Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

Asma bronkial adalah suatu penyakit saluran pernapasan bawah sebagai


akibat meningkatnya kepekaan trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dan
ditandai dengan penyempitan yang luas pada saluran napas, bersifat reversible baik
secara spontan maupun dengan pengobatan. Menurut data World Health Organization
(WHO) tahun 2000, lebih dari 100 juta orang di dunia menderita asma, dan sekitar
180 ribu jiwa pertahun menemui kematian karena penyakit yang sama. (1)
Asma bronkial merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak.
Prevalensi asma terbesar adalah pada usia pra sekolah, yaitu 6-14 tahun. Di
Indonesia, prevalensinya telah mencapai angka 17% dan angka ini masih akan
meningkat tiap tahunnya. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas,
akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian.
Asma memberi dampak negatif bagi kehidupan pengidapnya, seperti menyebabkan
anak sering tidak masuk sekolah dan membatasi kegiatan olahraga serta aktivitas
pengidapnya.(3)
Terdapat beberapa faktor etiologi yang berhubungan erat dengan asma pada
anak, yaitu faktor allergen, aktivitas fisik, bahan iritan, asap rokok, rhinitis alergi,
obat dan bahan kimia.(2)

1
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. SW
Tgl Lahir/Umur : 10 Oktober 2013 (13 tahun)
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : jl.kelor, No. 10 E
Agama : Islam
Nama Ayah : Tn. Sakka
Pekerjaan Ayah : PNS/Pedagang
Nama Ibu : Ny. Wati
Pekerjaan Ibu : IRT
Tanggal masuk : 23 September 2016

Keluhan utama : sesak napas

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien masuk R dengan keluahn Sesak napas, sesak sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit, dimana saat sesak pasien merasa nyaman bila posisi tubuh setengah
duduk. Saat sesak napas masih bisa berbicara. Keluhan sesak napas ini timbul setiap
selesai berkaktivitas seperti bermain voly. Keluhan sesak napas timbul sejak usia 8
tahun. Selain itu, terdapat keluhan batuk berlendir yang muncul bersamaan dengan
keluhan sesak napasnya, Lendir berarna kuning. Panas (-), nyeri perut (-), Muntah (-),
BAB biasa, BAK lancar.

2
Riwayat penyakit sebelumnya :

Riwayat penyakit asma sejak usia 8 tahun. Tidak ada riwayat alergi makanan, pajanan
hewan berbulu, namun pasien tersebut alergi terhadap perubahan suhu lingkungan
atau cuaca, terutama cuaca dingin.

Riwayat penyakit keluarga :

Ibu memiliki riwayat penyakit asma

Riwayat anamnesis makanan :

Usia 0-6 bulan : ASI eksklusif

Usia 6-12 bulan : susu formula + ASI + MP ASI

Usia 1 : ASI + susu formula + makanan keluarga.

Sekarang (13 tahun) : Makanan Keluarga

Riwayat Imunisasi

Imunisasi dasar lengkap selama 9 bulan yaitu :

BCG :1x
Hepatitis :3x
DPT :3x
Polio :3x
Campak :1x

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : sakit sedang

Kesadaran : kompos mentis


Status Gizi : gizi baik (BB : 34 kg ; TB : 142 cm )
Tanda Vital : - Denyut Nadi : 112 x/menit - Suhu : 36,8 oC

3
- Pernapasan : 28 x/menit - TD : 110/80 mmHg

Kulit : warna kuning langsat, lapisan lemak sedikit, sianosi (-), ikterik (-), turgor
kembali cepat, edema (-)

Kepala : Normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), palpebra ikterik (-/-), gerakan bola
mata normal, refleks cahaya (+/+),
Hidung : rhinorrhea (+) , pernapasan cuping hidung (-/-)
Telinga : Otorrhea (-)
Mulut : bibir tidak tampak sianosis, bibir kering (-), lidah kotor (-)
tidak hiperemis, gusi normal, tonsil T1/T1 tidak hiperemis.

Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening dan kelenjar limfe.

Thoraks

Inspeksi : pergerakan dinding dada tampak simetris bilateral, retraksi


(+) interkostal.
Palpasi : Vokal Fremitus kiri = kanan, Ictus cordis teraba di SIC V
midclavicula sinistra
Perkusi : sonor kanan dan kiri
Auskultasi : bunyi paru vesikular, wheezing (+/+) ekspirasi, rhonki (-/-)
Bunyi jantung I/II regular

Abdomen

Inspeksi : tampak datar


Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Anggota gerak

Ekstremitas Atas : akral hangat, edema (-)


Ekstremitas Bawah : akral hangat, edema (-)

4
Tulang belakang : tidak ada kelainan

Otot-otot : tidak ada atrofi dan kekuatan otot normal

Refleks : refleks fisiologis normal, reflex patologis tidak ada

Pemeriksaan Laboratorium

Hemoglobin : 12,1 gr/dl Hematokrit : 35,8 %


Trombosit : 336 x 109 eritrosit : 4,6
Leukosit : 8,6 x 103

RESUME

Pasien An. SW usia 13 tahun masuk dengan keluhan Sesak napas, sesak sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit, dimana saat sesak pasien merasa nyaman bila posisi
tubuh setengah duduk. Saat sesak napas masih bisa berbicara. Keluhan sesak napas
ini timbul setiap selesai berkaktivitas seperti bermain voly. Keluhan sesak napas

5
timbul sejak usia 8 tahun. Selain itu, terdapat keluhan batuk berlendir yang muncul
bersamaan dengan keluhan sesak napasnya, Lendir berarna kuning. Panas (-), nyeri
perut (-), Muntah (-), BAB biasa, BAK lancar. Ibu pasien memiliki riwayat penyakit
Asma. Pada pemeriksaan fisik ditemukan takikardia, takipneu, retraksi interkostal,
bunyi pernapasan tambahan wheezing (+) .Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan
leukositosis.

Diagnosis
Asma bronkhial
Terapi
O2 0,2 2 lpm
IVFD Dextrose 5% 26 tpm
Nebulizer combivent 1 amp dalam Nacl 2 cc
Inj. Dexametason Amp/8 j iv

Follow up :

tanggal 24 september 2016 tanggal 25 september 2016


Hari Ke-2 Hari Ke-3
S : Sesak napas (-), batuk berlendir (+) Tekanan darah : 110/80 mmHg, Nadi :
O : PEMERIKSAAN FISIK 80 x/menit, Pernapasan : 20x/menit,
Tekanan darah : 110/80 mmHg, Nadi : Suhu : 36,6 o C

6
86 x/menit, Pernapasan : 20x/menit, S : Sesak napas (-), batuk berlendir (+)
Suhu : 36,6 o C berkurang
Kepala-leher : dalam batas O : PEMERIKSAAN FISIK
normal Kepala-leher : dalam batas
Thoraks : wheezing (+) normal
ekspirasi, namun berkurang Thoraks : wheezing (+)
dari pertama masuk, retraksi ekspirasi, namun berkurang
dinding dada (-) dari pertama masuk, retraksi
Abdomen : dalam batas dinding dada (-)
normal Abdomen : dalam batas
Ekstremitas : dalam batas normal
normal Ekstremitas : dalam batas
A : Asma bronkhial akut normal
P : IVFD D5% 26 tpm A : Asma bronkhial akut
inj. Dexametason Amp/8jiv P : IVFD D5% 26 tpm
ambroxol 3x1 cth inj. Dexametason Amp/8jiv
salbutamol 2 mg ambroxol 3x1 cth
Aminofilin 60 mg 3x1 Pulv salbutamol 2 mg
Histapan 30 mg Aminofilin 60 mg 3x1 Pulv
Histapan 30 mg

tanggal 26 september 2016 tanggal 27 september 2016


Hari Ke-4 Hari Ke-5
S : Sesak napas (-), batuk berlendir (+) Tekanan darah : 110/80 mmHg, Nadi :
berkurang 80 x/menit, Pernapasan : 20x/menit,
O : PEMERIKSAAN FISIK Suhu : 36,6 o C
Tekanan darah : 110/80 mmHg, Nadi : S : Sesak napas (-), batuk berlendir (+)
86 x/menit, Pernapasan : 20x/menit, Sekali-sekali
Suhu : 36,6 o C O : PEMERIKSAAN FISIK
Kepala-leher : dalam batas Kepala-leher : dalam batas

7
normal normal
Thoraks : wheezing (+) Thoraks : wheezing (+)
ekspirasi, namun berkurang ekspirasi, namun berkurang
dari pertama masuk, retraksi dari pertama masuk, retraksi
dinding dada (-) dinding dada (-)
Abdomen : dalam batas Abdomen : dalam batas
normal normal
Ekstremitas : dalam batas Ekstremitas : dalam batas
normal normal
A : Asma bronkhial A : Asma bronkhial akut
P : IVFD D5% 26 tpm P :
ambroxol 3x1 cth ambroxol 15 mg
salbutamol 2 mg salbutamol 2 mg 3x1 Pulv
Aminofilin 60 mg 3x1 Pulv Histapan 30 mg
Histapan 30 mg Cefadroxil 2x1 tab
Pasien Dipulangkan

DISKUSI

Berdasarkan batasan asma bronchial, maka hiperreaktivitas bronkus


merupakan dasar terjadinya penyakit asma. Hipereaktivitas bronkus adalah
peningkatan respon bronkus dan penurunan ambang rangsangan konstriksi bronkus
terhadap berbagai rangsangan, misalnya latihan fisik, udara dingin, dan allergen yang
menimbulkan reaksi inflamasi. Peranan inflamasi pada saluran napas menjadi sangat
penting dalam mekanisme terjadinya hipereaktivitas bronkus. Proses inflamasi ini
tidak saja ditemukan pada penderita asma berat bahkan pada penderita asma ringan
dapat terjadi.(2)

8
Proses inflamasi pada asma merupakan suatu proses yang cukup rumit diawali
dengan adanya rangsangan sebagai pemicu timbulnya proses inflamasi akibat adanya
interaksi antara sel-sel inflamasi dan mediator yang dihasilkan sel mast yang berperan
dalam hal timbulnya bronkospasme, peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
kemoktaksis sel-sel inflamasi maupun kerusakan sel epitel saluran napas. Sedangkan
mediator yang dihasilkan oleh eosinofil dapat mengakibatkan kerusakan epitel sel
mukosa bronkus dan selanjutnya ujung saraf sensorik mengeluarkan substansi P dan
neurokinin yang mengakibatkan bronkokonstriksi, edema dan peradangan pada
mukosa saluran napas. Dimana proses inflamasi pada asma dibagi atas 2 fase yaitu;(3)

1. Reaksi fase awal/cepat


Disebabkan karena penyempitan bronkus yang berlangsung 10 sampai 20
menit akibat pajanan allergen sehingga mengaktivasi sel mast dan basophil
yang nantinya menghasilkan histamine, dan sitokin lainnya sehingga
menyebabkan spasme otot polos,edema, dan hipersekresi mukus.

2. Reaksi fase lambat


Disebabkan karena penyempitan bronkus yang berlangsung 2-8 jam sesudah
pajanan allergen.Sehingga memacu produksi eosinophil bradikinin, serotonin.

Derajat penyakit asma yang dibuat oleh Konsesus Pediatri Internasional III
tahun 1998 membagi derajat penyakit asma menjadi tiga, yaitu : (1)

1. Asma episode jarang (asma ringan)


Ditandai oleh adanya episode < 1 x tiap 4-6 minggu, mengi setelah aktivitas berat,
tidak terdapat gejala di antara episode serangan, dan fungsi paru normal di antara
serangan.
2. Asma episode sering (asma sedang)
Ditandai oleh frekuensi serangan yang lebih sering dan timbul mengi pada
aktivitas sedang, tetapi dapat dicegah dengan pemberian agonis- 2. Gejala terjadi
kurang dari 1x/minggu dan fungsi paru di antara serangan normal atau hampir
normal.
3. Asma persisten (asma berat)

9
Ditandai oleh seringnya episode akut, mengi pada aktivitas ringan, dan di antara
interval gejala dibutuhkan agonis-2, lebih dari 3x/minggu karena anak terbangun
di malam hari atau dada berat di pagi hari.(1)

Bunyi pernapasan wheezing disebabkan karena adanya penyempitan jalan


napas yang disebabkan karena respon saluran napas yan berlebihan terhadap
rangsangan bronkokontriksi. Batuk kemungkinan besar terjadi akibat rangsangan
pada saraf sensorik saluran respiratori oleh mediator inflamasi.

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu


menegakkan diagnosis asma bronkhial adalah: (1)
Pemeriksaan fungsi paru
Force expiratory volume in 1 second (FEV1) dan vital capacity (CV) dengan
alat spirometer serta pengukuran peak expiratory flow (PEF) atau arus puncak
ekspirasi (APE) dengan peak-flow meter.

Pada Pedoman Nasional ASMA Anak (PNAA) 2004, untuk mendukung


diagnosis asma maka dipakai batas berikut :
1. Variabilitas PEF atau FEV 15%
2. Kenaikan PEF atau FEV 15% setelah pemberian inhalasi bronkodilator
3. Penurunan PEF atau FEV 20 % setalah provokasi bronkus.
Pemeriksaan hiperreaktivitas saluran napas
Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan/olahraga, udara
kering dan dingin, atau dengan salin hipertonik sangat menunjang diagnosis.
Pengukuran petanda inflamasi saluran napas non-invasif
Dilakukan dengan cara memeriksa eosinofil sputum, baik yang spontan maupun
yang diinduksi dengan garam hipertonik. Selain itu, pengukuran kadar NO
ekshalasi juga merupakan cara menilai petanda inflamasi yang noninvasif.
Penilaian status alergi
Uji kulit atau pemeriksaan IgE spesifik dalam serum tidak banyak membantu
diagnosis asma, tetapi pemeriksaan ini dapat membantu menentukan faktor
risiko atau pencetus asma.
Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, diagnosis dalam kasus
ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik

10
Table 1.Penilaian Derajat Serangan Asma(1)

Parameter Klinis, Ringan Sedang Berat


Tanpa Anca
Fungsi Paru,
ancaman henti man
Laboratorium
napas henti
napas
Sesak Berjalan Berbicara Istirahat
Posisi Bisa Lebih suka Duduk
berbaring duduk bertopang
lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin Biasanya irritable Biasanya Kebin
irrtable irritable gunga
n
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Mengi Sedang, Nyaring, Sangat nyaring, Sulit/t
sering hanya sepanjang terdengar tanpa idak
pada akhir ekspiras stetoskop terden
ekspirasi inspirasi sepanjang gar
ekspirasi dan

11
inspirasi
Penggunaan otot Biasanya Biasanya ya Ya Gerak
bantu respiratorik tidak an
parad
oks
torako
abdo
minal
Retraksi Dangkal, Sedang, Dalam, Dang
retraksi ditambah retraksi ditambah napas kal/hil
interkostal suprasternal cuping hidung ang
Frekuensi napas Takipnea Takipnea Takipnea Bradi
pnea
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi Bradi
kardi
Pulsus Paradoksus Tidak ada Ada Ada Tidak
< 10 mmHg 10-20 mmHg > 20 mmHg
ada,
tanda
kelela
han
otot
napas
PEFR atau FEV1
Pra-bronkodilator < 40%
> 60% 40-60%
Pasca- < 60%
> 80% 60-80% Respon < 2 jam
bronkodilator

SaO2 % > 95% 91-95% 90%

PaO2 Normal > 60 mHg < 60 mHg


PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg

12
Klasifikasi derajat beratnya penyakit asma dibuat berdasarkan frekuensi
serangan dan obat yang digunakan sehari-hari. Selain itu, asma dapat dinilai
berdasarkan derajat serangan yang terbagi menjadi serangan ringan, serangan sedang,
dan serangan berat. Perlu dibedakan antara derajat penyakit asma (aspek kronik) dan
derajat serangan asma ( aspek akut). Seorang pasien asma persisten (asma berat)
dapat hanya mengalami serangan ringan. Sebaliknya, seorang pasien yang tergolong
asma episodik jarang bisa saja mengalami serangan asma berat, bahkan serangan
ancaman henti napas yang dapat menimbulkan kematian.(6)
Tata laksana asma anak dibagi menjadi beberapa hal yaitu tata laksana
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) pada pasien dan keluarganya,
penghindaran terhadap faktor pencetus, dan medikamentosa.Tata laksana asma dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu tata laksana pada saat serangan asma (eksaserbasi akut)
atau aspek akut dan tata laksana jangka panjang (aspek kronis). Pada asma episodik
sering dan asma persisten, selain penanganan pada saat serangan, diperlukan obat
pengendali (controller) yang diberikan sebagai pencegahan terhadap serangan asma.
Penatalaksanaan asma pada anak bertujuan untuk mencegah terjadinya serangan asma
seminimal mungkin sehingga memungkinkan anak dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal sesuai dengan usianya. Serangan asma biasanya mencerminkan
kegagalan pencegahan asma, kegagalan tata laksana asma jangka panjang dan
kegagalan penghindaran dari faktor pencetus. (6)
Global Initiative for Asthma (GINA) membagi tatalaksana serangan asma
menjadi dua yaitu tatalaksana di rumah dan tatalaksana di Rumah Sakit. Tatalaksana
di rumah dilakukan oleh pasien (atau orang tua pasien) di rumah. Hal ini dapat
dilakukan oleh pasien yang sebelumnya menjalani terapi dengan teratur dan
mempunyai pendidikan yang cukup. Terapi awal di rumah ialah inhalasi -agonis
kerja cepat sebanyak 2 kali dengan selang waktu 20 menit. Bila belum ada
perbaikan, segera mencari pertolongan ke dokter atau sarana kesehatan.

13
Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan ke Unit Gawat Darurat
(UGD) langsung dinilai derajat serangannya menurut klasifikasi.Penetuan derajat
serangan asma sangat penting untuk penatalaksanaan saat penderita masuk.Serangan
asma berat sering mengancam jiwa yang dikenal dengan status asmatikus.Penanganan
pertama yang dilakukan setelah anak tiba diruang perawatan rawat inap adalah
pemberian O2 tetap dilanjutakan dan dilakukan nebulasi pentolin (salbutamol) 1
ampul dan cairan infuse dextrose.

Penanganan kasus asma didasarkan atas klasifikasi diantaranya ;


Serangan Asma Ringan
Jika dengan sekali nebulisasi menggunakan 2-agonis kerja cepat pasien
menunjukkan respon yang baik berarti derajat serangannya ringan. Pasien
diobservbasi 1-2 jam, jika respon tersebut bertahan pasien dapat dipulangkan. Pasien
dibekali obat -agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam. Jika pencetus
serangannya adalah infeksi virus, dapat ditambahkan steroid oral jangka pendek (3-5
hari). Pasien kemudian dianjurkan kontrol ke klinik rawat jalan dalam waktu 24-48
jam. untuk reevaluasi tatalaksana. Jika setelah observasi 2 jam gejala timbul kembali,
pasien diperlakukan sebagai serangan asma sedang. (1)
Serangan Asma Sedang
Jika dengan pemberian nebulisasi 2 kali pasien hanya menunjukkan respon parsial,
kmungkinan derajat serangannya sedang. Inhalasi langsung dengan 2-agonis dan
ipratropium bromide (antikolnergik), diberikan kortikosteroid sistemik (oral)
metilprednisolon dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari selama 3-5 hari. Walaupun belum
tentu diiperlukan, untuk persiapan keadaan darurat, pasien dengan serangan riingan
langsung dipasangi jalur parenteral sejak di UGD.
Serangan Asma Berat
Bila dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak menunjukkan respon yaitu
gejala dan tanda serangan masih ada, pasien dirawat di ruang rawat inap. Diberikan
nebulisasi dengan 2-agonis dan antikolinergik. Oksigen 2-4 liter/menit diberikan
sejak awal termasuk saat nebulisasi. Kemudian dipasang jalur parenteral dan
dilakukan foto toraks. Sedangkan bila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman

14
henti napas, pasien harus langsung dirawat di ruang rawat intensif. Pada pasien
denganserangan berat dan ancaman henti napas, foto toraks harus langsung dibuat
untuk mendeteksi komplikasi pneumotoraks dan/atau pneumomediastinum.

Pencegahan untuk kasus asma bronkial dapat dilakukan dalam 2 cara, yaitu :

1. Pada anak yang asmanya belum manifestasi :


Mencegah terjadinya sensitasi dengan menunda pemberian makanan padat
yang mempunyai tingkat alergenitas tinggi (telur, susu sapi)
Orang tua dianjurkan tidak merokok
Mencegah terjadinya infeksi saluran napas
Pememberian ASI eksklusif pada bayi
2. Pada anak yang gejala asmanya sudah manifestasi :
Menghindari factor pencetus berupa allergen makanan, allergen hirup, bahan
iritan, tertular infeksi, latihan fisik yang erat, perubahan cuaca dan factor
emosi.
Pemberian obat pengendali

Prognosis dalam jangka panjang asma anak secara umum baik. Sebagian
besar asma anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur.

DAFTAR PUSTAKA

1 IDAI, 2010. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit
IDAI.

15
2 Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
3 Mansjoer, A, dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta :
Media Aesculapius FK UI.
4 Behram, Kliegman, Arvin, 2006. Nelson : Pediatric. EGC.Jakarta

5 Wahani Audrey M. I..2011.Karakteristik Asma pada Pasien Anak yang Rawat


Inap Di RS Prof.R.D Kandouw Malalayang, Manado. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Akses dari
www.saripediatrik.co.id.

16

Anda mungkin juga menyukai