasi. Simulasi didekati dengan kondisi sebenarnya dengan
menggambarkan geometri secara utuh. Agar didapatkan kinerja dari
ejektor dan gambaran kerja dari ejektor yang belom bisa ditangkap
fenomena aliran didalamya.
Untuk itu diperlukan beberapa tahapan dalam proses simulasi.
Tahap-tahap tersebut dapat dilihat dalam diagram alir pada Gambar 3.2

Gambar 3.2 Diagram Alir Metode Penelitian

3.1 Pengambilan Data Penelitian


Seperti pada penjelasan di bab pendahuluan. Pengambilan data
dilakukan bersamaan dengan proses kerja praktek berlangsung di PLTP
unit IV. Area Kamojang dengan meminta data logging pada bagian GRS
khususnya ejektor. Data yang diambil yaitu pada tanggal 21 juli hingga

32
27 juli 2015 setiap jamnya. Data yang diambil sesuai pada Tabel 3.1
berikut:
Tabel 3.1 Letak Properti
Properti (satuan) Posisi
Tekanan uap penarik (Pa)
Laju massa uap penarik (Pa) Inlet ejektor
Temperatur (oC)
Tekanan NCG (Pa)
Kondensor
Temperatur NCG (Pa)
Kandungan NCG Scrubber

Gambar 3.2 Overview PLTP (CCR PLTP)

Pada sisi inlet terpasang alat ukur yang memungkinkan untuk


mendapatkan properti tersebut seperti pressure instrument dan
temperature instrument. Sedangkan pada sisi suction ejektor tidak
terpasang alat ukur tekanan maupun temperatur namun terdapat pada
bagian sisi keluaran NCG di kondensor. Dapat diasumsikan tidak ada
rugi-rugi disepanjang pipa aliran NCG sehingga dapat dikatakan pada
tekanan dan temperatur pada sisi outlet NCG dikondensor sama dengan

33
pada bagian sisi suction ejektor. Sedangkan untuk laju massa NCG tidak
tersedia sehingga perlu didekati dengan mencari kandungan NCG pada
saat itu yang terukur. Saat itu kandungan NCG sekitar 0,88%. Sebelum
digunakan untuk kondisi batas maka data projek akhir perlu diolah
terlebih dahulu. Lebih lanjut ada pada poin kondsi batas fluent.
3.2 Pembuatan Geometri
Objek penelitian berupa Steam Jet Ejector (EJ-301 A 65% duty)
yang berfungsi sebagai pengekstrak utama Non Condensable Gas
(NCG). Ejektor tersebut menggunakan 65% uap panas bumi yang
disediakan untuk Gas Removal System sebagai uap penarik (Motive
Steam). Geometri ejektor didapatkan dari manual book Gas Removal
System PT. PGE [10].

Gambar 3.3 Geometri ejektor

Penggambaran geometri menggunakan fitur yang disediakan


dalam ANSYS Worbench yaitu Design Modeler seperti pada Gambar
3.4. Seperti pada sofware lainnya, Design Modeler memiliki beberapa
yang dapat digunakan untuk menggambarkan objek penelitian. Sesuai
pada manual book [10] penggambaran geometri menggunakan ukuran
yang sebenarnya penskalaan 1:1. Namun simulasi dilakukan pada fluida
kerja yang berada didalam ejektor. Sehingga perlu dijelaskan bahwa
ejektor terisi oleh fluida. Agar tak ejektor tak ikut disimulasikan maka
ejektor disupress dan hanya fluida yang berada yang didalam yang
dissimulasikan.

34
Gambar 3.4 Geometri ejektor pada Design Modeler

Pada tahap ini juga pengenalan zat yang digunakan yaitu fluida.
Inisialisasi ini akan memepengaruhi tahap selanjutnya pada proses
meshing maupun simulasi CFD.
3.3 Proses Meshing
Pada tahap ini yaitu pencacahan geometri dari tahap sebelumnya.
Proses ini disesuaikan dengan bentuk geomtri karena akan berbeda beda
hasilnya. Pada projek akhir ini prses meshing dilakukan dengan cara
global mesh dan local meshing. Global mesh yaitu mengatur secara
default pengaturan yang digunakan. Namun ada beberapa pengaturan
untuk mendapatkan kerapatan mesh pada bagian yang dirasa perlu
seperti pada daerah disekeliling nozzle, daerah outlet nozzle, dan juga
pada badian sisi-sisi inlet, suction maupun outlet ejektor. Pada
pengaturan global mesh, Solver Prefernce menggunakan Fluent karena
program tersebut yang nanti akan digunakan untuk proses simulasi dan
iterasi. Sizing mesh dilakukan dengan dengan cara proximity and
curvature dengan relevance center fine. Untuk smoothing diatur pada
high, transition pada slow, dan span angle center pada fine. Sedangkan
Kemudian untuk proximity accuracy ditingkatkan menjadi 0,6 untuk
mendapatkan kualitas elements yang baik. Selebihnya secara default
prgram

35
Gambar 3.5 Hasil meshing geometri

Untuk local mesh ditambahkan seperti pada Gambar 3.6 beberapa


metode meshing pada ejektor untuk mendapatkan kerapatan yang
diinginkan. Selain itu juga dirasa perlu karena pada bagian tersebut juga
merupakan komponen terpenting dalam aliran fluida didalam ejektor.
Seperti pada bagian edge mixing chamber digunakan edge sizing dengan
element size 6,35 mm. Kemudian pada sisi inlet, suction dan outlet
ejektor. Pada sisi-sisi tersebut digunakan refinement agar mesh lebih
rapat. Pada ketiga sisi tersebut yang akan dijadikan sebagai kondisi batas
pada fluent nanti sehingga perlu kerapatan yang lebih. Kemudian juga
dilakukan name selection pada ketiga bagian tersebut.

36
Gambar 3.6 Metode local meshing yang digunakan

Setelah proses meshing didapatkan jumlah node maupun


elements meshing. Untuk jumlah node yaitu 669805 dan untuk elements
didapatkan 473224. Sedangkan untuk kualitas mesh digunakan
orthogonal quality dengan nilai yang sesuai pada tabel 3.2 . nilai
tersebut dirasa telah memenuhi standart yan dibutuhkan dimana min
orthogonal harus diatas 0,2.
Tabel 3.2 Kualitas Mesh
Mesh metric Orthogonal Quality
Min 0,283155656609463
Max 0,996433452870579
Average 0,855346103287956
Standart Deviation 8,47459037542346E-02
3.4 Simulasi CFD (Fluent)
Merupakan tahap simulasi dari ejektor setelah ditahap
sebelemnya geometri digambarkan dengan skala 1:1 dan telah di
meshing juga. Pada tahap ini ejektor juga akan disimulasikan dengan
mendekati kondisi sebenarnya. Pada solution setup solver menggunakan

37
pressure-based dengan velocity formulation absolute. Aliran yang
dianalisa murni secara mekanika fluida dan tekanan adalah properti yang
akan menjadi tolak ukur performansi ejektor nanti. Kemudian akan
dianalisa secara steady karena perubahan properti di tiap waktunya
sangat kecil sehingga bisa diasumsikan steady. Gravitasi juga diaktifkan
pada sumbu z yaitu -9,81 m/s2. Posisi ejektor yang tegak sejajar dengan
sumbu z dengan outlet berada dibagian bawah seperti pada posisi di unit
operasi juga.
Untuk pemodelan pada solution setup terdapat 3 fitur yang akan
digunakan yaitu energy, viscous, dan species. Fitur energy diaktifkan
agar temperatur pada boundary condition dapat digunakan. Untuk
viscous atau pemodelan turbulensinya menggunakan Realizable k-
epsilon dengan enhanced wall treatment. Karena kebanyakan
pemodelan dengan Realizable k-epsilon menggunakan pendekatan wall
tersebut. Sedangkan untuk model konstantanya default secara program.
Sedangkan species transport digunakan untuk mengaktifkan mixture
template dengan jumlah fluida yang digunakan 2 yaitu water-vapour dan
carbon-dioxide (CO2). Kedua fluida tersebut hanya tercampur tanpa ada
reaksi apapun.
Inisialisasi fluida yang digunakan terdapat pada pengaturan
materials. Materials yang digunakan yaitu water-vapour dan CO2. Kedua
meterial tersebut sudah terdapat didalam fluent database sehingga untuk
nilai-nilai properti fluida yang digunakan diatur secara default. Namun
ada beberapa properti yang diganti nilainya disesuaikan dengan literatur
yang ada. Secara umum pemodelan untuk material sesuai dengan Tabel
3.3
Tabel 3.3 Mixture Template
Working Water-vapor
NCG (CO2) Mixture template
fluid (H2O)
Density Compressible volume weighted
1.7878 (default)
(kg/m3) liquid mixing law
Heat
Capacity Cp. 2786.19 856.99 Mixing - law
(j/kg-K)
Viscosity
1. 5221e-05 1.37e-05 Mixing - law
din. (kg/ms)

38
Densitas pada water-vapor menggunakan compressible liquid
karena dianggap bahwa saat uap penarik memasuki naval nozzle
kecepatan aliran akan semakin tinggi hingga menyebabkan daerah
disekitarnya memiliki tekanan yang lebih rendah. Aliran dari uap
penarik akan menjadi supersonic dengan nilai bilangan Mach M>1. Juga
dapat diasumsikan aliran berupa kompresibel. Sedangkan didalamnya
terdapat pengaturan juga tentang kompresibilitasnya. Nilai-nilai tersebut
didapatkan dengan cara validasi yang dilakukan berulang-ulang karena
belum ada referensi yang terkait dengan kompresibilitas pada water-
vapour. Pengaturan pada kompresibilitas fluida dapat dilihat pada Tabel
3.4
Tabel 3.4 Kompressibilitas uap penarik

Reference Pressure (Pa) 85000

Reference Density (kg/m3) 0,5542

Reference Bulku Modulus (Pa) 127500

Density Exponent 1.5

Pada bagian cell zone condition hanya material name yang di


atur ulang disesuaikan dengan fluida yang digunakan yaitu mixture
template. Selebihnya tidak ada yang diubah. Pada bagian ini merupakan
inisialisai untuk cell dari objek penelitian namun karena pada projek
akhir tidak terlalu diamati maka tidak ada pengaturan khusus. Aliran
yang memanfaatkan gerak secara translasi maupun rotasi akan banyak
fokus pada cell zone condition ini. Bagian selanjutnya yaitu Boundary
condition yang merupakan bagian dimana kondisi batas dari aliran fluida
pada sisi inlet, suction maupun outlet ejektor.
Namun sebelumnya data pengamatan perlu diolah dahulu
sebelum digunakan. Seperti pada tekanan dan temperatur sisi inlet
ejektor. Tekanan uap penarik masih berupa gage sehingga perlu dirubah
terlebih dahuu ke tekanan statik kompresibelnya. Begitu juga
temperaturnya yang harus ditubah juga ke temperatur kompresibelnya.
Menggunakan persamaan 2.26 dan 2.27. Kemudian untuk laju massa
NCG / CO2 didekati dengan cara hasil kali antara laju massa uap panas
bumi dengan persentase NCG pada uap tersebut. Sehingga didapatkan

39
data yang akan digunakan untuk kondisi batas simulasi seperti pada
Tabel 3.4
Tabel 3.4 Data kondisi batass
Tekanan total inlet (Pa) 1087577
Temperatur inlet (K) 467,6501
Laju massa uap penarik (Kg/s) 1,315261
Laju massa NCG (Kg/s) 0,663774
Temperature NCG 316,3141

Tabel 3.5 Kondisi batas


Inlet Ejector Suction Ejector Outlet Ejector
Boundary Perssure
Pressure inlet Mass flow inlet
Condition outlet
Total Pressure
1087577 - To be varied
(Pa)
Mass Flow (Kg/s) - 0,663 300 (default)
Temperature (K) 467,65 316,31
Turbulance model Intencity & DH K and Epsilon K and Epsilon
Hydrolic Diameter
0,102 - -
(m)
Turb. Intencity 2,67 - -
Turb. Kin. Energy - 1 (default) 1 (default)
Turb. Dissipation - 1 (default) 1 (default)

Sedangkan pengaturan untuk boundary condition terlihat pada


Tabel 3.5 berikut. Tekanan outlet ejektor merupakan salah satu yang
mempengaruhi kevakumannya. Tekanan outlet perlu divariasikan untuk
mendapatkan kevakuman ejektor di tekanan -69000 Pa. Sehingga perlu
dilakukan validasi berulang untuk mendapatkan hubungan tekanan yang
tepat. Untuk turbulensi model didapatkan dari literatur yang terkait
dengan perojek akhir kali ini.
Pada solution methods dilakukan beberapa pengaturan agar
selama iterasi berlangsung tidak terjadi kesalahan atau divergen.
Pengaturan pada solution methods dapat dilihat pada Tabel 3.6 dibawah
ini. Penggunaan simple pada pressure velocity coupling dikarenakan
untuk efisiensi memori saat iterasi dijalankan. Sedangkan penggunaan
first order upwind dikarenakan lebih tepat dengan kasus projek akhir

40
kali ini. Sebab saat digunakan pengaturan lain iterasi tidak dapat
berjalan dengan baik atau divergen. Begitu juga pada solution control
dimana perlu pengaturan khusus agar proses iterasi berjalan dengan
baik. Seluruh properti multigrid solution control diatur pada F-Cycle.
Hanya pada turbulance disipation rate yang diatur di V-Cycle.
Kemudian sweep flexible cycle parameters ditingkatkan menjadi 15.
Tabel 3.6 Solution methods

Solution Methods

Pressure Velocity Coupling : Simple

Pressure : Standart

Momentum : First Order Upwind

Turbulent Kinetic Energy : First Order Upwind

Turbulent Dissipation Rate : First Order Upwind

Energy : First Order Upwind

Solution initialization menggunakan pengaturan default yaitu


hybrid karena dirasa yang paling tepat. Saat menggunakan standart
initialization iterasi tidak berjalan dengan baik. Dan pada tahap
selanjutnya dilakutan proses iterasi dengan jumlah iterasi 1000. Proses
iterasi dilakukan tidak mencapai konvergen karena residual yang
dihasilkan hanya beroilasi saja hingga sulit sekali mencapai konvergen.
Sehingga iterasi dihentikan saat dirasa properti disetiap inlet, suction,
maupun outlet telah sesuai dengan data awal. Proses iterasi dilakukan
secara berulang-ulang disebabkan hingga mencapai data yang di
inginkan. Sesuai dengan Tabel 3.7. Variabel yang dirubah pada tekanan
outlet ejektor dimana tekanan tersebut sangat mempengaruhi
kevakuman ejektor sendiri. Pemodelan dan pengaturan pada simulasi
CFD awal inilah yang nantinya digunakan untuk variasi projek akhir
untuk melihat perubahan yang terjadi. Selain itu juga dari simulasi awal
ini bisa dijadikan landasan bagaimana aliran yang terjadi didalam
ejektor PLTP unti IV. area Kamojang

41
Tabel 3.7 Validasi data
Actual CFD
Conditions Simulation
mass flow inlet
nozzle (kg/s) 1,315 1,336
mass flow inlet
suction (kg/s) 0,6637 0,6637
Inlet static pressure
(Pa) 1.085.675,1 1.083.485,5
Suction static
pressure (Pa) -0,69 -0,6876
Outlet static
pressure (Pa) - -0,475

3.5 Variasi Projek Akhir


Variasi dilakukan pada projek akhir kali ini bertujuan untuk
melihat apakah terjadi peningkatan perfromansi dari ejektor yang
ditunjukkan dengan semakin menurunnya tekanan pada bagian suction.
Variabel yang dirubah yaitu tekanan uap penarik maupun panjang
extension nozzle. Pada variasi tekanan inlet sesuai pada Tabel 3.8.
dimana ditentukan tekanan dibawah kondisi operasi maupun diatasnya.
Pemodelan aliran dan metode penyelesaiannya juga sama dengan saat
simulasi awal kondisi operasi. Perbedaannya terletak pada kondisi batas
tekanan inlet ejektor. Namun sebelumnya juga tekanan harus
dikonverikan ke tekanan kompresibel alirannya terlebih dahulu
menggunakan persamaan 2.26 dan 2.27
. Tabel 3.8 Variasi tekanan inlet
Variasi Tekanan inlet Tekanan total inlet
Variasi tekanan 1
85000 Pa 850237,973 Pa
Kondisi operasional 1050000 Pa 1087577 Pa
Variasi tekanan 2
1150000 Pa 1150321,964
Variasi tekanan 3
1300000 Pa 1300363,959 Pa
Sedangkan variasi pada extension nozzle ejektor dilakukan
memperpanjangnya sesuai dengan Tabel 3.9. Posisi extension dapat
dilihat pada Gambar 3.6 dimana extension merupakan penghubung

42
antara nozzle dengan bagian inlet ejektor. Perubahan extension
menyebabkan posisi outlet dari nozzle (NXP) juga berubah. Semakin
panjang extension maka posisi outlet nozzle akan semakin mendekati
mixing chamber. Dalam jurnal [10] bahwa perubahan NXP juga dapat
mempengaruhi kevakuman ejektor.
Tabel 3.9 Variasi extension ejektor
Variasi Panjang extension
Variasi extension 1 76,2 mm (3)
Kondisi operasional 152,4 mm (6)
Variasi extension 2 228,6 mm (9)
Variasi extension 3 304,8 mm (12)

Gambar 3.7 Posisi extension pada ejektor

Gambar 3.8 Posisi outlet nozzle

43
-Halaman ini sengaja dikosongkan-

44
BAB IV
Pembahasan dan Analisa
Pada bab ini akan membahas tentang hasil simulasi CFD pada
ejektor dengan data operasional yang pada bab sebelumnya telah
dijelaskan. Hasil simulasi akan ditampilkan dalam bentuk kontur,
streamline, grafik maupun tabel sehingga memudahkan dalam
pembacaan. Dengan adanya kontur dan streamline maka akan dapat juga
dilihat fenomena yang terjadi didalam ejektor saat ejektor beroperasi.
4.1 Kondisi Operasional
Setelah dilakukan proses simulasi dengan pemodelan dan metode
penyelesaian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya didapatkan
simulasi telah mampu mendapatkan properti-properti yang dibutuhkan
pada sisi inlet, suction, maupun outlet seperti pada Tabel 4.1. Pemodelan
dan pengaturan pada proses iterasi dimaksudkan agar nilai-nilai properti
yang dibutuhkan memiliki error yang kecil terhadap data pembanding
yaitu data operasional. Untuk laju massa NCG pada bagian suction tidak
didapatkan nilai error disebabkan saat pengaturan kondisi batas pada
fluent, pada sisi suction digunakan kondisi batas mass flow inlet
sehingga nilainya akan selalu sama. Penggunaan kondisi batas pressure
inlet pada sisi suction ejektor tidak dapat dilakukan karena akan
menyebabkan aliran water-vapour maupun NCG akan keluar pada sisi
tersebut sehingga tidak direkomendasikan. Sehingga perlu dilakukan
pendekatan melalui laju massa NCG. Kemudian agar pada sisi suction
memiliki tekanan vakum -69000 Pa diperlukan tekanan outlet yang
sesuai.
Didapatkan bahwa tekanan outlet ejektor -47970 Pa agar tekanan
pada bagian sisi suction mencapai -69000 Pa. Saat tekanan pada sisi
outlet lebih besar dari -47970 Pa maka tekanan pada sisi suction akan
lebih besar pula. Artinya kevakuman ejektor akan berkurang. Menjaga
tekanan outlet konstan akan membuat aliran dari water-vapour atau uap
penarik tetap mengalir pada sisi outlet dan tidak terjadi backflow ke
bagian suction yang memiliki takanan lebih rendah. Pada kondisi
sebenarnya di PLTP menjaga tekanan outlet ejektor dapat dengan cara
menjaga tekanan interkondensor yang terpasang tepat pada sisi outlet
ejektor. Fungsi dari interkondensor sendiri yaitu digunakan menurunkan
temperatur uap panas bumi penarik bahkan mengubah fasanya
seluruhnya menjadi air. Sehingga dapat dikatakan juga bahwa menjaga

45
tekanan outlet ejektor pada bagian interkondensor dapat juga untuk
menjaga performansi dari ejektor
Tabel 4.1 Perbandingan data
Simulasi
Data lapangan Error %
CFD
mass flow inlet 0,015954
1,315260884 1.3362441
nozzle (kg/s)
mass flow inlet
0,663774421 0,66377 -
suction (kg/s)
tekanan statik inlet
1085675,152 1083290,3 0,2
(Pa)
tekanan statik
-69000 -69108,445 0,1
suction (Pa)
tekanan static
- -47970 -
outlet (Pa)

Aliran uap panas bumi akan diubah energi tekanannya menjadi


kecepatan dengan cara mengalirkan uap panas bumi tersebut ke naval
nozzle ejektor. Saat memasuki nozzle aliran water-vapour akan
meningkat kecepatannya hingga mencapai supersonic. Efek
kompresibilitas terlihat bahwa saat aliran mencapai difuser nozzle aliran
makin meningkat kecepatannya bahkan hingga keluar dari sisi outlet
nozzle. Terlihat pada Gambar 4.1 semburan aliran water vapor mencapai
supersonic setelah melewati nozzle ejektor. Disepanjang sisi difuser
nozzle aliran water-vapor semakin meningkat bahkan hingga keluar
pada outlet ejektor pada jarak tertentu. Kecepatan semburan yang tinggi
mengakibatkan tekanan disektarnya khususnya di mulut mixing chamber
menjadi sangat rendah. Inilah yang disebut sebagai efek venturi.
Tekanan pada bagian tersebut akan sangat rendah bahkan lebih rendah
dari bagian suction sehingga perbedaan tekanan antara sisi suction
dengan bagian mixing chamber.
Perbedaan ini akan mengebabkan efek terekstraksinya NCG pada
bagian suction untuk tertarik kedalam ejektor. Selain itu tekanan
disekitar nozzle atau body ejektor juga ikut menjadi rendah. NCG akan
terakumulasi disekitaran nozzle dan akirnya akan tertarik masuk ke
dalam mixing chamber yang terlihat pada Gambar 4.2 NCG masuk
melalui suction kemudian aliran berbelok arah menuju mixing chamber
yang ditunjukkan dengan garis streamline biru. Beberapa saat NCG dan

46
water-vapour bercampur di mixing chamber. Aliran NCG sempat
berbalik arah (reverse flow). Ini menyebabkan bagian tersebut
mengalami peningkatan tekanan yang signifikan terlihat dari kontur
warna yang berbubah menjadi merah. Aliran balik pada NCG
menyebabkan menghambatnya aliran water-vapour sehingga kecepatan
dari semburan water-vapour pun turun.

Gambar 4.1 Semburan Outlet Nozzle

Gambar 4.2 Streamlin NCG

Kemudian kontur tekanan pada bagian throat hingga outlet masih


mengalami perubahan namun tidak terlalu besar. Perbedaan luas
penampang pada bagian throat dan outlet menyebabkan kecepatan dari

47
aliran campuran water-vapour dan NCG beubah pula sehingga tekanan
yang dihasilkan berubah juga. Dapat dilihat pada Gambar 4.3. Kontur
tekanan masih berubah hingga pada sisi outlet. Fenomena yang terjadi
didalam ejektor memiliki tren yang sama saat disimulasikan secara 2D.

Gambar 4.3 Kontur tekanan didalam ejektor

Gambar 4.4 Perbedaan simulasi 2D dan 3D

48
Menurut Jurnal [10] bahwa distribusi tekanan pada bagian mixing
chamber, throat, hingga outlet akan mengalami peningkatan. Dapat
dilihat pada Gambar 4.4. Perbedaan yang mendasar yaitu dalam jurnal
tersebut NCG diinisialisasikan sejajar pada sumbu z atau searah dengan
aliran dari water-vapour. Sehingga pada aliran tersebut tidak terjadi
aliran balik pada NCG. Pada kasus projek akhir kali ini NCG berada
tegak lurus dengan arah aliran water-vapour sehingga aliran NCG harus
dipaksa berbelok ke mixing chamber. Momentum yang dihasilkan belum
berkurang sehingga NCG mengalami aliran balik dan menyebabkan
tekanan aliran campuran water-vapour mengalami peningkatan.
4.2 Variasi Tekanan Inlet
Setelah didapatkan pemodelan dan metode yang tepat untuk
kondisi operasional yang ada maka dilakukan variasi terhadap tekanan
inlet sesuai dengan tabel 3.8. Tekanan yang diambil yaitu saat tekanan
inlet ejektor atau tekanan uap penarik berkurang dan saat tekanan uap
penarik melebihi kondisi operasionalnya. Dapat dilihat pada Gambar 4.5
didapatkan saat tekanan inlet diperbesar maka kevakuman pada ejektor
semakin besar artinya tekanan didalam ejektor semakin menurun.
Kemudian saat tekanan inlet 8,5 bar atau berada dibawah tekanan
operasi maka tekanan ejektor akan meningkat hingga -63028,648 Pa.

Tekanan Vacuum Ejektor


-47000
8 9 10 11 12 13 14
Kevakuman Ejektor (Pa)

-52000

-57000

-62000 10,5;
-67000 8,5; -69108,25
13;
-63028,648
-72000 11,5; -73850,318
-70522,008
-77000
Tekanan Inlet (bar)

Gambar 4.5 Kevakuman Ejektor

49
Tekanan tersebut terlalu tinggi dari tekanan operasional yaitu -
69000 Pa sehingga penggunaan tekanan inlet tersebut sangat tidak
dianjurkan untuk dioperasikan. Saat tekanan inletnya diperbesar menjadi
11,5 bar maka kevakuman ejektor mencapai -70522,008 Pa sehingga
lebih rendah dari kondisi operasional. Bahkan kevakuman semakin
ejektor semakin membesar saat tekanan inlet menjadi 13 bar. Ini
menyebabkan akan semakin banyak NCG yang terekstrak keluar dari
kondensor bila kevakuman ejektor meningkat. Pada dasarnya aliran akan
mengalir menuju ketekanan lebih rendah. Namun dengan catatan kondisi
outlet harus dijaga konstan pada tekanan -47970. Sebab jika tekanan
outlet ejektor meningkat maka kevakuman ejektor akan berkurang.
Dapat dikatakan bahwa salah satu cara agar NCG semakin banyak
terekstrak dari kondensor menuju GRS yaitu dengan meningkatkan
tekanan pada sisi inlet ejektor. Sehingga kevakuman ejektor dapat
meningkat.

Laju Massa Water-Vapour


2.00000

1.80000
Mass Flow (kg/s)

1.60000 10.5, 13, 1.53525


1.33603
1.40000
11.5,
1.20000 1.39534
8.5, 1.10648
1.00000
8 9 10 11 12 13 14
Pressure Inlet (bar)

Gambar 4.6 Garfik laju massa pada sisi inlet

Saat tekanan inlet diperbesar maka didapatkan bahwa laju massa


dari water-vapour juga semakin membesar. Terlihat pada Gambar 4.6.
untuk mendapatkan tekanan inlet yang semakin besar diperlukan laju
massa yang lebih besar pula. Namun ini murni efek dari kompresibilitas
fluida yang diinisialisaikan sebab perubahan tekanan menyebabkan laju
massa berbubah. Pada kondisi sebenarnya perubahan laju massa tidak
terlalu berdampak pada tekanan. Jika dilihat pada kasus turbin laju

50
massanya mencapai 3,5 kg/s namun pada GRS laju massanya hanya 1,2
kg/s dimana keduanya memiliki tekanan yang sama di 10,5 bar.
Penggunaan kompresibilitas pada water-vapour digunakan untuk
mendapatkan nilai properti laju massa yang sama dengan kondisi
operasional sehingga diperlukan pendekatan tersebut.

Gambar 4.7 Grafik distribusi tekanan pada outlet nozzle

Meskipun merupakan tekanan variasi terendah 8,5 bar, tekanan


pada semburan outlet ejektor memiliki tekanan yang paling rendah
dibanding kan semburan outlet ejektor pada variasi tekanan lain. Namun
pada tekanan tersebut terjadi osilasi tekanan paling besar dibanding yang
lainnya. Semakin besar tekanan inlet maka osilasi semakin kecil artinya
tidak terjadi shock tekanan. Ini disebabkan oleh semakin besarnya
tekanan inlet maka momentum semburan semakin besar pula sehingga
semburan pada sisi outlet nozzle semakin panjang. Terlihat pada gambar
4.8 . Akibat dari momentum semburan, reverse flow yang dihasilkan
aliran balik NCG juga semakin menjauhi mulut dari mixing chamber.
sehingga peningkatan atau shock aliran semakin menjauh dari mulut
mixing chamber.

51
Gamabar 4.8 Semburan keluaran nozzle.

4.3 Variasi Extension Nozzle


Variasi panjang extension dari nozzle menyebabkan letak dari
outlet nozzle juga akan berubah. Posisi letak outlet nozzle ini juga
sangat mempengaruhi tingkat kevakuman dari ejektor. Terlihat pada
Gambar 4.9 posisi letak outlet nozzle juga mempengaruhi tekanan
vakum dari ejektor. Pada Variasi ke 2 dimana dengan panjang extension
9 menyebabkan posisi outlet ejektor berada tepat di mulut mixing
chamber. Pada posisi tersebut memiliki tekanan vakum tertinggi hingga
mencapai -649495,742 Pa daripada variasi yang lainnya. Pada Variasi ke
3 dengan panjang extension 12 dengan letak posisi outlet nozzle
berapada didalam mixing chamber juga menyebabkan kevakuman
ejektor juga meningkat hingga -69422,039 namun bukan yang optimal.
Sehingga penempatan outlet ejektor yang tepat dapat menyebabkan
kevakuman ejektor bertambah. Jika penggunaan extension yang kurang
tepat malah akan menyebabkan penurunan performansi dari ejektor
sendiri. Penggunaan extension 9 dapat dijadikan pertimbangan saat
kandungan NCG dalam uap panas bumi meningkat sehingga jumlahnya
akan semakin banyak saat terakumulasi didalam kondensor utama.

52
Tekanan Vakum
-68800
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
-68900
Variasi 1;
-69000 -68839,719
Aktual;
Tekanan (Pa)

-69100
-69108,445
-69200

-69300

-69400 Variasi 3;
Variasi 2; -69422,039
-69500
-69495,742
-69600
Axis Title

Gambar 4.9 Grafik tekanan vakum ejektor saat divariasikan panjang extensionnya

Sedangkan distribusi tekanan pada outlet ejektor hingga hingga


pada mixing chamber tidak jauh berbeda disebabkan penggunaan
tekanan inlet yang sama dengan kondisi operasional yatiu 10,5 bar.
Terlihat pada Gambar 4.10. Perbedaannya hanya grafik yang bergeser
semakin ke sisi mixing chamber di sebabkan posisi outlet nozzle yang
juga dibuat semakin menuju mixing chamber. Fenomenanya juga tidak
jauh berbeda dengan konsisi operasionalnya. Seperti semburan uap
panas bumi keluaran nozzle. Dan distribusi tekanan pada bagian throat
hingga sisi outlet ejektor juga akan sama.
Sedangkan aliran streamline NCG terlihat pada Gambar 4.11.
NCG terekstrak masuk melalui suction ejektor kemudian aliran berbelok
menuju outlet nozzle ejektor. Terlihat juga pada variasi ke 3 aliran NCG
langsung menuju ke outlet nozzle sedangkan pada variasi yang lain
aliran NCG harus dipaksa untuk menabrak dinding ejektor begitu juga
pada kondisi operasional. Pada variasi ke 3 aliran dari NCG langsung
menuju ke mixing chamber tanpa harus terakumulasi terlebih dahulu
pada bagian body ejektor. Inilah yang menyebabkan kevakuman ejektor
pada variasi lain dan kondisi operasionalnya memiliki tekanan yang
lebih rendah

53
Distribusi Tekanan
-27000
0.3 0.5 0.7 0.9 1.1 1.3
-37000

-47000
Tekanan (Pa)

Variasi 1
-57000 Variasi 2
Variasi 3
-67000
Aktual

-77000

-87000
z-axis (m)

Gambar 4.10 Distribusi tekanan pada mixing chamner

Gambar 4.11 Streamline aliran NCG

Selain itu pada variasi ke 2 dengan outlet ejektor berada dimulut


mixing chamber menyebabkan semburan aliran uap penarik
menyebabkan tekanan pada mixing chamber menurun dengan volume
ruang yang lebih kecil. Begitu juga pada variasi ke 3 namun yang

54
membedakan yaitu letak posisi outlet ejektor yang lebih jauh dari mulut
mixing chamber sehingga tekanan vakum pada mulut mixing chamber
tidak terlalu rendah dari variasi ke 3. Sedangkan pada variasi pertama
semburan aliran uap penarik tidak begitu mampu menurunkan tekanan
vakum ejektor dengan volume ruang disekitarnya yang lebih besar
sehingga memiliki tekanan vakum yang lebih tinggi dari variasi lainnya
maupun kondisi operasionalnya
Kemudian saat dicari nilai laju massa uap penarik ternyata
didapatkan nilainya berbeda-bedadi tiap variasinya terlihat pada Gambar
4.12. Nilainya semakin menurun meskipun relatif kecil sekali
perubahannya sehingga dapat dikatakan tidak berubah. Sebab nilai yang
kecil tersebut tetap sulit untuk diukur saat kondisi sebenarnya. Namun
jika dibandingkan dengan kondisi operasioanalnya, variasi yang ke 3
membutuhkan uap panas yang lebih rendah sehingga dapat dikatakan
lebih hemat penggunaan uap panas buminya.

Laju Massa uap Penarik pada Variasi extension


1.35
Laju massa Uap Penarik (Kg/s)

1.34
Variasi 1, Aktual; Variasi 2, Variasi 3,
1.3365024 1,33620 1.335767 1.334543
1.33

1.32

1.31

1.3
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
Axis Title

Gambar 4.12 Grafik laju massa variasi extension

55
-Halaman ini sengaja dikosongkan-

56
BAB IV
Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini akan membahas tentang hasil simulasi CFD pada
ejektor dengan data operasional yang pada bab sebelumnya telah
dijelaskan begitu juga hasil variasi pada tekanan inlet maupun extension
terhadap performansi ejektor. Hasil simulasi akan disimpulkan sehingga
dapat dijadikan landasan pada operasional ejektor pada Gas Removal
System.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan analisa pada bab sebelumnya
didapatkan kesimpulan tentang performansi Steam Jet Ejector pada Gas
Removal System PLTP unit IV. Kamojang saat disimulasikan
menggunakan CFD yaitu sebagai berikut:
Tekanan outlet ejektor juga merupakan salah satu yang
mempengaruhi kevakuman ejektor dimana semakin besar
tekanan outlet ejektor maka tekanan vakum ejektor semakin
besar juga
Untuk menjaga tekanan vakum pada sisi suction ejektor di -
69000 Pa maka tekanan minimum outlet ejektor yaitu -47970 Pa
Shock aliran campuran terjadi lebih awal pada mixing chamber
diakibatkan pada bagian tersebut terjadi reverse flow pada aliran
NCG
Peningkatan tekanan uap penarik menyebabkan tekanan vakum
ejektor semakin meningkat bahkan hingga tekanan inlet 13 barg
Perubahan tekanan uap penarik dapat dilakukan dengan
memperbesar laju massa dari uap penarik
Semakin bertambahnya extension menyebabkan posisi outlet
nozzle mendekati mixing chamber sehingga kevakuman ejektor
juga berubah. Kevakuman optimum ejektor didapatkan pada saat
extension 6 dengan posisi outlet nozzle berada di mulut mixing
chamber

57
5.2 Saran
Untuk pengembangan yang lebih baik diperlukan agar saran-
saran tentang projek akhir ini agar kedepannya bisa lebih baik kembali.
Penggunaan extension noozle ejektor hingga 9 dan tekanan inlet
hingga 13 bar pada saat kandungan NCG di uap panas bumi
meningkat
Pemodelan ulang pada nozzle untuk melihat efek kompressibel
pada uap penarik sehingga didapatkan kevakuman yang lenih
pada ejektor
Peningkatan pemodelan dan kondisi batas yang tepat agar hasil
simulasi dapat mendekati kondisi operasionalnya seperti pressure
inlet pada sisi suction.
Dilakukan simulasi pula pada ejektor dengan kapasitas hisap
35% dan 25% duty
Menambahkan simulasi CFD pada Liquid Ring Vacuum Pump
sebagai tambahan komponen utama pada GRS sehingga dapat
dilakukan analisa secara lebih besar menyeluruh pada sistem.

58
DAFTAR PUSTAKA

[1.] Ansys, Inc. 2009. FLUENT 12.0 Theory Guide.


[2.] COMMISSIONING REPORTS-V5, 2008.
[3.] Fauzi Soelaiman, a. dkk. 2010. Pelaksanaan Evaluasi
Performansi Peralatan PLTP Kamojang Unit IV. Bandung,
Indonesia. PT. Gada Energi.
[4.] Hall, N. R. 1996. Gas extraction system in M.G. Dunstall (eds.)
Geothermal Utilisation Engineering Lecture Notes. New Zealand.
Geothermal Institute, The University of Auckland.
[5.] Heat Exchange Institute. 2000. Standards For Steam Jet Vacuum
Systems Fifth edition. Ohio: Heat Exchange Institute.
[6.] Installation, Operation & Maintenance Manual Nash Model
3/018-2-0BP Geothermal Gas Removal System Kamojang
Geothermal Power Plant
[7.] KMJ-20-X2-ES-001-S Rev 3_Specification for Gas Removal,
2007.
[8.] P&Id REV 4 ASBUILT, 2007.
[9.] P.H.H. Siregar. 2004. Optimization of electrical power
production process for the Sibayak Geothermal Field, Indonesia.
Reykjavik, Iceland. Report of the United Nations University
Geothermal Training Programme.
[10.] Safarudin Dian, Prabowo. 2011. Simulasi Cfd Pada Variasi
Tekanan Inlet Nozzle Ejector Terhadap Tingkat Ke-Vacuum-An
Steam Ejector Di Unit Pembangkitan Listrik Tenaga Panas Bumi.
Surabaya, Indonesia. Institut Teknonogi Sepuluh Nopember.
[11.] W. Fox, Robert. dkk. 2010. Introduction to Fluid Mechanics 7th
Edition SI Version. John Willey & Sons, Inc.

59
LAMPIRAN

61

Anda mungkin juga menyukai