Anda di halaman 1dari 71

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI APOTEK MITRASANA KELAPA GADING
JL. BOULEVARD GADING TIMUR KAV 6 KOMP SPBU 34
KELAPA GADING, JAKARTA UTARA
PERIODE 1 APRIL 4 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

WISNU AJENG RAKHMANINGTYAS, S.Farm


1106153574

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI APOTEK MITRASANA KELAPA GADING
JL. BOULEVARD GADING TIMUR KAV 6 KOMP SPBU 34
KELAPA GADING, JAKARTA UTARA

PERIODE 1 APRIL 4 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

WISNU AJENG RAKHMANINGTYAS, S.Farm


1106153574

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013

ii Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh :


Nama : Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas
NPM : 1106153574
Program Studi : Farmasi
Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek
Mitrasana Kelapa Gading Periode 1 April- 4 Mei 2013

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada
Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia

iii Universitas Indonesia


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan ini. Penulisan laporan ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Ibu Selvyana C. Palit, S.Si., Apt., selaku manager operasional PT. Millenia Dharma
Insani dan pembimbing PKPA yang telah membimbing dan memberikan bantuan
kepada penulis selama PKPA berlangsung.
(2) Bapak Dr. Harmita, Apt, selaku pembimbing dan ketua Program Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan arahan dan bimbingan pada
penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA di Apotek Mitrasana
Kelapa Gading
(3) Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS., sebagai Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia
(4) Bapak Sie Djohan selaku Director of Corporate Business Development &
Management System PT. Kalbe Farma, Tbk. yang telah bersedia memberikan
kesempatan untuk melaksanakan praktek kerja profesi apoteker di apotek Mitrasana.
(5) Seluruh staf PT Millenia Dharma Insani dan outlet Mitrasana Kelapa Gading atas
segala ilmu pengetahuan, bantuan dan masukan selama ini
(6) Keluarga tercinta, Papa, Mama, Mas Agung dan Mutia atas kesabaran, kasih sayang,
dukungan material dan moral, perhatian dan doanya yang luar biasa untuk
menyelesaikan pendidikan di farmasi dengan sebaik mungkin
(7) Rekan-rekan mahasiswa apoteker angkatan 76 yang telah berjuang bersama dalam
menyelesaikan studi di program profesi apoteker di Universitas Indonesia
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat
bagi semua yang memerlukannya.

Penulis
2013

iv Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas


NPM : 1106153574
Program Studi : Apoteker
Fakultas : Farmasi
Jenis karya : Karya Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan


kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Mitrasana Kelapa Gading Periode 1
April- 4 Mei 2013

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 15 Juni 2013

v Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii


HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... viii

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3


2.1 Definisi Apotek ..................................................................................... 3
2.2 Landasan Hukum Apotek....................................................................... 3
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek....................................................................... 4
2.4 Tata Cara Pendirian Apotek ................................................................... 4
2.5 Tenaga Kerja Apotek ............................................................................. 7
2.6 Tata Cara Perizinan Apotek ................................................................... 8
2.7 Pengelolaan Apotek ............................................................................... 9
2.8 Pelayanan Apotek ................................................................................ 13
2.9 Penggolongan Obat .............................................................................. 18
2.10 Pengelolaan Obat Non Narkotika-Psikotropika .................................... 22
2.11 Pengelolaan Narkotika ......................................................................... 22
2.12 Pengelolaan Psikotropika ..................................................................... 25
2.13 Pelanggaran Apotek ............................................................................. 26
2.14 Pencabutan Surat Izin Apotek .............................................................. 27

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS .......................................................................... 30


3.1 Waktu dan tempat pelaksanaan ............................................................ 30
3.2 PT. Kalbe Farma, Tbk. ......................................................................... 30
3.3 PT. Millenia Dharma Insani ................................................................. 33
3.4 Mitrasana Apotek Healthmart Laboratorium Dokter ................... 35

BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................... 39


4.1 Merchandising ..................................................................................... 39
4.2 Logistik ............................................................................................... 40
4.3 Lingkungan apotek .............................................................................. 40
4.4 Pengadaan Barang di Apotek ............................................................... 41
4.5 Tata letak produk ................................................................................. 43
vi Universitas Indonesia
4.6 Administrasi apotek ............................................................................. 44
4.7 Layanan NHD (Nutritional Home Delivery) ......................................... 45

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 46


5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 46
5.2 Saran ................................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 47

vii Universitas Indonesia


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi Perseroan .............................................................. 49


Lampiran 2. Struktur Organisasi Grup Kalbe ........................................................... 50
Lampiran 3. Struktur Organisasi PT. Millenia Dharma Insani .................................... 51

viii Universitas Indonesia


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan masyarakat adalah salah satu modal pokok dalam rangka
pertumbuhan dan kehidupan bangsa serta berperan penting dalam pembangunan
nasional. Kesehatan merupakan suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual dan sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara optimal, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan
penyakit, dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu, terintegrasi
dan berkesinambungan. Untuk mencapai tujuan kesehatan tersebut, diperlukan
pemanfaatan sumber daya kesehatan yang optimal, satu diantaranya adalah sarana
kesehatan, yaitu tempat diselenggarakannya upaya kesehatan tersebut
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009b).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002, apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukannya
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan
lainnya kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian di Apotek tidak hanya
meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran
obat, tetapi juga termasuk pengendalian mutu dan pengamanan sediaan farmasi,
penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat hingga pemberian pelayanan
informasi obat kepada masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2002).
Apoteker merupakan orang yang bertanggung jawab penuh terhadap seluruh
kegiatan yang berlangsung di apotek. Seorang apoteker diharapkan mampu
menguasai segala kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan teknis farmasi
dan non teknis farmasi, yang meliputi kegiatan perencanaan persediaan,
pelayanan, pemberian informasi mengenai obat yang diberikan dan segala macam
kegiatan administrasi yang dilakukan di apotek (Hartono, 1998). Oleh karena itu,
seorang apoteker harus mempunyai kemampuan manajemen untuk pengelolaan
1 Universitas Indonesia
2

apotek yang dikelolanya sehingga dapat mendapatkan keuntungan bagi apotek


tersebut. Selain itu, apoteker juga harus memiliki keterampilan berkomunikasi
dalam menyampaikan informasi obat kepada pelanggan tentang dosis, cara
pemakaian, waktu penggunaan, dan lainnya.
Mengingat pentingnya peran seorang apoteker dalam penyelenggaraan
kegiatan kefarmasian di apotek, maka calon apoteker perlu dibekali pengetahuan
dan pemahaman dalam penerapan peran profesinya di apotek. Dengan demikian,
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia telah bekerja
sama dengan Apotek Mitrasana dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) yang berlangsung selama 6 minggu. PKPA tersebut
dilaksanakan pada periode 1 April 4 Mei 2013. Dengan adanya latihan praktek
kerja profesi apoteker ini, diharapkan calon apoteker dapat memahami serta
menghayati peran dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek, selain itu juga
dapat menambah pengetahuan serta meningkatkan keterampilan dalam pekerjaan
kefarmasiannya.

1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Mitrasana yang
diselenggarakan oleh Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bertujuan untuk:
1.2.1 Memahami tugas dan fungsi apoteker pengelola apotek (APA) di apotek.
1.2.2 Memahami kegiatan di apotek baik secara teknis kefarmasian maupun non
teknis kefarmasian.

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Apotek


Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian dalam ketentuan umum, dijelaskan bahwa apotek
adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
apoteker (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009b). Sementara
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu
tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2002).
Pekerjaan Kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 51 tahun 2009 adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan
farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
Dalam pengelolaannya, apotek harus dikelola oleh Apoteker, yang telah
mengucapkan sumpah jabatan dan telah memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) dari
Dinas Kesehatan setempat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009b).
2.2 Landasan Hukum Apotek
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang
diatur dalam:
1. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
3. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
4. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

3 Universitas Indonesia
4

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun 1980 tentang


Perubahan atas PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotek
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
695/MENKES/PER/2007 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri
Kesehatan No. 184/MENKES/PER/II/1995 tahun tentang penyempurnaan
pelaksanaan masa bakti dan izin kerja apoteker.
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotek.
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi
apotek adalah:
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang
diperlukan masyarakat secara luas dan merata.
2.4 Tata Cara Pendirian Apotek
Apotek agar dapat melakukan pelayanan kefarmasian harus memiliki izin
yang berupa Surat Izin Apotek (SIA). Pengertian SIA adalah surat yang diberikan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang
bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan
pelayanan apotek di suatu tempat tertentu (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2002).

Universitas Indonesia
5

Untuk mengajukan permohonan izin pendirian apotek perlu dipenuhi dua


macam persyaratan, yaitu persyaratan APA dan persyaratan apotek. Persyaratan
APA (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011) adalah sebagai berikut:
a. Ijazahnya telah terdaftar di Kementerian Kesehatan.
b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai seorang apoteker.
c. Memiliki Surat Izin Kerja (SIK).
d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan
tugasnya sebagai seorang apoteker.
e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi
APA di apotek lain.
Dengan adanya peraturan yang baru, persyaratan APA tidak lagi
menggunakan SIK tetapi untuk menjadi APA harus memiliki STRA (Surat Tanda
Registrasi Apoteker) dan SIPA (Surat Izin Praktek Apoteker). Apabila APA
berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, maka ia dapat menunjuk
Apoteker Pendamping, dan apabila APA dan Apoteker Pendamping berhalangan
melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukkan
tersebut harus dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota setempat dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA
berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terusmenerus, SIA
atas nama apoteker yang bersangkutan dapat dicabut (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2002).
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotek menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993 adalah
sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993b):
a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker, atau apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan
tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi, dan perbekalan farmasi
lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan
farmasi.
Universitas Indonesia
6

Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah


apotek adalah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004):
a. Lokasi dan Tempat
Lokasi usaha apotek pada umumnya adalah mudah diakses oleh masyarakat,
dan lingkungannya aman. Hal lain yang perlu dipertimbangkan terkait dengan
letak apotek adalah ada atau tidaknya apotek lain, kemudahan untuk memarkir
kendaraan, jumlah penduduk, jumlah pelayanan kesehatan di sekitar apotek, dan
keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat.
b. Bangunan
Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat
menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu
perbekalan farmasi. Apotek harus mempunyai papan nama yang terbuat dari
bahan yang memadai dan memuat nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek
(APA), nomor SIA, dan alamat apotek. Luas bangunan apotek tidak
dipermasalahkan, bangunan apotek terdiri dari ruang tunggu, ruang administrasi,
ruang peracikan, ruang penyimpanan obat, dan toilet. Bangunan apotek harus
dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang
cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, ventilasi, dan sistem
sanitasi yang baik.
c. Perlengkapan Apotek
Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk
melaksanakan pengelolaan apotek. Perlengkapan yang harus tersedia di apotek
adalah:
1. Alat pembuatan, pengolahan, dan peracikan, seperti timbangan, mortar, dan
gelas ukur.
2. Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari obat
dan lemari pendingin.
3. Wadah pengemas dan pembungkus seperti plastik pengemas dan kertas
perkamen.
4. Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropik, dan bahan beracun.
5. Alat administrasi seperti blanko pesanan obat, faktur, kuitansi, kartu stok, dan
salinan resep.
Universitas Indonesia
7

6. Buku standar yang diwajibkan antara lain Farmakope Indonesia edisi terbaru.
2.5 Tenaga Kerja Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.889/MENKES/PER/V/2011, tenaga kefarmasian adalah tenaga yang
melakukan pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker
dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Tenaga teknis kefarmasian
adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalankan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi, dan Tenaga menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Setiap tenaga
kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda
registrasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta
keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk
melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian,
Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga teknis
kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009b). Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/2002
terdapat beberapa definisi diantaranya:
a. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah memiliki Surat
Izin Apotek.
b. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping
APA dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
c. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker
yang berada di bawah pengawasan apoteker.
Selain itu, terdapat tenaga lainnya yang dapat mendukung kegiatan di
apotek yaitu (Umar, 2011):
a. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker.
b. Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan, dan
pengeluaran uang.

Universitas Indonesia
8

c. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek


dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan, dan keuangan
apotek.
2.6 Tata Cara Perizinan Apotek
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek adalah sebagai berikut:
a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir APT-1.
b. Dengan menggunakan formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk
melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apoteker melakukan kegiatan.
c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat
dengan menggunakan formulir APT-3.
d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud di dalam butir (b) dan (c), jika
tidak dilaksanakan maka apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan
siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan
menggunakan formulir APT-4.
e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud butir (c) atau pernyataan butir (d) Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek
dengan menggunakan formulir APT-5.
f. Dalam hal hasil pemeriksaan tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM sebagaimana dimaksud pada butir (c) jika masih belum
memenuhi syarat, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam
waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan surat penundaan dengan
menggunakan formulir APT-6.
Universitas Indonesia
9

g. Terhadap surat penundaan sebagaimana dimaksud dalam butir (f), apoteker


diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat
penundaan.
h. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana
dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara apoteker dan
pemilik sarana.
i. Pemilik sarana yang dimaksud tersebut harus memenuhi persyaratan tidak
pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan.
j. Terhadap permohonan izin apotek dan APA atau lokasi tidak sesuai dengan
pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka
waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan
disertai dengan alasannya dengan menggunakan formulir APT-7.
2.7 Pengelolaan Apotek
Seluruh kegiatan apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan
apotek disebut pengelolaan apotek. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/2002 pengelolaan apotek dapat dibagi
menjadi dua, yaitu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002) :
a. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, penyerahan obat atau bahan
obat, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan
farmasi lainnya. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang
meliputi pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya
yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya maupun kepada
masyarakat serta pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan,
bahaya, dan/atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya
b. Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi,
keuangan, personalia, pelayanan komoditas selain perbekalan farmasi dan
bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek.
Secara garis besar pengelolaan apotek dapat dijabarkan sebagai berikut:

Universitas Indonesia
10

2.7.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi


2.7.1.1 Perencanaan
Kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga dengan tujuan
mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta
menghindari kekosongan obat merupakan kegiatan perencanaan. Dalam
perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obat dan alat kesehatan perlu
dilakukan pengumpulan data obat-obat yang akan dipesan. Data obat-obat tersebut
biasanya ditulis dalam buku defekta yaitu jika barang habis atau persediaan
menipis berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada bulan-bulan sebelumnya.
Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan APA di dalam melaksanakan
perencanaan pemesanan barang, yaitu memilih Pedagang Besar Farmasi (PBF)
yang memberikan keuntungan dari segala segi, misalnya harga yang ditawarkan
murah, ketepatan waktu pengiriman, diskon dan bonus yang diberikan besar,
jangka waktu kredit yang cukup, serta kemudahan dalam pengembalian obat-obat
yang hampir kadaluwarsa. Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Apotek, maka dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu
memperhatikan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) :
a. Pola penyakit, maksudnya adalah perlu memperhatikan dan mencermati pola
penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk penyakit tersebut.
b. Tingkat perekonomian masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi
daya beli terhadap obat-obat.
c. Budaya masyarakat dimana pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat,
bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obat
khususnya obat-obat tanpa resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat
yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan obat-
obat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut.
2.7.1.2 Pengadaan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
918/Menkes/Per/X/1993 tentang PBF, menyebutkan bahwa pabrik dapat
menyalurkan produksinya langsung ke PBF, apotek, toko obat, apotek rumah
Universitas Indonesia
11

sakit, dan sarana kesehatan lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,


1993a). Pengadaan barang di apotek meliputi pemesanan dan pembelian.
Pembelian barang dapat dilakukan secara langsung ke produsen atau melalui PBF.
Proses pengadaan barang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
a. Tahap persiapan, dilakukan dengan cara mengumpulkan data barang-barang
yang akan dipesan dari buku defekta.
b. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan (SP). SP minimal
dibuat 2 lembar (untuk pemasok dan arsip apotek) dan ditandatangani oleh
APA dengan mencantumkan nomor SIPA.
Pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara
antara lain (Anif, 2001):
a. Pembelian dalam jumlah terbatas yaitu pembelian dilakukan sesuai dengan
kebutuhan dalam waktu pendek, misalnya satu minggu. Pembelian ini
dilakukan bila modal terbatas dan PBF berada dalam jarak tidak jauh dari
apotek, misalnya satu kota dan selalu siap untuk segera mengirimkan obat
yang dipesan.
b. Pembelian berencana dimana metode ini erat hubungannya dengan
pengendalian persediaan barang. Pengawasan stok obat atau barang dagangan
penting sekali, untuk mengetahui obat yang fast moving atau slow moving, hal
ini dapat dilihat pada kartu stok. Selanjutnya, dilakukan perencanaan
pembelian sesuai dengan kebutuhan.
c. Pembelian secara spekulasi merupakan pembelian dilakukan dalam jumlah
yang lebih besar dari kebutuhan, dengan harapan akan ada kenaikan harga
dalam waktu dekat atau karena ada diskon atau bonus. Pola ini dilakukan pada
waktu-waktu tertentu jika diperkirakan akan terjadi peningkatan permintaan.
Meskipun apabila spekulasinya benar akan mendapat keuntungan besar,
tetapi cara ini mengandung resiko obat akan rusak atau kadaluwarsa.
2.7.1.3 Penyimpanan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004)
Tata cara penyimpanan obat sebaiknya digolongkan berdasarkan bentuk
sediaan, seperti sediaan padat dipisahkan dari sediaan cair atau setengah padat.
Hal tersebut dilakukan untuk menghindari zat-zat yang bersifat higroskopis.
Serum, vaksin dan obat-obat yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar
Universitas Indonesia
12

disimpan dalam lemari pendingin. Penyusunan obat dapat dilakukan secara


alfabetis untuk mempermudah dan mempercepat pengambilan obat saat
diperlukan. Pengeluaran barang di apotek sebaiknya menggunakan sistem FIFO
(First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), sehingga obat-obat yang
mempunyai waktu kadaluwarsa lebih singkat disimpan paling depan dan
memungkinkan diambil terlebih dahulu.
2.7.2 Pengelolaan Keuangan
Laporan keuangan yang biasa dibuat di apotek adalah (Umar, 2011):
2.7.2.1 Laporan Rugi-Laba
Laporan yang menyajikan informasi tentang pendapatan, biaya, laba atau
rugi yang diperoleh perusahaan selama periode tertentu dikenal sebagai laporan
rugi-laba. Laporan ini biasanya berisi hasil penjualan, HPP (Harga Pokok
Penjualan), laba kotor, biaya operasional, laba bersih usaha, laba bersih sebelum
pajak, laba bersih setelah pajak, pendapatan non usaha dan pajak.
2.7.2.2 Neraca
Laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada waktu
tertentu disebut neraca . Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah harta
yang dimiliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban yang disebut pasiva. atau
dengan kata lain aktiva adalah investasi di dalam perusahaan dan pasiva
merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk investasi tersebut. Oleh karena
itu, dapat dilihat dalam neraca bahwa jumlah aktiva akan sama besar dengan
pasiva. Aktiva dikelompokkan dalam aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar
berisi kas, surat-surat berharga, piutang dan persediaan. Aktiva tetap dapat berupa
gedung atau tanah, sedangkan pasiva dapat berupa hutang dan modal.
2.7.2.3 Laporan Utang-Piutang
Laporan utang adalah laporan yang berisi utang yang dimiliki apotek pada
periode tertentu dalam satu tahun, sedangkan laporan piutang berisikan piutang
yang ditimbulkan karena transaksi yang belum lunas dari pihak lain kepada pihak
apotek.
2.7.3 Administrasi
Administrasi yang biasa dilakukan apotek meliputi (Anif, 2001):

Universitas Indonesia
13

a. Administrasi umum meliputi membuat agenda atau mengarsipkan surat masuk


dan surat keluar, pembuatan laporan-laporan seperti laporan narkotika dan
psikotropika, pelayanan resep dengan harganya, dan laporan pendapatan.
b. Pembukuan meliputi pencatatan keluar dan masuknya uang disertai bukti-
bukti pengeluaran dan pemasukan.
c. Administrasi penjualan meliputi pencatatan pelayanan obat resep, obat bebas,
dan pembayaran secara tunai atau kredit.
d. Administrasi pergudangan meliputi pencatatan penerimaan barang, masing-
masing barang diberi kartu stok dan membuat defekta.
e. Administrasi pembelian meliputi pencatatan pembelian harian secara tunai
atau kredit dan asal pembelian, mengumpulkan faktur secara teratur. Selain itu
dicatat kepada siapa berhutang dan masing-masing dihitung besarnya hutang
apotek.
f. Administrasi piutang meliputi pencatatan penjualan kredit, pelunasan piutang
dan penagihan sisa piutang.
g. Administrasi kepegawaian dilakukan dengan mengadakan absensi karyawan,
mencatat kepangkatan, gaji dan pendapatan lainnya dari karyawan.
2.8 Pelayanan Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
922/Menkes/Per/X/1993, pelayanan apotek meliputi (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 1993b):
a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter
hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab APA,
sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan
masyarakat.
b. Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan
farmasi yang bermutu baik dan absah.
c. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep
dengan obat bermerek dagang, namun resep dengan obat bermerek dagang
atau obat paten boleh diganti dengan obat generik.
d. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat
mengikuti ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara. Pemusnahan
Universitas Indonesia
14

ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain
yang ditetapkan oleh Badan POM.
e. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker wajib
berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih
tepat.
f. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan
obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat.
g. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau
penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada
dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep
tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau
membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep.
h. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker.
i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka
waktu 3 tahun.
j. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis
resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas
kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan
yang berlaku.
k. Apoteker diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai
Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) tanpa resep.
2.8.1 Pelayanan Resep (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004)
2.8.1.1 Skrining Resep
Apoteker melakukan kegiatan skrining resep yang meliputi:
a. Memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi: nama dokter, nomor SIP,
alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter penulis
resep, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, berat
badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian
yang jelas dan informasi lainnya.
b. Memeriksa kesesuaian farmasetik seperti bentuk sediaan, dosis,
inkompatibilitas, stabilitas, cara dan lama pemberian.

Universitas Indonesia
15

c. Melakukan pertimbangan klinis seperti adanya alergi, efek samping, interaksi,


kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan
terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan
memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan
persetujuan setelah pemberitahuan.
2.8.1.2 Penyiapan Obat
Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,
mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Suatu prosedur tetap harus dibuat
untuk melaksanakan peracikan obat, dengan memperhatikan dosis, jenis, dan
jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga
terjaga kualitasnya. Pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan
resep harus dilakukan sebelum obat diserahkan kepada pasien. Penyerahan obat
dilakukan oleh asisten apoteker atau apoteker disertai pemberian informasi obat
atau konseling kepada pasien.
2.8.1.3 Informasi Obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, jangka waktu
pengobatan, cara penyimpanan obat, aktivitas serta makanan dan minuman yang
harus dihindari selama terapi.
2.8.1.4 Konseling
Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki
kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit
seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya,
apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
2.8.1.5 Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat terutama untuk pasien tertentu seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya.
Universitas Indonesia
16

2.8.2 Pelayanan Swamedikasi


Pengobatan sendiri (swamedikasi) adalah tindakan mengobati diri sendiri
dengan obat tanpa resep (golongan obat bebas dan bebas terbatas) yang dilakukan
secara tepat guna dan bertanggung jawab. Hal ini mengandung makna bahwa
walaupun oleh dan untuk diri sendiri, pengobatan sendiri harus dilakukan secara
rasional. Tindakan pemilihan dan penggunaan produk yang bersangkutan
sepenuhnya merupakan tanggung jawab para penggunanya (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Pemerintah juga turut berperan serta dalam meningkatkan upaya pengobatan
sendiri dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 347/Menkes/SK/VII/ 1990 tentang Obat Wajib Apotek. Obat Wajib Apotek
(OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker
di apotek (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1990). Kriteria obat yang
diserahkan tanpa resep dokter, harus memenuhi kriteria sebagai berikut
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) :
a. Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun, dan
orang tua diatas 65 tahun.
b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko akan
kelanjutan penyakit.
c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan.
d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Jenis obat wajib apotek didasarkan pada tiga surat keputusan menteri
kesehatan yaitu:
a. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek No. 1 yang terdiri dari
7 kelas terapi yaitu, oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut dan
tenggorokan, obat saluran napas, obat yang mempengaruhi sistem

Universitas Indonesia
17

neuromuskular, antiparasit, dan obat topical (Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, 1990).
b. Keputusan Menkes Republik Indonesia No. 924/Menkes/PER/IX/1993
tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2 yang terdiri dari 34 jenis obat
generik sebagai tambahan lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek No. 1.
Daftar obat wajib apotek No. 2 tersebut terdiri dari, albendazol, basitrasin,
karbinoksamin, klindamisin, deksametason, dekspantenol, diklofenak,
diponium, fenoterol, flumetason, hidrokortison butirat, ibuprofen, isokonazol,
ketokonazol, levamizol, metilprednisolon, niklosamid, noretisteron,
omeprazol, oksikonazol, pipazetat, piratiasin kloroteofilin, pirenzepin,
piroksikam, polimiksin B sulfat, prednisolon, skopolamin, silver sulfadiazin,
sukralfat, sulfasalazin, tiokonazol, dan urea (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1993c).
c. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3 yang
terdiri dari 6 kelas terapi yaitu, saluran pencernaan dan metabolisme, obat
kulit, antiinfeksi umum, sistem muskuloskeletal, sistem saluran pernafasan,
dan organ-organ sensorik (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1999).
Penggunaan OWA perlu dicatat tetapi tidak perlu dilaporkan. Beberapa
kewajiban apoteker dalam penyerahan obat wajib apotek yaitu:
a. Memenuhi ketentuan dan batasan yang tercakup dalam tiap-tiap jenis obat
wajib apotek tersebut.
b. Membuat catatan pasien dan obat yang telah diserahkan.
c. Memberikan informasi tentang obat, meliputi dosis, aturan pakai, efek
samping dan informasi lain yang dianggap perlu.
2.8.3 Promosi dan Edukasi
Apoteker harus memberikan edukasi dalam rangka pemberdayaan
masyarakat, apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk
penyakit ringan, dengan memilihkan obat yang sesuai. Apoteker juga harus
berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu

Universitas Indonesia
18

diseminasi informasi antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster,
penyuluhan dan lain-lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.8.4 . Pelayanan Residensial (Home Care)
Apoteker sebagai pemberi pelayanan (care giver) diharapkan juga dapat
melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya
untuk kelompok lanjut usia (lansia) dan pasien dengan pengobatan penyakit
kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan
pengobatan (medication record) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2004).
2.9 Penggolongan Obat
Pemerintah menetapkan beberapa peraturan mengenai Tanda untuk
membedakan jenis-jenis obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia agar
pengelolaan obat menjadi mudah. Beberapa peraturan tersebut antara lain yaitu :
a. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
b. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2380/A/SK/VI/83
tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas.
c. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2396/A/SK/VIII/86
tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G.
d. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
347/Menkes/SK/VIII/90 tentang Obat Wajib Apotek.
e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
688/Menkes/Per/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika.
Berdasarkan keamanannya, maka obat dapat dibagi menjadi beberapa
golongan yaitu (Umar, 2011; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997):
2.9.1 Obat Bebas (Golongan B)
Obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter dikenal
sebagai obat bebas. Tanda obat ini berupa lingkaran bulat berwarna hijau dengan
garis tepi hitam. Contoh : Parasetamol, Panadol

Gambar 2. 1 Penandaan Obat Bebas

Universitas Indonesia
19

2.9.2 Obat Bebas Terbatas (Golongan W)


Obat dengan peringatan yang dapat diperoleh tanpa resep dokter disebut
obat bebas terbatas. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna biru dengan garis
tepi hitam.

Gambar 2. 2 Penandaan Obat Bebas Terbatas


Contoh dari obat bebas terbatas yaitu, obat penghilang rasa sakit dan
penurun panas, obat batuk, obat influenza, obat tetes mata untuk iritasi ringan, dan
obat-obat antiseptik. Obat golongan ini termasuk obat keras namun dapat dibeli
tanpa resep dokter.
Komposisi obat bebas terbatas merupakan obat keras sehingga dalam wadah
atau kemasan perlu dicantumkan tanda peringatan (P1 P6). Tanda peringatan
tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (disesuaikan
dengan warna kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan
huruf berwarna putih.
Tanda-tanda peringatan ini sesuai dengan golongan obatnya yaitu:
a. P. No. 1: Awas! Obat keras. Baca aturan memakainya. Contoh: Sanaflu.
b. P. No. 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan. Contoh:
Betadine Gargle.
c. P. No. 3: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. Contoh:
Canesten.
d. P. No. 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
e. P. No. 5: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Dulcolax
Suppositoria.
f. P. No. 6: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Anusol
Suppositoria.

Universitas Indonesia
20

Gambar 2. 3 Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas


Perbedaan obat antara daftar obat B dan daftar obat G adalah obat pada
daftar obat B dapat diperoleh tanpa resep dokter asal memenuhi ketentuan-
ketentuan sebagai berikut:
a. Obat-obat dengan daftar obat B hanya boleh dijual dalam kemasan asli pabrik
pembuatnya.
b. Waktu penyerahan obat-obat tersebut pada wadahnya harus ada tanda
peringatan berupa etiket khusus yang tercetak sesuai dengan ketentuan
kementerian kesehatan seperti yang diuraikan diatas.
2.9.3 Obat Keras (Golongan G)
Definisi obat keras adalah obat-obat yang mempunyai khasiat mengobati,
menguatkan, mendesinfeksi, dan lain-lain pada tubuh manusia, baik dalam
bungkusan atau tidak yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Tanda khusus obat
keras yaitu lingkaran merah dengan garis tepi hitam dan huruf K di dalamnya
yang menyentuh garis tepi yang ditulis pada etiket dan bungkus luar.

Gambar 2. 4 Penandaan Obat Keras

Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter
dan dapat diulang tanpa resep baru bila dokter menyatakan pada resepnya boleh
diulang. Obat-obat golongan ini antara lain antibiotika, obat jantung, hormon,
obat diabetes, beberapa obat ulkus lambung, dan semua obat suntik. Salah satu
obat keras yaitu psikotropika. Menurut UU No.5 Tahun 1997 definisi psikotropika
adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang
Universitas Indonesia
21

berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Penggolongan dari psikotropika adalah (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1997):
a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh: etisiklidina, tenosiklidina, dan metilendioksi metilamfetamin
(MDMA).
b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh:
amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, dan fensiklidin.
c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh:
amobarbital, pentabarbital, dan siklobarbital.
d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
sangat luas digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh: diazepam, estazolam, etilamfetamin, alprazolam.
2.9.4 Narkotika
Pengertian narkotika menurut UU No. 35 Tahun 2009 adalah zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009c). Obat
narkotika ditandai dengan simbol palang medali atau palang swastika.

Gambar 2. 5 Penandaan Obat Narkotika


Universitas Indonesia
22

Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu (Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia, 2009c):
a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: kokain, opium, heroin, dan ganja.
b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan,
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: fentanil, metadon, morfin, dan
petidin
c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: kodein, norkodeina, dan etilmorfina.
2.10 Pengelolaan Obat Non Narkotika-Psikotropika
2.10.1 Pemesanan Obat Non Narkotika-Psikotropika
Petugas pembelian menyiapkan surat pesanan berdasarkan daftar
permintaan barang apotek. Petugas memilih supplier yang dapat memberikan
harga relatif lebih murah dibandingkan dengan supplier lainnya. Petugas
mengirimkan SP yang telah disetujui oleh APA ke supplier melalui telpon, fax,
atau diambil sendiri oleh salesman supplier.
2.10.2 Penyimpanan Obat Non Narkotika-Psikotropika
Berbeda dengan obat narkotika dan psikotropika, penyimpanan obat ini
tidak memliki peraturan yang baku. Cara menyimpan obat ini dapat disesuaikan
dengan sifat bahan obat, kelembaban, dan bahan wadah. Selain hal tersebut,
penyimpanan dapat diefisienkan dengan menggunakan lemari yang dibuat seperti
sarang tawon dan memperhatikan estetika.
2.11 Pengelolaan Narkotika
Narkotika merupakan bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan, namun menimbulkan ketergantungan yang
sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang
Universitas Indonesia
23

ketat dan seksama. Pengendalian dan pengawasan narkotika di Indonesia


merupakan wewenang Badan POM. Untuk mempermudah pengendalian dan
pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan izin kepada
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. untuk mengimpor bahan baku, memproduksi
sediaan, dan mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia. Hal tersebut
dilakukan mengingat narkotika adalah bahan berbahaya yang penggunaannya
dapat disalahgunakan. Secara garis besar pengelolaan narkotika meliputi
pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan dan pemusnahan (Umar, 2011).
2.11.1 Pemesanan Narkotika
Untuk memudahkan pengawasan maka apotek hanya dapat memesan
narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP),
yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek,
nomor SIK dan SIA. Surat pesanan dibuat rangkap 4 serta satu SP untuk satu jenis
narkotika (Umar, 2011).
2.11.2 Penyimpanan Narkotika
Apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika dan
harus dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Departemen Kesehatan RI, 1978):
a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b. Harus mempunyai kunci yang kuat.
c. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama
dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta
persediaan narkotika sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan
narkotika yang dipakai sehari-hari.
d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari
4080100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat melekat pada tembok atau
lantai.
e. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain
narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang dikuasakan.
g. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum.
Universitas Indonesia
24

2.11.3 Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika


Hal yang harus diperhatikan dalam pelayanan resep yang mengandung
narkotika antara lain :
a. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan atau ilmu
pengetahuan.
b. Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit
berdasarkan resep dokter.
c. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep
dokter.
d. Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika,
walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama
sekali.
e. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali,
apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh
dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.
f. Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani
sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada
resep yang mengandung narkotika.
2.11.4 Pelaporan Narkotika
Apotek berkewajiban membuat dan mengirimkan laporan mutasi narkotika
berdasarkan penerimaan dan pengeluarannya sebelum tanggal 10 setiap bulan.
Laporan narkotika ditandatangani oleh APA, dibuat rangkap empat, ditujukan
kepada Dinas Kesehatan Kota setempat dengan tembusan kepada kepala Balai
Besar POM setempat dan arsip apotek.
2.11.5 Pemusnahan Narkotika
APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa atau tidak
memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan. Apoteker
Pengelola Apotek dan dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat berita
acara pemusnahan narkotika yang sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama, jenis, sifat, dan jumlah narkotik yang dimusnahkan.
b. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan
pemusnahan.
Universitas Indonesia
25

c. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan
pemusnahan.
d. Cara pemusnahan
Berita Acara Pemusnahan Narkotika dikirim kepada Dinas Kesehatan Kota
setempat dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Balai Besar
POM setempat, dan untuk arsip apotek. Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai
penyimpanan dan pelaporan narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh
Menteri Kesehatan yang berupa teguran, peringatan, denda administratif,
penghentian sementara kegiatan atau pencabutan izin.
2.12 Pengelolaan Psikotropika
Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala hal yang berhubungan
dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan
pengaturan psikotropika yaitu:
a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan
dan ilmu pengetahuan.
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
c. Memberantas peredaran gelap psikotropika.
Secara garis besar pengelolaan psikotropika meliputi (Departemen
Kesehatan, 1997):
2.12.1 Pemesanan Psikotropika
Kegiatan ini memerlukan surat pesanan (SP), dimana satu SP bisa
digunakan untuk beberapa jenis obat psikotropika. Penyerahan psikotropika oleh
apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas,
balai pengobatan, dokter dan pasien dengan resep dokter. Tata cara pemesanan
adalah dengan menggunakan SP yang ditandatangani oleh APA dilengkapi
dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIK dan SIA. Surat pesanan dibuat
rangkap 2, serta satu SP untuk beberapa jenis obat psikotropika.
2.12.2 Penyimpanan Psikotropika
Kegiatan ini belum diatur oleh perundang-undangan karena kecenderungan
penyalahgunaan psikotropika, maka disarankan untuk obat golongan psikotropika
diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau lemari khusus.

Universitas Indonesia
26

2.12.3 Pelaporan Psikotropika


Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang
berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan pemakaiannya setiap bulan.
Laporan ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan
kepada Kepala Balai Besar POM setempat dan 1 salinan untuk arsip apotek.
2.12.4 Pemusnahan Psikotropika
Pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak
pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan
atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa atau tidak
memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk
kepentingan ilmu pengetahuan.
2.13 Pelanggaran Apotek
Sanksi yang diberikan bagi pemilik / pengelola apotek yang melanggar
peraturan perundang-undangan dapat berupa sanksi administratif (mencakup
peringatan, penghentian sementara kegiatan hingga pencabutan izin). Tingkat
sanksi yang diberikan tergantung kepada tingkat keseriusan pelanggaran yang
dilakukan oleh sarana tersebut (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan
Propinsi DKI Jakarta, 2002; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).
Tahap pemberian sanksi tersebut adalah sebagai berikut (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2002) :
a. Peringatan secara tertulis kepada Pengelola / Pemilik Sarana Apotek sebanyak
tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan.
b. Pembekuan izin usaha Sarana Apotek dapat untuk jangka waktu 1 bulan, 2
bulan, 3 bulan, 4 bulan, dan selama-lamanya 6 bulan. Penetapan Pembekuan
Izin Apotek. Keputusan pencabutan SIA disampaikan langsung oleh kepala
Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada kepala Badan POM dan Balai
POM setempat.
c. Pencabutan SIA (Surat Izin Apotek)
Beberapa pelanggaran sarana apotek yang dapat dikenai sanksi peringatan
tertulis adalah sebagai berikut (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan
Propinsi DKI Jakarta, 2002) :
a. Administrasi pengelolaan obat tidak tertib.
Universitas Indonesia
27

b. Kelengkapan apotek tidak lengkap.


c. Merubah denah apotek tanpa melapor ke Suku Dinas Kesehatan.
Untuk tindak pelanggaran yang lebih berat, maka sarana apotek akan
dikenakan sanksi berupa peringatan keras bila (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan
Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, 2002) :
a. Mengadakan obat dari sumber yang tidak resmi.
b. Bekerjasama dengan PBF / industri farmasi untuk menyalurkan obat keras
kepada pihak lain yang tidak berhak.
c. Mengganti obat generik dengan obat merek dagang.
d. Tidak ada tenaga teknis farmasi (apoteker) pada jam buka apotek.
e. Menjual obat generik di atas harga HET (harga eceran tertinggi).
f. Mengganti obat generik dengan obat paten.
Sarana apotek akan dikenakan sanksi berupa penghentian kegiatan
sementara jika melakukan pelanggaran berupa (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan
Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, 2002):
a. Apotek tidak memiliki izin.
b. Menyalurkan obat yang tidak memiliki izin edar (tidak terdaftar), baik obat
bebas, obat keras, psikotropika maupun narkotika.
c. Apotek pindah alamat tanpa izin.
d. PSA (Pemilik Sarana Apotek) melanggar undang undang kefarmasian.
e. Apotek dengan sengaja melakukan pengadaan dan pelayanan obat yang tidak
memenuhi persyaratan mutu.
2.14 Pencabutan Surat Izin Apotek (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2002)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/Menkes/SK/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dapat
mencabut Surat Izin Apotek, apabila:
a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai APA.
b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian.
c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus
menerus.

Universitas Indonesia
28

d. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Narkotika, Undang-Undang


Psikotropika, Undang-Undang Kesehatan dan ketentuan perundang-undangan
lainnya.
e. Surat Izin Kerja (SIK) APA tersebut dicabut.
f. Pemilik sarana apotek tersebut terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-
undangan di bidang obat.
g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek.
Sebelum pencabutan izin apotek dilakukan, terlebih dahulu Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2002) :
a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut
dengan waktu masing-masing dua bulan dengan menggunakan contoh
formulir model APT-12.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan sejak
dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan di apotek dengan
menggunakan contoh formulir model APT-13.
Pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dengan mengeluarkan surat keputusan yang ditujukan
kepada APA, menggunakan contoh formulir model APT-15, dengan tembusan
yang disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi serta Kepala Balai POM setempat. Apabila surat izin apotek dicabut,
APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi, yaitu
dengan cara sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002):
a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras
tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang
tertutup dan terkunci.
c. APA wajib melapor secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat atau petugas yang diberi wewenang tentang
penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas.
Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut
telah memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan
Universitas Indonesia
29

menggunakan contoh formulir APT-14. Pencairan izin apotek dilakukan setelah


menerima laporan pemeriksaan dari tim pemeriksaan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat.

Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS APOTEK MITRASANA

3.1 Waktu dan tempat pelaksanaan


Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) apotek dilaksanakan di apotek dan
kantor pusat Mitrasana yang beralamat di Jalan Boulevard Gading Timur Raya
Kav 6. Apotek Mitrasana beroperasi dari hari Senin sampai dengan Minggu mulai
pukul 07.00 sampai dengan 21.30 WIB, kecuali hari libur nasional. Pembagian
tugas para karyawan dibagi berdasarkan waktu kerja (shift). Ada dua waktu kerja
bagi karyawan yaitu:
1. Shift pagi yang dimulai dari pukul 07.00-14.30
2. Shift malam yang dimulai dari pukul 14.00-21.30 atau hingga praktek dokter
selesai
Kegiatan PKPA berlangsung sejak tanggal 1 April 4 Mei 2013 setiap hari
Senin sampai dengan Jumat mulai pukul 08.00 sampai 16.30 WIB (selama di
kantor pusat) dan pukul 07.00 sampai pukul 14.30 WIB (selama di apotek).
3.2 PT. Kalbe Farma, Tbk.
3.2.1 Sejarah dan profil perusahaan (Kalbe, 2010)
PT. Kalbe Farma, Tbk. (Kalbe), didirikan pada tahun 1966, tepatnya pada
tanggal 10 September, oleh enam orang bersaudara yang dipimpin dr. Boenjamin
Setiawan, Ph. D. (yang lebih dikenal sebagai dokter Boen) dan Fransiskus Bing
Aryanto dengan tekad membantu manusia Indonesia meningkatkan kesadaran
akan kesehatan dan kesejahteraan mereka. PT. Kalbe Farma, Tbk., berawal dari
sebuah bisnis farmasi yang beroperasi di sebuah garasi rumah yang berlokasi di
daerah Tanjung Priok, Jakarta Utara. Visi yang tajam, jiwa wirausaha yang tinggi,
serta kerja keras para pendiri dan seluruh karyawan telah menyebabkan Kalbe
terus berkembang dan menjadi perusahaan yang sukses. Saat ini, setelah lebih dari
40 tahun beroperasi, PT. Kalbe Farma, Tbk., diakui pada tingkat regional sebagai
perusahaan farmasi terbesar se-Asia Tenggara.
Meskipun telah beroperasi selama lebih dari 40 tahun, Kalbe masih
memiliki banyak tujuan yang ingin dicapai. Pengembangan usaha telah gencar

30 Universitas Indonesia
31

dilakukan melalui akuisisi strategis terhadap perusahaan farmasi lain, membangun


merek produk yang unggul dan menjangkau pasar internasional, dalam rangka
transformasi Kalbe menjadi perusahaan produk kesehatan serta nutrisi yang
terintegrasi dengan daya inovasi, strategi pemasaran, pengembangan merek,
distribusi, kekuatan keuangan, keahlian riset dan pengembangan serta produksi
yang sulit ditandingi dalam mewujudkan misinya untuk meningkatkan kesehatan
untuk kehidupan yang lebih baik.
Grup Kalbe telah menangani portofolio merek yang handal dan beragam
untuk produk obat resep, obat bebas, minuman energi dan nutrisi, yang dilengkapi
dengan kekuatan bisnis usaha kemasan dan distribusi yang menjangkau lebih dari
satu juta outlet. Kalbe telah berhasil memposisikan merek-mereknya sebagai
pemimpin di dalam masing-masing kategori terapi dan segmen industri, tidak
hanya di Indonesia tetapi juga di berbagai pasar internasional, dengan produk-
produk kesehatan dan obat-obatan yang telah senantiasa menjadi andalan keluarga
seperti Promag, Mixagrip, Woods, Komix, Prenagen dan Extra Joss.
Pembinaan dan pengembangan aliansi dengan mitra kerja internasional telah
mendorong pengembangan usaha Kalbe di pasar internasional. Pada akhir tahun
2005, pangsa pasar internasional Kalbe telah meluas hingga Malaysia, Filipina,
Thailand, Vietnam, Myanmar, Sri Lanka, dan Afrika Selatan. Kerja sama
internasional juga dimanfaatkan untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek riset
dan pengembangan yang canggih, serta memberi kontribusi dalam penemuan
terbaru di dalam bidang kesehatan dan farmasi, termasuk riset sel punca.
Pelaksanaan konsolidasi Grup pada tahun 2005 telah memperkuat
kemampuan produksi, pemasaran dan keuangan Perseroan sehingga
meningkatkan kapabilitas dalam rangka memperluas usaha Kalbe, baik di tingkat
nasional maupun internasional. Saat ini, sebagai salah satu perusahaan farmasi
terbesar di Asia Tenggara, Kalbe memiliki saham yang telah tercatat di bursa efek
dengan nilai kapitalisasi pasar di atas US$ 1 miliar dan penjualan melebihi Rp 7
triliun. Posisi kas yang sangat baik saat ini juga memberikan fleksibilitas yang
luas dalam pengembangan usaha Kalbe di masa mendatang. Dengan dukungan
finansial yang kuat dan sumber daya yang berkualitas, Kalbe akan terus
berinovasi dan berkembang untuk mencapai cita-cita perusahaan, menjadi
Universitas Indonesia
32

pemimpin dalam sektor bisnis farmasi di Indonesia, serta mempersiapkan diri


menghadapi tantangan global.
3.2.2 Nama dan logo
Logo Kalbe menggunakan double helix DNA yang melambangkan
komitmen dalam mengabdikan ilmu untuk kesehatan dan kesejahteraan. Warna
hijau sebagai warna dasar digunakan untuk melambangkan kehidupan,
pertumbuhan, dan inovasi. Pada bulan Maret 2007, Kalbe memperkenalkan logo
baru dan pada logo baru tersebut, Kalbe tetap mempertahankan simbol double
helix DNA tetapi penggambarannya diperbaharui sebagai wujud dua manusia. Hal
ini menunjukkan bahwa Kalbe yang baru lebih dinamis, siap menghadapi hal-hal
baru, serta mempertegas fokus Kalbe kepada masyarakat, kepedulian, dan rasa
berbagi. Adapun logo Kalbe dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3. 1 Logo Kalbe


3.2.3 Visi dan misi (Laporan Tahunan,2009)
3.2.3.1 Visi
Menjadi perusahaan yang dominan dalam bidang kesehatan di Indonesia
dan memiliki eksistensi di pasar global dengan merek dagang yang kuat,
didasarkan oleh manajemen, ilmu dan teknologi yang unggul.
3.2.3.2 Misi
Meningkatkan kesehatan untuk kehidupan yang lebih baik.
3.2.4 Motto
The Scientific Pursuit of Health for a Better Life atau penelusuran ilmiah
terhadap dunia kesehatan untuk kehidupan yang lebih baik.
3.2.5 Core value (nilai inti)
Core Value atau nilai inti yang dianut oleh PT. Kalbe Farma, Tbk. Antara
lain:
1. Memberikan Pelayanan Terbaik kepada Pelanggan.
2. Gigih untuk Mencapai yang Terbaik.
3. Kerjasama yang Kokoh.

Universitas Indonesia
33

4. Inovasi.
5. Lincah.
6. Integritas.
3.2.6 Struktur organisasi perseroan
Bagan struktur organisasi perseroan dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.2.7 Struktur organisasi grup kalbe
Bagan struktur organisasi Grup Kalbe dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.3 PT. Millenia Dharma Insani


3.3.1 Pendahuluan
PT. Millenia Dharma Insani merupakan anak perusahaan dari Grup Kalbe
yang memiliki fokus usaha pada bisnis jaringan apotek, healthmart, praktek
dokter, dan laboratorium. Bagan struktur organisasi PT. Millenia Dharma Insani
sebagai anak perusahaan Grup Kalbe dapat dilihat pada Lampiran 3.
3.3.2 Tugas dan fungsi
Berdasarkan struktur organisasi PT. Millenia Dharma Insani, terdapat tujuh
bagian utama yang saling mendukung dengan tugas dan tanggung jawab yang
berbeda. Tujuh bagian utama tersebut beserta tugas dan fungsinya, antara lain:
3.3.2.1 Operasional
Tugas pokok manajer operasional adalah mengelola seluruh kegiatan
operasional gerai, yang meliputi:
1. Pendapatan dan laba (revenue and profit).
2. Penanganan aset (asset handling).
3. Penanganan persediaan (inventory handling).
4. Penanganan sumber daya manusia (people handling).
5. Menaungi beberapa manajer area, dan setiap manajer area membawahi store
manager yang bertanggung jawab langsung terhadap kegiatan operasional
gerai. Manajer operasional juga dibantu oleh Koordinator Pelayanan Medis
yang bertugas mengawasi kualitas pelayanan di seluruh gerai Mitrasana,
memberi pelatihan pelayanan medis, serta pencarian dan penerimaan staf
medis.

Universitas Indonesia
34

3.3.2.2 Supply Chain Management


Supply Chain Management bertugas mengelola pembelian dan pengadaan
barang yang dibutuhkan oleh seluruh gerai. Supply Chain Management terbagi ke
dalam tiga divisi, yaitu Divisi Merchandise, Divisi Purchasing, dan Divisi
Logistic.
3.3.2.3 Business Development
Manajer bagian Pengembangan Bisnis PT. Millenia Dharma Insani bertugas
mengembangkan jenis-jenis usaha dan layanan yang prospektif, serta menjalin
kerja sama dengan investor dan perusahaan.
3.3.2.4 Finance (keuangan)
Manajer Keuangan bertugas mengatur dan mengelola keuangan perusahaan,
termasuk pendapatan dan biaya dari seluruh gerai, agar efisien.
3.3.2.5 Information Technology (IT atau teknologi informasi)
Tugas Manajer Teknologi Informasi mencakup perancangan program
komputer untuk pengelolaan dan operasional seluruh gerai, perancangan jaringan
online di dalam setiap gerai, dan perancangan jaringan semionline antara setiap
gerai dengan kantor pusat.
3.3.2.6 Human Resource and General Affair (Sumber Daya Manusia atau
Personalia dan Bagian Umum)
Bagian ini bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pelatihan karyawan,
mengurus pembayaran gaji karyawan, dan mengurus hal-hal perizinan dan hal-hal
yang berhubungan dengan hukum.
3.3.2.7 Network Development
Bagian ini bertugas untuk membangun jaringan dengan pihak lain di luar
Mitrasana, termasuk membangun jaringan dengan pihak asuransi.
3.3.2.8 Marketing
Bagian ini bertugas untuk menyusun dan merancang progam promosi dan
sales focus di setiap gerai Mitrasana.

Universitas Indonesia
35

3.4 Mitrasana Apotek Healthmart Laboratorium Dokter


3.4.1 Pendahuluan
Mitrasana didirikan pada tanggal 18 Januari 2008 di Cikarang baru oleh
pendiri Grup Kalbe, yaitu dr. Boenjamin Setiawan, Ph. D. Pendirian sarana
pelayanan kesehatan Mitrasana dilatarbelakangi oleh dua hal. Pertama, Mitrasana
berupaya mendukung program pemerintah dalam hal memberikan pelayanan
kesehatan tingkat pertama (primary health care) yang bermutu dan terjangkau.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang dimaksud adalah pelayanan dokter
umum dan pelayanan ini diharapkan dapat diakses oleh masyarakat, baik dari
kalangan ekonomi bawah, menengah, maupun dari kalangan ekonomi atas.
Kedua, Mitrasana diharapkan menjadi strategic alignment bagi seluruh
satuan unit bisnis Grup Kalbe, yaitu memberikan pelayanan kesehatan bagi
seluruh karyawan Grup Kalbe.
3.4.2 Nama dan Logo
Nama Mitrasana berasal dari dua kata, yaitu mitra yang berarti sahabat,
partner, atau rekan, dan sana yang berasal dari bahasa Latin dan berarti sehat,
sehingga Mitrasana ingin merangkul pasien atau pelanggan dengan menjadi
sahabat mereka di bidang kesehatan. Hal ini juga ditunjukkan pada logo Mitrasana
yang menggambarkan penyedia layanan kesehatan dan pelanggan yang
bergandengan tangan. Bentuk logo yang menyerupai hati menggambarkan bahwa
pelayanan di Mitrasana dilakukan dengan sepenuh hati. Adapun logo Mitrasana
dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3. 2 Logo Mitrasana


3.4.3 Visi dan Misi
3.4.3.1 Visi
Menjadi penyedia layanan kesehatan primer, satu atap bagi keluarga
Indonesia, dengan pelayanan prima, harga terjangkau, dan jaringan luas.
3.4.3.2 Misi
Misi yang diusung oleh Mitrasana antara lain:

Universitas Indonesia
36

1. Layanan kesehatan yang bermutu dengan harga yang terjangkau bagi semua
lapisan masyarakat.
2. Layanan kesehatan yang ramah dan penuh perhatian.
3. Lokasi gerai yang dekat dengan perumahan dan perindustrian.
4. Saluran distribusi produk kesehatan (obat, alat kesehatan, dsb.) dan makanan
kesehatan langsung kepada konsumen.
3.4.4 Moto
Solusi sehat yang nyaman dan terjangkau bagi Anda dan keluarga.
3.4.5 Core Value (Nilai Inti)
Nilai inti yang dijunjung oleh Mitrasana adalah Panca Sradha, yaitu:
3.4.5.1 Trust (Kepercayaan)
Kepercayaan adalah perekat hidup kami. Trust mencakup:
1. Menghargai orang lain dan memperlakukan mereka seperti kita ingin
diperlakukan.
2. Mempercayai bahwa setiap orang punya potensi dan percaya bahwa setiap
orang mampu menggunakan potensinya semaksimal mungkin.
3. Menjunjung tinggi keterbukaan dan kejujuran.
3.4.5.2 Mindfulness (Kesadaran)
Kesadaran adalah dasar dari setiap tindakan kami. Mindfulness mencakup:
1. Peka dan peduli terhadap harapan seluruh pemangku kepentingan.
2. Peka dan peduli terhadap masyarakat dan lingkungan.
3. Menjunjung tinggi nilai-nilai perusahaan dalam bertindak dan mengambil
keputusan
3.4.5.3 Innovation (Inovasi)
Inovasi merupakan kunci keberhasilan kami. Innovation mencakup:
1. Menghargai semangat kewirausahaan dengan menjadi pelopor yang inovatif.
2. Tekat untuk meningkatkan kualitas hidup melalui inovasi berdasarkan
kebutuhan pelanggan dengan memanfaatkan ilmu dan teknologi.
3. Senantiasa menerapkan cara-cara baru dalam berbisnis untuk memenangkan
persaingan.

Universitas Indonesia
37

3.4.5.4 Strive to be the best (bertekad untuk menjadi yang terbaik)


Tekad untuk menjadi yang terbaik mencakup:
1. Menginspirasi dan membekali setiap individu untuk mencapai sasaran yang
menantang.
2. Membudayakan proses belajar dan perbaikan yang berkesinambungan.
3.4.5.5 Interconnectedness (Saling keterkaitan)
Interconnectedness adalah panduan hidup kami. Hal ini mencakup:
1. Mengutamakan kerja sama tim dalam keragaman budaya dengan suasana kerja
yang hangat dan menyenangkan.
2. Percaya bahwa kesuksesan perusahaan bergantung pada keharmonisan
karyawan dan keluarganya.
3. Berkontribusi pada masyarakat dan manfaat sumber daya lingkungan secara
bertanggung jawab untuk menjaga kesinambungan.
3.4.6 Pelayanan
Pelayanan kesehatan yang terdapat pada Mitrasana terdiri atas apotek,
healthmart, laboratorium, dan praktek dokter (dokter umum, gigi, dan spesialis).
Layanan apotek dari Mitrasana menyediakan obat-obatan yang terjamin
keasliannya dengan harga yang terjangkau, dan layanan antar yang gratis.
Healthmart atau swalayan kesehatan menyediakan kategori produk kesehatan,
seperti obat OTC (Over The Counter), vitamin dan suplemen, obat tradisional,
produk perawatan tubuh, produk perawatan bayi, serta alat kesehatan.
Laboratorium Mitrasana menggunakan peralatan yang otomatis dan mampu
memberikan hasil yang akurat, didukung oleh tenaga analis yang kompeten, serta
memberikan layanan pengambilan sampel di rumah. Praktek dokter atau dokter
keluarga yang dimiliki Mitrasana memberikan layanan kunjungan dokter ke
rumah (home visit) dan konsultasi melalui telepon. Keunggulan yang dimiliki oleh
Mitrasana antara lain:
1. Jaringan yang luas, yaitu memiliki beberapa gerai yang tersebar di beberapa
wilayah.
2. Sistem informasi yang terintegrasi dan online, yaitu sistem informasi untuk
pelayanan pasien, stok obat, dan pembelian yang terpusat (central
procurement).
Universitas Indonesia
38

3. Kualitas dan kelengkapan produk, mulai dari obat OTC, ethical, hingga alat
kesehatan.
4. One Stop Services, yaitu pelayanan dalam satu atap meliputi: layanan apotek,
dokter, laboratorium, dan healthmart.
5. Pelayanan dokter keluarga, diwujudkan melalui pelayanan homecare,
homevisit, dan follow up pasien setelah tiga hari berobat di Mitrasana dengan
tujuan menuntaskan terapi pasien dan tidak lanjut jika terjadi keluhan lain.
3.4.7 Operasional Mitrasana
Operasional Mitrasana bertanggung jawab atas pengelolaan seluruh kegiatan
operasional di gerai. Sejak tahun 2009 Mitrasana telah memiliki Standard
Operational Procedure (SOP) agar seluruh kegiatan operasional Mitrasana
terlaksana sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditentukan oleh departemen
operasional Mitrasana.

Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Merchandising
Pengadaan barang di outlet-outlet mitrasana dilakukan oleh bagian
merchandising. Bagian merchandising ini menangani pembelian barang dagang,
barang klinik dan barang laboratorium yang dibutuhkan pada masing-masing
outlet. Pemenuhan barang di Mitrasana dilakukan melalui beberapa cara yaitu
replenishment, order cito/urgent dan order non reguler. Prinsip dasar
replenishment adalah barang yang di-replenish ke outlet adalah barang yang
termasuk alokasi awal outlet dan alokasi tambahan. Jumlah yang di replenish
sesuai jumlah yang terjual dalam kurun waktu tertentu (1 minggu) dan
disesuaikan dengan minimal stock yang harus ada (dipilih yang terbesar).
Langkah-langkah replenishment yaitu :
a. Pengambilan data dari inventory level masing-masing outlet
b. List item yang di replenish ke outlet diberikan ke departemen logistik
c. Barang yang tidak ada stok (tidak di buffer stock di logistik) akan dibuatkan
purchase order oleh merchandiser
d. Barang yang dikirimkan dari supplier akan memenuhi sisa item yang
diperlukan untuk replenishment
Untuk pemesanan dengan menggunakan order cito/urgent dan order non
reguler dilakukan oleh outlet induk itu sendiri. Order cito/urgent dapat dipesan
setiap hari kerja dan jam kerja. Order cito/urgent hanya dibuat dalam kondisi:
a. Pesanan customer dan customer dipastikan tidak membatalkan pesanan
b. Sedapat mungkin customer memberikan DP (down payment) atau memberikan
PO (purchase order) tertulis
c. Selalu diperhatikan bahwa harga jual sudah diinformasikan ke customer.
Sedangkan order non reguler dibuat dengan mempertimbangkan pengiriman
barang berdasarkan replenishment. Order non reguler dibuat berdasarkan
perkiraan outlet untuk menambah jumlah barang di luar perhitungan
replenishment.

39 Universitas Indonesia
40

4.2 Logistik
Bagian logistik bertugas untuk menyimpan dan mengalokasikan barang
yang dibutuhkan ke outlet. Pendistribusian barang dari logistik sudah tertera di
jadwal pengiriman untuk masing-masing outlet. Jadwal pengiriman logistik dapat
berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan disesuaikan dengan situasi dan
kondisi. Logistik hanya akan menginformasikan pengiriman yang tertunda khusus
untuk permintaan cito yang dikonfirmasikan oleh outlet. Serah terima barang dari
logistik ke outlet maupun dari outlet ke logistik perlu memperhatikan beberapa
hal sebagai berikut:
a. Dokumen serah terima:
- Pengirim
- Penerima
b. Barang :
- Nama barang dan jenis barang
- Satuan hitung
- Jumlah/ quantity
- Kondisi barang
- ED (Expired Date) barang

4.3 Lingkungan apotek


Apotek Mitrasana Kelapa Gading merupakan salah satu gerai yang dimiliki
Mitrasana Kalbe. Apotek Mitrasana Kelapa Gading terletak di Jalan Boulevard
Gading Timur. Letak Apotek Mitrasana cukup strategis yaitu dekat dengan
pemukiman dan perumahan penduduk yang cukup padat, serta dekat dengan
beberapa rumah sakit. Apotek ini juga terletak di samping jalan dua arah yang
cukup ramai dilalui kendaraan, seperti kendaraan pribadi dan kendaraan umum
sehingga mudah untuk dicapai. Lokasi yang strategis ini juga didukung dengan
sarana sekolah dan restoran serta usaha lain yang padat pengunjung.
Pada bagian depan Apotek Mitrasana terdapat halaman yang dapat
digunakan sebagai tempat parkir dengan kapasitas tiga buah mobil dan beberapa
sepeda motor. Bangunan Apotek Mitrasana berbentuk ruko panjang ke belakang
yang terbagi menjadi beberapa ruangan, antara lain ruang display produk, ruang

Universitas Indonesia
41

samping sebagai counter untuk penerimaan resep; kasir; penyerahan obat; ruang
tunggu pasien, ruang praktek dokter, dan ruang penyimpanan dan peracikan obat.
Pada ruang display produk terdapat gondola-gondola (rak) sebagai tempat
produk obat diletakkan dengan penyajian menyerupai minimarket. Ruang
samping sebagai counter diberi papan dengan tulisan timbul yang memberi
petunjuk kepada pasien untuk mengenali tempat penerimaan resep, kasir, dan
pengambilan obat. Di counter terdapat lemari etalase dari dengan tinggi sekitar
1,2 meter dan lemari etalase kaca pada tembok belakang counter yang menjulang
hingga plafon. Pada ruang tunggu disediakan empat kursi besi yang nyaman.
Jumlah tempat duduk di ruang tunggu termasuk mencukupi, dilihat dari jumlah
konsumen yang datang ke apotek setiap hari tidak melebihi kapasitas tempat
duduk, terlebih pelayanan yang diberikan termasuk cepat. Di bagian belakang
ruang counter terdapat ruang dalam yang digunakan sebagai tempat penyimpanan
obat keras dan ruang racik serta ruang kerja untuk keperluan administratif apotek.
Untuk menjamin stabilitas obat selama penyimpanan dan kenyamanan tenaga
kerja saat melakukan pekerjaannya, ruang racik dilengkapi dengan pendingin
ruangan atau air conditioner (AC). Pertimbangan yang sama dilakukan untuk
semua ruangan yang ada di Apotek Mitrasana. Dengan adanya AC di ruang
tunggu diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan pasien. Desain ruang racik
Apotek Mitrasana menempatkan meja racik dengan wastafel untuk pencucian
peralatan racik pada sisi tembok dengan lemari gantung di atasnya dan pada sisi
tembok lainnya adalah rak-rak sebagai tempat penyimpanan obat keras. Ruang
tersebut juga dilengkapi dengan satu lemari pendingin untuk penyimpanan obat
dengan suhu penyimpanan khusus. Di ruang tengah apotek disediakan toilet yang
dilengkapi wastafel untuk karyawan dan pasien (konsumen).
4.4 Pengadaan Barang di Apotek
Apotek Mitrasana Kelapa Gading tidak memiliki gudang penyimpanan obat.
Pengadaan obat di apotek Mitrasana dilakukan oleh kantor pusat. Gudang
penyimpanan obat untuk Apotek Mitrasana terletak di kantor pusat. Apotek tidak
melakukan pemesanan barang, namun pada waktu tertentu setiap outlet akan
mendapatkan alokasi barang yang sudah ditentukan oleh kantor pusat
berdasarkan tingkat penjualan oleh masing-masing outlet. Arus uang tidak
Universitas Indonesia
42

menjadi fakor pertimbangan karena diatur oleh bagian keuangan di pusat. Hal ini
dapat meningkatkan efisiensi dengan menghemat biaya pemeliharaan stok dan
perawatan gudang. Alokasi dikirim melalui sistem jaringan Mitrasana yang akan
diterima secara langsung oleh bagian pembelian di pusat. Permintaan dilakukan
dua kali dalam seminggu untuk mencegah adanya stok mati atau obat yang
kadaluarsa (akibat terlalu lama disimpan) sehingga perputaran barang lancar dan
penyebab kerugian apotek dapat ditekan. Namun untuk barang yang dibutuhkan
cepat maka outlet dapat melakukan pemesanan barang cito kepada bagian
pembelian di kantor pusat. Jangka waktu barang cito datang selama 24 jam
Pembelian barang tidak dilakukan apotek sendiri tetapi oleh bagian pembelian di
pusat.
Pada saat barang alokasi datang, dilakukan pemeriksaan kesesuaian jenis
dan jumlah barang antara barang yang diserahkan dengan daftar barang yang
tertera pada faktur daftar permintaan yang disetujui. Selain jumlah dan jenis, juga
diperiksa nomor batch dan tanggal kadaluwarsa antara barang yang datang dengan
yang tertera di faktur serta dilakukan pemeriksaan fisik terhadap barang yang
datang. Apabila barang yang datang dengan faktur sudah sesuai, maka faktur
diberi tanggal penerimaan, nomor urut, stempel apotek dan ditandatangani oleh
penerima. Setelah serah terima faktur dan barang selesai, dilakukan pemindahan
data barang yang datang melalui sinkronisasi dengan data yang dikirim dari
logistik pusat. Stok yang tersedia akan disesuaikan secara otomatis dengan barang
yang datang. Pengeluaran barang pada saat transaksi dengan konsumen diproses
langsung menggunakan sistem komputasi sehingga stok yang keluar masuk akan
disinkronisasi secara otomatis dengan sistem.
Selain pembelian secara umum, barang di Apotek Mitrasana Kelapa Gading
juga berasal dari titipan atau konsinyasi. Sistem yang diberlakukan adalah apabila
barang tersebut terjual maka apotek akan menerima komisi, barang dengan sistem
ini dapat dikembalikan apabila tidak laku terjual hingga batas waktu yang
disepakati atau batas kadaluarsa barang. Barang barang dengan sistem demikian
umumnya merupakan sediaan herbal dan vitamin, suplemen makanan, serta
produk kesehatan lain.

Universitas Indonesia
43

4.5 Tata letak produk


Peletakan produk di Apotek Mitrasana Kelapa Gading menggunakan
beberapa jenis lemari atau rak penyimpanan yang terbagi menjadi tiga ruang
besar. Ruang display yang terletak pada paling depan apotek mempunyai sususan
beberapa tingkat rak-rak besi yang disebut gondola dengan penataan menyerupai
mini market. Barang yang ditampilkan di ruang ini adalah obat bebas dan
perbekalan untuk higenitas diri. Barang-barang ditata berdasarkan beberapa
kelompok seperti sediaan topikal bebas, over the counter (OTC), herbal, skin
care, oral care, baby care, hair care, dll.
Ruang counter yang terletak di bagian samping apotek mempunyai susunan
etalase yang mempermudah konsumen atau pasien untuk memilih produk yang
diinginkan. Pada etalase yang berdiri di lantai, tersusun kelompok obat
simptomatik untuk batuk, pilek, dan sakit kepala baik yang kombinasi maupun
tunggal. Pada etalase kaca yang menempel pada tembok, tersusun kelompok
suplemen makanan, suplemen kesehatan dan alat kesehatan seperti nebulizer , alat
pengukur kadar gula dalam darah, jarum sekali pakai untuk pemeriksaan kadar
gula darah, dll. Obat-obat yang ditampilkan di ruang ini adalah obat-obat bebas
dan bebas terbatas.
Obat ethical (obat keras) disimpan di ruang racik yang terletak di paling
belakang apotek. Penyusunan obat ini pada rak-rak kaca bertingkat yang tertempel
di tembok. Penyusunan obat ethical berdasarkan kelompok obat keras dan obat
hormon, masing-masing disusun berdasarkan abjad. Pada sisi tembok lainnya
terdapat beberapa kotak rak dari kayu yang digunakan untuk meletakkan sediaan
mata dan telinga. Kotak rak bagian atas sebagai tempat penyimpanan obat
generik. Obat yang mendekati batas kadaluwarsa (dalam waktu tiga hingga enam
bulan ke depan) ditempatkan di sudut ruang racik, dikelompokkan sesuai dengan
bulan kadaluwarsa dan dibuat daftar sehingga pencatatan jelas. Apabila
memungkinkan, maka obat tersebut didahulukan untuk dijual atau dipersiapkan
proses retur ke distributor melalui logistik. Apabila pada saat batas kadaluarsa tiba
sedangkan obat tersebut tidak terjual atau tidak dapat diretur ke distributor, maka
obat tersebut akan dimusnahkan.

Universitas Indonesia
44

Dalam rangka mengurangi dan mencegah terjadinya kerugian akibat obat


kadaluarsa, penjualan atau pengeluaran barang atau obat di apotek dilakukan
dengan menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out). Sistem ini
menyusun barang yang baru datang (umumnya batas kadaluarsa panjang) pada
bagian dalam atau bagian bawah tumpukan obat sehingga obat-obat yang lama
akan terjual terlebih dahulu. Pengeluaran barang atau obat di Apotek Mitrasana
Kelapa Gading dapat terjadi karena pembelian yang dilakukan pasien atau
konsumen baik pembelian dengan resep maupun pembelian untuk swamedikasi,
dan pengiriman barang atau obat ke gerai Apotek Mitrasana lain sesuai
permintaan.
Setelah mengirimkan barang ke gerai Mitrasana lain, gerai pengirim akan
mengirimkan stok barang yang dikirimkan melalui sistem jaringan Mitrasana.
Stok yang dikirimkan akan diterima oleh gerai penerima secara manual sehingga
jumlah stok dalam sistem akan melakukan sinkronisasi dan berubah menjadi stok
setelah menerima barang kiriman.
4.6 Administrasi apotek
Pengelolaan resep di Apotek Mitrasana Kelapa Gading sudah dilakukan
dengan baik. Semua resep yang diterima dan dikerjakan, disimpan per hari
berdasarkan nomor urut resep. Resep-resep tersebut akan disimpan selama tiga
tahun. Setelah periode tiga tahun, dilakukan pemusnahan resep dengan membuat
berita acara, yang dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Apotek
Mitrasana Kelapa Gading juga melayani penebusan obat golongan narkotika dan
psikotropika. Pelayanan resep dalam hal kecepatan dan ketepatan selalu
ditingkatkan untuk meningkatkan kepuasan pasien. Pada pelayanan resep,
informasi umum sesuai perintah dokter selalu disampaikan ke pasien, namun
pemberian konseling obat masih jarang dilakukan. Segala administrasi di Apotek
Mitrasana Kelapa Gading telah dilakukan secara terkomputerisasi untuk
meningkatkan kinerja apotek. Sistem jaringan yang digunakan merupakan
program khusus yang meliputi pencatatan pembelian, persediaan, dan penjualan
barang-barang di apotek beserta keterangan dari barang tersebut. Sistem ini sangat
bermanfaat bagi informasi seputar apotek yang lebih terintegrasi, misalkan

Universitas Indonesia
45

informasi mengenai arus barang di apotek, termasuk hal pengeluaran barang


karena sistem ini terhubung langsung dengan kasir.
4.7 Layanan NHD (Nutritional Home Delivery)
Selain pelayanan apotek dan klinik, Mitrasana Kelapa Gading juga
melakukan pelayanan NHD (Nutritional Home Delivery). NHD merupakan salah
satu unit usaha Kalbe yang menyediakan layanan antar produk-produk nutrisi
Kalbe. Produk-produk yang dilayani pada umumnya berupa susu baik bagi anak,
ibu, serta lansia dan makanan rendah gula bagi penderita diabetes mellitus.
Apotek Mitrasana Kelapa Gading mempunyai gudang penyimpanan bagi produk-
produk NHD. Penjualan produk NHD pada gerai Mitrasana bersifat pasif, di mana
Mitrasana tidak mencari konsumen secara langsung, melainkan tele dari NHD
yang berkomunikasi langsung dengan konsumen melalui telepon. Tele akan
mengirimkan detil pemesanan tiap pasien (Service order) ke gerai melalui sistem
jaringan NHD. Service order yang diterima kemudian dicetak sebagai bentuk bon
atau faktur bagi konsumen yang telah memesan NHD. Selanjutnya petugas apotek
membantu menyiapkan obat dari bon atau faktur yang diterima dari sistem dan
dicetak. Setelah produk disiapkan, pada jam tertentu para delivery man dari NHD
akan mendatangi apotek dan mengantarkan produk NHD yang sudah disiapkan
petugas apotek ke alamat yang tertera di bon atau faktur.

Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Apoteker selaku store manager di gerai Mitrasana bertanggung jawab
untuk memastikan terlaksananya kegiatan operasional apotek sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Apoteker pada apotek Mitrasana
berperan sebagai care giver, leader, decision maker, communicator, long
life learner, teacher, researcher, dan juga manager.
5.1.2 Apotek Mitrasana Kelapa Gading telah menjalankan pengelolaan apotek
dengan baik yang meliputi pengelolaan teknis kefarmasian, maupun
pengelolaan non teknis kefarmasian, dan selalu berupaya untuk
meningkatkan pengelolaan apotek tersebut.
5.2 Saran
5.2.1 Pelayanan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) kepada para
pelanggannya dapat mulai diterapkan sebagai wujud peran apoteker dalam
menjalankan keprofesiannya sehingga keberhasilan terapi dapat tercapai.
5.2.2 Pelayanan swamedikasi dapat ditingkatkan oleh apoteker yang bertugas
untuk dapat meningkatkan penjualan dan meningkatkan pengobatan
sendiri secara tepat, aman, dan rasional, maka pelayanan swamedikasi
perlu dioptimalkan.
5.2.3 Sistem pelayanan obat secara online dapat menjadi pertimbangan untuk
meningkatkan mutu pelayanan apotek kepada pelanggan, yang secara
tidak langsung dapat meningkatkan keuntungan apotek.
5.2.4 Perlu dikembangkan suatu software yang dapat secara otomatis
mengetahui jumlah stok yang perlu dialokasikan ke setiap outlet.

46 Universitas Indonesia
47

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1998). Manajemen Farmasi. Yogyakarta: Gajah Mada Univrsity Press.

Hartini, & Sulasmono. (2006). Apotek, Ulasan Beserta Naskah Peraturan


Perundang-undangan Terkait Apotek Termasuk Naskah dan Permenkes
Tentang Apotek Rakyat, Edisi Revisi. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma.
Indrawati, H. (2012, Febuari 10). Bagaimana Struktur Organisasi Mitrasana.
(L. Saputra, Interviewer).

Jogiyanto, H. (2003). Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi Ketiga.


Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Kalbe. (n.d.). Retrieved March 20, 2012, from http://www.kalbe.co.id.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Direktorat Jenderal Bina


Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010d). Keputusan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No. 509/ MENKES/ SK/ IV/ 2010. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No. 1190/ MENKES/ PER/ VIII/ 2010. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No. 1191/ MENKES/ PER/ VIII/ 2010. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Umar, M. (2007). Manajemen Apotek Praktis. . Jakarta: CV. Nyohoka Brothers.

Universitas Indonesia
LAMPIRAN
49

Lampiran 1. Struktur Organisasi Perseroan

Universitas Indonesia
50

Lampiran 2. Struktur Organisasi Grup Kalbe

Universitas Indonesia
51

Lampiran 3. Struktur Organisasi PT. Millenia Dharma Insani

Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS CARA MENINGKATKAN DEBIT CUSTOMER DI


APOTEK MITRASANA KELAPA GADING

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

WISNU AJENG RAKHMANINGTYAS, S.Farm


1106153574

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 2


2.1 Konsumen dan Pelanggan ...................................................................... 2
2.2 Nilai Pelanggan ..................................................................................... 2
2.3 Harapan Pelanggan ................................................................................ 3
2.4 Desain eksterior apotek .......................................................................... 4
2.5 Desain interior apotek ............................................................................ 5

BAB 3 METODOLOGI ..................................................................................... 6


3.1 Lokasi.................................................................................................... 6
3.2 Waktu .................................................................................................... 6
3.3 Metode Pelaksanaan .............................................................................. 6

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 7


4.1 Analisis lokasi bangunan ....................................................................... 7
4.2 Analisis desain apotek........................................................................... 7
4.3 Analisis tata letak produk ....................................................................... 8

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 9


5.1 Kesimpulan............................................................................................ 9
5.2 Saran ..................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 10

ii Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bisnis apotek merupakan suatu jenis bisnis retail yang harus dikelola
dengan baik agar memperoleh keuntungan guna menutup beban biaya operasional
dan menjaga kelangsungan hidupnya, akan tetapi bisnis apotek juga tidak
melupakan fungsi sosialnya di dalam mendistribusikan perbekalan farmasi
(khususnya obat) kepada masyarakat, sehingga keberadaan apotek turut
membantu pemerintah dalam memelihara dan menjaga kesehatan masyarakat. Di
sisi lain komoditas bisnis apotek berbeda dengan komoditas bisnis consumer
goods. Hal ini dikarenakan di samping perbekalan farmasi yang memiliki sifat
dapat mempengaruhi kesehatan manusia juga berbeda cara pengelolaannya yang
terkait erat dengan ilmu kefarmasian dan undang-undang yang berlaku, guna
membantu pemerintah dalam mengawasi dan mengendalikan pendistribusian serta
penggunaan obat di masyarakat.
Untuk dapat mengelola sebuah bisnis apotek, seorang apoteker tidak cukup
dengan hanya berbekal ilmu teknis kefarmasian saja, karena mengelola sebuah
apotek sama halnya dengan mengelola sebuah perusahaan. Setiap apoteker
dituntut pengetahuannya tidak hanya sekedar menguasai produk yang dijual dan
pandai memberikan informasi kepada konsumen (teknis pelayanan kefarmasian),
akan tetapi juga harus dapat menganalisis hasil kinerja operasional dan kinerja
keuangan apotek. Sumber keuangan yang paling utama dari suatu usaha apotek
adalah pelanggan. Dalam tugas ini dilakukan analisis untuk meningkatkan jumlah
pelanggan di apotek Mitrasana Kelapa Gading. Analisis ini dilakukan dengan
mengobservasi keadaan di apotek Mitrasana Kelapa Gading selama 2 minggu.
Tugas khusus ini diharapkan dapat mempermudah apotek Mitrasana Kelapa
Gading untuk meningkatkan jumlah pelanggannya.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui cara-cara yang dapat digunakan untuk dapat
meningkatkan debit customer di apotek Mitrasana Kelapa Gading.

1 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsumen dan Pelanggan


Konsumen secara umum adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Konsumen apotek adalah seseorang atau sekelompok orang yang menggunakan
barang dan/atau jasa yang disediakan oleh apotek.
Konsumen terdiri dari 2 macam antara lain
1. Konsumen internal, yaitu konsumen yang berasal dari dalam internal apotek

yang terlibat dalam penyediaan jasa pelayanan, misalnya staf apotek,


pimpinan apotek, teknisi, dll.
2. Konsumen eksternal, yaitu konsumen yang berasal dari luar apotek yang

menerima pelayanan apotek pada umumnya, misalnya pasien, pihak asuransi,


masyarakat umum, dll.
Pelanggan adalah seorang individu yang secara continue dan berulang kali
datang ke tempat yang sama untuk memuaskan keinginanannya dengan memiliki
suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan memuaskan produk atau jasa
tersebut. Pelayanan kesehatan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Setiap siklus pelayanan memberikan kesempatan untuk evaluasi kualitas
pelayanan oleh provider maupun pelanggan. Secara umum pelanggan dalam
pelayanan kesehatan diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu pelanggan internal dan
eksternal. Pelanggan internal (internal costumer), mengacu pada anggota
organisasi pelayanan yang terlibat dalam pemberian/penyediaan jasa pelayanan
(dokter, perawat, petugas administrasi, petugas kebersihan, dsb), berperan juga
sebagai internal supplier. Adapun pelanggan eksternal (external costumer),
mengacu pada pihak yang menerima pelayanan dan atau menyediakan
income/revenue (pasien).
2.2 Nilai Pelanggan
Fokus pada nilai pelanggan dalam pemasaran merupakan salah satu strategi
kompetitif yang paling berhasil. Terdapat tiga konsep nilai pelanggan, yaitu:

2 Universitas Indonesia
3

1. Pendekatan Kognitif
Pendekatan ini bertujuan untuk mengerti apa yang didefinisikan sebagai nilai
dari pikiran pelanggan. Pelanggan dilihat sebagai pemecah masalah atau
pengambil keputusan yang berhubungan dengan aktifitas tujuan seperti
pencarian informasi, membuat penilaian, dan keputusan apakah akan
membeli produk atau tidak.
2. Pendekatan Pengalaman
Pelanggan tidak dipandang sebagai pemikir , tetapi juga perasa dan pelaku,
yang memperkuat kebutuhan untuk melihat konsumsi tidak hanya dari
tindakan rasional, tetapi juga tindakan simbolis.
3. Pendekatan Sumber Daya
Menurut pandangan ini, pelanggan menciptakan nilai dalam interaksi.
Peranan penyedia adalah mengerti penciptaan nilai sekarang dan mencoba
membuat, memelihara, atau meningkatkan suatu hubungan dengan pelanggan
dengan membantu pelanggan meningkatkan proses penciptaan nilai. Ini
berarti dukungan pada kegiatan pelanggan dalam kehidupan sehari-harinya,
baik dengan memudahkan suatu kegiatan, atau memungkinkan pelanggan
untuk melakukan suatu kegiatan. Teori ini menggarisbawahi kesempatan
untuk memanfaatkan potensi pelanggan sebagai partisipan aktif dalam
produksi, yaitu sebagai sumber daya dari penyedia layanan, agar dapat
mengurangi biaya penyedia layanan.
2.3 Harapan Pelanggan
Harapan biasanya bertumpu pada sebuah citra dari produk atau jasa pada
sebuah perusahaan. Ada 10 faktor yang mempengaruhi harapan pelanggan
terhadap suatu produk. Kesepuluh faktor tersebut meliputi:
1. Enduring service intens berupa harapan yang disebabkan oleh orang lain dan
filosofi pribadi seseorang mengenai suatu layanan.
2. Kebutuhan pribadi, meliputi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis.
3. Transitory service intensifers, terdiri atas situasi darurat yang membutuhkan
jasa tertentu seperti asuransi kesehatan dan asuransi kecelakaan dan jasa
terakhir yang pernah dikonsumsi konsumen.
4. Persepsi pelanggan tentang tingkat layanan perusahaan lain.
Universitas Indonesia
4

5. Self perceived service role, yaitu persepsi pelanggan tentang tingkat


keterlibatannya dalam proses penyampaian jasa.
6. Faktor situasional yang berada di luar kendali penyedia jasa.
7. Janji layanan eksplisit, baik berupa iklan, personal selling, perjanjian,
maupun komunikasi dengan karyawan penyedia jasa.
8. Janji layanan eksplisit, yang tercermin dari harga dan sarana pendukung jasa.
9. Word of mouth, baik dari teman, keluarga, rekan sekerja, pakar, maupun
publikasi media masa.
10. Pengalaman masa lalu.
Kualitas jasa berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan
konsumen serta ketepatan penyampaianya untuk mengimbangi harapan
konsumen. Terdapat tiga jenis tipe harapan konsumen, yaitu:
1. Will expectation, yaitu tingkat kinerja yang diprediksi atau diperkirakan
konsumen akan diterimanya, berdasarkan semua informasi yang
diketahuinya. Tipe ini merupakan tingkat harapan yang paling sering
dimaksudkan oleh konsumen sewaktu menilai kualitas jasa tertentu.
2. Should expectation, yaitu tingkat kinerja yang dianggap sudah sepantasnya
diterima konsumen. Biasanya tuntutan dan apa yang seharusnya terjadi jauh
lebih tinggi daripada apa yang diperkirakan akan terjadi.
3. Ideal expectation, yaitu tingkat kinerja optimum atau terbaik yang diharapkan
dapat diterima konsumen.
2.4 Desain eksterior apotek
Banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam mendesain eksterior suatu
apotek. Dari segi letak dan lokasi apotek, apotek terdekat merupakan hal yang
harus dipertimbangkan, yaitu menyangkut kompetisi dalam hal menarik
pelanggan (keindahan dan keunikan penampilan luar gedung apotek, tempat
masuk dan keluar barang).
Kondisi lingkungan sekitar sangat berperan dalam menentukan desain
suatu apotek, baik interior maupun eksterior dan juga dalam penyediaan obat-
obatan. Umur, ras, jenis kelamin, dan pendapatan dari suatu daerah
mempengaruhi tipe produk yang dipasarkan. Sebagai contoh farmasi dengan
pelanggan yang sudah berusia lanjut akan memilih untuk menyediakan
Universitas Indonesia
5

perlengkapan dan suplai medis yang sifatnya tahan lama serta memiliki tempat
tunggu yang nyaman, mengingat bahwa pelanggan yang datang dalam jumlah
besar adalah orang-orang yang sudah lanjut usia.
Contoh lain adalah lingkungan dengan pendapatan tinggi dengan kata lain
lingkungan kelas atas, tentunya akan memiliki desain eksterior yang baik sesuai
dengan kelasnya. Suatu produk yang tepat yang disediakan untuk sebagian kecil
masyarakat tertentu dapat dilakukan bila suatu kelompok kecil masyarakat
tersebut akan ditargetkan menjadi salah satu langganan tetap. Jika apotek tersebut
berlokasi di wilayah yang taraf hidupnya cukup makmur maka dapat
meningkatkan harga jual barang sampai harga tertinggi, misalnya kosmetik
bermerek. Sementara pada lokasi dengan masyarakat yang mempunyai tingkat
pendapatan yang rendah lebih banyak menjual kosmetik dengan harga rendah.
2.5 Desain interior apotek
Desain interior berperan dalam meningkatkan jumlah pembelian barang
oleh pembeli yang masuk ke apotek. Desain interior serta tata ruang yang baik
akan menimbulkan rasa aman dan nyaman baik kepada tenaga apotek maupun
konsumen. Desain interior apotek adalah ruang dalam apotek yang terdiri dari
ruang tunggu, ruang pelayanan resep dan ruang peracikan, ruang administrasi,
ruang apoteker, ruang gudang, toilet, mushola dan dapur.

Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI

3.1 Lokasi
Observasi dilakukan di outlet Mitrasana Kelapa Gading yang beralamat di
Jalan Boulevard Gading Timur Raya Kav.6, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
3.2 Waktu
Observasi dilakukan dalam jangka waktu 2 minggu yaitu pada tanggal 22
April 4 Mei 2013.
3.3 Metode Pelaksanaan
Analisis dilakukan dengan cara observasi keadaan di apotek Mitrasana
Kelapa Gading dan dengan studi literatur yang ada.

6 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis lokasi bangunan


Letak Apotek Mitrasana cukup strategis yaitu dekat dengan pemukiman dan
perumahan penduduk yang cukup padat, serta dekat dengan beberapa rumah sakit.
Apotek ini juga terletak di samping jalan dua arah yang cukup ramai dilalui
kendaraan, seperti kendaraan pribadi dan kendaraan umum sehingga mudah untuk
dicapai. Lokasi yang strategis ini juga didukung dengan sarana sekolah dan
restoran serta usaha lain yang padat pengunjung. Namun, apotek ini terletak di
dalam komplek SPBU sehingga agak sulit untuk dilihat oleh calon pelanggan
yang tidak memasuki komplek SPBU tersebut. Selain itu tidak ada papan reklame
di pinggir jalan yang menunjukkan adanya apotek di dalam komplek SPBU ini.
Hal ini kemungkinan dapat menjadi salah satu faktor penyebab kurangnya
pelanggan yang datang di apotek Mitrasana Kelapa Gading.
Selama observasi di lingkungan apotek Mitrasana Kelapa Gading, jumlah
orang yang memasuki komplek SPBU cukup ramai. Namun, tidak banyak orang
yang masuk ke dalam apotek. Untuk memanfaatkan keramaian SPBU ini, dapat
dilakukan promosi sehingga dapat meningkatkan jumlah pengunjung apotek.
Salah satunya dengan cara membagikan brosur yang menarik kepada orang yang
memasuki komplek SPBU ini. Diharapkan dengan membagikan brosur tersebut,
masyarakat yang memasuki komplek SPBU ini dapat lebih tertarik untuk
mengunjungi apotek Mitrasana.
4.2 Analisis desain apotek
Pada bagian depan Apotek Mitrasana terdapat halaman yang dapat
digunakan sebagai tempat parkir dengan kapasitas tiga buah mobil dan beberapa
sepeda motor. Bangunan Apotek Mitrasana berbentuk ruko panjang ke belakang
yang terbagi menjadi beberapa ruangan, antara lain ruang display produk, ruang
samping sebagai counter untuk penerimaan resep; kasir; penyerahan obat; ruang
tunggu pasien, ruang praktek dokter, dan ruang penyimpanan dan peracikan obat.
Desain eksterior dari bangunan ini sudah cukup baik yaitu dengan adanya papan

7 Universitas Indonesia
8

nama Mitrasana yang cukup besar. Namun pada jendela apotek tertutup dengan
iklan sehingga tidak terlihat bagian dalam dari apotek. Selain itu pintu masuk dan
keluar apotek menggunakan kaca yang gelap sehingga calon pelanggan tidak
dapat melihat desain interior apotek. Hal ini juga merupakan salah satu penyebab
kurangnya pelanggan yang datang.
4.3 Analisis tata letak produk
Tata letak produk OTC di apotek Mitrasana Kelapa Gading sudah cukup
baik. Produk disusun berdasarkan farmakologisnya dan diletakkan seperti
minimarket. Namun, masih terdapat kekurangan seperti belum rapinya label harga
di gondola-gondola tersebut sehingga agak menyulitkan pelanggan untuk
mendapatkan informasi tentang harga produk yang ada di gondola.
4.4 Analisis promosi
Salah satu cara untuk dapat meningkatkan debit customer adalah dengan
membuat event di sekitar lingkungan apotek. Tidak jauh dari lokasi apotek,
terdapat sebuah taman jogging yang sering digunakan masyarakat sekitar untuk
berolahraga terutama saat akhir pekan. Keadaan tersebut dapat digunakan untuk
membuat masyarakat lebih mengetahui adanya apotek Mitrasana di kawasan
Kelapa Gading. Promosi dapat dilakukan dengan cara diadakan event cek gula
darah atau kolesterol dengan harga khusus di dalam taman jogging tersebut setiap
akhir pekan. Selain itu, dapat juga dibagikan brosur atau katalog produk sehingga
masyarakat sekitar lebih mengenal apotek Mitrasana dan produk-produk yang
dijual lebih jauh lagi.
Cara lain yang dapat digunakan yaitu dengan mengadakan program member
card untuk pelanggan yang sudah berbelanja sebanyak nominal tertentu. Dalam
member card ini dibuat sistem poin sesuai nominal pembelanjaan. Setelah dicapai
jumlah poin tertentu, maka pemegang member card akan mendapatkan hadiah
yang berlogo Mitrasana. Kemudian dapat dibuat juga program diskon khusus
untuk pelanggan yang memiliki member card ini sehingga diharapkan dapat
menarik minat masyarakat untuk menjadi pelanggan di apotek Mitrasana.

Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Beberapa kemungkinan penyebab kurangnya pelanggan yang datang antara
lain:
5.1.1 Tidak adanya papan reklame apotek di pinggir jalan sehingga pelanggan
yang sedang berjalan atau mengendarai kendaraan bermotor tidak dapat
melihat adanya apotek.
5.1.2 Penggunaan pintu kaca yang gelap dan tertutup iklan menyulitkan
pelanggan untuk melihat bagian dalam dari apotek

5.2 Saran
5.2.1 Memasang papan reklame apotek Mitrasana di pintu masuk komplek
SPBU.
5.2.2 Menggunakan kaca yang tembus pandang dan bebas dari iklan di bagian
depan apotek.
5.2.3 Melakukan promosi terhadap masyarakat yang memasuki komplek SPBU
dengan cara membagikan brosur atau katalog produk.
5.2.4 Mengadakan event cek gula darah atau kolesterol di taman jogging dekat
lokasi apotek setiap akhir pekan.
5.2.5 Membuat program member card

9 Universitas Indonesia
10

DAFTAR PUSTAKA

Anif, Moh. (2001). Manajemen Farmasi. Cetakan ketiga. Yogyakarta : UGM


Press.

Umar, M. 2009. Manajemen Apotek Praktis. Jakarta: Nyohoka Brohers.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai