Anda di halaman 1dari 12

ARTIKEL ILMIAH SISTEMA MUSCULOSKELETAL

ROTASI INTERNA HEWAN KECIL

Spondilitis Pada Anjing

Oleh :
ALDA PUTRI APRISKA, SKH
NIM. 150130100011032

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Spondilitis adalah gejala penyakit berupa peradangan pada ruas tulang
belakang, umumnya disebabkan oleh kuman tuberkulosis. Penyebab lainnya, karena
infeksi kuman lain. Proses radang tersebut merusak badan ruas tulang belakang
sampai membentuk tulang agak runcing ke depan. Tekanan gaya berat mengakibatkan
tulang belakang membengkok ke belakang pada tempat rusaknya badan ruas tulang
belakang. Biasanya radang tersebut menyerang daerah punggung yang kemudian
mengakibatkan daerah tersebut menonjol atau melengkung ke belakang.

Spondilitis / rachitis adalah peradangan pada tulang belakang / vertebrae


yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri yang banyak ditemukan
menginfeksi adalah Mycobacterium tuberculosis. Peradangan pada vertebrae ini
bersifat kronis destruktif. Pada kasus-kasus hewan dengan tuberkulosa,
keterlibatan tulang dan sendi terjadi pada kurang lebih 10% kasus. Dari seluruh
kasus tersebut vertebrae merupakan tempat yang paling sering terinfeksi
tuberkulosa tulang, diikuti kemudian oleh tulang pelvis dan tulang extremitas
caudal. Spondilitis ini sering ditemukan pada vertebrae thorax 8 (T8) sampai
lumbal 3 (L3) dan paling jarang pada vertebrae cervicalis 1 2 (Sjam Suhidayat,
1997). Area thorax lumbal terutama thorax bagian bawah (umumnya T 10) dan
lumbal bagian atas merupakan tempat yang paling sering ditemukannya kasus ini
karena pergerakan dan tekanan dari weight bearing mencapai maksimal. Terapi
kausatif dan simptomatis yang diberikan pada hewan pasien tuberkulosa tulang
belakang sebenarnya memberikan hasil yang baik, namun pada kasus kasus
tertentu diperlukan tindakan operatif serta tindakan kuratif baik sebelum ataupun
setelah penderita menjalani tindakan operatif.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana tindakan penanganan dan diagnosa dari spondilitis?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui penanganan dan diagnosa dari spondilitis

1.4 Manfaat
Memiliki kemampuan untuk melakukan penanganan dan cara untuk
mendiagnosa kasus spondilitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etiologi
Spondilitis disebabkan oleh infeksi bakteri dan stress berulang. Spondilitis
juga disebabkan oleh pemberian pakan dengan gizi buruk dan tidak seimbangnya
sistem imun tubuh. Bakteri yang banyak ditemukan menginfeksi adalah golongan
Mycobacterium.

2.2 Patofisiologi
Spondilitis merupakan kelanjutan dari penyebaran infeksi bakteri. Penyebaran itu
terjadi melalui vaskularisasi arteri vertebralis. Bakteri kemudian bersarang di bagian
corpus vertebrae. Infeksi berawal dari bagian central, cranial atau epificial corpus
vertebrae. Infeksi ini selanjutnya menyebabkan hiperemi dan eksudasi yang berujung
pada pelunakan corpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada corteks epifise, discus
intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian corpus ini akan
menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Eksudat menyebar ke
arah cranial, dibawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah
vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi
keberbagai arah disepanjang ligamen. Sebagai proses kelanjutan dapat berkembang
abses yang pada mulanya merupakan tempat hancurnya jaringan yang terinfeksi.
Semakin hancur maka terjadilah abses yang pada permulaan merusak ke anterior dan
ke samping corpus vertebrae. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis
sehingga timbul paraplegia.

Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk

spondilitis:

1. Peridiskal / paradiskal yaitu infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan


diskus (di area metafise di bawah ligamentum longitudinal anterior /area
subkondral). Spondilitis peridiskal ditemukan di regio lumbal.

2. Central yaitu infeksi terjadi pada bagian central korpus vertebrae. Lokasinya
yang ditengah menjadi sering didiagnosa sebagai tumor. Keadaan ini sering
menimbulkan kolaps vertebrae lebih dini dibandingkan dengan tipe lain
sehingga mengakibatkan deformitas spinal parah. Spondilitis central
ditemukan di regio thorachalis.

3. Bentuk atipikal yaitu infeksi yang tersebar pada canalis spinal tanpa
keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus
transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi
intervertebral posterior.

2.3 Gejala klinis

Gejala klinis yang terlihat adalah badan lemah / lesu, anorexia, febris atau
subfebris, kesakitan pada vertebrae (Rajad Chairuddin, 2003), hewan terlihat
mengalami kekakuan sendi, pembengkakakn di daerah vertebrae dan pelvis.

2.4 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada spondilitis yaitu:

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dan LED meningkat.

2. Pemeriksaan radiologi

Hasil radiologi atau X-ray untuk melihat adanya abses yang tampak

sebagai suatu bayangan yang berbentuk spindle.

3. Pemeriksaan foto dengan zat kontras

Foto polos vertebrae ditemukan osteoporosis, osteolitik, destruksi korpus

vertebra,penyempitan diskus intervertebralis dan ditemukan adanya massa

abses para vertebral.

4. Pemeriksaan CT scan

CT scan memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler,
skelerosis, kolaps discus, dan gangguan pertumbuhan tulang.

5. Pemeriksaan MRI

MRI mengevaluasi infeksi diskus intervertebralis dan osteomielitis tulang


belakang serta menunjukkan adanya penekanan saraf (Lauerman, 2006).

2.5 Terapi
Prinsip pengobatan spondilitis yang sering dilakukan adalah pengobatan
konservatif dan pengobatan operatif. Pengobatan konservatif yaitu pemberian
antibiotik dan dekompresi medula spinalis, sedangkan pengobatan operatif
dilakukan apabila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia
atau kondisi hewan semakin berat. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan
drainase abses secara terbuka, debrideman, dan bone graft (Graham, 2007).
BAB III
STUDI KASUS

3.1 Sinyalemen
Jenis hewan : Anjing
Breed : Basset Hound
Jenis kelamin :
Umur : 3 tahun

3.2 Anamnesa
Anjing mengalami kelemahan anggota gerak bagian ekstremitas caudal
sinister dan pelvis, serta anoreksia.

3.3 Pemeriksaan klinis


Anjing bisa berdiri dan berjalan namun perlahan, pergerakan berkurang, terdapat
bau peradangan seperti yeast, palpasi bagian lumbal positif ditunjukkan dengan
anjing merasa kesakitan, respon saraf bagian ekstremitas caudal sinister lambat. Hasil
hematologi menunjukkan neutrofilia yaitu 12.27 (2 - 12) x 10 9/l dan monositosis 2.56
(0.3 2) x 109 /l. Setelah pemberian terapi selama satu minggu, anjing mengalami
kelumpuhan ekstremitas pelvis bagian sinister.
Pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya spondilosis ventral pada ossa
sacrum. Gambaran secara orthogonal menunjukkan adanya degeneratif tulang pelvis
(gambar 1 dan 2). Pemeriksaan menggunakan magnetic resonance imaging (MRI)
menunjukkan ossa lumbal mengalami peningkatan intensitas pada dan terjadi
demineralisasi dalam spondilosis ventral ke L7 - S1 (gambar 3 dan 4)

Gambar 1. Radiografi lumbal sisi lateral menunjukkan pengikatan antara


L7 dan S1
Gambar 2. Radiografi ventrodorsal menunjukkan adanya degenerasi ossa pelvis

Gambar 3. MRI sagital menunjukkan adanya inflamasi pada penghubung L7 dan S1


bagian ventral

Gambar 4. MRI tranversal L7-S1 menunjukkan terjadinya inflamasi pada disc


lumbal
Gambar 5. Potongan sagital menunjukkan area gelap pada saluran neuron

Gambar 6. Peningkatan difusi masa tulang pada lumbal

Pemeriksaan kultur pada media untuk mengetahui keberadaan Staphylococcus


aureus dan Brucella canis memperoleh hasil negatif. Terapi awal yang digunakan
adalah metronidazole 250 mg/kgBB q12h IV dan cefuroxime 625 mg q12h IV,
diberikan pula analgesik 5ug / kg melalui infus, meloxixam 2,5 mg q24h P.O,
metadon 6 mg q8h IM, gabapentin 200mg q12h P.O, setelah seminggu
pengobatan, anjing mengalami peningkatan reflex pada pelvis. Perlakuan yang
diberikan selanjutnya adalah biopsi vertebrae dan debridement jaringan, namun
pemilik anjing meminta agar anjing dieuthanasi.

3.4 Diagnosa
Spondilitis

3.5 Terapi
- Meloxixam 2.5 mg/kg BB q24h P.O.
- Diazepam 2 mg/ kg BB q8h P.O
BAB IV
PEMBAHASAN

Beberapa penyakit vertebrae yang sering terjadi adalah spondylosis,


spondilitis, dan discospondylitis. Pemeriksa harus bisa membedakan ketiganya.
Spondylosis adalah perubahan degeneratif vertebrae karena proses penuaan pada
anjing. Spondylitis adalah proses peradangan vertebrae atau tulang aktif akibat infeksi
atau munculnya periarticular tulang baru (bridging spondylosis). Sedangkan
discospondylitis adalah proses inflamasi dan proliferasi bagian diskus intervertebralis.
Pada kasus yang dibahas ditemukan awal pemeriksaan adanya abnormalitas pada
tulang belakang berupa spondylosis. Spondilosis ditandai dengan pembentukan
bagian ventral korpus vertebrae dari intervertebrae disc. Pemeriksaan hematologi
menunjukkan adanya neutrofilia dan monositosis yang berarti adanya infeksi bakteri
pada anjing bassed hound. Neutrofilia menunjukkan adanya infeksi yang merangsang
sumsum tulang belakang untuk memproduksi neutrofil dalam jumlah besar.
Monositosis menunjukkan adanya infeksi kronik seperti tuberculosis dan
endokarditis. Maka diagnosa akhir mengarah pada spondilitis.
Spondilitis pada vertebrae menyebar secara hematogen. Lokasi spondilitis terjadi
pada daerah thorax lumbal sehingga diduga penyebaran terjadi melalui vena
paravertebralis. Hasil pemeriksaan menggunakan MRI menunjukkan adanya
penulangan pada discus vertebralis ventral, hal ini terjadi karena bagian ventra
avaskuler akibat perusakan oleh bakteri hingga terbentuk granulasi (penulangan).
Menurut Savant (2007)Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari
lima stadium yaitu:

1. Stadium implantasi

Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh hewan
menurun maka bakteri akan bereplikasi membentuk koloni yang berlangsung
selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiscus dan
daerah sentral vertebrae.

2. Stadium destruksi awal

Fase ini akan terjadi pada korpus vertebra dan penyempitan yang ringan pada
discus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.

3. Stadium destruksi lanjut


Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebrae, dan
terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk abses, yang tejadi 2-3
bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya berakibat kerusakan diskus
intervertebralis. Kerusakan ini membentuk tulang (wedging anterior) akibat
kerusakan korpus vertebrae dan berakibat terbentuknya gibbus.

4. Stadium gangguan neurologis

Gangguan neurologis ditentukan oleh tekanan abses kekanalis spinalis.


vertebrae thoracalis mempunyai kanalis spinalis yang kecil sehingga
gangguan neurologis lebih mudah terjadi di daerah ini.

5. Stadium deformitas residul

Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi. Gibbus
akan bersifat permanen karena kerusakan vertebrae yang massif.

Terapi yang diberikan pada anjing bassed hound adalah metronidazole 250
mg/kgBB q12h IV dan cefixime 625 mg q12h IV, analgesik 5ug / kg melalui
infus, meloxixam 2,5 mg q24h P.O, metadon 6 mg q8h IM, gabapentin 200mg
q12h. metronidazole dan cefuroxime adalah antibiotic broad spectrum. Cefixime
digunakan untuk membunuh bakteri gram positif dan gram negatif, sedangkan
metronidazole digunakan untuk membunuh bakteri anaerob yang kemungkinan
ada di canalis spinalis. Pemberian metadon digunakan untuk analgesik dengan
dosis tinggi, sedangkan pemberian gabapentin sebagai antikonvulsan. Pemberian
meloxixam digunakan sebagai anti inflamasi non steroid. Meloxixam merupakan
NSAID yang bekerja dengan cara menghambat cyclooxygenase (COX2) tanpa
menimbulkan efek samping terhadap ginjal dan gastrointestinal yang merupakan
ciri khas penggunaan obat anti inflamasi non streroid selama ini. Prognosa
penyakit ini adalah infausta, kondisi anjing yang semakin memburuk menjadikan
pemilik hewan memilih untuk mengeutanasi hewan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Spondilitis adalah gejala penyakit berupa peradangan pada ruas tulang
belakang, umumnya disebabkan oleh kuman tuberkulosis. Penyebab lainnya, karena
infeksi kuman atau bakteri. Spondilitis juga disebabkan oleh pemberian pakan dengan
gizi buruk, dan tidak seimbangnya sistem imun tubuh. Penyebaran itu terjadi melalui
vaskularisasi arteri vertebralis. Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan
konservatif dan pengobatan operatif. Pengobatan konservatif yaitu pemberian
antibiotik dan dekompresi medula spinalis. Sedangkan pengobatan operatif dilakukan
dengan drainase abses secara terbuka, debrideman, dan bone graft.
DAFTAR PUSTAKA

Harsono, 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Kapita Selekta Neurologi. Ed. II.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press. p. 195-197.

Rasjad C., 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.
Ed.II. Makassar: Bintang Lamumpatue. p. 144-149

Anda mungkin juga menyukai