Anda di halaman 1dari 154

KUMPULAN PERATURAN TRANSFER PRICING

Cetakan Ke-1 November 2013

Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya


Subdirektorat Pemeriksaan Transaksi Khusus
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Direktorat Jenderal Pajak
2013

Email: subdit.pemeriksaantransaksikhusus@pajak.go.id
TIM PENYUSUN

1. Arman Imran, NIP.197503111999031001,


Kepala Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya
2. Herawan Yunendra Hardi, NIP.197106271992031002,
Kepala Seksi Pemeriksaan Transaksi Perusahaan Grup
3. I Made Rai Arnawa, NIP.198105102002121001,
Pelaksana Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya
4. Sembergo Linardo, NIP.198411022006021001,
Pelaksana Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya
5. Muji, NIP.198911112010121001,
Pelaksana Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya
6. Rofiko Dewi Batubara, NIP.197802012000022001,
Pelaksana Seksi Pemeriksaan Transaksi Perusahaan Grup
7. Bagusta Alvian, NIP.198805132010121011,
Pelaksana Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya
8. Ferry Irawan, NIP.060101542,
Pelaksana Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya
9. Benny Mangoting, NIP.197210011994021001,
Pelaksana Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya
10. Tri Bawono, NIP.197712031999031001,
Pelaksana Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya
11. Reni Nur Aini, NIP.198912232010122002,
Pegawai Tugas BelajarSubBagian Administrasi Peningkatan Kapasitas

i
KONTRIBUTOR

1. Rida Handanu, NIP.060063069,


Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan dan Penertiban Sumber Daya Manusia
2. Imanul Hakim, NIP.196710181988031001,
Kepala Subdit Pemeriksaan Transaksi Khusus
3. Arman Imran, NIP.197503111999031001,
Kepala Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya
4. Herawan Yunendra Hardi, NIP.197106271992031001,
Kepala Seksi Pemeriksaan Transaksi Perusahaan Grup
5. Joko Galungan, NIP.197307261994031001,
Kepala Seksi Perjanjian Asia Pasifik
6. Sirmu, NIP.197106281992111001,
Kepala Seksi Teknik Pemeriksaan
7. Ricky Dirgantara, NIP.197501311995031001,
Kepala Seksi Strategi Pemeriksaan
8. Affan Nuruliman, NIP.197102131991031001,
Kepala Seksi Data Dan Dukungan Pemeriksaan
9. Hadi Subagiyono, NIP.197312221994031001,
Kepala Seksi Peraturan Perpajakan Lainnya
10. Aprinto Berlianto, NIP.197504261995031001,
Kepala Seksi Dampak Kondisi Makro Ekonomi
11. Amran, NIP.197611131996021001,
Kepala Seksi Evaluasi Penerimaan
12. Dolok Siagian, NIP.195606031985121001,
Pemeriksa Pajak Madya
13. Ibrahim, NIP.196512161988031001,
Pemeriksa Pajak Madya
14. Suhedi, NIP.196701201988031001,
Pemeriksa Pajak Madya
15. Fajar Ade Putra, NIP.196804291989031002,
Pemeriksa Pajak Madya
16. Balim, NIP.196908301990031002,
Pemeriksa Pajak Madya
17. Aida Fithryani, NIP.197111151992032001,
Pemeriksa Pajak Madya
18. Ade Setiawan, NIP.196909151990031001,
Pemeriksa Pajak Madya
19. Andi Banua Adams, NIP.196808061988031001,
Pemeriksa Pajak Muda
20. Revi Rivai, NIP.197203181992031001,
Pemeriksa Pajak Muda
21. Ahmad Muzaini, NIP.196901211989031002,
Pemeriksa Pajak Muda

ii
22. Wilfred T.E., NIP.197108171992031003,
Pemeriksa Pajak Muda
23. Budi Haritjahjono, NIP.197204241992031001,
Pemeriksa Pajak Muda
24. Nurwiyanto Nugroho, NIP.197112101994031002,
Pemeriksa Pajak Muda
25. Arief Budiman, NIP.196806031989031003,
Pemeriksa Pajak Muda
26. Wicaksono Naryo A., NIP.197102111991031003,
Pemeriksa Pajak Muda
27. Ginda Togatorop, NIP.197802282000011004,
Pemeriksa Pajak Pertama
28. Didik Prasetyo, NIP.198012282001121003,
Pemeriksa Pajak Pertama
29. I Made Rai Arnawa, NIP.198105102002121001,
Pelaksana Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya
30. Sembergo Linardo, NIP.198411022006021001,
Pelaksana Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya
31. Muji, NIP.198911112010122002,
Pelaksana Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya
32. Rofiko Dewi Batubara, NIP.197802012000022001,
Pelaksana Seksi Pemeriksaan Transaksi Perusahaan Grup
33. Ferry Irawan, NIP.060101542,
Pelaksana Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya
34. Nanang Stiyawan, NIP.197805272000011001,
Pelaksana Seksi Pemeriksaan Wajib Pajak Sektor Sumber Daya Alam
35. Mampe Tua Hasiholan S., NIP.197702071999031001,
Pelaksana Seksi Perjanjian Amerika dan Afrika
36. Anung Andang Wiratama, NIP.060102573,
Pelaksana Seksi Perjanjian Asia Pasifik
37. Agung Wijanarko, NIP.197908072002121001,
Pelaksana Seksi Peraturan Perpajakan Lainnya

iii
SAMBUTAN
Assalamualaikum Wr. Wb.
Selama beberapa tahun belakangan ini transfer pricing telah menjadi isu utama
dalam pemeriksaan terhadap perusahaan multinasional dan perusahaan grup yang sampai
saat ini masih memerlukan penanganan khusus. Dengan banyaknya Wajib Pajak
perusahaan multinasional yang ada di Indonesia serta cukup besarnya potensi penerimaan
pajak dari perusahaan-perusahaan tersebut, maka Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
berkewajiban untuk mengamankan penerimaan pajak dari upaya penghindaran pajak yang
berpotensi dilakukan oleh Wajib Pajak.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan menjadi
dasar hukum bagi DJP untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam menerapkan prinsip
kewajaran dan kelaziman usaha ketika Wajib Pajak melakukan transaksi dengan pihak yang
memiliki hubungan istimewa.
Adanya berbagai pertanyaan dari pemeriksa untuk menerapkan prinsip kewajaran
dan kelaziman usaha, telah memicu kami untuk menyempurnakan peraturan pemeriksaan
transfer pricing yang telah ada saat ini agar dapat mengikuti perkembangan praktik dunia
internasional dalam penanganan kasus transfer pricing. Oleh karena itu, Direktur Jenderal
Pajak menerbitkan PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak
yang Memiliki Hubungan Istimewa. Adapun petunjuk teknis yang lebih rinci termasuk format
tambahan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) diatur
dengan SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang
Mempunyai Hubungan Istimewa, yang diharapkan dapat memberikan pedoman yang lebih
jelas bagi Pemeriksa Pajak ketika menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
Selain itu, buku kumpulan peraturan transfer pricing ini juga dilengkapi dengan
peraturan lain yang terkait dengan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha,
seperti PER-43/PJ/2010 dan PER-32/PJ/2011 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai
Hubungan Istimewa.
Akhir kata, terima kasih kami ucapkan kepada Tim Transfer Pricing yang selama ini
telah banyak meluangkan tenaga dan waktu untuk kemajuan peraturan, kebijakan, dan
penanganan kasus-kasus transfer pricing, khususnya dalam hal pemberian bantuan teknis
kepada rekan-rekan pada unit pelaksana pemeriksaan sehingga hasil pemeriksaan terkait
transfer pricing bisa optimal. Kami harapkan juga kita semua tidak berpuas diri dan terus
berbenah untuk menyempurnakan peraturan ini demi kemajuan DJP kita tercinta karena
tantangan ke depan akan lebih berat.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, November 2013


Direktur Pemeriksaan dan Penagihan

Dadang Suwarna
NIP 195811061982031001

iv
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya yang
telah diberikan kepada kita sehingga penyusunan Kumpulan Peraturan Transfer Pricing ini
dapat diselesaikan.

Adanya risiko penghindaran pajak melalui skema transaksi dengan pihak afiliasi
yang berada di luar negeri yang makin hari makin besar memerlukan pedoman, petunjuk
teknis maupun modul pemeriksaan yang memadai dan selalu diperbaiki sesuai dengan
kondisi terkini.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing ini diharapkan dapat bermanfaat bukan hanya
bagi pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan transfer pricing, namun juga bagi pegawai di
seksi pengawasan & konsultasi, keberatan banding, penyidikan maupun sebagai bahan ajar
di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Kepala Subdit Pemeriksaan


Transaksi Khusus,

Imanul Hakim
NIP 196710181988031001

v
DAFTAR ISI

Tim Penyusun ............................................................................................................. i


Kontributor .................................................................................................................. ii
Sambutan ................................................................................................................... iv
Kata Pengantar ........................................................................................................... vi
Daftar Isi ..................................................................................................................... vii
1. PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang
Mempunyai Hubungan Istimewa ....................................................................... 1
2. PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman
Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai
Hubungan Istimewa .......................................................................................... 54
3. PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang
Mempunyai Hubungan Istimewa ....................................................................... 70
4. PER-48/PJ/2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan
Bersama (Mutual Agreement Procedure) Berdasarkan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda ......................................................................... 85
5. PER-69/PJ/2010 tentang Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing
Agreement) ....................................................................................................... 111
6. PER-67/PJ/2009 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) ........................................... 126

vi
Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 22/PJ/2013

TENTANG
PEDOMAN PEMERIKSAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 92
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013
tentang Tata Cara Pemeriksaan, perlu menetapkan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak Yang
Mempunyai Hubungan Istimewa;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4999);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5268) berdasarkan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4999);

1 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013


tentang Tata Cara Pemeriksaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 47);

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PEDOMAN PEMERIKSAAN


TERHADAP WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA.

Pasal 1
Menetapkan Pedoman Pemeriksaan sebagaimana tercantum dalam lampiran
peraturan ini sebagai pedoman pelaksanaan Pemeriksaan Terhadap Wajib
Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa yang selanjutnya disebut
Pemeriksaan transfer pricing.

Pasal 2
Jenis dan bentuk surat dan/atau dokumen yang diperlukan dalam
pelaksanaan Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan
Istimewa dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal ini.

Pasal 3
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
1. Terhadap SP2 yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Direktur
Jenderal ini dan Pemeriksaan belum selesai, proses penyelesaian
selanjutnya dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Direktur Jenderal ini;
2. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01/PJ.07/1993 tentang
Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai
Hubungan Istimewa, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 4
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2013.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30-05-2013

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


ttd.
A. FUAD RAHMANY

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 2


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Lampiran I
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor: PER-22/PJ/2013
Tanggal: Mei 2013

BAB I
PENDAHULUAN

A. Perdagangan Internasional dan Perusahaan Multinasional


Seiring dengan berkembangnya era globalisasi, perdagangan internasional memberikan
dampak signifikan kepada ekonomi suatu negara, ekonomi suatu kawasan, maupun ekonomi
dunia secara keseluruhan. Perkembangan yang cepat dalam hal teknologi, transportasi dan
komunikasi telah mendorong meningkatnya perdagangan internasional. Perusahaan
multinasional (multinational enterprises) sebagai pelaku perdagangan internasional
memanfaatkan perkembangan teknologi, transportasi, dan komunikasi untuk menjalankan grup
usahanya di beberapa negara. Dengan menjalankan usaha di beberapa negara, perusahaan
multinasional mendapatkan keuntungan atas skala ekonomi terhadap barang yang
diproduksi/dijual, memperluas pangsa pasar (market share) sekaligus meningkatkan efisiensi
dalam manajemen rantai suplai (supply chain management) untuk grup usaha secara
keseluruhan.
Mengingat bahwa perusahaan multinasional melakukan operasi di beberapa negara
yang memiliki ketentuan dan tarif pajak yang berbeda-beda, terdapat risiko bagi administrasi
perpajakan (tax administration) di setiap negara tentang adanya kemungkinan upaya
penghindaran pajak melalui transaksi yang terjadi antara perusahaan multinasional yang
tergabung dalam suatu grup usaha yang berkedudukan di negara yang berbeda. Pada
umumnya, upaya penghindaran pajak dapat dilakukan antara lain dengan melakukan
penggeseran laba (profit shifting) dari suatu negara ke negara yang lain melalui transaksi
antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa yang berkedudukan di negara yang
berbeda (cross-border transactions). Penggeseran laba juga dapat terjadi antara pihak-pihak
yang memiliki hubungan istimewa yang berkedudukan di negara yang sama (domestic
transactions) dengan cara memanfaatkan perbedaan tarif pajak yang disebabkan antara lain,
dalam hal perlakuan pengenaan Pajak Penghasilan final atau tidak final pada sektor usaha
tertentu, perlakukan pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, atau transaksi yang
dilakukan dengan Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerjasama Migas.
Secara universal, transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa (dalam
satu grup usaha) dikenal sebagai transaksi afiliasi (affiliated transactions). Sedangkan harga
yang ditentukan dalam transaksi afiliasi secara umum dikenal sebagai penentuan harga transfer
(transfer pricing).

3 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

B. Hubungan Istimewa
Dalam Pemeriksaan transfer pricing, definisi hubungan istimewa mengacu pada
peraturan perpajakan yang berlaku. Konsep hubungan istimewa diatur dalam Pasal 18 ayat (4)
Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai yang menyatakan bahwa hubungan istimewa dianggap ada apabila:
a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah
25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak
dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak
atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
b. Wajib pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di
bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
c. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan
lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Penjelasan Pasal 18 ayat (4) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan
bahwa:
a. hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena penguasaan melalui
manajemen atau penggunaan teknologi walaupun tidak terdapat hubungan
kepemilikan;
b. hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah
penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan di antara beberapa perusahaan yang
berada dalam pengusaan yang sama tersebut.
Penentuan hubungan istimewa dan kewajaran transaksi afiliasi untuk Wajib Pajak yang
menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum dan
pertambangan lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 33A ayat (4) UU PPh adalah
berdasarkan ketentuan kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama
pengusahaan pertambangan yang masih berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak atau
perjanjian kerjasama dimaksud. Dalam hal kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian
kerjasama pengusahaan pertambangan tidak mengatur hal tersebut, maka penentuan
hubungan istimewa dan kewajaran transaksi afiliasi Wajib Pajak tersebut ditentukan
berdasarkan Pasal 18 ayat (4) dan Pasal 18 ayat (3) UU PPh.

C. Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm's Length Principle/ALP)


Bahwa transaksi antara pihak-pihak yang independen adalah transaksi yang
mencerminkan kekuatan pasar (market force) dan mencerminkan prinsip kewajaran dan
kelaziman usaha (arm's length principle). Mengingat bahwa transaksi afiliasi yang melibatkan
Wajib Pajak dengan pihak afiliasinya dapat digunakan sebagai alat untuk menghindarkan pajak,
maka Direktur Jenderal Pajak diberi kewenangan untuk menguji penerapan prinsip kewajaran
dan kelaziman usaha (arm's length principle) pada transaksi afiliasi tersebut.
Kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk menguji penerapan prinsip kewajaran dan
kelaziman usaha (arm's length principle) pada transaksi antara Wajib Pajak dengan pihak

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 4


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

afiliasinya (affiliated transactions) dinyatakan dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak
Penghasilan sebagai berikut.
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan
dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan
Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak
dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan
harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-
plus, atau metode lainnya.
Penjelasan pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa;
Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran
pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan
istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya
ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian,
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan
dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut
tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan
dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang
independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali
(resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method), atau metode lainnya
seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih
transaksional (transactional net margin method).
Demikian juga dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai,
dinyatakan bahwa dalam hal Harga Jual atau Penggantian dipengaruhi oleh hubungan
istimewa, maka Harga Jual atau Penggantian dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat
penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak itu dilakukan.
Dengan demikian, Pemeriksaan transfer pricing terhadap transaksi afiliasi pada
hakikatnya adalah suatu pengujian atas penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha
pada transaksi afiliasi tersebut.
Jenis transaksi afiliasi antara lain:
1. transaksi penjualan, pembelian, pengalihan, serta pemanfaatan harta berwujud,
2. transaksi pemberian jasa intra-grup (intra-grup service),
3. transaksi pengalihan dan pemanfaatan harta tak berwujud,
4. transaksi pembayaran bunga, dan
5. transaksi penjualan atau pembelian saham.
Pedoman Pemeriksaan ini disusun untuk menguji penerapan prinsip kewajaran dan
kelaziman usaha (arm's length principle) pada transaksi afiliasi (affiliated transactions).

5 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

BAB II
TAHAPAN PEMERIKSAAN TRANSFER PRICING

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,


keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan
suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
Dalam Pemeriksaan transfer pricing, tahapan yang dilakukan terdiri dari tahapan
persiapan, tahapan pelaksanaan, dan tahapan pelaporan.
A. Tahapan Persiapan Pemeriksaan Transfer Pricing
Dalam pemeriksaan transfer pricing, tahapan persiapan dilakukan sesuai dengan tata
cara pemeriksaan yang berlaku. Hal yang perlu diperhatikan adalah Pemeriksa Pajak
seharusnya mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak terkait hubungan istimewa
dengan lawan transaksinya.
B. Tahapan Pelaksanaan Pemeriksaan
Tahapan pelaksanaan Pemeriksaan transfer pricing terdiri dari menentukan karakteristik
usaha Wajib Pajak, memilih metode transfer pricing, dan menerapkan prinsip kewajaran dan
kelaziman usaha. Dalam pelaksanaan pemeriksaan transfer pricing, Pemeriksa Pajak perlu
memperhatikan dokumen yang menjadi dasar penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman
usaha pada transaksi dengan pihak-pihak yang mempunya hubungan istimewa.
1. Menentukan Karakteristik Usaha Wajib Pajak
Tahapan pertama ini dilakukan untuk menentukan karakteristik yang akurat atas
transaksi afiliasi dan usaha Wajib Pajak. Penentuan karakteristik yang akurat atas usaha Wajib
Pajak akan mempermudah dalam pemilihan pembanding yang andal. Langkah-langkah dalam
penentuan karakteristik usaha Wajib Pajak, antara lain mengidentifikasi karakteristik transaksi
afiliasi Wajib Pajak dan melakukan Analisis Fungsi.
a. Mengidentifikasi karakteristik transaksi afiliasi Wajib Pajak
Pemahaman atas kondisi pada transaksi afiliasi diperlukan sebagai dasar dalam
melakukan analisis kesebandingan. Untuk mendapatkan pemahaman atas kondisi pada
transaksi afiliasi tersebut, perlu diidentifikasi karakteristik transaksi afiliasi Wajib Pajak.
Identifikasi atas transaksi afiliasi dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor, antara lain
berupa:
1) Kondisi yang mempengaruhi industri
a) karakter industri dan pasar dimana Wajib Pajak berbisnis, misalnya pertumbuhan
industri, teknologi, ukuran, dan pertumbuhan pasar;
b) kondisi kompetitif Wajib Pajak serta identifikasi kompetitor;
c) faktor-faktor ekonomis serta regulasi yang mempengaruhi bisnis Wajib Pajak.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 6


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

2) Kondisi transaksi afiliasi


a) jenis dan nilai transaksi afiliasi;
b) saat transaksi afiliasi terjadi, yang meliputi waktu dan frekuensi transaksi tersebut;
c) syarat-syarat perjanjian (term of agreement), termasuk set-off arrangement antar
pihak afiliasi;
d) syarat-syarat kontrak, termasuk term of delivery, discount;
e) pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi-transaksi afiliasi, serta hubungan antar
pihak-pihak tersebut, misalnya: parent-subsidiary relationship, joint venture,
franchise, cost contribution arrangement;
f) mata rantai transaksi di mana transaksi afiliasi Wajib Pajak menjadi bagian di
dalamnya.
3) Karakteristik Wajib Pajak sebagai bagian dari Perusahaan Grup
a) struktur organisasi Wajib Pajak di dalam grupnya serta proses pengambilan
keputusan Wajib Pajak;
b) struktur permodalan Wajib Pajak beserta grupnya;
c) strategi, kebijakan, serta sasaran Wajib Pajak;
d) fungsi yang dilakukan tiap-tiap anggota perusahaan grup (manajemen rantai
suplai/supply chain management);
e) restrukturisasi bisnis Wajib Pajak.
4) Rasio Finansial
Dalam Pemeriksaan transfer pricing, perlu dilakukan penelitian awal atas kinerja
finansial Wajib Pajak untuk mengidentifikasi risiko penghindaran pajak yang dapat
terjadi karena adanya hubungan istimewa. Penelitian awal dapat dilakukan dengan cara
mempelajari rasio rata-rata industri Wajib Pajak.
Pada tahapan menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, Rasio
Finansial (tingkat laba kotor/bersih) Wajib Pajak akan dibandingkan dengan Rasio
Finansial (tingkat laba kotor/bersih) perusahaan-perusahaan pembanding, untuk
menentukan kewajaran dan kelaziman usaha Wajib Pajak.
Beberapa Rasio Finansial yang dapat digunakan sebagai dasar pembanding
antara lain:
a) Rasio Laba Kotor Terhadap Penjualan (Gross Margin) = Laba Kotor
Penjualan

b) Rasio Laba Kotor Terhadap Harga Pokok Penjualan


(Gross Mark - up) = Laba Kotor
Harga Pokok Penjualan

c) Rasio Tingkat Pengembalian Penjualan = Laba Bersih Usaha


Penjualan

d) Rasio Tingkat Pengembalian Total Biaya = Laba Bersih Usaha


HPP + Biaya Operasi

7 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

e) Rasio Tingkat Pengembalian Aset (ROA) = Laba Bersih Usaha


Total Operating Asset

f) Rasio Tingkat Hasil Capital Employed (ROCE) = Laba Bersih Usaha


Aktiva - Kewajiban Lancar

g) Rasio Berry = Laba Kotor


Biaya Operasi

h) Rasio Hutang terhadap Modal = Hutang


Modal

i) Rasio Biaya R&D terhadap Penjualan = Biaya R&D


Penjualan

j) Rasio Biaya Pemasaran terhadap Penjualan = Biaya Pemasaran


Penjualan

b. Melakukan Analisis Fungsi.


Analisis fungsi dilakukan untuk mendapatkan identifikasi yang akurat terhadap
karakteristik usaha Wajib Pajak serta lawan transaksinya. Dengan mengetahui karakteristik
usaha Wajib Pajak dan lawan transaksinya, maka akan dapat diperkirakan tingkat risiko
yang ditanggung dan remunerasi (profit) yang sepadan dengan risiko yang ditanggung tiap-
tiap pihak.
Setelah tahapan pertama dilaksanakan, maka dapat ditentukan karakter usaha
Wajib Pajak serta lawan transaksinya. Karakteristik usaha pihak yang menjalankan fungsi
manufaktur antara lain fully fledged manufacturing, contract manufacturing, dan toll
manufacturing. Karakteristik usaha pihak yang menjalankan fungsi distributor antara lain
fully fladged distributor, limited risk distributor, commissionaire, dan commission agent.

2. Memilih Metode Transfer Pricing


Tahapan kedua pemilihan metode transfer pricing terdiri dari mengidentifikasi
ketersediaan pembanding dan menentukan metode transfer pricing yang paling sesuai
berdasarkan fakta dan kondisi.
a. Mengidentifikasi ketersediaan pembanding
Salah satu hal penting dalam memilih metode transfer pricing adalah ketersediaan
pembanding independen yang andal. Tujuan tahapan ini adalah untuk memastikan
ketersediaan dan keandalan pembanding independen yang hendak dipakai.
Pembanding yang hendak diidentifikasikan dapat berupa data harga (misalnya harga
pasar untuk barang komoditas), data mengenai marjin laba kotor, atau data mengenai
marjin laba bersih.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 8


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Pembanding yang digunakan untuk menguji transaksi Wajib Pajak dengan pihak
afiliasinya dapat dikelompokkan menjadi pembanding internal dan pembanding eksternal.
Untuk dapat digunakan sebagai pembanding yang andal, pembanding internal
maupun pembanding eksternal harus memperhatikan 5 (lima) faktor kesebandingan, yaitu:
1) Karakteristik barang atau jasa,
2) Analisis fungsi, aset, dan risiko,
3) Ketentuan kontrak,
4) Ketentuan ekonomi, dan
5) Strategi bisnis.
Apabila tidak ditemukan pembanding internal yang andal, maka pembanding
eksternal dapat digunakan. Pembanding eksternal yang dapat digunakan sebagai
pembanding adalah pembanding yang merupakan data publik dalam negeri atau luar
negeri, database komersial (commercial database), London Metal Exchange, dan database
lainnya.
Dalam proses identifikasi data, perlu dikumpulkan data tambahan yang dianggap
penting untuk mengevaluasi peran harta tak berwujud yang digunakan dalam usaha Wajib
Pajak serta kontribusi Wajib Pajak dalam pengembangan harta tak berwujud tersebut. Data
tambahan ini diperlukan untuk mempertimbangkan metode transfer pricing yang paling
sesuai berdasarkan fakta dan kondisi transaksi afiliasi Wajib Pajak.
b. Menentukan metode transfer pricing yang paling sesuai berdasarkan fakta dan kondisi
Dalam penentuan metode transfer pricing, prinsip yang digunakan adalah metode
yang paling sesuai dengan fakta dan kondisi (the most appropriate method), dengan
mempertimbangkan antara lain:
1) Kelebihan dan kekurangan setiap metode;
2) Kesesuaian metode penentuan harga transfer dengan sifat dasar transaksi, yang
ditentukan berdasarkan analisis fungsi;
3) Ketersediaan informasi yang andal (sehubungan dengan pembanding independen)
untuk menerapkan metode yang dipilih dan/atau metode lain;
4) Tingkat kesebandingan antara transaksi afiliasi dengan transaksi antar pihak yang
independen, termasuk keandalan penyesuaian yang dilakukan untuk menghilangkan
pengaruh yang material dari perbedaan yang ada.
Untuk memilih metode yang paling sesuai pada suatu kasus transfer pricing,
dibutuhkan informasi-informasi terkait faktor-faktor kesebandingan terhadap transaksi
afiliasi yang sedang diteliti, terutama informasi tentang fungsi, aset, dan risiko dari semua
pihak afiliasi yang bertransaksi dengan Wajib Pajak, termasuk pihak afiliasi yang berada di
luar negeri. Penjelasan mengenai metode transfer pricing diuraikan dalam BAB III Metode
transfer pricing.
Pemilihan tested party dilakukan berdasarkan analisis fungsi yang telah dibuat dan
keandalan data/bukti/keterangan serta fakta yang diperoleh dalam pemeriksaan.
Pemeriksa Pajak dapat memilih Wajib Pajak yang sedang diperiksa (audited party) sebagai
pihak yang diuji (tested party). Pemeriksa Pajak juga dapat memilih lawan transaksi dari

9 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Wajib Pajak yang sedang diperiksa sebagai pihak yang diuji (tested party). Pada umumnya,
yang dipilih sebagai pihak yang diuji (tested party) adalah pihak yang memiliki fungsi yang
lebih sederhana (lesscomplex functions) dan tidak memiliki unique/valuable intangible
property.
Berdasarkan analisis fungsi yang telah dibuat dengan didukung keandalan data/bukti
yang diperoleh dalam pemeriksaan, Pemeriksa Pajak juga dapat memilih dua pihak yang
diuji (tested party) dalam transaksi afiliasi sebagai pihak yang diuji (tested party), yaitu
Wajib Pajak yang sedang diperiksa (audited party) dan lawan transaksinya.

3. Menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha


Tahapan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dilakukan setelah memilih
metode transfer pricing yang paling sesuai. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan
prinsip kewajaran dan kelaziman usaha antara lain sebagai berikut.
a. Melakukan Analisis Kesebandingan
Pemeriksaan transfer pricing dilakukan dengan cara membandingkan kondisi
transaksi afiliasi dengan kondisi transaksi independen. Transaksi afiliasi dianggap
sebanding dengan transaksi independen dalam hal:
a) perbedaan (jika ada) antara kondisi transaksi afiliasi dan kondisi transaksi independen
tidak memiliki pengaruh yang material terhadap harga atau laba;
b) penyesuaian andal yang akurat dapat dilakukan untuk menghilangkan pengaruh
material tersebut.

b. Meningkatkan Kesebandingan
Untuk membandingkan antara kondisi pada transaksi afiliasi dengan kondisi transaksi
independen, karakteristik yang relevan secara ekonomi dari keadaan yang dibandingkan
arus sebanding secara memadai agar pembandingan tersebut lebih akurat. Dalam hal
kondisi transaksi afiliasi tidak sebanding dengan kondisi transaksi independen, peningkatan
kesebandingan dapat dilakukan dengan cara, antara lain:
1) Kriteria Pencarian dan Seleksi Manual
Untuk menghasilkan pembanding yang andal maka pencarian data pada
database komersial harus menggunakan strategi pencarian/kriteria pencarian (searching
strategy/searching criteria) yang tepat, antara lain:
a) kode industri yang sesuai dengan Wajib Pajak yang diperiksa,
b) wilayah (region),
c) ketersediaan data,
d) indikator laporan keuangan.
Setelah melakukan pencarian data melalui searching strategy tertentu, maka
akan diperoleh satu atau lebih data perusahaan yang akan dijadikan sebagai
pembanding. Akan tetapi, data yang diperoleh dari commercial database tersebut hanya
merupakan kandidat pembanding. Atas kandidat pembanding yang terpilih, wajib

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 10


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

dilakukan proses seleksi manual (manual review/manual screening) sehingga dapat


diputuskan apakah kandidat pembanding tersebut digunakan (andal) atau ditolak.
Seleksi manual dilakukan dengan mempelajari profil tiap-tiap perusahaan yang
menjadi kandidat pembanding, melihat pada lamannya (website), mencari informasi
yang terkait dengan kandidat pembanding tersebut pada media cetak atau online, atau
cara lainnya.
Kriteria untuk menolak kandidat pembanding, antara lain sebagai berikut.
a) Terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut melakukan fungsi yang
berbeda dengan Wajib Pajak yang sedang diperiksa (misalnya, Wajib Pajak yang
diperiksa merupakan manufaktur, sedangkan kandidat pembanding merupakan
distributor).
b) Terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan
yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Wajib Pajak
yang sedang diperiksa.
c) Terdapat informasi lain yang membuat kandidat pembanding tersebut tidak andal
(reliable) untuk dijadikan pembanding.

2) Penggunaan Data Beberapa Tahun (multiple year data)


Untuk menentukan kewajaran suatu transaksi afiliasi, pembandingan tahun per
tahun dapat terdistorsi akibat adanya perbedaan-perbedaan material pada keadaan
ekonomi ataupun kondisi pasar serta kondisi lainnya dalam perusahaan.
Pengujian atas kewajaran suatu transaksi, memerlukan penelitian data beberapa
tahun atas transaksi afiliasi ataupun transaksi independen. Dengan cara ini, perbedaan-
perbedaan yang terjadi karena beberapa hal seperti siklus produk ataupun siklus usaha
dapat diatasi dan akan menghasilkan kesebandingan yang lebih andal.
3) Penyesuaian Kesebandingan
Langkah-langkah penyesuaian kesebandingan dilakukan apabila terdapat
perbedaan keadaan-keadaan yang mempengaruhi kondisi (harga atau laba) secara
material antara transaksi afiliasi dengan transaksi independen. Penyesuaian
kesebandingan dapat berupa penyesuaian atas perbedaan ketentuan kontrak, dll.
Apabila penyesuaian kesebandingan andal yang akurat (reasonably accurate
adjustment) tidak dapat dilakukan, maka pengujian prinsip kewajaran dan kelaziman
usaha pada transaksi afiliasi seharusnya dilakukan dengan menggunakan metode
transfer pricing lainnya yang paling sesuai dengan fakta dan kondisi.
4) Pendekatan Transaksi per Transaksi atau Gabungan Transaksi
Dalam Pemeriksaan transfer pricing, terdapat situasi-situasi dimana pengujian
transaksi afiliasi secara gabungan lebih tepat untuk diterapkan. Hal ini disebabkan
karena transaksi-transaksi afiliasi yang terkait erat (closely link) atau berkelanjutan
(continuous).

11 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

c. Penentuan Harga atau Laba Wajar dalam Pemeriksaan transfer pricing


Setelah pembanding yang andal diperoleh dan metode transfer pricing yang akan
digunakan telah ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah membandingkan harga atau
laba transaksi afiliasi dengan harga atau laba pembanding tersebut sesuai metode yang
akan digunakan.
d. Primary adjustment, Secondary Adjusment, dan Corresponding Adjustment
Selisih antara harga atau laba transaksi afiliasi dengan harga atau laba wajar
merupakan koreksi primer (primary adjusment). Apabila koreksi primer dilakukan pada
tingkat laba, maka Pemeriksa Pajak harus mengatribusikan koreksi laba tersebut pada
transaksi afiliasi yang memilih risiko penghindaran pajak tinggi.
Koreksi primer yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dapat mengakibatkan
terjadinya koreksi sekunder. Koreksi sekunder (secondary adjustment) merupakan koreksi
lanjutan yang dapat terjadi akibat adanya koreksi primer pada transaksi afiliasi. Misalnya
Pemeriksa Pajak melakukan koreksi positif atas suatu transaksi afiliasi Wajib Pajak. Akibat
koreksi tersebut, terdapat kelebihan pembayaran ke pihak afiliasi. Atas kelebihan
pembayaran tersebut, Pemeriksa Pajak dapat melakukan koreksi sekunder berdasarkan
ketentuan perpajakan yang berlaku.
Selanjutnya atas koreksi primer dan koreksi sekunder dapat dilakukan corresponding
adjustment sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Pada praktiknya, ketiga tahapan pelaksanaan Pemeriksaan transfer pricing tersebut di
atas bukanlah tahapan linier. Terdapat keadaan dimana Pemeriksa Pajak dapat mengulang
tahapan yang sudah dilakukan, misalnya Pemeriksa Pajak sudah menentukan metode transfer
pricing yang paling sesuai dengan fakta dan kondisi yang dihadapi, akan tetapi tidak dapat
menemukan informasi terkait pembanding atau tidak dapat melakukan penyesuaian andal yang
akurat (reasonably accurate adjusment). Oleh karena itu, Pemeriksa Pajak dapat mengulang
tahapan kedua untuk memilih metode transfer pricing lainnya yang paling sesuai.

C. Tahapan Pelaporan Pemeriksaan Transfer Pricing


Tahapan pelaporan pemeriksaan transfer pricing dilakukan sesuai dengan tata cara
pemeriksaan yang berlaku.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 12


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

BAB III
METODE PEMERIKSAAN TRANSFER PRICING

Pemeriksaan transfer pricing terhadap transaksi Wajib Pajak dengan pihak afiliasinya
dapat dilakukan dengan melakukan pengujian terhadap harga atau laba baik di tingkat laba
kotor (gross profit) maupun di tingkat laba bersih usaha (net operating income). Setelah
melakukan analisis kesebandingan (comparability analysis), pengujian atas penerapan prinsip
kewajaran dan kelaziman usaha (Arm's Length Principle) dilakukan dengan menerapkan
metode transfer pricing.
Dalam pemeriksaan terhadap transaksi afiliasi yang melibatkan pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa, penentuan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan
serta penentuan utang sebagai modal dilakukan dengan menggunakan metode-metode, antara
lain metode perbandingan harga antara pihak yang independen (Comparable Uncontrolled Price
Method), metode harga penjualan kembali (Resale Price Method), metode biaya-plus (Cost-Plus
Method), metode pembagian laba (Profit Split Method) dan metode laba bersih transaksional
(Transactional Net Margin Method), serta metode-metode lainnya sebagaimana yang dimaksud
Pasal 18 ayat (3) UU PPh dan penjelasannya.
Penerapan metode transfer pricing dilakukan bersamaan dengan pemilihan pihak yang
akan diuji (tested party). Pihak yang diuji (tested party) dapat merupakan Wajib Pajak yang
sedang diperiksa (audited party), dalam hal ini maka tested party adalah juga merupakan
audited party. Pihak yang diuji (tested party) dapat pula dipilih dari lawan transaksi audited
party, maka dalam hal ini tested party berbeda dengan audited party.

A. Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang Independen (Comparable


Uncontrolled Price Method - CUP)
Metode Perbandingan Harga Antara Pihak Yang Independen adalah metode penentuan
harga transfer yang membandingkan harga barang atau jasa dalam transaksi afiliasi dengan
harga barang atau jasa dalam transaksi independen.
Contoh 1:
PT GGN yang memproduksi produk M, menjual 1000 unit produk tersebut kepada GGN
Ltd. (distributor) yang berkedudukan di Negara Z dengan harga USD140.00 per unit (harga
FOB) pada tahun 2010. PT GGN juga menjual 1000 unit produk M ke distributor independen di
negara Z dengan harga USD150.00 per unit (harga CIF). Biaya insurance & freight sebesar
USD5.00 per unit. Diketahui bahwa GGN Corp. Memiliki kepemilikan 95% atas PT GGN dan
60% atas GGN Ltd. Untuk tahun 2010, PT GGN sedang dilakukan pemeriksaan oleh KPP YGY.
Laporan Laba Rugi PT GGN pada Tahun Pajak 2010 adalah sebagai berikut.
Penjualan
ke GGN Ltd. = (1.000 unit x USD140.00) = USD 140,000.00
ke pihak independen = (1.000 unit x USD150.00) = USD 150,000.00
Total penjualan = USD 290,000.00
Harga Pokok Penjualan = (2.000 unit x USD125.00) = (USD 250,000.00)

13 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Laba kotor = USD 40,000.00


Biaya operasi = (USD 33,000.00)
Laba (rugi) bersih usaha = USD 7,000.00 (2.4%)

Perhitungan harga wajar:


Harga pembanding independen (harga CIF per unit) = USD 150.00
Penyesuaian (insurance & freight per unit) = (USD 5.00)
Harga wajar (harga FOB per unit) = USD 145.00
Harga jual ke GGN Ltd. (harga FOB per unit) = (USD 140.00)
Penyesuaian atas harga jual per unit ke GGN Ltd. = USD 5.00

B. Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method)


Metode Harga Penjualan Kembali adalah metode penentuan harga transfer yang
menentukan harga pembelian barang dan jasa dari pihak afiliasi dengan cara mengurangkan
laba kotor pihak independen yang sebanding dari harga jual kembali barang dan jasa tersebut
kepada pihak independen.
Contoh 2:
DEF Corp. adalah produsen produk elektronik yang berkedudukan di Negara A. DEF
Corp. Merupakan perusahaan multinasional yang menguasai 100% saham di PT DEF Indonesia
(limited risk distributor) yang berkedudukan di Indonesia. Pada Tahun Pajak 2010 PT DEF
Indonesia (DEFI) membeli produk elektronik dari DEF Corp. dengan harga USD 135/unit.
Selanjutnya PT DEFI menjual kembali produk tersebut ke pihak independen di Indonesia
dengan harga USD 145/unit. Selain menjual produk yang dibeli dari DEF Corp., PT DEFI juga
mengimpor barang sejenis dari produsen independen yang berkedudukan di negara B dengan
harga beli USD 121/unit, produk tersebut juga dipasarkan kepada konsumen akhir di Indonesia
dengan harga USD143/unit. Berdasarkan analisis fungsi Wajib Pajak, ketentuan kontrak,
strategi usaha, dan keadaan ekonomi, tidak terdapat perbedaan dalam aktivitas distribusi
kedua produk tersebut. PT DEFI sedang diperiksa oleh KPP MDN untuk Tahun Pajak 2010.
Laporan laba rugi PT DEF pada Tahun Pajak 2010 sebagai berikut:
Penjualan {(800 x 145) + (500 x 143)} = USD 187,500.00
Harga Pokok Penjualan {(800 x 135) + (500 x 121)} = USD 168,500.00
Laba kotor = USD 19,000.00 (10.1%)
Biaya operasi = USD 20,000.00
Laba (rugi) bersih usaha = (USD 1,000.00) (0.5%)
Perbandingan gross margin atas penjualan barang yang dibeli dari pihak afiliasi dengan pihak
independen adalah sebagai berikut.
DEF Corp.(USD) Produsen Independen (USD)
Harga jual/unit 145 143
Harga beli/unit 135 121
Laba kotor 10 22
Gross margin (laba kotor/harga jual) 6.9% 15.3%

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 14


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Berdasarkan gross margin dari transaksi independen (pembanding internal) maka diketahui
bahwa gross margin wajar atas penjualan kembali sebesar 15,3%. Berdasarkan data
pembanding tersebut maka penentuan harga beli wajar produk per unit dari DEF Corp. adalah
sebagai berikut:
ALP = Resale Price - (Gross Margin Independen x Resale Price)
ALP = USD 145.00 - (15.3% x USD 145.00)
ALP = USD 145.00 - USD 22.2 = USD 122.8
Dengan demikian harga beli wajar PT DEFI atas produk yang dibeli dari DEF Corp. adalah
USD122.8.
Harga beli dari DEF Corp. = USD 135.00
Harga beli wajar per unit = USD 122.80
Koreksi positif atas harga beli = USD 12.20

C. Metode Biaya-Plus (Cost-Plus Method)


Metode Biaya-Plus adalah metode penentuan harga transfer yang menambahkan laba
kotor dari transaksi independen yang sebanding terhadap biaya yang ditanggung dalam
transaksi afiliasi.
Contoh 3:
KLM Corp. adalah perusahaan holding (holding company) yang berkedudukan di Negara
A. KLM Corp. merupakan perusahaan multinasional yang menguasai 100% saham di PT KLM
(manufaktur) yang berkedudukan di Indonesia, dan juga menguasai 80% saham KLM Ltd.
(distributor) yang berkedudukan di Negara C. Pada Tahun Pajak 2010, PT KLM memproduksi
dua jenis produk yang diberi kode PX100 dan PZ200. Bahan baku untuk memproduksi produk
PX100 dan PZ200 dibeli dari pihak independen. Seluruh produk PX100 dijual kepada KLM Ltd.
Sedangkan produk PZ200 dijual kepada distributor independen yang berkedudukan di Negara
D. PT KLM menjual PX100 dengan harga USD240.00/unit, sedangkan kepada pihak independen
PT KLM menjual PZ200 dengan harga USD200.00/unit. Laba bersih usaha KLM Ltd. adalah
sebesar 21%. Tidak terdapat perbedaan fungsi yang dilakukan, aset/harta yang digunakan,
risiko yang ditanggung, persyaratan kontrak, strategi bisnis serta kondisi ekonomi ketika
bertransaksi dengan KLM Ltd. maupun dengan pihak independen. PT KLM sedang dilakukan
pemeriksaan oleh KPP JKT.
Laporan Laba Rugi PT KLM Tahun 2010 adalah sebagai berikut:
Penjualan = USD 420,000.00
Harga Pokok Penjualan = USD 360,000.00
Laba kotor = USD 60,000.00
Biaya operasi = USD 40,000.00
Laba (rugi) bersih usaha = USD 20,000.00 (4.76%)
Setelah dilakukan segmentasi terhadap Laba Rugi PT KLM diperoleh informasi sebagai berikut.

15 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

KLM Ltd. (USD) Distributor Independen


(USD)
Penjualan 240,000.00 180,000.00
- Afiliasi (1000 x USD 240.00)
- Independen (900 x USD 200.00)
Harga Pokok Penjualan 220,000.00 140,000.00
Laba Kotor 20,000.00 40,000.00
Gross Mark-up (Laba Kotor: HPP) 9.1% 28.6%

Karena terdapat pembanding internal yang andal maka pembanding internal tersebut dapat
digunakan.
Penghitungan Arm's Length Price (ALP) =
ALP = Costs + (Gross Mark-Up Independen x Costs)
ALP = USD 220,000.00 + (28.6% x 220,000.00)
ALP = USD 220,000.00 + USD 62,920.00 = USD 282,920.00
Nilai penjualan wajar = USD 282,920.00
Nilai penjualan kepada KLM Ltd. = USD 240,000.00
Koreksi positif atas penjualan = USD 42,920.00

D. Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method)


Metode Laba Bersih Transaksional adalah metode penentuan harga transfer yang
menggunakan indikator tingkat laba transaksi independen yang sebanding untuk menentukan
laba bersih usaha transaksi afiliasi.
Contoh 4:
PQR Corp. perusahaan manufaktur yang berkedudukan di Negara A, memiliki 97%
saham di PT PQR (manufaktur) yang berkedudukan di Indonesia. PQR Corp. juga memiliki 85%
saham PQR Ltd. (distributor) yang berkedudukan di Negara C. Di tahun 2010, PT PQR menjual
100% produknya kepada PQR Ltd. Dengan harga USD 450.00/unit. Laba bersih usaha PQR Ltd.
adalah sebesar 10%. Untuk Tahun Pajak 2010, PT PQR sedang dilakukan pemeriksaan oleh
KPP DPK.
Laporan Laba Rugi PT PQR pada Tahun Pajak 2010 adalah sebagai berikut.
Penjualan = USD 450,000.00
Harga Pokok Penjualan = (USD 300,000.00)
Laba kotor = USD 150,000.00 (33%)
Biaya operasi = (USD 135,000.00)
Laba (rugi) bersih usaha = USD 15,000.00) (3.3%)
Rasio Tingkat Pengembalian Total Biaya (Net Mark-Up) PT PQR = 3.44%
Pencarian pembanding dapat dilakukan pada commercial database. Kandidat
pembanding yang diperoleh dari commercial database adalah 25 (dua puluh lima) perusahaan.
Selanjutnya, melalui manual review/manual screening dilakukan penelitian secara seksama, 16
(enam belas) perusahaan dianggap tidak sebanding dengan PT PQR sehingga diperoleh 9

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 16


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

(sembilan) perusahaan pembanding yang reliable. Rasio net mark-up 9 (sembilan) perusahaan
pembanding tersebut adalah 6,71%, 6,85% 6,95%, 7,91%, 7,31%, 7,23%, 7,59%, 8,35%,
dan 8,93%.
Berdasarkan hasil penghitungan, diketahui bahwa quartile-1 = 6,95%, quartile-2 = 7,31%, dan
quartile-3 = 7,91%. Dengan demikian, net mark-up PT PQR berada di luar range (quartile-1 -
quartile-3). Penyesuaian positif dilakukan dengan menggunakan quartile-2.
Rasio Net Mark-Up pembanding (quartile-1 s/d quartile 3) = 6,95% - 7,91% Rasio Net Mark-Up
PT PQR = 3,44%
Penghitungan Arm's Length Price (ALP)
ALP = Total Costs + (net mark-up x total costs)
ALP = USD 435,000.00 + (7.31% x USD 435,000.00)
ALP = USD 435,000.00 + USD 31,798.00
ALP = USD 466,798.00

Nilai penjualan wajar pembanding (quartile-2) = USD 466,798.00


Nilai penjualan PT PQR = (USD 450,000.00)
Koreksi positif = USD 16,798.00

E. Metode Pembagian Laba (Profit Split Method)


Metode pembagian laba adalah metode penentuan harga transfer yang membagi laba
gabungan kepada pihak afiliasi yang terlibat dalam transaksi afiliasi berdasarkan kontribusi
yang diberikan.
a. Metode Pembagian Laba Kontribusi (Contribution Profit Split Method)
Metode Pembagian Laba Kontribusi adalah metode pembagian laba antarpihak afiliasi
berdasarkan fungsi yang dilakukan, aset yang digunakan dan risiko yang ditanggung setiap
pihak yang terlibat dalam transaksi afiliasi.
Contoh 5:
STU Corp. berkedudukan di negara A, memiliki 98% saham di PT STU. Pada tahun
2010, PT STU membeli semi-finished goods dari STU Corp. untuk diproses menjadi finished
goods. Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa STU Corp. dan PT STU adalah saling
terkait sangat erat dalam operasional perusahaan (highly integrated operation).
PT STU menjual produk jadi untuk pasar Indonesia. Berdasarkan analisis fungsi diketahui,
bahwa PT STU melakukan fungsi-fungsi yang cukup signifikan untuk mendapat remunerasi
yang tepat. Laporan keuangan yang diperoleh selama pemeriksaan adalah sebagai berikut:
Laporan Keuangan STU Corp. PT STU
Penjualan USD 100,000.00 USD 120,000.00
Harga Pokok Penjualan USD 50,000.00 USD 100,000.00
Laba Kotor USD 50,000.00 USD 20,000.00
Biaya Operasi USD 30,000.00 USD 18,000.00
Laba Bersih Usaha USD 20,000.00 USD 2,000.00

17 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Untuk Tahun Pajak 2010, PT STU sedang dilakukan pemeriksaan oleh KPP BPC. Setelah
dilakukan pencarian pembanding pada database komersial, diketahui bahwa tidak ditemukan
perusahaan pembanding. Untuk menerapkan Contribution Profit Split Method, digunakan
analisis fungsi sebagai media untuk memberi bobot pada fungsi-fungsi yang dilakukan kedua
belah pihak afiliasi yang saling bertransaksi.
Berikut adalah hasil pembobotan yang dilakukan terhadap fungsi kedua belah pihak
afiliasi yang saling bertransaksi (berdasarkan data dan Analisis fungsi kedua belah pihak).
Fungsi Bobot STU Corp. PT STU
Pemasaran 10 6 4
Transportasi 5 4 1
Intangible Property 10 10 0
Akuntansi 5 1 4
Penjualan 10 8 2
Daftar pelanggan 10 6 4
Logistik 5 3 2
Pergudangan 5 0 5
Warranty 5 3 2
Sales support 5 2 3
Training 5 5 0

Total 75 48 27
Profit Split 64.0% 36.0%
Net operating income STU Corp. = USD 20,000.00
Net operating income PT STU = USD 2,000.00 +
Total net operating income = USD 22,000.00
Pembagian laba dengan Contribution Profit Split Method
Net Operating income STU Corp. = 64% x USD 22,000.00 = USD 14,080.00
Net Operating income PT STU = 36% x USD 22,000.00 = USD 7,920.00
Koreksi positif atas net operating income PT STU
= USD 7,920.00 - USD 2,000.00 = USD 5,920.00
Koreksi positif atas net operating income diatribusikan kepada transaksi afiliasi yang terjadi
yaitu transaksi pembelian sehingga penyesuaian positif atas pembelian PT STU = USD
100,000.00 USD 5,920.00 = USD 94,080.00

b. Metode Pembagian Laba Sisa (Residual Profit Split Method)


Metode Pembagian Laba Sisa adalah metode pembagian laba yang mengidentifikasi
terlebih dahulu laba sisa dengan mengurangkan laba rutin setiap pihak afiliasi dari laba
gabungan kemudian laba sisa dialokasikan berdasarkan kontribusi setiap pihak afiliasi yang
terlibat terhadap laba sisa.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 18


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Contoh 6:
BGS Corp., perusahaan manufaktur yang berkedudukan di Negara A, memiliki 99%
saham di PT BGS (distributor) yang berkedudukan di Indonesia. BGS Corp. melakukan fungsi
R&D dan memproduksi barang dengan brand-name "DK". Sedangkan PT BGS adalah distributor
yang sangat aktif memasarkan produk yang dibuat oleh BGS Corp. PT BGS melakukan promosi
dan iklan secara masif baik di media cetak maupun elektronik, sehingga brand-name "DK"
menjadi sangat terkenal di Indonesia. Pada Tahun Pajak 2010, PT BGS sedang dilakukan
pemeriksaan oleh KPP MLG.
Laporan Keuangan (USD)
BGS Corp. (R&D) PT BGS (Marketing)
Penjualan 700,000.00 Penjualan 976,000.00
HPP (466,000.00) HPP (700,000.00)
Laba kotor 234,000.00 Laba kotor 276,000.00
Biaya operasi: Biaya operasi:
Biaya R&D 140,000.00 Biaya Marketing 180,000.00
Biaya operasi lain 34,000.00 Biaya operasi lain 56,000.00
Laba Bersih usaha 60,000.00 Laba Bersih usaha 40,000.00

Laba bersih usaha BGS Corp. = USD 60,000.00


Laba bersih usaha PT BGS = USD 40,000.00
Laba bersih usaha gabungan = USD 100,000.00
Tahap selanjutnya, dilakukan pencarian terhadap perusahaan manufaktur yang hanya
melakukan fungsi sederhana (tidak melakukan R&D) dan dilakukan pencarian terhadap
perusahaan distributor yang hanya melakukan fungsi yang sederhana (tidak melakukan
aktivitas pemasaran secara besar-besaran).
Hasil pencarian pada commercial database
Perusahaan manufaktur (simple function) memperoleh laba bersih usaha
= USD 15,000.00 (manufaktur dengan fungsi sederhana mendapat remunerasi 3% x total cost)
Perusahaan distributor (simple function) memperoleh laba bersih usaha
= USD 19,520.00 (distributor dengan fungsi sederhana mendapat remunerasi 2% x penjualan)
Laba bersih usaha (simple manufakturer) = USD 15,000.00
Laba bersih usaha (simple distributor) = USD 19,520.00 +
Total laba bersih usaha (basic profit) = USD 34,520.00
Total laba bersih usaha (dengan intangible asset) = USD 100,000.00
Total laba bersih usaha (simple function) = USD 34,520.00 -
Residual Profit = USD 65,480.00
Proporsi biaya R&D dan biaya Marketing yang digunakan sebagai dasar Alokasi residual profit
Biaya R&D = USD 140,000.00 (43.75%)
Biaya Marketing = USD 180,000.00 (56.25%)
Total biaya = USD 320,000.00

19 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Alokasi residual profit


BGS Corp. 43.75% x USD 65,480.00 = USD 28,648.00
PT BGS 56.25% x USD 65,480.00 = USD 36,832.00 +
Total residual profit = USD 65,480.00
Penyesuaian atas laba bersih usaha
BGS Corp. = USD 15,000.00 + USD 28,648.00 = USD 43,648.00
PT BGS = USD 19,520.00 + USD 36,832.00 = USD 56,352.00
Koreksi positif atas net operating income diatribusikan kepada transaksi afiliasi yang terjadi
yaitu transaksi pembelian sehingga penyesuaian positif atas pembelian PT BGS = USD
56,352.00 USD 40,000.00 = USD 16,352.00

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 20


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

BAB IV
HAL - HAL KHUSUS TERKAIT PENERAPAN PRINSIP KEWAJARAN DAN
KELAZIMAN USAHA

A. Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha atas Transaksi Pemberian


Jasa Intra-Grup
Jasa Intra-Grup adalah aktivitas yang diberikan oleh suatu pihak dalam suatu grup
usaha yang memberikan manfaat bagi satu atau lebih anggota lain dalam grup usahanya.
Metode-metode yang dapat digunakan dalam penilaian kewajaran nilai pembebanan
jasa, antara lain:
a. Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang Independen (Comparable Uncontroled
Price),
b. Cost-Plus Method,
c. Transactional Profit Method.
Mekanisme pengujian kewajaran pembayaran yang dilakukan Wajib Pajak atas jasa dari
pihak afiliasi adalah sebagai berikut.
a. Memastikan bahwa suatu jasa dari pihak afiliasi telah benar-benar dilakukan (intra-group
service has been rendered) dan memberikan manfaat ekonomi bagi Wajib Pajak.
b. Melakukan penghitungan kewajaran pembayaran jasa.
Contoh 7:
XYZ Corp., sebuah perusahaan manufaktur yang berkedudukan di Negara A, memiliki
90% saham di PT XYZ (manufaktur) yang berkedudukan di Indonesia, dan juga memiliki 80%
saham XYZ Ltd. (service provider) yang berkedudukan di Negara C. Pada Tahun Pajak 2010, PT
XYZ melakukan pembayaran atas jasa teknik (technical service) kepada XYZ Ltd.. Untuk Tahun
Pajak 2010, PT XYZ sedang dilakukan pemeriksaan oleh KPP G.
Laporan Laba Rugi PT XYZ pada Tahun Pajak 2010 adalah sebagai berikut.
Penjualan = USD 100,000.00
Harga Pokok Penjualan = USD 80,000.00
Laba kotor = USD 20,000.00 (20%)
Biaya operasi = USD 18,000.00
Laba (rugi) bersih usaha = USD 2,000.00 (2%)
Catatan: Di dalam biaya operasi terdapat biaya jasa teknik (technical service) sebesar USD
10,000.00.
Berdasarkan bukti/data yang diperoleh dalam pemeriksaan, diketahui bahwa:
a. jasa telah benar-benar diberikan oleh XYZ Ltd. dan memberikan manfaat ekonomi bagi
usaha Wajib Pajak;
b. biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh XYZ Ltd. atas jasa tersebut adalah sebesar USD
4,500.00;
c. mark-up wajar pada jasa teknik tersebut diketahui adalah sebesar 9% dari cost yang ada.

21 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Dengan demikian, penghitungan biaya jasa teknik yang wajar dengan menggunakan metode
biaya-plus adalah sebagai berikut.
Biaya jasa teknik wajar = USD 4,500.00 + (9% x USD 4,500.00)
Biaya jasa teknik wajar = USD 4,500.00 + USD 405.00 = USD 4,905.00
Biaya jasa teknik wajar = USD 4,905.00
Biaya jasa teknik PT XYZ = (USD 10,000.00)
Penyesuaian positif = USD 5,095.00

B. Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha atas Transaksi Harta Tak
Berwujud
Langkah-langkah pengujian atas transfer harta tak berwujud yang dilakukan Wajib
Pajak sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi keberadaan setiap harta tak berwujud yang memberikan kontribusi
terhadap kesuksesan produk di pasar. Identitas ini dapat dilakukan melalui analisis fungsi.
Dalam analisis fungsi, Pemeriksa Pajak diharapkan memiliki pemahaman yang baik tentang
usaha Wajib Pajak.
2. Mengidentifikasi nilai harta tak berwujud dan menentukan pihak-pihak yang berkontribusi
terhadap pembentukan harta tak berwujud dimaksud. Hal ini perlu dilakukan agar dapat
diketahui apakah Wajib Pajak di Indonesia ikut berkontribusi terhadap pembentukannya
sehingga berhak menerima hasil atas eksploitasi harta tak berwujud tersebut.
3. Mempelajari apakah benar-benar telah terjadi transfer harta tak berwujud (Intangibles
property) dalam transaksi tersebut. Analisis terhadap saat terjadinya transfer harta tak
berwujud (Intangibles property) dalam transaksi independen dapat dijadikan pedoman.
4. Menentukan kompensasi yang wajar untuk setiap harta tak berwujud (intangible property)
yang ditransfer. Hal ini dilakukan dengan mengacu kepada pasar dimana harta tak
berwujud (intangible property) digunakan dan membandingkannya dengan transaksi
pembanding.
Metode yang dapat digunakan dalam menilai kewajaran transfer harta tak berwujud.
a) Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (CUP method)
b) Metode harga penjualan kembali (Resale Price Method)
c) Metode biaya-plus (cost-plus method)
d) Metode pembagian laba (Profit Split Method)
e) Metode laba bersih transaksional (Transactional Net Margin Method)
f) Metode lainnya:
1. Income-Based Approach
2. Cost-Based Approach
3. Market-Based Approach
Contoh 8:
ARY Corp., perusahaan manufaktur yang berkedudukan di Negara A, memiliki 97%
saham di PT ARY (manufaktur) yang berkedudukan di Indonesia. PT ARY melakukan produksi
barang abc berdasarkan kontrak lisensi dengan ARY Corp. dan melakukan penjualan lokal ke
pihak independen.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 22


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Barang abc merupakan barang dengan merk yang cukup terkenal. Pada tahun pajak 2010, PT
ARY melakukan pembayaran royalti sesuai perjanjian lisensi dengan ARY Corp. Untuk Tahun
Pajak 2010, PT ARY sedang dilakukan pemeriksaan oleh KPP G.
Laporan Laba Rugi PT ARY pada Tahun Pajak 2010 adalah sebagai berikut.
Penjualan = USD 100,000.00
Harga Pokok Penjualan = (USD 80,000.00)
Laba kotor = USD 20,000.00 (20%)
Biaya operasi = (USD 19,000.00)
Laba (rugi) bersih usaha = USD 1,000.00 (1%)
Catatan: Dalam biaya operasi terdapat biaya royalti sebesar USD 11,000.00.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa PT ARY menggunakan intangible property yang
dimiliki oleh ARY Corp. Setelah dilakukan pencarian terhadap pembanding yang sesuai dengan
intangible property yang digunakan, diketahui bahwa terdapat pembanding yang andal untuk
dapat digunakan metode CUP.
Besarnya royalti pembanding = 4%
Besarnya royalti PT ARY = 11%
Penyesuaian positif = 7%
Dengan demikian, biaya royalti yang dapat dibebankan adalah sebesar USD 4,000.00.

C. Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha atas Transaksi Pembayaran


Bunga
Pinjaman Intra-Grup (intra-group loans) adalah pinjaman yang diberikan oleh suatu
pihak dalam suatu grup usaha kepada anggota lainnya.
Pada transaksi pinjaman intra-grup, kompensasi yang diberikan, umumnya dapat
berupa antara lain tingkat suku bunga (interest rate) ataupun biaya jaminan (guarantee fee)
dalam hal pinjamannya digaransi oleh perusahaan grup yang dibebankan kepada peminjam
(borrower).
Metode yang dapat digunakan untuk menguji transaksi pembayaran bunga adalah
Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang Independen (Comparable Uncontrolled Price).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan kewajaran dan kelaziman usaha
pada transaksi pinjaman intra-grup, antara lain:
a. melakukan analisis atas kebutuhan utang;
b. memastikan bahwa pinjaman dari pihak afiliasi benar-benar terjadi;
c. melakukan pengujian kewajaran perbandingan utang terhadap modal;
d. melakukan pengujian kewajaran tingkat suku bunga (interest rate) atau biaya lainnya
terkait pinjaman intra-grup.
Contoh 9:
BAC Corp. yang berkedudukan di negara N memiliki kepemilikan saham 50% atas PT
BAC di Indonesia. Pada tahun 2009, BAC Corp. memberikan pinjaman kepada PT BAC senilai
USD 200,000.00 dengan suku bunga 15% per tahun.

23 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Di tahun yang sama, ADC Corp. selaku independen, memberikan pinjaman kepada PT BAC
senilai USD 200,000.00 dengan suku bunga 10% per tahun. Syarat dan ketentuan pinjaman
dari BAC Corp. dan ADC Corp. tersebut sebanding. PT BAC sedang dilakukan pemeriksaan oleh
KPP DPK untuk Tahun Pajak 2010.
Kutipan Neraca PT BAC pada Tahun Pajak 2010 adalah sebagai berikut.
Utang
BAC Corp. (interest rate: 15% per tahun) = USD 200,000.00
ADC Corp. (interest rate: 10% per tahun) = USD 200,000.00
Total Utang = USD 400,000.00
Modal
Modal disetor = USD 200,000.00
Laba ditahan = USD 200,000.00
Total Modal = USD 400,000.00
Laporan Laba Rugi PT BAC pada Tahun Pajak 2010 adalah sebagai berikut.
Penjualan = USD 400,000.00
Harga Pokok Penjualan = (USD 250,000.00)
Laba kotor = USD 150,000.00
Biaya operasi = (USD 95,000.00)
Laba (rugi) bersih usaha = USD 55,000.00
Biaya bunga ke ADC Corp. (10% per tahun) = (USD 20,000.00)
Biaya bunga ke BAC Corp. (15% per tahun) = (USD 30,000.00)
Laba (rugi) bersih = USD 5,000.00
Penghitungan untuk biaya bunga wajar ke BAC Corp.
Tingkat suku bunga wajar (pembanding internal yang andal) 10%
Pinjaman kepada BAC Corp. = USD 200,000.00
Biaya bunga wajar (ke BAC Corp.) = 10% x USD 200,000.00
= USD 20,000.00
Biaya bunga ke BAC Corp. = USD 30,000.00
Biaya bunga wajar (ke BAC Corp.) = (USD 20,000.00)
Koreksi positif atas biaya bunga ke BAC Corp. = USD 10,000.00

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 24


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Lampiran II
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor: PER-22/PJ/2013
Tanggal: 30 Mei 2013

JENIS DAN BENTUK SURAT DAN/ATAU FORMULIR YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN
PEMERIKSAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA*)

A. Surat Permintaan Keterangan/Bukti


B. Surat Pernyataan
C. Transaksi Dalam Hubungan Istimewa
D. Laporan Keuangan Tersegmentasi
E. Analisis Supply chain management
F. Analisis Fungsi, Aset Dan Risiko (Analisis FAR)
G. Karakteristik Usaha
H. Analisis Kesebandingan
I. Surat Panggilan Untuk Memberikan Keterangan Transaksi Afiliasi
J. Berita Acara Pemberian Keterangan Wajib Pajak Terkait Transaksi Afiliasi

*) bentuk dan isi surat dan/atau formulir dapat disesuaikan dengan data dan informasi yang
dibutuhkan dari Wajib Pajak

25 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

A. FORMAT SURAT PERMINTAAN KETERANGAN ATAU BUKTI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
............................................................. (1)

Nomor : S-..........................20... (2) ............., ....................20......(3)


Sifat : Segera
Lampiran : ................................... (4)
Hal : Permintaan Keterangan/Bukti

Yth. ........................................................
...............................................................
.............................................................. (5)

Sehubungan dengan pelaksanaan Surat Perintah Pemeriksaan nomor .............. tanggal


.............. (6), dengan ini diminta kepada Saudara untuk memberikan keterangan/bukti yang
diperlukan dalam pemeriksaan sebagaimana daftar terlampir (7).
Keterangan/bukti tersebut diharapkan sudah kami terima paling lama 7 (tujuh) hari
kerja setelah surat ini Saudara terima.
Demikian untuk menjadi perhatian dan atas kerjasama Saudara diucapkan terima kasih.

Supervisor,

..............................
NIP ........................ (8)

Diterima oleh : ............. .............. (9)


Jabatan : ............. .............. (10)
Tanggal : ............. .............. (11)
Tanda Tangan/Cap : ............. .............. (12)

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 26


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

PETUNJUK PENGISIAN
SURAT PERMINTAAN KETERANGAN ATAU BUKTI

Nomor (1) : Diisi dengan kepala surat.


Nomor (2) : Diisi dengan nomor surat.
Nomor (3) : Diisi dengan tempat dan tanggal ditandatanganinya surat.
Nomor (4) : Diisi dengan jumlah lampiran Surat Permintaan Keterangan atau Bukti.
Nomor (5) : Diisi dengan nama dan alamat Wajib Pajak yang dimintai keterangan atau
bukti.
Nomor (6) : Diisi dengan nomor dan tanggal SP2.
Nomor (7) : Format daftar yang dimaksud dibuat sesuai dengan kebutuhan tim
Pemeriksa Pajak.
Nomor (8) : Diisi dengan tanda tangan, nama, dan NIP Supervisor serta cap Unit
Pelaksana Pemeriksaan.
Nomor (9) : Diisi dengan nama penerima Surat Permintaan Keterangan atau Bukti.
Nomor (10) : Diisi dengan jabatan penerima Surat Permintaan Keterangan atau Bukti.
Nomor (11) : Diisi dengan tanggal terima Surat Permintaan Keterangan atau Bukti.
Nomor (12) : Diisi dengan tanda tangan penerima dan cap perusahaan penerima Surat
Permintaan Keterangan atau Bukti.

27 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

B. FORMAT SURAT PERNYATAAN


SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : ...................................................... (1)
Pekerjaan/Jabatan : ...................................................... (2)
Alamat : ...................................................... (3)
dalam hal ini bertindak selaku:
Wajib Pajak; Wakil; Kuasa; (4)
dari Wajib Pajak:
Nama : ......................................... .... (5)
NPWP : .............................................. (6)
Alamat : .............................................. (7)
dengan ini menyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan Surat Perintah Pemeriksaan:
Nomor : .............................................. (8)
Tanggal : .............................................. (9)
telah memberikan keterangan berupa:
1. Transaksi Dalam Hubungan Istimewa,
2. Laporan Keuangan Tersegmentasi,
3. Analisis Supply chain management,
4. Analisis Fungsi, Aset Dan Risiko (Analisis FAR),
5. Karakteristik Usaha, dan
6. Analisis Kesebandingan sebagaimana terlampir. (10)
Demikian surat pernyataan ini dibuat dan ditandatangani dengan penuh kesadaran dan
tanpa paksaan dari siapapun, serta kami bersedia untuk bertanggung jawab atas segala akibat
hukum yang timbul dari pernyataan ini.

............................, ................ (11)


Yang membuat pernyataan

Meterai
.............................................. (12)

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 28


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

PETUNJUK PENGISIAN
SURAT PERNYATAAN

Nomor (1) : Diisi dengan nama Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau kuasa Wajib
Pajak yang menandatangani surat pernyataan.
Nomor (2) : Diisi dengan pekerjaan/jabatan Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau
kuasa Wajib Pajak yang menandatangani surat pernyataan.
Nomor (3) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau kuasa Wajib
Pajak yang menandatangani surat pernyataan.
Nomor (4) : Diisi dengan tanda [] pada kotak yang sesuai.
Nomor (5) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang diperiksa.
Nomor (6) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang diperiksa.
Nomor (7) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang diperiksa.
Nomor (8) : Diisi dengan nomor SP2.
Nomor (9) : Diisi dengan tanggal SP2.
Nomor (10) : Format surat pernyataan ini dilampiri dengan formulir:
1. Laporan Keuangan Tersegmentasi,
2. Analisis Supply chain management,
3. Analisis Fungsi, Aset Dan Risiko (Analisis FAR),
4. Karakteristik Usaha, dan
5. Analisis Kesebandingan
Nomor (11) : Diisi dengan tempat, tanggal, bulan, dan tahun surat pernyataan dibuat.
Nomor (12) : Diisi dengan nama dan jabatan Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau
kuasa Wajib Pajak yang menandatangani surat pernyataan.

29 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

C. FORMAT TRANSAKSI DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA

TRANSAKSI DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA

NAMA WAJIB PAJAK : ................................................................................ (1)


NPWP : ................................................................................ (2)
ALAMAT WAJIB PAJAK : ................................................................................ (3)

Jenis
Mitra
Nilai/Jumlah Hubungan Metode Keterangan
No Jenis Transaksi Transaksi
(5) Istimewa (7) (8)
(4)
(6)
1. Penjualan/Pembelian
Harta Berwujud
2. Penjualan/Pembelian
Barang Modal, Termasuk
Aktiva Tetap,
3. Penyerahan/Pemanfaatan
Harta Tak Berwujud,
4. Peminjaman Uang,
5. Pembayaran Jasa,
6. Penyerahan/Perolehan
Instrumen Keuangan
Seperti Saham dan
Obligasi,
7. Lain-lain ........... (9)

Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat ditindaklanjuti
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

..........................., ................. (10)


Yang memberikan keterangan

.............................................. (11)

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 30


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

PETUNJUK PENGISIAN
TRANSAKSI DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA

Nomor (1) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang diperiksa.


Nomor (2) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang diperiksa.
Nomor (3) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang diperiksa.
Nomor (4) : Diisi dengan nama mitra transaksi yang merupakan pihak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan Wajib Pajak.
Nomor (5) : Diisi dengan nilai total transaksi dengan menyebutkan mata uang yang
digunakan.
Nomor (6) : Diisi dengan memilih satu atau lebih pilihan bentuk hubungan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai hubungan
istimewa.
a) Hubungan istimewa karena kepemilikan saham/penyertaan
sebagaimana diatur oleh Pasal 18 ayat (4) huruf a UU PPh.
b) Hubungan istimewa karena penugasan sebagaimana diatur oleh Pasal
18 ayat (4) huruf b UU PPh.
c) Hubungan istimewa karena hubungan keluarga sebagaimana diatur
oleh Pasal 18 ayat (4) huruf c UU PPh.
d) Hubungan istimewa karena pengendalian sebagaimana diatur oleh
Pasal 9 ayat (1) Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (tax treaty)
antara Indonesia dengan negara domisili pihak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan Wajib Pajak.
Nomor (7) : Diisi dengan metode yang dipilih untuk digunakan dalam menentukan
harga transfer wajar dalam transaksi dengan pihak yang mempunyai
hubungan istimewa.
Nomor (8) : Diisi dengan keterangan terkait transaksi afiliasi Wajib Pajak antara lain:
negara mitra transaksi dan alasan pemilihan metode.
Nomor (9) : Diisi dengan jenis transaksi afiliasi lain selain nomor (1) s.d. nomor (7).

Nomor (10) : Diisi dengan tempat, tanggal, bulan, dan tahun keterangan diberikan.

Nomor (11) : Diisi dengan nama dan jabatan Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau kuasa
Wajib Pajak yang memberikan keterangan.

31 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

D. FORMAT LAPORAN KEUANGAN TERSEGMENTASI

LAPORAN KEUANGAN TERSEGMENTASI


NAMA WAJIB PAJAK : ........................................................................... (1)
NPWP : ........................................................................... (2)
ALAMAT WAJIB PAJAK : ........................................................................... (3)
Transaksi Segmentasi
Jumlah Langsung/ Keterangan
No Item Afiliasi Independen
(6) Tidak (8)
(4) (5)
Langsung (7)
1. Penjualan
2. Harga Pokok Penjualan
3. Laba Kotor = (1 - 2)
4. Gross Margin = (3: 1)
5. Biaya Penjualan
6. Biaya Umum Dan
Administrasi
7. Laba Bersih Usaha
8. Operating Margin = (7:1)
9. Pendapatan Lain-Lain
10. Biaya Lain-Lain
11. Laba Sebelum Pajak
12. Laba Sebelum Pajak:
Penjualan = (11:1)
13. Transaksi Ke Pihak Afiliasi (9)
a. Jasa Ke Pihak Afiliasi
b. Royalti atau License Fee
ke Pihak Afiliasi Terkait
manufaktur
c. Royalti atau License Fee
ke Pihak Afiliasi Terkait
pemasaran
d. Biaya Lain ke Pihak
Afiliasi
Total transaksi afiliasi

Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat ditindaklanjuti
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
........................., ................ (10)
Yang memberikan keterangan

........................................... (11)

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 32


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

PETUNJUK PENGISIAN
LAPORAN KEUANGAN TERSEGMENTASI

Nomor (1) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang diperiksa.


Nomor (2) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang diperiksa.
Nomor (3) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang diperiksa.
Nomor (4) : Diisi dengan nilai sesuai item/transaksi (Rp/US$) ke pihak afiliasi.
Nomor (5) : Diisi dengan nilai sesuai item/transaksi (Rp/US$) ke pihak independen.
Nomor (6) : Diisi dengan jumlah sesuai item/transaksi.
Nomor (7) : Diisi dengan apakah item diidentifikasi secara langsung atau atau tidak
langsung.
Nomor (8) : Diisi dengan keterangan dasar alokasi apabila segmentasi diidentifikasi secara
tidak langsung dan/atau keterangan lainnya.
Nomor (9) : Diisi dengan alokasi atas pembebanan biaya.
Misalnya: Biaya royalti PT A di tahun 2012 adalah sebesar
Rp1.000.000.000,00. Atas biaya tersebut, PT A mengalokasikan seluruhnya ke
transaksi independen, sementara transaksi afiliasi tidak mendapat alokasi
biaya royalti.
Maka di kolom (4) diisi dengan Rp 1.000.000.000,00, sedangkan kolom (5)
diisi dengan Rp0,00.
Nomor (10) : Diisi dengan tempat, tanggal, bulan, dan tahun keterangan diberikan.
Nomor (11) : Diisi dengan nama dan jabatan Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau kuasa
Wajib Pajak yang memberikan keterangan.

33 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

E. FORMAT ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT


NAMA WAJIB PAJAK : .................................. (1)
NPWP : .................................. (2)
ALAMAT : .................................. (3)

Deskripsi Research and Design Procurement Manufacturing Marketing Distribution ... (4) ...
Development

Tahun Pajak ... (5)... ... (5) ... ... (5) ... ... (5) ... ... (5)... ... (5) ... ... (5) ...
yang Diperiksa
.....(6)....
Laba Bersih
Usaha
.....(7)......

Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat ditindaklanjuti sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

........................., ................ (8)


Yang memberikan keterangan

........................................... (9)

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 34


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

PETUNJUK PENGISIAN
ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

Nomor (1) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang diperiksa.


Nomor (2) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang diperiksa.
Nomor (3) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang diperiksa.

Nomor (4) : Diisi dengan jenis fungsi lain sesuai dengan kebutuhan informasi Tim
Pemeriksa pajak.
Nomor (5) : Diisi dengan nama pihak perusahaan afiliasi yang melakukan fungsi
sebagaimana deskripsi.
Nomor (6) : Diisi dengan Tahun Pajak saat Wajib Pajak diperiksa.

Nomor (7) : Diisi dengan persentase laba bersih usaha perusahaan yang melakukan
fungsi sebagaimana deskripsi.
Nomor (8) : Diisi dengan tempat, tanggal, bulan, dan tahun keterangan diberikan.

Nomor (9) : Diisi dengan nama dan jabatan Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau kuasa
Wajib Pajak yang memberikan keterangan.

35 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

F. FORMAT ANALISIS FUNGSI, ASET, DAN RISIKO (ANALISIS FAR)*

ANALISIS FUNGSI, ASET, DAN RISIKO

NAMA WAJIB PAJAK : ......................................................... (1)


NPWP : ......................................................... (2)
ALAMAT : ......................................................... (3)

Fungsi/Aset/Risiko Nama Nama Keterangan


No Nama Pihak
WP Pihak
Afiliasi
Lain
(6)
(4) (5) (7) (8)

I. FUNGSI
A. Pembelian Bahan Baku
1. Pemilihan pemasok
2. Penjadwalan
3. Pengawasan kualitas material
4. Pembelian material impor
5. Pembelian material lokal
6. Distribusi material impor
7. Negosiasi harga atas material
impor
8. Negosiasi harga atas material lokal
9. Pemilik bahan baku
10. ...............................

B. Konsinyasi Bahan Baku


1. Pemilik bahan baku
2. Penanggung jawab pengadaan
bahan baku
3. Pihak yang menanggung risiko
kenaikan harga bahan baku
4. Kontrak pengadaan bahan baku
5. ...............................

C. Riset/Penelitian dan Pengembangan


1. Penelitian fundamental
2. Pengumpulan informasi
3. Penelitian atas pengembangan
produk
4. Penentuan desain produk
5. Penentuan spesifikasi produk
6. Percobaan produksi (trial
manufacturing)
7. Pengembangan produk
8. Pengembangan material dan
teknologi

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 36


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Fungsi/Aset/Risiko Nama Nama Keterangan


No Nama Pihak
WP Pihak
Afiliasi
Lain
(6)
(4) (5) (7) (8)
9. ....................................
D. Perencanaan Produksi
1. Membangun saluran produksi
2. Perbaikan efisiensi
manufaktur/pabrikan
3. Penanggung risiko atas
ketidakefisienan lini produksi
4. Perbaikan lini produksi
5. ........................................

E. Proses Produksi/Pengolahan
1. Memproduksi produk
2. Penjadwalan produk
3. Desain produk
4. Pemaketan dan pelabelan
5. Penyempurnaan produk yang
diproduksi
6. Mengumpulkan informasi atas
produk pesaing
7. .......................................

F Kepemilikan Barang/Produk
1. Siapa pemilik barang jadi?
2. Invoice dibuat atas nama siapa?
3. .............................

G Perakitan dan Pengemasan


1. Pihak yang melakukan perakitan
atas produk yang dijual
2. Pihak yang melakukan pengemasan
(packaging)
3. ................................

H. Pergudangan dan Logistik


1. Pihak yang mengawasi persediaan
barang jadi
2. Pihak yang menyimpan persediaan
barang jadi
3. ..................................

I. Penetapan Harga Jual


1. Pihak yang melakukan negosiasi
harga
2. Pihak yang menentukan harga jual
3. ..................................

37 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Fungsi/Aset/Risiko Nama Nama Keterangan


No Nama Pihak
WP Pihak
Afiliasi
Lain
(6)
(4) (5) (7) (8)
J. Invoicing dan Penagihan
1. Pihak yang menerbitkan faktur
penjualan
2. Pihak yang melakukan penagihan

3. Pihak yang menanggung risiko


piutang tak tertagih
4. ...................................

K. Pemasaran, Pengiklanan dan Promosi


1. Analisis pasar
2. Penelitian pasar
3. Penetrasi pasar (diskon, rabat,
dsb)
4. Menentukan strategi pasar
5. Yang melakukan kegiatan pameran
6. Melayani pelanggan
7. Pengiklanan dan promosi
8. Mempromosikan Trademark atas
produk di Indonesia
9. .....................................

L. Quality Control (QC)


1. Menguji kualitas produk
2. Troubleshooting setelah produksi
massa
3. Menentukan prosedur standar
operasi atas quality control
4. .....................................
M. Penjualan dan Distribusi
1. Negosiasi harga
2. Menerima pesanan dari pelanggan
3. Administrasi penjualan
4. Personil penjualan
5. Penandatanganan kontrak
penjualan
6. Distribusi produk/pengiriman
7. Penanggung biaya transportasi
8. .......................................

N. Lain-lain
1. Human research and development
2. Umum dan administrasi
3. Pelayanan purna jual
4. Garansi produk dan penanggung
biaya garansi

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 38


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Fungsi/Aset/Risiko Nama Nama Keterangan


No Nama Pihak
WP Pihak
Afiliasi
Lain
(6)
(4) (5) (7) (8)
5. Menerima klaim produk
6. Transportasi
7. Manajemen
8. Keuangan
9. ......................................

II. ASET
A Aset Tak Berwujud
1. Pemilik know-how terkait produksi
2. Pemilik paten atas produk
3. Lisensi atas know-how dll
4. Pemilik Trademark
5. Lisensi atas Trademark
6. Pihak yang berkontribusi terhadap
pengembangan aset tak berwujud
(misal: merek)
7. Kepemilikan secara ekonomi atas
aktiva tidak berwujud
8. ............................................

B. Aset Berwujud
1. Pemilik peralatan mesin pabrik
2. Pemilik fasilitas produksi
3. Pemilik tanah
4. Pemilik bangunan
5. Pemilik teknologi terkait produksi
6. Pemilik persediaan
7. ........................

III. RISIKO
1. Pihak yang menanggung risiko
R&D
2. Pihak yang menanggung risiko
keuangan
3. Pihak yang menanggung risiko atas
bahan baku impor
4. Pihak yang menanggung risiko atas
bahan baku lokal
5. Pihak yang menanggung risiko atas
ketidakefisienan lini produksi
6. Pihak yang menanggung risiko atas
jadwal produksi

39 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

No Fungsi/Aset/Risiko Nama Nama Pihak Nama Keterangan


WP Afiliasi Pihak
Lain
(4) (5) (6) (7) (8)

7. Pihak yang menanggung risiko atas


kegagalan produksi
8. Pihak yang menanggung risiko
pasar
9. Pihak yang menanggung kerugian
investasi
10. Pihak yang menanggung risiko
persediaan
11. Pihak yang menanggung risiko nilai
tukar/valas
12. Pihak yang menanggung risiko
kerusakan produk dan garansi
13. Pihak yang menanggung risiko
piutang tak tertagih
14. .........................................

Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat ditindaklanjuti
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

........................., ................ (9)


Yang memberikan keterangan

........................................... (10)
*) Jenis fungsi, aset, dan risiko yang dianalisis dapat disesuaikan dengan karakteristik usaha
Wajib Pajak

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 40


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

PETUNJUK PENGISIAN
ANALISIS ATAS FUNGSI, ASET, DAN RISIKO (ANALISIS FAR)

Nomor (1) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang diperiksa.

Nomor (2) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang diperiksa.

Nomor (3) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang diperiksa.

Nomor (4) : Diisi dengan jenis fungsi, aset dan risiko yang diperlukan oleh Tim Pemeriksa
Pajak.

Nomor (5) : Diisi dengan tanda sebagai berikut.


1. XXX: melakukan fungsi, aset, dan risiko pada nomor (4) dalam tingkatan
yang tinggi.
2. XX: melakukan fungsi, aset, dan risiko pada nomor (4) dalam tingkatan
yang sedang.
3. X: melakukan fungsi, aset, dan risiko pada nomor (4) dalam tingkatan
yang rendah.
4. -: tidak melakukan fungsi, aset, dan risiko pada nomor (4) sama sekali.

Nomor (6) : Diisi dengan tanda sebagai berikut.


1. XXX: melakukan fungsi, aset, dan risiko pada nomor (4) dalam tingkatan
yang tinggi.
2. XX: melakukan fungsi, aset, dan risiko pada nomor (4) dalam tingkatan
yang sedang.
3. X: melakukan fungsi, aset, dan risiko pada nomor (4) dalam tingkatan
yang rendah.
-: tidak melakukan fungsi, aset, dan risiko pada nomor (4) sama sekali.

Nomor (7) : Diisi dengan tanda sebagai berikut.


1. XXX: melakukan fungsi, aset, dan risiko pada nomor (4) dalam tingkatan
yang tinggi.
2. XX: melakukan fungsi, aset, dan risiko pada nomor (4) dalam tingkatan
yang sedang.
3. X: melakukan fungsi, aset, dan risiko pada nomor (4) dalam tingkatan
yang rendah.
-: tidak melakukan fungsi, aset, dan risiko pada nomor (4) sama sekali.

Nomor (8) : Diisi dengan keterangan terkait fungsi, aset, dan risiko pada nomor (4)

Nomor (9) : Diisi dengan tempat, tanggal, bulan, dan tahun keterangan diberikan.

Nomor (10) : Diisi dengan nama dan jabatan Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau kuasa
Wajib Pajak yang memberikan keterangan.

41 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

G. FORMAT KARAKTERISTIK USAHA

KARAKTERISTIK USAHA

NAMA WAJIB PAJAK : ......................................................... (1)


NPWP : ......................................................... (2)
ALAMAT : ......................................................... (3)

Kami menyatakan bahwa karakteristik usaha berdasarkan fungsi yang dilakukan, aset
yang digunakan, dan risiko yang ditanggung dari perusahaan yang kami jalankan adalah
sebagai berikut. (4)
1. Fully Fledged Manufacturing

2. Contract manufacturing

3. Toll manufacturing

4. Fully Fledged Distributor

5. Limited Risk Distributor

6. Commisionaire

7. Commission Agent

8. Service Provider

9. Lainnya ... (5)

Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat ditindaklanjuti
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
........................., ................ (6)
Yang memberikan keterangan

........................................... (7)

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 42


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

PETUNJUK PENGISIAN
KARAKTERISTIK USAHA

Nomor (1) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang diperiksa

Nomor (2) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang diperiksa

Nomor (3) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang diperiksa

Nomor (4) : Diisi dengan tanda [ ] pada kotak yang diperlukan.

Nomor (5) : Diisi dengan jenis karakteristik usaha Wajib Pajak selain angka 1 sampai
dengan 8
Misalnya:
Wajib Pajak melakukan usaha dengan jenis karakteristik usaha contract
manufacturing, namun melakukan fungsi tambahan yang tidak dilakukan oleh
perusahaan dengan jenis karakteristik usaha contract manufacturing.
Nomor (6) : Diisi dengan tempat, tanggal, bulan, dan tahun keterangan diberikan.

Nomor (7) : Diisi dengan nama dan jabatan Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau kuasa
Wajib Pajak yang memberikan keterangan.

43 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

H. FORMAT ANALISIS KESEBANDINGAN

ANALISIS KESEBANDINGAN

NAMA WAJIB PAJAK : ............................................................ (1)


NPWP : ............................................................ (2)
ALAMAT WAJIB PAJAK : ............................................................ (3)
NAMA PIHAK AFILIASI : ............................................................ (4)
NAMA PIHAK INDEPENDEN : ............................................................ (5)

Transaksi Transaksi
Faktor Afiliasi Independen
No. Kategori Penjelasan
Kesebandingan

1. Karakteristik Barang a. Ciri-ciri fisik barang


Barang dan Berwujud 1) Kategori produk
Jasa
(Characteristic 2) Apakah produk mempunyai
Of Product And karakteristik khusus yang
Service) membedakan dengan produk
lain dalam kategori yang sama?
b. Kualitas barang
1) Kualitas produk
2) Daya tahan barang
3) Target pelanggan atas produk
c. Ketersediaan barang
1) Berapakah volume produksi?
2) Apakah perbedaan volume
produksi memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap
kesebandingan? Jika iya,
apakah pengaruh ini dapat
dieliminasi?
Jasa a. Sifat/jenis
1) Apakah jenis jasa yang
disediakan?
2) Apakah terdapat perjanjian?
3) Siapakah yang menanggung
biaya?
b. Cakupan jasa
1) Siapakah pihak-pihak yang
terlibat dalam perjanjian atas
jasa?
2) Bagaimana biaya dialokasikan?
3) Bagaimana biaya tersebut
dialokasikan pada
kenyataannya?

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 44


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Transaksi Transaksi
Faktor
No. Kategori Penjelasan Afiliasi Independen
Kesebandingan
Harta Tak a. Bentuk transaksi (lisensi atau
Berwujud penjualan)
b. Jenis (paten, Trademark, dll.)
c. Jangka waktu dan tingkat
perlindungan
d. Manfaat yang diharapkan
e. Pembatasan area geografis dalam
hal hak pemanfaatan harta tak
berwujud dilaksanakan
f. Pembatasan ekspor atas produk
yang dihasilkan
g. Ekslusifitas hak yang dialihkan
h. Keberadaan hak pihak yang
memperoleh harta tak berwujud
untuk turut serta dalam
pengembangan harta tak berwujud
2. Analisis Atas Fungsi a. Pembelian Bahan Baku
Fungsi, Aset,
b. Konsinyasi Bahan Baku
dan Risiko
(FAR Analysis) c. Riset/Penelitian dan
Pengembangan
d. Perencanaan Produksi
e. Proses Produksi/Pengolahan
f. Kepemilikan Barang/Produk
g. Perakitan dan Packaging
h. Pergudangan dan Logistik
i. Penetapan Harga Jual
j. Invoicing dan Penagihan
k. Pemasaran, Pengiklanan, dan
Promosi
l. Quality Control
m. Penjualan dan Distribusi
n. Lain-Lain
Aset a. Aset Tak Berwujud
b. Aset Berwujud
Risiko a. Pihak yang menanggung risiko
R&D
b. Pihak yang menanggung risiko
keuangan
c. Pihak yang menanggung risiko atas
bahan baku impor
d. Pihak yang menanggung risiko atas
bahan baku lokal
e. Pihak yang menanggung risiko atas
ketidakefisienan lini produksi
f. Pihak yang menanggung risiko atas
jadwal produksi

45 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Transaksi Transaksi
Faktor
No. Kategori Penjelasan Afiliasi Independen
Kesebandingan
g. Pihak yang menanggung risiko atas
kegagalan produksi
h. Pihak yang menanggung risiko atas
kegagalan produksi
h. Pihak yang menanggung risiko
pasar
i. Pihak yang menanggung kerugian
investasi
j. Pihak yang menanggung risiko
persediaan
k. Pihak yang menanggung risiko nilai
tukar/valas
l. Pihak yang menanggung risiko
kerusakan produk dan garansi
m. Pihak yang menanggung risiko
piutang tak tertagih
n. Lainnya
3. Ketentuan - a. Apakah ketentuan kontrak yang
Kontrak tertulis konsisten dalam
(Contractual penerapannya?
Term) b. Apakah ketentuan kontrak yang
tertulis tersebut sesuai dengan
praktik umum yang berlaku?
c. Apakah terdapat praktik/kebiasaan
umum yang berlaku (tidak
tertulis)? Jika iya, apakah praktik
umum tersebut?
d. Apakah ketentuan kontrak memiliki
pengaruh yang substansial
terhadap kesebandingan? Jika iya,
apakah pengaruh yang timbul
dapat dieliminasi?
e. Lainnya
4. Keadaan - a. Tahap/fase perusahaan
Ekonomi
b. Tahap/fase produk
(Economic
Condition) c. Lokasi geografis perusahaan
d. Waktu Terjadinya Transaksi
e. Pangsa/ukuran pasar
f. Situasi kompetitif/tingkat
persaingan pasar
g. Tingkat permintaan dan
penawaran dalam pasar baik
secara keseluruhan maupun
regional
h. Posisi relatif atas pembeli dan
penjual
i. Ketersediaan alternatif produk
(barang dan jasa pengganti)
j. Daya beli konsumen

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 46


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Transaksi Transaksi
Faktor
No. Kategori Penjelasan Afiliasi Independen
Kesebandingan
k. Sifat dan cakupan peraturan
pemerintah dalam pasar
l. Biaya produksi termasuk biaya
tanah, upah tenaga kerja, dan
modal, biaya transportasi, dll
m. lainnya
5. Strategi Bisnis -
(Business a. Inovasi dan pengembangan produk
Strategic)
b. Tingkat diversifikasi
c. Strategi bundel
d. Penetrasi pasar yang baru
e. Lainnya

Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat ditindaklanjuti
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

,.. (8)
Yang memberikan keterangan

............................. (9)

47 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

PETUNJUK PENGISIAN
ANALISIS KESEBANDINGAN

Nomor (1) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang diperiksa.

Nomor (2) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang diperiksa.

Nomor (3) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang diperiksa.

Nomor (4) : Diisi dengan nama mitra transaksi yang merupakan pihak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan Wajib Pajak.

Nomor (5) : Diisi dengan nama mitra transaksi yang merupakan pihak yang tidak
mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak.

Nomor (6) : Diisi dengan keterangan sesuai dengan kolom faktor kesebandingan,
kategori dan item terkait transaksi afiliasi.

Nomor (7) : Diisi dengan keterangan sesuai dengan kolom faktor kesebandingan,
kategori dan item terkait transaksi independen.

Nomor (8) : Diisi dengan tempat, tanggal, bulan, dan tahun keterangan diberikan.

Nomor (9) : Diisi dengan nama dan jabatan Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau kuasa
Wajib Pajak yang memberikan keterangan.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 48


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

I. FORMAT SURAT PANGGILAN UNTUK MEMBERIKAN KETERANGAN TRANSAKSI AFILIASI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
................................................................................. (1)

.........,..................20.... (3)
Nomor : S - ............................20.. (2)
Sifat : Segera
Lampiran : ......................................... (4)
Hal : Panggilan untuk Memberikan Keterangan Transaksi Afiliasi

Yth. ........................................................
............................................................... (5)

Sebagai pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata


Cara Pemeriksaan dan sehubungan dengan buku, catatan, dan dokumen yang telah
dipinjamkan kepada Pemeriksa Pajak berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Nomor:
................... tanggal ......................... (6), serta keterangan/bukti yang telah dimintakan
dengan Surat Nomor: .............. tanggal .............. (7) diminta kepada Saudara pada:
Hari/tanggal : .................................................. (8)
Pukul : .................................................. (9)
Tempat : .................................................(10)

Untuk memberikan keterangan/penjelasan dan presentasi kepada tim Pemeriksa Pajak terkait:
1. karakteristik industri dan pasar di mana perusahaan berbisnis,
2. karakteristik transaksi afiliasi perusahaan,
3. karakteristik perusahaan sebagai bagian dari grup,
4. karakteristik usaha Wajib Pajak,
5. metode transfer pricing yang digunakan,
6. pembanding yang digunakan dalam menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha
(Arm's Length Principle) pada transaksi afiliasi,
7. penentuan harga/laba wajar transaksi afiliasi,
8. .................................................................. (11)

Demikian untuk dimaklumi.

.......................... (12)

.................................
NIP.......................(13)

Diterima oleh : .......... .......... (14)


Jabatan : .......... .......... (15)
Tanggal : .......... .......... (16)
Tanda Tangan/Cap : .......... .......... (17)

49 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

PETUNJUK PENGISIAN
SURAT PANGGILAN UNTUK MEMBERIKAN KETERANGAN TRANSAKSI AFILIASI

Nomor (1) : Diisi dengan kepala surat.

Nomor (2) : Diisi dengan nomor surat.

Nomor (3) : Diisi dengan tempat dan tanggal ditandatanganinya surat.

Nomor (4) : Diisi dengan jumlah lampiran Surat Panggilan untuk Memberikan
Keterangan.

Nomor (5) : Diisi dengan nama dan alamat Wajib Pajak yang dimintai keterangan atau
bukti.

Nomor (6) : Diisi dengan nomor dan tanggal SP2.

Nomor (7) : Diisi dengan nomor dan tanggal Surat Permintaan Keterangan/Bukti
sebagaimana Format A Lampiran II Perdirjen ini.

Nomor (8) : Diisi dengan hari/tanggal Wajib Pajak diminta datang untuk memberikan
keterangan.

Nomor (9) : Diisi dengan pukul Wajib Pajak diminta datang untuk memberikan
keterangan.

Nomor (10) : Diisi dengan tempat pertemuan dimana Wajib Pajak diminta datang untuk
memberikan keterangan.

Nomor (11) : Diisi dengan keterangan/penjelasan lain yang diperlukan Pemeriksa Pajak.

Nomor (12) : Diisi dengan nama jabatan kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan.

Nomor (13) : Diisi dengan tanda tangan, nama, NIP dan cap jabatan dari kepala Unit
Pelaksana Pemeriksaan.

Nomor (14) : Diisi dengan nama penerima Surat Permintaan Keterangan atau Bukti.

Nomor (15) : Diisi dengan jabatan penerima Surat Permintaan Keterangan atau Bukti.

Nomor (16) : Diisi dengan tanggal terima Surat Permintaan Keterangan atau Bukti.

Nomor (17) : Diisi dengan tanda tangan penerima dan cap perusahaan penerima Surat
Permintaan Keterangan atau Bukti.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 50


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

J. FORMAT BERITA ACARA PEMBERIAN KETERANGAN WAJIB PAJAK TERKAIT TRANSAKSI


AFILIASI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
................................................................................. (1)

BERITA ACARA PEMBERIAN KETERANGAN WAJIB PAJAK


TERKAIT TRANSAKSI AFILIASI

Pada hari ini . tanggal bulan .. tahun . (2) bertempat di


(3), kami tim Pemeriksa Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak:
Nama/NIP Pangkat/Golongan Jabatan
(4) (5) (6)

Berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Nomor:(7) Tanggal


.................(8) telah meminta keterangan terkait transaksi afiliasi sesuai dengan Surat
Nomor: S- . (9) Tanggal (10), kepada:
Nama : . (11)
Pekerjaan/Jabatan : . (12)
Alamat : . (13)

dalam hal ini bertindak selaku:


Wajib Pajak; Wakil; Kuasa; (14)

dari Wajib Pajak:


Nama : .................................... (15)
NPWP : .................................... (16)
Alamat : .................................... (17)

Dengan keterangan sebagaimana terlampir.

Demikian Berita Acara Pemberian Keterangan Terkait Transaksi Afiliasi ini dibuat dengan
sebenarnya dan ditandatangani oleh:

Wajib Pajak/Wakil/Kuasa *) Tim Pemeriksa Pajak:


Supervisor,

. (19)
(18) NIP

51 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Ketua Tim,

. (20)
NIP
Mengetahui: Anggota,

(22) .. (21)
NIP NIP

*) coret yang tidak perlu

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 52


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

PETUNJUK PENGISIAN
BERITA ACARA PEMBERIAN KETERANGAN WAJIB PAJAK TERKAIT TRANSAKSI AFILIASI

Nomor (1) : Diisi dengan kepala surat.


Nomor (2) : Diisi dengan hari, tanggal, bulan dan tahun ditandatanganinya berita acara
pemberian keterangan.
Nomor (3) : Diisi dengan tempat berita acara ditandatangani.
Nomor (4) : Diisi dengan nama dan NIP Pemeriksa pajak.
Nomor (5) : Diisi dengan pangkat dan golongan Pemeriksa pajak.
Nomor (6) : Diisi dengan jabatan dalam tim Pemeriksa Pajak, yaitu: supervisor, ketua
tim, atau anggota tim.
Nomor (7) : Diisi dengan nomor SP2.
Nomor (8) : Diisi dengan tanggal SP2.
Nomor (9) : Diisi dengan nomor surat Panggilan untuk Memberikan Keterangan
Transaksi Afiliasi.
Nomor (10) : Diisi dengan tanggal surat Panggilan untuk Memberikan Keterangan
Transaksi Afiliasi.
Nomor (11) : Diisi dengan nama Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau kuasa Wajib Pajak
yang menandatangani berita acara ini.
Nomor (12) : Diisi dengan pekerjaan/jabatan Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau kuasa
Wajib Pajak yang diperiksa.
Nomor (13) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau kuasa Wajib Pajak
yang diperiksa.
Nomor (14) : Diisi dengan tanda [ ] pada kotak yang sesuai.
Nomor (15) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang diperiksa.
Nomor (16) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang diperiksa.
Nomor (17) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang diperiksa.
Nomor (18) : Diisi dengan tanda tangan dan nama Wajib Pajak/wakil/kuasa.
Nomor (19) : Diisi dengan tanda tangan, nama, dan NIP supervisor Pemeriksa.
Nomor (20) : Diisi dengan tanda tangan, nama, dan NIP ketua tim Pemeriksa.
Nomor (21) : Diisi dengan tanda tangan, nama, dan NIP anggota tim Pemeriksa.
Nomor (22) : Diisi dengan nama jabatan dari kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan.

53 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK


NOMOR PER - 43/PJ/2010

TENTANG

PENERAPAN PRINSIP KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA DALAM TRANSAKSI


ANTARA WAJIB PAJAK DENGAN PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 32A Undang-Undang Nomor 7 Tahun


1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 diatur bahwa
pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah
negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan
pengelakan pajak;

b. bahwa berdasarkan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun


1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan Pasal 2 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009;

c. bahwa berdasarkan huruf a dan b di atas dan untuk memberikan


kepastian dan kelancaran dalam penerapan kewajaran dan kelaziman
usaha, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang
Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi
Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4999);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 54


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai


Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENERAPAN PRINSIP


KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA DALAM TRANSAKSI ANTARA WAJIB
PAJAK DENGAN PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:


1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut
Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
2. Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009.
4. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian
antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara/jurisdiksi lain dalam rangka
penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.
5. Hubungan Istimewa adalah hubungan antara Wajib Pajak dengan pihak lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh atau Pasal 2 ayat (2) Undang-
Undang PPN.
6. Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm's Length Principle/ALP) merupakan prinsip
yang mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak
yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi
yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang

55 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-
pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang
harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding.
7. Harga Wajar atau laba Wajar adalah harga atau laba yang terjadi dalam transaksi yang
dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi
yang sebanding, atau harga atau laba yang ditentukan sebagai harga atau laba yang
memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
8. Analisis Kesebandingan adalah analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau Direktorat
Jenderal Pajak atas kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan
pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk diperbandingkan dengan kondisi dalam
transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa,
dan melakukan identifikasi atas perbedaan kondisi dalam kedua jenis transaksi dimaksud.
9. Penentuan Harga Transfer (transfer pricing) adalah penentuan harga dalam transaksi
antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
10. Data Pembanding Internal adalah data Harga Wajar atau Laba Wajar dalam transaksi
sebanding yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa.
11. Data Pembanding Eksternal adalah data Harga Wajar atau Laba Wajar dalam transaksi
sebanding yang dilakukan oleh Wajib Pajak lain dengan pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa.
12. Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (Comparable Uncontrolled
Price/CUP) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan
membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dengan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang
tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi atau keadaan yang sebanding.
13. Metode harga penjualan kembali (Resale Price Method/RPM) adalah metode Penentuan
Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi suatu
produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan
harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar, yang mencerminkan
fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk tersebut kepada pihak lain yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa atau penjualan kembali produk yang dilakukan dalam
kondisi wajar.
14. Metode biaya-plus (Cost Plus Method/CPM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang
dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan yang
sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat
laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak
yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa pada harga pokok penjualan yang telah sesuai
dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 56


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

15. Metode pembagian laba (Profit Split Method/PSM) adalah metode Penentuan Harga
Transfer berbasis laba transaksional (transactional profit method) yang dilakukan dengan
mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-pihak
yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan menggunakan dasar yang dapat
diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba yang selayaknya akan
terjadi dan akan tercermin dari kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa.
16. Metode laba bersih transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM) adalah metode
Penentuan Harga Transfer yang c dilakukan dengan membandingkan persentase laba
bersih operasi terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar
lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan
persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain
yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang
diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa lainnya.
17. Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure/MAP) adalah prosedur
administratif yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang dari Indonesia dengan pejabat
yang berwenang dari negara mitra P3B untuk menyelesaikan sengketa perpajakan yang
timbul sehubungan dengan penerapan P3B.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2

(1) Ruang lingkup Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini adalah transaksi yang dilakukan Wajib
Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat mengakibatkan pelaporan
jumlah penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak
bagi Wajib Pajak tidak sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha meliputi
antara lain:
a. penjualan, pengalihan, pembelian atau perolehan barang berwujud maupun barang
tidak berwujud;
b. sewa, royalti, atau imbalan lain yang timbul akibat penyediaan atau pemanfaatan
harta berwujud maupun harta tidak berwujud;
c. penghasilan atau pengeluaran sehubungan dengan penyerahan atau pemanfaatan
jasa;
d. alokasi biaya; dan
e. penyerahan atau perolehan harta dalam bentuk instrumen keuangan, dan
penghasilan atau pengeluaran yang timbul akibat penyerahan atau perolehan harta
dalam bentuk instrumen keuangan dimaksud.

57 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

BAB III
PRINSIP KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA
SERTA ANALISIS KESEBANDINGAN

Pasal 3

(1) Wajib Pajak dalam melakukan transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dengan
pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa wajib menerapkan Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha.
(2) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding;
b. menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat;
c. menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil Analisis
Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam
transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa; dan
d. mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba
Wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
(3) Transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa yang mempunyai nilai penghasilan atau pengeluaran tidak melampaui
Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) tidak diwajibkan memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), namun Wajib Pajak tetap diwajibkan memenuhi
ketentuan Pasal 28 Undang-Undang KUP.

Pasal 4

(1) Dalam melakukan Analisis Kesebandingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)
huruf a harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dianggap sebanding dengan transaksi yang dilakukan antara
pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam hal:
1) tidak terdapat perbedaan kondisi yang material atau signifikan yang dapat
mempengaruhi harga atau laba dari transaksi yang diperbandingkan; atau
2) terdapat perbedaan kondisi, namun dapat dilakukan penyesuaian untuk menghilangkan
pengaruh yang material atau signifikan dari perbedaan kondisi tersebut terhadap harga
atau laba;
b. dalam hal tersedia Data Pembanding Internal dan Data Pembanding Eksternal
dengan tingkat kesebandingan yang sama, maka Wajib Pajak wajib menggunakan
Data Pembanding Internal untuk penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar .

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 58


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

(2) Wajib Pajak wajib mendokumentasikan langkah-langkah, kajian, dan hasil kajian dalam
melakukan Analisis Kesebandingan dan penentuan pembanding, penggunaan Data
Pembanding Internal dan/atau Data Pembanding Eksternal serta menyimpan buku, dasar
catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 5

(1) Dalam melaksanakan Analisis Kesebandingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) harus dilakukan analisis atas faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
kesebandingan antara lain:
a. karakteristik barang/harta berwujud dan barang/harta tidak berwujud yang
diperjualbelikan, termasuk jasa;
b. fungsi masing-masing pihak yang melakukan transaksi;
c. ketentuan-ketentuan dalam kontrak/perjanjian;
d. keadaan ekonomi; dan
e. strategi usaha .
(2) Wajib Pajak wajib mendokumentasikan langkah-langkah, kajian, dan hasil kajian atas
faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyimpan buku, dasar catatan,
atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku .

Pasal 6

(1) Dalam menilai dan menganalisis karakteristik barang/harta berwujud dan barang/harta
tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, harus dilakukan
analisis terhadap jenis barang atau jasa yang diperjualbelikan, dialihkan, atau diserahkan,
baik oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa maupun oleh pihak-pihak yang
tidak mempunyai Hubungan Istimewa.
(2) Dalam menilai dan menganalisis karakteristik barang berwujud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), harus dipertimbangkan antara lain:
a. ciri-ciri fisik barang;
b. kualitas barang;
c. daya tahan barang;
d. tingkat ketersediaan barang; dan
e. jumlah penawaran barang.
(3) Dalam menilai dan menganalisis karakteristik barang tidak berwujud sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), harus dipertimbangkan antara lain:
a. jenis transaksi;

59 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

b. jenis barang tidak berwujud yang diserahkan;


c. jangka waktu dan tingkat perlindungan yang diberikan; dan
d. potensi manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan barang tidak berwujud
tersebut.
(4) Dalam menilai dan menganalisis karakteristik jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
harus dipertimbangkan antara lain:
a. sifat dan jenis jasa; dan
b. cakupan pemberian jasa.

Pasal 7

(1) Dalam melakukan penilaian dan analisis fungsi (functional analysis) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, harus dilakukan analisis dengan mengidentifikasi dan
membandingkan kegiatan ekonomi yang signifikan dan tanggung jawab utama yang
diambil atau akan diambil oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan
pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.
(2) Kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap signifikan dalam hal
kegiatan tersebut berpengaruh secara material pada harga yang ditetapkan dan/atau laba
yang diperoleh dari transaksi yang dilakukan.
(3) Dalam melakukan penilaian dan analisis fungsi, harus dipertimbangkan antara lain:
a. struktur organisasi;
b. fungsi-fungsi utama yang dijalankan oleh suatu perusahaan seperti desain,
pengolahan, perakitan, penelitian, pengembangan, pelayanan, pembelian, distribusi,
pemasaran, promosi, transportasi, keuangan, dan manajemen;
c. jenis aktiva yang digunakan atau akan digunakan seperti tanah, bangunan,
peralatan, dan harta tidak berwujud, serta sifat dari aktiva tersebut seperti umur,
harga pasar, dan lokasi;
d. risiko yang mungkin timbul dan harus ditanggung oleh masing-masing pihak yang
melakukan transaksi seperti risiko pasar, risiko kerugian investasi, dan risiko
keuangan.

Pasal 8

Dalam melakukan penilaian dan analisis atas ketentuan-ketentuan dalam kontrak/perjanjian


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c, harus dilakukan analisis terhadap
tingkat tanggung jawab, risiko, dan keuntungan yang dibagi antara pihak-pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa untuk dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan dalam

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 60


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

kontrak/perjanjian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa,
yang meliputi ketentuan tertulis dan tidak tertulis.

Pasal 9

Dalam melakukan penilaian dan analisis keadaan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat (1) huruf d, harus diidentifikasi kondisi ekonomi yang relevan, seperti keadaan geografis,
luas pasar, tingkat persaingan, tingkat permintaan dan penawaran, serta tingkat ketersediaan
barang atau jasa pengganti pada transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dengan transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa.

Pasal 10

Penilaian dan analisis atas strategi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf e, harus dilakukan antara lain dengan mengidentifikasi inovasi dan pengembangan
produk baru, tingkat diversifikasi barang/jasa, tingkat penetrasi pasar, dan kebijakan-kebijakan
usaha lainnya, yang terjadi pada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dan pihak-
pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.

BAB IV
METODE PENENTUAN HARGA WAJAR ATAU LABA WAJAR

Pasal 11

(1) Dalam penentuan metode harga wajar atau laba wajar wajib dilakukan kajian untuk
menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang paling tepat.
(2) Metode Penentuan Harga Transfer yang dapat diterapkan adalah:
a. metode perbandingan harga antara pihak yang independen (Comparable
Uncontrolled Price/CUP);
b. metode harga penjualan kembali (Resale Price Method/RPM) atau metode biaya-
plus (Cost Plus Method/CPM);
c. metode pembagian laba (Profit Split Method/PSM) atau metode laba bersih
transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM).
(3) Dalam menerapkan metode Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), wajib diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. penerapan metode Penentuan Harga Transfer dilakukan secara hirarkis dimulai
dengan menerapkan metode perbandingan harga antar pihak yang independen
(Comparable Uncontrolled Price/CUP) sesuai dengan kondisi yang tepat;

61 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

b. dalam hal metode perbandingan harga antar pihak yang independen (Comparable
Uncontrolled Price/CUP) tidak tepat untuk diterapkan, wajib diterapkan metode
penjualan kembali (Resale Price Method/RPM) atau metode biaya-plus (Cost Plus
Method/CPM) sesuai dengan kondisi yang tepat;
c. dalam hal metode penjualan kembali (Resale Price Method/RPM) atau metode
biaya-plus (Cost Plus Method/CPM) tidak tepat untuk diterapkan, dapat diterapkan
metode pembagian laba (Profit Split Method/PSM) atau metode laba bersih
transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM).
(4) Kondisi yang tepat dalam menerapkan metode perbandingan harga antar pihak yang
independen (Comparable Uncontrolled Price/CUP) adalah:
a. barang atau jasa yang ditransaksikan memiliki karakteristik yang identik dalam
kondisi yang sebanding; atau
b. kondisi transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa dengan pihak-pihak yang tidak memiliki Hubungan Istimewa identik atau
memiliki tingkat kesebandingan yang tinggi atau dapat dilakukan penyesuaian yang
akurat untuk menghilangkan pengaruh dari perbedaan kondisi yang timbul.
(5) Kondisi yang tepat dalam menerapkan metode penjualan kembali (Resale Price
Method/RPM) adalah:
a. tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara Wajib Pajak yang
mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi antara Wajib Pajak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa, khususnya tingkat kesebandingan berdasarkan
hasil analisis fungsi, meskipun barang atau jasa yang diperjualbelikan berbeda; dan
b. pihak penjual kembali (reseller) tidak memberikan nilai tambah yang signifikan atas
barang atau jasa yang diperjualbelikan.
(6) Kondisi yang tepat dalam menerapkan metode biaya-plus (Cost Plus Method/CPM) adalah:
a. barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa;
b. terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility agreement)
atau kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and supply agreement) antara
pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; atau
c. bentuk transaksi adalah penyediaan jasa.
(7) Metode pembagian laba (Profit Split Method/PSM) secara khusus hanya dapat diterapkan
dalam kondisi sebagai berikut:
a. transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sangat terkait
satu sama lain sehingga tidak dimungkinkan untuk dilakukan kajian secara terpisah;
atau
b. terdapat barang tidak berwujud yang unik antara pihak-pihak yang bertransaksi
yang menyebabkan kesulitan dalam menemukan data pembanding yang tepat.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 62


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

(8) Penerapan metode Penentuan Harga Transfer secara hirarkis harus didasarkan pada kondisi
yang tepat untuk setiap metode Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7).
(9) Wajib Pajak wajib mendokumentasikan kajian yang dilakukan dan menyimpan buku, dasar
catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 12

Dalam hal kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) tidak terpenuhi maka
metode laba bersih transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM) dapat diterapkan.

BAB V
HARGA WAJAR ATAU LABA WAJAR

Pasal 13

(1) Harga Wajar atau Laba Wajar berdasarkan metode-metode Penentuan Harga Transfer
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dapat ditentukan dalam bentuk harga atau
laba tunggal (single price) atau dalam bentuk Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arms
length range/ALR).
(2) Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
rentangan antara kuartil pertama dan ketiga yang harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. transaksi atau data pembanding yang digunakan dapat diandalkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a; dan
b. didukung dengan bukti-bukti dan penjelasan yang memadai bahwa penetapan
harga atau laba tunggal tidak dapat dilakukan.
(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dipenuhi, maka
Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar tidak dapat dipergunakan.
(4) Yang dimaksud dengan Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arms length range/ALR)
adalah rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa, yang merupakan hasil pengujian beberapa data
pembanding dengan menggunakan metode Penentuan Harga Transfer yang sama.

63 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

BAB VI
TRANSAKSI KHUSUS

Pasal 14

(1) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha wajib diterapkan atas transaksi jasa yang dilakukan
antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap memenuhi Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan:
a. penyerahan atau perolehan jasa benar-benar terjadi;
b. terdapat manfaat ekonomis atau komersial dari perolehan jasa; dan
c. nilai transaksi jasa antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai Hubungan
Istimewa sama dengan nilai transaksi jasa yang dilakukan antara pihak-pihak yang
tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai kondisi yang sebanding,
atau yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak untuk keperluannya;
(3) Transaksi jasa antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa
dianggap tidak memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam hal transaksi jasa
terjadi hanya karena terdapat kepemilikan perusahaan induk pada salah satu atau
beberapa perusahaan yang berada dalam satu kelompok usaha.
(4) Transaksi jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk biaya atau pengeluaran
yang terjadi sehubungan dengan:
a. kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan induk, seperti rapat pemegang saham
perusahaan induk, penerbitan saham oleh perusahaan induk, dan biaya pengurus
perusahaan induk;
b. kewajiban pelaporan perusahaan induk, termasuk laporan keuangan konsolidasi
perusahaan induk, kecuali terdapat bukti mengenai adanya manfaat yang terukur
yang dinikmati oleh Wajib Pajak; dan
c. perolehan dana/modal yang dipergunakan untuk pengambilalihan kepemilikan
perusahaan dalam kelompok usaha, kecuali pengambilalihan tersebut dilakukan oleh
Wajib Pajak dan manfaatnya dinikmati oleh Wajib Pajak.

Pasal 15

Dalam hal transaksi jasa yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dapat dilakukan identifikasi jenis transaksinya secara spesifik, langkah-
langkah penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) wajib diterapkan untuk setiap jenis transaksi jasa.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 64


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Pasal 16

(1) Dalam hal transaksi jasa dilakukan bersama-sama antara Wajib Pajak dan pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa dan tidak dapat dilakukan identifikasi atas transaksi jasa
yang diserahkan kepada masing-masing pihak, maka beban jasa harus dialokasikan
berdasarkan manfaat yang diterima oleh masing-masing pihak .
(2) Kriteria yang digunakan untuk mengalokasikan beban jasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dianggap memadai dalam hal menerapkan kriteria yang terukur dan dapat
diandalkan berdasarkan:
a. sifat jasa, kondisi pada saat jasa diserahkan, dan manfaat yang diperoleh; atau
b. kriteria lain yang berkaitan dengan transaksi yang tidak dilakukan oleh pihak-pihak
yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.

Pasal 17

(1) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha wajib diterapkan atas transaksi pemanfaatan dan
pengalihan harta tidak berwujud yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa.
(2) Transaksi pemanfaatan harta tidak berwujud yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan
pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dianggap memenuhi Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan:
a. transaksi pemanfaatan harta tidak berwujud benar-benar terjadi;
b. terdapat manfaat ekonomis atau komersial; dan
c. transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai Hubungan Istimewa
mempunyai nilai yang sama dengan transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak
yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai kondisi yang
sebanding dengan menerapkan Analisis Kesebandingan dan menerapkan metode
Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam transaksi.
(3) Transaksi pengalihan harta tidak berwujud yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak
yang mempunyai Hubungan Istimewa dianggap memenuhi Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan:
a. transaksi pengalihan harta tidak berwujud benar-benar terjadi; dan
b. nilai pengalihan harta tidak berwujud antara pihak-pihak yang mempunyai
mempunyai Hubungan Istimewa sama dengan nilai pengalihan harta tidak berwujud
yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang
mempunyai kondisi yang sebanding.

65 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

(4) Dalam melakukan Analisis Kesebandingan untuk transaksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) harus dipertimbangkan antara lain:
a. keterbatasan geografis dalam pemanfaatan hak atas harta tidak berwujud;
b. eksklusifitas hak yang dialihkan; dan
c. keberadaan hak pihak yang memperolah harta tak berwujud untuk turut serta
dalam pengembangan harta dimaksud.

BAB VII
DOKUMEN DAN KEWAJIBAN PENGISIAN
SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN

Pasal 18

(1) Wajib Pajak wajib menyelenggarakan dan menyimpan buku, catatan, dan dokumen yang
menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 Undang-Undang KUP dan peraturan pelaksanaannya.
(2) Termasuk dalam pengertian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
dokumen yang menjadi dasar penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha pada
transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
(3) Dokumen penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang harus disediakan oleh Wajib Pajak
sekurang-kurangnya mencakup:
a. gambaran perusahaan secara rinci seperti struktur kelompok usaha, struktur
kepemilikan, struktur organisasi, aspek-aspek operasional kegiatan usaha, daftar
pesaing usaha, dan gambaran lingkungan usaha;
b. kebijakan penetapan harga dan/atau penetapan alokasi biaya;
c. hasil Analisis Kesebandingan atas karakteristik produk yang diperjualbelikan, hasil
analisis fungsional, kondisi ekonomi, ketentuan-ketentuan dalam kontrak/perjanjian,
dan strategi usaha;
d. pembanding yang terpilih; dan
e. catatan mengenai penerapan metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang
dipilih oleh Wajib Pajak.
(4) Wajib Pajak dapat menentukan sendiri jenis dan bentuk dokumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) yang harus diselenggarakan disesuaikan dengan bidang usahanya sepanjang
dokumen tersebut mendukung penggunaan metode penentuan Harga Wajar atau Laba
Wajar yang dipilih.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 66


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Pasal 19

Wajib Pajak wajib melaporkan transaksi yang dilakukannya dengan pihak-pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

BAB VIII
KEWENANGAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

Pasal 20

(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan
pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak pada transaksi yang
dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
(2) Penghitungan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan metode dan dokumen penentuan
Harga Wajar atau Laba Wajar yang diterapkan oleh Wajib Pajak .
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai dan/atau
menunjukkan dokumen pendukung penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini, maka Direktur Jenderal Pajak berwenang
menetapkan Harga Wajar atau Laba Wajar berdasarkan data atau dokumen lain dan
metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang dinilai tepat oleh Direktorat Jenderal
Pajak sesuai dengan kewenangan berdasarkan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP.
(4) Kewenangan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan
apabila Wajib Pajak telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam
transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki Hubungan Istimewa.
(5) Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki Hubungan
Istimewa yang terindikasi sebagai tindak pidana di bidang perpajakan, Direktur Jenderal
Pajak berwenang melakukan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 44 Undang-
Undang KUP.

Pasal 21

(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyesuaian (correlative adjustment)


terhadap penghitungan Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak sebagai tindak lanjut atas
suatu penyesuaian (primary adjustment) yang dilakukan oleh:
a. Direktur Jenderal Pajak atas penghitungan penghasilan dan pengurangan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya yang menjadi lawan transaksi
Wajib Pajak; atau

67 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

b. otoritas pajak negara lain atas penghitungan penghasilan dan pengurangan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak negara tersebut yang menjadi lawan transaksi Wajib
Pajak dalam negeri Indonesia.
(2) Atas penyesuaian yang dilakukan oleh otoritas pajak negara lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, Wajib Pajak tidak diperkenankan untuk melakukan sendiri
penyesuaian penghitungan pajaknya.

BAB IX
HAK-HAK WAJIB PAJAK

Pasal 22

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement
Procedure/MAP) kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai ketentuan dalam P3B untuk
menyelesaikan sengketa perpajakan yang menyangkut penerapan ketentuan dalam P3B sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, termasuk dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui penyesuaian
yang dilakukan oleh otoritas pajak di negara mitra P3B terhadap Wajib Pajak yang menjadi
lawan transaksinya.

Pasal 23

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing
Agreement/APA) kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
sebagai upaya menghindari permasalahan yang mungkin timbul dalam transaksi yang
dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
(2) Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah perjanjian tertulis antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak
atau antara Direktur Jenderal Pajak dengan otoritas perpajakan negara lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3a) Undang-Undang PPh.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 68


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 24

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 6 September 2010

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 195104281975121002

69 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK


NOMOR: PER - 32/PJ/2011

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK


NOMOR PER-43/PJ/2010 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEWAJARAN
DAN KELAZIMAN USAHA DALAM TRANSAKSI ANTARA WAJIB PAJAK
DENGAN PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka memberikan kepastian dan kelancaran dalam


penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha antara Wajib Pajak
dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa, dipandang
perlu melakukan perubahan beberapa ketentuan dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan
Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib
Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
di atas, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang
Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010
tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam
Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan
Istimewa.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4999);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Ta hun 1983 Nomor 50, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang M ewah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 70


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

4. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara


Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpaj
akan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERUBAHAN ATAS


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-43/PJ/2010 TENTANG
PENERAPAN PRINSIP KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA DALAM
TRANSAKSI ANTARA WAJIB PAJAK DENGAN PIHAK YANG MEMPUNYAI
HUBUNGAN ISTIMEWA.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang
Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak
Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa, diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:


1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya
disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
2. Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh
adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008.
3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
4. Hubungan Istimewa adalah hubungan antara Wajib Pajak dengan pihak lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh atau Pasal 2
ayat (2) Undang-Undang PPN.

71 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

5. Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm's Length Principle/ALP) merupakan


prinsip yang mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara
pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi
dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi yang
dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa harus sama
dengan atau berada dalam rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan
antara pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding.
6. Harga Wajar atau Laba Wajar adalah harga atau laba yang terjadi dalam transaksi
yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
dalam kondisi yang sebanding, atau harga atau laba yang ditentukan sebagai harga
atau laba yang memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
7. Analisis Kesebandingan adalah analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau
Direktorat Jenderal Pajak atas kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib
Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk diperbandingkan
dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa, dan melakukan identifikasi atas perbedaan kondisi
dalam kedua jenis transaksi dimaksud.
8. Penentuan Harga Transfer (transfer pricing) adalah penentuan harga dalam
transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.

2. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2

(1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku untuk Penentuan Harga Transfer
(transfer pricing) atas transaksi yang dilakukan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia dengan Wajib Pajak Luar Negeri diluar Indonesia.
(2) Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa yang merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha
Tetap di Indonesia, Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini hanya berlaku untuk
transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa untuk memanfaatkan perbedaan tarif pajak yang disebabkan
antara lain:
a. perlakuan pengenaan Pajak Penghasilan final atau tidak final pada sektor
usaha tertentu;
b. perlakuan pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; atau
c. transaksi yang dilakukan dengan Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama
Migas.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 72


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

3. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 3

(1) Wajib Pajak dalam melakukan transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa wajib menerapkan Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
(2) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding;
b. menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat;
c. menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil
Analisis Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke
dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa; dan
d. mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba
Wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
(3) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm's Length Principle/ALP) mendasarkan
pada norma bahwa harga atau laba atas transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak
yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa ditentukan oleh kekuatan pasar, sehingga
transaksi tersebut mencerminkan harga pasar yang wajar (Fair Market Value/FMV).
(4) Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dengan nilai seluruh transaksi tidak melebihi Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak untuk setiap
lawan transaksi, dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

4. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4

(1) Dalam melakukan Analisis Kesebandingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(2) huruf a harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa dianggap sebanding dengan transaksi yang
dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam
hal:
1) tidak terdapat perbedaan kondisi yang material atau signifikan yang
dapat mempengaruhi harga atau laba dari transaksi yang diperbandingkan;
atau

73 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

2) terdapat perbedaan kondisi, namun dapat dilakukan penyesuaian


untuk menghilangkan pengaruh yang material atau signifikan dari perbedaan
kondisi tersebut terhadap harga atau laba;
b. dalam hal tersedia Data Pembanding Internal dan Data Pembanding Eksternal
dengan tingkat kesebandingan yang sama, maka Wajib Pajak wajib menggunakan
Data Pembanding Internal untuk penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar.
c. dalam hal Data Pembanding Internal yang tersedia sebagaimana dimaksud
pada huruf b bersifat insidental, maka Data Pembanding Internal dimaksud hanya
dapat dipergunakan dalam transaksi yang bersifat insidental antara Wajib Pajak
dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
(2) Wajib Pajak wajib mendokumentasikan langkah-langkah, kajian, dan hasil kajian
dalam melakukan Analisis Kesebandingan dan penentuan pembanding, penggunaan
Data Pembanding Internal dan/atau Data Pembanding Eksternal serta menyimpan
buku, dasar catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Di antara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 4A sehingga berbunyi
sebagai berikut:

Pasal 4A

(1) Data Pembanding Internal adalah data Harga Wajar atau Laba Wajar dalam
transaksi sebanding yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa.
(2) Data Pembanding Eksternal adalah data Harga Wajar atau Laba Wajar dalam
transaksi sebanding yang dilakukan oleh Wajib Pajak lain dengan pihak-pihak yang
tidak mempunyai Hubungan Istimewa.
(3) Data Pembanding Internal dan Data Pembanding Eksternal harus memenuhi faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesebandingan.
(4) Dalam hal Data Pembanding Internal telah memenuhi faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi tingkat kesebandingan, maka Data Pembanding Eksternal tidak
diperlukan.
(5) Data Pembanding Eksternal dapat diperoleh dari database komersial maupun
database lainnya.

6. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 7

(1) Dalam melakukan penilaian dan analisis fungsi (functional analysis) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, harus dilakukan analisis dengan
mengidentifikasi dan membandingkan kegiatan ekonomi yang signifikan dan tanggung

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 74


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

jawab utama yang diambil atau akan diambil oleh pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dengan pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.
(2) Kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap signifikan dalam
hal kegiatan tersebut berpengaruh secara material pada harga yang ditetapkan
dan/atau laba yang diperoleh dari transaksi yang dilakukan.
(3) Dalam melakukan penilaian dan analisis fungsi, harus dipertimbangkan antara lain:
a. struktur organisasi dan posisi perusahaan yang diuji dalam kelompok usaha
serta manajemen mata rantai (supply chain management) kelompok usaha;
b. fungsi-fungsi utama yang dijalankan oleh suatu perusahaan seperti desain,
pengolahan, perakitan, penelitian, pengembangan, pelayanan, pembelian,
distribusi, pemasaran, promosi, transportasi, keuangan, dan manajemen serta
karakteristik utama perusahaan seperti jasa maklon (toll manufacturing),
manufaktur dengan fungsi dan risiko terbatas (contract manufacturing), dan
manufaktur dengan fungsi dan risiko penuh (fully fledge manufacturing);
c. jenis aktiva yang digunakan atau akan digunakan seperti tanah, bangunan,
peralatan, dan Harta Tidak Berwujud, serta sifat dari aktiva tersebut seperti umur,
harga pasar, dan lokasi;
d. risiko yang mungkin timbul dan harus ditanggung oleh masing-masing pihak
yang melakukan transaksi seperti risiko pasar, risiko kerugian investasi, dan
risiko keuangan.

7. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8

(1) Dalam melakukan penilaian dan analisis atas ketentuan-ketentuan dalam


kontrak/perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c, harus
dilakukan analisis terhadap tingkat tanggung jawab, risiko, dan keuntungan yang
dibagi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk dibandingkan
dengan ketentuan-ketentuan dalam kontrak/perjanjian yang dilakukan oleh pihak-
pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, yang meliputi ketentuan tertulis dan
tidak tertulis.
(2) Dalam hal tidak terdapat dokumen tertulis, hubungan kontrak para pihak dapat
ditentukan dari peran/perilaku para pihak atau prinsip ekonomi, yang umumnya
mengatur hubungan para pihak tersebut

75 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

8. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 9

(1) Analisis keadaan ekonomi diperlukan untuk memperoleh tingkat kesebandingan dalam
pasar tempat beroperasinya para pihak yang melakukan transaksi.
(2) Keadaan ekonomi yang harus diidentifikasi untuk menentukan tingkat kesebandingan
pasar mencakup:
a. lokasi geografis;
b. ukuran pasar;
c. tingkat persaingan dalam pasar serta posisi persaingan antara penjual dan
pembeli;
d. ketersediaan barang atau jasa pengganti;
e. tingkat permintaan dan penawaran dalam pasar baik secara keseluruhan maupun
regional;
f. daya beli konsumen;
g. sifat dan cakupan peraturan pemerintah dalam pasar;
h. biaya produksi termasuk biaya tanah, upah tenaga kerja, dan modal;
biaya transportasi; dan tingkatan pasar;
i. tanggal dan waktu transaksi; dan sebagainya.

9. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11

(1) Dalam penentuan metode Harga Wajar atau Laba Wajar wajib dilakukan kajian
untuk menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang paling sesuai (The Most
Appropiate Method).
(2) Metode Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat
diterapkan adalah:
a. Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa (Comparable Uncontrolled Price/CUP);
b. Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM);
c. Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method);
d. Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM); atau
e. Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM).
(3) Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa (Comparable Uncontrolled Price/CUP) adalah metode Penentuan Harga
Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi yang
dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 76


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

barang atau jasa dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi atau keadaan yang sebanding.
(4) Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM) adalah metode
Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam
transaksi suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor
wajar, yang mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk
tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau penjualan
kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar.
(5) Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method) adalah metode Penentuan Harga Transfer
yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh
perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi
sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa pada harga
pokok penjualan yang telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
(6) Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM) adalah metode Penentuan Harga
Transfer berbasis Laba Transaksional (Transactional Profit Method Based) yang
dilakukan dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan
dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan
menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan
pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari kesepakatan
antar pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, dengan menggunakan
Metode Kontribusi (Contribution Profit Split Method) atau Metode Sisa Pembagian
Laba (Residual Profit Split Method).
(7) Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM) adalah
metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan
presentase laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap aktiva,
atau terhadap dasar lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dengan presentase laba bersih operasi yang diperoleh atas
transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
atau persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding yang
dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa lainnya.
(8) Dalam menerapkan metode Penentuan Harga Transfer yang paling sesuai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), wajib diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. kelebihan dan kekurangan setiap metode;
b. kesesuaian metode Penentuan Harga Transfer dengan sifat dasar transaksi antar
pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa, yang ditentukan berdasarkan
analisis fungsional;
c. ketersediaan informasi yang handal (sehubungan dengan transaksi antar pihak

77 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa) untuk menerapkan metode yang


dipilih dan/atau metode lain;
d. tingkat kesebandingan antara transaksi antar pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dengan transaksi antar pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa, termasuk kehandalan penyesuaian yang dilakukan untuk
menghilangkan pengaruh yang material dari perbedaan yang ada.
(9) Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Perbandingan Harga antara pihak yang
tidak mempunyai Hubungan Istimewa (Comparable Uncontrolled Price/CUP) antara
lain adalah:
a. barang atau jasa yang ditransaksikan memiliki karakteristik yang identik
dalam kondisi yang sebanding; atau
b. kondisi transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dengan pihak-pihak yang tidak memiliki Hubungan Istimewa
Identik atau memiliki tingkat kesebandingan yang tinggi atau dapat dilakukan
penyesuaian yang akurat untuk menghilangkan pengaruh dari perbedaan kondisi
yang timbul.
(10) Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price
Method/RPM) antara lain adalah:
a. tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara Wajib Pajak
yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi antara Wajib Pajak yang
tidak mempunyai Hubungan Istimewa, khususnya tingkat kesebandingan
berdasarkan hasil analisis fungsi, meskipun barang atau jasa yang diperjualbelikan
berbeda; dan
b. pihak penjual kembali (reseller) tidak memberikan nilai tambah yang signifikan
atas barang atau jasa yang diperjualbelikan.
(11) Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method) antara
lain adalah:
a. barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa;
b. terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility
agreement) atau kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and supply
agreement) antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; atau
c. bentuk transaksi adalah penyediaan jasa.
(12) Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM) secara khusus hanya dapat
diterapkan dalam kondisi sebagai berikut:
a. transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sangat terkait
satu sama lain sehingga tidak dimungkinkan untuk dilakukan kajian secara
terpisah; atau

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 78


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

b. terdapat barang tidak berwujud yang unik antara pihak-pihak yang bertransaksi
yang menyebabkan kesulitan dalam menemukan data pembanding yang tepat.
(13) Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Laba Bersih Transaksional
(Transactional Net Margin Method/TNMM) antara lain adalah:
a. salah satu pihak dalam transaksi Hubungan Istimewa melakukan kontribusi
yang khusus; atau
b. salah satu pihak dalam transaksi Hubungan Istimewa melakukan transaksi
yang kompleks dan memiliki transaksi yang berhubungan satu sama lain.
(14) Wajib Pajak wajib mendokumentasikan kajian yang dilakukan dan menyimpan buku,
dasar catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
10. Pasal 12 dihapus.
11. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14

(1) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha wajib diterapkan atas transaksi jasa yang
dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap memenuhi Prinsip Kewajaran
dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan:
a. penyerahan atau perolehan jasa benar-benar terjadi;
b. nilai transaksi jasa antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai
Hubungan Istimewa sama dengan nilai transaksi jasa yang dilakukan antara pihak-
pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai kondisi yang
sebanding, atau yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak untuk keperluannya;
(3) Penyerahan atau perolehan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
dianggap benar-benar terjadi apabila terdapat manfaat ekonomis atau komersial yang
dapat menambah nilai atas penyerahan atau perolehan jasa dimaksud.
(4) Dalam menentukan nilai transaksi jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
harus diterapkan melalui Analisis Kesebandingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10.
(5) Transaksi jasa antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa dianggap tidak memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam hal
transaksi jasa terjadi hanya karena terdapat kepemilikan perusahaan induk pada salah
satu atau beberapa perusahaan yang berada dalam satu kelompok usaha.
(6) Transaksi jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) termasuk biaya atau pengeluaran
yang terjadi sehubungan dengan:
a. kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan induk, seperti rapat pemegang
saham perusahaan induk, penerbitan saham oleh perusahaan induk, dan biaya

79 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

pengurus perusahaan induk;


b. kewajiban pelaporan perusahaan induk, termasuk laporan keuangan
konsolidasi perusahaan induk, kecuali terdapat bukti mengenai adanya manfaat
yang terukur yang dinikmati oleh Wajib Pajak;
c. perolehan dana/modal yang dipergunakan untuk pengambilalihan
kepemilikan perusahaan dalam kelompok usaha, kecuali pengambilalihan
tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak dan manfaatnya dinikmati oleh Wajib Pajak.
12. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17

(1) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha wajib diterapkan atas transaksi pemanfaatan
dan pengalihan Harta Tidak Berwujud yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak
yang mempunyai Hubungan Istimewa.
(2) Harta Tak Berwujud (Intangibles) adalah suatu aktiva yang pada umumnya memiliki
masa manfaat yang panjang dan tidak mempunyai bentuk fisik serta memiliki
kegunaan dalam kegiatan operasi perusahaan dan penggunaannya tidak untuk dijual
kembali, seperti paten, hak cipta atau merek dagang.
(3) Harta Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi Harta Tidak
Berwujud sehubungan dengan Fungsi Perdagangan (Trade Intangibles) dan Harta
Tidak Berwujud sehubungan dengan Fungsi Pemasaran (Marketing Intangibles).
(4) Harta Tidak Berwujud sehubungan dengan Fungsi Perdagangan (Trade Intangibles)
pada umumnya terjadi melalui kegiatan riset dan pengembangan yang berisiko dan
mahal, sehingga pemiliknya berusaha mengganti pengeluaran tersebut melalui
penjualan barang, perjanjian lisensi atau kontrak jasa.
(5) Harta Tidak Berwujud sehubungan dengan Fungsi Pemasaran (Marketing Intangibles)
meliputi antara lain merek dagang atau nama dagang yang membantu meningkatkan
pemasaran dari barang dan jasa, daftar pelanggan, dan saluran distribusi.
(6) Merek Dagang adalah nama, simbol atau gambar yang unik yang dimiliki sebagai
identitas dari suatu barang atau jasa tertentu yang dihasilkan oleh pabrikan atau
dealer, dimana penggunaannya oleh pihak lain diatur oleh hukum domestik atau
hukum internasional.
(7) Transaksi pemanfaatan Harta Tidak Berwujud yang dilakukan antara Wajib Pajak
dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dianggap memenuhi Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan:
a. transaksi pemanfaatan Harta Tidak Berwujud benar-benar terjadi;
b. terdapat manfaat ekonomis atau komersial; dan
c. transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai Hubungan
Istimewa mempunyai nilai yang sama dengan transaksi yang dilakukan antara
pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai kondisi

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 80


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

yang sebanding dengan menerapkan Analisis Kesebandingan dan menerapkan


metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam transaksi.
(8) Transaksi pengalihan Harta Tidak Berwujud yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan
pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dianggap memenuhi Prinsip Kewajaran
dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan:
a. transaksi pengalihan Harta Tidak Berwujud benar-benar terjadi; dan
b. nilai pengalihan Harta Tidak Berwujud antara pihak-pihak yang mempunyai
mempunyai Hubungan Istimewa sama dengan nilai pengalihan Harta Tidak
Berwujud yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa yang mempunyai kondisi yang sebanding.
(9) Dalam melakukan Analisis Kesebandingan untuk transaksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (8) dan ayat (9) harus dipertimbangkan antara lain:
a. keterbatasan geografis dalam pemanfaatan hak atas Harta Tidak Berwujud;
b. eksklusifitas hak yang dialihkan; dan
c. keberadaan hak pihak yang memperolah Harta Tak Berwujud untuk turut serta
dalam pengembangan harta dimaksud.

13. Diantara Pasal 17 dan Pasal 18 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 17A sehingga berbunyi
sebagai berikut:

Pasal 17A

(1) Kesepakatan Kontribusi Biaya (Cost Contribution Arrangements) adalah kesepakatan


yang dibuat oleh para pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk berbagi risiko
dari mengembangkan, menghasilkan atau mendapatkan aset, jasa atau hak, dan
untuk menentukan fungsi dan peranan para pihak dalam kesepakatan atas aset, jasa
atau hak dimaksud.
(2) Para pihak dalam Kesepakatan Kontribusi Biaya (Cost Contribution
Arrangements) berhak untuk mendapatkan manfaat pelaksanaan Kesepakatan
Kontribusi Biaya (Cost Contribution Arrangements) sebagai pemilik efektif (effective
owners).
(3) Dalam hal terdapat Kesepakatan Kontribusi Biaya (Cost Contribution Arrangements),
maka kontribusi biaya antara para pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa harus
sama dibandingkan dengan kontribusi biaya dalam kesepakatan yang dilakukan antara
pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.

81 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

14. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 18

(1) Wajib Pajak wajib menyelenggarakan dan menyimpan buku, catatan, dan dokumen
yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 Undang-Undang KUP dan peraturan pelaksanaannya.
(2) Termasuk dalam pengertian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
dokumen yang menjadi dasar penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha pada
transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
(3) Wajib Pajak wajib menyampaikan dokumentasi dalam melaporkan transaksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang terdiri dari satu set dokumen induk dan
satu set lampiran dari dokumen induk.
(4) Wajib Pajak dapat menentukan sendiri jenis dan bentuk dokumen yang disesuaikan
dengan bidang usahanya sepanjang dokumen tersebut mendukung penggunaan
metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang dipilih, termasuk laporan
keuangan yang tersegmentasi.
(5) Dokumen penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang harus disediakan oleh Wajib
Pajak sekurang-kurangnya mencakup:
a. gambaran perusahaan secara rinci seperti struktur kelompok usaha,
struktur kepemilikan, struktur organisasi, aspek-aspek operasional kegiatan usaha,
daftar pesaing usaha, dan gambaran lingkungan usaha;
b. kebijakan penetapan harga dan/atau penetapan alokasi biaya;
c. hasil Analisis Kesebandingan atas karakteristik produk yang diperjualbelikan,
hasil analisis fungsional, kondisi ekonomi, ketentuan-ketentuan dalam
kontrak/perjanjian, dan strategi usaha.
d. pembanding yang terpilih;
e. catatan mengenai penerapan metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar
yang dipilih oleh Wajib Pajak serta alasan penolakan metode yang tidak dipilih.

15. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 20

(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan


dan pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak pada transaksi
yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
(2) Kewenangan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dilakukan apabila Wajib Pajak telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
dalam transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki Hubungan
Istimewa.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 82


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

(3) Penghitungan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan metode dan dokumen penentuan
Harga Wajar atau Laba Wajar yang diterapkan oleh Wajib Pajak.
(4) Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai
dan/atau menunjukkan dokumen pendukung penerapan Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini,
Direktur Jenderal Pajak berwenang menetapkan Harga Wajar atau Laba Wajar
berdasarkan data atau dokumen lain dan metode penentuan Harga Wajar atau Laba
Wajar yang dinilai tepat oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan kewenangan
berdasarkan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP.

16. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 21

(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyesuaian (correlative adjustment)


terhadap penghitungan Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak sebagai tindak lanjut atas
suatu penyesuaian (primary adjustment) yang dilakukan oleh:
a. Direktur Jenderal Pajak atas penghitungan penghasilan dan pengurangan
yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya termasuk Bentuk Usaha
Tetap yang menjadi lawan transaksi Wajib Pajak; atau
b. otoritas pajak negara lain atas penghitungan penghasilan dan pengurangan
yang dilakukan oleh Wajib Pajak negara tersebut yang menjadi lawan transaksi
Wajib Pajak dalam negeri termasuk Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
(2) Atas penyesuaian yang dilakukan oleh otoritas pajak negara lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, Wajib Pajak tidak diperkenankan untuk melakukan
sendiri penyesuaian penghitungan pajaknya.

17. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 22

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual
Agreement Procedure/MAP) kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai ketentuan dalam
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda atau P3B untuk menyelesaikan sengketa
perpajakan yang menyangkut penerapan ketentuan dalam P3B sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, termasuk dalam hal Wajib Pajak tidak
menyetujui penyesuaian yang dilakukan oleh otoritas pajak di negara mitra P3B
terhadap Wajib Pajak yang menjadi lawan transaksinya.

83 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

(2) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah
perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara/jurisdiksi lain
dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.
(3) Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure/MAP) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah prosedur administratif yang dilakukan oleh pejabat
yang berwenang dari Indonesia dengan pejabat yang berwenang dari negara mitra
P3B untuk menyelesaikan sengketa perpajakan yang timbul sehubungan dengan
penerapan P3B.

18. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 23

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Kesepakatan Harga Transfer (Advance
Pricing Agreement/APA) kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, sebagai upaya menghindari permasalahan yang mungkin timbul dalam
transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa.
(2) Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah perjanjian tertulis antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib
Pajak atau antara Direktur Jenderal Pajak dengan otoritas perpajakan negara lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3a) Undang-Undang PPh.

Pasal II

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 11 November 2011
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 84


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK


NOMOR PER - 48/PJ/2010

TENTANG

TATA CARA PELAKSANAAN PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA


(MUTUAL AGREEMENT PROCEDURE) BERDASARKAN
PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 32A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983


tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 diatur bahwa
Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan Pemerintah
negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan
pencegahan pengelakan pajak;
b. bahwa dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara
Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah negara mitra diatur mengenai
Prosedur Persetujuan Bersama atau lazim disebut dengan Mutual
Agreement Procedure (MAP);
c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda mengenai Prosedur Persetujuan Bersama
dimaksud, perlu ditetapkan prosedur baku sebagai petunjuk teknis
pelaksanaannya;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama
(Mutual Agreement Procedure) Berdasarkan Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan


Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4893);

85 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA


PELAKSANAAN PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA (MUTUAL AGREEMENT
PROCEDURE) BERDASARKAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK
BERGANDA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:


1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian
antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah negara atau yurisdiksi mitra untuk
mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak.
2. Prosedur Persetujuan Bersama atau Mutual Agreement Procedure yang selanjutnya disebut
MAP adalah prosedur administratif yang diatur dalam P3B untuk menyelesaikan
permasalahan yang timbul dalam penerapan P3B.
3. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat sebagaimana dimaksud dalam P3B.
4. Negara Mitra P3B adalah negara atau yurisdiksi yang mempunyai P3B dengan Indonesia
yang sudah berlaku efektif .
5. Persetujuan Bersama atau Mutual Agreement adalah hasil yang telah disepakati oleh
Pejabat yang Berwenang dari Indonesia dan Negara Mitra P3B sehubungan dengan MAP
yang telah dilaksanakan.
6. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia adalah Subjek Pajak dalam negeri berdasarkan
ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, yang
menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan undang-
undang tersebut.
7. Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B adalah Subjek Pajak dalam negeri Negara Mitra
P3B berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di negara yang
bersangkutan, yang menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenakan Pajak
Penghasilan di negara tersebut.
8. Wajib Pajak Luar Negeri adalah Subjek Pajak luar negeri berdasarkan ketentuan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, yang menerima atau
memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang tersebut.
9. Warga Negara Indonesia adalah Warga Negara Indonesia berdasarkan ketentuan
perundang-undangan di bidang kewarganegaraan.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 86


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

10. Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang selanjutnya
disebut Undang-Undang KUP, adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
11. Transfer Pricing adalah penentuan harga yang dilakukan dalam transaksi antara pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa.
12. Corresponding Adjustments yaitu koreksi atau penyesuaian atas jumlah pajak yang terutang
bagi Wajib Pajak suatu negara yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak
negara mitra, yang dilakukan oleh otoritas pajak negara yang bersangkutan sehubungan
dengan koreksi transfer pricing yang dilakukan oleh otoritas pajak negara mitra (primary
adjustments), sehingga alokasi keuntungan pada dua negara atau yurisdiksi tersebut
konsisten, dengan tujuan untuk menghilangkan pengenaan pajak berganda.
13. Dual Residence adalah kondisi yang dihadapi oleh satu subjek pajak yang melakukan
transaksi lintas negara atau yurisdiksi pada saat yang sama dianggap menjadi subjek pajak
dalam negeri di masing-masing negara atau yurisdiksi berdasarkan ketentuan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku di masing-masing negara atau yurisdiksi dimaksud.

Pasal 2

MAP dilaksanakan dalam hal terdapat:


a. permintaan yang diajukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia;
b. permintaan yang diajukan oleh Warga Negara Indonesia yang telah menjadi Wajib Pajak
Dalam Negeri Negara Mitra P3B sehubungan dengan ketentuan non diskrimasi (non-
discrimination) dalam P3B yang berlaku;
c. permintaan yang diajukan oleh Negara Mitra P3B; atau
d. hal yang dianggap perlu oleh dan atas inisiatif Direktur Jenderal Pajak.

BAB II
TATA CARA PENGAJUAN DAN PELAKSANAAN MAP DARI WAJIB PAJAK
DALAM NEGERI INDONESIA ATAU WARGA NEGARA INDONESIA YANG
MENJADI WAJIB PAJAK DALAM NEGERI NEGARA MITRA P3B

Pasal 3

(1) Permintaan untuk melaksanakan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a
dilakukan antara lain dalam hal:
a. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia dikenakan pajak atau akan dikenakan pajak karena
melakukan praktik transfer pricing sehubungan adanya transaksi dengan Wajib Pajak
Dalam Negeri Negara Mitra P3B yang mempunyai hubungan istimewa;

87 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

b. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia menganggap bahwa tindakan Negara Mitra P3B
mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan
ketentuan P3B sehubungan dengan keberadaan atau penghasilan bentuk usaha tetap
yang dimiliki oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia di Negara Mitra P3B;
c. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia menganggap bahwa tindakan Negara Mitra P3B
mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan
ketentuan P3B sehubungan dengan pemotongan pajak di Negara Mitra P3B; atau
d. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia yang juga merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri
Negara Mitra P3B meminta pelaksanaan konsultasi dalam rangka MAP untuk
menentukan status dirinya sebagai Wajib Pajak dalam negeri dari salah satu negara
tersebut.
(2) Permintaan untuk melaksanakan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b
dilakukan dalam hal Warga Negara Indonesia yang telah menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri
Negara Mitra P3B dikenakan atau akan dikenakan pajak di Negara Mitra P3B yang lebih
berat dibandingkan dengan yang dikenakan oleh Negara Mitra P3B kepada warganegaranya
(kasus non diskriminasi berdasarkan ketentuan P3B yang berlaku).
(3) Permintaan untuk melaksanakan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan dengan memperhatikan ketentuan dalam P3B yang berlaku.

Pasal 4

(1) Permintaan untuk melaksanakan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a
disampaikan dengan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menyampaikan
informasi sekurang-kurangnya mengenai:
a. nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, dan jenis usaha Wajib Pajak Dalam Negeri
Indonesia yang mengajukan permintaan;
b. nama, Nomor Identitas Wajib Pajak, alamat, dan jenis usaha Wajib Pajak di Negara
Mitra P3B yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak yang mengajukan
permintaan, khusus dalam hal terkait dengan transaksi transfer pricing;
c. tindakan yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B atau
otoritas pajak Negara Mitra P3B, yang telah dianggap tidak sesuai dengan ketentuan
P3B oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia;
d. penjelasan apakah Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia telah mengajukan atau akan
mengajukan permohonan pembetulan, keberatan, permohonan banding kepada badan
peradilan pajak, atau permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan
pajak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), Pasal 25 ayat (1), Pasal 27 ayat
(1), atau Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP, atas hal-hal yang dimintakan
MAP;
e. Tahun Pajak sehubungan dengan permintaan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam
Negeri Indonesia;

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 88


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

f. penjelasan mengenai transaksi yang telah dilakukan koreksi oleh otoritas pajak Negara
Mitra P3B, yang meliputi substansi transaksi, nilai koreksi, dan dasar dilakukannya
koreksi;
g. pendapat Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia sehubungan dengan koreksi yang telah
dilakukan oleh otoritas Negara Mitra P3B Indonesia;
h. pihak yang dapat dihubungi oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka tindak lanjut
atas permintaan untuk melaksanakan MAP yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak
Dalam Negeri Indonesia;
i. nama kantor pajak Negara Mitra P3B, jika memungkinkan nama unit vertikal kantor
pajak Negara Mitra P3B yang terkait dalam hal diketahui oleh Wajib Pajak Dalam Negeri
Indonesia yang mengajukan permintaan MAP; dan
j. ketentuan dalam P3B yang menurut Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia tidak
diterapkan secara benar dan pendapat Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia atas
penerapan dari ketentuan P3B tersebut, apabila permintaan MAP berkaitan dengan
penerapan ketentuan P3B yang tidak semestinya.
(2) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak
Dalam Negeri Indonesia atau wakilnya yang sah berdasarkan ketentuan Undang-Undang
KUP, dan dalam hal ditandatangani oleh kuasa, wajib dilampiri surat kuasa khusus.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan dokumen-
dokumen pendukung dan disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam P3B
yang berlaku, yang dihitung setelah Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia dikenakan atau
akan dikenakan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam P3B.
(4) Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib meneliti kelengkapan permintaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan melengkapi dengan dokumen-dokumen perpajakan yang
terkait yang terdapat dalam administrasi Kantor Pelayanan Pajak, untuk selanjutnya
diteruskan kepada Direktur Peraturan Perpajakan II paling lama dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari kalender sejak permintaan untuk melaksanakan MAP diterima lengkap.
(5) Dalam hal permintaan MAP disampaikan tidak lengkap, Kepala Kantor Pelayanan Pajak
memberikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak paling lama dalam jangka waktu 15
(lima belas) hari kalender sejak permintaan untuk melaksanakan MAP diterima, yang
menyatakan bahwa permintaan untuk melaksanakan MAP tidak lengkap dan meminta
Wajib Pajak untuk melengkapi hal-hal yang belum lengkap.
(6) Direktur Peraturan Perpajakan II meneliti dan mempertimbangkan permintaan untuk
melaksanakan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(7) Dalam hal permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diproses lebih lanjut
untuk dikonsultasikan dengan Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra P3B, Direktur
Peraturan Perpajakan II mengirimkan permintaan MAP secara tertulis kepada Pejabat yang
Berwenang di Negara Mitra P3B.

89 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

(8) Direktur Peraturan Perpajakan II atas nama Direktur Jenderal Pajak menolak permintaan
untuk melaksanakan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal:
a. permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setelah melewati batas
waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
b. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia mengajukan permohonan keberatan kepada
Direktur Jenderal Pajak atas permasalahan yang dimintakan MAP dan tidak mencabut
permohonan keberatan dimaksud; atau
c. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia mengajukan permohonan banding kepada badan
peradilan pajak atas permasalahan yang dimintakan MAP dan tidak mencabut
permohonan Banding dimaksud;
paling lama dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kalender sejak permintaan untuk
melaksanakan MAP diterima dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau sejak diketahui Wajib
Pajak yang bersangkutan mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal
Pajak atau permohonan banding kepada badan peradilan pajak.
(9) Direktur Peraturan Perpajakan II dapat meminta penjelasan lebih lanjut kepada Wajib
Pajak Dalam Negeri Indonesia, termasuk meminta dokumen-dokumen pendukung dan
informasi yang diperlukan, serta dapat meminta informasi atau bantuan dari direktorat lain,
unit pelaksana teknis dan/atau unit vertikal di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

Pasal 5

(1) Permintaan untuk melaksanakan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b
disampaikan dengan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak c.q.
Direktur Peraturan Perpajakan II dengan menyampaikan informasi sekurang-kurangnya
mengenai:
a. nama, alamat, dan kegiatan usaha Warga Negara Indonesia yang mengajukan
permintaan;
b. tindakan atau pengenaan pajak yang telah dilakukan oleh otoritas pajak Negara Mitra
P3B yang dianggap lebih berat dibandingkan dengan tindakan atau pengenaan pajak
yang dilakukan oleh otoritas pajak Negara Mitra P3B dimaksud kepada warga
negaranya sendiri;
c. Tahun Pajak sehubungan dengan permintaan yang dilakukan;
d. pihak yang dapat dihubungi oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka tindak lanjut
atas permohonan yang telah disampaikan oleh yang bersangkutan; dan
e. nama kantor pajak Negara Mitra P3B, jika memungkinkan nama unit vertikal kantor
pajak Negara Mitra P3B yang terkait dalam hal diketahui oleh yang bersangkutan.
(2) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan dokumen-
dokumen pendukung dan disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam P3B
yang berlaku, yang dihitung setelah yang bersangkutan dikenakan atau akan dikenakan
pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam P3B.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 90


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

(3) Direktur Peraturan Perpajakan II meneliti dan mempertimbangkan permintaan untuk


melaksanakan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam hal permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diproses lebih lanjut
untuk dikonsultasikan dengan Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra P3B, Direktur
Peraturan Perpajakan II mengirimkan permintaan secara tertulis untuk melaksanakan MAP
kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra P3B.
(5) Direktur Peraturan Perpajakan II atas nama Direktur Jenderal Pajak menolak permintaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal permintaan untuk melaksanakan MAP
disampaikan setelah melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau
permintaan untuk melaksanakan MAP dimaksud tidak sesuai dengan ketentuan dalam P3B
Indonesia yang berlaku, paling lama dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kalender
sejak permintaan untuk melaksanakan MAP diterima.

Pasal 6

(1) Dalam hal Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia yang mengajukan permintaan untuk
melaksanakan MAP juga mengajukan permohonan pembetulan atau permohonan
pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (1) atau Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP, Direktur Jenderal Pajak
dapat memproses pengajuan permintaan MAP.
(2) Dalam hal pelaksanaan MAP menghasilkan Persetujuan Bersama sebelum dikeluarkannya
keputusan atas permohonan pembetulan atau permohonan pengurangan atau pembatalan
surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Persetujuan Bersama
dimaksud dituangkan dalam keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan
pembetulan atau permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak.
(3) Dalam hal pelaksanaan MAP belum menghasilkan Persetujuan Bersama dan Wajib Pajak
Dalam Negeri Indonesia yang bersangkutan mengajukan permohonan keberatan kepada
Direktur Jenderal Pajak atau permohonan banding kepada badan peradilan pajak, Direktur
Jenderal Pajak menghentikan pelaksanaan MAP dan memberitahukan secara tertulis kepada
Wajib Pajak, paling lama dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kalender sejak diketahui
Wajib Pajak yang bersangkutan mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur
Jenderal Pajak atau permohonan banding kepada badan peradilan pajak.

Pasal 7

(1) Dalam hal dipandang perlu, Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan pertemuan
konsultasi dengan Pejabat yang Berwenang dari Negara Mitra P3B untuk menindaklanjuti
permintaan MAP yang dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia atau Warga
Negara Indonesia yang telah menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B.
(2) Sebelum dicapainya Persetujuan Bersama, Direktur Jenderal Pajak terlebih dahulu
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia

91 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

atau Warga Negara Indonesia yang telah menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra
P3B mengenai isi rancangan Persetujuan Bersama untuk memperoleh konfirmasi bahwa
yang bersangkutan dapat menerima isi rancangan Persetujuan Bersama.
(3) Direktur Jenderal Pajak menyepakati Persetujuan Bersama dengan Negara Mitra P3B
setelah Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia atau Warga Negara Indonesia yang telah
menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B memberikan konfirmasi bahwa yang
bersangkutan dapat menerima kesepakatan dimaksud.
(4) Konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diberikan paling lama dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat
2 disampaikan.
(5) Dalam hal Persetujuan Bersama mengakibatkan perubahan besarnya pajak yang terutang
di Indonesia sebagaimana tercantum dalam surat ketetapan pajak, Surat Keputusan
Pembetulan, dan Surat Keputusan Pengurangan atau Surat Keputusan Pembatalan surat
ketetapan pajak, Direktur Jenderal Pajak melakukan pembetulan, pengurangan atau
pembatalan atas surat ketetapan pajak atau surat keputusan dimaksud sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
(6) Direktur Jenderal Pajak menyampaikan Persetujuan Bersama kepada Wajib Pajak secara
tertulis.

Pasal 8

(1) Direktur Jenderal Pajak menghentikan pelaksanaan MAP dalam hal:


a. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia atau Warga Negara Indonesia yang telah menjadi
Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B yang menyampaikan permintaan untuk
melaksanakan MAP:
1) menyampaikan surat pembatalan permintaan MAP kepada Direktur Jenderal Pajak;
2) tidak menyetujui isi rancangan Persetujuan Bersama;
3) tidak memenuhi seluruh permintaan data, informasi, atau dokumen yang
diperlukan oleh Direktur Jenderal Pajak;
4) menyampaikan informasi yang tidak benar kepada Direktur Jenderal Pajak; atau
b. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia yang menyampaikan permintaan untuk
melaksanakan MAP mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal
Pajak atau permohonan banding kepada badan peradilan pajak.
(2) Direktur Jenderal Pajak menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak
mengenai penghentian pelaksanaan MAP, paling lama dalam jangka waktu 15 (lima belas)
hari kalender sejak penghentian diputuskan.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 92


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Pasal 9

Tata Cara Pengajuan dan Pelaksanaan MAP dari Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia atau
Warga Negara Indonesia yang Menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang
merupakan satu bagian yang tidak terpisahkan.

BAB III
TATA CARA PENANGANAN PERMINTAAN MAP
DARI NEGARA MITRA P3B

Pasal 10

(1) Permintaan untuk melaksanakan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c
dilakukan antara lain dalam hal:
a. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas Wajib Pajak Luar
Negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia yang dianggap tidak sesuai dengan ketentuan dalam P3B;
b. terjadi koreksi Transfer Pricing di Indonesia atas Wajib Pajak Luar Negeri yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
c. Negara Mitra P3B meminta dilakukan Corresponding Adjustments sehubungan dengan
koreksi Transfer Pricing yang dilakukan otoritas Pajak negara yang bersangkutan atas
Wajib Pajak dalam negerinya yang melakukan transaksi hubungan istimewa dengan
Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia;
d. terjadi pemotongan pajak oleh Wajib Pajak di Indonesia sehubungan dengan
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang dianggap tidak sesuai dengan
ketentuan dalam P3B; atau
e. penentuan negara domisili dari Wajib Pajak yang mempunyai status sebagai Wajib
Pajak Dalam Negeri Indonesia dan Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B (Dual
Residence).
(2) Direktur Jenderal Pajak dapat menolak permintaan MAP yang diajukan oleh Negara Mitra
P3B yang berkaitan dengan koreksi transfer pricing yang dilakukan oleh Negara Mitra P3B
yang bersangkutan, dalam hal tidak terdapat ketentuan mengenai Corresponding
Adjustments dalam P3B Indonesia yang berlaku.

Pasal 11

(1) Direktur Jenderal Pajak c.q. Direktur Peraturan Perpajakan II memberitahukan permintaan
untuk melaksanakan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak yang terkait dengan permintaan dimaksud
terdaftar.

93 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi informasi mengenai:
a. nama Negara Mitra P3B yang mengajukan permintaan untuk melaksanakan MAP;
b. tanggal diterimanya permintaan MAP;
c. nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan alamat bentuk usaha tetap atau Wajib Pajak
dalam negeri yang terkait;
d. nama dan alamat Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B yang terlibat, dalam hal
terjadi kasus transfer pricing; dan
e. nama dan alamat Wajib Pajak terkait serta Tahun Pajak yang akan dibahas dalam kasus
Dual Residence.

Pasal 12

(1) Direktur Jenderal Pajak menolak permintaan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf c untuk permintaan MAP sehubungan dengan Corresponding Adjusments dalam hal
Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia yang terkait tidak mengajukan permintaan MAP
kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Direktur Peraturan Perpajakan II atas nama Direktur Jenderal Pajak meminta pernyataan
secara tertulis dari Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia untuk memastikan bahwa yang
bersangkutan tidak mengajukan permintaan MAP.

Pasal 13

Dalam hal pokok permintaan MAP dari Negara Mitra P3B adalah pemotongan atau pemungutan
Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak di Indonesia yang dianggap tidak sesuai dengan ketentuan
P3B, Direktur Peraturan Perpajakan II menyampaikan secara tertulis kepada Wajib Pajak
dimaksud mengenai permintaan MAP dari Negara Mitra P3B dan dapat meminta penjelasan
mengenai dasar pemotongan atau pemungutan pajak, substansi transaksi, dan meminta
dokumen yang diperlukan melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

Pasal 14

Dalam menindaklanjuti permintaan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, Direktur
Peraturan Perpajakan II dapat meminta informasi atau bantuan dari direktorat lain, unit
pelaksana teknis dan/atau unit vertikal di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

Pasal 15

(1) Dalam hal permintaan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c terkait dengan
bentuk usaha tetap di Indonesia dan bentuk usaha tetap dimaksud juga mengajukan
permohonan pembetulan atau permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) atau Pasal 36 ayat (1) huruf b

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 94


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Undang-Undang KUP, Direktur Jenderal Pajak dapat melaksanakan MAP dan memproses
permohonan pembetulan atau permohonan pengurangan, atau pembatalan surat ketetapan
pajak.
(2) Dalam hal pelaksanaan MAP menghasilkan Persetujuan Bersama sebelum dikeluarkannya
keputusan atas permohonan pembetulan atau permohonan pengurangan atau pembatalan
surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Persetujuan Bersama
dimaksud dituangkan dalam keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan
pembetulan atau permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak.
(3) Dalam hal pelaksanaan MAP belum menghasilkan Persetujuan Bersama dan Wajib Pajak
yang terkait dengan permintaan untuk melaksanakan MAP mengajukan permohonan
keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atau permohonan banding kepada badan
peradilan pajak, Direktur Jenderal Pajak menghentikan pelaksanaan MAP dan
memberitahukan secara tertulis kepada Negara Mitra P3B yang mengajukan permintaan
MAP.

Pasal 16

(1) Dalam hal dipandang perlu atau atas permintaan Negara Mitra P3B Indonesia, Direktorat
Jenderal Pajak dapat melakukan pertemuan konsultasi dengan Pejabat yang Berwenang
dari Negara Mitra P3B yang bersangkutan untuk menindaklanjuti permohonan MAP yang
dilakukan oleh negara mitra dimaksud.
(2) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menyepakati Persetujuan Bersama dengan Negara Mitra
P3B, Direktur Peraturan Perpajakan II segera menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak yang terkait terdaftar.
(3) Kepala Kantor Pelayanan Pajak segera menyampaikan Persetujuan Bersama secara tertulis
kepada Wajib Pajak terkait.
(4) Dalam hal Persetujuan Bersama mengakibatkan perubahan besarnya pajak yang terutang
di Indonesia dalam surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Pembetulan, dan Surat
Keputusan Pengurangan atau Surat Keputusan Pembatalan surat ketetapan pajak, Direktur
Jenderal Pajak melakukan pembetulan, pengurangan atau pembatalan surat ketetapan
pajak atau surat keputusan dimaksud sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(5) Dalam hal Persetujuan Bersama berkaitan dengan pemotongan atau pemungutan Pajak
Penghasilan di Indonesia, tindak lanjutnya dapat dilakukan berdasarkan prosedur atau tata
cara pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang, sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

Pasal 17

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menolak atau menghentikan pelaksanaan MAP dalam hal:
a. permintaan MAP disampaikan oleh Negara Mitra P3B setelah batas waktu pelaksanaan
MAP sebagaimana ditetapkan dalam P3B;

95 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

b. pokok permohonan yang diajukan oleh Negara Mitra P3B tidak termasuk ke dalam
ruang lingkup MAP sebagaimana diatur dalam P3B yang berlaku;
c. Negara Mitra P3B membatalkan permintaan MAP;
d. permintaan melaksanakan MAP terkait dengan bentuk usaha tetap di Indonesia dan
bentuk usaha tetap dimaksud mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur
Jenderal Pajak atau permohonan banding kepada badan peradilan pajak;
e. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia yang terkait dengan permintaan MAP sehubungan
dengan koreksi Transfer Pricing yang dilakukan oleh otoritas pajak Negara Mitra P3B
atas Wajib Pajak Dalam Negerinya, tidak mengajukan permohonan MAP;
f. Wajib Pajak yang diterbitkan surat ketetapan pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak yang
menjadi fokus dari permintaan MAP tidak memberikan seluruh dokumen yang
diperlukan;
g. Direktorat Jenderal Pajak tidak mungkin untuk mengumpulkan dokumen-dokumen yang
diperlukan untuk melaksanakan konsultasi dalam rangka MAP karena telah terlewatinya
waktu yang lama setelah penerbitan surat ketetapan pajak di Indonesia; atau
h. terdapat indikasi kuat bahwa pelaksanaan konsultasi dalam rangka MAP tidak akan
menghasilkan keputusan yang tepat.
(2) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak dan Pejabat yang Berwenang dari Negara Mitra P3B
bersepakat untuk menghentikan pelaksanaan MAP, Direktur Peraturan Perpajakan II
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak terkait.

Pasal 18

Tata Cara Penanganan Permintaan MAP dari Negara Mitra P3B adalah sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang merupakan satu bagian yang
tidak terpisahkan.

BAB IV
PELAKSANAAN MAP ATAS INISIATIF DIREKTUR JENDERAL PAJAK

Pasal 19

Direktur Jenderal Pajak dapat mengajukan permintaan untuk melaksanakan MAP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf d tanpa berdasarkan permintaan dari Wajib Pajak Dalam Negeri
Indonesia atau dari Negara Mitra P3B, untuk:
a. meninjau ulang (me-review) Persetujuan Bersama yang telah disepakati sebelumnya karena
terdapat indikasi ketidakbenaran informasi atau dokumen yang diajukan oleh Wajib Pajak
Dalam Negeri Indonesia maupun Negara Mitra P3B;

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 96


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

b. meminta dilakukan Corresponding Adjustments atas koreksi Transfer Pricing yang dilakukan
oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia sehubungan
dengan transaksi hubungan istimewa dengan Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B;
c. membuat penafsiran atas suatu ketentuan tertentu dalam P3B yang diperlukan dalam
pelaksanaan P3B yang bersangkutan; atau
d. melaksanakan hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka melaksanakan ketentuan P3B.

Pasal 20

Direktur Peraturan Perpajakan II dapat meminta dokumen dan/atau informasi tambahan yang
terkait dengan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dari Wajib Pajak Dalam Negeri
Indonesia atau melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia
tersebut terdaftar.

Pasal 21

(1) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak mengajukan permintaan untuk melaksanakan MAP
kepada Negara Mitra P3B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 yang berkaitan dengan
Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia, Direktur Peraturan Perpajakan II memberitahukan
secara tertulis kepada Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia yang terkait mengenai:
a. tanggal pengajuan permintaan untuk melaksanakan MAP;
b. nama Negara Mitra P3B yang terkait;
c. pokok-pokok yang diajukan dalam surat permintaan MAP;
d. argumentasi pengajuan permintaan MAP; dan
e. informasi lain yang diperlukan.
(2) Dalam hal dipandang perlu, Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan pertemuan
konsultasi dengan Pejabat yang Berwenang dari Negara Mitra P3B untuk menindaklanjuti
MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
(3) Dalam hal tercapai Persetujuan Bersama dengan Negara Mitra P3B yang berkaitan dengan
Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia, Direktur Peraturan Perpajakan II menyampaikan
Persetujuan Bersama secara tertulis kepada Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia terkait.
(4) Dalam hal pelaksanaan MAP yang berkaitan dengan Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia
dihentikan tanpa menghasilkan Persetujuan Bersama dengan Negara Mitra P3B, Direktur
Peraturan Perpajakan II menyampaikan pemberitahuan penghentian MAP kepada Wajib
Pajak Dalam Negeri Indonesia terkait.

97 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Pasal 22

Tata Cara Pelaksanaan MAP atas Inisiatif Direktur Jenderal Pajak adalah sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang merupakan satu
bagian yang tidak terpisahkan.

BAB V
PELAKSANAAN KONSULTASI DALAM RANGKA MAP

Pasal 23

(1) Pelaksanaan pertemuan konsultasi dalam rangka MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (1), Pasal 16 ayat (1), dan Pasal 21 ayat (2) dilakukan oleh Direktorat Peraturan
Perpajakan II atau oleh Tim Pelaksana/Delegasi Perunding yang dibentuk oleh Direktur
Jenderal Pajak dengan mempertimbangkan masukan dari Direktur Peraturan Perpajakan II.
(2) Direktur Peraturan Perpajakan II memberi masukan kepada Direktur Jenderal Pajak
mengenai direktorat, unit pelaksana teknis, dan/atau unit vertikal di lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas dalam pelaksanaan
MAP untuk menjadi bagian dari Tim Pelaksana/Delegasi Perunding.
(3) Direktorat Peraturan Perpajakan II atau Tim Pelaksana/Delegasi Perunding menyiapkan
posisi Direktorat Jenderal Pajak dalam pelaksanaan MAP dan melaksanakan MAP sesuai
dengan posisi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 24

(1) Dalam hal permintaan untuk melaksanakan MAP terkait dengan koreksi transfer pricing,
Direktur Jenderal Pajak dapat membentuk Tim Khusus yang mempunyai tugas menyiapkan
posisi (position paper) Direktorat Jenderal Pajak, melakukan koordinasi serta supervisi atas
unit-unit yang terkait dengan permintaan untuk melaksanakan MAP yang terkait dengan
koreksi transfer pricing, dan menjadi anggota delegasi perunding dalam pelaksanaan
pertemuan konsultasi dalam rangka MAP.
(2) Tim Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari perwakilan Direktorat
Peraturan Perpajakan II, Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, dan unit pelaksana
pemeriksaan yang terkait dengan koreksi transfer pricing yang akan dibahas dalam
pelaksanaan pertemuan konsultasi dalam rangka MAP.
(3) Tim Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meminta data, informasi atau
dokumen yang diperlukan terkait dengan koreksi transfer pricing kepada Wajib Pajak Dalam
Negeri Indonesia yang terkait dengan permintaan untuk melaksanakan MAP.
(4) Dalam hal Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia tidak memenuhi seluruh permintaan data,
informasi atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak
dapat menghentikan pelaksanaan MAP tersebut.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 98


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Pasal 25

Direktur Jenderal Pajak mengembalikan dokumen Wajib Pajak yang disampaikan dalam rangka
pelaksanaan MAP dalam hal:
a. pelaksanaan MAP batal untuk dilaksanakan atau dihentikan; atau
b. telah dicapai Persetujuan Bersama dengan Negara Mitra P3B.

Pasal 26

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 3 November 2010
Direktur Jenderal,

ttd.

Mochamad Tjiptardjo
NIP 195104281975121002

99 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Lampiran I
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : PER-48/PJ/2010
TENTANG : TATA CARA PELAKSANAAN PROSEDUR
PERSETUJUAN BERSAMA (MUTUAL
AGREEMENT PROCEDURE)
BERDASARKAN PERSETUJUAN
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

TATA CARA PENGAJUAN DAN PELAKSANAAN MAP DARI WAJIB PAJAK


DALAM NEGERI INDONESIA ATAU WARGA NEGARA INDONESIA YANG
MENJADI WAJIB PAJAK DALAM NEGERI NEGARA MITRA P3B

Wajib Pajak menyampaikan Permohonan MAP secara tertulis dengan dilampiri dokumen-
dokumen pendukung secara lengkap kepada:
a. Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar bagi Wajib Pajak Dalam Negeri
Indonesia.
b. Direktorat Peraturan Perpajakan II bagi Warga Negara Indonesia yang telah menjadi Wajib
Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B sehubungan dengan ketentuan non diskriminasi
(non-discrimination) dalam P3B yang berlaku.

A. Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak Terdaftar


1. Petugas TPT menerima surat permohonan permintaan untuk melaksanakan MAP dari
Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia, kemudian mencetak Bukti Penerimaan Surat
(BPS) dan Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD) . BPS akan diserahkan kepada
Wajib Pajak sedangkan LPAD akan digabungkan dengan surat permohonan beserta
kelengkapannya . Kemudian meneruskan surat permohonan beserta kelengkapannya
kepada Account Representative (AR).
2. AR melakukan:
a. penelitian kelengkapan permohonan permintaan untuk melaksanakan MAP dari
Wajib Pajak dan melengkapi dokumen-dokumen perpajakan terkait yang terdapat
dalam administrasi KPP;
catatan:
Dalam hal permintaan MAP yang disampaikan tidak lengkap, AR membuat surat
pemberitahuan kepada Wajib Pajak paling lama dalam jangka waktu 15 (lima belas)
hari kalender sejak permintaan MAP diterima, yang menyatakan bahwa permintaan
MAP tidak lengkap dan meminta Wajib Pajak untuk melengkapi hal-hal yang belum
lengkap.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 100


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

b. membuat surat pengantar ke Direktorat Peraturan Perpajakan II, kemudian


meneruskan kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
3. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti kelengkapan permohonan Wajib
Pajak dan memaraf surat pengantar kemudian meneruskan kepada Kepala Kantor.
4. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menelaah dan menandatangani surat pengantar ke
Direktorat Peraturan Perpajakan II.
5. Pelaksana Seksi Pengawasan dan Konsultasi menatausahakan dan mengirimkan surat
pengantar beserta permohonan Wajib Pajak dan kelengkapannya kepada Direktorat
Peraturan Perpajakan II paling lama dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender
sejak permintaan diterima lengkap melalui Bagian Umum (SOP Tata Cara Penyampaian
Dokumen di KPP).
B. Direktorat Peraturan Perpajakan II
1. Direktur Peraturan Perpajakan II menerima Surat Permohonan MAP dari:
a. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia melalui Kantor Pelayanan Pajak; atau
b. Warga Negara Indonesia yang menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra
P3B,
kemudian menugaskan Kepala Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan
Internasional untuk memproses permohonan tersebut.
2. Kepala Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional menugaskan Kepala
Seksi Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional untuk
mempertimbangkan permohonan Wajib Pajak.
3. Kepala Seksi Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional menugaskan
pelaksana untuk meneliti dan membuat konsep/rancangan:
a) surat permintaan MAP kepada pejabat yang berwenang di Negara Mitra P3B dalam
hal permohonan MAP dapat diproses lebih lanjut untuk dikonsultasikan dengan
pejabat yang berwenang di Negara Mitra P3B;
b) surat permintaan penjelasan kepada Wajib Pajak;
c) Persetujuan Bersama (MAP) dalam hal tercapai persetujuan; atau
d) surat penolakan atau penghentian pelaksanaan MAP dalam hal permohonan Wajib
Pajak tidak dapat diproses lebih lanjut, paling lama dalam jangka waktu 15 (lima
belas) hari kalender sejak:
1) permintaan MAP diterima; atau
2) diketahui Wajib Pajak yang bersangkutan mengajukan permohonan keberatan
kepada Direktur Jenderal Pajak atau permohonan banding kepada badan
peradilan pajak.
4. Pelaksana Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional membuat konsep
surat permintaan MAP kepada pejabat yang berwenang di Negara Mitra P3B, konsep

101 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

surat permintaan penjelasan kepada Wajib Pajak, rancangan Persetujuan Bersama,


atau konsep surat penolakan atau penghentian pelaksanaan MAP kemudian
meneruskan kepada Kepala Seksi Subdit Perjanjian dan Kerjasama
PerpajakanInternasional.
5. Kepala Seksi Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional meneliti dan
memaraf surat permintaan MAP, surat permintaan penjelasan, Persetujuan Bersama,
atau surat penolakan atau penghentian pelaksanaan MAP kemudian meneruskan
kepada Kepala Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional.
6. Kepala Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional meneliti dan memaraf
surat permintaan MAP, surat permintaan penjelasan, Persetujuan Bersama, atau surat
penolakan atau penghentian pelaksanaan MAP kemudian meneruskan kepada Direktur
Peraturan Perpajakan II.
7. Direktur Peraturan Perpajakan II menelaah dan menandatangani surat permintaan
MAP, surat permintaan penjelasan, Persetujuan Bersama, atau surat penolakan atau
penghentian pelaksanaan MAP.
8. Pelaksana Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional menatausahakan
dan mengirimkan:
a. surat permintaan MAP kepada pejabat yang berwenang di Negara Mitra P3B;
b. surat permintaan penjelasan kepada Wajib Pajak;
c. Persetujuan Bersama (MAP) kepada Wajib Pajak dengan tembusan KPP tempat
Wajib Pajak terdaftar; atau
d. surat penolakan atau penghentian pelaksanaan MAP kepada Wajib Pajak dalam
negeri dengan tembusan KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, melalui Bagian Umum
(SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di Kantor Pusat).
9. Proses selesai .
Catatan:
Ketentuan teknis dalam rangka menyelesaikan permohonan MAP tetap berpedoman pada
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 102


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

103 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 104


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Lampiran II
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : PER-48/PJ/2010
TENTANG : TATA CARA PELAKSANAAN
PROSEDUR PERSETUJUAN
BERSAMA (MUTUAL
AGREEMENT PROCEDURE)
BERDASARKAN PERSETUJUAN
PENGHINDARAN PAJAK
BERGANDA

TATA CARA PENANGANAN PERMINTAAN MAP DARI NEGARA MITRA P3B

1. Direktur Peraturan Perpajakan II menerima dan meneliti surat permintaan MAP dari Negara
Mitra P3B kemudian menugaskan Kepala Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan
Internasional untuk memproses permohonan tersebut.
2. Kepala Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional menugaskan Kepala Seksi
Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional untuk mempertimbangkan
permohonan Wajib Pajak.
3. Kepala Seksi Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional menugaskan
pelaksana untuk meneliti dan membuat konsep/rancangan:
a. surat pemberitahuan permintaan MAP kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak dan surat permintaan penjelasan ;
b. surat pemberitahuan permintaan MAP kepada Wajib Pajak dan surat permintaan
penjelasan melalui KPP, dalam hal permintaan MAP disebabkan oleh
pemotongan/pemungutan oleh Wajib Pajak ; dan
c. Persetujuan Bersama (MAP) dalam hal tercapai persetujuan ; atau
d. surat penolakan atau penghentian pelaksanaan MAP dalam hal surat permintaan MAP
tidak dapat diproses Iebih lanjut.
4. Pelaksana Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional membuat konsep surat
pemberitahuan permintaan MAP, surat permintaan penjelasan, rancangan Persetujuan
Bersama atau konsep surat penolakan atau penghentian pelaksanaan MAP kemudian
meneruskan kepada Kepala Seksi Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional.
5. Kepala Seksi Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional meneliti dan
memaraf surat pemberitahuan permintaan MAP, surat permintaan penjelasan, Persetujuan
Bersama atau konsep surat penolakan atau penghentian pelaksanaan MAP kemudian
meneruskan kepada Kepala Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional.

105 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

6. Kasubdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional meneliti dan memaraf surat
pemberitahuan permintaan MAP, surat permintaan penjelasan, Persetujuan Bersama atau
konsep surat penolakan atau penghentian pelaksanaan MAP kemudian meneruskan kepada
Direktur Peraturan Perpajakan II.
7. Direktur Peraturan Perpajakan II menelaah dan menandatangani surat pemberitahuan
permintaan MAP, surat permintaan penjelasan, Persetujuan Bersama atau konsep surat
penolakan atau penghentian pelaksanaan MAP.
8. Pelaksana Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional menatausahakan dan
mengirimkan:
a. surat pemberitahuan permintaan MAP kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar atau Wajib Pajak dalam hal permintaan MAP disebabkan oleh
pemotongan/pemungutan oleh Wajib Pajak;
b. surat permintaan penjelasan;
c. Persetujuan Bersama (MAP) kepada Negara Mitra P3B dengan tembusan KPP tempat
Wajib Pajak terdaftar; atau
d. surat penolakan atau penghentian pelaksanaan MAP kepada Negara Mitra P3B
dengan tembusan KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, melalui Bagian Umum (SOP
Tata Cara Penyampaian Dokumen di Kantor Pusat)
9. Proses selesai.
Catatan:
Ketentuan teknis dalam rangka menyelesaikan permohonan MAP tetap berpedoman pada
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 106


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

107 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Lampiran III
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : PER-48/PJ/2010
TENTANG : TATA CARA PELAKSANAAN
PROSEDUR PERSETUJUAN
BERSAMA (MUTUAL
AGREEMENT PROCEDURE)
BERDASARKAN PERSETUJUAN
PENGHINDARAN PAJAK
BERGANDA

TATA CARA PELAKSANAAN MAP ATAS INISIATIF DIREKTUR JENDERAL PAJAK

1. Direktur Jenderal Pajak menugaskan Direktur Peraturan Perpajakan II untuk mengajukan


permintaan MAP tanpa berdasarkan permintaan dari Wajib Pajak dalam negeri atau dari
Negara Mitra P3B.
2. Direktur Peraturan Perpajakan II menugaskan Kasubdit Perjanjian dan Kerjasama
Perpajakan Internasional untuk mengajukan permintaan MAP.
3. Kasubdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional menugaskan Kepala Seksi
Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional untuk mengajukan permintaan
MAP.
4. Kepala Seksi Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional menugaskan
pelaksana untuk meneliti dan membuat konsep/rancangan:
a. surat permintaan MAP kepada Negara Mitra P3B;
b. surat permintaan dokumen dan/atau informasi tambahan yang terkait dengan MAP dari
Wajib Pajak dalam negeri atau dari KPP tempat Wajib Pajak dalam negeri tersebut
terdaftar;
c. Persetujuan Bersama (MAP) dalam hal tercapai persetujuan; atau
d. surat penghentian pelaksanaan MAP dalam hal MAP dihentikan.
5. Pelaksana Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional membuat konsep
surat permintaan MAP kepada Negara Mitra P3B, surat permintaan dokumen dan/atau
informasi tambahan, rancangan Persetujuan Bersama atau konsep surat penghentian
pelaksanaan MAP kemudian meneruskan kepada Kepala Seksi Subdit Perjanjian dan
Kerjasama Perpajakan Internasional.
6. Kepala Seksi Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional meneliti dan
memaraf surat permintaan MAP kepada Negara Mitra P3B, surat permintaan dokumen
dan/atau informasi tambahan, Persetujuan Bersama atau surat penghentian pelaksanaan
MAP kemudian meneruskan kepada Kepala Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan
Internasional.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 108


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

7. Kasubdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional meneliti dan memaraf surat
permintaan MAP kepada Negara Mitra P3B, surat permintaan dokumen dan/atau informasi
tambahan, Persetujuan Bersama atau surat penghentian pelaksanaan MAP kemudian
meneruskan kepada Direktur Peraturan Perpajakan II.
8. Direktur Peraturan Perpajakan II menelaah dan menandatangani surat permintaan MAP
kepada Negara Mitra P3B, surat permintaan dokumen dan/atau informasi tambahan,
Persetujuan Bersama atau surat penghentian pelaksanaan MAP.
9. Pelaksana Subdit Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional menatausahakan dan
mengirimkan:
a. surat permintaan MAP kepada Negara Mitra P3B;
b. surat permintaan dokumen dan/atau informasi tambahan;
c. Persetujuan Bersama (MAP) kepada Wajib Pajak dengan tembusan KPP tempat Wajib
Pajak terdaftar; atau
d. surat pemberitahuan penghentian MAP kepada Wajib Pajak, melalui Bagian Umum (SOP
Tata Cara Penyampaian Dokumen di Kantor Pusat).
10. Proses selesai .
Catatan:
Ketentuan teknis dalam rangka menyelesaikan permohonan MAP tetap berpedoman pada
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

109 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 110


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK


NOMOR PER - 69/PJ/2010

TENTANG

KESEPAKATAN HARGA TRANSFER (ADVANCE PRICING AGREEMENT)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 18 ayat (3a) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang
Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) ;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan


Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3262), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4893);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG KESEPAKATAN HARGA


TRANSFER (ADVANCE PRICING AGREEMENT).

111 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:


(1) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008.
(2) Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) adalah perjanjian antara
Direktorat Jenderal Pajak dan Wajib Pajak dan/atau otoritas pajak negara lain untuk
menyepakati kriteria-kriteria dan/atau menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar dimuka
para pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
(3) Kriteria-kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk diantaranya penentuan
metode transfer pricing dan faktor-faktor yang digunakan dalam analisis asumsi kritikal
(critical assumptions).
(4) Yang dimaksud dengan Harga Wajar atau Laba Wajar adalah harga atau laba yang terjadi
dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa dalam kondisi yang sebanding, atau harga atau laba yang ditentukan sebagai
harga atau laba yang memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
(5) Hubungan Istimewa adalah hubungan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai
hubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh atau Pasal
2 ayat (2) Undang-Undang PPN.
(6) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm's Length Principle/ALP) merupakan prinsip
yang mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak
yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi
yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang
menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-
pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada dalam
rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding.
(7) Penentu Harga Transfer (transfer pricing) adalah penentuan harga dalam transaksi antara
pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
(8) Analisa Kesebandingan adalah analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau Direktorat
Jenderal Pajak atas kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan
pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk diperbandingkan dengan kondisi dalam
transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa,
dan melakukan identifikasi atas perbedaan kondisi dalam kedua jenis transaksi dimaksud.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 112


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

BAB II
TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

(1) Tujuan Kesepakatan Harga Transfer adalah untuk memberikan sarana kepada Wajib Pajak
guna menyelesaikan permasalahan transfer pricing.
(2) Kesepakatan Harga Transfer mencakup perjanjian tertulis antara Wajib Pajak dan Direktur
Jenderal atau antara Direktur Jenderal Pajak dengan otoritas pajak Negara lain yang
melibatkan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3a) Undang-Undang
PPh.
(3) Ruang lingkup Kesepakatan Harga Transfer meliputi seluruh atau sebagian transaksi yang
dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.

BAB III
TAHAPAN KESEPAKATAN HARGA TRANSFER

Pasal 3

(1) Tahapan-tahapan yang harus ditempuh dalam pembentukan Kesepakatan Harga Transfer
adalah:
a. pembicaraan awal (pre-lodgement meeting) antara Direktur Jenderal Pajak dan Wajib
Pajak yang bertujuan antara lain untuk:
1. membahas perlu atau tidaknya diadakan Kesepakatan Harga Transfer;
2. memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk menjelaskan penentuan
metode Penentuan harga Transfer yang diusulkannya;
3. membahas kemungkinan pembentukan Kesepakatan Harga Transfer yang
melibatkan otoritas pajak negara lain;
4. membahas dokumentasi dan analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak;
5. menyepakati rencana waktu pelaksanaan pembentukan Kesepakatan harga
Transfer; dan
6. membahas hal-hal lain yang relevan dengan pembentukan dan penerapan
Kesepakatan Harga Transfer.
b. penyampaian permohonan formal Kesepakatan Harga Transfer oleh Wajib Pajak
kepada Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil pembicaraan awal sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
c. pembahasan Kesepakatan Harga Transfer antara Direktur Jenderal Pajak dan Wajib
Pajak;

113 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

d. penerbitan surat Kesepakatan Harga Transfer oleh Direktur Jenderal Pajak; dan
e. pelaksanaan dan evaluasi Kesepakatan Harga Transfer.
(2) Wajib Pajak dapat mengajukan penghentian pelaksanaan pembicaraan awal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a atau menarik permohonan formal Kesepakatan Harga
Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sebelum surat Kesepakatan Harga
Transfer diterbitkan dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur
Jenderal Pajak beserta alasan-alasannya.

BAB IV
PEMBICARAAN AWAL

Pasal 4

(1) Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Pajak
melalui Direktur Peraturan Perpajakan II dengan tembusan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak domisili untuk melakukan pembicaraan awal sebagaimana tercantum
dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dengan menggunakan Formulir APA-1 sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dilengkapi dengan
dokumen pendukung.
(2) Yang dimaksud dengan Kantor Pelayanan Pajak Domisili adalah Kantor Pelayanan Pajak
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau domisili Wajib Pajak orang pribadi
terdaftar atau tempat kedudukan Wajib Pajak badan terdaftar.
(3) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. akta pendirian dan perubahan Wajib Pajak, atau sejenisnya;
b. penjelasan rinci mengenai kegiatan dan usaha Wajib Pajak;
c. struktur perusahaan yang meliputi antara lain struktur kelompok usaha, struktur
kepemilikan dan struktur organisasi;
d. penjelasan rinci mengenai pemegang saham dan penjelasan rinci mengenai transaksi
yang dilakukan oleh pemegang saham dengan Wajib Pajak;
e. penjelasan rinci mengenai pihak-pihak lainnya yang mempunyai Hubungan Istimewa
dengan Wajib Pajak dan penjelasan rinci mengenai transaksi yang dilakukan pihak-
pihak lain tersebut dengan Wajib Pajak;
f. transaksi yang diusulkan untuk dibahas dan dicakup dalam Kesepakatan Harga
Transfer dan penjelasan rinci mengenai transaksi tersebut;
g. metode Penentuan Harga Transfer yang diusulkan oleh Wajib Pajak dan dokumentasi
yang dilakukan oleh Wajib Pajak mengenai Analisis Kesebandingan, analisis fungsional,
pemilihan dan penentuan pembanding, dan penentuan metode Harga Transfer;
h. penjelasan rinci mengenai situasi atau keadaan dalam kegiatan atau usaha Wajib Pajak
yang perubahannya dapat mempengaruhi secara material kesesuaian metode
Penentuan Harga Transfer Wajib Pajak;

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 114


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

i. penjelasan rinci mengenai sistem akuntansi, proses produksi, dan proses pembuatan
keputusan;
j. penjelasan rinci mengenai pihak lain yang menjadi pesaing yang mempunyai jenis
kegiatan atau usaha atau produk yang sama atau sejenis dengan Wajib Pajak,
termasuk penjelasan mengenai karakteristik dan pangsa pasar pesaing;
k. fotokopi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dan Laporan Keuangan
Wajib Pajak yang telah diaudit Akuntan Publik selama 3 (tiga) tahun terakhir;
l. dokumen lain yang dianggap oleh Wajib Pajak relevan untuk disampaikan.

Pasal 5

Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP dalam hal
permohonan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak.

Pasal 6

(1) Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Direktur
Jenderal Pajak melakukan evaluasi dan menentukan jadwal untuk pembicaraan awal
dengan Wajib Pajak.
(2) Pembicaraan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan lebih dari satu
kali.
(3) Direktur Jenderal Pajak dapat meminta keterangan kepada Wajib Pajak dan/atau
melakukan peninjauan ke tempat kegiatan usaha Wajib Pajak untuk melengkapi data atau
informasi yang diperlukan.

Pasal 7

Pelaksanaan pembicaraan awal tidak mengikat Direktur Jenderal Pajak atau Wajib Pajak untuk
membuat Kesepakatan Harga Transfer.

Pasal 8

(1) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan Wajib Pajak
secara lengkap, Direktur Jenderal Pajak memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak
tentang persetujuan atau penolakan untuk membahas lebih lanjut tentang Kesepakatan
Harga Transfer.
(2) Dengan diterbitkannya penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Wajib Pajak tidak dapat meminta untuk meneruskan pembahasan ke tahap selanjutnya.
(3) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan baru sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
atas permohonan yang telah diterbitkan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

115 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

BAB V
PENYAMPAIAN PERMOHONAN FORMAL

Pasal 9

(1) Berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan formal untuk membentuk Kesepakatan
Harga Transfer kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Peraturan Perpajakan II.
(2) Permohonan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan menggunakan
Formulir APA-2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini yang harus dilengkapi dengan dokumen pendukung.
(3) Dokumen-dokumen serta penjelasan yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. penjelasan mengenai ikhtisar hasil pembicaraan awal yang telah dilakukan sebelumnya
antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak;
b. penjelasan rinci mengenai metode Penentuan Harga Transfer yang diusulkan oleh
Wajib Pajak, termasuk dokumentasi yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak;
c. penjelasan rinci mengenai kondisi yang membentuk metode Penentuan Harga Transfer;
d. penjelasan rinci dan dokumentasi yang menunjukkan bahwa penerapan metode
Penentuan Harga Transfer yang diusulkan oleh Wajib Pajak memenuhi Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha; dan
e. penjelasan rinci mengenai analisis asumsi kritikal (critical assumptions).
(4) Yang dimaksud dengan asumsi kritikal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e antara
lain:
a. perubahan ketentuan perundang-undangan perpajakan dan aturan pelaksanaannya;
b. perubahan tarif dan bea masuk;
c. perubahan ketentuan perundang-undangan di bidang usaha yang terkait;
d. peristiwa di luar kekuasaan dan kendali manusia/perusahaan (force majeur);
e. munculnya pesaing baru yang mempengaruhi struktur harga pasar secara signifikan;
f. keluarnya kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi kegiatan Wajib Pajak;
g. perubahan kondisi ekonomi yang dapat mempengaruhi volume penjualan, unit
produksi, atau pangsa pasar secara signifikan;
h. perubahan kegiatan usaha Wajib Pajak, seperti restrukturisasi perusahaan; atau
i. perubahan nilai tukar mata uang yang signifikan.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 116


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

BAB VI
PEMBAHASAN KESEPAKATAN HARGA TRANSFER

Pasal 10

(1) Berdasarkan permohonan formal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1), Direktur Jenderal Pajak melakukan pembahasan Kesepakatan Harga Transfer pada
waktu yang telah disepakati bersama antara Direktur Jenderal Pajak dan Wajib Pajak.
(2) Pembahasan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
antara lain:
a. ruang lingkup transaksi dan Tahun Pajak yang akan dicakup oleh Kesepakatan Harga
Transfer;
b. Analisis Kesebandingan, pemilihan dan penentuan data pembanding;
c. penentuan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat;
d. kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan metode Penentuan Harga
Transfer; dan
e. perlu atau tidaknya diadakan Kesepakatan Harga Transfer dengan negara/jurisdiksi
lain.
(3) Direktur Jenderal Pajak dapat meminta Wajib Pajak untuk memberikan data dan informasi
lain yang diperlukan selama pelaksanaan pembahasan Kesepakatan Harga Transfer.

Pasal 11

(1) Dalam hal Wajib Pajak menganggap bahwa Kesepakatan Harga Transfer dapat
menyebabkan terjadinya pengenaan pajak berganda, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak untuk mengadakan Prosedur
Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure/MAP) dengan otoritas pajak dari
negara/jurisdiksi mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
(2) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pembahasan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
tetap dilanjutkan.
(3) Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
berdasarkan PER-48/PJ/2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan
Bersama (Mutual Agreement Procedure) Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda.

Pasal 12

(1) Kesepakatan Harga Transfer dapat diberlakukan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga)
Tahun Pajak yang dihitung sejak Tahun Pajak saat Kesepakatan Harga Transfer disepakati.

117 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

(2) Kesepakatan Harga Transfer dapat diberlakukan untuk Tahun Pajak sebelum Kesepakatan
Harga Transfer disepakati sepanjang Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak untuk Tahun Pajak dimaksud:
a. belum pernah dilakukan pemeriksaan;
b. belum pernah diajukan Keberatan atau Banding oleh Wajib Pajak; dan
c. tidak terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan.
(3) Kesepakatan Direktur Jenderal Pajak dan Wajib Pajak mengenai Tahun Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dituangkan secara jelas dan tegas di dalam
Kesepakatan Harga Transfer.

BAB VII
NASKAH KESEPAKATAN HARGA TRANSFER

Pasal 13

(1) Berdasarkan kesepakatan yang dicapai dalam pembahasan Kesepakatan Harga Transfer
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Direktur Jenderal Pajak dan Wajib Pajak menyusun
naskah Kesepakatan Harga Transfer.
(2) Naskah Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
sekurang-kurangnya:
a. nama, NPWP, serta alamat perusahaan yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan
Wajib Pajak yang terkait dengan Kesepakatan Harga Transfer;
b. ruang lingkup transaksi yang dicakup;
c. Tahun Pajak yang dicakup;
d. ketentuan umum yang digunakan dalam Kesepakatan Harga Transfer;
e. metode Penentuan Harga Transfer yang disepakati;
f. faktor-faktor yang mempengaruhi asumsi kritikal (critical assumptions) penerapan
metode Penentuan Harga Transfer;
g. Harga Wajar atau Laba Wajar, atau Rentang Harga Wajar atau rentang Laba Wajar
untuk setiap jenis barang/jasa atau transaksi yang dicakup;
h. kewajiban yang harus dilaksanakan dalam penerapan Kesepakatan Harga Transfer dan
kewajiban pelaporan;
i. konsekuensi hukum;
j. kerahasiaan informasi;
k. peninjauan kembali dan pembatasan; dan
l. mekanisme penyelesaian masalah yang timbul dalam penerapan;

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 118


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

(3) Naskah Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat
dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja setelah pembahasan Kesepakatan Harga
Transfer diselesaikan dan ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pajak dan Wajib Pajak.

BAB VIII
PELAKSANAAN DAN EVALUASI KESEPAKATAN HARGA TRANSFER

Pasal 14

Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) mengikat Direktur
Jenderal Pajak dan Wajib Pajak.

Pasal 15

(1) Transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa yang telah mengikuti atau memenuhi kriteria-kriteria yang telah disepakati dalam
Kesepakatan Harga Wajar antara Direktur Jenderal Pajak dan Wajib Pajak, dianggap telah
memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
(2) Dalam hal Kesepakatan Harga Transfer akan diberlakukan untuk Tahun Pajak sebelum
disepakatinya Kesepakatan Harga Transfer dan Surat Pemberitahuan yang dilaporkan oleh
Wajib Pajak untuk Tahun Pajak dimaksud belum mencerminkan hasil Kesepakatan Harga
Transfer, Wajib Pajak dapat melakukan penyesuaian (compensating adjustment) dengan
membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
(3) Dalam hal penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyebabkan Surat
Pemberitahuan menjadi lebih bayar, maka Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
(4) Dalam hal penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyebabkan Surat
Pemberitahuan menjadi kurang bayar, sanksi administrasi dikenakan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku atas kekurangan pembayaran
pajak dimaksud.

Pasal 16

(1) Wajib Pajak wajib menyampaikan laporan tahunan (annual compliance report) yang
menggambarkan kesesuaian pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer dalam kegiatan atau
usaha Wajib Pajak kepada Kepala KPP Domisili paling lambat 4 (empat) bulan setelah akhir
Tahun Pajak.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a. kepatuhan Wajib Pajak menerapkan metode Penentuan Harga Transfer dalam transaksi
yang dicakup dalam Kesepakatan Harga Transfer;

119 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

b. penjelasan rinci mengenai keakuratan dan konsistensi penerapan metode Penentuan


Harga Transfer; dan
c. penjelasan rinci mengenai keakuratan faktor-faktor yang mempengaruhi (critical
assumptions) penerapan metode Penentuan Harga Transfer.

Pasal 17

(1) Direktur Jenderal Pajak melakukan evaluasi atas penerapan Kesepakatan Harga Transfer
oleh Wajib Pajak.
(2) Direktur Jenderal Pajak dapat meninjau kembali atau membatalkan Kesepakatan Harga
Transfer dalam hal:
a. Wajib Pajak tidak mematuhi Kesepakatan Harga Transfer;
b. Wajib Pajak menyampaikan data/informasi yang tidak benar kepada Direktur Jenderal
Pajak;
c. Wajib Pajak tidak menyampaikan laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (1) atau menyampaikan laporan tahunan namun tidak memenuhi ketentuan
dalam Pasal 16 ayat (2);
d. terdapat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi (critical assumptions) penerapan
metode Penentuan Harga Transfer; atau
e. ditemukan fakta bahwa Kesepakatan Harga Transfer memuat kesalahan;
f. Wajib Pajak telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
(3) Kondisi yang menyebabkan Direktur Jenderal Pajak dapat meninjau atau membatalkan
Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau kondisi lainnya
harus dicantumkan dalam Kesepakatan Harga Transfer.
(4) Dalam hal terjadi pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Direktur Jenderal
Pajak akan memberitahukan pembatalan dimaksud kepada Wajib Pajak secara tertulis.

Pasal 18

(1) Kesepakatan Harga Transfer tidak menghalangi Direktur Jenderal Pajak melaksanakan
pemeriksaan pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.
(2) Dalam hal Kesepakatan Harga Transfer diberlakukan untuk transaksi antara Wajib Pajak
dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa di dalam negeri (domestic transfer
pricing), maka penyesuaian (secondary adjustment) pada Wajib Pajak dalam negeri lainnya
dapat dilakukan dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 120


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Pasal 19

(1) Buku, catatan, dokumen, atau informasi yang disampaikan oleh Wajib Pajak dalam
pembentukan Kesepakatan Harga Transfer merupakan kerahasiaan Wajib Pajak yang tidak
dapat diungkapkan kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009.
(2) Dalam hal proses pembentukan Kesepakatan Harga Transfer tidak mencapai kesepakatan
atau Kesekapatan Harga Transfer yang telah disepakati dibatalkan, buku, catatan,
dokumen, atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan kepada Wajib
Pajak dan tidak digunakan sebagai dasar untuk melakukan pemeriksaan atau penyidikan
pajak.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 20

Pembentukan Kesepakatan Harga Transfer dilaksanakan oleh Tim yang dibentuk berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 21

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 31 Desember 2010

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 195104281975121002

121 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Lampiran I
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR: PER-69/PJ/2010 TANGGAL: 31 DESEMBER 2010
TENTANG: KESEPAKATAN HARGA TRANSFER (ADVANCED PRICING AGREEMENT)

KOP SURAT

Nomor : ....................................... 1)
Hal : Usulan Pengajuan APA

Yth. Direktur Jenderal Pajak


Di
Jakarta

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama : ............................................................... 2)
Alamat : ............................................................... 3)
Jabatan : ............................................................... 4)
bertindak untuk dan atas nama:
Nama WP : ............................................................... 5)
Alamat : ............................................................... 6)
NPWP : ............................................................... 7)
dengan ini mengajukan usulan untuk mengadakan Advance Pricing Agreement (APA) dengan
Direktorat Jenderal Pajak, dengan alasan:
1. ......................................................................................................
2. ......................................................................................................
3. ......................................................................................................8)
dst.

Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- /PJ./2001 tanggal
..................... 2000 tentang Pedoman Pembuatan Perjanjian Penentuan Harga Transaksi
(Advance Pricing Agreement) Unilateral dan Bilateral, terlampir kami sampaikan dokumen-
dokumen yang diperlukan sebagai berikut:
1. ......................................................................................................
2. ......................................................................................................
3. ......................................................................................................9)
dst.
Demikian untuk dapat dimaklumi.
..................................., ..................................... 10)

......................................................................... 11)

FORM APA-1

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 122


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

PETUNJUK PENGISIAN
SURAT USULAN PENGAJUAN APA
(FORM APA-01)

Angka 1 : Diisi dengan nomor surat Wajib Pajak sesuai dengan sistem penomoran
Wajib Pajak
Angka 2 : Diisi dengan nama orang (pengurus) yang ditunjuk untuk melaksanakan
APA
Angka 3 : Diisi dengan alamat orang (pengurus) yang ditunjuk untuk melaksanakan
APA
Angka 4 : Diisi dengan jabatan orang (pengurus) yang ditunjuk untuk melaksanakan
APA
Angka 5 : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang akan melaksanakan APA
Angka 6 : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang akan melaksanakan APA
Angka 7 : Diisi dengan NPWP yang akan melaksanakan APA
Angka 8 : Diisi dengan alasan-alasan pengajuan APA
Angka 9 : Diisi dengan dokumen-dokumen yang dilampirkan dalam surat
Angka 10 : Diisi dengan tempat dan tanggal pembuatan surat
Angka 11 : Diisi dengan tanda tangan, nama dan cap Wajib Pajak

123 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Lampiran II
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR: PER-69/PJ/2010 TANGGAL: 31 DESEMBER 2010
TENTANG: KESEPAKATAN HARGA TRANSFER (ADVANCED PRICING AGREEMENT)

KOP SURAT

Nomor : ....................................... 1)
Hal : Pengajuan APA

Yth. Direktur Jenderal Pajak


Di
Jakarta

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama : ............................................................... 2)
Alamat : ............................................................... 3)
Jabatan : ............................................................... 4)
bertindak untuk dan atas nama:
Nama WP : ............................................................... 5)
Alamat : ............................................................... 6)
NPWP : ............................................................... 7)
dengan ini mengajukan permohonan Advance Pricing Agreement (APA) dengan Direktorat
Jenderal Pajak dan memahami segala konsekuensi yang timbul,
Demikian untuk dapat dimaklumi.

..................................., ..................................... 8)

......................................................................... 9)

FORM APA2

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 124


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

PETUNJUK PENGISIAN
SURAT PENGAJUAN APA
(FORM APA-2)

Angka 1 : Diisi dengan nomor surat Wajib Pajak sesuai dengan sistem penomoran
Wajib Pajak
Angka 2 : Diisi dengan nama orang (pengurus) yang ditunjuk untuk melaksanakan
APA
Angka 3 : Diisi dengan alamat orang (pengurus) yang ditunjuk untuk melaksanakan
APA
Angka 4 : Diisi dengan jabatan orang (pengurus) yang ditunjuk untuk melaksanakan
APA
Angka 5 : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang akan melaksanakan APA
Angka 6 : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang akan melaksanakan APA
Angka 7 : Diisi dengan NPWP yang akan melaksanakan APA
Angka 8 : Diisi dengan tempat dan tanggal pembuatan surat
Angka 9 : Diisi dengan tanda tangan, nama dan cap Wajib Pajak

125 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-67/PJ/2009

TENTANG

TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI


BERDASARKAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan pasal 32A Undang-Undang Nomor 7 Tahun


1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 diatur bahwa Pemerintah
berwenang untuk melakukan perjanjian dengan Pemerintah negara lain
dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan
pajak;
b. bahwa berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara
Pemerintah Indonesia dengan negara lain, antara lain diatur mengenai
pertukaran informasi yang dapat dimanfaatkan untuk pencegahan
penghindaran pajak berganda, pencegahan pengelakan pajak, dan
penyalahgunaan P3B oleh pihak-pihak yang tidak berhak;
c. bahwa dalam rangka pemanfaatan fasilitas pertukaran informasi tersebut
diperlukan perangkat peraturan dan standar operasional prosedur yang
mengatur tata cara dan mekanisme pertukaran informasi;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983
Nomor 49; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126;
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3984);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50; Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133; Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4893);

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 126


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

3. Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas


dan Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Keputusan Presiden Nomor 35 Tahun 2004;
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
73/PMK.01/2009;
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2009 tentang
Pedoman Administrasi Pembangunan, Pengelolaan dan Pengawasan Data,
khususnya mengenai Pengawasan Pengelolaan Basis Data.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI BERDASARKAN PERJANJIAN


PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:


1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (tax treaty) yang selanjutnya disebut P3B adalah
perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara Mitra P3B dalam rangka
penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak;
2. Pertukaran Informasi (Exchange of Information) yang selanjutnya disebut EOI adalah
fasilitas pertukaran informasi perpajakan yang terdapat didalam P3B yang dapat
dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Negara Mitra P3B untuk upaya
pencegahan penghindaran pajak (tax avoidance), pengelakan pajak (tax evasion), dan
penyalahgunaan P3B oleh pihak-pihak yang tidak berhak (tax treaty abuse);
3. Competent Authority yang selanjutnya disebut CA adalah Direktur Jenderal Pajak dan
Direktur Peraturan Perpajakan II yang diberi kewenangan oleh Menteri Keuangan Republik
Indonesia untuk melakukan pertukaran informasi sesuai dengan P3B;
4. Informasi perpajakan adalah keterangan yang tersedia berdasarkan Undang-Undang
Perpajakan pada masing-masing negara dalam aturan administrasi yang lazim dan tidak
dimaksudkan untuk mengungkapkan rahasia perdagagan, usaha, industri, perniagaan atau
keahlian, atau tata cara perdagangan atau informasi yang pengungkapannya akan
bertentangan dengan kebijakan umum yang diberikan atau diterima oleh Pemerintah
Indonesia kepada Negara Mitra P3B atau sebaliknya;
5. Pertukaran Informasi ke Dalam Negeri adalah pertukaran informasi perpajakan yang
diterima oleh Pemerintah Indonesia dari Negara Mitra P3B;

127 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

6. Pertukaran Informasi ke Luar Negeri adalah pertukaran informasi perpajakan yang dikirim
oleh Pemerintah Indonesia kepada Negara Mitra P3B;
7. Pertukaran Informasi atas Permintaan adalah pertukaran informasi berdasarkan permintaan
dari Pemerintah Indonesia kepada Negara Mitra P3B atau sebaliknya yang terkait dengan
pemeriksaan pajak dan/atau penyidikan pajak terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak
tertentu pada tahun tertentu pajak tertentu atau informasi perpajakan lainnya;
8. Pertukaran Informasi Secara Otomatis atau Rutin adalah pertukaran informasi yang
dilakukan secara otomatis dan rutin mengenai berbagai jenis penghasilan yang diterima
oleh Wajib Pajak berupa dividen, bunga, royalti, gaji, pensiun, dan penghasilan lainnya
yang dikirimkan secara sistematik dan periodik oleh CA negara tempat pemberi penghasilan
atau negara sumber kepada CA negara tempat penerima penghasilan berkedudukan atau
bertempat tinggal atau negara domisili;
9. Pertukaran Informasi Secara Spontan adalah pertukaran informasi yang dilakukan secara
spontan dari Pemerintah Indonesia kepada Negara Mitra P3B atau sebaliknya yang mana
informasi tersebut didapat dari hasil pemeriksaan pajak dan/atau penyidikan pajak dari
negara pengirim informasi;
10. Unit Pemanfaat Informasi adalah unit DJP yang membutuhkan atau menerima informasi
atau data untuk pemeriksaan pajak dan/atau penyidikan pajak terhadap kewajiban
perpajakan Wajib Pajak atau informasi perpajakan lainnya.

Pasal 2
(1) Pertukaran informasi atau data mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah
perpajakan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara Mitra P3B dapat
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui Direktur Peraturan Perpajakan II;
(2) Pertukaran informasi dengan Negara Mitra P3B dapat dilakukan oleh setiap unit Direktorat
Jenderal Pajak dalam hal:
a. sedang dilakukan penelitian, pemeriksaan, penyidikan, dan penelaahan atas
permohonan keberatan Wajib Pajak yang terkait dengan transaksi internasional;
b. adanya dugaan bahwa transaksi tersebut dilaksanakan untuk menghindari pengenaan
pajak di Indonesia atau hanya untuk memanfaatkan fasilitas P3B;
(3) Setiap informasi dan data yang dipertukarkan wajib diperlakukan secara rahasia dan hanya
diungkapkan kepada orang atau badan yang berwenang dan terkait sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan ketentuan dalam P3B terkait.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 128


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

BAB II
PERMINTAAN PERTUKARAN INFORMASI

Pasal 3
Permintaan Pertukaran Informasi Kepada Negara Mitra P3B

Prosedur yang wajib dilakukan dalam melaksanakan Permintaan Pertukaran Informasi kepada
Negara Mitra P3B adalah sebagai berikut:
a. Unit DJP yang membutuhkan informasi dari Negara Mitra P3B mengirimkan surat
permintaan untuk mendapatkan informasi sesuai dengan kebutuhan kepada Direktur
Peraturan Perpajakan II;
b. Direktur Peraturan Perpajakan II mempelajari permintaan informasi tersebut dan dalam hal
informasi yang dminta telah sesuai dan memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan
sebagaimana dimaksud dengan Pasal 4 maka dipersiapkan konsep surat Permintaan
Informasi kepada Negara Mitra P3B paling lambat 14 (empat belas hari) kerja semenjak
surat permintaan diterima;
c. Dalam hal Negara Mitra P3B mengirim jawaban atas Permintaan Informasi tersebut,
Direktur Peraturan Perpajakan II akan meneruskan jawaban dari Negara Mitra P3B tersebut
kepada Unit DJP yang meminta informasi paling lambat 14 (empat belas hari) kerja
semenjak jawaban diterima;
d. Unit DJP wajib melaporkan hasil pemanfaatan informasi tersebut kepada Direktur Peraturan
Perpajakan II;
e. Direktur Peraturan Perpajakan II membuat surat berisi feedback atas informasi yang
diterima dan mengirimnya kepada Negara Mitra P3B pengirim informasi.

Pasal 4

Informasi atau data - data yang harus dicantumkan oleh Unit DJP yang mengajukan
Permintaan Informasi kepada Negara Mitra P3B adalah sebagai berikut:
a. Identitas Wajib Pajak dalam negeri yang sedang diperiksa atau disidik, yaitu: nama Wajib
Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan alamat Wajib Pajak ternasuk email atau
alamat internet bila diketahui;
b. Identitas Wajib Pajak atau entitas luar negeri yang dimintakan informasinya, yaitu nama
Wajib Pajak, Tax Identification Number (TIN), dan alamat Wajib Pajak termasuk email atau
alamat internet bila diketahui, nomor registrasi perusahaan bila diketahui, hubungan Wajib
Pajak luar negeri tersebut dengan Wajib Pajak dalam negeri yang sedang diperiksa atau
disidik, bagan atau diagram organisasi bila diketahui, atau dokumen lain yang menjelaskan
hubungan antara pihak-pihak yang terlibat;
c. Dalam hal informasi yang diminta menyangkut pembayaran atau transaksi melalui
perantara, cantumkan nama, alamat, dan Tax Identification Number (TIN) perantara

129 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

dimaksud termasuk nama bank, alamat bank, serta nomor rekening bank dalam hal
informasi bank diperlukan;
d. Latar belakang yang relevan termasuk tujuan dalam bidang perpajakan atas informasi yang
diminta, alasan meminta informasi, hal-hal yang dicurigai, dan hal-hal yang mendasari
pemohon meyakini bahwa informasi dimaksud dimiliki atau merupakan wewenang pihak
dalam yuridis negara mitra yang dimintakan informasi;
e. Informasi yang diminta serta alasan diperlukannya informasi tersebut bagi unit instansi
yang membutuhkan informasi;
f. Identifikasikan pula informasi yang relevan yang dimiliki oleh unit instansi yang
membutuhkan informasi (misalnya fotokopi faktur, kontrak, dan sebagainya);
g. Jenis pajak yang dipertanyakan, periode pemeriksaan pajak dan periode pajak atas
informasi yang diminta;
h. Kesegeraan jawaban dengan menyebutkan alasan permintaan informasi ini perlu segera
dijawab;
i. Cantumkan tanggal kadaluarsa saat informasi tersebut tidak dapat lagi digunakan.

Pasal 5
Permintaan Pertukaran Informasi ke Dalam Negeri

Prosedur yang wajib dilakukan dalam menjawab Permintaan Pertukaran Informasi ke Dalam
Negeri oleh Negara Mitra P3B adalah sebagai berikut:
a. Direktur Peraturan Perpajakan II melakukan pengecekan terhadap validitas dan
kelengkapan dari surat permintaan pertukaran informasi yang diterima dari Negara Mitra
P3B;
b. Dalam hal informasi/data yang diperoleh tidak/kurang valid dan/atau lengkap maka harus
diinformasikan dan dikembalikan kepada Negara Mitra P3B pengirim paling lambat 14
(empat belas hari) kerja semenjak surat permintaan pertukaran informasi diterima;
c. Dalam hal informasi/data yang diminta telah valid dan lengkap maka Direktur Peraturan
Perpajakan II melakukan akses data pada aplikasi Pedoman Administrasi Pembangunan,
Pengelolaan dan Pemanfaatan Data, dan apabila informasi/data yang diminta belum
tersedia di aplikasi Pedoman Administrasi Pembangunan, Pengelolaan dan Pemanfaatan
Data maka dipersiapkan konsep surat Direktur Peraturan Perpajakan II untuk meneruskan
surat permintaan tersebut kepada pihak terkait yang berwenang untuk menindaklanjuti isi
dari permintaan informasi tersebut, yaitu:
1. Direktorat Intelijen dan Penyidikan, dalam hal informasi yang dibutuhkan mengenai
Wajib Pajak yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan harus
ditindaklanjuti dengan pemeriksaan dan/atau penyidikan;

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 130


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

2. Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan, dalam hal informasi yang dibutuhkan


berkaitan dengan data-data Wajib Pajak secara umum atau informasi wajib Pajak
lainnya;
3. Kantor Pelayanan Pajak dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP terkait,
dalam hal informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan data dan informasi Wajib Pajak
yang terdapat pada wilayah Kantor Pelayanan Pajak terkait.
d. Dalam hal Direktorat atau Kantor Wilayah DJP atau Kantor Pelayanan Pajak menerima
secara langsung permintaan informasi dari Negara Mitra P3B maka unit-unit tersebut wajib
menyampaikan surat permintaan informasi tersebut terlebih dahulu kepada Direktur
Peraturan Perpajakan II untuk ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud Pasal 5 butir (a), butir
(b), dan butir (c);
e. Hasil informasi yang berhasil dikumpulkan oleh Direktorat Intelijen dan Penyidikan atau
Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan atau Kantor Wilayah DJP atau Kantor Pelayanan
Pajak wajib dikirimkan kepada Direktur Peraturan Perpajakan II;
f. Direktur Peraturan Perpajakan II mempelajari hasil informasi tersebut dan dalam hal
informasi yang diperoleh telah sesuai dengan permintaan, maka dipersiapkan konsep
jawaban surat Permintaan Pertukaran Informasi ke Dalam Negeri kepada Negara Mitra P3B
paling lambat 14 (empat belas hari) kerja semenjak surat jawaban diterima dari unit DJP;
g. Negara Mitra P3B melakukan pemanfaatan informasi dan mengirim feedback berupa
laporan pemanfaatan informasi kepada Direktur Peraturan Perpajakan II dan diteruskan
kepada unit DJP yang memproses permintaan informasi.

Pasal 6

Informasi atau data-data yang harus dicantumkan dalam menjawab Permintaan Pertukaran
Informasi ke Dalam Negeri adalah sebagai berikut:
a. Referensi dasar hukum dalam menyediakan informasi yang diminta;
b. Referensi surat permintaan informasi dari negara mitra pengirim permintaan;
c. Langkah-langkah yang telah dilakukan DJP untuk mendapatkan informasi dimaksud;
d. Informasi yang diperoleh oleh DJP, termasuk fotokopi dokumen (seperti catatan, kontrak,
faktur) dan juga informasi lain yang tidak secara khusus diminta tapi berguna sehubungan
dengan informasi yang diminta;
e. Diberikan penjelasan dan alasan, dalam hal informasi tidak dapat disediakan atau tidak
dapat ditampilkan dengan format yang diminta oleh Negara Mitra P3B;
f. Untuk informasi jumlah uang, cantumkan mata uangnya, keterangan apakah nilai tersebut
telah dipotong/dipungut pajak, tarif pemotongan/pemungutan pajak dan jumlah pajak yang
telah dipotong/dipungut;
g. Periode pajak atas informasi dimaksud;

131 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

h. Keterangan mengenai ada atau tidaknya pemberitahuan atas pertukaran informasi ini
kepada Wajib Pajak atau pihak ketiga dan bila ada apakah ada pihak yang berkeberatan
tentang pertukaran informasi ini;
i. Pernyataan perlu atau tidaknya feedback dari Negara Mitra P3B atas pemanfaatan informasi
yang diberikan.

Pasal 7

Tata cara tindak lanjut terhadap informasi yang diminta oleh Negara Mitra P3B yang diteruskan
kepada Direktorat Intelijen dan Penyidikan dan/atau Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan
dan/atau Kantor Wilayah DJP dan/atau Kantor Pelayanan Pajak diatur sebagaimana ditetapkan
dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.

BAB III
PROSEDUR PERTUKARAN INFORMASI SECARA SPONTAN
KEPADA NEGARA MITRA P3B

Pasal 8
Prosedur Pertukaran Informasi Secara Spontan Kepada Negara Mitra P3B

Prosedur yang wajib dilakukan dalam mengirim Pertukaran Informasi Secara Spontan kepada
Negara Mitra P3B adalah:
a. Unit DJP mengirimkan surat usulan kepada Direktur Peraturan Perpajakan II untuk
melakukan pertukaran informasi secara spontan terhadap informasi yang diperoleh dari
hasil pemeriksaan pajak dan/atau penyidikan pajak yang menyangkut Wajib Pajak Negara
Mitra P3B dan dirasakan bermanfaat bagi Negara Mitra P3B;
b. Direktur Peraturan Perpajakan II mempelajari informasi tersebut dan dalam hal informasi
yang diperoleh telah sesuai dan memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan sebagaimana
dimaksud dengan Pasal 9 maka dipersiapkan konsep surat Pertukaran Informasi Secara
Spontan kepada Negara Mitra P3B paling lambat 14 (empat belas hari) kerja semenjak
surat usulan diterima;
c. Direktur Peraturan Perpajakan II mengirimkan data pertukaran informasi secara spontan
kepada Negara Mitra P3B;
d. Negara Mitra P3B melakukan proses pemanfaatan data dan memberikan feedback atas data
dan informasi yang diterima kepada Direktur Peraturan Perpajakan II;
e. Direkur Peraturan Perpajakan II meneruskan feedback kepada unit DJP pengirim informasi.

Pasal 9

Informasi atau data-data yang harus dicantumkan dalam mengirim Pertukaran Informasi
Secara Spontan kepada Negara Mitra P3B, yaitu:

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 132


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

a. Identitas entitas atau Wajib Pajak luar negeri yang dimaksud dalam informasi, yaitu: nama
Wajib Pajak, Tax Identification Number (TIN), dan alamat (termasuk email atau alamat
internet bila diketahui);
b. Identitas entitas atau Wajib Pajak dalam negeri asal informasi diperoleh: nama Wajib Pajak,
NPWP, alamat (termasuk email atau alamat internet bila diketahui), nomor registrasi
perusahaan (bila diketahui), hubungannya dengan entitas atau Wajib Pajak luar negeri yang
dimaksud dalam informasi yang diberikan, bagan, diagram atau dokumen lain yang
menjelaskan hubungan antara pihak-pihak yang terlibat;
c. Dalam hal informasi yang dibuat menyangkut pembayaran atau transaksi melalui perantara,
cantumkan nama perantara, alamat, NPWP perantara dimaksud;
d. Dalam hal terdapat informasi bank, cantumkan pula nama Bank, alamat, dan nomor
rekening bank;
e. Informasi yang diperoleh dan penjelasan mengapa informasi tersebut dirasakan akan
berguna bagi Negara Mitra P3B penerima informasi;
f. Untuk informasi jumlah uang, cantumkan mata uangnya, keterangan apakah nilai tersebut
telah dipotong/dipungut pajak, tarif pemotongan/pemungutan pajak dan jumlah pajak yang
telah dipoting/dipungut;
g. Keterangan tentang bagaimana informasi tersebut diperoleh dan identifikasikan sumber
informasi tersebut (misalnya: Surat Pemberitahuan Masa, Surat Pemberitahuan Tahunan,
informasi pihak ketiga, dan sebagainya);
h. Keterangan mengenai ada atau tidaknya pemberitahuan atas pertukaran informasi ini
kepada Wajib Pajak atau pihak ketiga dan bila ada apakah ada pihak yang berkeberatan
tentang pertukaran informasi ini;
i. Penyataan perlu atau tidaknya feedback dari Negara Mitra P3B penerima informasi atas
pemanfaatan informasi yang diberikan.

Pasal 10
Prosedur Pertukaran Informasi Secara Spontan
Yang Diterima Dari Negara Mitra P3B

Prosedur yang wajib dilakukan dalam menerima dan memanfaatkan Pertukaran Informasi
Secara Spontan dari Negara Mitra P3B adalah:
a. Direktur Peraturan Perpajakan II menerima informasi atau data secara spontan dari Negara
Mitra P3B;
b. Direktur Peraturan Perpajakan II mempelajari informasi tersebut dan dalam hal informasi
yang diperoleh tersebut dirasakan akan berguna maka dipersiapkan konsep surat
penyampaian informasi yang diperoleh secara spontan tersebut kepada unit DJP yang
terkait paling lambat 14 (empat belas hari) kerja semenjak surat diterima;

133 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

c. Unit DJP terkait yang berwenang untuk menindaklanjuti isi dari informasi tersebut, yaitu:
1. Direktorat Intelijen dan Penyidikan, dalam hal informasi yang diperoleh mengenai Wajib
Pajak yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan harus ditindaklanjuti
dengan pemeriksaan dan/atau penyidikan;
2. Kantor Pelayanan Pajak dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP terkait,
dalam hal informasi yang diperoleh berkaitan dengan data dan informasi dengan Wajib
Pajak yang terdapat pada wilayah Kantor Pelayanan Pajak yang berada di luar Jakarta.
d. Unit DJP melakukan penelitian, pemeriksaan dan/atau penyidikan terhadap informasi atau
data yang diterima;
e. Unit DJP membuat laporan hasil pemanfaatan informasi dan mengirimkan laporan tersebut
kepada Direktur Peraturan Perpajakan II;
f. Direktur Peraturan Perpajakan II membuat dan mengirim surat berisi feedback atas
pemanfaatan data dan informasi yang diterima kepada Negara Mitra P3B pengirim
informasi.

Pasal 11

Tata cara tindak lanjut terhadap pertukaran informasi secara spontan yang diperoleh dari
Negara Mitra P3B yang diteruskan kepada Direktorat Intelijen dan Penyidikan atau Direktorat
Teknologi Informasi Perpajakan dan/atau Kantor Wilayah DJP dan/atau Kantor Pelayanan Pajak
diatur sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.

BAB IV
PERTUKARAN INFORMASI SECARA OTOMATIS ATAU RUTIN

Pasal 12
Pertukaran Informasi Secara Otomatis Dari Negara Mitra P3B

Prosedur yang wajib dilakukan dalam menerima dan memanfaatkan Pertukaran Informasi
secara Otomatis dari Negara Mitra P3B adalah sebagai berikut:
a. Direktur Peraturan Perpajakan II menerima data atau informasi secara otomatis dari Negara
Mitra P3B dalam bentuk softcopy;
b. Direktur Peraturan Perpajakan II mempelajari dan meneruskan data tersebut kepada
Direktur Informasi Perpajakan untuk ditindaklanjuti dengan tembusan kepada Direktorat
Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan;
c. Direktur Teknologi Informasi Perpajakan menindaklanjuti surat permintaan informasi dari
Negara Mitra P3B sesuai dengan Pedoman Administrasi Pembangunan, Pengelolaan, dan
Pengawasan Data;

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 134


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

i. Direktur Peraturan Perpajakan II membuat dan mengirim surat berisi feedback atas
pemanfaatan data dan informasi yang diterima kepada Negara Mitra P3B pengirim
informasi.

Pasal 13
Tata cara pengolahan Pertukaran Informasi secara Otomatis dari Negara Mitra P3B pada
Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan diatur sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III
Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 16

Informasi atau data yang dapat disampaikan dalam Pertukaran Informasi secara Otomatis atau
Rutin, yaitu:
a. Perubahan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dari satu negara ke negara
lain;
b. Kepemilikan atau penghasilan dari harta tak bergerak;
c. Dividen;
d. Bunga;
e. Royalti;
f. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta;
g. Gaji, upah, remunerasi;
h. Penghasilan Direktur;
i. Penghasilan yang diperoleh para seniman dan olahragawan, pensiun dan penghasilan
sejenis;
j. Penghasilan dari gaji, upah dan remunerasi yang berkaitan dengan jabatan dalam
pemerintahan;
k. Penghasilan lain seperti berasal dari judi, Restitusi Pajak Pertambahan Nilai, cukai,
pembayaran jaminan kesejahteraan sosial; dan
l. Komisi dan pembayaran sejenis.

Pasal 17
Contoh surat Jawaban Permintaan Pertukaran Informasi dari Negara Mitra P3B sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 18
Contoh surat Permintaan Pertukaran Informasi ke Luar Negeri sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

135 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Pasal 19
Formulir Laporan Pemanfaatan Informasi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 20
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 Desember 2009
DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP. 060044911

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 136


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Lampiran I
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
No : PER -67/PJ./2009
Tanggal : 30 Desember 2009

TATA CARA TINDAK LANJUT TERHADAP


PERMINTAAN PERTUKARAN INFORMASI DARI NEGARA MITRA P3B

I. DIREKTORAT PERATURAN PERPAJAKAN II


1. Dalam hal informasi/data yang terdapat dalam surat permintaan informasi dari Negara
Mitra P3B telah valid dan lengkap untuk dapat ditindaklanjuti, maka Direktur Peraturan
Perpajakan II c.q. Kepala Sub Direktorat Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan
internasional mempersiapkan konsep surat untuk meneruskan surat permintaan
tersebut kepada Direktur Intelijen dan Penyidikan dalam hal informasi yang dibutuhkan
mengenai Wajib Pajak yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan harus
ditindaklanjuti dengan pemeriksaan dan/atau penyidikan;
2. Dalam hal informasi yang dibutuhkan oleh Negara Mitra P3B berkaitan dengan data-
data Wajib Pajak secara umum yang terdapat dalam Bank Data Direktorat Jenderal
Pajak, maka Direktur Peraturan Perpajakan II c.q. Kepala Sub Direktorat Perjanjian dan
Kerjasama Perpajakan Internasional mempersiapkan konsep surat untuk meneruskan
surat permintaan tersebut kepada Direktur Teknologi Informasi Perpajakan;
3. Dalam hal informasi yang dibutuhkan oleh Negara Mitra P3B berkaitan dengan
informasi/data dengan Wajib Pajak yang terdapat pada wilayah Kantor Pelayanan Pajak
yang berada diluar wilayah Jakarta, maka Direktur Peraturan Perpajakan II c.q. Kepala
Sub Direktorat Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional mempersiapkan
konsep surat untuk meneruskan surat permintaan tersebut kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak terkait dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP.
4. Penerusan surat permintaan pertukaran informasi dari Negara Mitra P3B tersebut harus
sudah ditindaklanjuti oleh Direktur Peraturan Perpajakan II paling lambat 14 (empat
belas hari) kerja semenjak surat permintaan pertukaran informasi diterima.
5. Direktur Peraturan Perpajakan II c.q. Kepala Sub Direktorat Perjanjian dan Kerjasama
Perpajakan Internasional mempersiapkan konsep surat jawaban atas permintaan
pertukaran informasi kepada Negara Mitra P3B dalam hal hasil informasi yang berhasil
dikumpulkan oleh Direktorat Intelijen dan Penyidikan atau Direktorat Teknologi
Informasi Perpajakan atau Kantor Wilayah DJP atau Kantor Pelayanan Pajak telah sesuai
dengan permintaan paling lambat 14 (empat belas) hari semenjak hasil informasi
tersebut diterma.

137 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

II. DIREKTORAT INTELIJEN DAN PENYIDIKAN


1. Direktur Intelijen dan Penyidikan menindakianjuti surat permintaan informasi dari
Negara Mitra P3B sesuai dengan prosedur Tata Cara Analisis dan Pengembangan
Informasi, Data, Laporan dan Pengaduan (IDLP).
2. Direktur Intelijen dan Penyidikan wajib mengirimkan hasil informasi atau data yang
berhasil dikumpulkan kepada Direktur Peraturan Perpajakan II paling lambat 30
(tigapuluh) hari semenjak surat permintaan informasi diterima.

III. DIREKTORAT TEKNOLOGI INFORMASI PERPAJAKAN


1. Direktur Teknologi Informasi Perpajakan menindaklanjuti surat permintaan informasi
dari Negara Mitra P3B sesuai dengan Pedoman Administrasi Pembangunan,
Pengelolaan, dan Pengawasan Data.
2. Direktur Teknologi Informasi Perpajakan mengirimkan hasil informasi atau data yang
berhasil dikumpulkan kepada Direktur Peraturan Perpajakan II paling lambat 30 (tiga
puluh) hari semenjak surat permintaan informasi diterima.

IV. KANTOR PELAYANAN PAJAK


1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menindaklanjuti surat permintaan informasi dari Negara
Mitra P3B sesuai dengan Pedoman Administrasi Pembangunan, Pengelolaan, dan
Pengawasan Data;
2. Dalam hal pencarian informasi harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan dan/atau
penyidikan, maka dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak mengirimkan hasil informasi atau data yang berhasil
dikumpulkan kepada Direktur Peraturan Perpajakan II paling lambat 30 (tiga puluh) hari
semenjak surat permintaan informasi diterima dengan tembusan kepada Kepala Kantor
Wilayah terkait.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 138


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Lampiran II
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
No: PER - 6 7 /PJ/2009
Tanggal 30 Desember 2009

TATA CARA TINDAK LANJUT TERHADAP


PERTUKARAN INFORMASI SECARA SPONTAN DARI NEGARA MITRA P3B

I. DIREKTORAT PERATURAN PERPAJAKAN II


1. Dalam hal informasi/data spontan yang diterima dari Negara Mitra P3B telah valid dan
lengkap untuk dapat ditindaklanjuti, maka Direktur Peraturan Perpajakan II c.q. Kepala
Sub Direktorat Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional mempersiapkan
konsep surat untuk meneruskan surat permintaan tersebut kepada Direktur Intelijen
dan Penyidikan dalam hal informasi yang dibutuhkan mengenai Wajib Pajak yang telah
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan harus ditindaklanjuti dengan
pemeriksaan dan/atau penyidikan;
2. Dalam hal informasi/data spontan yang diterima dari Negara Mitra P3B berkaitan
dengan Wajib Pajak yang terdapat pada wilayah Kantor Pelayanan Pajak, maka
Direktur Peraturan Perpajakan II c.q. Kepala Sub Direktorat Perjanjian dan Kerjasama
Perpajakan Internasional mempersiapkan konsep surat untuk meneruskan
informasi/data tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak terkait dengan
tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP.
3. Penerusan informasi/data spontan dari Negara Mitra P3B tersebut harus sudah
ditindaklanjuti oleh Direktur Peraturan Perpajakan II paling lambat 14 (empat belas
hari) kerja semenjak surat pertukaran informasi secara spontan diterima dari Negara
Mitra P3B.
4. Direktur Peraturan Perpajakan II c.q. Kepala Sub Direktorat Perjanjian dan Kerjasama
Perpajakan Internasional mempersiapkan konsep surat jawaban/feedback atas
informasi/data yang diterima kepada Negara Mitra P3B paling lambat 14 (empat belas)
hari semenjak hasil informasi tersebut diterima dari Direktorat Intelijen dan Penyidikan
atau Kantor Pelayanan Pajak.

II. DIREKTORAT INTELIJEN DAN PENYIDIKAN


1. Dalam hal informasi/data spontan yang diterima dari Negara Mitra P3B telah valid dan
Direktur Intelijen dan Penyidikan menindaklanjuti informasi/data spontan yang diterima
dari Negara Mitra P3B sesuai dengan prosedur Tata Cara Analisis dan
Pengembangan Informasi, Data, Laporan dan Pengaduan (IDLP).
2. Direktur Intelijen dan Penyidikan wajib mengirimkan hasil informasi/data spontan yang
berhasil dikumpulkan kepada Direktur Peraturan Perpajakan II paling lambat 30
(tigapuluh) hari semenjak surat permintaan informasi diterima.

139 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

III. KANTOR PELAYANAN PAJAK


1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menindaklanjuti informasi/data spontan yang diterima
dari Negara Mitra P3B sesuai dengan Pedoman Administrasi Pembangunan,
Pengelolaan, dan Pengawasan Data;
2. Dalam informasi/data spontan yang diterima harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan
dan/atau penyidikan, maka dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak mengirimkan hasil informasi/data spontan yang berhasil
dikumpulkan kepada Direktur Peraturan Perpajakan II paling lambat 30 (tigapuluh) hari
semenjak surat permintaan informasi diterima dengan tembusan kepada Kepala Kantor
Wilayah terkait.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 140


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Lampiran III
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
No: PER 67 /PJ./2009
Tanggal 30 Desember 2009

TATA CARA PENGOLAHAN PERTUKARAN INFORMASI SECARA OTOMATIS


DART NEGARA MITRA P3B

I. DIREKTORAT PERATURAN PERPAJAKAN II


1. Direktur Peraturan Perpajakan II mempelajari informasi/data yang diterima secara
otomatis dari Negara Mitra P3B;
2. Direktur Peraturan Perpajakan II c.q. Kepala Sub Direktorat Perjanjian dan Kerjasama
Perpajakan Internasional mempersiapkan konsep surat untuk meneruskan
informasi/data yang diterima kepada Direktur Teknologi Informasi Perpajakan dengan
tembusan kepada Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan paling lambat 14
(empat belas) hari semenjak informasi/data tersebut diterima.

II. DIREKTORAT TEKNOLOGI INFORMASI PERPAJAKAN


1. Direktur Teknologi Informasi Perpajakan menindaklanjuti informasi/data otomatis dari
Negara Mitra P3B yang diterima dari Direktorat Peraturan Perpajakan II sesuai dengan
Pedoman Administrasi Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengawasan Data;
2. Direktur Informasi Perpajakan melakukan matching data tersebut dengan Bank Data
DJP agar dapat diidentifikasi berdasarkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
3. Data yang dapat diidentifikasikan NPWP-nya dikelompokkan berdasarkan Kantor
Pelayanan Pajak ternpat Wajib Pajak terdaftar;
4. Dalam hal data tidak teridentifikasi karena belurn terdaftar NPWP-nya dikelompokkan
berdasarkan wilayah Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak berdornisili;
5. Data yang telah selesai dikelornpokkan ditampilkan di Intranet DJP untuk ditindakianjuti
oleh Kantor Pelayanan Pajak terkait;
6. Direktur Informasi Perpajakan mengirimkan Laporan Pengiriman Data kepada Direktur
Jenderal Pajak dalam waktu 30 (tigapuluh) hari semenjak surat penerusan
informasi/data diterima dari Direktur Peraturan Perpajakan II dengan tembusan kepada:
Direktur Peraturan Perpajakan II;
Direktur Penerimaan, Kepatuhan dan Potensi;
Kepala Kantor Wilayah DJP terkait;
Kepala Kantor Pelayanan Pajak terkait.

141 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

III. KANTOR PELAYANAN PAJAK


1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menindaklanjuti informasi/data yang diperoleh dari
Direktorat Informasi Perpajakan sesuai dengan Pedoman Administrasi Pembangunan,
Pengelolaan, dan Pengawasan Data;
2. Dalam hat informasi/data yang diperoleh harus ditindakianjuti dengan pemeriksaan
dan/atau penyidikan, maka dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang
berlaku;
3. Kantor Pelayanan Pajak membuat Laporan Hasil Pemanfaatan Data dan
mengirimkannya kepada Direktur Peraturan Perpajakan II paling lambat 30 (tigapuluh)
hari semenjak informasi/data diterima dengan tembusan kepada:
Direktur Potensi, Kepatuhan clan Penerimaan;
Kepala Kantor Wilayah terkait.

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 142


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Lampiran IV
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
No: PER 6 7 /PJ./2009
Tanggal 30 Desember 2009

CONTOH SURAT JAWABAN


PERMINTAAN PERTUKARAN INFORMASI DARI NEGARA MITRA P3B

FROM TO
Mr. Competent Authority of Indonesia Mr. Competent Authority of Country X
JI. Jendral Gatot Subroto 40-42 Director of Taxes
Jakarta 12190 Indonesia 1234 Tax Boulevard
Phone: 62-21-5736094 Capital City 21001 Country X
Fax: 62-21-5736094

Person to contact: Mr. Y 20 February 2004

Dear Mr. Competent Authority,


Re: Your request for information under Article 26 of the Tax Convention between
Country X and Indonesia

Your reference CA/ 1001 94 U


Taxpayer PC Company
TIN 89 67 89 025
56 A street
Blueville 10001

Tax Years for which information is required:


01/10/00-30/09/01
01/10/01-30/09/02
01/10/02-30/09/03

On January 2004, you presented a request for information under Article 26 of the Tax
Convention between our two countries concerning bank accounts identified as being used
directly or indirectly by PC Company or by Mr. John Smith the executive manager of PC
Company.
Please find enclosed the bank records of the account number (No. 001 678 543). Our
central file of bank accounts allowed us to identify another account opened on 5.08.92 by Mr.
John Smith, City Bank no 001.725.613, at the Branch located at 56 City Street in Jakarta City.

143 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

This information is provided under Article 26 above-mentioned and its use is covered
accordingly. Please provide information on the usefulness of the information supplied.

Yours sincerely,

Mr. Competent Authority of Indonesia


Enclosures:
Bank Account State Bank no 001 678 543
Copied of 36 bank statements
Bank Account City Bank No. 001 725 613
Copies of 17 bank statements

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 144


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

Lampiran V
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
No: PER - 67/PJ./2009
Tanggal 30 Desember 2009

CONTOH SURAT
PERMINTAAN PERTUKARAN INFORMASI KE LUAR NEGERI

FROM TO
Mr. Competent Authority of Country X Mr. Competent Authority of Indonesia Director
taxes of Director of Tax Regulations II
1234 tax Boulevard JI. Jendral Gatot Subroto 40-42
Capital City 21001 Country X Jakarta 12190 Indonesia

Reference CA/10 01 04 U 10 January, 2004

Taxpayer under investigation: PC Company


TIN: 89 67 89 02
56 A street Blueville 10001
Country X

Tax years under investigation:


01/10/00 - 30/09/01
01/10/01 - 30/09/02

Years for which information is requested: same years


Dear Mr. Competent Authority of Indonesia,

Re: Request for information under Article 26 of the tax convention between Country X and
Indonesia
This request is presented according to Article 26 of the tax convention between our two
countries. Our Request concerns PC Company above mentioned. The local tax office of Blueville
is presently examining its income tax returns for tax periods referred to above.
PC Company is the business of importing high tech equipment in the computer industry
and selling this equipment to its domestic subsidiaries. During the tax examination it was
discovered that funds have been deposited into a bank account (number: 001 678 543 at the
state Bank, 1 bank Street Jakarta City. 34001 Indonesia). We believe the account is in the
name of Mr John Smith TIN 57.06.2345 born 15 06 57 address 1 Blue Street, Blueville 10003
who owns 65% of the shares of PC Company and is the executive manager. We believe that
the funds deposited into this account are taxable in Country X and have not been reported.

145 | Kumpulan Peraturan Transfer Pricing


Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya

We therefore request the following information for the period under investigation:
Bank records including bank statements, concerning account no 001 378 543 identified
as being used directly or indirectly by PC Company or by Mr. John Smith.
If you need more information please contact Mr. Green phone: 1234567 fax 12344568.
Would you acknowledge receipt of this request and indicate when the information is likely to be
provided.
This request is presented according to Article 26 of our tax treaty and the information
provided will be used only as provided for in such Article.

Yours sincerely,

Mr. Competent Authority of Country X

Kumpulan Peraturan Transfer Pricing | 146

Anda mungkin juga menyukai