Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MAHASISWA

SEMESTER IV
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
BLOK IKGT III

MODUL 1. NYERI OROFASIAL


DISUSUN OLEH :

1. Dela Puspita Sari 20150710022


2. Kadek Vita Prasetyawati 20150710054
3. Kartiko Aji Widodo 20150710055
4. Mega Roshita Hanum 20150710067
5. Mery Esterlita Hutapea 20150710069
6. Muhammad Maulidar 20150710073
7. Mukhammad Ibrohim 20150710074
8. Nitya Meilani Siahaan 20150710079
9. Rista Pradya Novintya 20150710092
10. Safira Agnes Pratiwi 20150710096
11. Vivi Noviolyta Nisaa Jaya 20150710105

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2017

1
Kata Pengantar

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya kepada penyusun untuk dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
NYERI OROFASIAL. Tujuan penyusunan makalah ini ialah untuk melengkapi tugas
mata kuliah yang dibimbing oleh Eddy Hermanto, drg., Sp.BM .

Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun telah mendapat bantuan dari


berbagai pihak. Oleh sebab itu sudah selayaknya penyusun mengucapkan
terimakasih kepada Eddy Hermanto, drg., Sp.BM yang telah membimbing penulis
dengan penuh kesabaran dan perhatian. Juga tidak lupa mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan.

Kami berharap semoga dengan disusunnya makalah ini dapat memberikan


pengetahuan bagi para pembaca dan sebagai penyusun juga bias dapat lebih
mengerti untuk isi dari makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 24 Mei 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................2

DAFTAR ISI...................................................................................................................3

BAB I.............................................................................................................................4

PENDAHULUAN.............................................................................................................

1.1. Latar Belakang...............................................................................................4

1.2. Jabaran Pemicu..............................................................................................4

1.3. Keywords........................................................................................................5

1.4. Peta Konsep...................................................................................................5

1.5. Learning Issue................................................................................................6

BAB II..............................................................................................................................

PEMBAHASAN.............................................................................................................7

2.1. Definisi nyeri orofasial....................................................................................7


2.2. Penyebab nyeri orofasial................................................................................7
2.3. Patofisiologi nyeri orofasial.............................................................................9
2.4. Definisi kanker sinus paranasal....................................................................10
2.5. Penyebab dan faktor predisposisi kanker sinus maksilaris..........................11
2.6. Gejala klinis kanker sinus maksilaris............................................................12
2.7. Penegakkan diagnosis kanker sinus maksilaris...........................................13
2.8. Penatalaksanaan dari kanker sinus maksilaris............................................15
2.9. Penggunaan analgesik sebagai terapi paliatif..............................................15

BAB III.............................................................................................................................

PENUTUP....................................................................................................................17

3.1 Kesimpulan....................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nyeri orofasial adalah nyeri yang terdapat pada bagian wajah dan
mulut. Bagian orofasial penting untuk dipelajari oleh mahasiswa
kedokteran gigi karena merupakan sebuah lapangan yang harus dikuasai
oleh para dokter gigi nantinya. Mahasiswa kedokteran gigi harus
menyadari betapa pentingnya menguasai pelajaran mengenai nyeri
orofasial karena sangat sering dijumpai pada praktek dokter gigi.
Ketidakfahaman akan hal ini dapat berakibat fatal. Dalam kasus ini, akan
membahas tentang kanker sinus maksilaris yang merupakan salah satu
penyebab dari nyeri orofasial. Selain itu, perlu diketahui mengenai terapi
medikasi untuk kasus ini.

1.2. Jabaran Pemicu

Judul Pemicu : Nyeri post operasi kanker sinus maksilaris

Jabaran Pemicu :
Seorang Laki-laki berusia 55 tahun datang dengan ke RSGM
dengan keluhan adanya nyeri tajam pada bagian wajah kanan dan mulut.
Anamnesis pasien paska operasi kanker sinus maksilaris kanan satu
setengah bulan yang lalu dan obat yang diberikan dokter sudah habis.
Pasien sudah mulai bekerja sebagai pekerja tambang timah. Pemeriksaan
ekstra oral dan intra oral Nampak jahitan paska operatif. Dokter gigi
memberikan obat untuk meredakan nyeri

4
1.3. Kata Kunci
1. Nyeri wajah
2. Orofasial
3. Kanker sinus maksilaris kanan
4. Pembedahan

1.4. Peta Konsep

Kanker sinus
maksilaris

Pembedahan/operasi

Proses penyembuhan
kerusakan jaringan

Prostaglandin

Nyeri orofasial - Anamnesis

(karena post operasi - Pemeriksaan


kanker sinus Ekstra oral &
maksilaris kanan) intra oral
Terapi paliatif:
pemberian analgesik

5
1.5. Learning Issues
1. Apa yang dimaksud dengan nyeri orofasial?
2. Apa penyebab nyeri orofasial?
3. Apa patofisiologi dari nyeri orofasial?
4. Apa yang dimaksud dengan kanker sinus paranasal?
5. Apa penyebab dan faktor predisposisi dari kanker sinus maksilaris?
6. Bagaimana gejala klinis dari kanker sinus maksilaris?
7. Bagaimana cara menegakkan diagnosis kanker sinus maksilaris?
8. Apa penatalaksanaan dari kanker sinus maksilaris?
9. Bagaimana peran penggunaan analgesik sebagai terapi paliatif?

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Nyeri Orofasial


Nyeri orofasial adalah pengalaman sensoris atau emosional
yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kemungkinan
atau memang terjadinya kerusakan pada jaringan daerah wajah, mulut
dan gigi (Scully, C. 2008).

2.2. Penyebab Nyeri Orofasial

Penyebab nyeri orofasial adalah sebagai berikut:


1. Local disorder:
a. Kelainan pada gigi dan jaringan penyangganya:
i. Dentin yang terbuka
ii. Karies
iii. Pulpitis
iv. Periodontitis apikalis
v. Cracked tooth syndrome
vi. Trauma oklusal
vii. Abses periodontal
viii. Acute Necrotizing Ulcer Gingivitis (ANUG)
ix. Pericoronitis
b. Rahang
c. Antrum maksilaris
d. Kelenjar saliva
e. Hidung dan faring
f. Mata
2. Neurogical disorders / neuralgias
a. Idiopatik trigeminal neuralgia
b. Typical neuralgia
c. Neoplasma malignant yang melibatkan saraf trigeminal
d. Neuralgia glossofaringeal
e. Herpes zooster (termasuk post herpetic neuralgia)
f. Multiple sclerosis
g. SUNCT (Severe Neuralgia and Conjunctival Tearing)
syndrome
3. Penyebab psikogenik yang mungkin terjadi
a. Atypical facial pain
b. Burning mouth syndrome
c. Disfungsi nyeri temporomandibular
4. Headache/cephalgia
a. Classic migraine
b. Commonn migraine
c. Cluster migraine
7
d. Tension headache
e. Others headache
5. Arthralgia
a. Myofascial Pain Disfunction (MPD) syndrome
b. Adanya perubahan struktur dari TMJ
c. Osteoathritis dari TMJ
6. Kondisi nyeri lainnya
a. Ulcers membrane mucous
b. Sinus pain
c. Salivary gland pain
d. Otalgia
e. Temporal arteritis
f. Carotidynia
g. Eagles syndrome
h. Thyroiditis
i. Angina pectoris
7. Altered sensation
a. Halitosis
b. Xerostomia
c. Taste
d. Sialorrheae
e. Paresthesia
f. Kebiasaan buruk
8. Efek terapi radiasi pada mult
a. Pada kelenjar saliva
b. Pada gigi dan rahang
9. Vascular disorders
a. Migraine
b. Migrainous neuralgia
c. Giant cell arthritis
d. Paroxymal hemicranias
e. neuralgia
10. Reffered pain
a. Nasofaringeal
b. Ocular
c. Aural
d. Kardiorespiratory
e. Angina
f. Lesi pada leher atau dada (termasuk kanker paru-paru)
(Scully, C. 2008).

2.3. Patofisiologi Nyeri Orofasial


Patofisiologi dari nyeri orofasial ada 4, yaitu:

1. Tranduksi

8
- Terjadi perpindahan cairan kimia pada sel sehingga impuls
berjalan ke spinal cord.
- Dimulai ketika terjadi injury pada sel, yang memicu
pengeluaran bahan kimia seperti prostaglandin, bradikinin,
histamin, dan glutamat.
- Nosiseptor yang terdapat pada kulit, tulang, sendi, otot, dan
organ dalam terstimuli.
2. Transmisi
- Dimulai ketika nosiseptor terstimuli.
- Transmisi nyeri terjadi melalui serabut saraf yang terdiri 2
macam, yaitu:Serabut A yang peka terhadap nyeri yang
tajam, panas, dan first pain.
- Serabut C yang peka terhadap nyeri yang tumpul dan lama,
second pain.
3. Persepsi nyeri
- Setelah sampai otak, stimulus yang dibawa oleh saraf
tersebut dirasakan secara sadar dan akan menimbulkan
respon individu terhadap rangsangan tersebut.
- Persepsi baru akan timbul bila ambang nyeri tercapai oleh
stimulus sehingga dapat mencapai otak.
- Pain treshold cenderung sama pada setiap orang akan tetapi
persepsi orang bisa berbeda-beda.
4. Modulasi
- Ditimbulkan oleh stimulus yang sama, akan tetapi sangat
berbeda pada situasi dan individu berbeda.
- Pada fase ini dilepaskan bahan neurochemical yang
berfungsi mengurangi rasa nyeri seperti endogenous opioid
dan GABA.

(Scully, C. 2008)

2.4. Definisi Kanker Sinus Paranasal


Tumor paranasal adalah penyakit di mana terjadinya pertumbuhan sel
(ganas) pada sinus paranasal dan rongga hidung.Lokasi hidung dan
sinus paranasal (sinonasal) merupakan rongga yang dibatasi oleh
tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung sehingga
tumor yang timbul di daerah ini sulit diketahuisecara dini. Tumor hidung
dan sinus paranasal pada umumnya jarang ditemukan, baik yang jinak

9
maupun yang ganas. Di Indonesia dan di luar negeri, angka kejadian
jenis yang ganas hanya sekitar 1% dari keganasan seluruh tubuh atau
3% dari seluruh keganasan di kepala dan leher. Asal tumor primer juga
sulit untuk ditentukan, apakah dari hidung atau sinus karena biasanya
pasien berobat dalam keadaan penyakit telah mencapai tahap lanjut
dan tumor sudah memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus
(Agussalim 2006).

2.5. Penyebab dan faktor predisposisi kanker sinus maksilaris

Penyebab kanker sinus maksilaris belum jelas diketahui secara pasti.


Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi banyak
factor (multifactor) dan besifat individual atau tidak sama pada setiap
orang. Faktor-faktor predesposisi dari kanker diantaranya:

Penggunaan tembakau

Penggunaan tembakau (termasuk didalamnya adalah rokok,


cerutu, rokok pipa, mengunyah tembakau, menghirup
tembakau) adalah factor resiko terbesar penyebab kanker pada
kepala dan leher.
Alkohol

Peminum alcohol berat dengan frekuensi rutin merupakan factor


resiko kanker kepala dan leher.
Inhalan spesifik

Menghirup substansi tertentu, terutama pada lingkungan kerja,


mungkin dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker cavum
nasi dan sinus paranasal.
Sinar ionisasi: Sinar radiasi; sinar UV
Virus : virus HPV, virus Epstein-barr
Usia, penyakit keganasan ini lebih sering didapatkan pada usia
antara 45 tahun hingga 85 tahun.
Jenis kelamin

10
keganasan pada cavum nasi dan sinus paranasalis ditemukan
dua kali lebih sering pada pria dibandingkan pada wanita.
Efek paparan ini mulai timbulk setelah 40 tahun atau lebih sejak
pertama kali terpapar dan menetap setelahnya. Paparan terhadap
thorotrast, agen kontras radioaktif juga menjadi factor resiko tambahan.
(Lesmono 2015)

2.6. Gejala klinis kanker sinus maksilaris

Menurut Roezin (2007) gejala tergantung dari asal primer tumor serta
arah dan perluasannya. Tumor di dalam sinus maksila biasanya tanpa
gejala. Gejala timbul setelah tumor besar, sehingga mendesak atau
menembus dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga mulut,
pipi, orbita atau intrakranial.
Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea.
Sekretnya sering bercampur darah atau terjadi epistaksis.
Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga
terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya
berbau karena mengandung jaringan nekrotik (Roezin 2007).
Pada gejala orbital ada perluasan tumor ke arah orbita
menimbulkan gejala diplopia, proptosis (penonjolan bola mata),
oftalmoplegia, gangguan visus, dan epifora (Roezin 2007).
Pada gejala oral dapat disertai perluasan tumor ke rongga mulut
menyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum atau di
prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak tepat
melekat atau gigi geligi goyang. Sering kali pasien datang ke
dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun
gigi yang sakit telah dicabut (Roezin 2007).
Pada pasien dengan gejala fasial adanya perluasan tumor ke
area wajah dimana akan menyebabkan penonjolan pipi. Gejala
dapat disertai nyeri, hilang sensasi (anesthesia atau parastesia)
jika mengenai nervus trigeminus (Roezin 2007).
Sementara perluasan tumor ke intrakranial dapat menyebabkan
sakit kepala hebat, oftalmoplegia, dan gangguan visus, yang

11
dapat disertai likuorea, yaitu cairan otak yang keluar melalui
hidung. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media maka saraf
otak lainnya bisa terkena. Jika tumor meluas ke belakang,
terjadi trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus disertai
anestesia dan parestesia daerah yang dipersarafi nervus
maksilaris dan mandibularis (Roezin 2007).

2.7. Penegakkan diagnosis kanker sinus maksilaris


Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinuskopi dapat menemukan tumor dalam
stadium dini. CT Scan merupakan sarana terbaik dalam melihat perluasan

tumor dan destruksi tulang. Foto polos paru diperlukan untuk melihat
metastasis tumor ke paru. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan histopatologi.

Gejala Klinis

Gejala tergantung asal tumor primer dan arah perluasannya, tumor


dalam sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala timbul setelah
tumor telah mendestruksi tulang dan meluas ke kavum nasi, rongga
mulut, pipi atau orbita.

Berdasarkan perluasan tumor gejala dapat dikategorikan sebagai :

1. Gejala nasal, berupa obstruksi hidung unilateral dan rinore,


kadang disertai darah atau epistaksis. Desakan pada hidung
menyebabkan deformitas.
2. Gejala orbital, perluasan ke arah orbita dapat menimbulkan
gejala diplopia, proptosis, oftalmoplegia, gangguan visus dan

epifora. Sabharwal KK dkk yang mengevaluasi CT scan pasien


dengan proptosis, mendapatkan sebagian besar proptosis
akibat keganasan. Keganasan pada sinus maksila merupakan
penyebab terbanyak di luar tumor mata.

12
3. Gejala oral, menimbulkan penonjolan atau ulkus di palatum atau
di prosesus alveolaris, sering nyeri gigi sebagai gejala awal
yang membawa pasien ke dokter

4. Gejala fasial, perluasan tumor ke anterior menimbulkan


penonjolan pada pipi, disertai nyeri, anestesia atau parastesia.

5. Gejala intrakranial, perluasan ke intrakranial menyebabkan sakit


kepala yang hebat, oftalmoplegi, gangguan visus, kadang dapat
timbul liquore serta mengenai saraf-saraf kranial.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan kepala dan leher yang lengkap harus dilakukan.


Pemeriksaan dilakukan meliputi daerah sinonasal, mata, saraf kranial
dan nasoendoskopi untuk menilai adanya masa tumor. Meskipun tidak
patognomonis, kebas atau hipostesia di infraorbita (N.V2) atau
supraorbita (N.V3) harus dicurigai adanya perluasan suatu keganasan.
Selain itu tanda lain yang dapat ditemukan berupa proptosis, kemosis,
gangguan fungsi otot ektraokuler, penonjolan massa di pipi, massa di
ginggiva atau ginggivobukal serta kelainan pada gigi atas.

Meskipun jarang ditemukan, pemeriksaan kelenjar getah bening harus

dilakukan. Cantu G dkk melaporkan dari 305 kasus tumor ganas sinus
etmoid dan 399 kasus tumor ganas sinus maksila mendapatkan
pembesaran KGB leher masing-masing 1,6 % dan 8,3%.

Tidak jarang pasien datang dengan keluhan akibat metastasis jauh,


sehingga pemeriksaan adanya metastasis jauh diperlukan. Salem L

dkk seperti dikutip Smith GA dkk mendapatkan metastasis ke paru


2,6% dan metastasis ke tulang 1,94%. New GB seperti dikutip Smith
GA dkk juga melaporkan bahwa paru merupakan lokasi metastasis
jauh yang paling sering. Metastasis jauh juga dapat terjadi ke pleura,
hepar, perikardium, ginjal, limpa belakang.

13
Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi merupakan bagian yang sangat penting pada


diagnosis, staging dan follow up keganasan sinonasal.
Pemeriksaan CT scanmemberikan gambaran yang baik mengenai
lokasi dan perluasan tumor, CT scan dapat menentukan adanya erosi
atau destruksi tulang. CT scandengan kontras akan memberikan
gambaran perluasan tumor ke organ sekitarnya. Di sisi lain MRI,
memberikan gambaran yang lebih jelas batas tumor dengan jaringan
lunak di sekitarnya. MRI sangat membantu dalam menentukan
perluasan tumor ke orbita, dura, otak, arteri karotis dan sinus
kavernosus. Satu laporan yang membandingkan CT scan dengan MRI,
medapatkan bahwa MRI lebih superior untuk menilai perluasan tumor
disamping juga dapat membedakan massa tumor dari sekret atau
mengalami inflamasi.

Biopsi

Apabila lokasi tumor telah dapat diidentifikasi, selanjutnya dibutuhkan


pemeriksaan histopatologi jaringan. Biopsi jaringan dilakukan dengan
teknik yang paling tidak invasif tetapi mendapatkan jaringan yang
cukup representatif untuk diperiksa. Menghindari biopsi terbuka
dengan alasan 1) akan menyebabkan gangguan keutuhan struktur
anatomi dan batas tumor, 2) kemungkinan sel tumor mengkontaminasi
jaringan normal dan 3) menyebabkan lokalisasi tumor dan batas-batas
tumor terganggu yang menyulitkan pada saat operasi. (Armiyanto
2013; Carau 2001; Fadil 2004; Wong 2001).

2.8. Penatalaksanaan dari kanker sinus maksilaris


Penatalaksanaan dari kanker sinus maksilaris adalah:
Surgery radiasi maxillectomy sebaiknya diikuti dengan radiasi
dengan telecobalt dengan dosis 6500 rads dengan dosos
terbagi selama 5 minggu.
Radioterapi
Kemoterapi -> Cisplatin dan Fluororacil

14
Terapi biodalitas combinasi

2.9. Penggunaan analgesik sebagai terapi paliatif

Garis besar strategi terapi farmakologi mengikuti WHO Three-step


Analgesic Ladder. Tiga langkah tangga analgesik meurut WHO untuk
pengobatan nyeri itu terdiri dari :
1. Pada mulanya, langkah pertama, hendaknya menggunakan
obat analgesik nonopiat.
2. Apabila masih tetap nyeri naik ke tangga/langkah kedua, yaitu
ditambahkan obat opioid lemah misalnya kodein.
3. Apabila ternyata masih belum reda atau menetap maka,
sebagai langkah ketiga, disarankan untuk menggunakan opioid
keras yaitu morfin.
Pada dasarnya prinsip Three Step Analgesic Ladder dapat diterapkan
untuk nyeri kronik maupun nyeri akut, yaitu :
Pada nyeri kronik mengikuti langkah tangga ke atas 1-2-3
Pada nyeri akut, sebaliknya, mengikuti langkah tangga ke
bawah 3-2-1

Berikut adalah tangga analgesik menurut WHO:

15
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Nyeri orofasial adalah emosional yang tidak menyenangkan


berhubungan dengan kerusakan pada jaringan daerah wajah, mulut
dan gigi. Yang disebabkan local disorder, neurigical
disorders,kemungkinan penyebab psikogenik, vascular disorders
dan reffered pain. Pada kasus pasien mengeluh nyeri wajah pasca
operasi kanker sinus maksila. Yang merupakan kanker relatif jarang
terjadi pada tumor makignan manusia. Yang di faktori oleh
tembakau,alkohol,virus usia dll. Gejala klinis berupa obstruksi
hidung unilatera, yang dapat di tegakkam diagnosanya dengan
anamnesa, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan kanker sinus maksilaris yaitu dengan
rehabilitasi,terapi radiasi dan kemoterapi. Dapat juga di dukung
dengan terapi paliatif secara medikamentosa atau non
medikamentosa.

16
DAFTAR PUSTAKA

Armiyanto.2003. Keganasan Hidung dan Sinus Paranasal. In: THT FKUI.

Penanganan Mutakhir Kasus Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta: THT FKUI.


p. 60-78.

Agussalim, dr.2006. Tumor Sinonasal. Universitas Sumatera Utara. Available from :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24571/.../Chapter%20II.pdf .

Carrau RL, Myers EN. 2001. Neoplasms of the Nose and Paranasal Sinuses. In :

Bayley BJ, Calhoun KH, eds. Head and Neck Surgery-Otolaryngology, 3 thed,
Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p.1247-65.

Fadil, M.2004. Diagnosis Dini Tumor Hidung dan Sinus Paranasal. Dalam : FK UKI.

Penatalaksanaan Penyakit Hidung Masa Kini. Jakarta: FK UKI. p 1-5.

Lesmono, B. 2015.Referat Onkologi Tumor Sinonasal. Universitas Padjajaran:

Bandung.

Roezin, A, Anida, S.2007. Karsinoma Nasofaring Dalam: Buku Ajar Telinga Hidung,

Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6, Jakarta: FKUI

Scully C.2008.Oral & Maxillofacial Medicine. The Basis of Diagnosis and Treatment.
Churchill Livingstone Elsevier.Edinburg.p.4-17, 233-238

Wong RJ, Kraus DH.2001. Cancer of the nasal cavity and paranasal sinuses. In:

Shah JP, Patel SG, eds. Cancer of the Head and Neck. London: BC Decker
Inc. p.204-22

17

Anda mungkin juga menyukai