Oleh :
ALDA PUTRI APRISKA, SKH
NIM. 150130100011032
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui penanganan dan diagnosa dari spondilitis
1.4 Manfaat
Memiliki kemampuan untuk melakukan penanganan dan cara untuk
mendiagnosa kasus spondilitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etiologi
Spondilitis disebabkan oleh infeksi bakteri dan stress berulang. Spondilitis
juga disebabkan oleh pemberian pakan dengan gizi buruk dan tidak seimbangnya
sistem imun tubuh. Bakteri yang banyak ditemukan menginfeksi adalah golongan
Mycobacterium.
2.2 Patofisiologi
Spondilitis merupakan kelanjutan dari penyebaran infeksi bakteri. Penyebaran itu
terjadi melalui vaskularisasi arteri vertebralis. Bakteri kemudian bersarang di bagian
corpus vertebrae. Infeksi berawal dari bagian central, cranial atau epificial corpus
vertebrae. Infeksi ini selanjutnya menyebabkan hiperemi dan eksudasi yang berujung
pada pelunakan corpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada corteks epifise, discus
intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian corpus ini akan
menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Eksudat menyebar ke
arah cranial, dibawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah
vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi
keberbagai arah disepanjang ligamen. Sebagai proses kelanjutan dapat berkembang
abses yang pada mulanya merupakan tempat hancurnya jaringan yang terinfeksi.
Semakin hancur maka terjadilah abses yang pada permulaan merusak ke anterior dan
ke samping corpus vertebrae. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis
sehingga timbul paraplegia.
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk
spondilitis:
2. Central yaitu infeksi terjadi pada bagian central korpus vertebrae. Lokasinya
yang ditengah menjadi sering didiagnosa sebagai tumor. Keadaan ini sering
menimbulkan kolaps vertebrae lebih dini dibandingkan dengan tipe lain
sehingga mengakibatkan deformitas spinal parah. Spondilitis central
ditemukan di regio thorachalis.
3. Bentuk atipikal yaitu infeksi yang tersebar pada canalis spinal tanpa
keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus
transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi
intervertebral posterior.
Gejala klinis yang terlihat adalah badan lemah / lesu, anorexia, febris atau
subfebris, kesakitan pada vertebrae (Rajad Chairuddin, 2003), hewan terlihat
mengalami kekakuan sendi, pembengkakakn di daerah vertebrae dan pelvis.
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan radiologi
Hasil radiologi atau X-ray untuk melihat adanya abses yang tampak
4. Pemeriksaan CT scan
CT scan memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler,
skelerosis, kolaps discus, dan gangguan pertumbuhan tulang.
5. Pemeriksaan MRI
2.5 Terapi
Prinsip pengobatan spondilitis yang sering dilakukan adalah pengobatan
konservatif dan pengobatan operatif. Pengobatan konservatif yaitu pemberian
antibiotik dan dekompresi medula spinalis, sedangkan pengobatan operatif
dilakukan apabila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia
atau kondisi hewan semakin berat. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan
drainase abses secara terbuka, debrideman, dan bone graft (Graham, 2007).
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Sinyalemen
Jenis hewan : Anjing
Breed : Basset Hound
Jenis kelamin :
Umur : 3 tahun
3.2 Anamnesa
Anjing mengalami kelemahan anggota gerak bagian ekstremitas caudal
sinister dan pelvis, serta anoreksia.
3.4 Diagnosa
Spondilitis
3.5 Terapi
- Meloxixam 2.5 mg/kg BB q24h P.O.
- Diazepam 2 mg/ kg BB q8h P.O
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh hewan
menurun maka bakteri akan bereplikasi membentuk koloni yang berlangsung
selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiscus dan
daerah sentral vertebrae.
Fase ini akan terjadi pada korpus vertebra dan penyempitan yang ringan pada
discus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi. Gibbus
akan bersifat permanen karena kerusakan vertebrae yang massif.
Terapi yang diberikan pada anjing bassed hound adalah metronidazole 250
mg/kgBB q12h IV dan cefixime 625 mg q12h IV, analgesik 5ug / kg melalui
infus, meloxixam 2,5 mg q24h P.O, metadon 6 mg q8h IM, gabapentin 200mg
q12h. metronidazole dan cefuroxime adalah antibiotic broad spectrum. Cefixime
digunakan untuk membunuh bakteri gram positif dan gram negatif, sedangkan
metronidazole digunakan untuk membunuh bakteri anaerob yang kemungkinan
ada di canalis spinalis. Pemberian metadon digunakan untuk analgesik dengan
dosis tinggi, sedangkan pemberian gabapentin sebagai antikonvulsan. Pemberian
meloxixam digunakan sebagai anti inflamasi non steroid. Meloxixam merupakan
NSAID yang bekerja dengan cara menghambat cyclooxygenase (COX2) tanpa
menimbulkan efek samping terhadap ginjal dan gastrointestinal yang merupakan
ciri khas penggunaan obat anti inflamasi non streroid selama ini. Prognosa
penyakit ini adalah infausta, kondisi anjing yang semakin memburuk menjadikan
pemilik hewan memilih untuk mengeutanasi hewan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Spondilitis adalah gejala penyakit berupa peradangan pada ruas tulang
belakang, umumnya disebabkan oleh kuman tuberkulosis. Penyebab lainnya, karena
infeksi kuman atau bakteri. Spondilitis juga disebabkan oleh pemberian pakan dengan
gizi buruk, dan tidak seimbangnya sistem imun tubuh. Penyebaran itu terjadi melalui
vaskularisasi arteri vertebralis. Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan
konservatif dan pengobatan operatif. Pengobatan konservatif yaitu pemberian
antibiotik dan dekompresi medula spinalis. Sedangkan pengobatan operatif dilakukan
dengan drainase abses secara terbuka, debrideman, dan bone graft.
DAFTAR PUSTAKA
Harsono, 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Kapita Selekta Neurologi. Ed. II.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press. p. 195-197.
Rasjad C., 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.
Ed.II. Makassar: Bintang Lamumpatue. p. 144-149